Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS EKOLOGI PERAIRAN DI PANTAI SEBALANG SEBANG

TARAHAN, KATIBUN, LAMPUNG SELATAN


(Laporan Pratikum Pencemaran Perairan)

Oleh

Kelompok 2

PROGRAM STUDI SUMBERDAYA AKUATIK


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Pratikum :Analisis Pencemaran Perairan Di Pantai Sebalang,


Kecamatan Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan,
Lampung
Tempat pratikum : Pantai Sebalang, Tarahan, Lampung Selatan Selatan
Tanggal Pratikum : Sabtu, 3 April 2020
Nama dan NPM : Ayu Anisa 1814201001
Anggun Cyntia 1814201018
Annas Rizki 1814201021
Hanny Widiyanti 1814201010
Novi Rahmawati 1814201018
Widya Ayu Sundari 1814201028

Kelompok : 2 (Dua)
Program Studi : Sumberdaya Akuatik
Jurusan : Perikanan dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
Universitas : Lampung

Bandar Lampung, 22 Mei 2020


Mengetahui,
Asisten Dosen

Agnes Rounauli Hutagalung


NPM. 1714201024
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perairan pesisir merupakan perairan yang banyak menerima beban masukan bahan
organik. Bahan ini berasal dari berbagai sumber seperti kegiatan pertambakan,
pertanian dan limbah domestik yang akan masuk melalui aliran sungai dan
limpasan dari daratan. Masuknya bahan organik ke pesisir ini cepat atau lambat
akan mempengaruhi kualitas perairan, selanjutnya akan berpengaruh pada
keberadaan organisme perairan khususnya plankton sebagai organisme yang
pertama merespon perubahan kualitas perairan tersebut. Beban masukan yang
nyata biasanya membawa partikel tersuspensi, nutrien, dan bahan organik terlarut
yang akan mendukung terjadinya eutrofikasi dan bisa menyebabkan berkurangnya
penetrasi cahaya pada kolom air

Perairan pesisir merupakan perairan yang banyak menerima beban masukan bahan
organik. Bahan ini berasal dari berbagai sumber seperti kegiatan pertambakan,
pertanian dan limbah domestik yang akan masuk melalui aliran sungai dan
limpasan dari daratan. Masuknya bahan organik ke pesisir ini cepat atau lambat
akan mempengaruhi kualitas perairan, selanjutnya akan berpengaruh pada
keberadaan organisme perairan khususnya plankton sebagai organisme yang
pertama merespon perubahan kualitas perairan tersebut. Beban masukan yang
nyata biasanya membawa partikel tersuspensi, nutrien, dan bahan organik terlarut
yang akan mendukung terjadinya eutrofikasi dan bisa menyebabkan berkurangnya
penetrasi cahaya pada kolom air

Masuknya pencemar organik dan anorganik ke badan air perairan pesisir pantai
dapat menyebabkan kualitas perairan mengalami degradasi fungsi secara biologis.
Potensi perairan pesisir pantai dan laut sebagai sumber pangan bagi masyarakat
akan terganggu. Oleh karena itu, untuk melestarikan fungsi pesisir dan laut perlu
dilakukan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air laut untuk
kepentingan sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis. Untuk
mewujudkan peningkatan pengelolaan kualitas air laut salah satunya diperlukan
suatu kajian dan pemetaan terhadap kualitas air laut. Praktikum kali ini bertujuan
untuk mengetahui

Identifikasi status trofik tidak hanya dilihat pada suatu nilai indeks TRIX yang
mereferensikan status trofik, akan tetapi fluktuasinya melalui tren variabilitas baik
spasial maupun temporal. Secara spasial dilihat berdasarkan klasternya yang
mengindikasi setiap area memiliki indeks secara indentik Selanjutnya secara
temporal ditendesikan pada fluktuasi air saat pasang surut dalam kurun waktu
penelitian dan pengamatan dilaksanakan dan pengkondisian ini pada dasarnya
mengungkapkan tren variabilitas indeks pada trix tersebut (Wu, 2010).

I.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum kali ini adalah untuk menganalisis tingkat pencemaran perairan
di Pantai Sebalang dengan menggunakan metode trix.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai Sebalang


Pantai Sebalang, Sebang Tarahan, Katibung, Lampung Selatan, merupakan pantai
yang tidak begitu jauh dari kota Bandar Lampung. Sekitar 20 kilometer dengan
jarak tempuh 30-45 menit. Panorama di Pantai Sebalang juga sangat indah akan
tetapi masih banyak sampah yang berserakkan di pinggiran pantai tersebut. Para
pengunjung belum begitu bertanggung jawab atas kebersihan di tempat tersebut,
hanya bisa melihat matahari terbenam di pantai ini karena keindahan nya sehingga
sering lupa untuk tetap menjaganya (Suliati, 2010).

