Tanggal Praktikum :
Awal : Senin, 17 April 2023
Akhir : Senin, 17 April 2023
Disusun Oleh :
Amanda Amalliya
2209481
22 A
B. Dasar Teori
Titrasi iodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan natrium tiosulfat
(Na2S2O3) untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.
Titik akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indikator kanji yang ditambahkan sesaat
sebelum titik akhir titrasi tersebut tercapai. Larutan natrium tiosulfat adalah larutan
standar sekunder karena sifatnya yang tidak stabil terhadap oksidasi dari udara dan asam
yang terdapat dalam pelarut. Standarisasi larutan ini dapat dilakukan dengan menggunaka
kalium dikromat atau kalium iodat (Tim Praktikum Kimia Analitik 1, 2023).
Kimia analitik secara garis besar terbagi ke dalam dua bidang, yaitu analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan suatu analisis yang di dalamnya
membahas mengenai identifikasi yang lebih menitikberatkan pada persoalan zat apa yang
terkandung dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif merupakan analisis yang
di dalamnya membahas mengenai penetapan banyaknya suatu zat tertentu pada suatu
sampel. Adapun salah satu metode kuantitatif yang umumnya digunakan, yaitu titrasi
iodometri (Day & Underwood, 1986).
Titrasi iodometri juga dapat diartikan sebagai suatu proses tidak langsung yang
melibatkan suatu iod, di mana ion iodida yang berlebih akan ditambahkan ke dalam suatu
zat pengoksidasi yang dapat membebaskan iod dan akan dititrasi dengan natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Selain itu, titrasi iodometri juga termasuk ke dalam reaksi reduksi-
oksidasi. Reaksi reduksi merupakan reaksi penangkapan elektron, sedangkan reaksi
oksidasi merupakan reaksi pemindahan atau pelepasan suatu elektron (Mewiya, 2020).
Adapun dalam titrasi iodometri ini, banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan
sebagai titran akan setara dengan iodium yang dihasilkan sebagai titrat dan setara dengan
banyaknya sampel yang digunakan (Silviana, 2019).
Prinsip dasar dari metode titrasi iodometri ini adalah penambahan berlebihan iod
iodida ke dalam larutan kalium dikromat yang berperan sebagai oksidator, kemudian ion
kalium dikromat inilah yang akan mengoksidasi ion iodida menjadi iod. Adapun iod yang
bebas tersebut akan dititrasi dengan natrium tiosulfat (Feladita, 2018). Sementara itu,
prinsip kerja dari metode titrasi iodometri ini, yaitu melakukan penimbangan, pelarutan,
pengenceran, melakukan standarisasi, dan titrasi.
Perlu diketahui bahwa dalam iodometri, ion iodida digunakan sebagai reduktor.
Selain itu, penentuan titik akhir titrasi dalam iodometri ini di dasarkan oleh adanya I2
yang bebas. Dalam iodometri ini digunakan pula larutan natrium tiosulfat untuk
mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan larutan standar
sekunder dan dapat distandarisasi dengan menggunakan kalium dikromat atau kalium
iodida. Adapun dalam suatu titrasi, apabila larutan titran dibuat dari zat yang
kemurniannya tidak pasti, maka perlu dilakukan pembakuan terlebih dahulu.
Untuk proses pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut dengan larutan
baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan
yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya yang relatif stabil. Selain
itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu
larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku
primer karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).
Adapun syarat-syarat larutan baku primer, yaitu sebagai berikut:
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni
2. Mudah dikeringkan
3. Stabil
4. Memiliki massa molar yang besar
5. Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasar
perhitungan
Pada titrasi iodometri ini memerlukan suatu indikator berupa larutan kanji atau
amilum. Indikator tersebut digunakan dalam titrasi iodometri agar dapat mengetahui
kapan terjadinya titik akhir titrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna
larutan dari biru menjadi tak berwarna pada standarisasi dan dari larutan berwarna biru
menjadi putih susu pada penentuan kadar Cu2+. Larutan kanji atau amilum yang
digunakan sebagai indikator ditambahkan pada saat menjelang titik akhir titrasi. Hal
tersebut dikarenakan jika ditambahkan pada awal titrasi, maka akan membentuk iod-
amilum yang memiliki warna biru kompleks, sehingga akan sulit untuk dititrasi oleh
larutan natrium tiosulfat (Ulfa, 2015).
