Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

Disusun oleh:

Nama : MONA FRANSISKA SARAGIH

NPM : E1C022061

Prodi : PETERNAKAN

Kelompok :4

Hari/tangggal : Selasa/25 Oktober 2022

Dosen : 1. Dra. Devi Silsia,M.Si

2. Drs. Syafnil,M.Si

Ko-Ass : Icha Agnesia Deyatri (E1G020064)

Objek Praktikum : TITRASI ASAM DAN BASA

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan
asam atau larutan basa. Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan
basa yang telah diketahui konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang
belum diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan
hingga asam dan basa tepat habis bereaksi. Waktu penambahan hingga asam
dan basa tepat habis disebut titik ekuivalen. Dengan demikian, konsentrasi
asam atau basa dapat ditentukan jika salah satunya sudah diketahui. Proses
penetapan konsentrasi tersebut disebut titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan
suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi
asam basa.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau
metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan
perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang
bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau
menghasilkan OH-ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk
menghasilkan garam dan air). Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa
dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori
Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida
bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlemeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan
mengenai titrasi asam-basa.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah
asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi.
Selain itu, titrasi juga digunakan untuk menentukan kadar (kemurnian)
suatu zat. Dalam kehidupan seharihari, titrasi banyak diterapkan. Salah satu
penerapan titrasi yang sering dijumpai adalah penentuan kadar asam asetat atau
yang dikenal dengan cuka. Cuka merupakan asam lemah dengan rumus senyawa
CH₃COOH.

1.2.Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam.
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan suatu zat dengan


menggunakan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Titrasi asam basa adalah
titrasi yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui
konsentrasinya) maupun titran (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan
berdasarkan reaksi penetrasi asam-basa. Kadar asam yang ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah diketahuinya dan sebaliknya, kadar larutan
basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahuinya. Titik
ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau
secara stoikiometri tepat bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat dicapai setelah
penambahan 100 ml basa, pada saat ini larutan besarnya 7. Titik ekuivalen ini
disebut titik akhir teoritis. Masalahnya sekarang adalah kita menetapkan titik
akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan oleh indikator
disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik akhir
titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat dekat. Untuk itu harus dipilih indikator
yang memiliki baki perubahan-perubahan di sekitar titik akhir teoritis (Sukardjo,
2014).
Dalam titrasi ada pula yang tidak memerlukan indikator sebagai penunjuk
titik akhir titrasi, hal ini memungkinkan karena zat asalnya yang berwarna dan
memiliki perbedaan warna pada awal titrasi dengan warna akhir titrasi yang cukup
kontras dan mencolok. Istilah yang sering digunakan adalah Autoindikator. Bila
suatu indikator dalam suatu titrasi kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi, maka Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi
ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi. Untuk memenuhinya
maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat
mendekatinya (Ripani, 2014).
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung
konsentrasi titran tersebut. ( Baroroh U , 2014).
Titrasi yang melibatkan reaksi antara asam dengan basa dikenal dengan
istilah titrasi asam basa atau asidi alkalimetri. Secara teknis, titrasi dilakukan
dengan cara mereaksikan sedikit demi sedikit atau tetes demi tetes basa melalui
buret ke dalam larutan asam dengan volume tertentu yang terletak dalam labu
erlenmeyer sampai keduanya tepat habis bereaksi, ditandai dengan berubahnya
indikator (Sudarmo, 2013).
Dalam proses titrasi suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada
larutan yang volumenya telah diketahui, sampai tercapai titik ekivalen, yaitu
jumlah stoikhiometri (perbandingan mol) dari kedua pereaksi. Titik akhir
titrasi/reaksi diketahui ketika indikator yang digunakan tepat mengalami
perubahan warna
Ada empat macam reaksi yang digunakan dalam titrasi :
1. reaksi asam-basa
2. reaksi redoks
3. reaksi pengendapan
4. reaksi pembentukan kompleks (Silsia D. Syafnil, 2019)
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan
larutan standar, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dan biasanya
berupa larutan asam atau basa yang mantap (konsentrasinya tidak mudah
berubah). Larutan standar dapat dibagi dua yaitu larutan standar primer dan
larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang telah
diketahui konsnetrasinya, dalam proses pembuatannya larutan standar primer
ini tidak perlu distandarisasi dengan larutan lain untuk memastikan konsentrasi
larutan yang sebenarnya, contoh larutan standar primer pada percobaan ini adalah
asam oksalat. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan yang
dipergunakan untuk menstandarisasi/ menentukan konsentrasi larutan lain tetapi
larutan standar tersebut harus distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan
konsentrasi yang sebenarnya, contohnya pada percobaan ini adalah NaOH. (Silsia
D. Syafanil, 2019).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


1. NaOH 0,1 M
2. HCl 0,1 M
3. H2C2O4
4. Indikator penolphetalein
5. Erlenmeyer
6. Buret 50 mL
7. Statif dan klem
8. Gelas ukur 25 mL atau 10 mL
9. Corong kaca

3.2.Prosedur Kerja

3.2.1.Standarisasi larutan NaOH 0,1 M


Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan dibilas
dengan 5 mL larutan NaOH. Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang
tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk
membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret.
Memasukkan lagi larutan NaOH ke dalam buret sampai skala tertentu. Catat
kedudukan volum awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :
- Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan dimasukkan
ke dalam setiap Erlenmeyer dan tambahankan ke dalam masing-masing
Erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer
digoyang.
- Mencatat volume NaOH terpakai
- Diulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
- Menghitung molaritas (M) NaOH.

