Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhamad Reza Prasetio

NIM : F1C118013
Prodi : Kimia
Tugas Analisis Teknologi dan Pengolahan Limbah

1. Jelaskan beberapa macam karakteristik limbah B3?

Jawab :
Karakteristik Limbah B3 menurut PP No. 18 tahun 1999 yang hanya
mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
1. Mudah meledak
Yaitu materi yang dapat meledak karena adanya kejutan, panas atau
mekanisme lain, misalnya dinamit.
2. Mudah terbakar
Yaitu bahan padat, cair, uap, atau gas yang menyala dengan mudah dan
terbakar secara cepat bila dipaparkan pada sumber nyala, misalnya:
jenis pelarut ethanol, gas hidrogen, methane.
3. Bersifat reaktif
Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil, dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan. Misalnya sianida, sulfida atau amonia.
4. Beracun
Yaitu bahan beracun yang dalam dosis kecil dapat membunuh atau
mengganggu kesehatan, seperti hidrogen sianida.
5. Menyebabkan infeksi
Yaitu bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh
manusia yang terkena infeksi. Misalnya hepatitis dan kolera.
6. Bersifat Korosif
Bahan padat atau cair yang dapat membakar atau merusak jaringan
kulit bila berkontak dengannya.

2. Berikan beberapa macam contoh limbah B3

Jawab :
Obat nyamuk
dapat merusak hati dan ginjal serta mengiritasi kulit
aerosol
merusak lapisan ozon
batterai kering
mengandung logam berat yang dapat merusak otak dan sistem saraf
oli
kerusakan ginjal,saraf dan penyakit kanker
pemutih
mengandung klorin yang uapnya sangat memedihkan
mata,kulit,hidung dan tenggorokan
semir sepatu
Dapat menyebabkan kanker yang diserap dari kulit
pembersih kaca
mengandung amonia yang uapnya dapat mengiritasi mata dan paru”
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn,
Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan
sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia
tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat,
kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar
fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam
berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi
rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun
1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
3. Bagaimana cara pengendalian / pengurangan limbah B3 yang ada

Jawab :
Pengendalian limbah B3:
1. Perijinan dalam pengolahan limbah B3
2. Pengawasan dalam pengolahan limbah B3
3. Penyimpanan limbah B3
4. Pengangkutan limbah B3

Pengolahan limbah B3 yaitu :

Beberapa penanganan limbah B3, dengan beberapa metode yang dapat


diterapkan:

Metode kimia
Beberapa perlakuan kimia adalah pertukaran ion, oksidasi dan reduksi,
pengendapan kimia, dan netralisasi . Metode ini digunakan untuk
mengubah limbah berbahaya menjadi gas tidak beracun, dengan
memodifikasi sifat kimianya.
Sebagai contoh, sianida dapat melalui proses oksidasi menjadikan residu
beracun ini sebagai produk tidak beracun. Proses kimia lainnya adalah
pemisahan air, yang memungkinkan air diekstraksi dari beberapa residu
organik, dan kemudian dihilangkan melalui pembakaran.
Metode termal

 Metode ini menggunakan suhu tinggi untuk pembakaran bahan.


Metode termal tidak hanya dapat mendetoksifikasi beberapa
bahan organik, tetapi juga menghancurkannya sepenuhnya.
 Ada peralatan termal khusus yang digunakan untuk pembakaran
limbah padat, cair atau lumpur.
 Meskipun efektif dalam metode ini, tetapi, dan itu adalah bahwa
pembakaran limbah berbahaya dengan metode termal dapat
menyebabkan polusi udara.
Metode biologis
Ini digunakan untuk pengolahan limbah organik, seperti yang berasal
dari industri minyak. Salah satu metode pengolahan limbah berbahaya
biologis adalah budidaya tanah.
Teknik ini terdiri dari pencampuran residu dengan permukaan tanah di
area tanah yang cocok. Beberapa jenis mikroba dapat ditambahkan
untuk memetabolisme limbah dan beberapa nutrisi.
Ada kasus di mana bakteri yang dimodifikasi secara genetik digunakan.
Mikroba juga digunakan untuk menstabilkan limbah berbahaya. Proses
ini disebut bioremediasi. Perlu dicatat bahwa tanah ini tidak cocok
untuk menanam.

Metode fisik
Sementara metode di atas memanipulasi bentuk molekul limbah,
perawatan fisik terdiri dari berkonsentrasi, memadatkan atau
mengurangi volume limbah. Beberapa proses yang digunakan adalah
evaporasi, flotasi, sedimentasi dan filtrasi.
Proses lain yang telah menjadi sangat populer adalah pemadatan, yang
terdiri dari limbah enkapsulasi dalam aspal, plastik atau beton.
Enkapsulasi menghasilkan massa padat yang tahan terhadap
pencucian. Limbah tersebut juga dapat bercampur dengan fly ash, air,
dan kapur untuk membentuk jenis lain yang menyerupai semen.
Penerapan sistem pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis
dan karakterisasi dari limbah yang akan diolah dengan memperhatikan
5 hal sebagai berikut :
1. Biaya pengolahan murah,
2. Pengoperasian dan perawatan alat mudah,
3. Harga alat murah dan tersedia suku cadang,
4. Keperluan lahan relatif kecil, dan
5. Bisa mengatasi permasalahan limbah tanpa menimbulkan efek
samping terhadap lingkungan.

Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga
metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,
solidification/Stabilization, dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical
conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
–menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
–mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
–mendestruksi organisme patogen
–memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses
digestion
–mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam
keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:


1. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur
yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan.
Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity
thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya
merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya
pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler
gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah
menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.

2. Treatment, stabilization, and conditioning


Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa
organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat
dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan
biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya
proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel
koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara
pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi
berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan
enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada
tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion,
heat treatment,polyelectrolite flocculation, chemical conditioning,
dan elutriation.

3. De-watering and dr
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi
volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya
ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah
drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.

4. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3.
Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah
pyrolysis,wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan
akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land,
atauinjection well.

2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi
solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah
B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses
pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga
sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam
limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation
tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur
kristal pada tingkat mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun
menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah
atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan
ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, danplant mixing. Peraturan
mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang
menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi
volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat).
Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan
limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari
bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.
Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan
cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan
energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value
juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem
insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized
bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection,
dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln
mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah
padat, cair, dan gas secara simultan

4. Cari beberapa literatur limbah B3 dapat dimanfaatkan menjadi


apa saja

Jawab :

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk (2016),


Penggunaan atau pemanfaatan limbah B3 seperti limbah karbit dan Fly
Ash yakni dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen pada bahan
campuran beton yang menghasilkan beton dengan kualitas yang tinggi
dan ramah bagi lingkungan. Limbah karbit sendiri adalah sisa dari
reaksi karbit terhadap air yang menghasilkan gas acyetilene. Pada
bengkel-bengkel las acyetilene di daerah waru pada umumnya tidak
dilakukan pengolahan terhadap limbah karbit karena dianggap tidak
bernilai ekonomis. Limbah karbit dibiarkan menggunung begitu saja
atau langsung dibuang menuju TPS. Menurut PP RI No. 101 tahun 2014
tentang pengelolaan limbah B3, limbah karbit termasuk dalam golongan
limbah B3 dari sumber yang spesifik yakni kode D243. Adapun Fly ash
atau abu terbang merupakan limbah sisa-sisa pembakaran batubara,
yang dialirkan dari ruang pembakaran. Fly ash berupa serbuk yang
sangat ringan dan berwarna keabu - abuan. Fly ash merupakan material
oksida anorganik yang mengandung silika (SiO2) sebanyak 58,20%, Fly
Ash termasuk dalam limbah B3 dengan kode D223 dengan pencemaran
utama logam berat.
Dari hasil penelitian dipeoleh hasil uji TCLP pada beton campuran
fly ash 25% dan limbah karbit 2,5% ; 5% ; 10% berada di bawah baku
mutu pada PP No. 85 tahun 1999 untuk logam berat Tembaga (Cu),
Chromium (Cr), Lead/ timbal (Pb) yakni kode BBB sebesar 0,245 ppm ;
0,087 ppm ; 1,310 ppm, CCC sebesar 0,152 ppm; 0,055 ppm ; 1,232
ppm, DDD sebesar 0,261 ppm ; 0,043 ppm ; dan 0,969 ppm. Hasil
tersebut berada di bawah baku mutu yakni kurang dari 10 ppm, 5 ppm
dan 5 ppm sehingga dinyatakan aman bagi lingkungan dan dapat
digunakan sebagai alternatif penggunaan beton untuk pekerjaan
pelat, balok,
kolom dan dinding dengan mutu fc 15 MPa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2008), Fly
ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari
pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type
pembakaran batubara pada industri listrik yaitu dry bottom boilers, wet-
bottom boilers dan cyclon furnace. Dahulu fly ash diperoleh dari
produksi pembakaran batubara secara sederhana, dengan corong gas
dan menyebar ke atmosfer. Hal ini yang menimbulkan masalah
lingkungan dan kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat pembakaran
batubara dibuang sebagai timbunan. Fly ash dan bottom ash ini
terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan
pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti
pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas ekosistem.
Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah
memanfaatkan limbah fly ash untuk stabilisasi tanah maupun
keperluan bahan bangunan teknik sipil lainnya dalam mengurangi
pencemaran lingkungan. Namun hasil pemanfaatan tersebut belum
dapat dimasyarakatkan secara optimal, karena berdasarkan PP. No.85
tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3), fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah B3 karena
terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami
pelindihan secara alami dan mencemari lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai