B. Dasar Teori
Titrasi iodometri adalah titrasi terhadap iodin (I2) yang dihasilkan dari analit
melalui suatu reaksi kimia. Jadi, iodometri ini digunakan untuk analit yang berupa
oksidator yang dapat mengoksidasi iodida (I- ) menjadi iodin. Iodin yang dihasilkan
dapat ditentukan secara kuantitatif melalui titrasi dengan larutan standar tiosulfat (S2O3
2- ). Dengan demikian, titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi tidak
langsung (Alauhdin,2020).
Iodometri adalah analisis titrimetri tidak langsung dari zat yang bertindak
sebagai zat pengoksidasi, seperti besi (III), tembaga (II), zat ini mengoksidasi iodida
yang ditambahkan iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan larutan standar
tiosulfat. Kelarutan iodin mirip dengan klorida dan bromida. Merkuri perak(I),
merkurium(II), tembaga(I), dan timbal iodida adalah garam-garamnya yang paling
sedikit larut. Reaksi ini dapat dipelajari dengan larutan kalium iodida 0,1 N (Svehla,
1987).
Titrasi iodometri dan iodometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan
pada reaksi oksidasi reduksi. Titrasi iodometri adalah suatu proses tak langsung yang
melibatkan iod, ion iodida berlebih ditambahkan ke dalam suatu agen pengoksidasi
yang membebaskan iod dan kemudia dititrasi dengan natrium tiosulfat. Titrasi
iodometri merupakan titrasi redoks. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan sebagai titrat dan setara
dengan banyaknya sampel (Silviana et al, 2019).
Larutan standar dapat berupa asam atau basa yang konsentrasinya diketahui
dengan tepat. Larutan baku asam diperlukan untuk menentukan konsentrasi basa, dan
larutan baku basa diperlukan untuk menentukan konsentrasi asam. Keadaan di mana
jumlah asam dan basa yang sesuai sama disebut titik ekivalen. PH larutan berubah
selama titrasi dan titrasi berakhir ketika pH ekuivalen tercapai dan mencapai TAT (Titik
Akhir Titrasi), ditandai dengan perubahan warna akibat penambahan indikator
(Pratama, 2013).
Pada titrasi ini senyawa iodida, umumnya KI, ditambahkan secara berlebih pada
larutan analit yang berupa suatu oksidator (misalnya iodat, IO3- ) sehingga terbentuk I2.
I2 yang terbentuk ini setara atau ekuivalen dengan jumlah oksidator yang akan
ditentukan (analit). Jumlah I2 ditentukan melalui titrasi dengan larutan standar tiosulfat
(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator amilum. Titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini
tepat hilang (Alauhdin,2020).
KI berfungsi sebagai zat pereduksi, yakni membebaskan iod dari iodida
sehingga terbentuk I2. pada proses iodometri ini, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan KI berlebih dan akan menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat. Adapun I2 yang dibebaskan disini berfungsi
sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi karena mengalami reduksi menjadi I-
(Yeniza & Purba, 2019).
Garam Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) mudah diperoleh dalam keadaan
murni, tetapi karena kandungan air kristalnya tidak selalu tetap, maka garam ini
bukanlah zat standar primer. Standarisasi larutan tiosulfat dapat dilakukan dengan zat
standar primer seperti garam kalium iodat (KIO3), garam kalium bromat (KBrO3), atau
garam kalium dikromat (K2Cr2O7) (Alauhdin,2020).
Dalam menstandarisasi larutan natrium tiosulfat biasa dalam keadaan asam, bisa
menggunakan H2SO4 atau HCl. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan
tersebut yang telah ditambahkan KI adalah memberikan suasana asam. Sebab larutan
yang terdiri dari kalium iodida dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau
memiliki keasaman rendah (Tiyas, 2011).