Rute yang dilalui untuk menuju ke Pantai Sebalang melewati Jalur Lintas Tengah,
ketika sampai di awal tanjakan Tarahan ada jalan masuk di sebelah kanan jalan,
sehingga sampailah lokasi Pantai Sebalang. Ekosistem Pantai Sebalang
dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut dan organisme yang hidup di pantai
ini memiliki adaptasi struktural, sehingga dapat melekat erat di subrtrat yang
keras. Daerah tengah pantai ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut,
remis, kerang siput herbivora maupun kanivora, kepiting, landak laut, bintang laut
dan ikan-ikan kecil (Gusrina, 2009).

Daerah Pantai Sebalang terdalam saat air pasang maupun surut dimana dihuni
oleh ekosistem pesisir yang memiliki produktivitas primer tinggi adalah padang
lamun. Massa daun lamun juga akan menurunkan pencahayaan matahari di siang
hari, melindungi dasar perairan dan memungkinkan pengembangan lingkungan
mikro pada dasar vegetasi. Sehingga merupakan habitat potensial bagi komunitas
ikan untuk berlindung, mencari makan, dan memijah. Sejumlah spesies ikan
ekonomis penting menghabiskan sebagian siklus hidup dan sepanjang hidupnya
pada
ekosistem padang lamun yang cukup kompleks pada daerah Pantai Sebalang ini
(Ardhana, 2012).

2.2 Pencemaran Air Laut


Pada dasarnya bahan pencemar yang mencemari perairan dapat dikelompokkan
menjadi: bahan pencemar organik, bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit,
bahan pencemar senyawa anorganik/mineral, bahan pencemar organik yang tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme, bahan pencemar berupa zat radioaktif,
bahan pencemar berupa endapan/sedimen dan bahan pencemar berupa kondisi
(misalnya panas). Dampak pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan
biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia
atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika
lingkungan pesisir, serta dapat merugikan secara sosial ekonomi (Lestari, 2014).

Pencemaran dapat juga diartikan sebagai bentuk Environmental impairment, yakni


adanya gangguan, perubahan, atau perusakan. Pengaruhnya bukan saja
menjangkau seluruh kegiatan yang berlangsung di laut, melainkan juga
menyangkut kegiatan-kegiatan yang berlangsung di wilayah pantai termasuk
muara-muara sungai yang berhubungan dengan laut. Pada dasarnya laut itu
mempunyai kemampuan alamiah untuk menetralisir zat-zat pencemar yang masuk
ke dalamnya. Akan tetapi, apabila zat-zat pencemar tersebut melebihi batas
kemampuan air laut untuk menetralisirnya, maka kondisi itu dikategorikan
sebagai pencemaran (Silalahi, 2011).

Pencemaran laut memberikan dampak yang cukup berpengaruh bagi lingkungan


sekitar apalagi bila disekitarnya merupakan pemukiman penduduk yang mana
penduduk pada umumnya bermata pencaharian sebagai pelaut atau nelayan.
Pemukiman penduduk yang semakin meluas, membuat semakin meningkatnya
produk industri rumah tangga yang akan berakibat pada perkembangan kawasan
industri di kota besar. Industri di perkotaan memiliki pengaruh positif untuk
menghasilkan barang (produk) dan jasa yang dapat meningkatkan kehidupan
masyarakat. Selain itu juga, berakibat negatif karena dapat menyebabkan
pencemaran, baik pencemaran air, tanah, dan udara (Djalal, 2009).
2. 3 Pentingnya Analisis Pencemaran
Beberapa materi pencemaran air laut pada penelitian digunakan sebagai indikator
pencemaran perairan pesisir. Hal ini disebabkan terdapat parameter pencemaran
air laut yang pengukurannya didasarkan atas pengamatan secara visual. Di
samping itu, terdapat beberapa parameter pencemaran air laut yang merupakan
indikator umum, di mana semua kegiatan pemanfaatan ruang merupakan sumber
pencemar. Hal lainnya adalah terdapat beberapa parameter pencemaran air laut
yang berdasarkan hasil pengukuran ternyata memiliki nilai (besaran) yang sama di
semua lokasi pengukuran, sehingga menyulitkan dalam analisis (nilai sangat
kecil) (Dwiyanti, 2009).

