Anda di halaman 1dari 86

PERCOBAAN II

STANDARISASI LARUTAN NaOH 0,1 M DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENENTUAN


KADAR ASAM CUKA PERDAGANGAN

I. Tujuan
1. Menentukan molaritas larutan NaOH dengan larutan standar asam oksalat
2. Menetapkan kadar asam cuka perdagangan
II. Landasan Teori
Umumnya reaksi kimia berlangsung bukan antara padatan murni,
cairan murni, atau gas murni. Melainkan antara ion-ion dan molekul-molekul yang
terlarut dalam air atau pelarut lain. Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau
lebih, definisi ini tidak menyatakan batasan mengenai jenis zat yang terlibat sehingga
dapat dibedakan larutan terdiri atas padatan, cairan, dan gas. Kimiawan membedakan
larutan berdasarkan kemampuannya melarutkan zat terlarut, yaitu larutan jenuh adalah
larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut di dalam pelarut pada suhu
tertentu. Larutan tak jenuh adalah larutan yang berada pada titik sebelum titik jenuh
tercapai dan larutan yang mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan dengan
kemampuannya untuk melarutkan. Larutan lewat jenuh adalah larutan yang
mengandung lebih banyak zat terlarut dibandingkan zat terlarut dalam larutan jenuh.
Larutan lewat jenuh bukanlah larutan yang stabil sehingga pada waktunya sebagian zat
terlarut akan terpisah dari larutan lewat jenuh sebagai Kristal (proses katalis). Jumlah zat
terlarut dalam larutan dinyatakan dengan konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan
menyatakan komposisi secara kuantitatif perbandingan zat terlarut dengan pelarut.
Proses memperoleh atau mengetahui kadar atau konsentrasi suatu zat terlarut dalam
suatu larutan dapat dilakukan menggunakan proses titrasi. Seperti penentuan kadar
asam asetat dalam cuka perdagangan dilakukan melalui beberapa tahap yakni
pengenceran dan titrasi. Melalui titrasi dapat dilakukan proses standarisasi NaOH dan
penentuan kadar asam asetat dalam cuka.
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut reaksi titrasi asam basa, titrasi redox
untuk reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk yang melibatkan pembetukan
reaksi kompleks dan lain sebagainya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titran
dan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut titer. Baik titer maupun titran
biasanya berupa larutan. Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar
konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik
titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan
kadar sampel dengan pengukuran sampel volume larutan yang terlibat reasi berdasarkan
kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui
dari perubahan warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan
berdasarkan persamaan reaksi (Chang, 2005).
Asidimetri dan alkalimetri adalah analisis kuantitatif volumetri
berdasarkan reaksi netralisasi. Keduanya dibedakan pada larutan standarnya, analisis
tersebut dilakukan dengan cara titrasi. Pada titrasi basa terhadap asam cuka, reaksinya
adalah:

NaOH(aq)+CH3COOH(aq) CH3COONa(aq)+H2O(l)

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap


senyawa-senyawa yang basa dengan menggunakan larutan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan larutan baku basa. Larutan baku ada 2 macam, yaitu larutan baku primer
dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah larutan baku yang
konsentrasinya dapat ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut yang
dilarutkan dengan tepat. Larutan baku primer harus dibuat dengan penimbangan dengan
teliti menggunakan neraca analitik dan dilarutkan dalam labu ukur. Larutan baku
sekunder adalah larutan yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi
terhadap larutan baku primer. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan
analisis volumetri adalah sebagai berikut:
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi
yang kuantitatif/stoikiometri
3. Harus ada perubahan yang terlihat saat titik ekuivalen tercapai baik secara
kimia maupun secara fisika
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
Pada tirasi asam basa yaitu asama asetat dengan NaOH (sebagai
larutan standar) akan dihasilkan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.
Garam natrium asetat ini akan terurai sempurna karena senyawa itu adalah garam,
sedangkan ion asam asetat akan terhidrolisis oleh air. Ion asetat akan terhidrolisis oleh
molekul air, menghasilkan molekul asam-asam dan asam lemah seperti natrium asetat,
akan bersifat basa dalam air (pH>7). Apabila garam tersusun dari basa lemah dan asam
kuat, larutan garamnya akan bersifat asam (pH<7). Sedangkan garam yang tersusun dari
basa kuat dan asam kuat, larutan garam dalam air akan bersifat netral (pH=7). Hidrolisis
hanya terhadap asam lemah, basa lemah, ion asam, dan ion basa lemah. Titik ekuivalen
pada proses titrasi asam cuka dengan larutan natrium hidroksida akan diperoleh pH>7.
Untuk mengetahui titik ekuivalen diperlukan indicator tertentu sebagai penunjuk
selesainya titrasi. Warna indikator berubah oleh pH larutan. Warna pada pH rendah tidak
sama dengan warna pH tinggi (Satrohamidjojo, 2018).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi telah dicapai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator azo dengan
warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik ekuivalen adalah titik dimana
terjadi kesetaraan reaksi secara stoikiometri antara zat yang dianalisis dan larutan
standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator
yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir
titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir tirasi sangat mempengaruhi hasil analisis
suatu senyawa. Perbedaan antara titik akhir dan titik ekuivalen disebut sebagai kesalahan
tiik akhir. Kesalahan titik akhir adalah kesalah acak yang berbeda untuk setiap sistem.
Kesalahan ini bersifat aditif dan seterminan dan nilainya dapat dihitung. Dengan
menggunakan metode potensiometri dan konduktometri bergantung pada larutan standar
yang mengandung sejumah reagen persatuan volume larutan dengan ketepatan yang
tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas. Larutan standar disiapkan dengan
menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua larutan standar tersedia
dalam keadaan murni. Oleh karena itu dikenal standar primer, yaitu zat yang tersedia
dalam komposisi kimia yang jelas dan murni (Fatimah, 2017).
Pengaruh konsentrasi NaOH juga dapat dilakukan pada proses
pembuatan asam oksalat dari ampas tebu. Pada berbagai konsentrasi NaOH dan variasi
waktu hidrolisis (30 menit, 60 menit 90 menit, dan 120 menit). Selulosa yang dihidrolisis
bersama NaOH dengan pemanasan 180°C akan mengalami pemecahan molekul selulosa
sehingga terbentuk natrium oksalat. Kemudian ditambahakan CaCl2 agar oksalat
berikatan dengan ion CaCl¯ yang akan memebentuk endapan. Selanjutnya H2SO4 sebagai
donor H+ untuk membentuk asam oksalat. Variasi konsentrasi mempengaruhi yield asam
oksalat yang dihasilkan. Yield asam oksalat mengalami kenaikan pada setiap
penambahan konsentrsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
maka hasil asam oksalat yang didapat juga semakin besar (Asip et al., 2015).
Banyak sumber alami sebagai indikator asam basa yang di ekstraksi
dari berbagai bagian buah, bunga, dan tanaman diselidiki untuk titrasi asam basa
volumetric pada suhu 60°C, 92°C, dan 98°C. Pigmen dari beberapa buah dan tanaman
diekstraksi, dipisahkan, dan dimurnikan dalam karbon tetraklorida, kloroform, etanol,
metanol, dan toluena sebagai pelarut. Indikator-indikator ini dalam titrasi asam basa
menunjukkan perubahan warna yang tajam dengan variasi pH pada titik ekuivalen dan
dapat menetukan kisaran pH. Untuk beberapa indkiator warna indikator dalam pelarut
yang menyarankan tidak ada modifikasi struktur kimia indikator yang jelas dalam pelarut
yang berbeda. Selain itu, pengaruh suhu pada indikator dan stabilitasnya dipelajari.
Hasilnya terbukti dapat diterima dalam pigmen alami sebagai indikator asam basa
(Bahadori dan Maroufi, 2016).
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
- Labu ukur 100 ml
- Buret 50 ml
- Erlenmeyer 100 ml
- Erlenmeyer 150 ml
- Pipet ukur 10 ml
- Klem dan standar
- Batang pengaduk
- Gelas ukur 100 ml
- Gelas ukur 150 ml
- Kaca arloji
- Pipet tetes
- Spatula
3.2 Bahan
- Asam oksalat
- Larutan NaOH
- Asam cuka perdagangan
- Indikator pp
- Air suling
IV. Prosedur Kerja
4.1 Penentuan Molaritas NaOH

Asam oksalat

Ditimbang 1,26 gram asam oksalat


Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
Ditambahkan dengan air suling hingga tepat 100 ml
Disiapkan satu buret dan dicuci
Diisi buret dengan larutan asam oksalat yang telah disiapkan
Dituangkan 10 ml larutan NaOH kedalam Erlenmeyer
Ditambahkan 10 ml air suling dan 1-2 tetes indicator pp
Dititrasi dengan larutan asam hingga warna merah jambu hilang
Dilakukan titrasi sebanyak 3 kali

hasil

4.2 Penetapan Kadar Asam Cuka Perdagangan

Larutan asam cuka perdagangan

Diambil 10 ml larutan cuka perdagangan denagan pipet ukur


Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
Diencerkan hinga 100 ml
Diambil 10 ml larutan encer
Dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 ml
Diberi 2 tetes indikator pp
Dititrasi dengan larutan NaOH standar hingga warna betubah
Dilakukan titrasi sebanyak 3 kali
Dicuci buret dengan asam pencuci (sisa asam perdagangan)

hasil

V. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu praktikum yang berjudul
standarisasi larutan NaOH 0,1 M dan penggunaannya dalam penentuan kadar asam cuka
perdagangan. Didalam praktikum ini praktikan melakukan dua prosedur kerja, yaitu:
Penentuan molaritas NaOH dan penetapan kadar asam cuka perdagangan. Kedua
prosedur kerja ini menggunakan metode titrasi.
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Adapun prinsip dasar titrasi
asam-basa didasarkan pada reaksi netralisasi asam-basa dan prinsip kerjanya adalah
penambahan titran (zat yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti) sedikit demi
sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa dalam suatu larutan [H+] = [OH-]), sedangkan suasana dimana titrasi
dihentikan adalah dengan melihat terjadinya perubahan warna indikator dinamakan
sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekivalen, tapi sering kali
titik akhir titrasi melalui titik ekivalen. Oleh sebab itu titik akhir titrasi sering juga disebut
titik ekivalen. Pada saat mencapai titik ekivalen maka proses titrasi dihentikan, lalu catat
volume titrat yang dibutuhkan untuk mencapai suasana tersebut. Dengan memakai data
volume titran, volume dan konsentrasi titrat maka dapat dihitung konsentrasi titran
tersebut.
Dalam proses titrasi terdapat istilah titran dan titrat. Titran adalah suatu larutan
standar atau larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya secara pasti dan
ditempatkan didalam buret, sedangkan titrat ialah larutan yang akan ditentukan atau
dihitungkan konsentrasinya dan ditempatkan didalam labu erlenmeyer.
Pada percobaan ini praktikan melakukan analisis kuantitatif untuk
menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. Dimana pada
percobaan ini larutan baku yang digunakan adalah NaOH (Natrium Hidroksida) sebagai
larutan baku sekunder dan Asam Oksalat sebagai larutan baku primer. Hal ini harus
dilakukan sebelum mentitrasi asam cuka perdagangan dengan NaOH. Agar kita dapat
mengetahui berapa konsentrasi NaOH, dari hasil percobaan didapatkan data sebagai
berikut :
Tabel 1. Penentuan molaritas NaOH
Titrasi I Titrasi II Titrasi III V rata-rata
V NaOH 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml

