Disusun oleh:
NPM : E1C022061
Prodi : PETERNAKAN
Kelompok :4
2. Drs. Syafnil,M.Si
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan
asam atau larutan basa. Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan
basa yang telah diketahui konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang
belum diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan
hingga asam dan basa tepat habis bereaksi. Waktu penambahan hingga asam
dan basa tepat habis disebut titik ekuivalen. Dengan demikian, konsentrasi
asam atau basa dapat ditentukan jika salah satunya sudah diketahui. Proses
penetapan konsentrasi tersebut disebut titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan
suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi
asam basa.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau
metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan
perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang
bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau
menghasilkan OH-ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk
menghasilkan garam dan air). Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa
dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori
Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida
bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlemeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan
mengenai titrasi asam-basa.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah
asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi.
Selain itu, titrasi juga digunakan untuk menentukan kadar (kemurnian)
suatu zat. Dalam kehidupan seharihari, titrasi banyak diterapkan. Salah satu
penerapan titrasi yang sering dijumpai adalah penentuan kadar asam asetat atau
yang dikenal dengan cuka. Cuka merupakan asam lemah dengan rumus senyawa
CH₃COOH.
1.2.Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam.
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.2.Prosedur Kerja
Proses standarisasi :
- Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan dimasukkan
ke dalam setiap Erlenmeyer dan tambahankan ke dalam masing-masing
Erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer
digoyang.
- Mencatat volume NaOH terpakai
- Diulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
- Menghitung molaritas (M) NaOH.
• Ulangan II
vNaOH × MNaOH × 2 = V 224 × M 224 × 1
20,4 x MNaOH x 2 = 10 ml x 0,1 x 1
MNaOH = 1
MNaOH = 1/40,8
= 0,025 M
• Ulangan III
vNaOH × MNaOH × 2 = V 224 × M 224 × 1
20,5 × MNaoH X2 = = 10 ml x 0,1 x 1
MNaOH x 41 = 1
MNaOH = 1/41
= 0,024 M
• Ulangan ll
VHcl x MHcl x 1 = VNaOH x MNaOH
10 x MHcl x 1 = 9,5 x 0,024
MHcl x 10 = 0,228
MHcl = 0,228/10
MHcl = 0,0228
•Ulangan lll
VHcl x MHcl x 1 = VNaOH x MNaOH
10 x MHcl x 1 = 10 x 0,024
MHcl x 10 = 0,24
MHcl = 0,24/10
MHcl = 0,024 M
6.1 Kesimpulan
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan
mengenai titrasi asam-basa
6.2.Saran
Saran saya dalam praktikum ini, sebaiknya kita menaati aturan yang ada di
laboratorium agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dan memperoleh hasil
yang akurat. Dalam menyampaikan hasil praktikum, haruslah jelas dan sistematis
dalam menyampaikan hasil praktikum tersebut. Dan juga, praktikum diharapkan
tetap tenang dan mendengarkan penyampaian materi dari Ko-Ass.
DAFTAR PUSTAKA