Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK (KI412)


TITRASI IODOMETRI
Tanggal Praktikum:
Awal: 10 April 2023
Akhir: 10 April 2023
Dosen pengampu:
1. Dra. Wiwi Siswaningsih, M.Si.
2. Drs. Asep Suryatna, M.Si.

Nama : Berlian Sri Rahayu


NIM: 2209017
2022-B

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2023
A. Tujuan
1. Menentukan normalitan Na2S2O3
2. Menghitung kadar Cu dalam CuSO4

B. Dasar Teori
Titrasi iodometri adalah titrasi terhadap iodin (I2) yang dihasilkan dari analit
melalui suatu reaksi kimia. Jadi, iodometri ini digunakan untuk analit yang berupa
oksidator yang dapat mengoksidasi iodida (I- ) menjadi iodin. Iodin yang dihasilkan
dapat ditentukan secara kuantitatif melalui titrasi dengan larutan standar tiosulfat (S2O3
2- ). Dengan demikian, titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi tidak
langsung (Alauhdin,2020).
Iodometri adalah analisis titrimetri tidak langsung dari zat yang bertindak
sebagai zat pengoksidasi, seperti besi (III), tembaga (II), zat ini mengoksidasi iodida
yang ditambahkan iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan larutan standar
tiosulfat. Kelarutan iodin mirip dengan klorida dan bromida. Merkuri perak(I),
merkurium(II), tembaga(I), dan timbal iodida adalah garam-garamnya yang paling
sedikit larut. Reaksi ini dapat dipelajari dengan larutan kalium iodida 0,1 N (Svehla,
1987).
Titrasi iodometri dan iodometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan
pada reaksi oksidasi reduksi. Titrasi iodometri adalah suatu proses tak langsung yang
melibatkan iod, ion iodida berlebih ditambahkan ke dalam suatu agen pengoksidasi
yang membebaskan iod dan kemudia dititrasi dengan natrium tiosulfat. Titrasi
iodometri merupakan titrasi redoks. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan sebagai titrat dan setara
dengan banyaknya sampel (Silviana et al, 2019).
Larutan standar dapat berupa asam atau basa yang konsentrasinya diketahui
dengan tepat. Larutan baku asam diperlukan untuk menentukan konsentrasi basa, dan
larutan baku basa diperlukan untuk menentukan konsentrasi asam. Keadaan di mana
jumlah asam dan basa yang sesuai sama disebut titik ekivalen. PH larutan berubah
selama titrasi dan titrasi berakhir ketika pH ekuivalen tercapai dan mencapai TAT (Titik
Akhir Titrasi), ditandai dengan perubahan warna akibat penambahan indikator
(Pratama, 2013).
Pada titrasi ini senyawa iodida, umumnya KI, ditambahkan secara berlebih pada
larutan analit yang berupa suatu oksidator (misalnya iodat, IO3- ) sehingga terbentuk I2.
I2 yang terbentuk ini setara atau ekuivalen dengan jumlah oksidator yang akan
ditentukan (analit). Jumlah I2 ditentukan melalui titrasi dengan larutan standar tiosulfat
(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator amilum. Titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini
tepat hilang (Alauhdin,2020).
KI berfungsi sebagai zat pereduksi, yakni membebaskan iod dari iodida
sehingga terbentuk I2. pada proses iodometri ini, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan KI berlebih dan akan menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat. Adapun I2 yang dibebaskan disini berfungsi
sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi karena mengalami reduksi menjadi I-
(Yeniza & Purba, 2019).
Garam Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) mudah diperoleh dalam keadaan
murni, tetapi karena kandungan air kristalnya tidak selalu tetap, maka garam ini
bukanlah zat standar primer. Standarisasi larutan tiosulfat dapat dilakukan dengan zat
standar primer seperti garam kalium iodat (KIO3), garam kalium bromat (KBrO3), atau
garam kalium dikromat (K2Cr2O7) (Alauhdin,2020).
Dalam menstandarisasi larutan natrium tiosulfat biasa dalam keadaan asam, bisa
menggunakan H2SO4 atau HCl. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan
tersebut yang telah ditambahkan KI adalah memberikan suasana asam. Sebab larutan
yang terdiri dari kalium iodida dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau
memiliki keasaman rendah (Tiyas, 2011).
Pada titrasi iodometri, penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat
menjelang akhir titrasi yang ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda
(awalnya kuning kecokelatan karena adanya I2 dalam jumlah banyak). Hal ini perlu
dilakukan karena kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat, akibatnya banyak I2
yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi. Alasan
kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat yang dapat
menyebabkan amilum terhidrolisis. Penambahan amilum menjelang akhir titrasi dapat
menghindari terjadinya hidrolisis (Alauhdin,2020).
Titik akhir titrasi adalah titik dimana indicator berubah warna, dengan memilih
indicator secara seksama. Titik akhir itu akan tepat berimpit dengan titik kesetaraan
(Sundari, 2016).
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa
gram-garam besi (III) dan tembaga sulfat, dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu
dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan
natrium tiosulfat baku. Titrasi iodometri digunakan untuk menentukan kadar dari zat-
zat uji yang bersifat reduktor dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk iodimetry
adalah kebalikannya (Baaset, 1994:82).