V C2H2O4.2H2O 5 ml 4,8 ml 4,8 ml 4,9 ml

Standarisasi adalah proses penentuan konsentrasi larutan. Untuk menentukan


konsentrasi suatu larutan asam-basa diperlukan suatu larutan standar. Larutan standar
adalah suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya dan biasanya berupa larutan
asam atau larutan basa yang konsentrasinya tidak berubah. Larutan standar terbagi atas
dua, yaitu: Larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer
yaitu larutan dimana konsentrasinya dapat diketahui secara langsung dari hasil
penimbangan. Adapun syarat-syarat larutan standar primer antara lain: mempunyai
kemurnian yang tinggi, tidak mengalami perubahan saat penimbangan, tidak bersifat
higroskopis, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam penyimpanan.
Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan
dengan jalur standarisasi oleh larutan standar primer. Larutan standar sekunder bersifat
tidak stabil, mudah dipengaruhi, bersifat higroskopis, dan kemurniannya rendah. Larutan
standar primer dalam percobaan ini adalah asam oksalat sedangkan larutan standar
sekundernya adalah NaOH. Asam oksalat berperan sebagai titrat dan NaOH sebagai titran
(penitrasi) yang ditempatkan didalam buret.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penentuan molaritas NaOH yaitu
yang pertama praktikan menimbang 1,26 gram asam oksalat, kemudian dimasukkan
kedalam labu ukur 100 ml untuk diencerkan, kemudian ditambahkan dengan air suling
hingga volume tepat 100 ml. Disiapkan buret dan diisi buret dengan larutan asam oksalat
yang telah disiapkan. Asam oksalat dimasukkan kedalam buret karena asam oksalat yang
akan mentitrasi larutan NaOH yang berada didalam erlenmeyer atau sebagai titran,
kemudian ditambahkan 10 ml air suling dan 1-2 tetes indikator PP. Penambahan
indikator PP ini bertujuan untuk memudahkan dalam menentukan proses titrasi tersebut
telah mencapai titik ekivalen atau belum yang ditandai dengan terjadinya perubahan
warna. Dalam percobaan ini jika asam oksalat yang digunakan sebagai titran dan NaOH
sebagai titrat terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening. Indikator pp
yang digunakan fenolftalein. Pemilihan indikator fenolftalein karena pada standarisasi ini
merupakan titrasi asam lemah dan basa kuat sehingga titik ekivalennya diatas 7 dan
berada pada trayek pH indikator fenolftalein.
Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan
untuk menentukan titik akhir asam-basa. Pada umumnya Fenolftalein digunakan dalam
titrasi asam kuat dan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3 fenolftalein tidak
berwarna dan dalam larutan dengan pH = 10, fenolftalein berwana kemerahan. Apabila
terjadi kelebihan bada pada saat titrasi (titik akhir titrasi) maka larutan yang semula
berwarna merah muda akan memudar menjadi bening, namun dalam kondisi yang
sangat basa dengan pH ≥ 14 indikator fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna. Hal ini
terjadi karena perubahan strukturnya menjadi karbonil (Chang, 2005).
Selama proses titrasi sebaiknya erlenmeyer terus digoyangkan agar semua larutan
dapat tercampur dengan baik. Dari hasil percobaan diatas didapatkan reaksi sebagai
berikut :
H2C2O4(s) + 2NaOH(aq) Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa konsentrasi NaOH yang digunakan
sebesar 0,049 M, ini tidak sesuai dengan yang seharusnya yaitu sebesar 0,1 M. Hal ini
mungkin disebabkan telah terjadinya kesalahan dalam melakukan perobaan.
Setelah larutan baku NaOH telah diketahui konsentrasinya, maka larutan tersebut
dapat digunakan untuk percobaan kedua yaitu menentukan kadar asam cuka
perdagangan. Pada percobaan yang kedua ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar
yang tertera pada label cuka perdagangan sudah sesuai dengan kadar yang sebenarnya.
Analisis ini dilakukan secara alkalimetri.
Tabel 2. Penetapan kadar asam cuka perdagangan
Titrasi I Titrasi II Titrasi
Skala awal buret 28 28 28
Skala akhir buret 0 0 2
V NaOH (mL) 28 28 26
Volume rata-rata NaOH yang digunakan adalah 27,5 mL.
Percobaan kedua yaitu penetapan kadar asam cuka perdagangan. Analisis
dilakukan secara alkalimetri yaitu dengan cara menitrasi larutan asam asetat
perdagangan dengan larutan baku NaOH, titrasi dengan larutan standar basa untuk
mentitrasi asam bebas. Pada percobaan ini NaOH berperan sebagai titran atau penitrasi
sedangkan asam cuka perdagangan berperan sebagai titrat atau larutan yang dititrasi.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan pada percobaan ini yaitu mula-mula
diambil 10 ml larutan cuka perdagangan kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
untuk diencerkan. Pengenceran bertujuan untuk menurunkan konsentrasi larutan dan
untuk mempercepat terjadinya titik akhir yang ditandai dengan terjadinya perubahan
warna. Setelah diencerkan 10 ml larutan tersebut dimasukkan kedalam erlenmeyer, lalu
ditambahkan dengan tiga tetes indikator pp. Penambahan indikator pp bertujuan untuk
membantu dalam menentukan sudah tercapai atau tidak titik ekivalen dalam titrasi yang
ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Kemudian larutan dititrasi, titrasi
dilakukan sebanyak 3 kali. Jika sudah terjadi perubahan warna maka titrasi dihentikan
dan dicatat volume NaOH yang digunakan. Setelah selesai buret dicuci dengan sisa asam
cuka perdagangan.
Perhitungan kadar asam asetat dalam larutan cuka dilakukan dengan mengalikan
volume rata-rata dari NaOH dengan normalitas larutan standar yaitu NaOH dengan
membaginya dengan volume asam cuka yang digunakan. Dari percobaan yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa kadar asam cuka perdagangan sebesar 16,38%. Ini
menunjukkan bahwa kadar asam cuka perdagangan yang tertera pada label dan hasil
percobaan tidak sama. Pada label tertera kadar asam cuka perdagangan sebesar 25%. Hal
ini mungkin disebabkan adanya kesalahan dalam percobaan yang telah dilakukan.
Dalam percobaan ini terjadi perubahan warna dari warna bening menjadi warna
merah muda. Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur yang ada, bahwa indikator pp
(fenolftalein) tidak berwarna atau bening dalam larutan asam namun berwarna merah
muda dalam larutan basa.
Titrasi yang dilakukan adalah antara larutan asam lemah CH3COOH dengan basa
kuat NaOH. Larutan CH3COOH tidak dapat terionisasi secara sempurna didalam air
karena CH3COOH termasuk elektrolit lemah. Sehingga garam yang dihasilkan dalam
reaksi ini memiliki sifat basa. Oleh karena itu, pada proses titrasi asam lemah dengan
basa kuat titik ekivalennya terjadi ketika pH campuran > 7.
Berikut merupakan struktur fenolftalein (indikator pp) dan perubahan strukturnya
dalam kondisi asam dan basa:

Struktur molekul Struktur molekul


fenolftalein dalam fenolftalein dalam
larutan asam larutan basa

Dalam percobaan ini didapatkan reaksi sebagai berikut :


CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)

VI. Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Melalui metode titrasi asidimetri (analisis kadar kebasaan menggunakan larutan
standar asam) dengan asam oksalat sebagai titran (penitrasi) dan NaOH sebagai
titrat didapatkan molaritas larutan NaOH sebesar 0,049 M.
2. Melalui metode titrasi alkalimetri (analisis kadar keasaman menggunakan larutan
standar basa) dengan larutan standar NaOH sebagai titran (penitrasi) dan asam
asetat sebagai titrat didapatkan kadar asam cuka perdagangan sebesar 16,38%.

6.2 Saran
Pada saat praktikum sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan lebih teliti saat
menggunakan alat agar hasil yang didapatkan sesuai dan tidak terjadi kecelakaan selama
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Asip, F., R. Febrianti dan T. Novitasari. 2015. "Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu
Peleburan Pada Pembuatan Asam Oksalat Dari Ampas Tebu". Jurnal
Teknik Kimia. Vol 21 (3) : 9-15.
Bahadori, A dan G. Maroufi. 2016. "Volumetric Acid-Base Titration by Using of Natural
Indicators and Effects of Solvent and Temperature". Journal of Austin
Chromatogr. Vol 13 (1) : 1-4.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Fatimah, I. 2017. Kimia Fisika. Yokyakarta: Deepublish.
Sastrohamidjojo, H. 2018. Kimia Dasar. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN

A. Perhitungan
1. pengamatan I

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
Masam oksalat = 𝑋
𝑚𝑟 𝑚𝐿

1,26 1000
= 𝑋
126 1000

= 0,1M

a) Titrasi I
Voksalat . Moksalat = VNaOH . MNaOH
5mL . 0,1M = 10mL . MNaOH
0,5 = 10MNaOH
0,5
MNaOH =
10
MNaOH = 0,05 M

b) Titrasi II
Voksalat . Moksalat = VNaOH . MNaOH
4,8mL . 0,1M = 10mL . MNaOH
0,5 = 10MNaOH
0,48
MNaOH =
10
MNaOH = 0,048 M

c) Titrasi III
Voksalat . Moksalat = VNaOH . MNaOH
4,8mL . 0,1M = 10mL . MNaOH
0,5 = 10MNaOH
0,48
MNaOH =
10
MNaOH = 0,048 M

d) Titrasi Rata – rata


Voksalat . Moksalat = VNaOH . MNaOH
4,9mL . 0,1M = 10mL . MNaOH
0,5 = 10MNaOH
0,49
MNaOH =
10
MNaOH = 0,049 M

2. Pengamatan II
Titrasi I
VCH3COOH . MCH3COOH = VNaOH . MNaOH
10mL . MCH3COOH = 28mL . 0,1M
10MCH3COOH = 2,8
2,8
MCH3COOH =
10
MCH3COOH = 0,28M

Titrasi II

VCH3COOH .MCH3COOH = VNaOH . MNaOH

10mL . MCH3COOH = 28mL . 0,1M


10MCH3COOH = 2,8
2,8
MCH3COOH =
10
MCH3COOH = 0,28M

Titrasi III
VCH3COOH . MCH3COOH = VNaOH . MNaOH
10mL . MCH3COOH = 26mL . 0,1M
10MCH3COOH = 2,6
2,6
MCH3COOH =
10
MCH3COOH = 0,26M

Titrasi rata-rata
VCH3COOH . MCH3COOH = VNaOH . MNaOH
10mL . MCH3COOH = 27,3mL . 0,1M
10MCH3COOH = 2,73
2,73
MCH3COOH =
10
MCH3COOH = 0,273M

Kadar asam cuka perdagangan


𝑉. 𝑀 . 𝐵𝑀
G= 𝑋 100%
1000

10𝑚𝐿 . 0,273 𝑀 . 60
= 𝑋 100%
1000

= 16,38 %
B. Pertanyaan Prapraktek

1. Apa yang dimaksud dengan molaritas, titrasi dan larutan standar ?


Jawab :
Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut per liter larutan.
Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan
untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya.
Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya secara pasti .

2. Bagaimana cara menghitung molaritas larutan ?


Jawab :
Untuk menghitung molaritas larutan dapat digunakan persamaan:

𝑛 𝑔𝑟 1000
𝑀=𝑉 atau 𝑀 = 𝑚𝑟
× 𝑚𝐿

3. Apa tujuan dilakukannya titrasi dan penggunaan larutan standar dalam titrasi ?
Jawab :
Titrasi bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang telah diketahui konsentrasinya agar tepat habis bereaksi dengan
sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadar atau konsentrasinya.
Larutan standar berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang
sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku.

C. Pertanyaan Pascapraktek

1. Apakah yang dimaksud dengan larutan standar ?


Jawab :
Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya secara pasti.

2. Apa itu larutan standar primer dan larutan standar sekunder ?


Jawab :
Larutan standar primer merupakan suatu larutan yang telah diketahui
konsentrasinya secara tepat melalui proses gravimetri. Nilai konsentrasi tersebut
dihitung melalui perumusan sederhana, yaitu dengan menimbang bahan bakunya
lalu dilarutkan dalam volume tertentu.
Larutan standar sekunder merupakan larutan yang dapat diketahui
konsentrasinya dengan cara metode titrimetri, yaitu dengan cara dititrasi dengan
larutan standar primer terlebih dahulu.

3. Bila larutan asam kuat dititrasi dengan basa kuat memakai indikator pp, apakah
tepat bila titrasi sebaliknya juga memakai pp ? jelaskan !
Jawab :
Bisa saja indikator pp digunakan dalam titrasi basa kuat dan asam kuat, tetapi
dalam titrasi bahan tersebut jarang digunakan karena titrasi yang diperolah
kurang akurat.

D. DOKUMENTASI

A. Penentuan Molaritas Larutan NaOH


Gambar 1. Titrasi I
Gambar 2. Titrasi II Gambar 3.
Titrasi III

B.

enentuan kadar asam cuka perdagangan

Gambar 4. Titrasi I Gambar 5. Titrasi II


Gambar 6. Titrasi III

PERCOBAAN III
KINETIKA KIMIA
I. Tujuan
1. Mengukur perubahan konsentrasi pereaksi menurut waktu
2. Mengamati pengaruh konsentrasi suhu dan katalis pada laju reaksi
3. Menentukan hukum laju reaksi dalam larutan berair
II. Landasan Teori
Kinetika kimia menjelaskan bagaimana laju reaksi bergantung pada konsentrasi
reaktan dan mengetahui mengenal mekanisme suatu reaksi bergantung pada
banyak faktor. Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang membahas
tentang laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, laju reaksi
dinyatakan sebagai berubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap
suatu waktu, konsentrasi reaktan memainkan reaksi tertentu sebagaimana akan
banyak reaksi yang sangat pekat terhadap suhu sehingga pengendalian suhu
sangat penting. Untuk mengukur kuantitatif dalam kinetika kimia, laju sesaatlaju
reaksi diperoleh dengan menganggap waktu yang sangat kecil laju reaksi-reaksi
suatu kimia. Salah satu segi penting dalam pengkajian kinetika ialah merancang
teknik yang mudah untuk memantau jalannya reaksimenurut waktu analisis kimia
dengan caravolumetri atau gravimetri relatif lambat sehingga cara seperti ini tidak
digunakan umum dengan sifat warna. Kinetika Kimia adalah salah satu cabang
ilmu kimia yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia
berlangsung. Dari berbagai jenis reaksi kimia yang telah dipelajari para ilmuwan,
ada yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (reaksi berlangsung cepat),
seperti reaksi pembakaran gas metana. Ada pula reaksi yang berlangsung dalam
waktu yang lama (reaksi berlangsung lambat), seperti reaksi perkaratan besi. Cepat
lambatnya suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dalam besaran laju reaksi (Chang,
2005).
Reaksi kimia adalah proses berubahnya perekasi menjadi hasil reaksi,
proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih
cepat dibandingkan dengan minyak tanah ada reaksi yang berlangsung sangat
cepat seperti membakar dinamo yang menghasilkan ledakan dan sangat lambat
seperti proses perkaratan besi pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut
dengan kinetika kimia. Dikemukakan bahwa cara menentukan laju reaksi dan
faktor apa yang mempengaruhi orde berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju
reaksi Laju suatu reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi
reaktan yang digunakan dalam reaksi. Semakin besar konsentrasi reaktan yang
digunakan, laju reaksi akan meningkat. Di samping itu, laju reaksi juga
dipengaruhi oleh nilai konstanta laju reaksi (k). Konstanta laju reaksi (k) adalah
perbandingan antara laju reaksi dengan konsentrasi reaktan. Nilai k akan semakin
besar jika reaksi berlangsung cepat, walaupun dengan konsentrasi reaktan dalam
jumlah kecil. Nilai k hanya dapat diperoleh melalui analisis data eksperimen, tidak
berdasarkan stoikiometri maupun koefisien reaksi (Sunarya, 2010).
Reaksi yang berlangsung dengan konstan tidak bergantung pada
konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Salah satu penentuan orde reaksi
dengan metode pengukuran laju reaksi awal dari percobaan metode kedua
membutuhkan pemetaan yang tepat dari percobaan. Metode kedua membutuhkan
pemetaan yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu untuk
mendapatkan grafik lurus pada sifat pereaksi dan ukuran perekasi menentukan
laju reaksi semakin reaktif dari sifat pereaksi itu reaksi akan semakin bertambah
atau berlangsung semakin cepat. Katalis ialah zat yang mengambil bagian dalam
pereaksi kimia yang mempercepatnya tetapi ia sendiri tidak mengalami perubahan
kimia yang permanen, itu karena pereaksi tidak mengalami perubahan kimia
selama bereaksi dan laju reaksi. Hukum laju reaksi dapat digunakan untuk
menghitung laju suatu reaksi melalui data konstanta laju reaksi dan konsentrasi
reaktan. Hukum laju reaksi juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi
reaktan setiap saat selama reaksi kimia berlangsung. Mempelajari laju reaksi
dengan orde reaksi satu, dua, dan nol. Reaksi dengan orde satu adalah reaksi
dimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan
bilangan satu. Reaksi dengan orde dua adalah reaksi dimana laju bergantung pada
konsentrasi satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua atau konsentrasi
dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan dengan bilangan satu.
Reaksi dengan orde nol adalah reaksi dimana laju tidak bergantung pada
konsentrasi reaktan (Oxtoby etal., 2001).
Eksperimen kinetika mengukur laju berdasarkan perubahan konsentrasi
zat yang mengalami perubahan dalam reaksi kimia dari waktu ke waktu jika reaksi
cukup lambat kita dapat membuatnya berlangsung untuk waktu tertententu.
Kemudia secara mendadak menghentikan dengan pendingan cepat campuran
reaksi tersebut pada suhu yang cukup rendah mempunyai waktu untuk
menganalisi kimia terhadap reaktan atau produk tertentu pengukuran laju
biasanya dilakukan dibawah kondisi percobaan tetap dengan satu faktor tetap
sedangkan faktor lainnya diragamkan, bila laju atau pengaruh faktor terhadap laju
telah kajian kinetika ialah merancang teknik ditetapkan faktor ini dibuat tetap dan
faktor laju diragamkan cara mengukur laju reaksi salah satu segi penting dalam
pengkajian kinetika ialah merancang teknik yang mudah untuk memantau
jalannya reaksi menurut waktu analisi kimia dengan cara volumetri atau gravimetri
relatif lambat sehingga cara seperti tidak digunakan kecuali reaksinya lambat
adapun beberapa carayang digunakan umum pada sifat warna dan hantaran listrik
(Sundari, 2016).
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau
produk per satuan waktu. Satuan laju reaksi adalah M/s. Sebagaimana yang kita
ketahui, reaksi kimia berlangsung dari arah reaktan menuju produk. Ini berarti,
selama reaksi kimia berlangsung, reaktan digunakan (dikonsumsi) bersamaan
dengan pembentukan sejumlah produk. Dengan demikian, laju reaksi dapat dikaji
dari sisi pengurangan konsentrasi reaktan maupun peningkatan konsentrasi
produk, semakin besar konsentrasi reaktan yang digunakan, laju reaksi akan
meningkat. Di samping itu, laju reaksi juga dipengaruhi oleh nilai konstanta laju
reaksi, antara laju reaksi dengan konsentrasi reaktan. Titrasi asam basa adalah
proses penentuan banyaknya larutan dengan konsentrasi yang di ketahui dan di
perlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang
akan di analisis prosedur analitik yang melibatkan titrasi dengan larutan yang
konsentrsi di ketahui di sebut titrasi volumetri, dalam titrasi asam basa titrasi
melibatkan pengukuran yang sesama volume suatu asam dan suatu basa yang
tepat saling menetralkan titik akhir titrasi adalah titik dimana indikator berubah
warna dengan memilih indikator secara seksama titil akhir itu akan tepat berimpit
dengan titik kesetaraan, indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang
mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi dari pada suatu
harga tertentu konsentrsi (Yu etal.,2015).
III. Alat dan Bahan
1.1 Alat
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Neraca
- Gelaas ukur
- Tabung reaksi
- Indikator universal
- Buret 500 ml
- Corong
- Tiang penyangga
- Kaca
- Batang pengaduk

