Anda di halaman 1dari 25

PRAKTIKUM FISIKA DASAR 2

O.2
INDEKS BIAS PRISMA

Disusun Oleh :
Jurusan : MIPA
Prodi : Kimia
Asisten Laboratorium : Poni Dwimanda (F1C317021)

LABORATORIUM ENERGI REKAYASA DAN MATERIAL II


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prisma merupakan dua zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar.
Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian
disebut sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai
pada pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada
bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari
zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca ke udara. Sehingga
seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokkan arah
dari arah semula.
Prisma dapat digunakan untuk menguraikan cahaya ke dalam berbagai
warna. Karena indeks bias sebuah medium bervariasi tergantung pada panjang
gelombang, warna-warna cahaya yang berbeda membias dengan cara yang
berbeda. Dalam hampir semua warna, merah dibiaskan paling dekat dan biru
dibiaskan paling jauh. Banyaknya gelombang puncak yang meninggalkan udara
setiap detik akan sama dengan yang masuk ke dalam air. Sehingga frekuensinya
akan sama dalam kedua medium. Berpangkal pada penjalaran cahaya dalam
medium, secara garis lurus berkas cahaya akan jatuh pada suatu permukaan
dengan sudut tertentu.
Prisma berhubungan dengan indeks bias. Indeks bias merupakan
perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dibandingkan
dengan kecepatan cahaya pada suatu medium. Alat untuk mengukur indeks bias
disebut refrakrometer. Jenis-jenis indeks bias ada dua, yaitu indeks bias mutlak
dan indeks bias relatif. Indeks bias mutlak memiliki pengertian sebagai
perbandingan antara kecepatan cahaya di ruang hampa pada suatu medium.
Sedangkan indeks bias relatif merupakan perbandiang indeks bias mutlak dari dua
buah medium. Pengelompokkan atau macam-macam indeks bias ini sebenarnya
dapat lebih luas bila dilihat dari mediumnya seperti pada optik terdapat indeks
bias inti dan indeks bias selubung. Jika melalui suatu medium maka cahaya
merambat di dalam suatu bahan, kelajuannya akan turun sebesar suatu faktor yang
ditentukan oleh karakteristik bahan yang digunakan. Pengukuran indeks bias
dapat digunakan untuk menemukan parameter fisika konsentrasi. Apabila cahaya
melintasi dari suatu materi ke yang lainnya dimana indeks biasnya lebih kecil,
cahaya dibelokkan menjauhi garis normal, pada sudut datang tertentu, sudut bias
akan berhimpitan dengan permukaan.
Seperti yang telah dibahas di atas, bahwa kecepatan cahaya di ruang
hampa lebih cepat daripada kecepatan cahaya di medium tertentu, sehingga nilai
indeks ini selalu lebih dari satu. Semakin tinggi nilai indeks bias suatu medium
maka semakin besar cahaya dibelokkan oleh medium tersebut. Begitupun
sebaliknya, semakin kecil nilai indeks bias suatu medium maka semakin kecil
besar cahaya dibelokkan oleh medium tersebut.
Pada praktikum kali ini akan digunakan alat berupa spektrometer.
Spektrometer merupakan alat untuk mengukur panjang gelombang dengan akurat,
dengan menggunakan kisi difraksi atau prisma untuk memisahkan panjang
gelombang yang berbeda. Prinsip kerja dari spektrometer ini yaitu cahaya dari
sumber melewati celah sempit pada kolimator, sehingga cahaya jatuh pada
prisma, cahaya dapat terlihat dengan mengatur fokus pada teleskop dan
diposisikan pada sudut yang sesuai dengan puncak difraksi dan panjang
gelombang yang dipancarkan sumber. Sudut dapat diukur dengan ketepatan tinggi
ditentukan sampai ketepatan tinggi sehingga panjang gelombang sebuah garis
dapat ditentukan sampai ketepatan tinggi.
Penggunaan indeks bias dalam kehidupan sehari-hari seperti saat melihat
permukaan kolam renang yang terlihat dangkal atau pensil yang terlihat bengkok
saat berada di dalam gelas yang berisi air, hal ini disebabkan oleh adanya
pembiasan cahaya. Tujuannya dilakukan praktikum ini agar praktikan dapat
mengetahui lebih jelas mengenai indeks bias prisma dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari .

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari cara menggunakan spectrometer
2. Menentukan indeks bias prisma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fisika klasik adalah ilmu fisika yang mempelajari tentang hukum-hukum


yang berlaku pada benda yang dapat kita lihat dan rasakan. Sedangkan fisika
modern adalah ilmu fisika yang membahas tentang hal-hal yang tidak dapat
dijangkau oleh panca indera kita, misalnya atom dan lubang hitam.
Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada
suatu medium.
Secara sistematis, Indeks bias dapat ditulis :
C
n=
Vp

Dimana : n = indeks bias ; C = kecepatan cahaya dalam ruang hampa ; Vp =


Cepat rambat cahaya pada suatu medium
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian
cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru
sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada sudut datang.
Hubungan analitis antara θ1 dan θ2 ditemukan secara eksperimental pada sekitar
tahun 1621 oleh Snell (1591 – 1626). Hubungan ini dikenal sebagai hukum Snell
dan dituliskan :
n 1 sinθ 1=n 2sin θ 2
θ1 adalah sudut datang dan θ2 adalah sudut bias keduanya diukur terhadap
garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media. n1 dan n2 adalah indeks-
indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias pada bidang yang
sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan. Hukum Snell
merupakan dasar hukum pembiasan. Jelas dari hukum Snell bahwa 1 ⋗ n 2 , maka
θ 1>θ 2 artinya, jika cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan
lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika
n 1 ⋗ n 2 maka θ 1> θ 2 , sehingga berkas dibelokkan menjadi normal.
Sampai pada zaman Isaac Newton (1642- 1727), sebagian besar ilmuan
berpikir bahwa terdiri dari aliran pertikel-partikel (dinamakan benda-benda kecil
atau Corpuscles) yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Galileo dan orang-orang
lain mencoba (tetapi tidak berhasil) untuk mengukur laju cahaya. Sekitar tahun
1665, bukti mengenai sifat-sifat gelombang dari cahaya mulai ditemukan.
Laju cahaya dalam ruang hampa adalah sama untuk panjang semua
gelombang. Tetapi laju cahaya tersebut dalam zat material berbeda
kebergantungan laju gelombang dan indeks refraksi pada panjang gelombang
dinamakan dispersi (dispesion). Deviasi (Perubahan arah) yang dihasilkan oleh
prisma itu bertambah dengan indeks refraksi dan frekuensi yang semakin
bertambah dan panjang gelombang semakin berkurang. Cahaya violet merupakan
cahaya yang paling banyak dideviasikan. Banyaknya dispersi bergantung pada
beda antara indeks-indeks refraksi untuk cahaya violet dari cahaya merah. sebuah
pilihan yang lebih baik dari material untuk sebuah prisma yang tujuannya
menghasilkan sebuah spektrum. Cahaya putih biasa merupakan superposisi dari
gelombang dengan panjang gelombang yang membentang melalui seluruh
spektrum tampak (Young dan Freedman, 2004 : 144-165).
Gelombang koheren (bias cahaya, suara atau gangguan-gangguan pada
senar) adalah gembang yang lain, yang memiliki bentuk yang sama, frekuensi
yang sama dan perbedaan fase yang tetap (yaitu jumlah dimana puncak-puncak
dari satu gelombang yang berada didepan atau dibelakang puncak-puncak
gelombang lain tidak berubah dengan waktu). Fase relatif dari dua gelombang
koheren yang bergerak pada garis yang sama menentukan posisi-posisi relatifnya
pada gars tersebut. Jika puncak-puncak suatu gelombang jatuh pada puncak-
puncak gelombang yang lain, maka gelombang tersebut sepenuhnya sefase. Jika
puncak-puncak gelombang jatuh pula, lembah-lembah gelombang yang lain,
gelombang-gelombang tersebut berbeda fase 180° (atau setengah panjang
gelombang). Efek interferensi terjadi ketika dua atau lebih gelombang yang
koheren saling tumpang tindih (overlap).
Difruksi mengacu pada penyimpanan (deviasi) dari perambatan garis lurus
yang terjadi ketika suatu gelombang bergerak melewatisuatu penghalang parsial.
Difraksi fraunhofer celah tunggal : ketika sinar-sinar cahaya sejajar dengan
panjang gelombang x datang tegak lurus terhadap sebuah celah dengan lebar D,
suatu pola difraksi tampak dibelakang celah tersebut. Pada sebuah layar yang
sangat jauh, daerah yang gelap penuh tampak pada sudut θm terhadap berkas sinar
yang menembus lurus, dimana :

m' λ=D sin θ m'

