Anda di halaman 1dari 30

PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

PENGGUNAAN ALAT-ALAT UKUR 1

Disusun Oleh:
Jurusan : MIPA
Prodi : Kimia
Asisten Laboratorium : 1. Verlin Ayu Syarita (F1C316009)
2. Nindita Romanda (F1C316014)

LABORATORIUM ENERGI REKAYASA DAN MATERIAL II


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia modern saat ini, ilmu fisika menjadi salah satu ilmu yang banyak
digunakan dalam sehari-hari seperti bermain bola, berlari dan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang banyak melibatkan ilmu fisika. Seperti mengukur suhu, menentukan panjang
suatu objek hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan metode yang digunakan untuk
mengukur. Kegiatan pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi atau kapasitas,
biasanya terhadap suatu standar atau satuan ukur. Dalam melakukan pengukuran haruslah
dengan akurat untuk menghindarkan kesalahan dalam mengukur. Dalam kehidupan
sehari-hari tidak ada satupun data yang dapat diterima dengan baik jika tidak disertai
dengan sesuatu yang dapat disajikan sebagai acuan dan standar. Saat menjual tanah
contohnya harus tepat berapa hektar tanah agar tidak ada kekeliruan. Kegiatan ini menjadi
titik utama dalam acuan.
Kegiatan pengukuran merupakan proses yang penting dalam pembelajaran fisika
dan merupakan hal yang paling mendasar. Karena jika tidak mengetahui mengenai
pengukuran ilmu yang lainnya akan sulit untuk dipahami karena mengukur ialah
dasarnya.
Alasan mengapa pentingnya melakukan praktikum ialah agar praktikan dapat
mengerti secara lebih mendalam bagaimana cara dan proses dalam melakukan dan
menggunakan alat-alat ukut dengan benar dan dapat mengetahui kesalahan-kesalahan apa
saja dalam melakukan pengukuran. Karena pada saat melakukan pengukuran sering
terjadi kekeliruan antara perhitungan awal dan perhitungan akhir. Dimana dapat
mempelajari berbagai factor yang bisa mempengaruhi ketidaksamaan.
Dalam praktikum pertama ini praktikan akan mengetahui kenapa hasil yang
didapatkan tidak selalu sama. Dan dalam percobaan ini kali ini praktikan akan
mengetahui bagaimana cara menggunakan alat-alat ukur. Dimana alat-alat ukur yang
digunakan pada percobaan ini beragam.
Alat-alat ukur yang digunakan dalam percobaan ini adalah jangka sorong, mistar
dan micrometer sekrup. Dalam percobaan ini juga akan mengetahui fungsi dari alat ukur
yang akan dipakai, tentunya dari setiap alat yang digunakan memiliki perbedaan masing-
masing. Dalam percobaan ini diajarkan untuk membaca alat-alat ukur tersebut dengan
cara yang benar. Agar dapat menemukan hasi-hasil yang tepat dan akurat. Karena setiap
alat-alat ukur tersebut memiliki ketelitian yang berbeda-beda. Seperti jangka sorong yang
memiliki ketelitian 0,05 mm untuk yang dibawah 30 cm dan 0.01 cm untuk yang diatas
30 cm. untuk mikrometer sekrup memiliki ketelitian mencapai 0,01 mm atau 0,001 cm.
Dengan adanya praktikum diharapkan praktikan menjadi lebih termotivasi untuk
belajar, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen, menjadi
wahana belajar pendekatan ilmiah, dan juga praktikum menunjang materi pembelajaran.
Untuk itu, praktikan harus benar-benar menguasai prosedur yang ada.
Praktikum dapat menggambarkan keadaan yang konkret tentang suatu peristiwa
dimana praktikan dapat mengamati proses secara langsung sehingga dapat
mengembangkan keterampilan inkuiri dan mengembangkam sikap ilmiah.
Tentunya alat ukur ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga menyesuaikan
dengan fungsinya. Dalam penerapannya dikehidupan sehari-hari tentu saja sangat banyak.
Coba dibayangkan jika tidak bisa membaca skala terkecil dari benda yang benar benar
kecil dan tipis seperti kertas. Selain itu dengan adanya praktikum ini akan
mengembangkan wawasan dari mahasiswa.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mempelajari penggunaan alat-alat ukur untuk pengukuran panjang, massa dan
volume
2. Mampu menggunakan dan memahami alat-alat ukur dasar
3. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang
4. Dapat mengaplikasikan konsep ketidakpastian dan angka berarti dalam
pengolahan hasil pengukuran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada awal perkembangannya, fisika bermakna sebagai ilmu alam dengan cakupan
ilmu yang ada di alam ini, baik alam yang menyangkut makhluk hidup maupun tak hidup.
Karenanya hingga saat ini, sebagian orang masih menyebut hukum fisika sama dengan
hukum alam. Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dan juga dilandasi kenyataan bahwa kemampuan manusia yang terbatas dalam
menguasai iptek tersebut, saat ini fisika mengambil makna yang lebih sempit dari semula.
Semua fisikawan sependapat bahwa fisika merupakan ilmu yang mempunyai ciri umum,
mendasar, dan dapat dijelaskan secara kuantitatif. Dan untuk melukiskan alam secara
kuantitatif, dilakukan dengan cara pengukuran sebab hasil itu hanya boleh disajikan
dalam bentuk angka dan angka itu diperoleh melalui pengukuran (Jati, 2008 : 2).
Sains dan engineering didasarkan pada pengukuran dan perbandingan. Oleh karena
itu diperlukan aturan-aturan tentang bagaimana sesuatu itu di ukur dan dibandingkan dan
tentunya juga diperlukan eksperimen untuk menetapkan satuan dari pengukuran serta
perbandingan tersebut. Salah satu tujuan dari fisika adalah untuk merancang dan
melaksanakan eksperimen tersebut. Besaran adalah sesuatu yang diukur. Oleh karena itu
besaran-besaran fisis memainkan peran yang sangat penting dalam ilmu fisika, jadi
besaran erat sekali kaitannya dengan pengukuran. Sementara pengukuran besaran-besaran
fisika merupakan bagian terpenting dalam ilmu fisika. Pengukuran adalah
membandingkan suatu besaran dan satuan. Besaran itu sendiri sangat terkait dengan
kehidupan kita sehari-hari. Besaran panjang misalnya, terkait dengan seberapa jauh jarak
dari rumah ke pasar. Besaran massa biasanya muncul dalam keseharian kita di pasar. Dan
besaran volume misalnya, biasa muncul ketika membeli bensin atau minyak tanah (Salim
dan Suryani, 2018 : 2).
Nilai suatu besaran fisika biasanya diungkapkan sebagai hasil kali antara suatu
nilai numerik dengan satuan. Satuan adalah suatu besaran fisika khusus yang telah
didefinisikan dan disepakati untuk dibandingkan dengan besaran lain dari jenis yang sama
dalam berbagai pengukuran. Satuan panjang tidak harus meter, satuan massa tidak harus
kilogram, satuan luas juga tidak harus hektar. Satuan ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
Tentu saja selalu ada konversi dari satuan ke satuan yang lain untuk besaran yang sama
sehingga tidak menghambat komunikasi (Salim dan Suryani, 2018 : 3).
Nilai pengukuran akan berguna jika dilakukan dalam satuan baku.
Satuan baku adalah satuan yang diterima secara umum dan terdefinisi dengan
pasti nilainya. Contoh satuan baku untuk pengukuran panjang adalah meter,
sentimeter, millimeter, kilometer, kaki, inci, mil, dan sebagainya. Semua orang
di dunia memiliki penafsiran yang sama tentang panjang satu meter, satu