3. 2 Bahan
- Air suling
- Indikator PP
- Larutan NaOH 0,1 M
- KHP 0,1 gr
- Cuka dapur
- Larutan HCl 1 M
- Larutan Natrium Asetat 1 M
- NH4Cl 1 M
- NH4OH 1 M
- CH3COOH 1 M
- Larutan NaC2H3O2
- HCl 0,1 M
- HCl 0,01 M
- NaOH 0,01 M
- NaOH 1 M
IV. Prosedur Kerja
4.1 Orde reaksi dalam natrium tiosulfat dengan asam hidroklorida

Tiosulfat

Dibuat campuran zat-zat pereaksi dengan volume pada tabel 1


Dicampurkan terlebih dahulu tiosulfat dengan air sebelum HCl
ditambahkan
Diputar erlenmeyer agar campuran homogen
Dicatat waktu saat asam ditambahkan sampai kekeruhan
Ditetapkan cara perhitungan waktu dengan taat asas
Dilakukan dua ulangan
Dilakukan percobaan pada tabel 2
Dibuat grafik [S2O32-] terhadap t dan [S2O32-] terhadap l/t

Hasil

4.1 Orde reaksi dalam reaksi antar magnesium dengan asam hidroklorida
Pita Mg

Dibersihkan dengan amplas baja


Dikerat menjadi 16 potong sepanjang 2 cm
Dimasukkan masing-masing 1 kedalam 8 erlenmeyer
Diencerkan larutan HCl sampai konsentrasi sesuai dengan tabel 3
Dilarutkan larutan kedalam erlenmeyer
Dicatat waktu dengan stopwatch
Digoyangkan erlenmeyer sekali-kali agar magnesium bergerak
Dihentikan stopwatch ketika Mg larut
Diulangi dengan memasukkan potongan Mg lain kelarutan asam
yang sama
Dicatat waktu yang diperlukan untuk melarutkan Mg
Dibuat grafik l/t terhadap [HCl]2

Hasil
4.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi

Asam oksalat

Diambil 6 tabung reaksi


Diisi masing-masing 8 ml asam oksalat dari 2 ml asam sulfat
Disiapkan gelas piala
Diisi separuh dengan air
Dididihkan pada gelas piala pertama
Dipanaskan hingga 50ºC pada gelas piala kedua
Dibiarkan pada gelas piala ketiga
Dimasukkan 2 tabung reaksi kedalam gelas piala
Ditambahkan 3 tetes KMnO4 0,1 N kedalam setiap tabung setelah
10 menit
Diperhatikan perubahan warna
Dicatat waktu dan reaksi setiap tabung

Hasil

4.4 Pengaruh katalis terhadap laju reaksi

Asam oksalat

Diambil 6 tabung reaksi


Diisi masing-masing dengan 6 ml larutan asam oksalat
Ditambahkan 2 ml H2SO4 1 M pada tabung 1,2
Ditambahkan 1 ml H2SO4 1 M pada tabung 3,4
Ditambahkan 4 ml H2O pada tabung 5,6
Ditambahkan 3 tetes KMnO4 pada masing-masing tabung
Diperhatikan perubahan warna
Dicatat waktu reaksi

Hasil
V. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai kinetika kimia,


dilakukan 4 percobaan, yaitu menentukan orde reaksi dalam natrium tiosulfat
dengan asam hidroklorida, menentukan orde reaksi antara magnesium dengan
asam hidroklorida, menentukan pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan
menentukan pengaruh katalis terhadap laju reaksi. Pada percobaan yang telah
dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut.
5.1 Orde reaksi dalam natrium tiosulfat dengan asam hidroklorida
5.1.1 Pengamatan terhadap pengaruh konsentrasi Na-tiosulfat
Tabel 1. Pengamatan terhadap pengaruh konsentrasi Na-tiosulfat
Na2S2O3 Na2S2O3 H2O HCl t 1/t
(mL) (M) (mL) (mL) (detik) (detik-1)
25 0,15 - 4 83 0,012
20 0,12 5 4 158 0,006
15 0,09 10 4 175 0,005
10 0,06 15 4 237 0,004
5 0,03 20 4 363 0,002
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada table di atas dapat
diketahui bahwa konsentrasi dapat mempengaruhi waktu yang digunakan
dalam proses laju reaksi. Semakin besar konsentrasi dari Na 2S2O3 maka akan
semakin kecil waktu yang diperlukan untuk bereaksi. Pada percobaan ini
konsentrasi Na2S2O3 terbesar yang digunakan adalah 0,15 M membutuhkan
waktu 83 detik untuk bereaksi, dan pada konsentrasi Na 2S2O3 terkecil yang
digunakan dalam percobaan ini adalah 0,03 M yang menghabiskan waktu
selama 363 detik. Dengan begitu konsentrasi telah terbukti dapat
mempengaruhi laju reaksi.
Hal yang menandai telah terjadinya reaksi dalam percobaan ini adalah
dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi warna kekeruhan setelah
ditambahkan dengan larutan HCl. Hal ini terjadi karena penambahan zat asam
dapat menyebabkan terjadi perubahan fisik dari kedua zat. Setelah larutan
tersebut dicampurkan dan digoyangkan, akan terlihat adanya endapan. Yang
mana endapan tersebut merupakan belerang atau sulfur. Terjadinya reaksi ini
juga dipengaruhi oleh jumlah banyaknya penambahan air suling pada larutan
yang sudah dicampurkan. Semakin encer suatu larutan, maka konsentrasi
larutan tersebut akan ikut berkurang sehingga laju reaksi akan melambat.
Setelah dilakukan percobaan mengenai pengaruh konsentrasi Na 2S2O3,
dibuat grafik yang menghubungkan antara konsentrasi Na2S2O3 terhadap t yang
digambarkan sebagai berikut :
Grafik Konsentrasi NaS2O3
Terhadap t
400

300

t (s) 200
y = -2130x + 394.9
100
0 R² = 0.9287
0 0.05 0.1 0.15 0.2

Konsentrasi (M)

Grafik 1. Pengaruh konsentrasi NaS2O3 terhadap waktu


Dari grafik tersebut, terbukti bahwa semakin besar konsentrasi maka
waktu yang digunakan untuk proses laju reaksi akan semakin cepat. Maka
dapat disebutkan konsentrasi dengan waktu laju reaksi berbanding terbalik.
Nilai regresi yang diperoleh pada grafik diatas adalah 0,9287 artinya nilainya
mendekati 1, maka percobaan ini sempurna. Pada sumbu x adalah konsenrasi
dan pada sumbu y adalah waktu. Ini membuktikan konsentrasi mempengaruhi
waktu terjadinya reaksi, karena apabila semakin besar konsentrasi suatu
larutan maka waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi semakin kecil dan apabila
semakin kecil nilai konsentrasi suatu larutan maka semakin besar waktu yang
dibutuhkan untuk berekasi. Adapun reaksi yang terjadi yang sesuai dengan
percobaan ini dinyatakan sebagai berikut :

Dibawah ini adalah grafik konsentrasi Na2S2O3 terhadap 1/t yang digambarkan
sebagai berikut :

Grafik 2. Pengaruh konsentrasi NaS2O3 terhadap 1/t


Menurut grafik konsentrasi Na2S2O3 terhadap 1/t maka grafiknya akan
terbalik dengan grafik Na2S2O3 yang hubungannya antara konsentrasi dengan t.
Pada percobaan ini, Na2S2O3 berperan sebagai perangkap elektron yang
berlebih, sedangkan larutan HCl berperan sebagai oksidator yang akan bereaksi
dengan H2O yang berfungsi sebagai pelarut. Nilai regresi yang diperoleh pada
grafik diatas adalah 0,8521 artinya nilainya mendekati 1, maka percobaan ini
sempurna.
5.1.2 Pengamatan terhadap pengaruh konsentrasi asam
hidroklorida
Tabel 2. Pengamatan terhadap pengaruh konsentrasi asam
hidroklorida
Na2S2O3 Na2S2O3 HCl HCl t 1/t
(mL) (M) (mL) (M) (detik) (detik-1)
25 - 5 3,0 90 0,011
25 2 3 1,8 180 0,005
25 4 1 0,6 340 0,003
Pada percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan, yang
mana volume Na2S2O3 dibuat tetap dengan 25 mL. Keenceran HCl yang
digunakan berbeda-beda. Larutan HCl sebanyak 5 mL tidak diberi tambahan air
akan menjadi HCl 3,0 M. Larutan HCl sebanyak 3 mL diberi tambahan air
sebanyak 2 mL sehingga akan menjadi HCl 1,8 M. Larutan HCl yang digunakan
dengan volume sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan air sebanyak 4 mL akan
menjadi HCl 0,6 M. Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada saat
konsentrasi tinggi maka waktu yang diperlukan untuk bereaksi membentuk
endapan lebih cepat, reaksi berlangsung dengan cepat karena banyaknya
partikel-partikel yang bertumbukan pada larutan dengan konsentrasi yang
tinggi. Adapun reaksi yang terjadi yang sesuai dengan percobaan ini dinyatakan
sebagai berikut :

5.2 Orde reaksi dalam reaksi magnesium dengan asam hidroklorida Tabel 3. Orde reaksi
dalam reaksi magnesium dengan asam hidroklorida
HCl HCl t 1/t (HCl)2 log log
(M) (mL) (detik) (detik-1) (HCl) (1/t)
0,8 100 100 0.01 0,64 -0,193 -2
1,2 100 29 0,03 1,44 0,158 -1,46
1,6 100 23 0,04 2,56 0,408 -1,36
2,0 100 15 0,06 4,00 0,602 -1,17
Pada percobaan ini digunakan pita Mg dengan tujuan agar lebih mudah
untuk diamati reaksinya. Reaksi yang terjadi begitu cepat pada saat HCl
ditambahkan pada pita Mg ini lebih lambat dibandingkan dengan magnesium
wujud serbuk. Hal ini dikarenakan serbuk akan lebih mudah larut sehingga
reaksi akan lebih sulit diamati. Hal ini juga disebabkan oleh pita Mg memiliki
luas permukaan yang lebih besar daripada serbuk Mg. Karena laju reaksi juga
dipengaruhi oleh luas permukaan. Reaksi yang terjadi antara magnesium
dengan asam hidroklorida adalah sebagai berikut:
Ketika HCl ditambahkan ke dalam pita Mg secara perlahan Mg akan
larut pada larutan HCl dan secara bersamaan akan muncul gelembung-
gelembung pada larutan HCl dan juga menghasilkan sedikit asap yang mana itu
merupakan gas H2 yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Waktu yang
dibutuhkan sampai Mg larut berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi pelarut
HCl. Ketika konsentrasi HCl kecil maka waktu yang dibutuhkan lebih lama
daripada konsentrasi HCl yang lebih besar. Berikut adalah grafik konsentrasi
HCl terhadap 1/t, yaitu :

Grafik 3. Pengaruh konsentrasi HCl terhadap 1/t


Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa ketika konsentrasi yang
digunakan besar maka waktu paruhnya akan semakin besar juga. Namun
sebaliknya, ketika konsentrasinya kecil maka waktu paruhnya juga akan kecil.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa konsentrasi akan
berbanding lurus dengan waktu paruh dari reaksinya. Nilai regresi yang
diperoleh pada grafik diatas adalah 0,9688 artinya nilainya mendekati 1, maka
percobaan yang telah dilakukan ini sempurna.
5.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
Tabel 4. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
Ulangan Suhu reaksi
100°C 50°C 25°C
1 20 detik 410 detik 180 detik
2 30 detik 420 detik 190 detik
Rata-rata 25 detik 405 detik 185 detik
Berdasarkan hasil percobaan pada table di atas dapat diketahui
bahwa suhu juga berpengaruh terhadap laju reaksi. Ketika suhu yang
digunakan tinggi ataupun besar maka laju reaksi akan berjalan dengan cepat.
Pada percobaan ini terjadi reaksi yang ditandai dengan adanya perubahan
warna. Persamaan reaksi yang terbentuk dapat ditulis sebagai berikut :

