O.2
INDEKS BIAS PRISMA
Disusun Oleh :
Jurusan : MIPA
Prodi : Kimia
Asisten Laboratorium : Poni Dwimanda (F1C317021)
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari cara menggunakan spectrometer
2. Menentukan indeks bias prisma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
θ1 adalah sudut datang dan θ2 adalah sudut bias keduanya diukur terhadap
garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media. n1 dan n2 adalah indeks-
indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias pada bidang yang
sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan. Hukum Snell
merupakan dasar hukum pembiasan. Jelas dari hukum Snell bahwa 1 ⋗ 𝓃2 ,
maka 1 2 artinya, jika cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan
lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika
𝓃1 ⋗ 𝓃2 maka 1 2 , sehingga berkas dibelokkan menjadi normal.
Sampai pada zaman Isaac Newton (1642- 1727), sebagian besar ilmuan
berpikir bahwa terdiri dari aliran pertikel-partikel (dinamakan benda-benda kecil
atau Corpuscles) yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Galileo dan orang-orang
lain mencoba (tetapi tidak berhasil) untuk mengukur laju cahaya. Sekitar tahun
1665, bukti mengenai sifat-sifat gelombang dari cahaya mulai ditemukan.
Laju cahaya dalam ruang hampa adalah sama untuk panjang semua
gelombang. Tetapi laju cahaya tersebut dalam zat material berbeda
kebergantungan laju gelombang dan indeks refraksi pada panjang gelombang
dinamakan dispersi (dispesion). Deviasi (Perubahan arah) yang dihasilkan oleh
prisma itu bertambah dengan indeks refraksi dan frekuensi yang semakin
bertambah dan panjang gelombang semakin berkurang. Cahaya violet merupakan
cahaya yang paling banyak dideviasikan. Banyaknya dispersi bergantung pada
beda antara indeks-indeks refraksi untuk cahaya violet dari cahaya merah. sebuah
pilihan yang lebih baik dari material untuk sebuah prisma yang tujuannya
menghasilkan sebuah spektrum. Cahaya putih biasa merupakan superposisi dari
gelombang dengan panjang gelombang yang membentang melalui seluruh
spektrum tampak (Young dan Freedman, 2004 : 144-165).
Gelombang koheren (bias cahaya, suara atau gangguan-gangguan pada
senar) adalah gembang yang lain, yang memiliki bentuk yang sama, frekuensi
yang sama dan perbedaan fase yang tetap (yaitu jumlah dimana puncak-puncak
dari satu gelombang yang berada didepan atau dibelakang puncak-puncak
gelombang lain tidak berubah dengan waktu). Fase relatif dari dua gelombang
koheren yang bergerak pada garis yang sama menentukan posisi-posisi relatifnya
pada gars tersebut. Jika puncak-puncak suatu gelombang jatuh pada puncak-
puncak gelombang yang lain, maka gelombang tersebut sepenuhnya sefase. Jika
puncak-puncak gelombang jatuh pula, lembah-lembah gelombang yang lain,
gelombang-gelombang tersebut berbeda fase 180° (atau setengah panjang
gelombang). Efek interferensi terjadi ketika dua atau lebih gelombang yang
koheren saling tumpang tindih (overlap).
Difruksi mengacu pada penyimpanan (deviasi) dari perambatan garis lurus
yang terjadi ketika suatu gelombang bergerak melewatisuatu penghalang parsial.
Difraksi fraunhofer celah tunggal : ketika sinar-sinar cahaya sejajar dengan
panjang gelombang x datang tegak lurus terhadap sebuah celah dengan lebar D,
suatu pola difraksi tampak dibelakang celah tersebut. Pada sebuah layar yang
sangat jauh, daerah yang gelap penuh tampak pada sudut θm terhadap berkas sinar
yang menembus lurus, dimana :
𝓂′ 𝜆 = 𝒟 sin 𝜃 𝓂′
dengan 𝑟 + 𝐼𝑝 = 90 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑟 = 90 − 𝐼𝑝
𝑠𝑖𝑛 𝐼𝑝 𝓃2
Seberkas cahaya
𝓃1alamiah
sin 𝐼𝑝 = dijatuhkan
𝓃2 cos 𝐼𝑝 =pada permukaan
= bidang batas dua
𝑐𝑜𝑠 𝐼𝑝 𝓃1
medium. Sebagian cahaya akan mengalami pembiasan dan sebagian lagi
mengalami pemantulan. Sinar bias dan sinar pantul akan terpolarisasi sebagian.