Teknis analisis pencemaran langsung dilapangan sangat penting secara manual,


sehingga jumlah kendaraan yang diketahui dibutuhkan interval untuk menentukan
tingkat kepadatan yang ada, misalnya pencemaran limbah cair industri tekstil yang
membawa berbagai dampak negatif, seperti perubahan warna air akibat limbah
pewarna tekstil, mengganggu ekosistem sungai, menimbulkan kerugian finansial
bagi masyarakat sekitar sungai dan sampai terakumulasinya logam-logam berat di
sedimen (Greenpeace, 2013).

Analisis pencemaran laut dapat meneliti potensi diantaranya potensi hayati dan
non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu
karang, sedangkan potensi non hayati misalnya: mineral, bahan tambang dan
pariwisata. Pencemaran laut mengakibatkan perubahan pada biodiversitas pada
laut dan mengakibatkan berkurangnya estetika pada laut dan analisis pencemaran
pada laut, saat ini dikenal secara internasional dengan istilah Marine Pollution,
dimana merupakan salah satu masalah yang mengancam bumi saat ini (Sugma,
2014).

Dalam penggunaan penelitian indeks trix harus mempunyai karakteristik lokasi


penelitian seperti kawasan teluk yang dapat dijadikan sebagai kawasan untuk
menghitung status trofik dengan indeks TRIX. Kondisi yang memungkinkan
digunakannya indeks ini telah direferensikan atas suatu teluk yang dinamis
dibandingkan jenis perairan lainnya sehingga nutrien sebagai faktor pembatas
(limiting factor) N dan P terhadap status trofik menjadi sangat berfluktuasi
Fluktuasi ini dapat dipengaruhi oleh arus yang biasanya terjadi ketika peralihan
musim sehingga penggunaan indeks TRIX yang memasukkan kedua nutrien N
dan P ke dalam formula indeksnya sangat relevan (Saravi, 2012).

Identifikasi status trofik tidak hanya dilihat pada suatu nilai indeks TRIX yang
mereferensikan status trofik, akan tetapi fluktuasinya melalui tren variabilitas baik
spasial maupun temporal. Secara spasial dilihat berdasarkan klasternya yang
mengindikasi setiap area memiliki indeks secara indentik Selanjutnya secara
temporal ditendesikan pada fluktuasi air saat pasang surut dalam kurun waktu
penelitian dan pengamatan dilaksanakan dan pengkondisian ini pada dasarnya
mengungkapkan tren variabilitas indeks pada trix tersebut (Wu, 2010).

Penelitian variasi indeks TRIX lmengungkapkan tren variabilitas status trofik baik
secara spasial dan temporal. Kedua tren tersebut adalah informasi dasar untuk
pengelolaan kawasan teluk. Tren status trofik secara spasial akan mendapatkan
kawasan mana yang memiliki kondisi trofik yang paling baik sedangkan tren
temporal adalah penelusuran waktu terhadap variabilitas status tropik. Terbaginya
kawasan atas dasar tren status trofik secara spasial memberikan solusi
pengembangan budidaya laut untuk kawasan yang masih cukup baik berdasarkan
kualitas perairannya (Kamble, 2011).

2.5 Parameter Fisika


2.5.1 Suhu
Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang seperti
halnya penurunan suhu menurut ketinggian. Bedanya, pada penyeberan suhu
secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanas sehingga semakin
tinggi tempat maka semakin rendah suhunya. Rata-rata penurunan suhu udara
menurut ketinggian contohnya di Indonesia sekitar 5℃ – 6℃ tiap kenaikan 1000
meter. Karena kapasitas panas udara sangat rendah, suhu udara sangat pekat pada
perubahan energi dipermukaan bumi. Diantara udara, tanah dan air, udara
merupakan konduktor terburuk, sedangkan tanah merupakan konduktor terbaik
(Handoko, 2014).
Suhu didefinisikan sebagai ukuran atau derajat panas dinginnya suatu benda atau
sistem. Pada hakikatnya suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata yang dimiliki
oleh molekul-molekul suatu benda. Dengan demikian suhu menggambarkan
bagaimana gerakan molekul-molekul benda. Sebagai contoh ketika kita
memanaskan sebatang besi, besi akan memuai, dan beberapa sifat fisik benda
tersebut akan berubah. Sifat-sifat benda yang bisa berubah akibat adanya
perubahan suhu disebut sifat termometrik. Termometer adalah alat yang
digunakan untuk mengukur sebuah benda. Dari sifat termometrik tersebut,
termometer dibuat (Purba, 2010).