Namun, pada percobaan ini data yang diperoleh tidak sesuai dengan
teori. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pengamatan dalam menghitung waktu,
atau bisa juga disebabkan oleh pembacaan suhu yang kurang tepat sehingga
mengakibatkan kesalahan perhitungan waktu. Dari data yang diperoleh, pada
suhu 50°C membutuhkan waktu yang lebih lama daripada waktu yang
dibutuhkan pada suhu 20°C.
Pada percobaan ini digunakan KMnO4 yang akan berubah warna pada
saat terjadinya reaksi dan H2SO4 sebagai zat yang dapat mempercepat
terjadinya reaksi.
5.4 Pengaruh katalis terhadap laju reaksi
Tabel 5. Pengaruh katalis terhadap laju reaksi
Ulangan H2SO4
1 mL 0,5 mL 2 mL
1 60 260 320
2 180 300 240
Rata-rata 120 280 280
Pada percobaan ini digunakan larutan asam oksalat yang ditambahkan
H2SO4 dan H2O. Pada percobaan ini H2SO4 berperan sebagai katalis artinya
sebagai zat yang berfungsi mempercepat terjadinya suatu reaksi. Berdasarkan
hasil percobaan di atas seharusnya semakin banyak volume H 2SO4 maka
semakin cepat reaksinya. Hal ini karena semakin banyak katalis maka zat yang
bereaksi akan lebih mudah melampaui energy aktivasi, sebab katalis dapat
mempengaruhi laju reaksi. Namun, pada percobaan diatas tidak sesuai dengan
teori.
VI. Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Laju reaksi bergantung pada konsentrasi perekasi yang digunakan. Semakin besar
konsentrasi maka semakin besar juga laju reaksi.
2. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi yaitu ketika suhu semakin besar maka laju reaksi
semakin cepat, begitu juga dengan konsentrasi. Katalis akan mempercepat laju reaksi
karena katalis membuat konstantanya semakin besar.
3. Hukum laju dalam larutan berair dengan menentukan orde-orde reaksinya pada
masing-masing reaktan yang dinyatakan dalam bentuk :

V = k [A]m [B]n [C]o

6.2 Saran
Pada percobaan ini diharapkan agar thermometer dikalibrasi terlebih
dahulu agar didapatkan hasil pengukuran suhu yang tepat dan dalam
penggunaan stopwatch dalam menghitung waktu harap lebih diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Oxtoby, D.W., H.P. Gillis dan N. H Nachtrieb. 2001. Prinsip prinsip kimia modern edisi keempat jilid 1.
Jakarta: Erlangga.

Sunarya,Y. 2010. Kimia Dasar 1. Bandung: Yrama Widya.

Sundari, R. 2006. “Pemanfaatan dan efisiansi kurkumin kunyit(curcuma dimestica val) sebagai
indikator titrasi asam basa.”Jurnal Pemanfaatan dan efisiensi kurkumin kunyit.vol 22(8):595-
601.

Yu, K., N. Kumar. A. Aho. J. Roine. l. Heinmaa, D.Y. Murzin dan A. Ivaska.2015.”detemation of acid
sitesin porous aluminosilicate solid catalysts for aqueous phase reaction using poten tiometri
titration method.” Jurnal of catalisis. Vol 335 :117-124.
LAMPIRAN

A. Perhitungan
1. Pengaruh konsentrasi Na2S2O3
V k[Na S O ]m [HCl]n

2 2 3
1

V k[Na S O ]m [HCl]n
2 22 3

V [Na S O ]m

2 2 3
1

V2 [Na S O ]m
223

V1
log
V2
m
Na2 S 2O3
log
Na2 S 2O3

25
log
10
0,15
log
0,06

log 0,25

log 0,25
0,602

0,602

1

2. Pengaruh Konsentrasi HCl


V k[Na S O ]m [HCl]n

2 2 3
1

V k[Na S O ]m [HCl]n
2 22 3

5 [HCl]n

3 [HCl]n
5
log( )
n 3 log
[HCl]
[HCl]
5
log( )

3
3,0
log( )
18

0,22

0,22

1

m+n=1+1=2

3. Pengenceran
[HCl] = 2 m
m2 = 0,8 m m2 = 1,2 m m3= 1,6 m

a. m1 .V1 m2 .V2

2m.V1  0,8m.100ml

80m.mL
V
2M

 40ml

b. m1 .V1  m2 .V2

2m.V1  1,2m.100ml

120m.mL
V
1
2M

 60ml
c. m1 .V1  m2 .V2

2m.V1  1,6m.100ml

160m.mL
V
1
2M

 80mL
B. Pertanyaan Pra Praktek
1. Apa definisi ringkas dari (a) laju hukum, (b) tetapan laju, (c) orde reaksi, (d) energi aktivasi
Jawab: (a) kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi
berpangkatan bilangan orde reaksinya.
(b) tetapan perbandingan antara laju reaksi dan hasil kali konsentrasi spesi yang
mempengaruhi laju reaksi
(c)bilangan pangkat eksponen yang menyatakan bertambahnya laju reaksi akibat
naiknya konsentrasi
(d) energi minimal yang diperlukan agar suatu reaksi berlangsung

2. Apakah satuan tetapan reaksi untuk (a) reaksi orde nol (b) reaksi orde satu (c) reaksi orde dua.
Jawab: (a) reaksi orde nol = Ms-1

(b) reaksi orde satu = s-1

(c) reaksi orde dua = M-1 s-1

3. Belerang dioksida mereduksi HIO3 dalam larutan asam dengan reaksi

3SO2(g)+3H2O(l)+HIO3(aq) 3H2SO4(aq) + HI(aq)

Pada akhir reaksi, jika terdapat HIO 3 berlebih. Zat ini dapat diambil dengan
larutan kanji. Senyawa HI dan HIO3 segera bereaksi membuat I2 yang
diserap oleh kanji dan menimbulkan warna biru. Dari percobaan diperoleh
data sebagai berikut pada table.
[SO2] M [HIO3] M t (detik)
14,6 x 10-4 3,60 x 10-3 25,8
7,3 x 10-3 3,60 x 10-3 52,8
14,6 x 10-4 7,21 x 10-3 12,6
Tentukan orde reaksi untuk setiap pereaksi dan orde keseluruhannya.
Jawab: - orde reaksi terhadap [SO2]
V1 [SO2 ]M [HIO2 ]2 n
K K
V2 [SO2 ]M [HIO2 ]2 n

1

2
1
[ ]m
2
M=1

- Orde reaksi terhadap [HIO3]


V1 [SO2 ]M [HIO]3 n
K K
V2 [SO2 ]M
[HIO2 ]3 n
1

2
1
[
] 2
n

n=1
- Dari orde reaksi keseluruhan m + n = 1+1= 2
C. Pertanyaan Pasca Praktek
1. Tuliskan persamaan reaksi pada percobaan C. apakah H 2SO4 dalam percobaan ini dapat
dikatakan sebagai katalis? Jelaskan
Jawab:

5H2C2O4(aq)+2KMnO4(aq)+3H2SO4(aq) K2SO4(aq)+ 2MnO4(aq) + 30CO2(g)+8H2O(l)

H2SO4 dapat dikatakan sebagai katalis, yakni zat yang dapat


mempercepat terjadinya reaksi.

2. Tuliskan persamaan reaksi pada percobaan D. jelaskan mekanisme kerja H 2SO4 sebagai
katalis dalam reaksi ini
Jawab:

5H2C2O4(aq)+2KMnO4(aq)+3H2SO4(aq) K2SO4(aq)+ 2MnO4(aq) + 10CO2(g)+8H2O(l)

Mekanisme kerja H2SO4 dalam reaksi ini adalah

H2C2O4(aq) CO2(g) + H2O(l)

2KMnO4(aq)+2H2SO4(aq) 2K2SO4(aq)+ 2MnO4(aq)

Mekanisme kerja katalis

P+R PR (cepat)

PR + Q PQ + R (cepat)

P+Q+R PQ + R (cepat)
D. DOKUMENTASI
A. Orde reaksi dalam reaksi natrium tiosulfat dengan asam hidroklorida

Dibuat campuran zat Ditambahkan HCl Diacatat waktu sampai


timbul keruh

B. Orde reaksi dalam reaksi antara magnesium dengan asam hidroklorida

Dimasukkan pita Mg Ditambahkan HCl Dihentikan setelah Mg


Larut
C. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

Diambil 6 tabung Dipanaskan gelas piala Diperhatikan


perubahan
warna

D. Pengaruh Katalis terhadap laju reaksi

Diperhatikan perubahan warna dan catat waktu reaksi


PERCOBAAN V
ANALISA KUALITATIF GUGUS FUNGSI (I)

I.Tujuan
1.Untuk menentukan adanya ikatan rangkap pada
suatu senyawa
2.Diharapkan Mahasiswa paham akan sifat fisika alkohol
dan fenol
3.Dapat memahami reaksi-reaksi alkohol dan fenol
4.Reaksi-reaksi yang membedakan alkohol dan fenol

II.Landasan Teori

Penggolongan senyawa organik dapat dibedakan menurut gugus fungsi


yang dikandungnya. Gugus fungsi (fuctional group) adalah sekelompok atom yang
menyebabkan perilaku-perilaku kimia dari molekul induk. Molekul berbeda yang
mengandung gugus (gugus-gugus fungsi) yang sama yang juga mengalami reaksi
serupa. Jadi dengan mempelajari sifat-sifat khas dari beberapa gugus fungsi.
Gugus fungsi sendiri dapat mempelajari dan dapat memahami sifat-sifat dari
banyak senyawa-senyawa organiknya. Gugus fungsi sendiri telah banyak dikenal,
seperti contohnya alkohol, eter, aldehida, keton, asam karboksilat, dan amino.
Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang dikenal
sebagai hidrokarbon (hydrocarbon) sebab senyawa-senyawa tersebut hanyalah
terbuat dari hidrogen dan karbon. Berdasarkan dari strukturnya hidrokarbon
dibagi menjadi dua golongan utama yaitu, alifatik dan aromatik. Hidrokarbon
alifatik adalah senyawa karbon yang rantai C nya memungkinkan bercabang dan
tidak mengandung gugus benzena atau cincin benzen didalamnya.
Berdasarkan jumlah ikatannya, senyawa hidrokarbon alifatik terbagi
menjadi senyawa alifatik jenuh dan senyawa alifatik yang tidak jenuh dimana
senyawa alifatik jenuh sendiri adalah senyawa alifatik yang rantai C nya berisi
ikatan-ikatan tunggal saja. Golongan ini dinamakan Alkana,sedangkan senyawa
alifatik tak jenuh adalah senyawa alifatik yang rantai C nya terdapat ikatan-ikatan
rangkap dua ataupun rangkap tiga. Jika ia memiliki rangkap dua dapat dikatakan
alkena dan senyawa memililiki rangkap tiga dinamkaan alkuna, senyawa
hidrokarbonsiklik adalah senyawa karbon yang rantai C nya melingkar dan
lingkaran itu mungkin juga mengikat rantai samping. Golongan ini terbagi lagi
menjadi senyawa alisiklik dan aromatik. Yang mana senyawa alisiklik yaitu
senyawa karbon alifatik yang mempunyai rantai tertutup. Senyawa aromatik yaitu
senyawa karbon yang terdiri dari 6 atom yang membentuk rantai benzena (Chang,
2005).
Hidrokarbon alifatik dibagi menjadi tiga , yaitu : alkana , alkena, dan
alkuna dimana alkana merupkan ikatan rangkap tunggal,alkena merupakan ikatan
rangkap ganda dan alkena merupakan ikatan rangkap tiga .

1. Alkana (alkane)
Ikatan rangkap satu mempunyai rumus;

CnH2n+2

Dengan n= 1,2..... ciri terpenting dari molekul ini adalahikatan kovalen tunggal
(alkana). Alkana sendiri dikenal sebagai hidrokarbon jenuh (Saturated
Hydrokarbon) karna mengandung jumlah maksimum atom hidrogen serta dapat
berkaitan dengan sejumlah karbon yang sudah ada. Alkana yang palaing
sederhana (yaitu dengan n=1) CH4

2. Alkena (olefin)
Merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap dua sSikap-
sikap dari alkena sendiri yaitu, Hidrokarbon tak jenuh rangkap dua disebut juga
sebagai olefin (Pembentuk Minyak). Sifat siologis dari alkena lebih aktif, sifat sama
dengan alkana tetapi lebih reaktif dengan rumus umum sebagaiberikut;

CnH2n

3.Alkuna
Merupakan senyawa karbon tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap tiga
Sifatnya sama dengan alkena tetapi jauh lebih reaktif dengan rumus umum yaitu;

CnH2n
Tata nama senyawa diberi Akhiran “una” kegunaan dari alkuna sendiri ialah
sebagai berikut, etuna (asitilena) digunakan untuk mengikis besi dan juga
mengelas baja sebagai penerangan dan untuk sintesis senyawa-senyawa lainnya
(Oxtoby et al.,2001).
Menurut Sastrohamidjojo(2018), menyatakan bahwa salah satu gugus
fungsi yang paling sederhana terdiri atas satu atom halogen ,dalam hal ini klorinlah
yang diambil sebagai contoh. Alkil halida terbentuk bila ada campuran alkana dan
halogen (kecuali iodin) dipanaskan atau dipaparkan pada suatu cahaya.

