Anda di halaman 1dari 19

Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL 1
TEGANGAN PERMUKAAN

A. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi cairan terhadap tegangan permukaan
2. Mengetahui pengaruh densitas cairan terhadap tegangan permukaan
3. Membuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan terhadap tegangan permukaan
4. Membuat grafik hubungan antara desitas cairan terhadap tegangan permukaan

B. Dasar Teori
Tegangan permukaan cairan dapat didefinisikan sebagai gaya yang terjadi pada
permukaan satu cairan yang menghalangi perluasan dari cairan tersebut. Fenomena tegangan
permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat cair yang berada pada
keadaan diam (statis).
Secara kuantitatif tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya yang berkerja pada
sepanjang 1cm pada pemukaan zat cair dalam satuan dyne/cm. Konsep tegangan permukaan
diperlukan apabila kita menginginkan / membuat suatu emulsi / ingin mengontakkan suatu
cairan dengan padatan. Sebagai contoh pestisida yang disemprotkan di atas daun, maka harus
memiliki tegangan yang relatif rendah agar mampu membasahi daun dengan efisien.
Ada beberapa cara pengukuran tegangan permukaan , yaitu:
1. Metode cincin
2. Metode kapilaritas
Apabila suatu pipa kapiler dicelupkan ke dalam suatu cairan maka akan terjadi
kenaikan cairan di dalam pipa. Kenaikan ini akan terus terjadi sampai adanya
kesetimbangan gaya.
Gaya pertama (F1) merupakan gaya yang menyebabkan cairan naik ke atas.
Gaya kedua (F2) merupakan gaya yang menyebabkan cairan tertarik kebawah.
𝐹1 = 2𝜋 𝑟 𝛾 cos 𝜃
𝐹2 = 𝜋 𝑟 2 ℎ 𝜌 𝑔
dengan :
𝑟 = jari jari pipa kapiler
𝛾 = tegangan permukaan
ℎ = tinggi kenaikan pipa kapiler
𝜌 = densitas cairan
g = percepatan gravitasi

Pada keadaan setimbang, maka gaya karena tegangan permukaan = gaya grafitasi,
sehingga : 𝐹1 = 𝐹2
2𝜋 𝑟 𝛾 cos 𝜃 = 𝜋 𝑟 2 ℎ 𝜌 𝑔
Dengan demikian, secara teori apabila jari-jari pipa kapiler diketahui dan dilakukan
pengukuran terhadap densitas dan kenaikan kapilaritas cairan sehingga tegangan permukaan
cairan akan dapat diketahui. Kesulitan utama dalam penentuan tegangan permukaan adalah
mengukur jari-jari kapiler. Namun demikian dapat digunakan cara yang lebih praktis yaitu
denga membandingkan kenaikan kapilaritas cairan yang akan dicari kenaikan kapilaritasnya.
Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 1
Panduan Praktikum Farmasi Fisika

Dengan cara demikian maka apabila simbol x adalah untuk sampel yang akan dicari
besar tegang permukaaanya dan a adalah cairan yang sudah diketahui kenaikan
kapilaritasnya. Maka dengan membuat anggapan bahwa cos 𝜃 = 1.
ℎ𝑥 𝜌𝑥
𝛾𝑥 = .𝛾
ℎ𝑎 𝜌𝑎 𝑎
dengan :
ℎ𝑥 = kenaikan sampel dari pipa kapileler
ℎ𝑎 = kenaikan air (pembanding) dari pipa kapiler
𝜌𝑥 = berat jenis sampel
𝜌𝑎 = berat jenis air
𝛾𝑎 = tegangan permukaan air
𝛾𝑥 = tegangan permukaan sampel
𝛾𝑎 = 71,4 dyne/cm pada suhu ruang

C. Alat dan Bahan


Alat Bahan
- Piknometer - Air (sebagai pembanding)
- Neraca analitik - Larutan CMC dengan berbagai
- Pipa kapiler konsentrasi
- Beakerglass - Bahan Emulsi
- Pipet ukur - Suspensi Paracetamol
D. Prosedur
1. Menyiapkan larutan CMC dengan berbagai konsentrasi (0,2% - 1,0%).
2. Larutan CMC dengan berbagai konsentrasi tersebut diukur masing-masing densitasnya
Cara:
- Timbang piknometer kosong dan kering (catat hasinya sebagai A gram)
- Masukan cairan yang akan diukur densitasnya ke dalam piknometer sampai penuh,
tutup piknometer dengan tutupnya
- Timbang piknometer bersama isinya (catat hasilnya sebagai B gram)
- Hitung densitasnya
- Ulangi langkah a-d untuk larutan lainnya
3. Mengukur kenaikan kapilaritas dengan melihat perubahan ketinggian cairan untuk masing-
masing konsentrasi CMC, emulsi dan suspensi.
4. Buatlah grafik hubungan antara konsentrasi CMC dengan tegangan permukaan, dan bobot
jenis larutan dengan tegangan permukaan.