Suhu dinyatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan termometer. Tanah merupakan media utama
dimana manusia bisa mendapatkan lahan pangan, sandang, pangan, tambang dan
tempat dilaksanakannya beberapa aktifitas. Batas suhu yang layak bagi kehidupan
makhluk hidup berkisar antara -350℃ dan 750℃, akan tetapi kisaran suhu yang
dikehendaki. Pada suhu dibawah atau diatas kisaran tersebut, pertumbuhan
tanaman sangat dihambat. Secara langsung, suhu mempengaruhi fotosintesis,
respirasi, permeabilitas dinding sel, kegiatan ensim, penyerapan air dan unsur
hara, transpirasi dan koagulasi protein. Semua pengaruh ini tersimpul dalam
pertumbuhan tanaman (Kartasapoetra, 2009).

2.5.2 Kecerahan
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu
kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air
menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan
mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan air, selain itu dapat pula
mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini bahan-bahan ke dalam
suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air
(Effendi, 2009).

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan


ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan
secchi disk yang dikembangkan oleh Profesor Secchi pada abad ke-19. Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi dan kekeruhan serta
ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Tingkat kecerahan air dinyatakan
dalam suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk (Gao, 2009).

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu
kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air
menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan
mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan air, selain itu dapat pula
mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini bahan-bahan yang masuk
kedalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi
kecerahan air (Effendi, 2009).

2.6 Parameter Kimia


2.6.1 DO
Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang sangat vital bagi
kehidupan organisme perairan. Konsentrasi oksigen terlarut cenderung berubah-
ubah sesuai dengan keadaan atmosfir. Sumber utama oksigen terlarut dalam air
adalah difusi difusi dari udara dan hasil fotosintesis organisme yang mempunyai
klorofil yang hidup di perairan. Jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah,
beberapa ikan dan organisme lain mungkin tidak dapat bertahan hidup. Beberapa
oksigen terlarut dalam air adalah hasil fotosintesis tanaman air (Fadli, 2012).

Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme
organisme, terutama untuk proses respirasi. Disamping itu juga dapat digunakan
sebagai petunjuk kualitas air. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh
proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Berkurangnya oksigen
terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan-bahan organik dari limbah industri
yang mengandung bahan-bahan yang tereduksi dan lainnya (Kustanti, 2013).

Air yang sangat dingin mengandung kurang dari 5% O2 dan akan menurun jika
suhu air bertambah. Berkurangnya O2 karena respirasi dan dekomposisi. Perairan
dengan O2 tinggi, keragaman organisme biasanya tinggi. Jika O2 menurun, hanya
organisme yang toleran saja yang dapat hidup di tempat tersebut. Variasi O2
danau oligotroph biasanya rendah, sebaliknya danau eutroph tinggi. Sumber-
sumber O2: Atmosfer : difusi, angin dan fotosintesis. Spesies yang membutuhkan
oksigen terlarut tingkat tinggi termasuk pike, trout, bass, salmon, nimfa capung,
nimfa stonefly, dan larva caddisfly. Sehingga lebih mungkin ditemukan di
perairan yang lebih dingin (Suliati, 2010).

2.6.2 Salinitas
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air
yang dinyatakan dalam satuan permil (o/oo) atau ppt (part per thousand) atau
gram/liter. Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium,
magnesium, chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004). Zat zat lain di dalam
air tidak terlalu berpengaruh terhadap salinitas, tetapi zat zat tersebut juga penting
untuk keperluan ekologis yang lain. Kandungan klorida ditetapkan pada tahun
1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika
semua halogen digantikan oleh klorida. (Sudaryati, 2009).

Nilai salinitas air untuk perairan tawar berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau
biasanya berkisar antara 6–29 ppt, dan perairan laut berkisar antara 30–40 ppt.
Berdasarkan toleransinya terhadap salinitas, maka udang vannamei termasuk ke
dalam golongan euryhaline laut, yaitu hewan laut yang mampu hidup pada kisaran
salinitas yang tinggi yaitu antara 2 – 40 ppt. Di beberapa tempat, udang vannamei
ditemukan masih mampu hidup pada salinitas 40 permil, namun terbukti
mengalami pertumbuhan yang lambat. Jika nilai salinitas terlalu tinggi, konversi
rasio pakan akan semakin tinggi sehingga sirkulasi air secara kontinyu sangat
diperlukan (Hendriks, 2010).