Bahan
Kalium iodat (KIO3) : 0,3570 gram
Kalium iodida (KI) : secukupnya
Larutan kanji 0,2% dan 1% : secukupnya
Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) : secukupnya
Larutan asam klorida (HCl) : secukupnya
Larutan asam sulfat (H2SO4) : secukupnya
Larutan tembaga(II) sulfat (CuSO4) :secukupnya
Aԛuades : secukupnya
D. Spesifikasi Bahan
Bahaya Penanggulangan
Bahaya Penanggulangan
Bahaya Penanggulangan
Jika terpapar segera
Beracun
bilas dengan air
Dapat menyebabkan
Jika tertelan segera
iritasi pada kulit dan
berikan penanganan
mata
khusus
Dapat menyebabkan
Jika terhirup segera
gangguan pernapasan
pergi ke ruang terbuka
Bahaya Penanggulangan
Jika terpapar segera
Berbahaya jika tertelan
bilas dengan air bersih
Dapat menyebabkan
dan mengalir
kerusakan pada mata
Jika tertelan segera
berikan penanganan
khusus
E. Set Alat
Batang
Pengaduk
Neraca
Botol analitik
timbang
Botol
Gelas semprot
Kimia
Batang
pengaduk
Buret Klem
Corong
Botol gelas pendek
semprot Statif
Padatan KI
Wujud: padat
Warna: putih
Bau : tidak berbau
Massa dalam tiap labu erlenmeyer:
1 gram
Larutan H2SO4 4 N
Wujud: cair
Warna: tak berwarna
Bau : tak berbau
Volume dalam tiap labu
erlenmeyer: 5 mL
Padatan KI
Wujud: padat
Warna: putih
Bau : tidak berbau
Massa dalam tiap labu erlenmeyer:
1 gram
G. Persamaan Reaksi
Persamaan reaksi standarisasi larutan Na2S2O3 dengan KIO3
KIO3 (aq) + 5 KI (s) + 6 HCl (aq) → 6 KI (aq) + 3 I2 (aq) + 3 H2O (l)
(TB) (Putih) (TB) (TB) (Kuning) (TB)
I2 (aq) + 2 Na2S2O3 (aq) → 2 NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)
(Kuning) (TB) (TB) (TB)
Persamaan reaksi penentuan kadar Cu2+
Na2S2O3 reduksi : Cu2+ (aq) + 2e- → Cu (s) cokelat
Oksidasi : 2 I- (aq) → I2 (g) + 2e-
Redoks : Cu2+ (aq) + 2I- (aq) → Cu (s) + I2 (g)
H. Data Pengamatan
1. Massa padatan KIO3 = 0,3570 gram
2. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3
Volume awal Volume larutan Volume larutan Volume larutan
larutan Na2S2O3 Na2S2O3 sebelum Na2S2O3 setelah Na2S2O3 yang
ditambahkan ditambahkan digunakan
indikator indikator
4,50 mL 14,50 mL 15,50 mL 11 mL
15,50 mL 25,00 mL 25,50 mL 10 mL
25,50 mL 33,00 mL 35,50 mL 10 mL
Rata-rata larutan Na2S2O3 10,30 mL
3. Penentuan kadar Cu2+
Volume awal Volume larutan Volume larutan Volume larutan
larutan Na2S2O3 Na2S2O3 sebelum Na2S2O3 setelah Na2S2O3 yang
ditambahkan ditambahkan digunakan
indikator indikator
4,00 mL 6,50 mL 7,50 mL 3,50 mL
7,50 mL 10,00 mL 11,50 mL 4,00 mL
11,50 mL 14,00 mL 15,50 mL 4,00 mL
Rata-rata larutan Na2S2O3 3,83 mL
I. Perhitungan
Konsentrasi KIO3
𝑀𝑚 214 𝑔/𝑚𝑜𝑙
BE = = = 35,67 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑒 6
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑔) 1000
N= 𝑥
𝐵𝐸 𝑉 (𝑚𝐿)
0,3570 𝑔 1000
N= 𝑥
35,67 𝑔/𝑚𝑜𝑙 100
N = 0,1 N
atau
M = 0,0166822
N=Mxe
= 0,0166822 x 6
= 0,1000932 ≈ 0,1 N
Konsentrasi larutan Na2S2O3
(n Na2S2O3) = (n KIO3)
N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = N KIO3 x V KIO3
N Na2S2O3 x 10,30 mL = 0,1 N x 10 mL
N Na2S2O3 = 0,097 N ≈ 0,1 N
Massa Cu2+
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑔) 1000
N= 𝑀𝑟 𝑥 10
𝑒
10 𝑥 31,75 𝑥 0,037𝑁
Massa = 1000
Kadar Cu2+
𝑀𝑟
𝑁𝑥𝑉𝑥
2
Kadar = 1000 𝑥 𝑚𝑠
x 100%
63,5
0,037 𝑁 𝑥 10 𝑚𝐿 𝑥
2
Kadar = 𝑥 100%
1000 𝑥 0,0117 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kadar = 1%
J. Pembahasan
Praktikum yang berjudul “Penentuan Konsentrasi Larutan Na2S2O3 dan Kadar Cu2+
dengan Metode Titrasi Iodometri” bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan
Na2S2O3 melalui strandarisasi oleh larutan KIO3 dan menentukan kadar Cu2+ dengan
metode titrasi iodometri. Prinsip dasar dari titrasi iodometri ini, yaitu berupa reaksi
oksidasi-reduksi pada suasana asam kuat maupun asam lemah yang melibatkan elektron
dengan jumlah tertentu. Selain itu, prinsip dasar dari titrasi iodometri ini juga meliputi
penambahan berlebihan iod iodida ke dalam larutan kalium dikromat yang berperan
sebagai oksidator, kemudian ion kalium dikromat inilah yang akan mengoksidasi ion
iodida menjadi iod. Adapun iod yang bebas tersebut akan dititrasi dengan natrium
tiosulfat. Sementara itu, prinsip kerja dari metode titrasi iodometri ini, yaitu melakukan
penimbangan, pelarutan, pengenceran, melakukan standarisasi, dan titrasi.
Praktikum titrasi iodometri ini diawali dengan praktikum standarisasi larutan
Na2S2O3 oleh larutan KIO3. Langkah pertama, dilakukan penimbangan padatan kalium
iodat (KIO3) menggunakan neraca analitik dan botol timbang. Padatan kalium iodat
tersebut ditimbang sampai mendapatkan massa sebesar 0,3570 gram. Setelah padatan
kalium iodat tersebut ditimbang, maka dilakukan pelarutan dengan menambahkan
aԛuades dan diaduk dengan batang pengaduk secara perlahan agar padatan kalium iodat
benar-benar terlarut secara sempurna. Setelah dilakukan pelarutan, dilanjutkan dengan
proses pengenceran larutan kalium iodat di dalam labu takar 100 mL dengan bantuan
corong gelas pendek dan pipet tetes hingga mencapai tanda batas. Ketika larutan kalium
iodat tersebut sudah diencerkan, maka dilakukan proses homogenisasi dengan mengocok
labu takar dengan arah yang konstan agar larutan kalium iodat benar-benar tercampur
secara merata.
Tahap selanjutnya, yaitu dimasukkan larutan natrium tiosulfat yang tidak berwarna
ke dalam buret hingga mencapai skala tertentu sesuai dengan volume larutan yang
diberikan dengan menggunakan bantuan corong gelas pendek, batang pengaduk, dan
kertas saring sebagai pengganjal. Adapun volume larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
yang digunakan pada buret dalam percobaan titrasi iodometri kali ini sebesar 46 mL.
Posisi buret yang digunakan dalam titrasi iodometri ini haruslah tegak lurus, hal tersebut
dikarenakan agar lebih memudahkan dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
pembacaan skala pada buret tersebut. Adapun pada praktikum titrasi iodometri ini
digunakan buret yang transparan atau tak berwarna, dikarenakan larutan natrium tiosulfat
tidak peka atau tidak mudah terurai oleh paparan cahaya.
Jika larutan pada buret telah siap, maka disiapkan larutan standar primer berupa
larutan kalium iodat (KIO3) dengan cara memipetnya sebanyak 10 mL ke dalam labu
erlenmeyer yang kemudian dilakukan pengenceran kembali dengan menambahkan 10mL
aԛuades hingga volumenya menjadi 20 mL. Setelah ditambahkan aԛuades ke dalam
larutan kalium iodat pada labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan larutan asam klorida
(HCl) 1 N sebanyak 5 mL menggunakan gelas ukur untuk memberikan suasana asam lalu
tutup mulut labu erlenmeyer tersebut menggunakan plastik wrap agar larutan tidak
terkontaminasi dan tidak habis bereaksi begitu saja. Setelah itu dilanjutkan dengan
penambahan padatan kalium iodida (KI) yang berwarna putih sebanyak 1 sendok spatula
dan tutup kembali dengan plastik wrap yang telah digunakan sebelumnya. Adapun ketika
larutan kalium iodat yang telah diencerkan dan diasamkan tersebut ditambahkan dengan
padatan kalium iodida (KI), larutan mengalami perubahan warna menjadi cokelat
kemerahan.