Pada titrasi iodometri, penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat
menjelang akhir titrasi yang ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda
(awalnya kuning kecokelatan karena adanya I2 dalam jumlah banyak). Hal ini perlu
dilakukan karena kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat, akibatnya banyak I2
yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi. Alasan
kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat yang dapat
menyebabkan amilum terhidrolisis. Penambahan amilum menjelang akhir titrasi dapat
menghindari terjadinya hidrolisis (Alauhdin,2020).
Titik akhir titrasi adalah titik dimana indicator berubah warna, dengan memilih
indicator secara seksama. Titik akhir itu akan tepat berimpit dengan titik kesetaraan
(Sundari, 2016).
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa
gram-garam besi (III) dan tembaga sulfat, dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu
dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan
natrium tiosulfat baku. Titrasi iodometri digunakan untuk menentukan kadar dari zat-
zat uji yang bersifat reduktor dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk iodimetry
adalah kebalikannya (Baaset, 1994:82).
D. Spesifikasi Bahan
P: 760 mmHg T: 250C
NO Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia
1. Aquades − Cairan tak − Senyawa
berwarna tak memiliki ikatan
berbau hydrogen
− Titik beku: 00C
− Titik didih:
0
100 C
Bahaya Penanggulangan
− Dapat meledak − Jauhkan dari
atau terakar logam reaktif
apabila bereaksi
dengan logam
reaktif
2. H2SO4 Sifat Fisika Sifat Kimia
− Cairan tak − Mudah meledak
berwarna tak potensi
berbau mengoksidasi
− Titik lebur:-
200C
− Densitas: 1,34
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Menyebabkan − Gunakan alat
kulit terbakar pelindung diri
yang parah dan
kerusakan mata
3. KIO3 Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Kelarutan
berwarna putih dalam air: 92
− Titik lebur: g/L
0
560 C
− Densitas: 3,98
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Menyebabkan − Menggunakan
kerusakan mata Alat Pelindung
yang serius Diri (APD)
4. Na2S2O Sifat Fisika Sifat Kimia
− Kristal tak − Kelarutan
berwarna tak dalam air: 79
berbau g/100 mL air
− Titik leleh: 480C
− Titik didih: >
1000C
− Densitas: 2,27
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Iritasi − Menggunakan
Alat Pelindung
Diri (APD)
5. KI Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Kelarutan
berwarna putih dalam air: 430
− Titik lebur: g/L
0
360 C
− Titik didih:
0
1325 C
Bahaya Penanggulangan
− Bahaya jika − Gunakan alat
tertelan pelindung diri
− Iritasi − Bilas area yang
− Gangguan mata terkontaminasi
berat
5. Larutan kanji Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Kelarutan
berwarna putih dalam air: 50
tak berbau g/L pada 900C
Bahaya Penanggulangan
− Bukan bahan − Tidak ada
yang penanggulangan
teridentifikasi khusus
berbahaya
5. HCL Sifat Fisika Sifat Kimia
− Larutan tak − Larut dalam air
berwarna
− Densitas: 1,00
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Korosi − Gunakan alat
− Iritasi pelindung diri
− Bilas area yang
terkontaminasi
5. CuSO4 Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Tidak mudah
berwarna biru menyala
− Titik lebur:
2000C
− Densitas: 3,603
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Bahaya jika − Gunakan alat
tertelan pelindung diri
− Iritasi kulit dan − Bilas area yang
mata terkontaminasi
− Toksik pada − Hindari
kehidupan pelepasan ke
perairan lingkungan
Sumber:
Pub Chem. (2005). Material Safety Data Sheet. (online). Diakses:
pubchem.ncbi.nlm.gov. ( 09 April 2023)
E. Set Alat
1. Set alat penimbangan
3. Titrasi Na2S2O3
2SO2O32- (aq) + I2 (aq) → SO4O62- (aq) + 2I- (aq)