millimeter, satu inci, satu kaki, dan sebagainya. Apabila dilaporkan panjang
benda adalah 1,4 meter maka semua orang akan memiliki kesimpulan yang
sama (Abdullah, 2016 : 5 – 6).
Mengingat pentingnya pengukuran dalam fisika dan dalam ilmu dan
teknologi secara umum, pada bagian selanjutnya akan dibahas secara detail
beberapa jenis alat ukur sederhana dan cara penggunaannya. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran pada dasarnya adalah
membandingkan nilai besaran fisis yang dimiliki benda dengan nilai besaran
fisis alat ukur yang sesuai. Jadi dalam setiap pengukuran diperlukan alat
ukur yang sesuai. Pengukuran besaran panjang memerlukan alat ukur
panjang, pengukuran besaran massa memerlukan alat ukur massa, dan
sebagainya. Alat ukur besaran panjang adalah mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup
dan mikroskop. Alat tersebut memiliki ketelitian yang berbeda. Yang paling teliti adalah
mikrometer sekrup, kemudian diikuti jangka sorong dan yang kurang teliti adalah mistar.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Mistar, Cara mengukur dengan mistar atau meteran sangat sederhana yaitu: (a)
tempatkan satu ujung mistar tepat sejajar dengan salah satu ujung benda yang
akan diukur; (b) Baca skala pada mistar yang berimpitan dengan ujung kedua
benda. Skala tersebut mengungkapkan panjang benda yang diukur. Kita juga
mendefinisikan besaran yang dinamakan nilai skala terkecil (NST). NST suatu
alat ukur adalah jarak antara dua skala berdekatan pada alat ukur. Alat ukur
dengan NST sangat kecil merupakan alat yang sangat presisi. Biasanya makin
kecil NST alat ukur (makin presisi) maka makin mahal harga alat tesebut. Alat
dengan NST kecil juga merupakan alat yang sensitif. Makin kecil NST maka
makin sensitif alat tersebut.
2. Jangka sorong, Alat ukur panjang yang lebih teliti adalah jangka sorong. Jangka
sorong dapat mengukur hingga ketelitin 0,1 mm. Bahkan, jangka sorong terbaru
dapat mengukur hingga ketelitian 0,02 mm. Cara penggunaan jangka sorong ada
yang mudah dan ada yang agak sulit. Jangka sorong jenis lama, memiliki skala
goresan pada bagian yang digeser. Skala ini sering disebut skala nonius atau
vernier. Hal ini di namakan vernier karna vernier ini adalah penemu dari jangka
sorong tersebut. Ketika menentukan panjang benda maka dua skala yang harus
dibaca sekaligus. Jangka sorong terbaru, yaitu jangka sorong digital sangat
mudah penggunaanya. Panjang benda langsung tertera pada layar.
3. Mikrometer, Hasil pengukuran panjang yang lebih teliti lagi dapat diperoleh
dengan menggunakan mikrometer. Mikrometer sekrup dapat mengukur hingga
ketelitian 0,01 mm. Namun, jangkauan panjang pengukuran yang dapat dilakukan
sangat terbatas. Beberepa mikrometer hanya mampu mengukur hingga panjang
maksimum sekitar 1 inci. Hasil pengukuran dapat diperoleh dengan membaca dua
skala yang ada pada batang mikrometer atau bisa juga dibaca dari jarum
penunjuk atau angka digital pada display.
4. Mikroskop, Mikroskop adalah alat untuk menghasilkan bayangan yang
ukurannya jauh lebih besar daripada benda. Dengan menggunakan mikroskop
maka kita dapat menentukan ukuran (panjang) benda yang sangat kecil yang
tidak sanggup lagi diukur dengan alat ukur konvensional Saat ini kita sudah dapat
mengukur ukuran bakteri, virus, sel darah dan sel-sel tubuh makhluk hidup
dengan ketelitian tinggi menggunakan mikroskop. Ketika kita amati bayangan
benda di layar mikroskop maka skala akan ditampilkan berimpit dengan
bayangan benda. Jadi, pada layar mikroskop seolah tampak bayangan benda dan
penggaris secara bersamaan. Dengan membandingkan ukuran benda dengan
ukuran skala pada layar maka kita dapat simpulkan berapa panjang benda
( Abdullah, 2016 : 17 – 30 ).
Dalam pembelajaran fisika, mahasiswa diharapkan tidak hanya menguasai konsep-
konsep fisika secara teori tetapi juga mampu menggunakan metode ilmiah untuk
membuktikan konsep-konsep fisika yang didapat dari teori tersebut. Praktik laboratorium
adalah salah satu cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan ini. Sekarang ini, hampir
semua dasar-dasar fisika yang diajarkan pada mahasiswa didasarkan pada percobaan atau
eksperimen, dimana dalam eksperimen tersebut memerlukan pengukuran yang selalu
mengandung ketidakpastian. Pengolahan data dan perbandingan data, mutlak
membutuhkan pengetahuan tentang prinsip pengukuran dan juga pengetahuan tentang
analisis ketidakpastian ( Fauzi dan Edy, 2013 : 2089 ).
Ketika digunakan dalam konteks pengukuran ketidakpastian memiliki angka dan
satuan yang berhubungan dengannya. Lebih spesifik lagi ketidakpastian memiliki satuan
yang sama dengan hasil pengukuran. Perhitungan ketidakpastian yang teliti tidak hanya
memberikan perkiraan yang tepat mengenai data penelitian yang didapat, tetapi juga agar
didapat hasil pengukuran yang akurat (Istanto et al, 2010 : 220).
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat dari percobaan ini adalah :
1. Mistar : berfungsi untuk mengukur benda yang sederhana dengan panjang
kurang dari 100 cm.
2. Jangka sorong : berfungsi untuk mengukur suatu benda dengan cara diapit,
untuk mengukur sisi dalam suatu benda biasanya berupa lubang pipa dengan
cara diulur, dan untuk mengukur kedalaman celah atau lubang dengan cara
menancapkan bagian pengukur.
3. Mikrimeter sekrup : berfungsi untuk mengukur suatu benda dengan
ketebalan kecil / tipis.
3.1.2 Bahan
Bahan dari percobaan ini adalah :
1. Balok : berfungsi sebagai bahan praktikum untuk pengukuran pada mistar.
2. Silinder : berfungsi sebagai bahan prktikum untuk pengukuran pada jangka
sorong.
3. Bola baja : berfungsi sebagai bahan praktikum untuk pengukuran pada
mikrometer sekrup.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Jangka Sorong
1. Disediakan jangka sorong beserta bahan yang diukur
2. Ditentukan skala nonius dari jangka sorong yang digunakan
3. Ditentukan skala terkecil dari jangka sorong yang digunakan
4. Ukur panjang balok dengan menggunakan jangka sorong lalu catat hasil
pengukuran pada tabel data lalu ulangi sebanyak 5 kali
5. Diukur lebar balok dengan menggunakan jangka sorong lalu catat hasil
pengukuran pada tabel data lalu ulangi sebanyak 5 kali
6. Diukur tinggi balok dengan menggunakan jangka sorong lalu catat hasil
pengukuran pada tabel data lalu ulangi sebanyak 5 kali
7. Diulangi langkah 4 s/d 5 dengan alat ukur mistar
3.2.2 Mikrometer Sekrup
1. Disediakan mikrometer sekrup beserta bahan yang diukur
2. Ditentukan skala nonius dari mikrometer yang digunakan
3. Ditentukan skala utama dari mikrometer yang digunakan
4. Diukur kertas karton dengan mikrometer lalu catat hasil pengukuran pada
tabel data, lalu ulangi sebanyak 5 kali
5. Diukur kertas sampul buku dengan mikrometer lalu catat hasil pengukuran
pada tabel data, lalu ulangi sebanyak 5 kali
6. Diukur diameter bola kecil menggukanan mikrometer lalu catat hasil
pengukuran pada tabel data, lalu ulangi sebanyak 5 kali
7. Diulangi langkah 4 s/d 5 dengan alat jangka sorong
3.3 Gambar Alat
3.3.1 Mistar
1