C. Alat dan Bahan


NO Nama Alat Jumlah Nama Bahan Jumlah
1. Botol timbang 1 buah KIO3 30 mL
2. Corong kaca 1 buah KI 6 sendok
spatula
3. Buret 50 mL 1 buah Aquades Secukupnya
4. Gelas ukur 100 1 buah Kanji 42 tetes
mL
5. Gelas kimia 50 1 buah Na2S2O3 50 mL
mL
6. Gelas kimia 250 1 buah CuSO4 30 mL
mL
7. Labu 3 buah HCl 15 mL
Erlenmeyer
8. Batang 1 buah H2SO4 15 mL
pengaduk
9. Labu takar 1 buah
10. Pipet gondok 1 buah
11. Neraca analitik 1 set
12. Ball pipet 1 buah
13. Spatula 1 buah
14 Statif dan klem 1 set

D. Spesifikasi Bahan
P: 760 mmHg T: 250C
NO Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia
1. Aquades − Cairan tak − Senyawa
berwarna tak memiliki ikatan
berbau hydrogen
− Titik beku: 00C
− Titik didih:
0
100 C
Bahaya Penanggulangan
− Dapat meledak − Jauhkan dari
atau terakar logam reaktif
apabila bereaksi
dengan logam
reaktif
2. H2SO4 Sifat Fisika Sifat Kimia
− Cairan tak − Mudah meledak
berwarna tak potensi
berbau mengoksidasi
− Titik lebur:-
200C
− Densitas: 1,34
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Menyebabkan − Gunakan alat
kulit terbakar pelindung diri
yang parah dan
kerusakan mata
3. KIO3 Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Kelarutan
berwarna putih dalam air: 92
− Titik lebur: g/L
0
560 C
− Densitas: 3,98
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Menyebabkan − Menggunakan
kerusakan mata Alat Pelindung
yang serius Diri (APD)
4. Na2S2O Sifat Fisika Sifat Kimia
− Kristal tak − Kelarutan
berwarna tak dalam air: 79
berbau g/100 mL air
− Titik leleh: 480C
− Titik didih: >
1000C
− Densitas: 2,27
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Iritasi − Menggunakan
Alat Pelindung
Diri (APD)
5. KI Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Kelarutan
berwarna putih dalam air: 430
− Titik lebur: g/L
0
360 C
− Titik didih:
0
1325 C
Bahaya Penanggulangan
− Bahaya jika − Gunakan alat
tertelan pelindung diri
− Iritasi − Bilas area yang
− Gangguan mata terkontaminasi
berat
5. Larutan kanji Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Kelarutan
berwarna putih dalam air: 50
tak berbau g/L pada 900C
Bahaya Penanggulangan
− Bukan bahan − Tidak ada
yang penanggulangan
teridentifikasi khusus
berbahaya
5. HCL Sifat Fisika Sifat Kimia
− Larutan tak − Larut dalam air
berwarna
− Densitas: 1,00
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Korosi − Gunakan alat
− Iritasi pelindung diri
− Bilas area yang
terkontaminasi
5. CuSO4 Sifat Fisika Sifat Kimia
− Padatan − Tidak mudah
berwarna biru menyala
− Titik lebur:
2000C
− Densitas: 3,603
g/cm3
Bahaya Penanggulangan
− Bahaya jika − Gunakan alat
tertelan pelindung diri
− Iritasi kulit dan − Bilas area yang
mata terkontaminasi
− Toksik pada − Hindari
kehidupan pelepasan ke
perairan lingkungan
Sumber:
Pub Chem. (2005). Material Safety Data Sheet. (online). Diakses:
pubchem.ncbi.nlm.gov. ( 09 April 2023)

E. Set Alat
1. Set alat penimbangan

2. Set alat pembuatan larutan

3. Set alat penuangan sampe


4. Set alat titrasi

F. Prosedur dan Hasil Pengamatan


P: 704 mmHg T: 260C
Prosedur Hasil Pengamatan
Standarisasi larutan Na2S2O3
KIO3 Larutan KIO3: tak berwarna
Larutan Na2S2O3: tak berwarna
• Dibuat 100 mL larutan Larutan HCl: tak berwarna
secara kuantitatif, zat Larutan kanji: tak berwarna
yang ditimbang 0,357 g Padatan KI: berwarna putih
Hasil Aquades: cairan tak berwarna

Na2S2O3 • Ditambahkan padatan KI dan


larutan HCl ke dalam larutan
• Dimasukkan ke dalam KIO3 menghasilkan larutan
buret berwarna coklat kemerahan
Larutan KIO3 • Dititrasi dengan larutan Na2S2O3
hingga larutan menjadi warna
• Dipipet 10 mL ke dalam kuning pucat, titrasi dihentikan
labu Erlenmeyer sejenak
• Ditambahkan 10 mL • Ditambahkan larutan kanji
aquades menghasilkan larutan berwarna
• Ditambahkan satu ujung biru
sendok spatula padatan • Dititrasi dengan Na2S2O3
KI kembali menghasilkan larutan
• Ditambahkan HCl 1 N tak berwarna.
• Dititrasi dengan larutan
dalam buret hingga Volume Na2S2O3 yang digunakan dalam
kuning pucat titrasi:
• Ditambahkan 4 tetes 1. Titrasi pertama: 10,09 mL
larutan kanji 1% 2. Titrasi kedua: 7,67 mL
• Dilanjutkan titrasi hingga 3. Titrasi ketiga: 9,11 mL
warna biru hilang
Hasil

Penetapan konsentrasi Cu2+


Larutan CuSO4: tak berwarna
Larutan CuSO4
Larutan H2SO4: tak berwarna
• Dipipet 10 mL ke dalam Larutan Na2S2O3: tak berwarna
labu Erlenmeyer Larutan kanji: tak berwarna
• Diencerkan hingga 25 mL Padatan KI: berwarna putih
• Ditambahkan satu ujung Aquades: cairan tak berwarna
sendok spatula padatan
KI • Ditambahkan padatan KI dan
• Ditambahkan larutan larutan HCl ke dalam larutan
H2SO4 4N KIO3 menghasilkan larutan
• Dilakukan titrasi dengan berwarna coklat
larutan dalam buret • Dititrasi dengan larutan Na2S2O3
hingga warna coklat hingga larutan menjadi warna
memudar kuning jerami, titrasi dihentikan
• Ditambahkan 10 tetes sejenak
larutan kanji 1% • Ditambahkan larutan kanji
• Dilanjutkan kembali menghasilkan larutan berwarna
titrasi hingga larutan hijau
berwarna putih susus • Dititrasi dengan Na2S2O3
kembali menghasilkan larutan
berwarna putih susu.
Hasil