PERHITUNGAN
Berat jenis
𝐵−𝐴
𝜌=
𝑉
Tegangan permukaan
ℎ𝑥 𝜌𝑥
𝛾𝑥 = .𝛾
ℎ𝑎 𝜌𝑎 𝑎

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 2


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

E. Data Hasil Percobaan


1. Berat Jenis
Piknometer Pikno+larutan Berat jenis
No Larutan
kosong (gram) (gram) (gram/ml)
1 CMC 0,2%
2 CMC 0,4%
3 CMC 0,6%
4 CMC 0,8%
5 CMC 1,0%
6 Emulsi
7 Suspensi Paracetamol
8 Air

2. Kenaikan kapilaritas
Kenaikan Berat jenis Tegangan permukaan
No Larutan
kapilaritas (cm) (gram/ml) (dyne/cm)
1 CMC 0,2%
2 CMC 0,4%
3 CMC 0,6%
4 CMC 0,8%
5 CMC 1,0%
6 Emulsi
7 Suspensi Paracetamol
8 Air 71,4

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 3


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL II
VISKOSITAS CAIRAN

A. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi cairan terhadap viskositas cairan
2. Mengetahui pengaruh densitas cairan terhadap viskositas cairan
3. Mengetahui pengaruh putaran terhadap viskositas cairan
4. Membuat grafik hubungan antara konsentrasi cairan terhadap viskositas cairan
5. Membuat grafik hubungan antara densitas cairan terhadap viskositas cairan
6. Membuat grafik hubungan antara RPM terhadap viskositas cairan

B. Dasar Teori
Fluida atau zat cair memiliki kekentalan yang berbeda-beda. Minyak pelumas dan air
tentunya memiliki kemampuan mengalir yang berbeda-beda. Pada saat fluida dialirkan
sebenarnya terjadi gerakan antara lapisan-lapisan fluida tersebut. Secara kuantitatif
kekentalan suatu fluida dinyatakan dengan angka kental, dimana satuan yang sering
digunakan adalah poise atau sentiposice.
Satu poise adalah gaya sebesar 1 dyne yang menyebabkan dua lapisan fluida yang
luasnya 1 cm2 berjarak 1 cm bergerak satu terhadap yang lainnya dengan kecepatan
1cm/detik. Ada banyak metode yang digunakan untuk pengukuran kekentalan suatu fluida
diantaranya, metode bola jatuh dan metode ostwald, dan cara yang lain adalah dengan
memebndingkan kekentalan fluida yang belum diketahui kekentalannya .
Pada suhu tekanan yang sama dengan menggunakan hukum poisseulle II:
⍴ . 𝑅4 𝑡
𝑉=
8𝜂𝐿
dengan :
V = Volume fluida yang mengalir
ρ = densitas fluida
R= Jari-jari pipa
T= waktu yang diperlukan untuk mengalirkan fluida
η = viksositas fluida
L= panjang pipa
Apabila dalam percobaan ini kita menggunakan pipa dengan jari-jari yang sama serta
volume fluida yang sama, maka dapat kita tuliskan :
⍴𝑎 . 𝑅 4 𝑡 ⍴𝑠 . 𝑅 4 𝑡
𝑉𝑎 = 𝑉𝑆 =
8 𝜂𝑎 𝐿 8 𝜂𝑠 𝐿
Indek a adalah fluida yang sudah diketahui viskositasnya sedangkan indek s adalah
fluida yang belum diketahui viskositasnya. Untuk volume yang sama , maka VS = Va.
Sehingga persamaan di atas menjadi :
⍴𝑎 . 𝑅 4 𝑡 ⍴𝑠 . 𝑅 4 𝑡
=
8 𝜂𝑎 𝐿 8 𝜂𝑠 𝐿
𝑡𝑠 𝑥 ⍴𝑠
𝜂𝑠 = 𝜂
𝑡𝑎 𝑥 ⍴𝑎 𝑎

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 4


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

C. Alat dan Bahan


Alat Bahan
- Piknometer - Air
- Viskometer Ostwald - Larutan CMC berbagai
- Viskometer NDJ-51 konsentrasi
- Neraca analitik - Larutan sampel, Paracetamol
- Stopwatch suspensi
- Filler - Larutan sampel, Emulsi
- Beaker glass
- Batang pengaduk