Keterangan:
1. Skala Nonius
2. Skala Utama

3.3.2 Jangka Sorong


1 2
3
4

7 8
5
6

Keterangan:
1. Rahang Atas
2. Rahang Sorong Atas
3. Tombol Kunci
4. Skala Utama
5. Skala Nonius
6. Rahang Sorong Bawah
7. Rahang Tetap Bawah
8. Tangkai Ukur Kedalaman

3.3.3 Mikrometer Sekrup


4
2 3
1

7
6

5
Keterangan:
1. Poros Tetap
2. Poris Geser
3. Skala Utama
4. Skala Nonius
5. Pemutar
6. Rachet
7. Frame
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pengukuran balok dengan menggunakan mistar
Penguku
X1(m) X2(m) X3(m) X4(m) X5(m) Rata2
ran
Panjang 25,5x10-2 25,5x10-2 25,5x10-2 25,5x10-2 25,5x10-2 25,5x10-2
Lebar 10,2 x 10-2 10,2x10-2 10,2x10-2 10,2x10-2 10,2x10-2 10,2x10-2
Tinggi 2,1 x 10-2 2,1 x 10-2 2,1 x 10-2 2,1 x 10-2 2,1 x 10-2 2,1 x 10-2

4.1.2 Pengukuran tabel tabung dengan menggunakan jangka sorong


Pengukura
X1(m) X2(m) X3(m) X4(m) X5(m) Rata2
n
Panjang 74,4x10-3 73,3x10-3 73,4x10-3 73,4x10-3 74,4x10-3 73,8x10-3
Lebar 21,3x10-3 21,3x10-3 21,3x10-3 21,4x10-3 21,3x10-3 21,3x10-3
Tinggi 103,3x10-3 104,2x10-3 103x10-3 102x10-3 102x10-3 103x10-3