Volume Na2S2O3 yang digunakan dalam


titrasi:
1. Titrasi pertama: 4,34 mL
2. Titrasi kedua: 5,00 mL
3. Titrasi ketiga: 4,34 mL
G. Persamaan reaksi
1. Pembakuan Na2S2O3
KIO3 (aq) + 5KI (s) + 3H2SO4 (aq) → 3I2 (aq) + 3K2SO4 (aq) + 3H2O (l)
TB Putih TB Coklat Coklat Coklat

I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)


Coklat TB Kuning TB

2. Penetapan kadar CuSO4.5H2O


2CuSO4.5H2O (aq) + 4KI (aq) → 2CuI (aq) +I2 (aq) + 2K2SO4 (aq) + 10H2O (l)
Biru TB Coklat coklat TB TB

I2 (aq) + 2 Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)


Coklat TB Kuning TB

3. Titrasi Na2S2O3
2SO2O32- (aq) + I2 (aq) → SO4O62- (aq) + 2I- (aq)
TB Coklat TB Kuning

4. Penentuan oksidator
2Na2S2O3.H2O (aq) + HCl (aq) → I2 (aq) + 2KCl (aq) +2 H2O (l)
TB TB Coklat TB TB

5. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan KIO3


Oks IO3-(aq) +5I- (aq) + 6H+ (aq) ⇌ 3I2 (aq) + 3H2O (aq)
(Coklat)
Red 3I2 (aq) + 6S2O3 (aq) ⇌ 6I (aq) + 3S4O63- (aq)
2- -

(Kuning seulas)
IO3- (aq) + 6S2O32- (aq) ⇌ 6I- (aq) + 3S4O63- (aq) + 3H2O (aq)
(Tak berwarna)

6. Titrasi Na2S2O3 dengan CuSO4


Oks 2Cu2+ (aq) + 4I- (aq) ⇌ 2CuI (aq) + I2 (aq)
Biru (Coklat)

Red I2 (aq) + 3S4O63- (aq) ⇌ 2I- (aq) + S4O62- (aq)


Coklat (Kuning seulas)
2I (aq) + 2Cu (aq) + 3S4O6 (aq) ⇌ 2CuI (aq) + 2I- (aq) + S4O62- (aq)
- 2+ 3-

(Putih susu)
H. Data Pengamatan
1. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Massa Na2S2O3 = 0,3571 gram
Padatan Larutan kanji Volume Na2S2O3
Volume Volume
KI 1%
KIO3 HCl V
(sendok (tetes) V akhir V total
(mL) (mL) awal
spatula)
10 5 1 4 0,00 10,89 10,89
10 5 1 4 10,89 18,56 7,67
10 5 1 4 18,56 27,67 9,11

2. Titrasi CuSO4 dengan Na2S2O3


Padatan Larutan kanji Volume Na2S2O3
Volume Volume
2+ KI 1%
Fe H2SO4 4N V
(sendok (tetes) V akhir V total
(mL) (mL) awal
spatula)
10 1 5 10 27,67 32,01 4,34
10 1 5 10 32,01 37,01 5,00
10 1 5 10 37,01 41,35 4,34

I. Perhitungan
1. Normalitas Na2S2O3
Massa Na2S2O3 = 0,3571 gram
Mr = 134 g/mol
Valensi = 6
V = 100 mL = 0,1 L

𝑚 1000 0,3571 1000


𝑁 = 𝑀𝑟 × × 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = × × 6 = 0,10𝑁
100 214 100

2. Normalitas Na2S2O3
a. Titrasi 1
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 10,89 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,09𝑁

b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁2 × 7,67 = 0,10 × 10
𝑁2 = 0,13𝑁

c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 9,11 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,10𝑁