Salinitas adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi Gammarus


aequicauda. Gammarus aequicauda adalah salah satu jenis amphipoda yang
mempunyai peranan sebagai pentransfer energi terhadap biota-biota lain seperti
ikan dan biota akuatik lainnya yang mempunyai tingkat lebih tinggi dalam trofik
level, yaitu berada pada tingkat trofik level ke dua sebagai konsumer pertama,
bahwa salinitas berpengaruh terhadap tingkat survival Gammarus bonnieroides,
spesies ini juga dapat dijadikan indikator perairan tercemar amoniak (Widianti,
2010).
2.6.3 Ph
Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas
air. Nilai pH adalah gambaran jumlah atau aktivitas hidrogen dalam air. Secara
umum, nilai pH menunjukkankan seberapa asam atau basa suatu perairan.
Pengertian pH (power of Hydrogen) sebenarnya adalah sebuah ukuran tingkat
asam (acidity) atau basa (alkalinity) dari air tersebut. Tingkat pH pada air laut
berkisar antara 7,6-8,4. Kenaikan pH pada perairan akan menurunkan konsentrasi
CO2 terutama pada siang hari ketika proses fotosintesis sedang berlangsung
(Triyulianti, 2012).

Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu
lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung pada beberapa
faktor yaitu, kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam
karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan. pH
semakin meningkat ke arah laut lepas. Tinggi rendahnya pH dapat disebabkan
oleh sedikit banyaknya bahan organik dari darat yang dibawa melalui aliran
sungai (Kusumaningtyas, 2014).

Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan


tumbuhan dan hewan perairan. Sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
menilai kondisi suatu perairan sebagai lingkungan tempat hidup. Nilai pH erat
kaitannya dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat
mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi pula alkalinitas dan
semakin rendah kadar karbondioksida bebas. alkalinitas merupakan parameter
yang paling berpengaruh terhadap besarnya nilai pH air laut. Selain itu, terdapat
pula faktor fisis lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pH seperti
suhu, salinitas, curah hujan, perubahan musim, dan fenomena ENSO (El-Niño/La-
Niña Southern Oscillation) (Suciaty, 2011).

2.6.4 Fosfat
Fosfat pada perairan berbentuk ortofosfat (PO4). Kandungan ortofosfat dalam
perairan menandakan kesuburan perairan tersebut. Kandungan fosfat dalam
perairan pada umumnya berasal dari limpasan pupuk pada pertanian, kotoran
manusia maupun hewan, kadar sabun, pengolahan sayuran, serta industri pulp dan
kertas. Jumlah fosfat yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan alga yang
sangat besar dan berakibat kurangnya sinar matahari yang masuk ke perairan.
Ketika alga mati, bakteri akan memecahnya menggunakan oksigen terlarut di
dalam air (Mustofa, 2015).

Tingginya kandungan ortofosfat di dasar perairan disebabkan karena dasar


perairan umumnya kaya akan zat hara. Baik yang berasal dari dekomposisi
sedimen maupun senyawa-senyawa organic yang berasal dari jasad flora dan
fauna yang mati. Ortofosfat merupakan nutrien yang hal ini dapat berasal dari
buangan limbah organik yang berasal dari drainase-drainase sekitar. Sehingga
bahan organik dalam perairan tinggi namun tidak dapat dimanfaatkan optimal
oleh fitoplankton karenanya adanya faktor lain seperti suhu dan cahaya (Irwan,
2017).

Secara umum kadar fosfat rata-rata di perairan juga berkisar antara 0,005-
0,012mg/l, hal ini menunjukkan bahwa perairan ini cukup subur. Jika
mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan yang cukup subur berdasarkan
kadar fosfat berkisar antara 0,0021-0,050 mg/l dan perairan yang subur berkisar
antara 0,051-0,100 mg/l. Kadar fosfat di lapisan permukaan padaperairan yang
tersubur di dunia mendekati 0,6 ug.at/l atau setara dengan 0,019 mg/l. Klasifikasi
kesuburan perairan ditinjau dari kadar fosfat menurut EPA (2002) adalah <0,048
mg/l tergolong rendah, antara 0,048-0,096 mg/l tergolong sedang, dan >0,096
mg/l tergolong tinggi. Menetapkan suatu nilai fosfat sebesar 2,8 ug.at/l atau setara
dengan 0,087 mg/l sebagai batas atas pada air yang tidak tercemar (Risamasu,
2011).

