Anda di halaman 1dari 17

RANTAI MAKANAN

Oleh :
Fajar ariyanto B1A016008
Nafisaturrokhmah B1A016038
Maulida Fitri Khairani B1A016073
Nina Nurussakinah B1A016100
Hamzah Syahid Al Amjad B1A016144
Yulina Dwi Puspa Rini B1A017044
Fatimatus Sania B1A017052
Kelompok : 5
Rombongan : I
Asisten : Rizqi Nahriyati

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan


timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan
interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran
energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus
materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua
energi yang ada. Organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama
dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi
dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga mempengaruhi lingkungan
fisik untuk keperluan hidup (Balvanera, 2005).
Makhluk hidup satu dengan yang lain akan selalu terjadi interaksi.
Ekosistem tersusun atas komponen-komponen yang saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Komponen itu membentuk satuan-satuan organisme
kehidupan. Individu yang satu dengan lainnya dalam satu daerah akan
membentuk populasi. Selanjutnya, antara populasi yang satu dengan yang
lainnya dalam satu daerah akan terjadi interaksi membentuk komunitas.
Selanjutnya, komunitas ini juga akan selalu beriteraksi dengan tempat hidupnya.
Misalnya, rumput hidup di tanah, belalang hidup di rerumputan, dan ikan-ikan
hidup di air. Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya akan
membentuk ekosistem. Kumpulan ekosistem di dunia akan membentuk biosfer
(Balvanera, 2005).
Ekologi merupakan cabang ilmu dalam biologi yang mempelajari tentang
hubungan makhluk hidup dengan habitatnya. Istilah rantai makanan dalam
ekologi sudah dikenal. Rantai makanan merupakan lintasan konsumsi makanan
yang terdiri dari beberapa spesies organisme. Bagian paling sederhana dari suatu
rantai makanan berupa interaksi dua spesies yaitu interaksi antara spesies
mangsa (prey) dengan pemangsa (predator). Model yang mendiskripsi kan
interaksi dua spesies yang terdiri dari prey dan predator adalah model rantai
makanan dua spesies. Kehadiran predator memberikan pengaruh pada jumlah
prey. Pada interaksi tiga spesies, kehadiran predator kedua berpengaruh pada
jumlah predator pertama dan prey sehingga dalam rantai makanan setiap
komponennya saling memberikan pengaruh (Pratikno, 2010).
Rantai makanan merupakan perpindahan materi dan energi melalui
proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap tingkat dari rantai
makanan disebut tingkat trofi atau taraf trofi. Karena organisme pertama yang
mampu menghasilkan zat makanan adalah tumbuhan maka tingkat trofi pertama
selalu diduduki tumbuhan hijau atau produsen. Tingkat selanjutnya adalah
tingkat trofi kedua, terdiri atas hewan pemakan tumbuhan yang biasa disebut
konsumen primer. Hewan pemakan konsumen primer merupakan tingkat trofi
ketiga, terdiri atas hewan-hewan karnivora. Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-
rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa
sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena
setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup
lainnya (Andrewarta, 1984).
B. Tujuan

Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui rantai makanan pada suatu


ekosistem pertanian.
II. TELAAH PUSTAKA

Ekosistem alami dalam kurun waktu tertentu dapat menjaga sifat-sifatnya


dengan cukup konstan, terutama karena desakan-desakan yang dibuat oleh
lingkungan fisik bersama sama dengan lingkungan timbal balik baik intra maupun
antarspesies. Salah satu mekanisme tersebut adalah predasi (peristiwa mangsa
memangsa). Sifat mangsa-memangsa tersebut akan terus berlangsung dalam
kehidupan dan dalam ekositem dan disebut dengan rantai makanan. Rantai makanan
tersebut akan berlansung sepanjang masa, antara herbivora (pemakan tanaman) dan
karnivora (musuh alami). Tanaman juga disebut dengan produsen dan pemakan
produsen disebut sebagai konsumen (Aprilizah, 2006).
Rantai makanan menghasilkan gas (GHG) emisi gas rumah kaca di semua
tahapan dalam siklus hidupnya, mulai dari proses pertanian dan inputnya, melalui
untuk memproduksi, distribusi, pendinginan, ritel, makanan persiapan dalam
pembuangan rumah dan limbah. Pada tahap pertanian, GRK dominan adalah nitrous
oksida (N2O) dari tanah dan ternak proses (kotoran, urin dan aplikasi pupuk
nitrogen) dan metana (CH4) dari pencernaan ruminansia, beras budidaya dan tanah
anaerob (Garnett, 2011). Tiap tingkat dari rantai makanan dalam suatu ekosistem
disebut tingkat trofik. Pada tingkat trofik pertama adalah organisme yang mampu
menghasilkan zat makanan sendiri yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof
dengan kata lain sering disebut produsen. Organisme yang menduduki tingkat tropik
kedua disebut konsumen primer (konsumen I). Konsumen I biasanya diduduki oleh
hewan herbivora. Organisme yang menduduki tingkat tropik ketiga disebut
konsumen sekunder (Konsumen II), diduduki oleh hewan pemakan daging
(karnivora) dan seterusnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik tertinggi
disebut konsumen puncak (Kurniawan, 2008).
Menurut Anwar (1990), dilihat dari jenis makanannya hewan dapat
dikelompokkan ke dalam 3 golongan:
1. Hewan herbivora, adalah hewan pemakan tumbuhan. Contohnya: kambing,
kelinci, sapi dan sebagainya.
2. Hewan predator, adalah hewan pemakan hewan lain. Hewan predator terbagi
atas:
a. Karnivor yaitu binatang buas pemakan hewan berdaging. Contohnya:
harimau, singa dan sebagainya.
b. Insectivor yaitu binatang pemakan serangga. Contohnya: cecak, katak dan
sebagainya.
3. Hewan omnivor adalah binatang pemakan segala (tumbuhan dan daging).
Contohnya ayam, tikus dan sebagainya.
Ekosistem alami dalam kurun waktu tertentu dapat menjaga sifat-sifatnya
dengan cukup konstan, terutama karena desakan-desakan yang dibuat oleh
lingkungan fisik bersama sama dengan lingkungan timbal balik baik intra maupun
antarspesies. Salah satu mekanisme tersebut adalah predasi (peristiwa mangsa
memangsa). Sifat mangsa-memangsa tersebut akan terus berlangsung dalam
kehidupan dan dalam ekositem dan disebut dengan rantai makanan. Rantai makanan
tersebut akan berlansung sepanjang masa, antara herbivora (pemakan tanaman) dan
karnivora (musuh alami). Tanaman juga disebut dengan produsen dan pemakan
produsen disebut sebagai konsumen (Anwar, 1990).
Faktor yang berperan dalam menentukan laju pemangsaan oleh suatu
predator terhadap mangsanya diantaranya adalah preferensi terhadap mangsa,
kerapatan mangsa, kualitas makanan (mangsa) dan adanya mangsa alternatif (Taulu,
2001). Pengelolaan agroekosistem dapat mempengaruhi keanekaragaman musuh
alami dan kelimpahan atau kerapatan populasi hama (Herlinda. 2000). Predator
umum biasanya mengonsumsi setiap mangsa yang ditanganinya (Winasa, 2001).
Predator penghuni tajuk maupun penghuni tanah memberikan tekanan pemangsaan
yang tinggi terhadap hama kedelai. Pada ekosistem padi, keeratan hubungan antara
kerapatan populasi P. pseudoannulata dengan kerapatan populasi wereng cenderung
tinggi bila kerapatan populasi wereng tidak terlalu tinggi (Herlinda, 2000).
Penelitian Kartohardjono (1988), melaporkan bahwa kerapatan predator yang
dijumpai pada rumpun padi yaitu Cyrtorhinus sp., Paederus sp., Coccinella,
Ophionea dan laba-laba Tetragnatha, Lycosa, Oxyopes, Callitrichia meningkat pada
saat kerapatan wereng coklat meningkat.
III. MATERI DAN METODE
A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, kamera, loop,
dan tali rafia.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah area persawahan,
hewan-hewan yang berada di area persawahan.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :

1. Hewan diamati yang terlihat pada area sawah


2. Hewan yang terlihat didokumentasi
3. Hewan dicatat dan dibuat pola rantai makanan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1. Hewan-hewan dalam Ekosistem Sawah
No Nama Peran dalam Rantai Tingkatan Trofik
Hewan Makanan I II III IV
1. Tomcat Konsumen √
2. Belalang Konsumen √
3. Jangkrik Konsumen √
4. Kumbang Konsumen √
5. Kepik Konsumen √
6. Semut Konsumen √
7. Burung Konsumen √ √
8. Nyamuk Konsumen √
9. Capung Konsumen √
10. Cacing Dekomposer √
11. Rumput Produsen

Konsumen I Konsumen II Konsumen III


Tomcat Semut Capung

Belalang

Dekomposer
Rumput Jangrik Burung Cacing

Kumbang

Kepik Nyamuk
Gambar 4.1 Rantai Makanan Ekosistem Persawahan
Gambar 4.2. Capung Gambar 4.3. Semut Gambar 4.4. Kepik

Gambar 4.5. Kumbang Gambar 4.6. Jangkrik Gambar 4.7. Belalang


B. Pembahasan

Rantai makanan adalah perpindahan energi dari organisme pada suatu


tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya dalam peristiwa makan dan dimakan
dengan urutan tertentu. Rantai makanan secara konseptual terstruktur dalam
tingkatan trofik. Sebuah tingkatan trofik mencakup semua organisme atau spesies
dengan posisi yang sama dalam rantai makanan. Tingkatan trofik terendah adalah
produsen yang tidak memakan organisme lain, tetapi dia bisa berfungsi
sendirisebagai makanan, misalnya tanaman. Puncak tertinggi dalam tingkatan
trofikditepati oleh predator yang hampir tidak mungkin dimakan oleh organisme
lain.Panjang tingkatan trofik dalam rantai makanan ditentukan oleh
kompleksitas suatu ekosistem, namum umumnya banyaknya tingkatan trofik tidak
jauh berbedatiap ekosistem (Kalshoven, 1981). Peran dan fungsi satwa pada suatu
ekosistem amatlah penting karena satwa merupakan mahluk yang diciptakan
sebagai penyeimbang siklus ekosistem dalam rantai makanan dan membantu
dalam proses permudaan secara alamiah (Nurrani et al, 2014). Panjang rantai
makanan memberikan wawasan tentang bagaimana ekosistem berfungsi dan
menanggapi perubahan global. Sebuah sintesis baru-baru ini menunjukkan bahwa
panjang rantai makanan secara signifikan terkait dengan produktivitas ekosistem
dan ukuran ekosistem. Ekosistem yang lebih besar mendukung rantai makanan
yang lebih panjang (Ziegler et al., 2015).
Adapun hewan-hewan yang ditemukan pada ekosistem sawah menurut
adalah sebagai berikut:
a. Keong Sawah
Keong sawah (Bellamya javanica). Memiliki ukuran cangkang sedang
2,72 cm, memiliki bentuk cangkang contong, hiasan cangkang garis tumbuh,
jenis pusat cangkang tertutup, bentuk mulut cangkang bundar, tipe mulut
cangkang menerus, memiliki jumlah ulir 4 dan memiliki overkulum
paucispiral. Klasifikasi Ballamya javaniva menurut Borror (1992) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : pulmonata
Famili : Liymnacidae
Genus : Bellamya
Spesies : Bellamnya javanica
b. Capung
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Blattidae
Genus : Libellula
Species : Libellula sp.
Tubuh capung dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kepala (sefala), dada
(thorax) dan perut (abdomen). Pada bagian kepala capung, terdapat sepasang
mata yang digunakan untuk melihat. Selain itu, juga terdapat mulut yang
memiliki tipe menggigit-mengunyah (Maskoeri, 1992)
c. Nyamuk
Kingdom : Animal
Phylum : Arthropoda
Family : Culicidae
Kelas : Insecta
Ordo : Dipthera
Menurut Maskoeri (1992), adapun sifat nyamuk dewasa berbeda-beda
bergantung dari spesies nyamuknya. Berikut sifat-sifat umum yang dimiliki