D. Prosedur
1. Larutan CMC dari berbagai konsentrasi serta larutan samel dicari densitasnya (bobot
jenisnya) menggunakan piknometer dengan cara:
a. Timbang piknometer kosong dan kering, catat hasil penimbangannya sebagai A gram
b. Masukkan cairan yang hendak diukur bobot jenisnya ke dalam piknometer sampai
penuh. Setelah piknometer penuh kemudian piknometer ditutup
c. Timbang piknometer + isi, catat hasilnya sebagai B gram.
d. Hitung bobot jenis cairan.
e. Ulangi langkah a-d untuk larutan lainnya.
2. Mencari viskositas CMC, emulsi dan suspensi dengan menggunakan viskometer Ostwald
a. Masukan larutan yang akan dicari viskositasnya dengan viskometer melalui pipa yang
lebih besar.
b. Sedot dengan menggunakan filler pada pipa yang yang lain (pipa yang kecil). Hingga
tanda batas atas. Lepaskan filler berbarengan dengan dimulainya stopwatch.
c. Hitung waktu cairan mengalir dari batas atas hingga batas garis dibawahnya dengan
stopwatch yang dihentikan. Catat waktunya.
d. Lakukan perhitungan viskositas pada setiap sampel larutan.
3. Mencari viskositas CMC, emulsi dan suspensi dengan menggunakan viskometer NDJ-51
a. Siapkan sampel larutan pada Beakerglass.
b. Pilih salah satu nomor spindel pada viskometer NDJ-51 untuk digunakan.
c. Letakkan spindel pada posisi yang benar (tercelup sampai batas spindel dengan
permukaan sampel larutan) dan atur viskometer pada RPM 12.
d. Nyalakan viskometer dan matikan jika jarum penunjuk nilai viskositas sudah terlihat
menunjukkan angka.
e. Ulangi langkah a-d untuk RPM 30 dan 60.
f. Catat hasilnya pada Tabel.
4. Buatlah grafik hubungan antara konsentrasi CMC dengan viskositas larutan, densitas
CMC dengan viskositas larutan dan RPM dengan viskositas larutan.
Perhitungan
𝐵−𝐴
1. Bobot Jenis : ⍴ = 𝑉
𝑡𝑠 𝑥 ⍴𝑠
2. Viskositas : 𝜂𝑠 = 𝜂𝑎 ; 𝜂𝑎 = 1 cP (air sebagai pembanding)
𝑡𝑎 𝑥 ⍴𝑎

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 5


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

E. Data Hasil Percobaan


1. Berat Jenis
Volume piknometer = ..... ml
Suhu piknometer = ......0C
No Konsentrasi Piknometer Piknometer+larutan Berat larutan Bobot jenis
larutan CMC kosong (gram) (gram) (gram/ml)
(%) (gram)
1. CMC 1%
2. CMC 0,8%
3. CMC 0,6%
4. CMC 0,4%
5. CMC 0,2%
6. Emulsi
7. Paracetamol
8. Air
2. Waktu Alir
No Larutan Waktu (sekon) No Larutan Waktu (sekon)

1. CMC 1% 5. CMC 0,2%


2. CMC 0,8% 6. Emulsi
3. CMC 0,6% 7. Paracetamol
4. CMC 0,4% 8. Air
3. Viskositas
No Larutan Bobot jenis (g/ml) t rata-rata (detik) Viskosotas (cP)
1. CMC 1%
2. CMC 0,8%
3. CMC 0,6%
4. CMC 0,4%
5. CMC 0,2%
6. Emulsi
7. Paracetamol
8. Air

