Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA BERWARNA TERHADAP

PERILAKU IKAN GABUS MENGGUNAKAN AIR SUNGAI MUSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mata kuliah


Seminar Fisika

Disusun oleh:
AYU KURNAINI
NIM. 1522240002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2019/2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3


A. Ikan Gabus ........................................................................................................ 3
B. Sungai Musi ...................................................................................................... 4
C. Teori Cahaya ............................................................................................. 7
D. Sifat-Sifat Cahaya ..................................................................................... 8
E. Intensitas Cahaya ...................................................................................... 9
F. Spektrum Cahaya Tampak dan Panjang Gelombang ................................ 10
G. Luxmeter ................................................................................................... 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 13


A. Waktu dan Bahan ...................................................................................... 13
B. Bahan dan Alat.................................................................................................... 14
C. Prosedur Kerja .................................................................................................... 15
D. Analisis Data ............................................................................................. 15

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................... 16
A. Hasil dan Pembahasan ..................................................................................... 16

BAB V PENUTUP ....................................................................................................... 21


A. Kesimpulan ....................................................................................................... 21
B. Saran .................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
Lampiran-Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cahaya merupakan alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan ikan ke
daerah penangkapan (catchable area), dimana selanjutnya ikan gabus dapat
ditangkap. Akan tetapi selama ini sebagian besar nelayan hanya
menggunakan cahaya warna putih dalam melakukan proses penangkapan ikan
gabus (Utami, 2009). Cahaya lampu merupakan suatu bentuk alat secara optik
yang digunakan untuk menarik dan mengkonsentrasikan ikan. Sejak waktu
lama metode ini telah diketahui secara efektif di perairan air tawar maupun di
laut, untuk menangkap ikan secara individu maupun secara bergerak rombol.
Kegunaan cahaya lampu dalam metode penangkapan ikan adalah untuk
menarik ikan, serta mengkonsentrasikan dan menjaga ikan tetap
terkonsentrasi (Notanubun dan Patty, 2010).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ikan dapat diarahkan atau
dikumpulkan pada suatu area tertentu oleh cahaya, diantaranya adalah ikan
tertarik oleh cahaya karena adanya sifat fototaxis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi warna cahaya, intensitas cahaya dan lama waktu pemaparan.
Hal ini dapat dilihat dari tingkatan adaptasi mata ikan terhadap intensitas
cahaya. Menurut beberapa teori mata ikan mempunyai struktur yang sama
seperti mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna.
Artinya terdapat kemungkinan bahwa dari kemampuan ikan membedakan
warna tersebut ikan pun cenderung akan menyukai warna-warna tertentu pada
lingkungannya (Utami, 2009).
Pengaruh intensitas cahaya terhadap masing-masing ikan mempunyai
pola yang tidak sama. Ikan akan beradaptasi terhadap variasi iluminasi
optimum sehingga selama proses pencahayaan terjadi migrasi. Secara teori
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penggunaan lampu warna putih
dan merah kurang tepat dalam hasil tangkapan (Priatna, 2009 dalam Aliyubi
et.all., 2015). Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Gustaman et.all., (2011)
yang memperlihatkan bahwa pengaruh warna lampu pada kegiatan light
fishling menunjukkan bahwa warna cahaya lampu yang hasil tangkapannya
paling baik adalah warna kuning dan biru dibandingkan dengan warna hijau,
merah, putih dan orange.
Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui pengaruh tingkah laku ikan
terhadap intensitas warna cahaya yang berbeda. Diharapkan agar dalam
penelitian ini dapat meningkatkan proses penangkapan ikan dengan
mengunakan metode baru melalui perbedaan intensitas warna cahaya yang
berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah
Setelah uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang
dapat dikaji adalah bagaimana pengaruh intensitas cahaya berwarna terhadap
perilaku ikan gabus?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai
oleh peneliti adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya terhadap
perilaku ikan gabus.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah menjadi salah
satu solusi bagi nelayan untuk penangkapan ikan gabus yang lebih efektif
dengan menggunakan cahaya lampu berwarna.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Gabus
Ikan gabus (Channa striata Bloch) adalah salah satu jenis ikan bernilai
ekonomis yang paling banyak digunakan untuk produk olahan khas Sumatera
Selatan seperti kerupuk dan pempek. Hasil tangkapan ikan gabus di perairan
umum paling tinggi diantara jenis ikan-ikan lainnya yaitu sekitar 14,2% dari
hasil total tangkapan (Kartamihardja, 1994). Produksi ikan gabus di Sumatera
Selatan terutama berasal dari daerah banjiran (rawa, lebak dan sungai). Salah
satu satu daerah banjiran tersebut adalah daerah banjiran yang terdapat di
sekitar Palembang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk,
permintaan ikan gabus juga semakin meningkat sehingga eksploitasi ikan
tersebut semakin tidak terkendali, bahkan bukan hanya ikan dewasa yang
ditangkap benihnya pun ikut dikumpulkan untuk makanan ikan hias seperti
ikan lou han dan arwana.
Ikan ini disukai masyarakat karena mempunyai tekstur kenyal dan
berwarna putih dan tebal serta cita rasa yang khas (Makmur, 2006). Ikan ini
menjadi komoditas budidaya ekonomis karena selain sebagai ikan konsumsi,
dalam dunia medis ikan gabus dipercaya berkhasiat untuk mempercepat
pengeringan luka pasca operasi, dan meningkatkan daya tahan tubuh, dan
lain-lain (Safitri, 2015).