Prinsip Huggens dinyatakan sebagai berikut:


“Setiap titik pada muka gelombang dapat dianggap sebagai sumber
gelombang-gelombang kecil yang menyebar maju dengan laju yang sama dengan
laju gelombang itu sendiri. Maka gelombang yang baru merupakan sampul dari
semua gelombang-gelombang kecil tersebut yaitu, tangen (garis singgung) dari
semua gelombang tersebut (Giancoli, 2001 : 166-167).
Pembiasan cahaya didefinisikan sebagai pembelokan arah berkas cahaya
jika berkas cahaya tersebut melewati bidang batas antara dua medium tembus
cahaya yang berbeda kerapatan optiknya. Bila berkas cahaya menembus antar
muka antara dua media yang berbeda misalnya udara dan kaca terjadilah
pembengkokan ini tergantung pada indeks bias kaca. Indeks bias ini berbeda-beda
menurut panjang gelombang cahaya. Akibatnya bervariasinya indeks bias dengan
panjang gelombang itu, prisma mampu mendispersikan atau menebarkan berkas
cahaya putih menjadi suatu spektrum.
Menurut
n 1 sinHukum Snellius
Ip=n2 sin r

dengan r + Ip=90 atau r=90−Ip

Sehingga dapat dituliskan

n 1 sin Ip=n2 sin ( 90−Ip )

Seberkas cahaya alamiah dijatuhkan pada permukaan bidang batas dua


medium. Sebagian cahaya akan mengalami pembiasan dan sebagian lagi
mengalami pemantulan. Sinar bias dan sinar pantul akan terpolarisasi sebagian.
Jika sudut datang (I) disebut sudut polarisasi (Ip) karena sinar yang terpantul
mengalami polarisasi sempurna atau terpolarisasi linear.
Sudut deviasi dipengaruhi oleh indeks bias dan sudut pembias prisma.
Indeks bias prisma tergantung pada jenis bahan prisma dan pada jenis sinar yang
datang. Akibat berbedanya indeks bias prisma untuk berbagai sinar maka ketika
maka sinar matahari (sinar putih) datang pada suatu prisma, sinar tersebut akan
terurai berbagai macam-macam warna. Sinar ungu akan terdeviasi paling besar
karena indeks biasanya terbesar. Sedangkan yang terkecil adalah sinar merah.
Indeks untuk warna merah dan ungu dari beberapa bahan bening
(transparan). Tampak bahwa indeks bias untuk warna ungu lebih besar dan pada
indeks bias untuk warna merah nm. Sebab itulah urutan pelangi adalah merah
dahulu disebelah atas kemudian berturut-turut sampai dengan ungu, persis seperti
yang ditampilkan oleh dispersi prisma. Lebar spektrum pelangi yang terjadi
disebut sebagai sudut dispersi. Pada sudut dispersi itulah yang dapat diukur dalam
indeks bias (Tipler, 2001 : 177-178).
Terdapat beberapa sifat cahaya diantara pembiasan cahaya melalui prisma.
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila seberkas
cahaya datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai
bidang pembias I, berkas sinar akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai
pada bidang pembias II, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada
bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal sebab sinar datang dari
zat optik yang kurang rapat ke zat optik lebih rapat, yaitu dari udara ke kaca.
Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjauhi garis normal sebab
sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat, yaitu dari kaca ke
udara. Akibatnya, seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami
pembelokkan arah (Kunlestiowati, 2016 : 2-3).
Salah satu besaran yang digunakan dalam berbagai instrumen dengan
bermacam-macam konfigurasi untuk penentuan sifat optik bahan termasuk bahan
cair adalah indeks bias. Prinsip pengukuran indeks bias dengan menggunakan
prisma berongga ini pada dasarnya berbasis pada prinsip pembiasan cahaya
melalui 2 medium dengan kerapatan (indeks bias) berbeda. Sudut deviasi d adalah
sudut yang dibentuk oleh perpotongan dari perpanjangan garis penjalaran cahaya
bias yang meninggalkan prisma pada sisi permukaan keluar prisma berongga.
Sudut deviasi minimum adalah sudut penyimpangan berkas cahaya dari arah
datang awal berkas cahaya ketika sudut masuk berkas cahaya datang pada
permukaan sisi masuk prisma sama dengan sudut keluar cahaya pada sisi
permukaan keluar prisma (Idris, 2017 : 40-41).
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1. Spektrometer berfungsi untuk mengamati spektrum cahaya yang
terurai setelah melewati suatu medium.
2. Lampu natrium atau Hg sebagai sebagai sumber cahaya.
3.1.2. Bahan
1. Prisma sebagai pengurai cahaya
3.2. Skema Kerja
3.2.1. Pengukuran sudut pembias prisma
1. Dicari skala pada saat teropong dan sumber cahaya berada pada satu
garis lurus (titik nol).
2. Diletakkan prisma dengan sudut pembias A menghadap ke sumber
cahaya dengan sudut datang sembarang.
3. Dicari sinar pantul dari kedua sudut pembias menggunakan teropong.
Jika besar sudut antara kedua sinar pantul adalah  maka :
1
A= θ
2
4. Dicari sinar bias yang keluar dari prisma menggunakan teropong,
dicatat skala sudut. Nilai n dengan persamaan :
n=√ sin ² d +¿ ¿
5. Diulangi langkah 2-5 untuk sudut pembias prisma lainya (sudut B, C).
3.2.2. Metode sudut deviasi minimum
1. Diletakkan prisma sehingga salah satu sudut pembias menerima
cahaya dengan sudut datang sangat besar, tetapi lebih kecil dari 90̊
(perhatikan sinar 1).
2. Dicari sinar keluar (berupa spektrum) dari prisma.
3. Diputar meja prisma sehingga sudut datang berkurang, bersama
dengan itu diputar teropong dengan arah yang sama, jaga bayangan
agar tetap ada dalam penglihatan.
4. Diputar terus prisma dan teropong sampai spektrum bergerak berbalik
arah terhadap arah perputaran prisma.
5. Dicatat besar sudut pada saat spektrum berbalik arah.
6. Diambil prisma tersebut lalu digerakkan teropong untuk mendapatkan
cahaya langsung dari sumber, dicatat sudut itu.
7. Dilakukan langkah 1-7 untuk sisi prisma lainnya.
8. Dilakukan langkah A dan B untuk jenis prisma lainya.
3.3. Skema Alat
1. Spektrometer
2 3 4 5 6 7