Viskositas menggunakan NDJ-51

No Larutan Spindel RPM


12 30 60
1. CMC ......... %
2. Emulsi
3. Paracetamol

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 6


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL III
SIFAT-SIFAT KOLOID

A. Tujuan
Memberi gambaran tentang sifat-sifat larutan koloidal.
B. Dasar Teori
Koloid biasanya dibagi menjadi dua golongan besar. Bedasarkan pada apakah dia
disolvatasi oleh medium dispersinya atau tidak atau apakah dia tidak berinteraksi secara
nyata pada medium, yaitu:
1. Koloid liofilik, disolvatasikan oleh solven dan sering dinamakan “koloid suka pelarut”.
2. Koloid liofobik, kebalikan dari koloid liofilik, yaitu mempunyai afinitas kecil untuk
solvent dan sering dinamakan “koloid tidak suka pelarut”.
Jika digunakan sebagai solven adalah air, maka digunakan istilah: hidrofilik dan
hidrofobik. Dispersi koloidal yang dibuat dengan salah satu dari dua metode umum, yaitu
metode kondensasi dan metode dispersi.
Metode Kondensasi
Adalah menggabungkan partikel-partikel kecil (ion/molekul) untuk membentuk
partikel-partikel yang lebih besar yang masuk dalam jarak ukuran koloidal. Ini biasanya
dilakukan dengan jalan mengganti solven atau dengan jalan melakukan reaksi kimia tertentu.
Metode dispersi menggunakan teknik-teknik pengecilan ukuran partikel dari partikel-partikel
yang berdimensi koloidal. Untuk ini dapat digunakan disintegrator mekanik seperti “colloid
mill”. Sering sekali dicampur dengan zat yang lain yang dapat menyebabkan partikel non
koloidal menjadi koloidal. Metode tipe dispers tipe ini khusus dinamakan peptisasi. Semua
dispersi koloidal menunjukan suatu sifat optik yang dikenal sebagai efek Tyndall. Jika
seberkas cahaya diarahkan pada suatu dispersi koloidal, maka cahaya tersebut akan
dipancarkan dan suatu berkas sinar atau kerucut akan terlihat.
Karena banyak dispersi koloidal sangat menyerupai larutan sejati, maka sifat tersebut
berguna untuk membedakan antara dispersi kolidal dan larutan sejati. Larutan sejati tidak
akan mancarkan cahaya, karena partikel-partikel yang terdispersi didalamnya begitu kecil
sehingga tidak dapat menimbulkan efek tersebut. Sifat lain yang menarik dari koloid adalah
viskositas. Koloid liofilik tidak merubah viskositas dari viskositas suatu dispersi, karena
dispersi tersebut tidak disolvatasikan. Kenaikan kadar dari koloid-koloid semacam itu tidak
mempengaruhi viskositas dari dispersi tersebut. Koloid liofilik, sebaliknya biasanya
menyebabkan suatu kenaikan viskositas secara nyata, karena mereka berinteraksi dengan
molekul-molekul solven.
Sifat-sifat stabilitas sistem liofobik juga berbeda. Semua dispersi koloid mempunyai
muatan listrik. Jika suatu zat atau ion dengan muatan sebaliknya ditambahkan dalam suatu
dispersi koloid, muatan dalam koloid dapat dihilangkan atau dinetralkan dan koloid akan
mengendap.
Sistem hidrofobik biasanya lebih jelas dipengaruhi oleh elektrolit, sedangkan sedangkan
sistem hidrofilik disolvatasikan dan suatu “cincin pelindung” mengelilingi koloid hingga
membuatnya menjadi kurang peka terhadap ion-ion yang bermuatan yang berasal dari
elektrolit. Salah satu cara untuk menambahkan stabilitas koloid hidrofobik ialah dengan
penambahan suatu koloid hidrofilik pada sistem tersebut. Dalam hal ini koloid hidrofiliknya
Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 7
Panduan Praktikum Farmasi Fisika

dinamakan “koloid pelindung”. Sistem hidrofilik akan menjadi kurang stabil pada
penambahan solven-solven tersebut akan bersaing dengan molekul-molekul air dan
mendehidrasi koloid.
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Pemanas air - Putih telur (protein sebagai
- Tabung reaksi larutan koloid)
- Penjepit tabung reaksi - Alkohol 96%
- Beakerglass - Asam cuka encer
- Pipet tetes - Asam nitrat encer
- Aquadest
- Larutan Cu sulfat encer
- Larutan KOH encer
D. Prosedur
Kocok satu bagian putih telur dengan lima bagian air. Larutan koloid ini dipakai untuk
percobaan berikut :
1. Koagulasi
Buktikan bahwa alkohol 96% dapat menimbulkan koagulasi larutan putih telur.
Apakah terjadi pula koagulasi apabila larutan putih telur dipanaskan dengan air
murni? Hasil koagulasi larut dalam air atau tidak? Panaskan putih telur dengan asam
cuka encer. Apa pengaruh asam itu terhadap koagulasi?
2. Pengendapat dengan asam nitrat
Buktikan bahwa asam nitrat encer akan mengendapkan putih telur.
3. Reaksi biuret
Berilah beberapa tetes larutan Cu Sulfat encer kepada larutan 5 ml putih telur,
kemudian setetes demi setetes diberi larutan KOH encer. Gojog dan amati
perubahan warnanya. Tes ini menunjukan adanya ikatan apa didalam putih telur?
E. Data Hasil Percobaan

No. Pereaksi Perlakuan Hasil (reaksi/warna/endapan)


1 Alkohol 96% Tidak dipanaskan
Aquadest Dipanaskan
Air cuka Encer dan dipanaskan
2 Asam nitrat Encer, tanpa pemanasan
3 Biuret CUSO4 dan ditambah
KOH digojog