B. Sungai Musi
Provinsi Sumatera Selatan mempunyai perairan umum seluas 2,5 juta
hektar. Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi bagian tengah sebagian besar
merupakan daerah rawa banjiran (flood plain). DAS tersebut merupakan
produsen utama ikan di Provinsi Sumatera Selatan dengan potensi sebesar 50
kg/ha/tahun (Makmur, 2006). Sungai Musi merupakan sungai yang menjadi
muara puluhan sungai besar dan kecil lainnya, baik di Bengkulu maupun
Sumatera Selatan. Sungai ini memiliki panjang sekitar 720 kilometer dan
membelah Kota Palembang menjadi 2 bagian wilayah, yaitu seberang hilir di

3
bagian utara, dan seberang hulu dibagian selatan (Ridho dan Patriono, 2017).
Sungai Musi bersama sungai lainya membentuk delta di dekat Sungsang.
Berdasarkan batas administrasi, estuari Sungai Musi melingkup 2 daerah,
yaitu Makarti Jaya termasuk Kabupaten Banyuasin dan Upang. Sungai
Upang, Sungai Musi, Banyuasin, dan Sungai Sembilang membentuk
ekosistem estuari yang terhubung dengan Perairan Selat Bangka (Utomo,
2007). Berbagai aktivitas Industri seperti pertambangan, perkebunan,
pertanian, aktivitas rumah tangga, maupun aktivitas alami yang masuk ke
perairan sungai ini berdampak terhadap biota perairan dan kesehatan.
Aktivitas tersebut juga mengakibatkan terpaparnya logam berat seperti
merkuri ke dalam badan sungai (Setiawan, 2013).
Secara umum parameter kualitas lingkungan dikelompokan menjadi
parameter primer dan sekunder. Parameter primer adalah senyawa kimia yang
masuk kedalam lingkungan tanpa bereaksi dengan senyawa lain, seperti
pestisida dan logam berat. Parameter sekunder adalah parameter yang
terbentuk akibat adanya interaksi, transformasi, atau reaksi kimia antar
parameter primer menjadi senyawa lain. Parameter perairan yang diamati
untuk memantau kualitas perairan biasanya mencakup parameter fisik, kimia,
dan biologi, seperti suhu, daya hantar listrik, pH, oksigen terlarut (DO),
kebutuhan oksigen kimiawi (COD), kebutuhan oksigen biologis (BOD), dan
senyawa anion dan kation yang dominan (Hadi, 2007). Menurut Windusari
dan Sari (2015), adapun hasil terhadap parameter kualitas perairan Sungai
Musi di Kota Palembang yaitu:

4
C. Respon Organisme Terhadap Cahaya
Ikan adalah organisme perairan yang memiliki respon dalam menanggapi
rangsangan cahaya. Hal yang mempengaruhi ikan dalam menanggapi
rangsangan cahaya tergantung dari karakteristik dan tingkah laku dari ikan.
Ikan mendekati cahaya lampu karena ikan tersebut memang bersifat
fototaksis positif. Bagi ikan yang bersifat fototaksis positif bila terlalu lama
berada di dekat lampu maka dikhawatirkan mereka akan mengalami
kejenuhan, sehingga mereka akan pergi lagi menjauhi lampu. Faktor - faktor
yang mempengaruhi fototaksis pada ikan dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Faktor Internal
Jenis kelamin : beberapa ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika
matang gonad, sedangkan untuk ikan jantan pada jenis yang sama akan
bersifat fototaksis positif ketika matang gonad.
Penuh atau tidak penuhnya perut ikan : ikan yang sedang lapar lebih
bersifat fototaksis positif daripada ikan yang kenyang
2. Faktor Eksternal
Suhu air: ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat ketika berada
pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 280C).

5
Tingkat cahaya lingkungan : kondisi diwaktu siang hari atau pada saat
bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.
Intensitas dan warna sumber cahaya : jenis ikan yang berbeda maka akan
berbeda juga cara merespon intensitas dan warna cahaya yang diberikan.
Ada atau tidaknya makanan : ada beberapa jenis ikan akan bersifat
fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis ikan yang lain akan
berkurang sifat fototaksisnya.
Indera penglihatan merupakan hal yang utama bagi ikan untuk
menciptakan pola tingkah laku mereka terhadap lingkungannya. Ikan
memiliki indera penglihatan yang khas jika dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti jarak penglihatan yang jelas, kisaran dan cakupan penglihatan, warna
yang jelas, kekontrasan dan kemampuan membedakan objek yang bergerak
(Gunarso, 1985). Kemampuan mata melihat oleh ikan digunakan untuk
menangkap mangsa/makanannya, menghindari musuhnya dan alat tangkap.
Adaptasi mata ikan terhadap cahaya berbeda untuk setiap jenis ikan, hal ini
disebabkan karena setiap jenis ikan mempunyai tingkat sensifitas cahaya yang
berbeda-beda. Sensitifitas mata ikan dalam merespon cahaya dapat
diidentifikasi berdasarkan kontraksi dari sel kon dengan melihat pergerakan
dari elipsoid kon di dalam lapisan sel penglihatan (Visual cell Layer) (Hajar,
2008). Ikan yang bergerombol berhubungan dengan daya penglihatannya,
karena ikan berpisah dan menyebar setelah gelap. Penerimaan mata ikan
terhadap cahaya mendorong timbul daya mempertahankan diri dari pemangsa
yang menyebabkan ikan bergerak ke arah penyinaran cahaya yang dilihatnya,
kemudian membentuk gerombolan untuk mempertahankan diri dari pemangsa
(Yami, 1987).
Fujaya (1999) menyatakan bahwa pada sebagian besar spesies ikan dengan
beraneka ragam habitatnya, retina mata ikan memperlihatkan struktur yang
bervariasi. Struktur retina telah dibentuk oleh tekanan selektif intensitas
cahaya dan spektral dalam lingkungannya, serta resolusi ruang yang
dibutuhkan oleh hewan untuk bertahan hidup. Perbedaan yang dihasilkan oleh
tekanan selektif yang tidak sama dapat ditemukan di dalam (1) ketebalan
retina (2) perbedaan sub jenis sel retina, khususnya fotoreseptor dan (3)