Keterangan :
1. Lensa
2. Teleskop
3. Kolimator
4. Prisma
5. Skala Vermer
6. Celah
7. Lensa mata
2. Lampu Natrium

1
2
3

Keterangan :
1. Penyokong
2. Elektroda
3. Tabung gas
4. Bohlam
5. Kaki
3. Lampu Hg

Keterangan :
1. Bola lampu
2. Kaki
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Keadaan Laboratorium Sebelum Percobaan Sesudah Percobaan
Suhu 29°C 30°C
Kelembaban Relatif 94% Rh 88% Rh

4.1.1 Pengukuran indeks bias prisma sudut 30°


No. Warn T0 T1 T2 ϴ A Tp d n
a
1. Hijau 30° 349 169 180 90 10 20 1,34
2. Biru 30° 349 169 180 90 8,5 21,5 1,37

4.1.2 Pengukuran indeks bias prisma sudut 45°


No. Warna T0 T1 T2 ϴ A Tp d n
1. Orang 45° 9 180 171 85,5 18 27 1,88
e
2. Merah 45° 353 170 183 91,5 27,5 17,5 1,93

4.1.3 Pengukuran indeks bias prisma sudut 60°


No. Warna T0 T1 T2 ϴ A Tp d n
1. Ungu 60° 7 187 180 90 18,5 41,5 1,66
2. Kunin 60° 10 190 180 90 28 32 1,53
g