4.1.3 Pengukuran kelereng menggunakan mikrometer sekrup


Pengukura
X1(m) X2(m) X3(m) X4(m) X5(m) Rata2
n
Diameter 11,89x10-3 11,85x10-3 11,6x10-3 11,9x10-3 11,9x10-3 73,8x10-3
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan dengan menggunakan mistar
1. Panjang Balok
X 1 = 25,5 cm = 25,5×10-2 m
X 2 = 25,5 cm = 25,5×10-2 m

X 3 = 25,5 cm = 25,5×10-2 m

X 4 = 25,5 cm = 25,5×10-2 m

X 5 = 25,5 cm = 25,5×10-2 m
X1  X2  X3  X 4  X 5
X
N
25,5  10 2 m  25,5  10 2 m  25,5  10 2 m  25,5  10 2 m  25,5  10 2 m
X
5
2
= 127,5  10 m
5
= 25,5 ×10-2 m
2. Lebar Balok
X 1 = 10,2 cm = 10,2×10-2 m
X 2 = 10,2 cm = 10,2×10-2 m

X 3 = 10,2 cm = 10,2×10-2 m

X 4 = 10,2 cm = 10,2×10-2 m

X 5 = 10,2 cm = 10,2×10-2 m
X1  X2  X3  X 4  X 5
X
N

10,2  10 2 m  10,2  10 2 m  10,2  10 2 m  10,2  10 2 m  10,2  10 2 m



5

51  10 2 m

5
= 10,2 ×10-2 m
3. Tinggi
X 1 = 2,1 cm = 2,1×10-2 m
X 2 = 2,1 cm = 2,1×10-2 m

X 3 = 2,1 cm = 2,1×10-2 m

X 4 = 2,1 cm = 2,1×10-2 m
X 5 = 2,1 cm = 2,1×10-2 m
X1  X2  X3  X 4  X 5
X
N
2,1  10 2 m  2,1  10 2 m  2,1  10 2 m  2,1  10 2 m  2,1  10 2 m

5
10,5  10 2 m

5
= 2,1 ×10-2 m
4.2.2 Perhitungan dengan menggunakan jangka sorong
1. Panjang
X 1 = Skala utama = 7,4 cm = 74 mm
Skala nonius = 8,5 × 0,05 mm = 0,425 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 74 mm + 0,425 mm
= 74,425 mm
= 74,425 ×10-3 m
X 2 = Skala utama = 7,3 cm = 73 mm
Skala nonius = 7 × 0,05 mm = 0,35 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 73 mm + 0,35 mm
= 73,35 mm
= 73,35 ×10-3 m
X 3 = Skala utama = 7,3 cm = 73 mm

Skala nonius = 9 × 0,05 mm = 0,45 mm


Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 73 mm + 0,45 mm
= 73,45 mm
= 73,45 ×10-3 m
X 4 = Skala utama = 7,3 cm = 73 mm
Skala nonius = 9,5 × 0,05 mm = 0,475 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 73 mm + 0,475 mm
= 73,475 mm
= 73,475 ×10-3 m
X 5 = Skala utama = 7,4 cm = 74 mm
Skala nonius = 9,5 × 0,05 mm = 0,475 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 74 mm + 0,475 mm
= 74,475 mm
= 74,475 × 10-3 m
X1  X2  X3  X 4  X 5
X
N
74,425  10 3 m  73,35  10 3 m  73,45  10 3 m  73,45  10 3 m  74,475  10 3 m

5
369,15  10 3 m

5
= 73,853 × 10-3 m

2. Lebar
𝑥1 = Skala utama = 10,3 cm = 103 mm
Skala nonius = 6 × 0,05 mm = 0,3 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 103 mm + 0,3 mm
= 103,3 mm
= 103,3 × 10−3 m
𝑥2 = Skala utama = 10,4 cm = 104 mm
Skala nonius = 4 × 0,05 mm = 0,2 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 104 mm + 0,2 mm
= 104,2 mm
= 104,2 × 10−3 m
𝑥3 = Skala utama = 10,3 cm = 103 mm
Skala nonius = 2 × 0,05 mm = 0,1 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 103 mm + 0,1 mm
= 103,01 mm
= 103,01 × 10−3 m
𝑥4 = Skala utama = 10,2 cm = 102 mm
Skala nonius = 6 × 0,05 mm = 0,3 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 102 mm + 0,3 mm
= 102,3 mm
= 102,3 × 10−3 m
𝑥5 = Skala utama = 10,2 cm = 102 mm
Skala nonius = 2 × 0,05 mm = 0,1 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 102 mm + 0,1 mm
= 102,1 mm
= 102,1 × 10−3 m
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + 𝑥4 + 𝑥5
Rata − rata = 5

(103,3 × 10−3 + 104,2 × 10−3 + 103,01 × 10−3 + 102,3 × 10−3 + 102,1 × 10−3 ) 𝑚
5
515 𝑚
= 5

= 103 × 10−3 m
3. Tinggi
𝑥1 = Skala utama = 2,1 cm = 21 mm
Skala nonius = 7,5 × 0,05 mm = 0,375 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 21 mm + 0,375 mm
= 21,375 mm
= 21,375 × 10−3 m
𝑥2 = Skala utama = 2,1 cm = 21 mm
Skala nonius = 6,5 × 0,05 mm = 0,325 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 21 mm + 0,325 mm
= 21,325 mm
= 21,325 × 10−3 m