Penambahan padatan kalium iodida (KI) ke dalam larutan tersebut berfungsi
sebagai zat pereduksi, yaitu guna membebaskan iod dari iodida sehingga terbentuk I2.
Proses pereduksian tersebut ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi cokelat
kemerahan yang menandakan adanya reaksi antara KI dengan larutan KIO3. Sehingga
secara ringkas dapat dijelaskan, bahwa pada proses standarisasi ini, sampel yang bersifat
oksidator direduksi dengan KI berlebih dan menghasilkan I2 berwarna cokelat kemerahan
yang kemudian akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3).
Tahap selanjutnya, yaitu larutan kalium iodat yang telah diencerkan, diasamkan,
dan ditambahkan padatan kalium iodida hingga menghasilkan larutan berwarna merah
kecokelatan kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga
larutan mengalami perubahan warna menjadi kuning. Setelah terlihat warna kuning,
maka proses titrasi dihentikan sejenak, lalu sampel analit ditambahkan larutan indikator
amilum 0,2% sebanyak 5 tetes hingga larutan berubah warna menjadi kebiruan.
Penambahan indikator tersebut dilakukan saat titrasi hampir mencapai titik akhir titrasi
dikarenakan jika indikator ditambahkan pada awal titrasi, maka ikatan antara amilum
dengan iod akan sangat kuat yang menyebabkan iod sulit lepas dan warna biru yang
timbul akan sulit dititrasi. Jika larutan sudah menjadi biru, maka dilakukan titrasi kembali
sampai larutan menjadi tak berwarna yang menandakan telah mencapai titik akhir titrasi.
Adapun proses standarisasi larutan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan
(triplo). Selain itu, reaksi yang terjadi pada proses standarisasi ini, yaitu sebagai berikut:
KIO3 (aq) + 5 KI (s) + 6 HCl (aq) → 6 KI (aq) + 3 I2 (aq) + 3 H2O (l)
(TB) (Putih) (TB) (TB) (Kuning) (TB)
I2 (aq) + 2 Na2S2O3 (aq) → 2 NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)
(Kuning) (TB) (TB) (TB)
Dari hasil titrasi dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi larutan
KIO3 sebesar 0,1 N dan konsentrasi larutan Na2S2O3 sebesar 0,097 N.
Selanjutnya dilakukan percobaan penentuan kadar Cu2+ dalam larutan CuSO4.
Langkah pertama, yaitu dipipet 10 mL larutan CuSO4 ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian diencerkan menggunakan aԛuades sebanyak 15 mL hingga volumenya
menjadi 25 mL. Jika sudah diencerkan, tambahkan larutan asam sulfat (H2SO4) sebanyak
5 mL ke dalam labu erlenmeyer tersebut menggunakan gelas ukur, lalu tutup mulut labu
erlenmeyer tersebut dengan plastik wrap agar larutan tidak terkontaminasi dan tidak
bereaksi begitu saja dengan udara di luar. Adapun tujuan penambahan larutan asam sulfat
ke dalam labu erlenmeyer tersebut, yaitu sebagai pemberi suasana asam. Jika larutan
sudah diasamkan, maka ditambahkan padatan kalium iodida (KI) yang berwarna putih
hingga menghasilkan larutan yang berwarna kuning kecokelatan.
Tujuan dari ditambahkannya padatan kalium iodida ke dalam larutan tersebut, yaitu
sebagai zat pereduksi yang akan membebaskan iod dari iodida yang akan menghasilkan
I2. Proses yang terjadi pada titrasi iodometri ini dapat dikatakan, bahwa sampel yang
bersifat oksidator direduksi dengan KI berlebih dan akan menghasilkan I2 yang
selanjutnya akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3). Adapun I2
yang dibebaskan di sini berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada saat titrasi karena
mengalami reduksi menjadi I-. Proses reduksi yang terjadi pada larutan CuSO4 yang telah
diasamkan ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi kuning kecokelatan.
Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya reaksi I2 dengan CuSO4.
Tahap selanjutnya, yaitu larutan CuSO4 yang telah diencerkan, diasamkan, dan
ditambahkan padatan kalium iodida hingga menghasilkan larutan yang berwarna kuning
kecokelatan kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga
warna larutan berubah menjadi kuning jerami. Setelah warna kuning jerami terlihat, maka
proses titrasi dihentikan sejenak, kemudian sampel analit tersebut ditambahkan indikator
amilum 1% sebanyak 5 tetes hingga warna larutan berubah menjadi kebiruan.