4.2 Perhitungan
4.2.1 Sudut 30°
1
X 1 =θ=T 1 −T 2 A= θ
2 d=To−Tp
1
= 180
=349−169 2 =30−10
=180 =90 =20
n=√sin 2 d +(1+sin d cot A )2
n=√sin 2 20+(1+sin 20 cot 90 )2
n=√0 ,12+(1+0 ,34 (0))
n=0 ,34 +1
n=1, 34
1
X 2 =θ=T 1 −T 2 A= θ
2 d=To−Tp
1
= 180
=349−169 2 =30−8,5
=180 =90 =21,5
n=√sin 2 d +(1+sin d cot A )2
n=√sin 2 21 ,5+(1+sin 21,5 cot 90 )2
n=√0 ,13+(1+0,37(0))
n=0 ,37 +1
n=1,37
4.2.2 Sudut 45°
1
X 1 =θ=T 2 −T 1 A= θ
2 d=To−Tp
1
= 171
=180−9 2 =45−18
=171 =85,5 =27
n=√sin 2 d +(1+sin d cot A )2
n=√sin 2 27+(1+sin 27 cot 85,5 )2
n=√0 ,21+(1+0 ,45(0 ,97 ))
n=0 ,46+1 ,42
n=1,83
1
X 2 =θ=T 1 −T 2 A= θ
2 d=To−Tp
1
= 183
=353−170 2 =45−27,5
=183 =91,5 =17,5
n=√sin 2 d+(1+sin d cot A )2
n=√sin 2 17,5+(1+sin 17 ,5cot 91,5)2
n=√0 ,09+(1+0,30(0,78))
n=0,3+1,234
n=1,534
4.2.3 Sudut 60°
1
X 1 =θ=T 2 −T 1 A= θ
2 d=To−Tp
1
= 180
=187−7 2 =60−18,5
=180 =90 =41,5
n=√sin 2 d +(1+sin d cot A )2
n=√sin 2 41,5+(1+sin 41,5 cot 90)2
n=√0 ,44+(1+0 ,66(0))
n=0,66+1
n=1,66
1
X 2 =θ=T 2 −T 1 A= θ
2 d=To−Tp
1
= 180
=190−10 2 =60−28
=180 =90 =32
n=√sin 2 d +(1+sin d cot A )2
n=√sin 2 32+(1+sin 32 cot 90)2
n=√0 ,28+(1+0 ,52(0 ))
n=0 ,53+1
n=1, 53

4.3 Ralat x
4.3.1 Pengukuran Sudut 30º
x x−x́ ( x−x́ )2
1,34 -0,015 2,25 x 10-4
1.37 0,015 2,25 x 10-4
x́=¿ 1,355 ( x−x́ )2 = 4,5 x 10-4
2
RM
RM ¿ ∑ n−ń
(

n−1
)
RN ¿

× 100 %

4,5 x 10− 4 2,12 x 10−2


¿
√ 2−1
¿
1,355
×100 %

¿ 2,12 x 10−2 ¿ 1,56 %

4.3.2 Pengukuran Sudut 45º


x x−x́ ( x−x́ )2
1,88 0,175 3,06 x 10-4
1,53 - 0,175 3,06 x 10-4
x́=¿ 1,705 ( x−x́ )2 = 6,12 x 10-4
2
RM
RM ¿ ∑ n−ń
(

n−1
)
RN ¿

× 100 %

6,12 x 10−4 2,47 x 10−2


¿
√ 2−1
¿
1,705
× 100 %

¿ 2,47 x 10−2 ¿ 1,45 %

4.3.3 Pengukuran Sudut 60º


x x−x́ ( x−x́ )2
1,66 0,068 4,624 x 10-4
1,53 - 0,062 3,844 x 10-4
x́=¿ 1,592 ( x−x́ )2 = 8,468 x 10-4
2
RM
RM ¿ ∑ n−ń
(