6
spesialisasi wilayah pada sel retina terhadap pemantulan pandangan yang
diperlukan. Selanjutnya dikatakan bahwa pada kebanyakan ikan, mata adalah
reseptor penglihatan yang sangat sempurna. Sistem optika pada mata ikan
ialah melakukan pengumpulan cahaya dan membentuk suatu fokus bayangan
untuk dianalisis oleh retina. Sensifitas dan ketajaman mata tergantung pada
terangnya bayangan yang mencapai retina.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna
cahaya, intensitas cahaya dan lama waktu pemaparan. Hal ini dapat dilihat
dari tingkatan adaptasi mata ikan terhadap intensitas cahaya. Terjadinya
tingkatan adaptasi mata ikan atau respon ikan terhadap cahaya ditandai
dengan naiknya sel kon (cone cell) yang terdapat pada retina mata ikan
(Gunarso 1985). Sel kon yang terdapat didalam retina ikan bertanggung
jawab pada penglihatan terhadap warna (colorvision) (Tamura, 1957).
Menurut beberapa teori, mata ikan mempunyai struktur yang sama seperti
mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna.
Artinya terdapat kemungkinan bahwa dari kemampuan ikan membedakan
warna tersebut maka ikan pun cenderung akan menyukai warna-warna
tertentu pada lingkungannya. Menurut Woodhead (1996), di dalam retina
terdapat tiga macam reseptor yaitu reseptor biru, reseptor hijau dan reseptor
merah dimana masing masing reseptor menyerap satu dari 3 warna utama.
Warna utama untuk cahaya adalah merah, biru dan hijau.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan
sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang
berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar,
terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen
pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari
sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan
warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di
daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat
pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A.
Apabila terkena sinar matahari maka, rodopsin akan terurai menjadi protein
dan vitamin A (Aslan, 2011).

7
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap dan untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap
(adaptasi rodopsin) dan pada waktu adaptasi mata sulit untuk melihat. Pigmen
lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan
gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang
peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus
tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Selain karakteristik spesifik
dari ikan, faktor lain yang mempengaruhi yaitu makanan dan cahaya
merupakan indikasi adanya makanan. Kondisi perairan dengan cahaya yang
lebih terang memungkinkan ikan mendekat karena kondisi perut kosong atau
lapar (Rosyidah et all., 2011).
Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya ada yang langsung menuju
sumber cahaya dan ada juga yang hanya berada di sekitar sumber
pencahayaan, karena ketertarikan ikan berbeda-beda terhadap cahaya. Ikan-
ikan yang pola kedatangannya tidak langsung masuk ke dalam sumber cahaya
diindikasikan mendatangi cahaya karena ingin mencari makan. Selain itu pola
kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya berbeda-beda, tergantung jenis dan
keberadaan ikan di perairan. Berdasarkan hasil pengamatan dengan
menggunakan side scan sonar color tidak dapat mengetahui jenis ikan yang
berada di perairan, namun pergerakan yang ada di sekitar bagan dapat di
ketahui. Hasil pengamatan dengan menggunakan side scan sonar color
menunjukkan bahwa ikan berenang mendatangi sumber cahaya dari
kedalamanan yang berbeda, yaitu ada yang berenang pada kisaran kedalaman
20 - 30 m dan ada pula yang berenang pada kisaran kedalam 5 - 10 m
(Sulaimanet all., 2006).

D. Teori Cahaya
1. Teori Korpuskuler oleh Newton
Teori ini mengatakan bahwa cahaya adalah partikel-partikel atau
korpuskel-korpuskel yang dipancarkan oleh sumber cahaya dan merambat
menurut garis lurus dengan kecepatan besar. Teori ini dapat menerangkan
dengan jelas peristiwa pemantulan dan pembiasan, tetapi tidak dapat

8
dipakai untuk menerangkan terjadinya peristiwa interferensi hanya dapat
diterangkan dengan teori gelombang, sedangkan menurut Newton cahaya
merupakan partikel.
2. Teori Gelombang
Menurut Huygens, cahaya adalah gelombang yang berasal dari sumber
yang bergetar. Gelombang yang berasal dari sumber yang bergetar ini
merambat dalam medium yang disebut eter, yaitu zat yang mengisi seluruh
ruangan termasuk ruang vakum. Padahal sebenarnya zat eter ini tidak ada,
hanya merupakan model saja supaya teorinya dapat diterima. Jadi teori ini
sebenarnya belum sempurna benar, tetapi dapat diterima karena teori ini
dapat menerangkan kejadian-kejadian interferensi, difraksi dan polarisasi,
tetapi teori ini dapat menerangkan mengapa cahaya merambat garis lurus.
3. Teori Gelombang Elektromagnetik Menurut Maxwell
Menurut james Clerk Maxwell, nilai cepat rambat cahaya sama dengan
cepat ranbat gelombang elektromagnetik yaitu 3x108 m/s.
4. Teori Kuantum
Menurut Max Planck cahaya terdiri dari paket energi yang disebut
kuantum atau foton. Teori kuantum cahaya sepenuhnya berhasil
menerangkan efek fotolistrik. Teori ini dapat meramalkan secara tepat
bahwa energi elektron yang lepas dari permukaan logam bergantung pada
frekuensi cahaya datang dan tidak bergantung pada intensitasnya.
Dapat disimpulkan bahwa cahaya memiliki sifat dual (dualisme cahaya),
yaitu dapat bersifat sebagai gelombang untuk menjelaskan peristiwa
inteferensi dan difraksi, akan tetapi cahaya juga merupaka paket energi
sehingga dapat menjelaskan efek fotolistrik (Sarojo, 2010).