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 8


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL IV
UKURAN PARTIKEL

A. Tujuan
1. Mampu dan terampil menggunakan mikroskop optik untuk melihat bentuk partikel dan
menganalisisnya.
2. Memahami dan mampu menghitung parameter-parameter yang berhubungan dengan
bentuk dan ukuran partikel.
B. Dasar Teori
Mikromeritik adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan ukuran partikel. Dimensi
partikel serbuk dapat ditentukan menurut sifat-sifatnya,seperti: luas permukaan, volume,
daerah proyeksi atau kecepatan sedimentasinya. Sekumpulan partikel biasanya bersifat
heterogen. Bentuk dan ukurannyapun sangat bervariasi, karenanya dalam menentukan ukuran
sekumpulan partikel perlu diperkirakan interval (jarak) ukuran partikel yang ada dan fraksi
jumlah atau bobot dari setiap jarak ukuran partikel. Kemudian dibuat kurva distribusi ukuran
partikel dan dari kurva ini dapat ditentukan ukuran partikel rata-rata dari sekumpulan partikel
tersebut.
Metode mikroskopis optik ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan ukuran partikel. Umumnya sediaan obat yang digunakan dalam farmasi
mengandung komponen bahan yang berupa partikel-partikel, baik sendirian maupun
terdispersi sebagai partikel-partikel halus dalam medium yang lain. Pada kasus tertentu
diperlukan pengecilan ukuran partikel. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan metode fisik
ataupun dengan metode kimiawi. Kominusi (comminution) adalah suatu proses memperkecil
ukuran partikel obat-obat yang berasal dari hewan atau obat-obat berasal dari bahan kimiawi
yang dilakukan secara fisis. Prinsip metode kimiawi yang digunakan adalah dengan
pengendapan dari suatu larutan dengan jalan mereaksikan satu zat dengan zat yang lainnya
untuk menghasilkan senyawa kimia yang diinginkan dalam bentuk partikel-partikel halus.
Beberapa parameter yang digunakan dalam mikromeritika adalah:
Beberapa parameter yang digunakan dalam mikromeritika adalah:
1. Diameter nilai tengah angka-panjang (dln)

2. Diameter nilai tengah angka-permukaan (dsn)

3. Diameter nilai tengah angka-volume (dvn)

4. Diameter nilai tengah panjang-permukaan atau panjang terbobot (dsl)

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 9


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

5. Diameter nilai tengah volume-permukaan atau permukaan terbobot (dvs)

6. Diameter nilai tengah momen-berat atau volume terbobot (dwm)

C. Alat dan Bahan


Alat Bahan
- Mikroskop optik - Amylum Manihot
- Mikrometer okuler dan obyektif - Amylum Maydis
- Gelas obyek dan gelas penutup - Amylum Oryzae
- Ayakan partisi beberapa nomor - Air
- Neraca
D. Prosedur

Metode Mikroskopi
1) Kaliberasi mikrometer okuler terhadap obyektif
- mikrometer okuler yang akan dikaliberasi dipasang di dalam lensa okuler
- mikrometer obyektif dipasang di bawah lensa obyektif
- skala 0,0 pada mikrometer obyektif dihimpitkan hingga segaris dengan salah satu skala
pada skala okuler
- sejumlah skala pada skala obyektif yang segaris dengan sejumlah skala pada skala okuler
dicatat
- mikrometer obyektif dilepas
2) Pembuatan preparat
- Amylum (Maydis/Manihot/Oryzae) + aquadest, diaduk hingga homogen
- teteskan pada gelas obyek
3) Lihat bentuk ukuran partikel untuk masing-masing Amylum dan bandingkan
4) Analisis data ukuran partikelnya.
Metode Pengayakan
1) Siapkan alat dan bahan.
2) Susun beberapa ayakan dengan nomor tertentu secara berurutan dari atas ke bawah, dengan
makin membesar nomor ayakan yang digunakan.
3) Masukkan serbuk ke dalam ayakan paling atas pada bobot tertentu yang ditimbang secara
seksama (misal 100 gram).
4) Ayak serbuk selama 5 menit pada getaran tertentu.
5) Timbang serbuk yang terdapat pada masing-masing ayakan.
6) Buat kurva distribusi persen bobot di atas dan di bawah ayakan.
E. Data Hasil Percobaan
Metode Mikroskopi
No Jenis Amylum Gambaran Bentuk
1. Manihot
2. Maydis
3. Oryzae

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 10


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

Metode Pengayakan
Massa Massa Granul Massa Granul % bobot % bobot di
No Ukuran
Granul di atas ayakan di bawah di atas bawah
ayakan Lubang
Awal (g) (g) ayakan (g) ukuran ukuran

F. Pertanyaan Diskusi
1. Apakah kegunaan pengukuran partikel pada sediaan suspensi atau emulsi?
2. Apakah keuntungan dan kerugian penentuan ukuran partikel dengan metode mikroskopi?
3. Jelaskan dengan singkat prinsip-prinsip pengukuran partikel dengan beberapa metode yang
ada di pustaka!
G. Daftar Pustaka
Martin A., Bustamante, and Chun A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed., William and
Wilkins, p. 477-487