Jika sudut datang (I) disebut sudut polarisasi (Ip) karena sinar yang terpantul
mengalami polarisasi sempurna atau terpolarisasi linear.
Sudut deviasi dipengaruhi oleh indeks bias dan sudut pembias prisma.
Indeks bias prisma tergantung pada jenis bahan prisma dan pada jenis sinar yang
datang. Akibat berbedanya indeks bias prisma untuk berbagai sinar maka ketika
maka sinar matahari (sinar putih) datang pada suatu prisma, sinar tersebut akan
terurai berbagai macam-macam warna. Sinar ungu akan terdeviasi paling besar
karena indeks biasanya terbesar. Sedangkan yang terkecil adalah sinar merah.
Indeks untuk warna merah dan ungu dari beberapa bahan bening
(transparan). Tampak bahwa indeks bias untuk warna ungu lebih besar dan pada
indeks bias untuk warna merah nm. Sebab itulah urutan pelangi adalah merah
dahulu disebelah atas kemudian berturut-turut sampai dengan ungu, persis seperti
yang ditampilkan oleh dispersi prisma. Lebar spektrum pelangi yang terjadi
disebut sebagai sudut dispersi. Pada sudut dispersi itulah yang dapat diukur dalam
indeks bias (Tipler, 2001 : 177-178).
Terdapat beberapa sifat cahaya diantara pembiasan cahaya melalui prisma.
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila seberkas
cahaya datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai
bidang pembias I, berkas sinar akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai
pada bidang pembias II, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada
bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal sebab sinar datang dari
zat optik yang kurang rapat ke zat optik lebih rapat, yaitu dari udara ke kaca.
Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjauhi garis normal sebab
sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat, yaitu dari kaca ke
udara. Akibatnya, seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami
pembelokkan arah (Kunlestiowati, 2016 : 2-3).
Salah satu besaran yang digunakan dalam berbagai instrumen dengan
bermacam-macam konfigurasi untuk penentuan sifat optik bahan termasuk bahan
cair adalah indeks bias. Prinsip pengukuran indeks bias dengan menggunakan
prisma berongga ini pada dasarnya berbasis pada prinsip pembiasan cahaya
melalui 2 medium dengan kerapatan (indeks bias) berbeda. Sudut deviasi d adalah
sudut yang dibentuk oleh perpotongan dari perpanjangan garis penjalaran cahaya
bias yang meninggalkan prisma pada sisi permukaan keluar prisma berongga.
Sudut deviasi minimum adalah sudut penyimpangan berkas cahaya dari arah
datang awal berkas cahaya ketika sudut masuk berkas cahaya datang pada
permukaan sisi masuk prisma sama dengan sudut keluar cahaya pada sisi
permukaan keluar prisma (Idris, 2017 : 40-41).
BAB III
PROSEDUR KERJA
5. Diulangi langkah 2-5 untuk sudut pembias prisma lainya (sudut B, C).
3.2.2. Metode sudut deviasi minimum
1. Diletakkan prisma sehingga salah satu sudut pembias menerima
cahaya dengan sudut datang sangat besar, tetapi lebih kecil dari 90̊
(perhatikan sinar 1).
2. Dicari sinar keluar (berupa spektrum) dari prisma.
3. Diputar meja prisma sehingga sudut datang berkurang, bersama
dengan itu diputar teropong dengan arah yang sama, jaga bayangan
agar tetap ada dalam penglihatan.
4. Diputar terus prisma dan teropong sampai spektrum bergerak berbalik
arah terhadap arah perputaran prisma.
5. Dicatat besar sudut pada saat spektrum berbalik arah.
6. Diambil prisma tersebut lalu digerakkan teropong untuk mendapatkan
cahaya langsung dari sumber, dicatat sudut itu.