CH4 + Cl2 250-400℃ atau cahaya CH3Cl + HCl


Metana Klorin Kloro Metana HidrogenKlorida

Dimana (klorometana) juga dinamakan metil klorida yang digunakan dalam sintesis
untuk menambahkan gugus fungsi metil pada molekul-molekul organik jika klorin
banyak maka bentuk-bentuk dari metana berklorin yang lebih tinggi akan dapat
terjadi.
Beberapa pengaruh dari senyawa-senyawa polifenol mempunyai aktivitas
antipertensi. Beberapa penelitian juga memperlihatkan bahwa floronoid dan tanin
yang umum nya terdapat didalam beberapa buah-buahan , sayur-sayuran dan
minuman mampu mengakibatkan menghambat nya nictonimida adenine
dinucleotida phospat (NADPH) okside melalui penghambatan ACE peningkatan
Enos- Spesifik (Dhinawaty dan Ruslin, 2015).
Menurut Rathod et al.,(2014), menyatakan bahwa percobaan untuk
esterifikasi asam propionat dengan alkohol propil iso yang ditambahkan dengan
dan tanpa pervaporsi dilakukan. Kinerja-kinerja dari berbagai reaktur-reaktur
pervaporsi nya sendiri dianalisis dengan memepelajari pengaruh-pengaruh
berbagai parameter seperti suhu, konsentrasi, dan katalis serta reaktan. Reaktan
dari pervaporsi menggunakan perangkat-perangkat tambahan lainnya.yang sudah
cukup diamti dan sudah diperiksa bahwasannya koversi asam dari propa-
propaniotnya akan mengalami peningkatan atau kenaikan nilai yang mana nilai
awal kesetimbangan itu mula-mula hanyalah 66% lalu beubah karna mngalami
kenaikan, naiklah menjadi 87%.
Reaksi esterifikasi ini dipakai oleh emil fischer sebagai dasar untuk
memisahkan asam-asam amino yang diperoleh dari hidrolisis protein sebab ester-
ester yang mana telah terbentuk dapat dipisahkan dengan cara distilasi bertingkat.
Ikatan kovalen yang terbentuk dalam Hf biasanya disebut dengan ikatan kovalen
polar atau dapat juga disingkat dengan ikatan polar, yang mana karna elektron-
elektron dapat menghabiskan lebih banyak waktunya untuk berada didalam salah
satu atom-atomnya. Pada dasarnya Titanium dioksida banyak digunakan sebagai
fotokatalis karena bersifat lembab, stabilitas, termalnya baik, non-toksik, tahan
saat berada disuhu yang tinggi, dan aktivitas kafalitiknya cukup baik saat ini
titanium dioksida juga mulai digunakan sebagai katalis yang ramah lingkungan
dalam proses senyawa-senyawa organik lainnya.
III.Alat dan Bahan
3.1 Alat
- Rak Tabung reaksi
- Tabung reaksi
- Pemanas air
- Gelas piala 100 mL
- Gelas piala 50 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Gelas ukur 50 mL
- Pipet tetes
- Kaca arloji
-Batang pengaduk

3.2 Bahan
-Bromine dalam CCL4 (air brom 2%)

- KMnO4
- Alkana dan Alkena
- Etanol, 2-butanol, tersier butil alkohol dan fenol
- H2SO4 Pekat
- Pereaksi Lucas (ZnCl2 dalam HCl)
- Kertas pH
- Asam asetat glasial
- FeCl3 1%
IV.Prosedur Kerja
4.1 Alkena
a. Tes Bromine
Senyawa X
Dimasukkan sebanyak 1 ml larutan kedalam tabung reaksi

Ditambahkan air brom setetes demi setetes

Dikocok
Diamati hilangnya atau tidak warna air

Hasil

b. Tes Bayer (KMnO4)


Senyawa X

Dimasukkan 1 ml zat yang dianalisa kedalam tabung reaksi

Ditambahkan air atau etanol

Di tambahkan setetes demi setetes larutan berair kalium


permanganat

Dikocok

Dites positif jika warna ungu dari reagen hilang dan terbentuk

endapan coklat

Hasil
c. Reaksi dengan H2SO4 Pekat
H2SO4 Pekat

Dimasukkan 1 ml asam sulfat pekat dingin kedalam tabung

reaksi

Ditambahkan 2 tetes zat yang akan dianalisa


Diaduk perlahan-lahan
Diamati jika senyawa larut atau jika timbul warna, atau terjadi
perubahan temperatur

Hasil

4.2 Alkohol
a. Kelarutan dan keasaman
Etanol, 2-butano, dan fenol

Dimasukkan 2 ml air dan 0,5 ml senyawa alkohol yang hendak

diuji (etanol, 2-butanol, dan fenol) kedalam tabung reaksi

Dikocok

Diamati

Dicatat hasil pengamatan

Diuji masing-masing larutan dengan kertas lakmus

Hasil

b. Pengujian Lucas
Pereaksi Lucas

Dimasukkan 1 ml pereaksi lucas ke dalam beberapa tabung


reaksi
Ditambahkan kira-kira 1 ml alkohol yang hendak diuji
Dikocok selama 30 detik
Dicatat waktu yang diperlukan oleh campuran menjadi keruh atau
memisah menjadi 2 lapisan
Diamati perubahan selama 30 menit

Hasil

c. Reaksi Fenol dengan FeCl3


Etanol, 2-butano, dan fenol

Dilarutkan sebanyak 0,5 ml senyawa kedalam tabung reaksi 5 ml air

Ditambahkan masing-masing tabung dengan 1-2 tetes larutan FeCl3

Dikocok dan diamati hasilnya

Diperhatikan ada tidaknya terbentuk cincin biru sampai ungu

Hasil

d. Reaksi esterifikasi
Alkohol

Dicampurkan 2 ml alkohol dengan 3 ml asam asetat glasial


ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan 0,5 ml H2SO4

Dipanaskan pada pemanas air kira-kira 5 menit

Dicatat dan diamati

Hasil
V. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan yaitu
praktikum yang berjudul Analisa Kuantitatif Gugus Fungsi (I) Didalam
Laboratorium Lingkungan dan Geokimia I .
Penggolongan senyawa organik dapat dibedakan menurut gugus fungsi yang
dikandungnya. Gugus fungsi (Functional Group) adalah sekelompok atom yang
mengandung gugus atau gugus-gugus fungsi yang sama mengalami reaksi yang
serupa jadi, dengan memperoleh atau mempelajari sifat sifat khas beberapa gugus
fungsi dapat memahami sifat sifat dari banyak senyawa organik. Contoh macam-
macam gugu fungsional yaitu alkohol,eter,aldehida,asam karboksilat,dan lain-lain
(chang,2005).
5.1.1 Alkena
Tabel 1.1
No Senyawa Bromine KMnO4 H2SO4 Keterangan
1 Alkana - Terbentuk Tidak ada (Pentana)
warna cokelat perubahan
2 Alkena - - - -
Dari data diatas dapat diketahui bahwa percobaan pada alkena ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan rangkap pada suatu
senyawa. Dalam percobaan ini seharusnya dilakukan tiga kali percobaan, yaitu Tes
Bromine,Tes Bayer (KMnO4) dan reaksi dengan H2SO4. Pada Tes Bromine tidak
dilakukan karena tidak adanya bahan yang tersedia didalam laboratorium.
Menurut literatur pada uji bromine dilakukan di loker laboratorium yang tidak
tercahayai sinar lampu maupun matahari secara langsung. Hal ini dilakukan
karena sifat dari bromine sendiri yang sangat reaktif bila terkena cahaya dan gas
yang dihasikannya pun beracun bila terhirup. Tes bromine ini digunakan untuk
mengidentifikasi hirokarbon yang jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Penambahan
bromine pada senyawa hidrokarbon tidak jenuh akan memudar warna awal dari
bromine itu sendiri (orange) dengan menghilangnya warna dari bromine tersebut
maka tes dikatakn positif. Pada uji didapatkan reaksi sebagai berikut :

CH3(CH2)4CH3(Aq) +Br2(s)

Pada uji bayer merupakan suatu uji untuk menunjukkan kereaktifan


hidrokarbon terhadap oksidator KMnO 4 yang merupakan katalis. Pada percobaan
ini dilakukan dengan cara memasukkan 1ml zat (pentanol) kedalam tabung reaksi
kemudian di tambahkan 2ml air dan ditambahkan setetes demi setetes dengan
KMnO4 dan dikocok dari percobaan ini ketika pentana ditambahkan KMnO 4 larutan
berubah menjadi warna ungu dan terbentuk endapan namun ketika dikocok
gumpalan hilang dan warna larutan berubah menjadi cokelat. Hal ini tidak sesuai
dengan hasil yang ada atau tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya alkana tidak
dapat bereaksi dengan KMnO4 dan karena alkana tidak bereaksi dengan oksidator
lemah bahkan oksidator kuat. Hal ini terjadi karena kesalahan praktikan yang
kurang teliti dalam Melakukan percobaan tersebut atau kesalan dalam
mereaksikan dan larutan-larutan tersebut terkontaminasi dengan zat-zat lain.
Adapun persamaan reaksi alkana dengan KMnO4 adalah sebagai berikut :
C5H12(Aq) + KMnO4(Aq)

Berdasarkan literatur yang ada jika alkena direaksikan dengan KMnO 4 akan
menghasilkan tes yang positif, yaitu hilangnya warna ungu reagen dan terbentuk
endapan cokelat. Uji bayer dilakukan dengan mencampurkan larutan KMnO 4
terhadap suatu cairan. Penambahan KMnO4 bertujuan untuk mengetahui
terjadinya reaksi oksidasi, reaksi oksidasi terjadi bila warna ungu dari KMnO 4
hilang dari campuran tersebut, hilangnya wrna ungu disebabkan karena adanya
reaksi ion MnO4- dengan alkena membentuk gliko cdroil dan endapan cokelat dari
MnO2. Dengan persamaa reaksi sebagai berikut

OH OH

3CH3-CH-CH-CH3(Aq)+2KMnO4(Aq)+4H2O 3CH3-CH-CH-CH3(Aq)+2MnO4(Aq)+2KOH

Hasil tes positif ini menandakan bahawa sampel memiliki ikatan rangkap
satu.
Pada percobaan dengan H2SO4 pekat dilakukan dengan cara yaitu
mereaksikan 1ml asam sulfat pekat dengan 2ml zat yang dianalisa yang dimana
dalam percobaan zat yang digunakan pentana, dari reaksi ini tidak terjadi suatu
perubahan baik perubahan warna maupun perubahan temperatur (timbul panas).
Hal ini telah sesuai dengan literatur yang ada bahwa alkana tidak dapat bereaksi
dengan H2SO4, namun jika suatu larutan dapat bereaksi dengan H 2SO4 yang
ditandai dengan larutnya zat dalam H2SO4, terjadi timbulnya warna atau
perubahan temperatur maka senyawa yang dianalisis tidak jenuh.
Tes asam sulfat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat dengan senyawa
hidrokarbon. Percobaan ini dapat menunjukkan senyawa kimia dari hidrokarbon
yang dapat bereaksi ataupun tidak dapat bereaksi. Dari percobaan antra reaksi
alkana (pentana) dengan H2SO4, maka tidak ada reaksi yang terjadi. Persamaanya
adalah sebagai berikut :

C5H12(Aq) + H2SO4(Aq)

5.2 Alkohol
Alkohol ialah senyawa organik yang mengandung gugus fungsi hidroksi (-
OH). Beberapa alkohol yang umum ialah etil alkohol,etanol ataupun methanol
(chang, 2005).
5.2.1 Kelarutan/pH
Tabel 2.1
NO Nama Zat Pengamatan Keterangan

1 Etanol Kertas lakmus biru menjadi merah, Bersifat asam


pH = 6
2 2-Butanol Kertas lakmus biru tetap bewarna Bersifat basa
biru, pH = 8
3 Butil Kertas lakmus merah menjadi Bersifat basa
Alkohol biru,pH = 8
4 Fenol Kertas lakmus biru tetap bewarna Bersifat basa
biru, pH = 8
Dari percobaan ini didapatkan bahwa semua zat yang ada disajikan pada
tabel dapat larut dalam air karena adanya gugus hidroksi senyawa alkohol dan
fenol bersifat polar. Kepolaran gugus hidroksi disertai dengan kemampuannya
membentuk ikatan yang hidrogen yang menyebabkan alkohol dan fenol dapat larut
dalam air, namun semakin panjang atom C pada alkohol maka kelarutannya dalam
air semakin kecil, oleh karena itu etanol adalah zat yang paling mudah larut dalam
air dalam percobaan ini, sedangkan fenol yang paling sukar larut. pH merupakan
drajat keasaman dari percobaan ini didapatkan bahwa etanol lebih asam
dibandingkan dengan fenol akan tetapi menurut literatur yang ada fenol lebih asam
dibanding dengan alkohol. Hal ini terjadi dikarenakan kesalahan praktikan yang
kurang teliti.
5.2.2 Pereaksi Lucas
Tabel 2.2
NO Nama Zat Pengamatan Keterangan
1 Etanol Tetap bening Tabung reaksi panas
2 2-Butanol Terjadi kekeruhan Tabung reaksi panas
3 t-Butil alkohol keruh Tabung reaksi hangat
Uji lucas ini adalah tes untuk membedakan alkohol primer,sekunder dan
tersier dengan menggunakan pereaksi lucas. Pereaksi ini terdiri atas campuran
ZnCl2 ditambah dengan HCl pekat. Pada percobaan ini etanol tetap bening ketika
direaksikan dengan uji lucas, hal ini menunjukkan bahwa etanol tidak beraksi
dengan pereaksi lucas. Hal ini telah sesuai dengan literatur yang ada bahwa etanol
merupakan salah satu jenis jenis alkohol primer. Alkohol primer merupakan
alkohol yang gugus OH nya terikat pada atom C primer. Sehingga persamaanya
sebagai berikut

C2H5OH(Aq) + HCl (Aq) ZnCl


2 TR

Pada reaksi 2-Butanol dengan lucas ialah terjadi kekeruhan hal ini
menunjukkan bahwa 2-butanol bereaksi dengan pereaksi lucas. Namun lambat hal
ini terjadi karena gugus OH terikat pada atom C sekunder yang mengikat 2 atom C
lainnya sehingga energi ikatannya lebih lemah dan lebih mudah bereaksi dengan
pereaksi lucas. Sehingga harus dibantu dengan pemanasan agar reaksi berjalan
lebih cepat. Dengan persamaan sebagai berikut

C4H10O(Aq) + HCl(Aq) ZnCl


2 C4H9Cl(Aq) + H2O

Pada reaksi t-butil alkohol dengan pereaksi lucas ialah terjadi kekeruhan
hal ini menunjukkan bahwa t-butil alkohol dapat menghasilkan tes positif yaitu
dapat bereaksi dengan pereaksi lucas. Hal ini terjadi karena gugus OH terikat pada
gugus C tersier yang mengikat tiga atom C lainnya. Sehingga energi ikatannya
sangat lemah dan sangat mudah bereaksi dengan pereaksi lucas sehingga tidak
harus dengan pemanasan. Adapun persamaannya sebagai berikut.