𝑥3 = Skala utama = 2,1 cm = 21 mm


Skala nonius = 7 × 0,05 mm = 0,35 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 21 mm + 0,35 mm
= 21,35 mm
= 21,35 × 10−3 m
𝑥4 = Skala utama = 2,1 cm = 21 mm
Skala nonius = 9 × 0,05 mm = 0,45 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 21 mm + 0,45 mm
= 21,45 mm
= 21,45 × 10−3 m
𝑥5 = Skala utama = 2,1 cm = 21 mm
Skala nonius = 6 × 0,05 mm = 0,3 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 21 mm + 0,3 mm
= 21,3 mm
= 21,3 × 10−3 m
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + 𝑥4 + 𝑥5
Rata − rata = 5

(21,375 × 10−3 + 21,325 × 10−3 + 21,35 × 10−3 + 21,45 × 10−3 + 21,3 × 10−3 ) 𝑚
5
106,8 𝑚
= 5

= 21,36 × 10−3 m

4.2.3 Perhitungan dengan menggunakan mikrometer sekrup


1. Diameter Kelereng
𝑥1 = Skala utama = 1,15 cm = 11,5 mm
Skala nonius = 39 × 0,05 mm = 0,39 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 11,5 mm + 0,39 mm
= 11,89 mm
= 11,89 × 10−3 m
𝑥2 = Skala utama = 1,15 cm = 11,5 mm
Skala nonius = 35 × 0,05 mm = 0,35 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 11,5 mm + 0,35 mm
= 21,325 mm
= 21,325 × 10−3 m
𝑥3 = Skala utama = 1,15 cm = 11,5 mm
Skala nonius = 15 × 0,05 mm = 0,15 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 11,5 mm + 0,15 mm
= 11,65 mm
= 11,65 × 10−3 m
𝑥4 = Skala utama = 1,15 cm = 11,5 mm
Skala nonius = 47 × 0,05 mm = 0,47 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 11,5 mm + 0,47 mm
= 11,97 mm
= 11,97 × 10−3 m
𝑥5 = Skala utama = 1,15 cm = 11,5 mm
Skala nonius = 43 × 0,05 mm = 0,43 mm
Jumlah = Skala utama + Skala nonius
= 11,5 mm + 0,43 mm
= 11,93 mm
= 11,93 × 10−3 m
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + 𝑥4 + 𝑥5
Rata − rata =
5

(11,89 × 10−3 + 11,85 × 10−3 + 11,65 × 10−3 + 11,97 × 10−3 + 11,93 × 10−3 ) 𝑚
5
59,29 𝑚
= 5

= 11,858 × 10−3 m
4.3 Ralat
4.3.1 Mistar
1. Panjang

Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 25.5 X 10-2 0 0
X2 25.5 X 10-2 0 0
X3 25.5 X 10-2 0 0
X4 25.5 X 10-2 0 0
X5 25.5 X 10-2 0 0

X 25.5 X 10-2 Σ ( X - X )2 0

√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√0 0
= = x 100%
5−1 25,2 x 10−2

√0
=4 =0 %
=√0
=0
2. Lebar
Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 10,2 X 10-2 0 0
-2
X2 10,2 X 10 0 0
X3 10,2 X 10-2 0 0
X4 10,2 X 10-2 0 0
X5 10,2 X 10-2 0 0

X 10,2 X 10-2 Σ ( X - X )2 0

√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√0 0
= 5−1 = 10,2 x 10−2 x 100%

√0
=4 =0 %

=√0
=0
3. Tinggi
Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 2,1 X 10-2 0 0
X2 2,1 X 10-2 0 0
X3 2,1 X 10-2 0 0
X4 2,1 X 10-2 0 0
X5 2,1 X 10-2 0 0
-2
X 2,1 X 10 Σ ( X - X )2 0

√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√0 0
= 5−1 = 2,1 x 10−2 x 100%

√0
=4 =0 %

=√0
=0

4.3.2 Jangka Sorong


1.Kedalaman
Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 74,425 X 10-3 0,59 X 10-3 34,81 X 10-8
X2 73,35 X 10-3 -0,485 X 10-3 23,5225 X 10-8
X3 73,45 X 10-3 -0,385 X 10-3 14,8225 X 10-8
X4 73,475 X 10-3 -0,36 X 10-3 12,96 X 10-8
X5 74,475 X 10-3 0,64 X 10-3 40,96 X 10-8

X 73,835 X 10-3 Σ ( X - X )2 127,075 X 10-8

√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√127,07 𝑥 10−8 5,64 𝑥 10−4
= = x 100%
5−1 73,835 x 10−3

√127,77 𝑥 10−8
= 4
=0,76%

=√ 31,77 x 10-8
= 5,64 x 10-4

2. Tinggi
Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 21,375 X 10-3 0,0105 X 10-3 0,0225 X 10-8
X2 21,325 X 10-3 -0,035X 10-3 0,1225 X 10-8
X3 21,35 X 10-3 -0,01 X 10-3 0,01 X 10-8
X4 21,45 X 10-3 0,09 X 10-3 0,81 X 10-8
X5 21,3 X 10-3 -0,06 X 10-3 0,36 X 10-8

X 21,36 X 10-3 Σ ( X - X )2 1,325 X 10-8

√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√1,325 𝑥 10−8 0,57 x 10−4
= 5−1
= 21,36 x 10−3 x 100%

√1,325 𝑥 10−8
= 4
=0,27%

=√ 0,33 x 10-8
= 0,57 x 10-4

3. Lebar
Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 103,3 X 10-3 0,3 X 10-3 9 X 10-8
X2 104,2 X 10-3 1,2 X 10-3 144 X 10-8
X3 103,1 X 10-3 0,1 X 10-3 1 X 10-8
X4 102,3 X 10-3 -0,7 X 10-3 49 X 10-8
X5 102,1X 10-3 -0,9 X 10-3 81 X 10-8