n−1
)
RN ¿

× 100 %

8,468 x 10−4 9,20 x 10−2


¿
√ 2−1
¿
1,592
× 100 %

¿ 9,20 x 10−2 ¿ 5,78 %


4.4 Pembahasan
Pada praktikum ini telah dilakukan percobaan dengan judul “Indeks Bias
Prisma”. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara menggunakan
spektrometer dan dapat menentukan indeks bias prisma. Pembiasan cahaya adalah
pembelokan arah rambat cahaya saat melewati dua medium yang memiliki rapat
optik yang berbeda. Pembiasan akan terjadi ketika kecepatan cahaya berbeda pada
setiap medium. Untuk menentukan indeks bias prisma ini digunakan alat yang
bernama spektrometer. Spektrometer adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur panjang gelombang cahaya.
Spektrometer menggunakan prisma untuk mendispersikan cahaya yaitu
pembelokan cahaya dari beberapa panjang gelombang berbeda menjadi sudut-
sudut yang berbeda. Dalam bidang astronomi dan beberapa cabang ilmu fisika
kimia, spektrometer adalah alat yang digunakan untuk mengamati dan mengukur
sudut deviasi cahaya datang karena pembiasan dan dispersi. Dengan
menggunakan hukum Snellius, indeks bias prisma untuk panjang gelombang
tertentu atau warna tertentu untuk dapat ditentukan.
Adapun rumusan hukum pemantulan cahaya yang dikemukakan oleh
Willebrord Snellius adalah sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak
oada suatu bidang datar; sudut datang sama dengan sudut pantul; dan sinar datang
tegak lurus cermin akan dipantulkan kembali. Adapun prinsip kerja dari
spektrometer yang digunakan pada praktikum adalah cahaya yang digunakan
lewat celah sempit ruang disebut dengan kalimator. Kalimator ini merupakan
fokus lensa sehingga cahaya yang diteruskan akan bersifat sejajar, kemudian
diteruskan ke sisi untuk kemudian ditangkap teleskop yang posisinya dapat
digerakkan. Pada posisi teleskop tertentu yaitu pada sudut ( θ ), merupakan
posisi yang sesuai dengan terjadinya pola terang (pola maksimum).
Cahaya yang masuk melalui sumber akan melalui sebuah celah sempit
atau slit (s) pada sebuah kalimator. Cahaya ini kemudian menuju prisma yang
digunakan untuk mendispersikan cahaya menjadi cahaya warna-warni seperti
pelangi. Kumpulan cahaya itu disebut dengan spektrum. Lebar spektrum yang
dihasilkan itu tergantung pada selisih sudut deviasi. Untuk melihat spektrum
cahaya yang tersebar harus memposisikan diri pada sudut ( θ ) yang tepat.
Semakin besar sudut datang maka sudut deviasinya semakin besar dan begitu pula
sebaliknya jika semakin kecil sudut datang maka sudut deviasi yang dihasilkan
akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan sudut sinar datang berbanding lurus
dengan sudut deviasi.
Pada percobaan ini seharusnya menggunakan lampu Hg dan lampu Na,
tetapi karena tidak ada lampu Hg maka hanya digunakan lampu Na. Lampu Hg
berwarna putih dan tergolong lampu pijar yang didalamnya berisi unsur halogen
diantaranya iodida. Gelas lampu atau bola lampu yang digunakan umumnya jenis
gelas keras yang mampu menahan hingga suhu 250 °C . Lampu Hg yang lebih
dikenal sebagai lampu raksa adalah lampu yang menggunakan raksa dalam
keadaan terusik untuk menghasilkan cahaya. Lampu raksa biasanya digunakan
karena efisiensi yang relatif tinggi. Bola lampu yang berlapis fosfor memberikan
wana cahaya yang lebih baik daripada lampu natrium. Lampu raksa juga
memberikan umur penggunaan yang lebih panjang, selain itu juga memberikan
penyinaran yang kuat dan berpusat.
Sedangkan lampu Na berwarna kuning, lucutan gas yang menggunakan
natrium dalam keadaan terusik untuk menghasilkan cahaya. Natrium di dalam
lampu akan menjadi gas setelah pemanasan pada waktu kerja awal. Lampu seperti
ini memancarkan cahaya pada hanya satu jalur spektrum dominan dan karenanya
sangat mudah dioopis. Cahaya polikromatik (cahaya putih) dapat terdispersi
menjadi cahaya monokromatik (cahaya berwarna-warni) bila dilewatkan pada
sebuah prisma. Spektrum-spektrum warna yang terbentuk dapat diamati melalui
spektrometer. Dengan mengetahui skala kedudukan teropong (sudut deviasi
minimum) dan sudut bias prisma, maka secara matematis indeks bias prisma dapat
diketahui.
Adapun mekanisme lampu gas baik Hg maupun Na memancarkan cahaya
polikromatik. Pada saat sistem dihubungkan dengan sumber tegangan maka lampu
gas akan mengalami pemanasan oleh tegangan listrik. Pemanasan ini
mengakibatkan elektron yang berada pada atom-atom lampu gas baik Hg maupun
Na menjadi terensitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi disebabkan elektron-
elektron ini mendapat energi tambahan akibat pemanasan tersebut. Pembacaan
skala kedudukan teropong dilakukan dua kali, dari sisi kanan dan sisi kiri. Hal ini
bertujuan untuk meminimalisir kesalahan pembesaran skala. Dengan pembacaan
dua sisi diharapkan ketelitian dalam membaca skala hingga di dapatkan data yang
akurat.
Dari data hasil percobaan maka didapatkan bahwa cahaya dari lampu Na
yang sifatnya polikromatik diuraikan menjadi cahaya monokromatik yaitu ungu,
biru, hijau, kuning dan merah. Karena pada saat cahaya dari lampu Na telah
disejajarkan dengan pengaturan pada letak dan celah kalimator lalu cahaya
diarahkan ke prisma kemudian cahaya mengalami pembiasan dari medium udara
ke kaca prisma lalu ke udara yang ada di dalam prisma. Dari teleskop pada
spketrometer, penguraian cahaya ini dapat dilihat dalam bentuk direkret cahaya
dimanatiap warna memiliki cahaya uraian yang lebih halus yang dinamakan
duplet (dua cahaya halus).
Pada percobaan ini didapatkan ralat masing-masing sudut yang cukup