E. Sifat-sifat Cahaya
1. Pemantulan cahaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Pemantulan teratur (specular reflection) yaitu pemantulan cahaya
pada permukaan halus seperti cermin datar.
b) Pemantulan baur (diffuse rflection) yaitu pemantulan cahaya pada
permukaan kasar seperti kertas.

9
c) Hukum pemantulan cahaya
1) Sinar datang, sinar pantul dan garis normal berpotongan pada satu
titik dan terletak pada satu bidang datar.
2) Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r)
2. Pembiasan cahaya
Peristiwa pembelokkan cahaya ketika mengenai bidang batas antara dua
medium.
a) Hukum snellius tentang pembiasan
1) Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu
bidang datar.
2) Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat
(misalnya dari udara ke air atau dari udara ke kaca), maka sinar
dibelokkan mendekati garis normal; jika sinar datang dari
medium lebih rapat ke medium kurang rapat (misalnya air ke
udara) maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal.
b) Indeks bias
Indeks bias mutlak adalah suatu ukuran kemampuan medium itu untuk
membelokkan cahaya.
sin 𝜃𝑖
𝑛= ........................................(1.1)
sin 𝜃𝑗

Keterangan:
n = indeks bias
𝜃𝑖 = sudut datang
𝜃𝑗 = sudut bias
Indeks bias relatif adalah nilai indeks bias dari satu medium ke
medium lainnya.
sin 𝜃𝑖 𝑛
= 𝑛2 = 𝑛21 .............................(1.2)
sin 𝜃𝑗 1

Keterangan:
n1 = indeks bias mutlak medium 1
n2 = indeks bias mutlak medium 2
𝜃1 = sudut datang dalam mutlak medium 1
𝜃2 = sudut bias dalam mutlak medium 2

10
n12 = indeks bias mutlak medium 2 relatif terhadap medium 1

F. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya adalah banyaknya pancaran cahaya yang jatuh pada
suatu permukaan bidang. Intensitas cahaya sangat tergantung pada jenis
sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang.
Semakin jauh jarak sumber cahaya dengan bidang, maka intensitasnya
semakin menurun. Pendugaan nilai intensitas cahaya pada suatu kedalaman
dapat ditentukan dengan persamaan dibawah ini:
𝐼𝑎 = 𝐼𝑢 𝑒 −𝑘𝑥 ........................................(1.3)
Keterangan:
𝐼𝑎 = intensitas di air (Lux)
𝐼𝑢 = intensitas di udara (Lux)
𝑒 = konstanta euler sebesar 2,718
𝑘 = koefisien pemudaran air (m-1)
𝑥 = jarak terhadap sumber cahaya (m)
Sedangkan untuk nilai intensitas cahaya pada suatu ruangan dapat ditentukan
dengan persamaan dibawah ini :
𝐸
𝐼 = 𝑑2 ........................................(1.4)

Keterangan :
I = Intensitas cahaya pada ruangan (Cd)
E = Eluminasi (Lux)
d = Jarak terhadap sumber cahaya (m)
Cahaya yang masuk ke dalam air mengalami penurunan intensitas yang
jauh lebih besar bila dibandingkan dengan udara. Hal tersebut terutama
diakibatkan adanya penyerapan cahaya oleh berbagai partikel dalam air. Ke
dalaman penetrasi cahaya dalam laut tergantung beberapa faktor, antara lain
absorpsi cahaya oleh partikel partikel air, panjang gelombang cahaya,
kejernihan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, serta lintang geografis
dan musim (cahaya matahari) yang sudah dijelaskan diawal.

11
G. Spektrum Cahaya Tampak dan Panjang Gelombang
Sinar tampak adalah salah satu jenis gelombang elektromagnetik yang
dapat dilihat oleh mata secara langsung. Biasanya terlihat sebagai pelangi.
Setiap warna memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Warna merah
adalah warna yang terpanjang dan warna ungu adalah warna terpendek.
Ketika seluruh gelombang dilihat secara bersama-sama maka yang akan
terlihat adalah warna putih yang tampak.
Salah satu cahaya yang dekat dengan manusia adalah cahaya lampu.
Cahaya putih yang dihasilkan oleh sebuah lampu adalah percampuran dari
ketujuh warna yaitu merah, jingga, kuning, biru, nilai dan ungu. Warna-warna
alam cahaya putih dapat diuraikan dengan menggunakan prisma menjadi jalur
warna. Jalur warna ini dikenal dengan spektrum cahaya tampak.

Gambar 2.1. Spektrum cahaya tampak


Cahaya tampak adalah energi yang berbentuk gelombang
elektromagnetik yang panjang gelombangnya antara 400 - 800 nm. Cahaya
ini diperlukan dalam kehidupan sehari - hari oleh semua makhluk hidup.
Apabila cahaya terhalang maka, akan terjadi bayangan yang disebabkan
cahaya bergerak lurus dan tidak dapat dibelokkan. Kuat maupun lemahnya
intensitas cahaya berpengaruh pada akomodasi mata yang dikenal cahaya
tersebut. Bagian mata yang tanggap kebutaan berhubungan dengan intensitas
cahaya yang sampai ke mata (Gabriel,1996).