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 11


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL V
DISPERSI KASAR

A. Tujuan
Mengetahui parameter evaluasi pembuatan sediaan suspensi dan emulsi.
B. Dasar Teori
Sistem terdispersi terdiri dari partikel-partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispersi yang terdistribusi secara merata keseluruh medium kontinu atau medium dispersi.
Bahan-bahan yang terdispersi bisa saja memiliki ukuran partikel berdimensi atom atau
molekul sampai partikel yang dapat diukur dengan satuan milimeter. Oleh karena itu, cara
paling mudah untuk menggolongkan system dispersi adalah berdasarkan diameter dari
partikel rata-rata dari bahan yang terdispersi. Umumnya, sistem dispersi digolongkan menjadi
tiga, yaitu:
1. Dispersi Molekular atau biasa disebut larutan
2. Dispersi Koloidal
3. Dispersi Kasar
Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang biasanya bercampur
(nonmixable atau unblendable). Emulsi adalah bagian dari kelas yang lebih umum dari sistem
dua – fase materi disebut koloid. Meskipun istilah koloid dan emulsi kadang-kadang
digunakan secara bergantian, emulsi harus digunakan ketika kedua tersebar dan fase kontinyu
adalah cairan. Dalam emulsi, satu cair ( fase terdispersi ) tersebar di lain ( fase kontinyu ).
Contoh emulsi meliputi vinaigrettes, susu, mayones, dan beberapa cairan pemotongan untuk
pengerjaan logam (Aqila, 2014).
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang
terbagi secara halus disebarkansecara merata dalam pembawa obat dimana obat tersebut
menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspense resmi diperdagangkan
dalam bentuk siap pakai, ada juga yang tersedia dalam bentuk serbuk kering (dry syrup) untuk
disuspensikan dalam cairan pembawa (umumnya berupa air), salah satu contohnya adalah
suspensi antibiotika yang biasa ditemukan dalam bentuk sirup.
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspensi
farmasetik yang baik. Di samping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen-
komponen formulasi, kelanggengan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan. Ada sifat lain
yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi:
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara lambat dan harus rata
kembali bila dikocok.
2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid
tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
Terdapat beberapa point yang dapat menjadi penilai kestabilan sediaan suspensi. Yaitu:
1. Volume sedimentasi
Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula-mula dari
suspensi (Vo) sebelum mengendap. Rumus F = Vu/Vo
- Bila F = 1 atau mendekati 1, maka sediaan baik karena tidak adanya supernatant jernih
pada pendiaman
Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 12
Panduan Praktikum Farmasi Fisika

- Bila F > 1 terjadi “floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar
dari volume awal
- Formulasi lebih baik jika dihasilkan kurva garis horisontal.
2. Derajat flokulasi.
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu)terhadap
volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc).
3. Metode reologi
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Mortir dan Stemper - Aquadest
- Gelas ukur 100 ml - Na – CMC
- Beaker Glass
- Batang Pengaduk
- Penangas air

D. Prosedur
1. Pembuatan Suspens
Zat Aktif disuspensikan dengan zat pensuspensi atau emulgator yang di tentukan
asisten, dengan kosentrasi variasi tertentu dibuat pula blanko suspensi tanpa zat
pensuspensi.
2. Pengamatan sedimentasi / creaming
Amati dan catat Volume sedimentasi yang terjadi dalam interval waktu : 0, 15, 30,
dan 60 menit.
3. Tentukan redispersibilitas suspensi dan emulsi
4. Buatlah grafik hubungan waktu terhadap volume sedimentasi
E. Data Hasil Percobaan
Volume sedimentasi pada setiap waktu pengamatan
Waktu 0,5% 1,0% 1,5% 2,0% 2,5%
0 menit
15 menit
30 menit
45 menit
60 menit
Redispersibilitas
F. Daftar Pustaka
Agoes, Goesman. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi Edisi revisi dan perluasan. ITB :
Bandung
Ansel C Ph.D Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi ke empat. UI.press :
Jakarta

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 13


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL VI
UJI DISOLUSI

A. Tujuan
1. Menentukan konstanta kecepatan disolusi dari tablet.
2. Menentukan laju disolusi tablet amoksisilin menggunakan medium air suling dengan
menggunakan alat disolusi.
B. Dasar Teori
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi
partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan
berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur
hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang
ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan
ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat
bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan
dengan laju larut obat dalam tablet. Berikut contoh alat disolusi obat.