Rata-rata: 0,10 N
3. Normalitas CuSO4
a. Titrasi 1
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁1 × 10
𝑁1 = 0,04𝑁

b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 5,00 = 𝑁2 × 10
𝑁2 = 0,05𝑁

c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁3 × 10
𝑁3 = 0,04𝑁

Rata-rata = 0,04 N

4. Massa Cu2+ dalam larutan


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
𝑁 = 𝑀𝑟 × 𝑉
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,04 = ×
160 10
0,04×160×10
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = = 0,064 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

5. Kadar Cu2+ dalam larutan


𝑁×𝐵𝑒×𝑉 0,04×64⁄2×0,010
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑢2+ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100% = × 100% = 20%
0,064

J. Pembahasan
Praktikum dengan judul “Titrasi Iodometri” memiliki tujuan menentukan
normalitas Na2S2O3 dan menghitung kadar Cu dalam larutan. Metode titrasi
iodometri didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam stanndarisasi Na2S2O3 terhadap KIO3, natrium tiosulfat (Na2S2O3)
bertindak sebagai larutan standar/titran. Larutan Na2S2O3 bersifat tidak stabil pada
saat penimbangan, jadi harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar
primer. Larutan KIO3 pada proses standarisasi bertindak sebagai larutan standar
primer yang dapat menstandarisasi larutan Na2S2O3. Larutan KIO3 bersifat sebagai
zat pengoksidasi, stabil, dan mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Karna
Na2S2O3 bukan larutan standar primer sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu
oleh KIO3. Sebelum melakukan titrasi,larutan KIO3 dalam erlenmeyer diencerkan
terlebih dahulu dengan aquades sebanyak 10 mL, kemudian dicampurkan dengan
padatan KI sebanyak satu ujung sendok spatula dan 5 mL HCl. Reaksi yang terjadi:
KIO3 (l) + KI (s) + HCl (l) → I2 (aq) + H2O (l) + KCl (aq). KI berfungsi sebagai
pereduksi sedangkan larutan HCl berfungsi sebagai penambah suasana asam pada
larutan. Setelah dicampurkan, terdapat perubahan warna pada larutan menjadi
warna coklat kemerahan. Kemudian dilakukan titrasi dengan mereaksikan analit
dengan larutan Na2S2O3 dalam buret hingga berwarna kuning jerami. Reaksi yang
terjadi: I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq). Setelah didapat larutan
berwarna kuning jerami, titrasi dihentikan terlebih dahulu. Ditambahkan 4 tetes
larutan kanji 1% ke dalam larutan menghasilkan perubahan warna pada larutan
menjadi warna biru. Setelah itu, titrasi kembali dilakukan hingga warna biru pada
larutan menghilang dan diperoleh larutan tak berwarna. Reaksi redoks yang
dihasilkan sebagai berikut:
Oks IO3-(aq) +5I- (aq) + 6H+ (aq) ⇌ 3I2 (aq) + 3H2O (aq)

Red 3I2 (aq) + 6S2O32- (aq) ⇌ 6I- (aq) + 3S4O63- (aq)


IO3- (aq) + 6S2O32- (aq) ⇌ 6I- (aq) + 3S4O63- (aq) + 3H2O (aq)