adalah; 1. Nyamuk betina membutuhkan darah untuk proses reproduksi seperti
pembentukan telur, sedangkan nyamuk jantan senang tetap tinggal didaerah
dekat perindukannya, atau di tumbuh-tumbuhan; 2. Nyamuk memiliki jarak
terbang yang berbeda-beda tergantung jenis spesiesnya. Misalnya nyamuk
Anopheles bisa mencapai jarak terbang hingga 3 km. Selain itu, hal tersebut
dipengaruhi oleh kelembaban udara. Penyebaran dari nyamuk itu sendiri bisa
bersifat aktif maupun pasif; 3. Nyamuk juga memiliki waktu yang spesifik
dalam mencari mangsa. Misalnya nyamuk Anopheles, Culex dan Mansonia
menyukai senja hingga fajar dalam mencari mangsanya. Sedangkan nyamuk
Aedes aegypti mencari mangsa di siang hari.
d. Kutu Daun
Kutu daun (Aleurodicus destructor) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Homoptera, family Aphididae,
genus Aleurodicus, dan spesies Aleurodicus destructor. Seluruh tubuh kutu
daun (Aleurodicus destructor) tertutup oleh lilin termasuk tonjolan pendek
yang terdapat pada tubuhnya. Kutu berwarna cokelat kemerahan, berukuran
kecil, panjang mencapai 1,5-2 mm, terdiri dari caput, abdomen, kaki semu dan
kaki toraksial (Maskoeri, 1992).
e. Semut
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Mandibulata
Classis : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Family : Formicidae
Genus : Monomorium
Species : Monomorium sp.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa semut hitam (Monomorium sp.) memiliki ciri-ciri sebagai berikut
tubuhnya berwarna hitam pekat dan memiliki ukuran panjang tubuh 0,5 – 1,2
cm, bentuk abdomen lonjong dan bulat tumpul, memiliki bentuk mulut yang
bulat serta memiliki tipe mulut penghisap. Tubuh semut hitam terdiri atas tiga
bagian, yaitu kepala, thorax dan abdomen. Pada bagian kepala terdapat
sepasang antena yang panjang dan lurus. Pada bagian kepala juga terdapat
mulut, dengan tipe mengunyah dan menjilat. Makanan dari jenis ini sisa-sisa
zat yang telah mati dan dengan menghisap sari-sari madu dari tanaman
(Maskoeri, 1992).
f. Walang Sangit
Walang sangit (Leptocorisa acuta) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Hemiptera, family Alydidae,
genus Leptocorisa, dan nama spesies Leptocorisa acuta. Imago walang sangit
yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral abdomennya berwarna coklat
kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan bagian ventral
abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur pada permukaan daun bagian
atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai
dua baris (Maskoeri, 1992).
g. Jangkrik
Jangkrik merupakan jenis insekta yang hidup di semak-semak
rerumputan pekarangan. Menurut Borror (1992) jangkrik dikelompokkan
dalam :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Klas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Sub Ordo : Ensifera
Famili : Gryllidae
Sub Famili : Gryllinae
Genus : Gryllus
Jangkrik makan sejumlah besar aneka ragam bahan anabti dan hewani.
Jenis pakan yang disukai oleh jangkrik adalah daun-daun muda yang banyak
mengandung air sebagai pengganti minum seperti sawi, kubis, bayam, daun
papaya, dan lain-lain. Untuk jangkrik dewasa biasanya diberikan ketimun yang
juga sebagai pengganti air minum. Kebutuhan protein diperoleh dari
penambahan pakan kering yang sudah dihaluskan (Budi. 1999).
h. Kumbang Kelapa
Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) diklasifikasikan dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera, family
Scarabaeidae, genus Oryctes, dan nama spesies Oryctes rhinoceros. Kumbang
ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian
punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan
tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala.
Biasanya kumbang ini bertindak sebagai konsumen tingkat 1 (Nyoman, 2005).
i. Hemiptera
Ordo hemiptera hemi artinya “setengah” dan pteron artinya “sayap”.
Ordo Hemiptera atau bangsa kepik memiliki anggota yang besar dan sebagian
besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa atau
imago), namun beberapa diantaranya ada yang bersifat predator yang
menghisap cairan tubuh serangga lain, anggota ordo ini umumnya memiliki
dua pasang sayap (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan
menebal pada bagian pangkal dan bagian ujung membranus yang disebut
Hemelytra. Pada bagian kepala dijumpai adanya mata facet dan occeli
(Hansamunahito, 2006).
j. Cacing
Adapun klasifikasi dari Cacing tanah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Class : Trematoda
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus terresteris
Cacing tanah (Lumbricus terresteris) memiliki peran penting bagi
kesuburan tanah, cacing menghancurkan bahan organic sehingga memperbaiki
aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan
nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah sangat bermanfaat
antara laian meningkatkan infiltrasi, memampatkan agregasi tanah,
mengangkut bahan organik ke bagian tanah yang lebih dalam meningkatkan
populasi mikroba yang menguntungkan tanaman (Maskoeri, 1992).
k. Belalang
Sudarmaji (2004) mengatakan bahwa belalang menduduki posisi
konsumen tingkat satu pada ekosistem sawah karena belalang memakan
tanaman padi. Habitatnya adalah di sawah dan relungnya adalah di
tanaman padi dan rumput. Selain sebagai konsumen tingkat satu belalang juga
menjadi sumber energi bagi predatornya, misalnya katak. Oleh karena itu
belalang juga membantu dalam menjaga keseimbangan antar organisme yang
ada di sawah sehingga tidak terjadi ledakan populasi. Klasifikasi belalang
sebagai berikut:
Kingdom : animalia
Filum : Artropoda
Kelas : insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Acrididae
Genus : Valanga
Tingkat trofik adalah tingkatan dalam rantai makanan dimana
suatuorganisme memperoleh energi. Tingkatan trofik paling bawah adalah
produsen,tingkatan kedua adalah herbivora dan tingkatan selanjutnya adalah
karnivora. Tingkatan paling bawah mempunyai populasi lebih besar dibandingkan
tingkatdiatasnya. Berdasarkan ukuran populasi sensitifitas tingkat trofik
paling atas relatif lebih sensitif terhadap kepunahan. Pengelompokan semua
spesies dalam kelompok-kelompok fungsional yang berbeda atau tingkat trofik
dapat membantumenyederhanakan dan memahami hubungan antara spesies
(Campbell, 2004).
Berdasarkan hasil observasi, ditemukan setidaknya 270 individu pada
kompleks persawahan fakultas biologi. Tumbuhan di sekitar pesawahan menjadi
produsen, lalu terdapat konsumen tingkat I seperti kumbang, jangkrik, hemiptera,
siput, semut, kutu, dan walang sangit dan lalat. Konsumen tingkat II yang
ditemukan seperti, capung dan belalang. Konsumen tingkat III yang ditemukan
hanya burung lalu detrivor yang ditemukanhan hanya cacing tanah. menurut
Haddad et al., (2011) keragaman tanaman meningkatkan keragaman
konsumendan struktur habitat, sehingga dapat meningkatkan jumlah interaksi
potensial serta potensi mangsa melarikan diri dari predator, sehingga dapat
menurunkan konektivitas jaringan makanan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