3.2.2.Penentuan konsentrasi HCl


- Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan dimasukkan ke
dalam setiap Erlenmeyer. Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3
tetes indikator penolphtalein (PP),
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer
digoyang
- Mencatat volume NaOH terpakai
- Diulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan ke III
- Menghitung molaritas (M) HCl.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Standarisasi NaOH Dengan Larutan Asam Oksalat


Ulangan Rata-
N
Prosedur
o rata
I II III

1. Volume larutan asam oksalat 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL


0,1 M

2. Volume NaOH terpakai 20,5mL 20,4mL 20,5ml 20,4mL

3. Molaritas (M) NaOH 0,024M 0,025M 0,024M 0,024M

Standarisasi HCl Dengan Larutan HCl


Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1. Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2. Volume NaOH terpakai 9 mL 9,5mL 10 mL 9,5 mL

3. Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan 0,024 M


diatas

4. Molaritas (M) larutan HCl 0,0216M 0,0228M 0,024M 0,0228M


BAB V
PEMBAHASAN

Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan


asam atau larutan basa. itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang
telah diketahui konsentrasinya dalam penentuan bilangan asam yang belum
diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. konsentrasi asam atau basa dapat
ditentukan jika salah satu sudah diketahui. Proses penetapan konsentrasi tersebut
disebut titrasi asam-basa.
Menurut (Sukardjo, 2014).Titrasi merupakan suatu metode untuk
menentukan suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui
konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat
dalam proses titrasi, sebagai contoh reaksi reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi
dan lain sebagainya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai "titrant"
dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut sebagai "titer" dan biasanya diletakkan di da lam "buret".
Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai ataupun titrant.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetrasi. Titrant ditambahkan titer sedikit
demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri
titrant dan titer tepat bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai "titik ekuivalen". Pada
saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titrant. Pernyataan ini sesuai dengan jurnal (Baroroh, 2014).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa. Menggunakan pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah "titik
ekuivalent". Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran
sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Pada umumnya cara kedua
dipilih karena banyaknya pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat
praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang
disesuaikan dengan pH. Indikator tambahan diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Sesuai dengan jurnal (Silsia D. Syafnil,
2019)
Untuk memastikan hasil hasil titrasi maka titik titrasi dipilih sedekat titik
yang setara, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan
sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan
dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai "titik akhir
titrasi".
Pada percobaan titrasi untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH
dengan larutan standar (larutan baku) asam oksalat, digunakan rumus berikut:
2 NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + 2 H2O
VNaOH x M NaOH x 2 = VH2C2O4 x M H2C2O4 x 1
Untuk titrasi HCl dengan NaOH gunakan rumus berikut, untuk
menentukan konsentrasi HCl gunakan rumus berikut
HCl + NaOH → NaCl + H2O
V HCl x M HCl x 1 = V NaOH x M NaOH x 1
Konsentrasi NaOH yang digunakan adalah konsentrasi NaOH yang didapat dari
percobaan 1.

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat


• Ulangan I
vNaOH × MNaOH × 2 = V 224 × M 224 × 1
MNaOH × 20,5 × 2 = 10ml × 0,1 x 1
MNaOH x 41 = 1
MNaOH = 1/41= 0,24 M

• Ulangan II
vNaOH × MNaOH × 2 = V 224 × M 224 × 1
20,4 x MNaOH x 2 = 10 ml x 0,1 x 1
MNaOH = 1
MNaOH = 1/40,8
= 0,025 M

• Ulangan III
vNaOH × MNaOH × 2 = V 224 × M 224 × 1
20,5 × MNaoH X2 = = 10 ml x 0,1 x 1
MNaOH x 41 = 1
MNaOH = 1/41
= 0,024 M

• Rata-rata total molaritas NaOH


Rata-rata =
1+2+3
= 0,024+0,025+0,024
= 0,024 M

Standarisasi HCL dengan larutan HCL


• Ulangan l
VHcl x MNcl x 1 = VNaOH xMNaOH
10 x MHcl x 1 = 9 x 0,024
MHcl x 10 = 0,216/10
MHcl = 0,0216
MHcl = 0,0216

• Ulangan ll
VHcl x MHcl x 1 = VNaOH x MNaOH
10 x MHcl x 1 = 9,5 x 0,024
MHcl x 10 = 0,228
MHcl = 0,228/10

MHcl = 0,0228

•Ulangan lll
VHcl x MHcl x 1 = VNaOH x MNaOH
10 x MHcl x 1 = 10 x 0,024
MHcl x 10 = 0,24
MHcl = 0,24/10

MHcl = 0,024 M

Rata-rata molaritas HCL


I. I = 0,016
I. 2 = 0,228
I.3 = 0,024
0,016 + 0,228 + 0,024 = 0,0228
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan
mengenai titrasi asam-basa

6.2.Saran
Saran saya dalam praktikum ini, sebaiknya kita menaati aturan yang ada di
laboratorium agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dan memperoleh hasil
yang akurat. Dalam menyampaikan hasil praktikum, haruslah jelas dan sistematis
dalam menyampaikan hasil praktikum tersebut. Dan juga, praktikum diharapkan
tetap tenang dan mendengarkan penyampaian materi dari Ko-Ass.
DAFTAR PUSTAKA

Baroroh, Umi L. U. 2014. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung


Mangkurat. Banjarbaru.

Ripani. ( 2014).Laporan praktikum Kimia. Pengantar kimia asam-basa.

Sudarmo U.( 2013). KIMIA:Untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan


Matematika dan Ilmu Alam. Erlangga: Jakarta

Sukardjo., (2014), Kajian Teoritis Untuk Menentukan Celah Energi Kompleks


Ag-PHTHALOCYYANINE Dengan Menggunakan Metode Mekanika
Kuantum Semiempiris Zindo/1, Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan
Kimia VI

Syafnil.( 2019). Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Bengkulu: Laboratorium


Teknologi Pertanian

Anda mungkin juga menyukai