Setelah dilakukan titrasi didapatkan volume dan konsentrasi larutan Na2S2O3


yang digunakan dalam proses standarisasi. Volume Na2S2O3 yang digunakan
sebanyak 10,89 mL(titrasi ke-1), 7,67 mL (titrasi ke-2), dan 9,11 mL (titrasi ke-3),
dengan rata-rata sebesar 9,22 mL. Kemudian konsentrasi normalitas yang
didapatkan sebesar 0,09 N (titrasi ke-1), 0,13 N (tutrasi ke-2), 0,10 N (titrasi ke-3),
dengan rata-rata sebesar 0,10 N.
Setelah standarisasi, dilakukan percobaan untuk menentukan kadar Cu dalam
larutan CuSO4. larutan Na2S2O3 berfungsi sebagai larutan standar/titran, sedangkan
CuSO4 bertindak sebagai analit. Sebelum dilakukan titrasi, larutan CuSO4
diencerkan terlebih dahulu dengan aquades hingga 25 mL. Kemudian larutan
dicampurkan dengan padatan KI sebanyak satu ujung sendok saptula dan larutan
H2SO4 4N sebanyak 5 mL. Reaksi yang terjadi: CuSO4 (aq) + H2SO4 (aq) + KI (s)
→ I2 (aq) + CuI (aq) + KHSO4 (aq). Setelah dicampurkan, dihasilkan campuran
berwarna coklat. KI berfungsi sebagai pereduksi dan larutan H2SO4 berfungsi
sebagai pemberi suasana asam. KI yang berfungsi sebagai pereduksi, yakni
membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada sampel.
Kemudian larutan dititrasi dengan Na2S2O3 dalam buret hingga diperoleh larutan
berwarna kuning Jerami. Ketika larutan berwarna kuning jerami telah diperoleh
maka titrasi dihentikan terlebih dahulu. Ditambahkan larutan kanji sebanyak 10
tetes menghasilkan warna hijau pada larutan. Kemudian titrasi dilanjutkan hingga
diperoleh warna putih susu pada larutan. Reaksi redoks yang dihasilkan sebagai
berikut:
Oks 2Cu2+ (aq) + 4I- (aq) ⇌ 2CuI (aq) + I2 (aq)

Red I2 (aq) + 3S4O63- (aq) ⇌ 2I- (aq) + S4O62- (aq)


2I- (aq) + 2Cu2+ (aq) + 3S4O63- (aq) ⇌ 2CuI (aq) + 2I- (aq) + S4O62- (aq)
Setelah titrasi didapatkan volume Na2S2O3 yang dipakai pada proses titrasi
sebanyak 4,34 mL (titrasi ke-1), 5,00 mL (titrasi ke-2), 4,34 mL (titrasi ke-3),
dengan volume rata-rata sebesar 4,56 mL. Diperoleh juga normalitas dari CuSO4
sebesar 0,04 (titrasi ke-1), 0,05 (titrasi ke-2), dan 0,04 (titrasi ke-3), dengan rata-
rata normalitas sebesar 0,04 N. Kemudian, kadar Cu yang diperoleh sebesar 20%.
K. Kesimpulan
Praktikum dengan judul “Titrasi Iodometri” memiliki tujuan menentukan
normalitas Na2S2O3 dan menghitung kadar Cu dalam larutan. Metode titrasi iodometri
didasarkan pada reaksi redoks.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Pada proses standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Volume Na2S2O3 yang digunakan sebanyak 10,89 mL(titrasi ke-1), 7,67 mL
(titrasi ke-2), dan 9,11 mL (titrasi ke-3), dengan rata-rata sebesar 9,22 mL.
Kemudian konsentrasi normalitas Na2S2O3 yang didapatkan sebesar 0,09 N (titrasi
ke-1), 0,13 N (tutrasi ke-2), 0,10 N (titrasi ke-3), dengan rata-rata sebesar 0,10 N.
2. Pada proses penentuan kadar Cu
Volume Na2S2O3 yang dipakai pada proses titrasi sebanyak 4,34 mL (titrasi
ke-1), 5,00 mL (titrasi ke-2), 4,34 mL (titrasi ke-3), dengan volume rata-rata
sebesar 4,56 mL. Diperoleh juga normalitas dari CuSO4 sebesar 0,04 (titrasi ke-1),
0,05 (titrasi ke-2), dan 0,04 (titrasi ke-3), dengan rata-rata normalitas sebesar 0,04
N. Kemudian, kadar Cu yang diperoleh sebesar 20%.
L. Daftar Pustaka
Alauhdin, M. (2020). Buku Ajar Kimia Analitik Dasar. Semarang: Unnes Press
Asmara, A. P. (2019). Penentuan Bilangan Peroksida Minyak Rbd (Refined Bleached
Deodorized) Olein Pt. Phpo Dengan Metode Titrasi Iodometri. AMINA, 1(2),
79-83.
Bassett, J. dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1994.
Nugraheni, D. T. (2011). Analisis penurunan bilangan iod terhadap pengulangan
penggorengan minyak kelapa dengan metode titrasi iodometri (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Pratama, Y. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jati(Tectona grandis linn. F) sebagai
Indikator Titrasi Asam-Basa. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Semarang
Silviana, E., Fauziah, F., & Adriani, A. (2020). The Comparison Of Potassium Iodate
Concentration In Jangka Salt of Matang Glumpang Dua Production from The
Cooking and Natural Drying Process by Iodometri Method. Lantanida Journal,
7(2), 135.
Svehla, G., (1987). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro,
Edisi kelima, diterjemahkan oleh Setiono, L & Pudjaatmaka, A.H.
MediaPusaka. Jakarta
Sunardi. (2006). Unsur kimia, Deskripsi dan pemanfaatannya. Jakarta: CV.
Yarama Widya.
Tiyas, Dyaning Nugraheni. 2011. Analisis Penurunan Bilangan Iod Terhadap
Pengulangan Penggorengan Minyak Kelapa dengan Metode Titrasi Iodometri.
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Prodi Pendidikan Kimia. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau: Pekanbaru.
Underwood, A. L. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga
Yeniza. dan Anjar Purba Asmara. 2019. Penentuan Bilangan Peroksida Minyak
RBD (Refined Bleached Deodorized) Olein PT. PHPO dengan Metode Titrasi
Iodometri. Jurnal AMINA. Vol. 1 No. 2: 79-83.
M. Post Lab
1. Hitung konsentrasi larutan Na2S2O3 pada standarisasi
Normalitas Na2S2O3
a. Titrasi 1
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 10,89 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,09𝑁