7. Dilakukan langkah 1-7 untuk sisi prisma lainnya.
8. Dilakukan langkah A dan B untuk jenis prisma lainya.
3.3. Skema Alat
1. Spektrometer
2 3 4 5 6 7
Keterangan :
1. Lensa
2. Teleskop
3. Kolimator
4. Prisma
5. Skala Vermer
6. Celah
7. Lensa mata
2. Lampu Natrium
1
2
3
Keterangan :
1. Penyokong
2. Elektroda
3. Tabung gas
4. Bohlam
5. Kaki
3. Lampu Hg
Keterangan :
1. Bola lampu
2. Kaki
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Keadaan Laboratorium Sebelum Percobaan Sesudah Percobaan
Suhu 29°C 30°C
Kelembaban Relatif 94% Rh 88% Rh
∑(𝑛−𝑛̅)2 𝑅𝑀
RM = √ RN = × 100%
𝑛−1 𝑥̅
∑(𝑛−𝑛̅)2 𝑅𝑀
RM = √ RN = × 100%
𝑛−1 𝑥̅
∑(𝑛−𝑛̅)2 𝑅𝑀
RM = √ RN = × 100%
𝑛−1 𝑥̅
5.1 Kesimpulan
1. Dalam menggunakan spektrometer digunakan rahang geser mencari titik
fokus cahaya dan membawa skala yang ditunjukkan ketika cahaya
diperoleh.
2. Untuk menentukan indeks bias prisma pada percobaan A digunakan
persamaan :
5.2 Saran
Agar keefisienan dalam menjalankan praktikum diharapkan alat-alat yang
digunakan lebih diperhatikan tingkat keefisienannya. Karena alat juga
menggunakan umur. Semakin baik alatnya maka semakin akurat proses
pengukurannya.
EVALUASI AKHIR
1. Tentukan sudut A, B, C
Jawab :
Sudut A (30°) = T1 – T2 = 349 – 169 = 180
Sudut B (45°) = T2 – T1 = 180 – 9 = 171
= T2 – T1 = 353 – 170 = 183
Sudut C (60°) = T2 – T1 = 187 – 7 = 180
= T2 – T1 = 190 – 10 = 180
=√0,12+(1+0,34×0)
=1,34
= √0,13+(1+0,37×0)
=1,37
Sudut 45°
=√0,21+(1+0,45×0,97)
=1,88
=√0,09+(1+0,30×0,78)
=1,534
Sudut 60°
=√0,44+(1+0,66×0)
=1,66
=√0,28+(1+0,52×0)
=1,53
Hasil n tidak bisa dibandingkan, karena praktikan hanya melakukan metode
pengukuran sudut pembias prisma.
4. Buatlah analisis dan berikan kesimpulan
Jawab : Dalam indeks bias ini, dapat digunakan dua metode yaitu pengukuran
sudut pembias prisma dan metode sudut deviasi minimum. Sumber cahaya
yang digunakan pada metode pengukuran sudut pembias digunakan lampu
natrium yang berwarna orange.
PERTANYAAN
a. Apa yang dimaksud oleh : indeks bias, deviasi sudut, deviasi minimum,
relaksasi, refleksi, dispersi dan daya dispersi ?
Jawab :
- Indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang
hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium.
- Deviasi sudut adalah sudut apit yang dibentuk oleh perpanjangan,
perpotongan sinar masuk(datang) mula-mula dengan sinar keluar(sunar bias)
dari prisma yang menghadap sinar keluar.
- Deviasi minimum adalah terjadi pada saat sudut datang pertama sama
dengan sudut bias kedua.
- Relaksasi adalah peristiwa pembelokkan arah perambatan pada suatu
gelombang.
- Refleksi adalah perubahan arah perambatan cahaya ke arah medium asalnya
datang cahaya.
- Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik menjadi cahaya
monokromatik.
- Daya dispersi adalah sudut deviasi minimum warna ungu dengan warna
merah.
Persamaan (2)
V1 ∆T V2 ∆T
=
sin i sin r
sin i V1
=
sin r V2
sin θ1 n2
= =n
sin θ2 n1
V1 = V2
sin i V1
= >1
sin r V2
sin θ1 n1
=
sin θ2 n2
n2 sin θ1 = n1 sin θ2
AB'
sin θ2 =
AB
V2 ∆T
sin θ2 =
AB
V2 ∆T
AB=
sin θ2
θ2 =r
V2 ∆T
AB=
sin r
Persamaan (3)
V1T V2 T
sin i sin r
sin i V1
sin r V2
sin i n2
sin r n1
n1 sin i n2 sin r
Persamaan (4)
A1=A4 ,maka A3=A2
A2 A2
2 A2
1
A2
2