12
H. Luxmeter
Luxmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kuat
penerangan pada daerah tertentu. Hasil pengukuran bisa disajikan dalam
bentuk digital maupun analog. Komponen alat ini terdiri dari sebuah sensor
dengan sel foto dan layar panel. Sensor diletakkan pada sumber cahaya yang
diukur intensitas cahayanya. Cahaya menyinari sel foto sebagai energi yang
diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Semakin besar energi cahaya
yang dipancarkan ke sel foto maka semakin besar arus yang dihasilkan.
Sensor yang digunakan adalah photodiode, sensor ini termasuk jenis sensor
cahaya yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan
cahaya, ataupun biasan cahaya yang mengenai suatu daerah tertentu.
Kemudian hasil dari pendeteksian cahaya tersebut ditampilkan pada layar
panel. Luxmeter disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar. 2.2 Luxmeter Digital

Berbagai jenis warna cahaya yang diukur akan mendapatkan hasil suhu
dan panjang gelombang yang berbeda-beda. Pembacaan pada layar panel
luxmeter merupakan hasil kombinasi dari efek panjang gelombang yang
ditangkap oleh sensor photodiode.

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian pengaruh intensitas cahaya berwarna terhadap tingkah laku
ikan gabus ini dilaksanakan di rumah dan Laboratorium Fisika, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah
Palembang. Penelitian ini dilakukan pada tgl 30 April 2019 sampai 07 Mei
2019.

B. Bahan dan Alat


Adapun alat dan bahan intensitas cahaya berwarna terhadap tingkah laku
ikan gabus yang digunakan di dalam penelitian yaitu:
 ikan gabus berukuran 3 s/d 3,5 cm (±50 ekor)
 air sungai musi,
 aquarium percobaan (50 cm× 25 𝑐𝑚 × 35 𝑐𝑚)
 lampu berwarna kuning, merah dan hijau
 kabel lampu,
 laser,
 lux meter,
 termometer,
 mistar busur,

C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
1) Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan yakni aquarium, air
sungai, kabel lampu dan lampu bewarna.
2) Tuangkanlah air sungai musi kedalam aquarium dengan tinggi 25 cm
dan masukan ikan gabus.
3) Persiapkan kabel beserta lampu yang akan digunakan dan letakkan
lampu dengan ketinggian masing-masing 10 cm, 20 cm dan 30 cm dari
permukaan air.

14
4) Amati respon ikan selama 15 menit dengan 3 kali pengulangan di setiap
5 menitnya.
5) Kemudian hitung jumlah ikan yang mendekati cahaya dan berapa
banyak ikan yang berada di permukaan air .

D. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel
2007 untuk menentukan hasil rata-rata jumlah ikan yang berada di permukaan
air kemudian dilakukan pengukuran intensitas cahaya dengan menggunakan
luxmeter. Sedangkan untuk pengukuran suhu air dengan menggunakan
termometer air raksa dan pengukuran indeks bias zat cair dengan menghitung
berdasarkan rumus:
sin 𝜃𝑖
𝑛= ........................ (1.5)
sin 𝜃𝑗

Keterangan:
n = indeks bias
𝜃𝑖 = sudut datang
𝜃𝑗 = sudut bias

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon ikan yang akan diamati pada penelitian ini adalah banyaknya
jumlah ikan yang mendekati sumber cahaya yang diberikan. Jenis ikan yang
digunakan yakni ikan gabus. Adapun cara menghitung berapa banyak jumlah
ikan yang mendekati cahaya yakni dengan melihat ikan naik ke permukaan.
Lama pemaparan cahaya terhadap ikan gabus tiap intensitas cahaya adalah
selama 15 menit, dan kemudian dimatikan selama 15 menit. Setelah itu,
dinyalakan kembali untuk proses pemaparan selanjutnya dengan intensitas
yang berbeda. Pengukuran ini dilakukan 3 kali pengulangan dengan tinggi
lampu dari permukaan air yang berbeda-beda yaitu 10 cm, 20 cm dan 30 cm.
Warna cahaya yang digunakan ada 3 yakni, merah, hijau, dan kuning, serta
intensitas cahaya yang diukur dengan menggunakan lux meter.
Adapun hasil pengamatan dan pengukuran yang telah dilakukan yakni
berupa data sebagai berikut:
Tabel 1. Pengaruh Intensitas cahaya berwarna terhadap respon ikan
Lampu Tinggi Jumlah Ikan Rata- Suhu Intensitas Indeks
lampu (ekor) rata (0C) (lux) Bias
(cm) 1 2 3 T1 T2
Kuning 10 14 13 9 12 754 Dari air
20 20 16 9 15 30 30 277 ke
30 12 12 11 11,6 132 udara
Hijau 10 9 11 11 10,3 233,78 0,85
20 15 12 10 12,3 30 30 82,18
30 11 10 7 9,3 37,52 Dari
Merah 10 5 8 7 6,6 28,52 udara
20 7 10 6 7,6 30 30 9,38 ke air
30 3 5 5 4,3 4,56 0,6
Hasil penelitian dari analisis pengaruh intensitas cahaya terhadap
perilaku ikan dapat dilihat dari grafik dibawah ini:

16
16
14
12

jumlah ikan
10
8 lampu Kuning
6 lampu Hijau
4 lampu merah
2
0
10 20 30
jarak lampu

Gambar 1. Hasil Rata-rata Respon Ikan


Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata jumlah ikan yang merespons
pada Gambar 1. lampu berwarna kuning dengan intensitas 277 lux paling
banyak direspon oleh ikan dengan jumlah ikan yang tertangkap sebanyak 15
ekor, sedangkan lampu berwarna merah dengan intensitas 4,56 lux paling
sedikit direspons oleh ikan dengan jumlah ikan berada di permukaan
sebanyak 4 ekor. Jika dilihat dari Gambar 1 menunjukan bahwa cahaya
dengan intensitas 277 lux lebih banyak direspons oleh ketimbang cahaya
dengan intensitas 754 lux, hal ini di karenakan kekuatan cahaya yang
dihasilkan lebih redup dibandingkan cahaya 754 lux. Ikan gabus memiliki
kecenderungan untuk diam dibawah cahaya yang tidak terlalu terang dan
tidak terlalu gelap.
16
14
12
jumlah ikan

10
8 Lampu Kuning
6 Lampu Merah
4
2 Lampu Hijau
0
10 20 30
jarak lampu

Gambar 2. Hasil Rata-rata Respon Ikan


Hasil analisis yang telah dilakukan untuk respons ikan gabus dengan
pemberian warna lampu dan intensitas cahaya yang berbeda menunjukkan

17
tingkah laku yang berbeda pula terhadap respons ikan. Pada tahap awal yakni
pada saat lampu dinyalakan, ikan gabus paling cepat berkumpul dibawah
lampu berwarna kuning, hal ini dikarenakan lampu kuning memiliki cahaya
yang lebih terang, sehinggga ikan gabus lebih cepat menangkap cahaya dan
lebih cepat memberikan respons. Menurut Nicol (1963) dalam (Sudirman dan
Mallawa, 2004) menyatakan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi
sensitifitasnya terhadap cahaya. Akan tetapi meski ikan cepat merespon di
bawah lampu kuning namun tingkah laku ikan cenderung tidak diam, dan
pada menit berikutnya benih ikan cenderung untuk berenang ke bawah
permuakaan. Hal ini dikarenakan cahaya lampu masih dapat terlihat di bagian
bawah permukaan sehingga ikan akan menyesuaikan cahaya yang dapat
diterima oleh matanya. Menurut Yami (1988) bahwa ikan selalu menjaga
jarak dengan sumber cahaya, karena ikan memiliki batas toleransi terhadap
cahaya. Pada menit ke 15 hasil tangkapan ikan dibawah lampu kuning tidak
terlalu banyak yakni sebanyak 11 ekor pada intensitas ±1000 lux dan 39 ekor
pada intensitas ±500 lux.
Menurut Derec (2009) mengemukakan perbedaan warna cahaya lampu
yang digunakan nelayan dalam penangkapan ikan akan memberikan hasil
yang berbeda pada jumlah tangkapan, perbedaan ini akibat dari jenis ikan
tersebut senang atau tertarik pada warna dan intensitas sinar tertentu. Pada
penggunaan lampu hijau untuk ikan memberikan respon yang cepat pada
menit awal walau tidak lebih banyak dari respon awal dibawah lampu warna
kuning, kecepatan respons cahaya yang ditunjukkan benih ikan juga
dipengaruhi oleh ukuran, menurut Sulaiman (2006) Ikan-ikan kawanan kecil
cenderung mempunyai pergerakan cepat, dan menurun kecepatannya di
sekitar pencahayaan akibat padatnya kawanan dan aktifitas makan. Tingkah
laku ikan gabus di bawah lampu hijau memberikan respon yang baik dimana
ikan gabus cenderung diam di bawah lampu dan berada di area sekitar
permukaan, hal ini dikarenakan habitat ikan gabus berada di sungai.
Menurut beberapa teori, mata ikan mempunyai struktur yang sama
seperti mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna.
Artinya terdapat kemungkinan bahwa dari kemampuan ikan membedakan

18
warna tersebut maka ikan pun cenderung akan menyukai warna-warna
tertentu pada lingkungannya. Warna yang dapat dilihat oleh ikan secara
umum adalah warna kuning, hijau dan cenderung sensitif terhadap warna
merah (Razak dkk, 2005). Hal inilah yang menyebabkan jumlah ikan yang
mendekat di bawah lampu hijau lama kelamaan semakin menurun sehingga
pada saat peroses pengukuran di 5 menit pertama, kedua dan ketiga, rata-rata
jumlah ikan yang berada di permukaan lebih banyak yakni sebanyak 10,3
ekor pada intensitas 233,78 lux, 12 ekor pada intensitas 82,18 lux, dan 9 ekor
pada intensitas 37,52 lux. Untuk lampu merah memiliki respon yang lebih
sedikit di bandingkan dengan warna lampu yang lainnya. Hal ini dikarenakan
cahaya yang di hasilkan lampu merah lebih redup sehingga pada tahap awal
ikan gabus membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merespons cahaya.
Menurut (Woodhead, 1996) bahwa cahaya merah merupakan cahaya
yang paling rendah daya tembusnya kedalam air dengan warna cahaya yang
lainnya. Rendahnya cahaya yang masuk kedalam air membuat tingkat
gerombolan ikan yang mendekat pada cahaya juga rendah sehingga jumlah
tangkapan yang didapatkan pada 5 menit pertama, kedua dan ketiga juga
lebih sedikit yakni sebanyak 6,6 ekor pada intensitas 28,52 lux , 7,6 ekor pada
intensitas 9,38 lux dan 4,3 ekor pada intensitas 94,56 lux. Menurut Puspito
(2008) cahaya berintensitas rendah akan membuat ikan menjadi lebih
mendekat ke sumber cahaya, permasalahannya adalah jumlah ikan yang
mendekat sangat sedikit dikarenakan area cahaya yang tidak terlalu luas. Hal
inilah yang membuat jumlah ikan yang berada di permukaan yang didapatkan
pada menit ke 15 setiap warna juga mengalami penurunan. Terdapat tiga hal
yang dapat mempengaruhi proses mendekatnya ikan pada sumber cahaya
yaitu warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pemaparan.
Menurut Zilanov (1968), ikan mulai tertarik pada cahaya sejak lampu
mulai dinyalakan antara 1 sampai 5 menit. Sel kon ikan mulai bergerak naik
menuju outer limiting membran sesaat setelah ada cahaya. Karena akuarium
percobaan yang kecil dan jarak lampu dari atas permukaan air hanya 0,1 m
0,2 m dan 0,3 m maka pemaparan hanya dilakukan dalam waktu 10 menit.
Apabila dilakukan lebih dari 10 menit maka dikhawatirkan sel kon ikan