Penambahan indikator tersebut dilakukan saat titrasi hampir mencapai titik akhir titrasi
dikarenakan jika indikator ditambahkan pada awal titrasi, maka ikatan antara amilum
dengan iod akan sangat kuat yang menyebabkan iod sulit lepas dan warna biru yang
timbul akan sulit untuk dititrasi. Jika larutan sudah berubah menjadi biru, maka dilakukan
titrasi kembali sampai warna larutan berubah menjadi putih susu yang menandakan titik
akhir titrasi. Adapun proses titrasi ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo).
Selain itu, reaksi yang terjadi dari proses titrasi ini, yaitu sebagai berikut:
2 CuSO4 (aq) + 4 KI (s) + → 2 CuI (aq) + I2 (aq) + 3 H2O (l)
(TB) (Putih) (Putih) (Kuning) (TB)
I2 (aq) + 2 Na2S2O3 (aq) + CuI (s) → 2 NaI (aq) + Na2S4O6 (aq) + CuI (s)
(Kuning) (TB) (Putih) (TB) (TB) (Putih)
Dari hasil titrasi dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi Cu2+
sebesar 0,037 N, massa Cu2+ sebesar 0,0117 gram, dan kadar Cu2+ sebesar 1%.
Adapun faktor kesalahan yang terjadi pada praktikum titrasi iodometri ini, yaitu
ketika mentitrasi larutan yang telah diasamkan dan ditambahkan padatan KI dilakukan
secara berlebih sehingga melewati titik akhir titrasi dan menyebabkan tidak adanya
perubahan yang terjadi serta tidak dapat bereaksi dengan indikator yang digunakan.
Kesalahan lainnya, yaitu kurang teliti dalam menggunakan indikator, di mana pada
percobaan standarisasi pertama digunakan indikator yang sudah lama sehingga
perubahan warna yang terjadi kurang terlihat.
K. Kesimpulan
Praktikum yang berjudul “Penentuan Konsentrasi Larutan Na2S2O3 dan Kadar Cu2+
dengan Metode Titrasi Iodometri” bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan
Na2S2O3 melalui strandarisasi oleh larutan KIO3 dan menentukan kadar Cu2+ dengan
metode titrasi iodometri. Prinsip dasar dari titrasi iodometri ini, yaitu berupa reaksi
oksidasi-reduksi pada suasana asam kuat maupun asam lemah yang melibatkan elektron
dengan jumlah tertentu. Selain itu, prinsip dasar dari titrasi iodometri ini juga meliputi
penambahan berlebihan iod iodida ke dalam larutan kalium dikromat yang berperan
sebagai oksidator, kemudian ion kalium dikromat inilah yang akan mengoksidasi ion
iodida menjadi iod. Adapun iod yang bebas tersebut akan dititrasi dengan natrium
tiosulfat. Sementara itu, prinsip kerja dari metode titrasi iodometri ini, yaitu melakukan
penimbangan, pelarutan, pengenceran, melakukan standarisasi, dan titrasi.
Dari hasil ataupun data pengatan dan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh
hasil konsentrasi larutan KIO3 sebesar 0,1 N, konsentrasi larutan Na2S2O3 sebesar
0,097N, konsentrasi Cu2+ sebesar 0,0371 N, massa Cu2+ sebesar 0,0117 gram dan kadar
Cu2+ sebesar 1%.
L. Postlab
1. Hitung konsentrasi larutan Na2S2O3 pada standarisasi!
Jawab:
(n Na2S2O3) = (n KIO3)
N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = N KIO3 x V KIO3
N Na2S2O3 x 10,30 mL = 0,1 N x 10 mL
N Na2S2O3 = 0,097 N ≈ 0,1 N
M. Daftar Pustaka
Day & Underwood, A.L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
Feladita, N., dkk. (2018). Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C Buah
Semangka Daging Buah Berwarna Merah dan Daging Buah Berwarna Kuning
secara Iodometri. Jurnal Analisis Farmasi, 3(4): 206-293
Mewiya, B. (2020). Iodometric and Iodimetric. Titrations Methods. Journal Werenskap
Health, 1 (1): 5-8
Smartlab. (2021). Material Safety Data Sheets. [online]. https: smartlab.co.id. [Diakses
pada 16 April 2023]
Tim Praktikum Kimia Analitik 1. (2023). Panduan Praktikum Iodometri. Bandung: UPI
Ulfa, M. A. (2015). Penetapan Kadar Klorin pada Beras Menggunakan Metode
Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik
N. Lampiran
Hasil Praktikum Keterangan
Buret yang digunakan adalah buret
transparan atau tak berwarna
dengan volume 50 mL
Posisi buret harus tegak lurus untuk
memudahkan dalam membaca
skala