Gambar 6.1 : Alat Disolusi Obat


Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya, sehingga variable
perbedaan luas permukaan efektif dapat dihilangkan. Biasanya zat dibuat tablet terlebih
dahulu. Kemudian sampel ditentukan seperti pada metode suspensi. Kecepatan pelarutan
berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus
dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik
dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh
sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh
kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh
kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
C. Alat dan Bahan

Alat Bahan
- Alat disolusi - Amoxicillin
- Erlenmeyer 200 ml - Aquadest
- Gelas piala - NaOH 0,1 N
- Gelas ukur - Indikator fenolftaelin
- Statif dan klem
- Biuret

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 14


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

- Pipet volume 10 ml
- Lap kasar
- Termometer
- Tisu
D. Prosedur
1. Stel alat disolusi
- Suhu : 37 0C
- Speed : 100 rpm
- Waktu : 45 menit
2. Isi bejana dengan air 900 ml (bersamaan dengan memasukkan amoxicillin ke dalam
keranjang)
3. Tunggu suhu air pada bak disolusi sampai 37 0C
4. Nyalakan alat disolusinya
5. Tunggu sampai 5 menit, kemudian ambil 20 ml dari bejana dengan menggunakan pipet
volume (bersamaan pemipetan, tambahkan aquadest 20 ml)
6. Masukkan hasil pipetan ke dalam erlenmeyer secara duplo (dua kali), tambahkan 3 tetes
fenolftalein sebagai indikator
7. Titrasi dengan NaOH 0,1 N
8. Catat hasil titrasi
9. Lakukan langkah 5-8 berdasarkan interval waktu yang ditentukan (15, 25, 35, 45 menit)
10. Buat tabel hasil titrasi
E. Data Hasil Percobaan
Tabel
Volume NaOH Konsentrasi
Waktu
1x 2x 1x 2x
5 menit
15 menit
25 menit
35 menit
45 menit

F. Daftar Pustaka
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Prasetya, Jemmy Anton dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika. Jimbaran : Udayana
University Press

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 15


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL VII
KELARUTAN

A. Tujuan
Menentukan kelarutan suatu zat dalam pelarut polar, semipolar, non polar pada berbagai
suhu.
B. Dasar Teori
Kelarutan secara kuantitatif adalh konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperatur tertentu. Kelrutan secara kualitatif adalah interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mililiter pelarut
yang dapat melarutkan satu gram zat. Misal 1 gr asam salisilat akan larut dalam 500ml air.
Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam molalitas, molarita dan persen.
Dalam bidang farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung
sutu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air. Kelarutan dalam
bidang farmasi sangat penting karena dapat mengetahui dan dapat membantu dalam memilih
medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu dalam mengatasi
kesulitan – kesulitan tertentuyang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih
jauh lagi dapat bentidak sebagai standar atau uji kelarutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain:
1. Ph
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel zat
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis
Kelarutan suatu bahan dalam pelarut tertentu menunjukan konsentrasi maksimum yang
dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila pelarut pada suhu tertentu melarutkan
semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, maka larutan tersebut telah jenuh.
Jenis-jenis pelarut antara lain:
1. Pelarut polar
Melarutkan zat terlarut ionik dan dan zat polar yang lain
2. Pelarut non polar
Pelarut yang dapat mengurangi gaya tarik menarik antar ion elektrolit kuat dan lemah
karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah
3. Pelarut semipolar
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Kertas saring - Kompor listrik - Aquadest
- Termometer - Cawan porselin - Alkohol 96%
- Nerca analitik - Pipet tetes - Kloroform
- Oven - Gelas ukur 100ml - Asam salisilat
- Corong gelas - Erlenmeyer 250ml - Propylenglykol
- Batang pengaduk
- Beaker glass 250ml
Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 16
Panduan Praktikum Farmasi Fisika

D. Prosedur
1. Timbanglah kertas saring kosong pada neraca analitik
2. Timbanglah bahan (sampel asam salisilat) sebanyak 1 gram
3. Masukkan bahan yang telah ditimbang dalam beaker glass 250 ml dan tambahkan pelarut
10 ml
4. Aduk selama 5 menit
5. Panaskan diatas penangas pada suhu 450C aduk selama 5 menit
6. Lakukan kegiatan 1-5 dengan pemanasan 600C
7. Saring dengan kertas saring (sesuai dengan suhunya masing-masing)
8. Setelah disaring, dilipat dan diletakan di atas cawan porselin yang telah diberi etiket, lalu
keringkan dalam oven pada suhu 1000 C selama 30 menit
9. Timbang kertas saring tersebut
10. Hitunglah kelarutan zat
11. Untuk propylenglykol digunakan untuk menghitung nilai F dengan cara mengukur Vu di
berbagai % komposisi larutan (Air 60% + Alkohol ... % + Propylenglykol ... %)
E. Data Hasil Percobaan

Massa sampel Massa kertas Massa kertas Massa residu


Sampel Pelarut Suhu
(gram) saring kosong saring+sampel (gram)
suhu
kamar 1
aquadest
45 C 1
60 C 1
asam suhu
alkohol 1
salisilat kamar
suhu
kamar 1
kloroform
45 C 1
60 C 1