C4H10O(Aq) + HCl(Aq) ZnCl2 C4H9Cl(Aq) + H2O

Perinsip uji lucas adalah mengidentifikasi jenis alkohol dengan


menambahkan reagen lucas dimana akan terjadi reaksi substitusi gugus OH
dengan Cl pada reagen sehingga terbentuk alkil klorida yang tidak larut dan
mengendap gugus OH yang lepas bereaksi dengan H+ yang berasal dari reagen yang
membentuk H2O. Sedangkan gugus Cl- mengantarkan tempat OH- membentuk alkil
klorida yang tidak larut.
5.2.3 Reaksi dengan FeCl3
Tabel 2.3
NO Nama Zat Pengamatan Keterangan
1 Etanol Larut dengan FeCl3 Tidak ada cincin
biru
2 2-butanol Terdapat buih buih kecil Tidak ada cincin
biru
3 Fenol Hanya larut sebagian dengan FeCl3 Tidak ada cincin
biru
Reaksi dengan FeCl3 digunakan untuk membedakan alkohol alifatik dengan
alkohol aromatik FeCl3 digunakan untuk membedakan senyawa alkohol dan fenol.
Dari percobaan ini didapatkan bahwa etanol larut dengan FeCl 3, 2-butanol terdapat
buih buih kecil dan fenol hanya larut dengan sebagian FeCl3. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yang ada bahwa FeCl3 mempunyai kemampuan untuk bereaksi
dengan fenol (alcohol aromatic) dan tidak bereaksi dengan alcohol alifatik. Adanya
reaksi ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi ungu kehitaman dan
terbentuk cincin biru. Namun pada percobaan ini tidak terjadi perubahan warna

- Etanol dan FeCl3


C2H5OH (Aq) + FeCl3 (Aq) TR
hal ini dikarenakan kesalahan yang terjadi selama praktikum berlangsung. Adapun
reaksi reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

Tes positif apabila terbentuk cincin biru sampai ungu. Etanol tidak dapat
bereaksi dengan FeCl3 karena rantai alkali pada etanol sangat sederhana sehingga
penampakannya sangat kecil, selain itu etanol merupakan alkohol yang kurang
reaktif terhadap FeCl3 ion Fe tidak mampu mensubstitusi gugus OH atau
mematahkan gugus OH pada etanol dan berkaitan dengan atom C sedangkan fenol
mampu mematahkan gugus –OH yang dimilikinya dengan FeCl3 dan atom H yang
berikatan dengan Cl membentuk produk baru HCl.
5.2.4 Reaksi Esterifikasi
Tabel 2.4
NO Nama Zat Pengamatan Keterangan
1 Etanol Bau spidol Warna tetap bening tapi
larutan habis
2 2-butanol Bau spidol menyengat Warna menjadi kuning
keruh
3 t-butil alkohol Bau cempedak busuk Warna menjadi cokelat
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi
langsung antara asam karboksilat dengan suatu alkohol dengan asam sebagai
katalis. Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi reversible yang sangat lambat. Tetapi bila
menggunakan katalis kesetimbangan reaksi akan tercapai lebih cepat dan proses
pemanasan dalam percobaan ini adalah untuk mempercepat reaksi. Dimana
kenaikan suhu sejalan dengan meningkatnya kecepatan reaski. Dalam percobaan
ini didapatkan pada etanol yang baunya seperti spidol dengan warna bening dan
larutan habis, kehabisan larutan etanol adalah hidrolisis. Adapun persamaan
reaksinya
C2H5OH(Aq) + CH3COOH(Aq) H SO pekat
2 4 CH3COOC2H5(Aq) + H2O(l)

Pada 2-butanol didapatkan baunya seperti spidol namun lebih menyengat


dibandingkan dengan etanol. Warna larutan menjadi kuning kekeruhan.
Persammaanya yaitu

C4H10 (Aq) + CH3COOH (Aq)


H SO pekat
2 4 CH3COOC4Hg(Aq) + H2O(l)

Pada t-butil alcohol didapatkan baunya seperti cempedak busuk dengan


warna larutan menjadi cokelat. Persamaan reaksinya sebagai berikut

C4H10 (Aq)+CH3COOH (Aq)


H SO pekat
2 4 CH3COOC4Hg (Aq)+H2O (l)

VI. Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Untuk menentukan adanya ikatan rangkap pada suatu senyawa dapat
dilakukan dengan Melakukan tes bromine,tes bayer (KMnO 4) dan reaksi
dengan H2SO4 Pekat.
2. Alcohol dengan fenol memiliki sifat fisika yang berbeda. Alcohol dapat larut
dalam air dengan kelarutan yang berbeda beda. Sedangkan fenol tidak
dapat larut dalam air
3. Alcohol dan fenol dapat bereaksi dengan sejumlah zat, namun zat yang
bereaksi dengan alcohol belum tentu dapat bereaksi dengan fenol dan
sebaliknya
4. Fenol dapat bereaksi dengan FeCl3 sedangkan alcohol tidak dapat bereaksi
dengan FeCl3
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah praktikan harus lebih teliti
dan berhati hati lagi, sehingga hasil yang didapat sesuai dengan yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chang,R.2005.Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1..
Jakarta:Erlangga.
Dhinawaty.D dan Ruslin.2015.” Kandungan total polifenol dan aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Metanol Akar Imperta Cylindrica (L) Beauv.
(Alang-alang)”. Jurnal MKB.Vol 47(1):60-64.
Oxtoby,D.W.,P.Gillis dan N.H.Nachtrieb.2001.Kimia Modern Edisi Keempat
Jilid1.Jakarta:Erlangga
Rathod,P.A.,K.L.Wasewar dan C.K.You.2014.”Increased Estirification of
Prponic Acid With Isopropyl Alkohol by Pervaporation Reactor”.Journal
of Chemistry.Vol2(1):1-4.
Sastrohamidjojo,H.2018.Kimia Dasar.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
LAMPIRAN
A. Pertanyaan pra praktek
a. Alkena

1. Apa yang dimaksud dengan senyawa Alkena dan berikan 3 buah contohnya
Jawab :
Alkena merupakan salah satu senyawa hidrokarbon alifatik yang bersifat tidak
jenuh, tetapi cukup bersifat reaktif. Istilah yang digunakan adalah tidak jenuh yang
menandakan bahwa alkena mengandung atom hidrogen yang kurang dari jumlah
semestinya. Jika dihubungkan dengan jumlah atom karbonnya. Gugus fungsi alkena
yang utama adalah adanya ikatan rangkap dua antara karbon (C=C) gugus fungsi ini
sangat mempengaruhi reaksi pada golongan alkena. Secara umum, reaksi yang
dapat terjadi pada alkena dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu reaksi pada
ikatan rangkap dan reaksi diluar ikatan rangkap. Reaksi alkena yang terjadi pada
ikatan rangkap dinamakan reaksi adisi, sedangkan diluar ikatan rangkap dinamakan
reaksi subtitusi.
Contoh :
CH2=CH-CH2-CH3 = 1-Butena
CH2=CH2 = Etena
CH3-CH=CH = 2-Butena

2. Jelaskan beberapa uji yang dapat dilakukan untuk uji senyawa alkana ?
Jawab:
uji bayer meurpakan suatu uji yang dapat dilakukan untuk menunjukkan
kereaktifan Heksana, benzene dan sikloheksana terhadap oksidator KMnO4 sebagai
katalis. Pada uji bayer ini dilakukan dengan mencampurkan alkohol absolute dan
larutan KmnO4 mengoksidasi senyawa tak jenuh. Alkena dan senyawa aromatik
umunya tidak reaktif dengan KmnO4 hilang dan berubah menjadi endapan KmnO4
coklat. Warna ungu dari ion permanganat digantungkan oleh endapan coklat dan
mangan oksida. Reaksi ini digunakan untuk membedakan alkena dan alkana yang
umumnya tidak bereaksi.

b. Alkohol

1. Jelaskan sifat fisika alkohol dan fenol !


Jawab: Alkohol :
- Mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan alkana
- Makin banyak atom C maka semakin tinggi titik didihnya
- BO nya lebih tinggi daripada alkana akan tetapi lebih rendah daripada
air.
Fenol :

- Mempunyai sifat antiseptik, bereaksi dan mengikis


- Memberikan zat-zat warna
2. Tuliskan reaksi – reaksi yang membedakan antara alkohol dan fenol ?
Jawab: etanol :

CH3COOH(aq) + H20(l) ⟶ CH3CH2O(aq) + H20(l)

Sedangkan fenol tidak dapat larut dalam air.

3. Jelaskan uji alkohol dengan menggunakan pereaksi lucas ?


Jawab: prinisp analisis uji lucas adalah membedakan senyawa alkohol
primer,sekunder dan tersier dengan reagen yang terbuat dari campuran ZnCl2 dan
HCl pekat, dimana alkohol primer tidak bereaksi, alkohol sekunder bereaksi sedikir
dan alkohol bereksi dengan cepat hanya pada hitungan detik.
B. DOKUMENTASI
A. Percobaan Tes Bayer (KMnO4)

Gambar1.Endapan coklat

B. Percobaan Reaksi dengan H2SO4 pekat

Gambar 2.H2SO4 pekat dan Alkana

C. Percobaan keasaman dan Kelarutan

Gambar 3.Indikator Universal

D. Percobaan Pereaksi Lucas


Gambar 4.Pereaksi Lucas
E. Reaksi Fenol dengan FeCL3

Gambar 5.Alkohol dan FeCL3

F. Reaksi Esterifikasi

Gambar 6.Memasukan larutan

Gambar 7.Proses Pemanasan


PERCOBAAN VI

TITRIMETRI DAN PENGENDALIAN pH

I. Tujuan

1. Mempelajari dan menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang


mengandung asam.
2. Menstandarisasi larutan penitrasi.
3. Menstandardisasi larutan NaOH.
4. Menggambarkan kurva titrasi.
5. Menentukan tetapan kesetimbangan asam lemah.
6. Menjelaskan pentingnya pengendalian pH terutama pada sistem fisiologi
tubuh.
7. Menguraikan cara mempertahankan pH dalam berbagai macam
penggunaan.
8. Mengenal dengan baik beberapa larutan buffer dari sistem tertentu dan
bagaimana mereka berfungsi.

II. Landasan Teori

Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang


biasa digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan.
Karena pengukuran volume memainkan peranan penting dalam titrasi, maka
teknik ini juga dikenali dengan analisis volumetrik. Analisis titrimetri merupakan
satu dari bagian utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan
hubungan stoikiometri dari reaksi-reaksi kimia.

Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter, yaitu zat yang diketahui
konsentrasi (larutan standar) dan volumenya digunakan untuk mereaksikan
larutan yang dititer yang konsentrasinya tidak diketahui. Dalam titrasi asam-basa
kuat, titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir mencapai 7,
dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya
indikator pH fenolftalein. Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat
transisi warna yang sangat tajam sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir
mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH secara signifikan sehingga terjadilah
perubahan warna dalam indikator secara langsung (Ratna, 2018).

Menurut Syukri (1999), untuk larutan basa, konsentrasi harus


melebihi konsentrasi H+ dalam suatu larutan. ketidakseimbangan tersebut dapat
dibuat melalui dua cara yang berbeda yaitu :
1. Basa dapat berupa hidroksida, yang hanya dapat berdisosiasi untuk
menghasilkan ion hidroksida.
2. Dilakukan dengan mengekstrasi satu ion. Hidrogen dari satu molekul air,
menyisakan satu ion hidroksida. Kekuatan buffer bukan merupakan suatu
yang istimewa, sifat ini hanya merupakan ekspresi dari dua reaksi
ekuilibrum dapat balik mendesak yang terjadi didalam larutan satu donor
proton dan elvepror proton konjugasinya.
Suatu titrasi adalah cara yang sangat berguna untuk menentukan
konsentrasi dari larutan asam-asam dan basa-basa asal saja titik ekuivalennya
dapat ditentukan. Titik ekuivalen terjadi apabila jumlah jumlah yang sama dari
ekuivalen asa dan basa dicampur. pH suatu larutan berubah sewaktu titrasi asam
basa berlangsung dan berapa pHnya pada titik ekuivalen.

Sistem larutan buffer adalah larutan asam lemah atau basa lemah
bersama-sama dengan garamnya. Adapun asam lemah atau basa lemah adalah
asam atau basa yang hanya mengion sedikit.

Garam dari asam lemah ialah garam yang salah satu ionnya sama
dengan ion asamnya. Garam dapat dibuat dengan cara membiarkan asam lemah
bereaksi dengan basa yang sesuai yang terdiri dari kation yang cocok. Contohnya
garam yang terdiri dari ion C3H3O2- adalah garam dari asetat (HC2H3O2).

HC2H3O2+ NaOH NaC2H3O2 + H2O

Sama halnya, Natrium Sianida (NaCN) dan Kalsium Sianida [Ca(CN) 2]


adalah garam dari asam sianida. Kalium Hidrogen Fosfat (K2HPO4), adalah garam
asam hidrogen fosfat dan KH2PO4.

Garam dari basa lemah mempunyai kation yang sama dengan basa.
Contoh garam-garam dari amonium hidroksida, NH4OH (larutan amonium NH3),
ialah amonium klorida, NH4CL dan amonium sulfat, (NH4)2SO4 (Chang, 2005).

Menurut Sunarya (2010), suatu larutan yang mengandung asam


lemah dan garam dari asam itu atau basa lemah dan garam dari basa kuat. Sistem
semacam ini di sebut sebagai larutan buffer (penyangga) karena seedikit
penambahan asam kuat/basa kuat hanya mengubah sedikit pH nya. Contohnya:

H+ + C2H3O2- HC2H3O2

pH nya tidak berubah dengan nyata. Sebaliknya, jika ion hidrogen yang di
tambahkan untuk membentuk lebih banyak molekul hidrogen asetat yang bersifat
basa. Larutan buffer standar dapat di buat dari asam lemah dan garam dari asam
lemah itu. Suatu persamaan untuk menghitung pH dari larutan semacam itu atau
untuk menghitung angka banding asam terhadap garam yang di perlukan untuk
memperoleh larutan dengan pH yang diinginkan pH suatu buffer yang mengandung
asam lemah dapat di hitung sebagai berikut:

Ka = (H+[A])/[A]

[H+] = Ka (H+[A])/[A])

-Log [H+] = -Log Ka- log ([HA]/[A])

pH = pKa-log ([HA]/[A])

pH = pKa + log ([HA]/[A])

Indikator asam basa adalah zat (pewarna) yang warnanya bergantung pada pH
larutan yang ditambahkan. Pemilihan indikator bergantung pada seberapa tinggi
tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan.