19
tersebut telah mengalami kejenuhan sehingga ikan akan menghindari cahaya.
Menurut He (1989) dalam Wagio (2003), terdapat teori tentang ikan berenang
mendekati sumber cahaya (fototaksis) yaitu faktor internal seperti umur, jenis
kelamin dan kepenuhan isi lambung serta faktor eksternal seperti temperatur
air, level lingkungan cahaya, intensitas dan warna dari sumber cahaya, ada
tidaknya makanan dan kehadiran predator.
Pengukuran indeks bias dalam penelitian ini yaitu untuk melihat
kekeruhan air sungai musi yang diperoleh bahwa sinar yang diteruskan dari
udara kedalam air sungai musi yaitu dibiaskan atau dibelokkan sebaliknya
sinar yang diteruskan dari air sungai musi ke udara yaitu dipantulkan. Adapun
hasil kegiatan pembiasan dan pemantulan sinar ke sungai musi yaitu:

Gambar 3. Pembiasan dari medium udara ke dalam air

Gambar 4. Pemantulan dari medium air ke udara


ketika seberkas cahaya diteruskan dari medium kurang rapat ke medium
yang lebih rapat maka kecepatan cahaya yang diteruskan ke dalam air akan
semakin menurun, hal ini disebabkan karena air memiliki nilai indeks bias
yaitu 1,333 lebih besar dibandingkan indeks bias udara yaitu 1,003. Sehingga

20
cahaya dapat dibelokkan maupun dipantulkan ke dalam air sungai musi.
Indeks bias air dan panjang gelombang cahaya sangat mempengaruhi
terhadap perilaku ikan karena semakin jernih suatu air maka daya tembus
cahaya terhadap kedalaman air akan semakin besar. Menurut Razak et.all.,
(2015), warna yang dapat dilihat oleh ikan secara umum adalah warna
kuning, hijau dan ikan gabus sensitif terhadap cahaya tertentu seperti warna
merah. Pada penelitian ini diperoleh bahwa ikan yang kurang tertarik pada
lampu warna merah sebesar 18 ekor dari total ikan dan cahaya lampu warna
kuning sebesar 39 ekor dari total, dengan hasil ikan yang berada dipermukaan
lebih sedikit pada cahaya lampu berwarna merah dibandingkan ikan pada
lampu warna kuning hal ini disebabkan karena cahaya lampu warna kuning
sama dengan keadaan habitatnya (air sungai musi) sehingga ikan lebih
tertarik pada cahaya lampu warna kuning dibandingkan cahaya lampu warna
merah.

21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ikan gabus menjadi target spesies dalam analisis terhadap pola tingkah
laku dan proses adaptasi karena ikan ini bersifat phototaxis positif. Secara
umum ikan gabus lebih sensitif terhadap warna cahaya kuning. Kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Tingkah laku ikan gabus sesaat setelah lampu dinyalakan adalah perlahan-
lahan ikan tersebut mendekati cahaya dan berputar-putar pada bagian
cahaya yang masih remang-remang di air. Ikan tersebut kemudian menuju
ke tempat yang lebih terang yaitu daerah yang langsung diterangi oleh
cahaya.
2. Jumlah ikan gabus yang berkumpul dibawah warna cahaya kuning lebih
banyak bila dibandingkan dengan warna cahaya yang lain sebesar 39 ekor
dari total ikan.
3. Ikan gabus tertarik pada cahaya dengan intensitas sebesar 277 lux pada
ketinggian 20 cm dari permukaan air

B. Saran
Hasil penelitian ini merupakan pengamatan dan percobaan skala
laboratorium, sehingga hasil yang diperoleh masih perlu penelitian lebih
lanjut sesuai dengan kondisi perairan sebenarnya. Walaupun demikian dasar
pemikiran dari percobaan terhadap pengaruh warna cahaya terhadap tingkah
laku ikan untuk selanjutnya dapat digunakan para nelayan dengan
menggunakan lampu berwarna ini.

22
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Aliyubi. et.all. 2015. Analisis Perbedaan Hasil Tangkapan Berdasarkan Warna


Lampu Pada Alat Tangkap Bagan Apung Dan Bagan Tancap Di Perairan
Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology, Vol. 4 No. 2 Tahun 2015, hal. 93-
101.