X 103 X 10-3 Σ ( X - X )2 284 X 10-8


√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√284 𝑥 10−8 8,43 x 10−4
= 5−1
= 21,36 x 10−3 x 100%

√284 𝑥 10−8
= 4
=0,82%

=√ 71 x 10-8
= 8,43 x 10-4

4.3.3 Mikrometer Sekrup


1. Diameter
Pengukuran X ( X- X ) (X- X )2
X1 11,89 X 10-3 0,032 X 10-3 0,10 X 10-8
X2 11,85 X 10-3 -0,008 X 10-3 0,0064 X 10-8
X3 11,65 X 10-3 -0,208 X 10-3 4,33 X 10-8
X4 11,97 X 10-3 0,112 X 10-3 1,25X 10-8
X5 11,93X 10-3 0,072 X 10-3 0,52 X 10-8

X 11,858 X 10-3 Σ ( X - X )2 6,2 X 10-8

√∑(X− X )2 𝑅𝑀
RM = 𝑛−1
RN =
X
√6,2 𝑥 10−8 81,24 x 10−4
= 5−1
= 11,858 x 10−3
x 100%

√6,2 𝑥 10−8
= 4
=1,04%

=√ 1,55 x 10-8
= 1,24 x 10-4
4.4 Pembahasan
Pengukuran merupakan suatu proses menentukan ukuran atau kapasitas suatu
besaran dengan cara membandingkannya dengan besaran yang sejenis yang digunakan
sebagai acuan.
Pada prakikum kali ini membahas tentang pengukuran panjang, massa dan volume.
Untuk alat pengukuran panjang menggunakan jangka sorong, mistar dan mikrometer
sekrup. Alat-alat ini memiliki ketelitian yang berbeda-beda. Jangka sorong adalah alat
yang digunakan untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara diapit, untuk
mengukur sisi dalam sebuah benda dengan cara diulur dan untuk mengukur kedalaman
suatu tabung atau bahan lainnya dengan alat ukur jangka sorong terdiri dari dua bagian
yaitu rahang tetap dan rahang geser. Skala panjang yang terdapat pada rahang tetap
disebut skala utama. Sedangkan skala pendek pada rahang geser adalah skala nonius.
Jangka sorong memiliki ketilitian 0,01 cm atau 0,05 cm sesuai dengan yang ada di jangka
sorong tersebut.
Mikrometer sekrup biasa digunakan untuk mengukur benda-benda yang tipis,
seperti tebal kertas, dan diameter rambut. Mikrometer sekrup terdiri atas dua bagian, yaitu
selubung luar (proses ulur) dan selubung dalam. Skala panjang pada proses tetap
merupakan skala utama, sedangkan pada proses luar merupakan skala nonius.
Mistar atau penggaris merupakan alat ukur panjang yang paling sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa jenis mistar sesuai dengan skalanya, ada
mistar yang skala terkecilnya mm (mistar milimeter) dan ada mistar yang skala
terkecilnya cm (mistar centimeter). Mistar yang sering digunakan adalah mistar
milimeter. Dengan kata lain, mistar itu mempunyai skala terkecil satu milimeter dan
mempunyai ketelitian 1 milimeter atau 0,1 cm. Ketika mengukur dengan menggunakan
mistar, posisi mata hendaknya diperhatikan dan berada di tempat yang tepat, yaitu
terletak pada garis yang tegak lurus mistar. Garis ini ditarik dari titik yang diukur. Jika
sampai mata benda diluar garis tersebut, panjang benda yang terbaca bisa menjadi salah.
Bisa saja benda akan terbaca lebih besar, atau lebih kecil dari nilai sebenarnya. Akibat
dari hal ini adalah terjadinya kesalahan dalam pengukuran yang biasa disebut kesalahan
paralaks.
Pada jangka sorong, terdapat dua skala, yaitu skala utama dalam sentimeter (cm)
dan skala nonius dalam milimeter (mm).data yang diminta berupa milimeter (mm), maka
dilakukan konversi terhadap skala utama dari sentimeter ke milimeter dengan mengalikan
dengan 10. Setelah dikonversikan, baru dapat dijumlahkan skala utama dan skala nonius.
Diperoleh hasil pengukuran dengan rumus :
SU + SN. = hasil
SU + ( SN x ketelitian alat ) = hasil
Pada percobaan ini, ketelitian jangka sorong yang diigunakan adalah 0,05 mm.
Pada percobaan pengukuran pertama, yaitu pengukuran panjang, lebar dan tinggi
balok yang dimana menggunakan jangka sorong dan mistar. Hasil yang diperoleh cukup
teliti, namun perbandingan hasil pengukuran dan kedua alat tersebut tidak seperti
mestinya. Jangka sorong lebih teliti daripada mistar. Jangka sorong memiliki ketilitian
0,05 mm. Sedangkan mistar memiliki ketilitian setengah dan skala terkecilnya yaitu 0,5
mm. Pada percobaan kali ini, saat melakukan pengukuran menggunakan jangka sorong
diperoleh hasil rata-rata lebar adalah 103 x 10-3 m dan nilai persen ralat sebesar 0,82%.
Pada pengukuran tinggi diperoleh hasil rata-rata 21,36 x 10-3 m dengan nilai persen ralat
sebesar 0,27% untuk balok. Dalam pengukuran yang kedua masih untuk balok
menggunakan mistar diperoleh hasil rata-rata panjang 25,5 x 10-2 m, lebar 10,2 x 10-2 m
dan tinggi 2,1 x 10-2 m. Pada mistar nilai ralatnya sebesar 0%. Terdapat perbedaan pada
pengukuran kedua alat tersebut dimana jangka sorong memiliki persen ralat yang
berbeda-beda, sedangkan mistar tidak memiliki persen ralat karena pada saat melakukan
pengukuran menggunakan jangka sorong terdapat ketidakpastian yang mungkin terjadi
pada saat praktikum.
Pada percobaan berikutnya, yaitu pengukuran kedalaman yang dimana
menggunakan jangka sorong pada tabung reaksi diperoleh rata-rata sebesar 73,835 x 10-3
dalam satuan meter dengan nilai persen ralat sebesar 0,763%. Pada penggunaan jangka
sorong ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah arah pandang saat membaca skala,
kesalahan titik nol atau terjadi gerakan yang menyebabkan kekeliruan hasil pengukuran
tersebut.
Pada mikrometer sekrup juga menggunakan dua skala dalam pengukuran yakni
skala utama dan skala nonius.Namun pada mikrometer sekrup kedua skala ini sudah
berupa satuan milimeter. Maka tidak perlu dilakukan pengkonversian hasil. Hanya tinggal
menjumlahkan kedua skala dan diperoleh hasil pengukuran dengan rumus :
SU + SN = hasil
SU + ( SN x ketelitian alat ) = hasil
Pada percobaan ini, ketelitian mikrometer sekrup yang digunakan adalah 0,01 mm
Pada percobaan terakhir, yaitu pengukuran diameter pada kelereng menggunakan
mikrometer sekrup. Diperoleh hasil rata-rata sebesar 11,,858 x 10-3 m dengan persen ralat
sebesar 1,05%. Perbedaan persen ralat pada mikrometer sekrup didapatkan dari
perbedaan rata-rata pada setiap pengukuran.
Dalam melakukan perhitungan terhadap hasil pengukuran, praktikan menggunakan
perhitungan secara langsung yaitu menghitung secara langsung dengan menjumlahkan