PERHITUNGAN
Perhitungan berat residu
berat residu = (berat kertas saring + sampel ) – berat kertas saring kosong
Perhitungan Gram Zat terlarut
Hasil perhitungan gram zat terlarut menunjukan jumlah zat yang terlarut dalam pelarut
(aquadest, alkohol, dan kloroform)
Gram zat terlarut = berat sampel - berat residu
Perhitungan kelarutan zat
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
% 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝑥 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


% 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑥 100%
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 17


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

MODUL VIII
KINETIKA REAKSI DAN STABILITAS OBAT

Tujuan

1. Memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang disebabkan oleh kenaikan suhu


2. Meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada suhu penyimpanan yang biasa (suhu
kamar) dengan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik
Data Hasil Pengamatan
Jika 250 ml larutan yang mengandung 4 % asetosal dan 10 % natrium sitrat dibagi 4 sampel dan
disimpan pada suhu 30oC , 40oC, 50oC, dan 60oC di atas tangas air. Diperoleh data hasil
pengamatan sebagai berikut:
Pembakuan NaOH
V1. N1 = V2.N2 V1. N1 = V2.N2
12,5 . N1 = 10 . 0,1 8 . N1 =10 . 0,1
N1 = 0,08 N N1 = 0,125 N
N rata rata = 0,1025N
Potensi kadar awal
2𝑥−𝑦 2(10,25)−10,25
Potensi kadar awal = 𝑥 . 100% = . 100% = 100%
10,25
Dengan 𝑥 = V titran awal dan 𝑦 = V titran pada suhu ke-n
Tabel Data untuk Suhu awal 30oC
Waktu Volume Titrasi Kadar Asetosal log K suhu Potensi log
(menit) NaOH Rata-rata (ml) Tiap Waktu akhir (60oC) (%) Potensi
0 11,4 ? -2,45 ? ?
15 13,2 ? ? ?
30 14,2 ? ? ?
45 16,4 ? ? ?
o
Tabel Data untuk Suhu awal 40 C
Waktu Volume Titrasi Kadar Asetosal log K suhu Potensi log
(menit) NaOH Rata-rata (ml) Tiap Waktu akhir (60oC) (%) Potensi
0 12,2 ? -2,45 ? ?
15 14,4 ? ? ?
30 15,6 ? ? ?
45 17,2 ? ? ?
Tabel Data untuk Suhu awal 50oC
Waktu Volume Titrasi Kadar Asetosal log K suhu Potensi log
(menit) NaOH Rata-rata (ml) Tiap Waktu akhir (60oC) (%) Potensi
0 13,6 ? -2,45 ? ?
15 15,4 ? ? ?
30 17,2 ? ? ?
45 18,0 ? ? ?

Prosedur untuk masing-masing suhu awal (30oC , 40oC, 50oC)


1. Hitunglah potensi dan log potensi untuk tiap waktu (0, 15, 30 dan 45)
2. Jika diketahui V sampel 5 ml, V stok 0 dan BEml asetosal adalah 90,08 , hitunglah
kadar asetosal tiap waktu.
(𝑉.𝑁)𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑠𝑎𝑙
Kadar = . V stok
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 18


Panduan Praktikum Farmasi Fisika

3. Hitunglah harga K tiap waktu.


𝑦 −𝑦 −𝐾
𝑀 = 𝑥2 −𝑥1 dan 𝑀 = 2,303 ;
2 1
dengan 𝑦1 = log potensi (t=0’) , 𝑦2 = log potensi (t=45’), 𝑥1 = (t=0’), 𝑥2 = (t=45’)
4. Hitunglah nilai Energi Aktivasi (Ea).
𝑦 −𝑦 −𝐸𝑎
𝑀 = 𝑥2 −𝑥1 dan 𝑀 = 2,303𝑅 ;
2 1
1 1
dengan 𝑦1 = log K (T awal) , 𝑦2 = log K (T akhir), 𝑥1 = 𝑇 𝑎𝑤𝑎𝑙 , 𝑥2 = 𝑇 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟, R = 1,98
catatan : Suhu dalam satuan Kelvin
𝐸𝑎 1
5. Hitunglah nilai A dan log A dengan persamaan: ln A=2,303 . 𝑇
6. Hitunglah nilai K pada suhu kamar (25oC) dengan persamaan: log K25 = log A -
𝐸𝑎
2,303.𝑅.𝑇
0,105
7. Hitunglah waktu daluarsa (t90) dengan persamaan t90 = 𝐾25
1
8. Buatlah grafik fungsi: log potensi terhadap waktu dan log K terhadap 𝑇

Farmasi Fisika, Semester Genap 2018-2019 19

Anda mungkin juga menyukai