Terdapat 2 bentuk indikator asam basa, yaitu:

a. Asam lemah, digambarkan sebagai HIn dan mempunyai satu warna.


b. Basa konjugasi, digambarkan sebagai In- dan mempunyai warna berbeda-
beda.

HIn + H2O H2O+ + In-

warna asam warna basa

Warna larutan bergantung pada proporsi relatif asam dan basa. pH larutan
dapat dikaitkan dengan proporsi relatif ini dan dengan pKa indikator melalui
persamaan yang serupa dengan persamaan:

pH = pKa

Salah satu prinsip penggunaan indikator asam basa pada titrasi adalah untuk
menentukan titik ekuivalennya. Indikator umumnya adalah suatu asam atau basa
organik lemah yang akan berubah warna pada harga daerah ph tertentu. Akan
tetapi tidak semua indikator akan berubah warna pada pH dimana diperkirakan
titik ekuivalen akan tercapai.

Pada kebanyakan titrasi asam basa. perubahan larutan pada titik ekuivalen tidak
jelas. Oleh karena itu, untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator
karena zat indikator memperlihatkan perubahan warna pada pH tertentu,
perubahan warna ini bergantung pada konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
Salah satu indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Indikator fenolftalein ini
memiliki trayek perubahan warna yaitu kuning-biru dan interval pH antara 8,3-
10,0. Senyawa fenolftalein ini tidak berwarna dalam larutuan asam dan senyawa
fenolftalein ini berwarna merah muda dalam larutan basa (Bahadori, 2016).
III. Alat dan Bahan

3.1 Alat

- Erlenmeyer 100 ml
- Erlenmeyer 150 ml
- Gelas piala 50 ml
- Gelas piala 100 ml
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Labu takar 100 ml
- Stopwatch
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Gelas ukur 50 ml

3. 2 Bahan

- Na2S2O3
- Akuades
- HCl
- Asam asetat
- Asam sulfat
- KMnO4
- Asam oksalat
- Pita Mg
IV. Prosedur Kerja
4.1 Penyiapan Larutan NaOH 0,1M
NaOH

Dicuci dan bilas botol 500 ml

Ditimbang 1,6 gram NaOH

Dimasukkan Ke dalam botol

Dilarutkan dengan 400 ml air suling

Dikocok sampai larut

Hasil

4.2 Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M

NaOH

Dicuci buret 50 ml

Dibilas dengan air suling

Ditutup cerat

Dimasukkan sambil diputar buret untuk membasahi

Permukaannya

Dikeluarkan larutan dari buret

Diulangi pembilasan 1-2 kali

Diisi buret dengan larutan NaOH sampai mencapai angka


nol

Dialirkan larutan untuk mengeluarkan pelembung udara

Diisi buret kembali

Hasil
A. Standarisasi larutan NaOH 0,1 M dengan HCl
HCl 0,1 M

Dicuci 3 erlenmeyer 250 ml

Dibilas dengan air suling

Dimasukkan 25 ml HCl 0,1 M ke masing-masing


Erlenmeyer

Dimasukkan 25 air suling dan 3 tetes indikator masing -

masing Erlenmeyer

Dicatat volume awal larutan NaOH pada buret

Dialihkan sedikit demi sedikit larutan NaOH pada


Erlenmeyer

Dicatat volume akhir pada buret

Diisi kembali buret dan titrasi kembali pada Erlenmeyer 2


dan 3

Dihitung molaritas NaOH

Dihitung rata-rata ketiga hasil

Dilakukan standarisasi lagi apabila hasil lebih dari 0,002M

Hasil
B. Standarisasi larutan NaOH 0,1 M dengan KHP
Kalium Hidrogen Ftalat (KHP)

Dicuci 3 erlenmeyer 250 ml

Diisi masing-masing 0,35 gram KHP

Ditambahkan masing-masing 25 air suling

Dikocok sampai larut

Ditambahkan masing-masing 3 tetes indikator PP

Dititrasi masing-masing dengan NaOH sampai terbentuk


warna merah muda

Dicatat volume NaOH pada masing-masing Erlenmeyer

Dihitung molaritas NaOH

Diulangi standarisasi apabila hasil lebih besar dari 0,01M

Hasil

4.3 Menentukan presentase asam asetat dalam cuka


D Asam Cuka

Dicuci 3 erlenmeyer 250 ml

Dimasukkan masing-masing 2 ml asam cuka

Ditambahkan 20 ml air suling dan 3 tetes indikator PP

ke masing- masing Erlenmeyer

Dititrasi dengan larutan NaOH sampai terbentuk warna


merah muda

Dihitung persen massa pada tiap contoh

Diulangi percobaan apabila hasil lebih besar dari 0,05%

Hasil
4.4 Potensiometri

Kalium Hidrogen Ftalat (KHP)

Disiapkan seperangkat alat pH meter

Dikalibrasi dengan larutan buffer ber-pH 5

Ditimbang 5,1 gram KHP

Dilarutkan dengan air suling

Diencerkan dalam labu ukur 250 ml

Dimasukkan larutan encer 50 ml ke dalam gelas piala

Dibuat larutan NaOH 0,1 M untuk standarisasi

Dimasukkan ke dalam buret

Dicatat pH yang terbaca pada skala pH sebelum


penambahan

NaOH dan setelah ditambahkan sebanyak


12,20,30,35,40,45,46,47,48,49,50,5,51,55 dan 60 ml

Diulangi percobaan

Hasil
4.5 Larutan bukan buffer
A. Penentuan pH larutan bukan buffer
Air suling, HCl , NaOH

Diambil 3 tabung reaksi

Diisi tabung 1 dengan 1 ml air suling

Diisi tabung 2 dengan 1 ml larutan HCl 0,0001 M

Diisi tabung 3 dengan 1 ml larutan NaOH 0,0001 M

Ditambahkan 1 tetes larutan HCl 1 M ke dalam masing-


masing dan dicatat pH larutan dengan indikator universal

Hasil

B. Penentuan pH larutan bukan buffer setelah ditambahkan asam


Air suling, HCl , NaOH

Diambil 3 tabung reaksi

Diisi tabung 1 dengan 1 ml air suling

Diisi tabung 2 dengan 1 ml larutan HCl 0,0001 M

Diisi tabung 3 dengan 1 ml larutan NaOH 0,0001 M

Ditambahkan 1 tetes larutan HCl 1 M ke dalam masing-


masing tabung

Dicatat dan ditentukan pH larutan

Hasil
4.6 Larutan buffrer
A. Penentuan larutan buffrer
HC2H3O2 dan NaC2H3O2

Dicampurkan 5 ml larutan HC2H3O2 1 M dengan 5 ml


larutan NaC2H3O2 1 M

Dicatat dn ditentuka pH larutan dengan indikator universal

Hasil

NH4OH dan NH4Cl

Dicampurkan 5 ml larutan NH4OH 1 M dengan 5 ml larutan


NH4Cl 1 M

Dicatat dan ditentukan pH larutan dengan indikator


universal

Hasil

B. Penentuan pH larutan buffer setelah penambahan asam

Larutan buffer dan larutan buffer

Diambil 2 tabung reaksi

Diisi masing-masing tabung 2 ml larutan buffer dan 1 tetes


HCl 1 M

Ditentukan pH larutan

Dibandingkan dengan pH larutan buffer

Hasil
C. Penentuan pH larutan setelah penambahan basa
Larutan buffer dan larutan buffer

Diambil 2 tabung reaksi

Diisi masing-masing tabung 2 ml larutan buffer dan 1 tetes


NaOH 1 M

Ditentukan pH larutan

Dibandingkan dengan pH larutan buffer

Hasil
V. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai titrimetri dan
pengenalian pH. Pada percobaan ini dilakukan standarisasi larutan.
Standarisasi adalah proses untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari
suatu larutan. Standarisasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
titrasi asam basa yaitu proses penambahan larutan standard dengan larutan
asam dan basa. Standarisasi larutan dilakukan dengan menggunakan larutan
standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan yang dibuat dari zat yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Sedangkan
larutan standar sekunder adalah larutan yang zat terlarutnya tidak harus zat
yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Dalam melakukan standarisasi larutan
dilakukan proses titrasi. Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang
terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui
volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Zat peniter (titran) merupakan
larutan standar yang dimasukkan ke dalam buret yang telah diketahui
konsentrasinya. Lalu ada zat yang dititrasi (titrat) merupakan larutan yang
ditempatkan pada Erlenmeyer. Berikut adalah hasil percobaan yang diperoleh
pada percobaan ini.

5.1 Standarisasi dengan larutan HCl

Tabel 1. Standarisasi dengan larutan HCl

No. Ulangan
1 2
1. Volume larutan HCl 25 mL 25 mL
2. Molaritas larutan HCl 0,1 M 0,1 M
3, Mol HCl yang dipakai 0,0025 mol 0,0025 mol
4. Mol NaOH yang didapatkan 0,00025 mol 0,00025 mol
5. Volume NaOH awal 50 mL 44 mL
6. Volume NaOH akhir 44 mL 25 mL
7. Volume NaOH yang ditambahkan 6 mL 19 mL
8. Molaritas larutan NaOH 0,416 M 0,131 M
9. Molaritas larutan NaOH rata-rata 0,273 M 0,273 M
Pada percobaan yang dilakukan ini adalah standarisasi dengan larutan
HCl dan tidak melakukan penyiapan larutan NaOH 0,1 M serta menstandarisasi
larutan NaOH 0,1 M karena telah disediakan di laboratorium. Pada percobaan
ini ditambahkan indikator pp ke dalam larutan yang akan distandarisasi.
Indikator pp adalah pewarna yang berperan sebagai indikator pH, yang
digunakan dalam titrasi asam-basa. Cara kerja indikator pp ini akan berubah
warna menjadi tidak berwarna pada larutan asam dan menjadi warna merah
muda pada larutan basa. Fungsi penambahan indikator pp pada percobaan ini
yaitu sebagai penentu titik ekuivalen, karena indikator pp dapat berubah warna
di sekitar titik ekuivalen. Menstandarisasi larutan HCl bertujuan mengetahui
konsentrasi sebenarnya dari larutan HCl yang digunakan sebagai titran, dan
NaOH yang bertindak sebagai titrat. NaOH merupakan basa kuat sehingga
dapat bereaksi sempurna dengan asam kuat, yaitu HCl. Reaksi yang terjadi
antara HCl dan NaOH menghasilkan garam. Berdasarkan literatur, titik
ekuivalen akan tercapai bila mol zat penitrasi sama dengan mol zat yang
dititrasi, ini berarti mol NaOH sama dengan mol zat HCl. Dari hasil percobaan
di atas, dapat dicari mol HCl dan NaOH dari molaritas yang diketahui. Dari
perhitungan yang dilakukan dapat diketahui bahwa larutan HCl berubah warna
ketika mol HCl = 0,0025 mol. Ketika HCl distandarisasi dengan NaOH maka
akan mengalami perubahan warna. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut.

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)

Adapun struktur indikator pp adalah sebagai berikut :

5.2 Standarisai dengan KHP

Tabel 2. Standarisasi dengan KHP

No. Ulangan
1 2
1. Massa KHP 0,35 g 0,35 g
2. Mol KHP 1,7 x 10-3 1,7 x 10-3
3, Mol NaOH yang dibutuhkan 1,69 x 10 -3 1,7 x 10-3
4. Volume NaOH awal 50 mL 50 mL
5. Volume NaOH akhir 31 mL 30 mL
6. Volume NaOH yang terpakai 19 mL 20 mL
7. Molaritas larutan NaOH 0,089 M 0,085 M
8. Molaritas larutan NaOH rata-rata 0,087 M 0,087 M
Pada percobaan ini dilakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 M dengan
KHP (kalium hydrogen ftalat). Senyawa KHP merupakan larutan standar primer
yang memiliki kemurnian tinggi yang sangat baik untuk penentuan suatu
larutan. Pada percobaan ini ditambahkan indikator pp ke dalam larutan yang
akan distandarisasi. Fungsi penambahan indikator pp pada percobaan ini yaitu
untuk menentukan titik akhir. Pada percobaan ini menstandarisasi NaOH
dengan KHP akan membentuk warna merah muda. Warna merah muda
terbentuk karena pH telah melewati 8,3 artinya larutan telah menjadi basa.
Semakin basa larutan maka semakin merah warna yang ditimbulkan. KHP
merupakan senyawa garam asam, hal inilah yang menyebabkan KHP digunakan
dalam standarisasi larutan NaOH. NaOH merupakan basa kuat, sehingga dapat
bereaksi sempurna dengan asam kuat. Adapun persamaan reaksi pada
percobaan ini adalah sebagai berikut:

NaOH(aq) + KHC8H4O4(aq) KNaC8H4O4(aq) + H2O(l)


5.3 Menentukan persentase asam asetat dalam cuka

Tabel 3. Menentukan persentase asam asetat dalam cuka

No. Ulangan
1 2
1. Volume cuka 2 mL 2 mL
2. Rapatan cuka 1,008 g/mL 1,008 g/mL
3, Massa cuka 2,016 g 2,016 g
4. Volume NaOH awal 50 mL 50 mL
5. Volume NaOH akhir 25 mL 23 mL
6. Volume NaOH yang terpakai 25 mL 27 mL
7. Molaritas larutan NaOH 0,1 M 0,1 M
8. Mol asam asetat 0.0025 mol 0,0027 mol
9. Molaritas asam cuka 1,25 M 1,35 M
Pada percobaan ini reaksi yang dilakukan untuk melakukan analisa
adalah titrasi asam basa. Titrasi bertujuan untuk mencari titik ekuivalen dari
kedua reaktan yang bereaksi, sehingga dapat ditentukan volume reaktan
nantinya. Karena dilakukan 2 kali pengulangan pada percobaan ini ini maka
adanya variasi volume yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi cuka.
Pada percobaan ini ditambahkan indikator pp dengan tujuan penambahan
indikator ini dapat menentukan titik akhir larutan. Berdasarkan literatur, saat
dilakukan titrasi dengan larutan NaOH akan terbentuk warna merah muda.
Warna merah muda terbentuk karena pH larutan telah melewati 8,3 artinya
larutan telah menjadi basa. Dari hasil percobaan yang diperoleh persentase
pada pengulangan pertama adalah 7,44 % dan pada pengulangan kedua
persentase asam asetat dalam cuka adalah 8,03 %. Persamaan reaksi pada
percobaan ini adalah sebagai berikut :