hasil pengukuran pada skala utama dan skala nonius. Setiap pengukuran yang dilakukan
pasti mengandujng ketidakpastian. Ketidakpastian itu disebabkan oleh faktor
ketidakakurasian alat ukur, keterbatasan pengamat dalam melihat hasil pengukuran dan
penulisan hasil dari suatu pengukuran. Selain itu ada beberapa kesalah yang terjadi pada
pengukuran yaitu kesalahan umum, kesalahan sistematik dan kesalahan acak.
Kesalahan umum adalah kesalahan yang dilakukan ketika mengukur. Kesalahan
umum yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengamat. Kesalahan ini dapat disebabkan
karena pengamat kurang terampil dalam menggunakan instrumen, posisi mata yang tidak
benar saat membaca skala dan kekeliruan membaca skala.
Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur
atau instrumen. Kesalahan ini dapat terjadi karena :
1. Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya
2. Kesalahan kalibrasi, yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya penyesuaian
pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat
3. Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada
neraca pegas sehingga mempengaruhi gerak jarum penunjuk.
Kesalahan acak adalah kesalahan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
tidak menentu. Misalnya, fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat pengukuran. Fluktuasi (naik
turun) kecil ini bisa disebabkan oleh adanya gerang Brown molekul udara, fluktuasi
tegangan baterai, dan kebisingan yang bersifat acak dan sukar dikendalikan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil pengukuran tidak bisa
dipastikan dengan sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam
pengukuran. Ada dua ketidakpastian dalam pengukuran, yaitu ketidakpastian dalam
pengukuran tunggal dan ketidakpastian dalam pengukuran berulang.
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dengan satu kali pengukuran
langsung diperoleh hasil ukurnya berupa satuan dan jika dilakukan berulang hasilnya
tetap sama. Dalam pengukuran tunggal, penentuan hasil ukur yang tidak ada ada aturan
tertentu (tidak haus ½ nilai skala terkecil) dan hasil ukurnya ditentukan oleh
koefisionalitas si pengukur yang dilakukan. Secara logis dan rasional berdasarkan intuisi
dan pemahaman yang dikuasai.
Pengukuran berulang adalah pengukuran dimana untuk mendapatkan hasil satuan
harus dilakukan beberapa kali pengukuran karena disetiap pengukuran memperoleh hasil
yang berbeda. Ada beberapa sebab mengapa sebuah pengukuran dilakukan secara
berulang-ulang, antara lain :
1. Adanya kesulitan eksperimen dalam pengulangan pengukuran
2. Besaran yang diukur bersifat fluktuatif (berubah-ubah)
3. Adanya variasi dari medium pada saat eksperimen dilakukan
Selain itu kesalahan juga terjadi dikarenakan kurang kencangnya penggunaan
jangka sorong. Sehingga menjadi bergeser dan hasil yang didapatkan tidak akurat.
Kesalahan juga bisa dikarenakan lingkungan yang tidak mendukung. Dan masih banyak
lagi faktor yang menyebabkan tidak ketelitiannya pengukuran ini. Oleh karena itu, setelah
melakukan pengukuran dilakukan sistem ralat. Sistem ralat ini digunakan untuk
mengetahui persentase kesalahan yang terjadi pada saat perhitungan.
Ralat terbagi menjadi dua, yaitu ralat mutlak (RM) dan ralat nisbi (RN). Pada ralat
mutlak memiliki satuan sama dengan, sedangkan ralat nisbi ditunjukkan dengan %. setiap
kali melakukan pengukuran yang diulang-ulang dengan teliti, hasilnya hampir selalu
berbeda meskipun selisihnya sangan kecil. Karenanya dalam proses pengukuran selalu
terdapat kesalahan atau ralat.
Kesalahan yang dijumpai dalam pengukuran ini adalah kesalahan dalam menulis
data pada tabel pengamatan. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam perhitungan-
perhitungan selanjutnya kesalahan yang dapat terjadi adalah kesalahan dari pengamat saat
mengukur.
Pada praktikum ini asisten laboratorium sangat membantu para anggota kelompok
dalam melakukan pengukuran, mengawasi, menjadi tempat bertanya para anggota yang
kesulitan dalam melakukan pengukuran. Dari petunjuk para asisten laboratorium,
didapatkan informasi yang sangat bermanfaat diantaranya
1. Pengukuran dengan mistar, posisi mata dalam melihat harus lurus, tidak boleh
pada posisi miring, berlaku juga untuk jangka sorong dan mikometer sekrup.
2. Pengukuran dengan jangka sorong, bisa dihitung apabila benda sudah terpasang
dengan baik dibagian rahang (pengukur). Posisi benda harus tetap dan juga
diusahakan tidak jatuh saat diangkat, bila jatuh menunjukkan posisinya renggang.
3. Perhatikan dengan tepat skala nonius yang berhimpit dengan skala utama.
4. Pengukuran dengan mikrometer sekrup, bisa dihitung apabila benda sudah
terpasang dengan baik dibagian poros (pengukur). Posisi benda harus tetap dan
untuk kertas diusahakan tidak merusak struktur kertas, apabila kertas berubah
struktur atau bentuknya bisa disebabkan mikrometer sekrup terlalu menjepit
benda dengan kencang. Untuk kelereng atau bola baja lainnya, untuk mengukur
diameter, letakkan bola baja atau kelereng tepat ditengah-tengah poros penjepit,
jangan pada posisi samping karena akan berpengaruh terhadapa hasil yang
didapatkan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan, diperoleh kesimpulan
bahwa:
1. Telah dipelajari penggunaan alat – alat ukur untuk pengukuran panjang,
massa dan volume. Alat ukur yang digunakan adalah mistar, jangka sorong
dan mikrometer sekrup.
2. Mampu menggunakan dan memahami alat – alat ukur dasar. Alat ukur
yang digunakan adalah mistar dengan ketelitian 1 mm, jangka sorong < 30
cm dengan ketelitian 0,05 mm sedangkan jangka sorong > 30 cm
ketelitiannya 0,01 cm dan alat yang ketelitiannya paling tinggi adalah
mikrometer sekrup dengan ketelitian 0,01 mm.
3. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan
berulang.
4. Dapat mengaplikasikan konsep ketidakpastian dan angka berarti dalam
pengolahan hasil pengukuran.