besar. Untuk sudut 30° didapatkan ralat mutlak sebesar 2,12x10-2 dengan ralat

nisbi sebesar 1,56 %. Untuk sudut 45° didapatkan ralat mutlak sebesar 2,47x10-2

dengan ralat nisbi sebesar 1,45 %. Untuk sudut 60° didapatkan ralat mutlak
sebesar 9,20x10-2 dengan ralat nisbi sebesar 5,78 %. Adapun beberapa faktor
pengaruh hasil pada percobaan ini terjadi karena fokus dari teropong mengalami
pergeseran atau tidak terlalu fokus pada spektrum warna sehingga sudut deviasi
yang didapatkan terlalu besar, akibatnya nilai yang didapatkan menjadi besar juga.
Hal ini juga dapat terjadi karena disebabkan letak dan celah kalimator yang
semula sudah diatur dengan benar mengalami pergeseran. Jika terjadi pergeseran
sedikit saja pada kalimator maka dapat mempengaruhi sudut deviasi yang
terbentuk karena sudut pelurus dari kalimator sudah berubah.
Pengaruh cahaya luar dapat menyebabkan pembiasan pada prisma terjadi
pergeseran sehingga tidak sesuai dengan pergeseran aslinya dan mempengaruhi
spektrum dari penguraian warna lampu Na, cahaya tersebut dapat membuat
spektrum warna yang terbentuk kurang begitu akurat. Dari hasil percobaan dapat
dilihat bahwa indeks bias prisma memberikan nilai yang berbeda-beda pada
masing-masing warna dan panjang gelombang. Semakin panjang gelombang
cahayanya maka akan semakin besar indeks biasnya dan sebaliknya juga semakin
pendek gelombang cahayanya maka akan semakin kecil indeks biasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, D. C. 1998. Fisika Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.


Idris, N., Sarna., Maswati dan D. Susiliyani. 2017. “Pengembangan alat ukur
indeks bias menggunakan prisma berongga dari lembaran kaca komersial
biasa dan laser He-Ne untuk pengujian kualitas minyak goreng”. Jurnal
risalah fisika. Vol 1(2) : 40-41.
Kunlestiowati, H., N. Yuningsih dan W. Martono 2016. “Penentuan sudut deviasi
minimum prisma melalui peristiwa pembiasan cahaya berbantuan
komputer”. Jurnal pendidikan informatika dan sains. Vol 8(1) : 2-3.
Tipler, P. A. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga.
Young, H. D dan R. A. Freedman. 2004. Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Dalam menggunakan spektrometer digunakan rahang geser mencari titik
fokus cahaya dan membawa skala yang ditunjukkan ketika cahaya
diperoleh.
2. Untuk menentukan indeks bias prisma pada percobaan A digunakan
persamaan :

n=√ sin ² d +¿ ¿

Sedangkan untuk menentukan besar sudut deviasi minimum pada


percobaan B digunakan rumus :
sin ½(Dm+ A)
n=
sin ½ A

5.2 Saran
Agar keefisienan dalam menjalankan praktikum diharapkan alat-alat yang
digunakan lebih diperhatikan tingkat keefisienannya. Karena alat juga
menggunakan umur. Semakin baik alatnya maka semakin akurat proses
pengukurannya.
EVALUASI AKHIR
1. Tentukan sudut A, B, C
Jawab :
Sudut A (30°) = T1 – T2 = 349 – 169 = 180
Sudut B (45°) = T2 – T1 = 180 – 9 = 171
= T2 – T1 = 353 – 170 = 183
Sudut C (60°) = T2 – T1 = 187 – 7 = 180
= T2 – T1 = 190 – 10 = 180

2. Tentukan sudut deviasi minimum


Jawab :
Sudut A (30°)
Dm = T0 – TP = 30 – 10 = 20
= T0 – TP = 30 – 8,5 = 21,5
Sudut B (45°)
Dm = T0 – TP = 45 – 18 = 27
= T0 – TP = 45 – 27,5 = 17,5
Sudut C (60°)
Dm = T0 – TP = 60 – 18,5 = 41,5
= T0 – TP = 60 – 28 = 32