1. Organisme yang terdapat dalam ekosistem sawah yaitu padi, kumbang,


semut, nyamuk, wereng, capung, tomcat, belalang, katak, cacing dan kepik.
2. Rantai makanan yang terbentuk, dimana yang berperan sebagai produsen
adalah padi. Wereng, tomcat, belalang, kumbang berperan sebagai konsumen
tingkat I. Burung, capung, semut, nyamuk sebagai konsumen tingkat II.
Kepik sebagai makanan katak, cacing sebagai dekomposer.
B. Saran
Sebaiknya praktikum rantai makanan dilakukan dengan waktu yang
cukup sehingga hewan-hewan atau organisme yang berada disekitar dapat
tercatat semua.
DAFTAR REFERENSI

Andrewartha, H., G., & Birch. 1984. The ecological. The University of Chicago.
Anwar, A., & Pakpahan. 1990. The Problem of Sawah-Land Conversion to Non-
Agricultural Uses in Indonesia. Indonesian Journal of Tropical Agriculture,
1(2), pp.101-108.
Aprilizah. 2006. Pengaruh Kepadatan Predator Terhadap Pemangsaan Larva
Spodoptera litura F. Skripsi. Bogor: IPB.
Balvanera, P., C. Kremen, and M., Martinez. 2005. Applying community structure
analysis to ecosystem function: examples from pollination and carbon storage.
Ecological Applications. 15, pp.360-375.
Borror, D.J., C.a. Triplehorn dan N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
serangga. Edisi keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Budi, H.Y. 1999. Rahasia Beternak Jangkrik. Semarang: PT Gramedia.

Campbell, N A. 2004. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.


Haddad, N. M., Gregory. M. C., Kevin G., Haarstad .J., Tilman. D. 2011. Plant
diversity and the stability of foodwebs. Ecology Letters. (14), pp.42–46.
Hansamunahito, 2006. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Herlinda, S. 2000. Analisis komunitas artropoda predator penghuni lanskap
persawahan di daerah Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: IPB Bogor.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-
Van Hoeve.
Kartohardjono, Arifin, M. 2000. Spesies ulat grayak dan musuh alaminya pada
kedelai. Di dalam: Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Artropoda
pada Sistem Produksi Pertanian. Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia.
Kurniawan, A. (2008). Biology Insight “Mengkaji Kehidupan, Memupuk
Keimanan”. Jawa Tengah: Hamudha Prima Media Publishing.
Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: sinar wijaya.

Nurrani, L., Bismark, M., & Tabba, S. 2014. Tipologi Penggunaan Lahan Oleh
Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional Aketajawe Lolobata di
Kabupaten Halmahera Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan.
11(3), pp.223-235.

Nyoman I, 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Pratikno. 2010. Model Dinamis Rantai Makanan Tiga Spesies. Jurnal Matematika,
13(3), pp.151-158.
Sudarmaji. 2004. Ekologi Ekosistem. Jember: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Taulu LA. 2001. Kompleks artropoda predator penghuni tajuk kedelai dan
peranannya dengan perhatian utama pada Paederus fuscipes (Curt.)
(Coleoptera: Staphylinidae). Bogor: IPB.
Winasa I. W. 2001. Artropoda predator penghuni permukaan tanah di pertanaman
kedelai: kelimpahan pemangsaan dan pengaruh praktek budidaya tanaman
[disertasi]. Bogor: IPB.
Ziegler, J. P., Christopher, T. S., Bruce, P. F. & Irene, G. E., 2015. Macrophyte
biomass predicts food chain length in shallow lakes, Journal Ecosphere 6 (1),
pp.1-16.

Anda mungkin juga menyukai