NaOH(aq) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)

5.4 Potensiometri

Tabel 4. Potensiometri

Volume NaoH (mL) pH


Sebelum ditambah NaOH 4
10 mL 5
20 mL 5
30 mL 5
35 mL 5
40 mL 5
45 mL 5
48 mL 5
49 mL 5
50 mL 5
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tunggal terhadap potensial
dari suatu larutan yang diamati, yang diterapkan dengan pengukuran pH. Titik
akhir dalamtitrasi potensiometri dapat dideteksi dengan menentukan volume
mana terjadi perubahan potensial yang relative besar ketika ditambahkan
titran. Reaksi-reaksi yang berperan dalam pengukuran titrasi potensiometri
yaitu reaksi pembentukan kompleks, reaksi netralisasi dan pengendapan, dan
reaksi redoks. Pada percobaan ini seharusnya menggunakan pH meter, berikut
gambar alat:

Gambar 1. pH Meter

Menurut literatur, prinsip kerja pH meter berdasarkan pada perbedaan


potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam
elektroda gelas yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat di dalam
elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari
gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya
relative kecil dan aktif. Dibutuhkan kalibrasi untuk dapat mengukur pH suatu
larutan. Adapun persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

NaOH(aq) + KHC8H4O4(aq) NaKC8H8O4(aq) + H2O(l)

Berdasarkan tabel yang disajikan diatas dapat dibuat grafik hubungan


antara volume NaOH yang tepakai dengan harga pH yaitu sebagai berikut :

Potensiometer
6
5 y = 0.0167x + 4.281
4 R² = 0.4956
pH

3
2
1
0
0 10 20 30 40 50 60
Volume NaOH (mL)

Grafik 1. Hubungan antara volume NaOH dengan pH

Menurut grafik yang disajikan, bahwa ketika volume NaOH yang


digunakan maka harga pH yang tercapai adalah sama besar. Kalium hidrogen
ftalat termasuk senyawa asam yang mana KHP adalah garam asam. Ketika
larutan KHP dititrasi oleh larutan NaOH maka seharusnya harga pH semakin
besar, diketahui bahwa harga pH 5 termasuk asam lemah. Nilai regresi pada
grafik di atas adalah sebesar 0,4956. Dari nilai regresi ini yang didapatkan pada
grafik di atas dapat dikatakan bahwa percobaan yang dilakukan oleh praktikan
tidak sempurna.

5.5 Percobaan pengendalian buffer

Tabel 5. Percobaan pengendalian buffer

Larutan pH (keasaman)
awal setelah setelah
penambahan penambahan
HCl NaOH
A Larutan bukan buffer
1. Air 6 1
2. NaOH 13 1 11
3. HCl 11 1
B Larutan buffer
1. Campuran asam
asetat dan natrium 5 1
asetat
2. Campuran ammonium
hidroksida dan asam 11 13
klorida
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui larutan yang dapat
mempertahankan pH apabila ada upaya untuk menaikkan atau menurunkan
pH dengan penambahan asam dan basa. Pada larutan bukan buffer ketika
ditambahkan asam dan basa pH nya berubah jauh. Sedangkan ketika larutan
buffer ditambahkan asam dan basa pH nya tidak berubah jauh. Dari data di
atas dapat dikatakan bahwa larutan buffer sangat penting dalam pengendalian
pH. Persamaan reaski yang terbentuk pada percobaan ini adalah sebagai
berikut :

NaOH(aq) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)


VI. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan


sebagai berikut :

1. Titrasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi contoh yang belum


diketahui.

2. Larutan standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya.


Larutan penitrasi adalah larutan yang mentitrasi.

3. Larutan NaOH distandarisasi dengan cara titrasi dengan menambahkan


indikator pp.

4. Kurva titrasi adalah grafik yang menghubungkan antara pH larutan dan


volume larutan.

5. tetapan kesetimbangan asam lemah dapat ditentukan melalui


percobaab dab perhitungan data.

6. pH dapat dipertahankan dengan larutan penyangga pada sistem fisiologi


tubuh pH dipertahankan 7,2.

7. pH dipertahankan dengan menggunakan sifat khusus dari larutan


buffer. Larutan buffer mengandung ion garam kesetimbangan asam lemah
atau basa di dalamnya.

8. Contoh larutan buffer adalah CH3COOH dan CH3COONa, NH4Cl dan


NH4OH.
6.2 Saran

Pada percobaan ini sebaiknya dilakukan dengan teliti saat mentitrasi


agar tidak terjadi kesalahan untuk mendapatkan titik ekuivalen.
DAFTAR PUSTAKA
Bahadori, A dan N.G. Maroufi.2016. Volumetric Acid-Base Titration by using of
Natural Indicators and Effects of Solvent and Temperature. Austin
Chromatography. Vol 3(1) : 1-4.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.

Ratna, S.H. 2018. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.)
dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa
Proses. Vol 2(2) : 49-54.
Sunarya, Y. 2010. Kimia Dasar 1. Bandung : Yrama Widya.

Syukuri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung : ITB.


LAMPIRAN

A. Perhitungan
1. Standarisasi dengan larutan HCl
Diketahui VHCl= 25 ml
VNaOH= 6 ml
MHCl = 0,1 M
 V1.M1= V2. M2
25 ml . 0,1 M = 6 ml . M2
M2= 0,1 M . 25 ml
= 0,416 M
 Mol NaOH
n
M 
V
n = M. V
= 0,416 . 6 x 10-3
=2,49 x 10-3
 Mol HCl
n
M 
V
n = M. V
= 0,1 . 0,0252
=0,0025 mol

Diketahui VHCl = 25 ml

MHCl= 0,1 M

VNaOH = 19 ml

 V1.M1= V2. M2
25 ml . 0,1 M = 19 ml . M2
0,1m.25ml
M2 
19ml
= 0,131 M
 Mol NaOH
n
M 
V
n = M. V
= 0,131 . 19 x 10-3
= 2,49 x 10-3 mol
2. Standarisasi dengan KHP
Diketahui MrKHP = 204 g/mol
massa 0,35
molKHP    1,7 x10 3
Mr 204
n
M 
V
1,7 x10 3
M  0,136M
0,0125
 V1.M1= V2. M2
0,0125 . 0,136 = 0,019. M2
0,0125x0,136
M2   0,089M
0,019
 N= m x v
=0,089 x 0,019
=1,69 x 10-3
B. Pertanyaan prapraktek
1. Apa yang dimaksud dengan (a)asam (b) basa (c) titik ekuivalen dan (d)
indikator.
Jawab:
a. Asam adalah senyawa yang mempunyai rasa asam, mengubah kertas
lakmus biru menjadi merah
b. Basa adalah senyawa yang memiliki rasa pahit dan mengubah warna
lakmus dari merah menjadi biru
c. Titik ekuivalen titik dimana konsentrasi asam dan sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan
d. Indikator adalh suatu zat yang digunakan sebagai petunjuk untuk
membedakan larutan asam dan basa

2. Jelaskan perbedaan titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen


Jawab:
Titik akhir titrasi adalah titik dalam suatu titrasi yang mana suatu indicator
berubah warna
Titik ekuivalen adalah ketika zat yang dititrasi tepat bereaksi dengan zat
penetralan

3. Sebanyak 0,7742 g kalium hidrogen sitrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer


dan dilarutkan dengan air suling, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH.
Bila terpakai 33,60 ml larutan NaOh, berapa molaritas larutan NaOh tersebut?
Jawab:
Diketahui KHC6H6O7 + NaOH NaKC6H6O2 + H2O
Ditanya : MNaOH
0,7742
Mol KHC6H6O7 =  3,36  10 3
230
Mol NaOH = mol KHC6H6O7 = 3,36 x 10-3
mol
M NaOH = 1
L

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan (a) kurva titrasi asam basa (b) titik
ekuivalen (c) standarisasi (d) larutan standar primer (e) pH (f)pH meter
Jawab:
a. Kurva titrasi asam basa adalah grafik yang menyatakan hitungan pH
dengan volume liter
b. Titik ekuivalen adalah titik dimana jumlah basa yang ditambahkan
sama dengan jumlah asam yang dinetralkan
c. Standarisasi adalah proses untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan yang ditentukan dengan teliti
d. Larutan standar primer adalah larutan yang diketahui
konsentrasinya
e. pH adalah derajat keasaman yang menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki larutan
f. pH meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur pH suatu
larutan

5. Hitung massa kalium hydrogen ftalat (KHP) untuk menetralisasi 25 ml NaOH


0,1 M dan tulis persamaan reaksinya
Jawab:
Diketahui NaOH = 25 ml
M NaOH = 0,1 M
Ditanya : massa KHP?
Jawab: KHC8H4D4 + NaOH NaKC8H4D4 + H2O
Mol NaOH = m x V
=0,1 x 0,025 = 0,0025 mol
Massa kalium hydrogen ftalat
= mol x Mr
= 0,0025 x 204
= 0, 51 gr

6. Bagaimana membuat 50 ml larutan HCl dengan pH 1 dari larutan HCl 1 M?


Jawab :
pH = 1
pH = - log [H+]
1= - log [H+]
H+ = 10-1
V1. M1 =V2. M2
V1. 1 = 50 . 10-1
V1 = 5 ml
V2 = 50 ml
Vair = V2 –V1 = 45 ml
Cara membuat larutan 5 ml HCl 1 M + 45 ml air

7. Apakah larutan buffer itu? Mengapa larutan buffer itu penting?


Jawab:
Larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan harga pH
walaupun dilakukan penambahan larutan asam atau basa k dalam larutan
tersebut, larutan buffer penting karena dapat mempertahankan harga pH
tertentu sebab mengandung ion garam kesetimbangan asam lemah atau basa
ke dalam larutan tersebut.

8. Berikan definisi untuk asam dan basa lemah


Jawab:
Asam lemah adalah asam yang hanya sebagian kecil yang dapat terionisasi
sedangkan basa lemah adalah basa yang dalam air mengalami ionisasi
sebagian.
9. Jelaskan dengan persamaan reaksi, bagaimana larutan natrium sianida (NaCN)
dengan hydrogen sianida (HCN) berfungsi sebagai buffer
Jawab:
HCN + NaOH NaCN + H2O
HCN H + CN
+ -

NaCN Na+ + CN-


 Jika ditambah asam , ion H+ bereaksi dengan CN- membentuk HCN
(kesetimbangan bergeser ke kiri), maka jumlah H + dalam larutan tetap
 Jika ditambah basa ion OH- bereaksi dengan H+ membentuk H2O
(kesetimbangan bergeser ke kanan), maka HCN terurai menjadi CN- dan ion H+
 Ion H+ diikat oleh OH- ditutupi kembali dari penguraian ion sehingga jumlah
ion H+ tetap

10. Sebutkan beberapa pasangan larutan buffer yang sifat fisiologisnya sama benar
jawab:
HC2H3O2 + NaOH NaC2H3O2 + H2O

KH2PO4 + NaOH KH2PO4 + H2O


e. Pertanyaan Pasca Praktek
1. Apakah hasil standarisasi larutan NaOH dengan menggunakan larutan HCl
dan KHP memberikan hasil yang sama? Bila tidak, berikan komentar Anda.
Jawab:
Tidak, karena HCl merupakan asam kuat, sedangkan KHP merupakan asam
lemah.

2. Komentari hasil analiss asam asetat dalam contoh asam cuka yang Anda
kerjakan.
Jawab :
Dari data yang diperoleh % massa nya adalah

3. Agar titrasi untuk contoh kedua dan ketiga berjalan dengan cepat, tindakan
apa yang dapat Anda lakukan?
Jawab:
Dengan memperkirakan dari contoh pertama, pada volume berapa NaOH
digunakan terjadi perubahan warna

4. Agar titik akhir titrasi mendekati titik ekuivalen, bagaimana caranya? Dan
bagaimana pula pengamantannya untuk titrasi ini?
Jawab:
Melakukan pengamatan yang lebih teliti ketika melakukan tirasi dengan NaOh
dan warnanya tidak pekat

5. Dari semua percobaan, mengapa indicator penting dalam titrasi? Jelaskan


dengan singkat alasan Anda
Jawab:
Karena indicator adalah zat warna yang akan menentukan batas titik
ekuivalen telah terapai, indicator akan berubah warna saat pH berubah.

6. Jika ftalat pada bagian B titrasinya berlebihan dengan NaOH, apakah


kekekliruan dalam bobot KHC8H4O4 pada bagian B atau asam asetat pada
cuka menghasilkan yang positif atau negative? Jelaskan pendapat Anda.
Jawab:
Hasil positif karena bobot asam asetat pada cuka akan bertambah banyak
sehingga persentase asam asetat dalam cuka akan menjadi sedikit.

7. Selesaikan persamaan reaksi berikut:


KHC8H4O4 + NaOH
KHC8H4O4 + NaOH KHC8H4O4Na + H2O

8. Jelaskan pengaruh penambahan larutan asam atau basa terhadap pH


(keasaman) larutan buffer
Jawab:
Penambahan larutan basa terhadap pH larutan buffer adalah tetap
9. Jelaskan dengan persamaan reaksi, mengapa larutan natrium asetat dengan
asam asetat berfungsi sebagai larutan buffer
Jawab:

CH3COOH(aq) + H+ CH3OO-(aq) + H2O(aq)

10. Apa yang disebut kapasitas buffer? Jelaskan dengan contoh


Jawab:
Kapasitas buffer adalah ukuran keefektifan nya dalam menahan perubahan pH
penambahan asam atau basa. Contohnya jumlah mol basa kuat dibutuhkan
untuk mengubah pH 1 liter larutan sebesar 1 pH satuan.
D. Dokumentasi

A. Standarisasi dengan larutan HCl

Dimasukkan 25 mL Dimasukkan 25 mL Ditambah 3 tetes

HCl air suling indikator pp

Dilakukan standarisasi
B. Standarisasi dengan KHP

Diisi 0,35 gr KHP Ditambahkan 25 mL Ditambahkan 3 tetes

Air suling indikator pp

Dilakukan standarisasi

C. Menentukan persentase asam asetat dalam cuka


Dimasukkan 2 mL Ditambahkan 20 mL Ditambahkan 3 tetes

Asam cuka air suling indikator pp

Dititrasi sampai terbentuk warna merah muda


D. Potensiometri

Diisi 5,1 gr KHP Dilarutkan dengan air Diencerkan dalam

Suling labu ukur

Dicatat pH yang terbaca

Anda mungkin juga menyukai