5.2 Saran
Praktikan harus mengetahui cara mengoperasikan alat yang ingin digunakan
dan memahami cara menggunakannya agar pada saat praktikum tidak terjadi
kebingungan karena tidak mengetahui fungsi dari bagian alat yang ingin
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. 2016. Fisika Dasar 1. Bandung : ITB.


Fauzi, A dan Edy W. B. 2013. “ Pengembangan Model Praktikum Fisika Berbasis
Analisis Ketidakpastian Pengukuran ”. Jurnal Materi Dan Pembelajaran Fisika.
Vol 3 ( 2 ) : 2089 – 6158.
Istanto, T., W. Endra dan T. Febrina. 2010. “ Analisis Ketidakpastian Pengukuran Pada
Pengujian Karakteristik Aliran Fasa Tunggal Aliran Air Vertikal Kebawah Pada
Penukar Kalor Saluran Annular Bercelah Sempit ”. Jurnal Mekanika. Vol 9 (1) :
219 – 225.
Jati, B. M. E. 2008. Pengantar Fisika 1.Yogyakarta : UGM Press.
Salim, A dan Suryani, T. 2018. Fisika Dasar 1. Yogyakarta : Deepublish.
EVALUASI AKHIR

1) Hitung volume benda pada percobaan pengukuran jangka sorong ?


Jawab :
Diket : Panjang = 25,5 x 10-2 m
Lebar = 103 x 10-3 m
Tinggi = 21,36 x 10-3 m
Maka Volume = pxlxt
= (25,5 x 10-2 m) . (103 x 10-3 m) . (21,36 x 10-3 m)
= 5, 61 x 10-4 m3

2) Hitung volume benda pada percobaan pengukuran mistar ?


Jawab :
Diket : Panjang = 25,5 x 10-2 m
Lebar = 10,2 x 10-2 m
Tinggi = 2,1 x 10-2 m
Maka Volume = pxlxt
= (25,5 x 10-2 m) . (10,2 x 10-2 m) . (2,1 x 10-2 m)
= 5, 46 x 10-4 m3

3) Bandingkan dari berbagai metode pengukuran mana yang lebih baik ?


Jawab :
Dari praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan alat ukur jangka sorong,
mistar dan mikrometer sekrup dapat disimpulkan bahwa pengukuran dengan
menggunakan mikrometer sekrup lebih baik dan akurat dibandingkan dengan mistar
dan jangka sorong. Hal ini dikarenakan mikrometer sekrup memiliki ketelitian yang
lebih tinggi dan juga saat melakukan pengukuran objek dikunci sehingga tidak dapat
bergeser. Begitu juga pada jangka sorong sehingga jangka sorong lebih teliti dan
akurat dibandingkan mistar.

4) Buat analisis dan beri kesimpulan dari percobaan ini ?


Jawab :
Berdasarkan percobaan yang dilakukan mistar memiliki ketelitian paling rendah yaitu
1 mm dan jangka sorong lebih teliti dibandingkan mistar yaitu dengan ketelitian 0,01
cm / 0,1 mm untuk jangka sorong >30 cm sedangkan jangka sorong <30 cm
ketelitiannya 0,05 mm dan untuk alat ukur yang paling teliti diantara semua alat ukur
yang dilakukan adalah mikrometer sekrup dengan ketelitian 0,01 mm. Jadi dapat
disimpulkan masing-masing alat ukur memiliki ketelitian masing-masing dimana
jangka sorong lebih teliti daripada msitar dan mikrometer sekrup paling teliti diantara
ketiga alat ukur ini.

Anda mungkin juga menyukai