b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁2 × 7,67 = 0,10 × 10
𝑁2 = 0,13𝑁

c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐾𝐼𝑂3
𝑁1 × 9,11 = 0,10 × 10
𝑁1 = 0,10𝑁

Rata-rata: 0,10 N

2. Hitung konsentrasi larutan Cu2+


a. Titrasi 1
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁1 × 10
𝑁1 = 0,04𝑁

b. Titrasi 2
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 5,00 = 𝑁2 × 10
𝑁2 = 0,05𝑁

c. Titrasi 3
𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝑘 𝐶𝑢𝑆𝑂4
0,10 × 4,34 = 𝑁3 × 10
𝑁3 = 0,04𝑁

Rata-rata = 0,04 N
N. Lampiran
Gambar Keterangan
Padatan KIO3 dengan massa 0,3571
gram

Larutan KIO3

Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan KIO3


Larutan KIO3 dicampurkan dengan
padatan KI dan larutan HCl
menghasilkan larutan berwarna coklat
kemerahan

Setelah dititrasi dengan larutan


Na2S2O3 dalam buret menghasilkan
larutan berwarna kuning jerami
Ditambahkan larutan kanji
menghasilkan larutan berwarna biru

Dititrasi kembali hingga larutan


menjadi tak berwarna

Titrasi Na2S2O3 dengan CuSO4


Larutan CuSO4 dicampurkan dengan
padatan KI dan larutan HCl
menghasilkan larutan berwarna coklat

Setelah dititrasi dengan larutan


Na2S2O3 dalam buret menghasilkan
larutan berwarna kuning jerami
Ditambahkan larutan kanji
menghasilkan larutan berwarna hijau

Dititrasi kembali hingga larutan


menjadi berwarna putih susu

Anda mungkin juga menyukai