TB Coklat TB Kuning
4. Penentuan oksidator
2Na2S2O3.H2O (aq) + HCl (aq) → I2 (aq) + 2KCl (aq) +2 H2O (l)
TB TB Coklat TB TB
(Kuning seulas)
IO3- (aq) + 6S2O32- (aq) ⇌ 6I- (aq) + 3S4O63- (aq) + 3H2O (aq)
(Tak berwarna)
(Putih susu)
H. Data Pengamatan
1. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Massa Na2S2O3 = 0,3571 gram
Padatan Larutan kanji Volume Na2S2O3
Volume Volume
KI 1%
KIO3 HCl V
(sendok (tetes) V akhir V total
(mL) (mL) awal
spatula)
10 5 1 4 0,00 10,89 10,89
10 5 1 4 10,89 18,56 7,67
10 5 1 4 18,56 27,67 9,11
I. Perhitungan
1. Normalitas Na2S2O3
Massa Na2S2O3 = 0,3571 gram
Mr = 134 g/mol
Valensi = 6
V = 100 mL = 0,1 L
2. Normalitas Na2S2O3
a. Titrasi 1
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 10,89 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,09𝑁
b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁2 × 7,67 = 0,10 × 10
𝑁2 = 0,13𝑁
c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 9,11 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,10𝑁
Rata-rata: 0,10 N
3. Normalitas CuSO4
a. Titrasi 1
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁1 × 10
𝑁1 = 0,04𝑁
b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 5,00 = 𝑁2 × 10
𝑁2 = 0,05𝑁
c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁3 × 10
𝑁3 = 0,04𝑁
Rata-rata = 0,04 N
J. Pembahasan
Praktikum dengan judul “Titrasi Iodometri” memiliki tujuan menentukan
normalitas Na2S2O3 dan menghitung kadar Cu dalam larutan. Metode titrasi
iodometri didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam stanndarisasi Na2S2O3 terhadap KIO3, natrium tiosulfat (Na2S2O3)
bertindak sebagai larutan standar/titran. Larutan Na2S2O3 bersifat tidak stabil pada
saat penimbangan, jadi harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar
primer. Larutan KIO3 pada proses standarisasi bertindak sebagai larutan standar
primer yang dapat menstandarisasi larutan Na2S2O3. Larutan KIO3 bersifat sebagai
zat pengoksidasi, stabil, dan mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Karna
Na2S2O3 bukan larutan standar primer sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu
oleh KIO3. Sebelum melakukan titrasi,larutan KIO3 dalam erlenmeyer diencerkan
terlebih dahulu dengan aquades sebanyak 10 mL, kemudian dicampurkan dengan
padatan KI sebanyak satu ujung sendok spatula dan 5 mL HCl. Reaksi yang terjadi:
KIO3 (l) + KI (s) + HCl (l) → I2 (aq) + H2O (l) + KCl (aq). KI berfungsi sebagai
pereduksi sedangkan larutan HCl berfungsi sebagai penambah suasana asam pada
larutan. Setelah dicampurkan, terdapat perubahan warna pada larutan menjadi
warna coklat kemerahan. Kemudian dilakukan titrasi dengan mereaksikan analit
dengan larutan Na2S2O3 dalam buret hingga berwarna kuning jerami. Reaksi yang
terjadi: I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq). Setelah didapat larutan
berwarna kuning jerami, titrasi dihentikan terlebih dahulu. Ditambahkan 4 tetes
larutan kanji 1% ke dalam larutan menghasilkan perubahan warna pada larutan
menjadi warna biru. Setelah itu, titrasi kembali dilakukan hingga warna biru pada
larutan menghilang dan diperoleh larutan tak berwarna. Reaksi redoks yang
dihasilkan sebagai berikut:
Oks IO3-(aq) +5I- (aq) + 6H+ (aq) ⇌ 3I2 (aq) + 3H2O (aq)
b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁2 × 7,67 = 0,10 × 10
𝑁2 = 0,13𝑁
c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 9,11 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,10𝑁
Rata-rata: 0,10 N
b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 5,00 = 𝑁2 × 10
𝑁2 = 0,05𝑁
c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁3 × 10
𝑁3 = 0,04𝑁
Rata-rata = 0,04 N
N. Lampiran
Gambar Keterangan
Padatan KIO3 dengan massa 0,3571
gram
Larutan KIO3