3. Hitung n prisma dengan dua metode, bandingkan hasilnya


Jawab :
Sudut 30°
n 1 = √ sin2 d+(1+ sin d cot A)2

= √sin 2 20+ (1+ sin 20 cot 90)2


= √ 0,12+ ( 1+0,34×0 )
=1,34
n 2 = √ sin2 d+(1+ sin d cot A)2

= √sin 2 21,5+ (1+ sin 21,5 cot 90)2


= √0,13 +(1+0,37×0)
=1,37
Sudut 45°
n 1 = √ sin2 d+(1+ sin d cot A)2

= √sin 2 27+ (1+ sin 27 cot 85,5)2


= √ 0,21+(1+0,45×0,97)
=1,88
n 2 = √ sin2 d+(1+ sin d cot A)2

= √sin 2 17,5+ (1+ sin 17,5cot 91,5)2


= √ 0,09+(1+0,30×0,78)
=1,534
Sudut 60°
n 1 = √ sin2 d+(1+ sin d cot A)2

= √sin 2 41,5+(1+ sin 41,5cot 90)2


= √ 0,44 +(1+0,66×0)
=1,66
n 2 = √ sin2 d+(1+ sin d cot A)2

= √sin 2 32+ (1+ sin 32cot 90) 2


= √ 0,28+(1+0,52×0)
=1,53
Hasil n tidak bisa dibandingkan, karena praktikan hanya melakukan metode
pengukuran sudut pembias prisma.

4. Buatlah analisis dan berikan kesimpulan


Jawab : Dalam indeks bias ini, dapat digunakan dua metode yaitu pengukuran
sudut pembias prisma dan metode sudut deviasi minimum. Sumber cahaya
yang digunakan pada metode pengukuran sudut pembias digunakan lampu
natrium yang berwarna orange.
PERTANYAAN
a. Apa yang dimaksud oleh : indeks bias, deviasi sudut, deviasi minimum,
relaksasi, refleksi, dispersi dan daya dispersi ?
Jawab :
- Indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang
hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium.
- Deviasi sudut adalah sudut apit yang dibentuk oleh perpanjangan,
perpotongan sinar masuk(datang) mula-mula dengan sinar keluar(sunar bias)
dari prisma yang menghadap sinar keluar.
- Deviasi minimum adalah terjadi pada saat sudut datang pertama sama
dengan sudut bias kedua.
- Relaksasi adalah peristiwa pembelokkan arah perambatan pada suatu
gelombang.
- Refleksi adalah perubahan arah perambatan cahaya ke arah medium asalnya
datang cahaya.
- Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik menjadi cahaya
monokromatik.
- Daya dispersi adalah sudut deviasi minimum warna ungu dengan warna
merah.

b. Apa syarat deviasi minimum terjadi ?


Jawab : Deviasi minimum terjadi pada saat sudut datang pertama (i1) sama
besarnya dengan sudut bias yang kedua (i2) pada prisma. Jadi syarat
terjadinya deviasi minimum adalah i1 = i2

c. Buktikan persamaan (1), (2), (3) dan (4)


Jawab :
Persamaan (1)
BP
sin θ1 =
AB
V 1 ∆T
sin θ1 =
AB
V1 ∆T
AB=
sin θ1
θ1 =i
V 1 ∆T
AB=
sin i

Persamaan (2)
V 1 ∆T V 2 ∆T
=
sin i sin r
sin i V1
=
sin r V2
sin θ1 n 2
= =n
sin θ2 n 1
V1 = V 2

sin i V
= 1 >1
sin r V2
sin θ1 n 1
=
sin θ2 n 2
n 2 sinθ1 = n1 sin θ2

AB '
sin θ2 =
AB
V 2 ∆T
sin θ2 =
AB
V 2 ∆T
AB=
sin θ2
θ2 =r
V 2 ∆T
AB=
sin r
Persamaan (3)
V 1 ΔT V 2 ΔT
=
sin i sin r
sin i V 1
=
sin r V 2
sin i n2
=
sin r n1
n1 sin i=n 2 sin r

Persamaan (4)
A1=A4 ,maka A3=A2
θ= A 2 + A2
θ=2 A2
1
A 2= θ
2

Anda mungkin juga menyukai