Aslan, BK. 2011. Kemampuan penglihatan mata ikan layur (trichiurus savala)
dalam aplikasinya pada alat tangkap set net. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Derec, M.N. 2009. Preferensi Larva CumiCumi Sirip Besar terhadap Perbedaan
Warna dan Tingkat Intensitas Cahaya pada Waktu Pengamatan yang
Berbeda. (Skripsi) Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknologi


Perikanan. kerjasama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Hassanudin dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 204 hlm.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubunganya dengan Alat, Metode
dan Teknik Penangkapan. Dalam http/ fishing.com, diakses tanggal 30 April
2019 Pukul 22 : 10 WIB.

Gustaman, Gugik, Fauziyah dan Isnaini. 2011. Efektivitas Perbedaan Warna


Cahaya Lampu Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Tancap Di Perairan
Sungsang Sumatera Selatan. Program studi Ilmu kelautan FMIPA
Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Kartamihardja.E.S. 1994. Biologi Reprodulsi populasi Ikan Gabus Channa striata


di Waduk Kedungombo. Bull. Perik Darat l2(2): 1 13-1 19.

Makmur. S. et,all. 2006. Biologi Reprodulsi populasi Ikan Gabus Channa striata
di Derah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan. Jurnal Iktiologi
Indonesia, Volume 3. No. 2. Desember 2003. Hal: 57- 62.

Notanubun. J dan Patty. W. 2010. Perbedaan Penggunaan Intensitas Cahaya


Lampu Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung Di Perairan Selat
Rosenberg Kabupaten Maluku Tenggara Kepulauan Kei. Jurnal
Sumberdaya Perikanan, Vol. VI-3, Desember 2010, hal. 134-140.

Puspito, G. 2008. Lampu Petromaks; Manfaat, Kelemahan dan Solusinya pada


Perikanan Bagan. ISBN 978-979-1225-04-5. Depatemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB.2008.

23
Razak, A; K. Anwar dan MS. Baskoro. 2005. Fisiologi Mata Ikan. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ridho dan Patriono.E. 2017. Keanekaragaman Jenis Ikan di Estuaria Sungai Musi,
Pesisir Kabupaten banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian
Sains, Volume 19 Nomor 1 Januari 2017. Hal 32-37.

Rosyidah, I.N., A. Farid., W. A. N. 2011. Efektivitas alat tangkap mini purse seine
menggunakan sumber cahaya berbeda terhadap hasil tangkap ikan kembung
(Rastrelliger sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April
2011. Hal 41-45.

Safitri.N. 2015. Pengaruh Tingkat Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan


Sintasan Benuh Ikan Gabus Channa striata (Skripsi). Departemen Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Sarojo. A. G. 2010. Gelombang dan Optika. Jakarta: Salemba Teknika.

Setiawan.et.all. 2013. Aanalisis Pengaruh Medium Perambatan terhadap Intensitas


Cahaya Lacuba (Lampu Celup Bawah Air). Jurnal Rekayasa dan Teknologi
Elektro Volume 9, No. 1, Januari 2015. Hal.21-29.

Sudirman, H dan Mallawa, A 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rineka


Cipta. Jakarta. 168 hal.

Sulaiman, M., I. Jaya., M.S. Baskoro. Studi tingkah laku ikan pada proses
penangkapan dengan alat bantu cahaya suatu pendekatan akustik. Ilmu
Kelautan. Maret 2006. Vol. 1 1 (1) : 31 – 36.

Tamura, T. 1957. A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving


Power and Accomodation. Bulletin of The Japanese Society of Scientific
Fisheries. Vol 22, No.9. Fisheries Institute, Faculty of Agriculture, Japan.
p: 536-557.

Utami. E. 2009. Analisis Respon Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secuter Insidiator)
terhadap Intensitas Cahaya Berwarna. Jurnal Sumberdaya Perairan, Vol. 3
No.2 Tahun 2009, hal 1-4.

Utomo, A. D. 2007. Dinamika Sumber Daya Perikanan di Estuaria. Journal


Perikanan 3(1) April 2007: 7-12 halm. Pembangunan Kelautan Berbasis
IPTEK dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir,
Universitas Hang Tuah.
Wagio, D. 2003. Pola Reaksi dan Adaptasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) dan
Pepetek (Secutor indicius) Terhadap cahaya Warna Putih, Merah dan Biru
(Skripsi) Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

24
Woodhead, P.M.J. 1966. The Behavior of Fish Relation to The Light in The Sea.
Oceanografy Marine Biology: Horald Barnes Edition.

Yami. B. 1988. Attracting Fish with Light. Roma : FAO

Zilanov K. 1968. Behaviour of Atlantik Sauri & Snipefish in an illuminated zone


in the north Atlantik Ocean. In fish behaviour & fishing techniques Ed. By
A.P. Alexseev. Murmanks, PINRO:p 146-157.

25
Lampiran

Gambar 1. Lampu Bewarna

Gambar 2. Kabel lampu

Gambar 3. Aquarium

Gambar 4. Laser

26
Gambar 5. Mistar busur

Gambar 3. Pengukuran Intensitas Cahaya

Gambar 3. Pemaparan cahaya lampu berwarna kuning

Gambar 3. Pemaparan cahaya lampu berwarna hijau

27
Gambar 3. Pemaparan cahaya lampu berwarna merah

Gambar 3. Pengukuran indeks bias dari medium udara


ke medium air

Gambar 3. Pengukuran indeks bias dari medium udara


ke medium air

Gambar 3. Pengukuran indeks bias dari medium air


ke medium udara

28

Anda mungkin juga menyukai