2.6.5 Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa
yang stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesis protein
tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi
dapat mengakumulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas sehingga air
kekurangan oksigen terlarut dan menyebabkan kematian pada ikan. Kadar nitrat
secara alamiah biasanya agak rendah, namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi
sekali pada air tanah di daerah-daerah yang diberi pupuk dan mengandung nitrat
(Santika 2009).

Nitrat ( NO3– ) berasal dari oksidasi senyawa Nitrogen. Oksidasi ini dapat
berlangsung dengan bantuan bakteri tanah. Bakteri tanah ini masuk atau terbawa
ke badan air tanah oleh proses perkolasi air. Sedangkan untuk air permukaan,
bakteri tanah yang membantu proses oksidasi senyawa N menjadi nitrat tadi,
berasal dari limpasan  permukaan yang membawa serta lapisan tanah yang
mengandung humus (Grasshoff, 2010).

Nitrat ( NO3 ) merupakan bentuk inorganik dari derivat senyawa Nitrogen.


Senyawa nitrat ini biasanya digunakan oleh tanaman hijau untuk proses
fotosintesis. Sedangkan kaitan hal tersebut dengan pencemaran terhadap badan
air, nitrat pada konsentrasi tinggi bersama–sama dengan phosphor akan
menyebabkan algae blooming sehingga menyebabkan air menjadi berwarna hijau
dan penyebab eutrofikasi (Harris, 2010).

2.6.6 Nitrit
Nitrit merupakan bentuk Nitrogen yang teroksidasi, dengan tingkat oksidasi +3.
Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses
oksidasi antara amoniak dan nitrat, yang dapat terjadi pada instalasi pengolahan
air buangan, air sungai, dan system drainase. Pada air minum nitrit berasal dari
bahan inhibitor korosi pada pabrik dengan system distribusi PAM. Nitrit
membahayakan kesehatan karena bereaksi dengan hemoglobin dalam darah,
sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen lagi. Pada air buangan tertentu
menimbulkan nitrosamine yang menyebabkan kanker (Day, 2011).

Nitrit ( NO2 ) merupakan salah satu bentuk senyawa Nitrogen, dalam hal ini nitrit
adalah derivat senyawa nitrogen. Nitrit dalam bentuk senyawa ionik di simbolkan
dengan NO2- yang merupakan hasil oksidasi senyawa ammonia (NH3 dan NH4+).
Proses oksidasi ini berlangsung dengan bantuan bakteri nitrifikasi yaitu bakteri
nitrosomonas. Jika oksidasinya berlanjut maka akan menghasilkan nitrat. Proses
reduksi nitrit ( NO2 ) akan menghasilkan nitrogen bebas ( N2 ) di udara. Proses
oksidasi pada ammonia menjadi nitrit memerlukan oksigen bebas dalam air
(Elanor, 2010).

Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi)
dan antara nitrat dengan gas nitrogen (denitrifikasi) oleh karena itu, nitrit bersifat
tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit pada perairan alami
mengandung nitrit sekitar 0.001 mg/L. kadar nitrit yang lebih dari 0.06 mg/L
adalah bersifat toksik bagi organisme perairan. Keberadaan nitrit menggambarkan
berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar
oksigen terlarut yang rendah. Nitrit yang dijumpai pada air minum dapat berasal
dari bahan inhibitor korosi yang dipakai di pabrik yang mendapatkan air dari
sistem distribusi PDAM (Harpasis, 2009).

2.6.7 Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati
berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia
memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri
adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Amonia yang digunakan
secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak
adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan
amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah
(Suripin, 2004).

Amonia adalah gas yang mudah mencair, titik didihnya -33,4 0C dan membeku
pada -77,70C. Amonia sangat mudah dikenali karena baunya yang sangat khas.
Keberadannya di udara dapat terdeteksi pada kadar 50 – 60 PPM.pada kadar 100 –
200 ppm, amoniak menyebabkan iritasi mata dan masuk ke paru-paru. Pada
konsentrasi tinggi uap ammonia mengakibatkan pary-paru dipenuhi dengan air
dan dengan cepat menimbulkan kematian, bila tidak segera diberi pertolongan.
Amonia sangat mudah larut dalam air. Larutan amonia bersifat basa lemah sesuai
dengan reaksi sebagai berikut :
NH3 (aq) + H2O N2H(aq) + H2O(aq) Kb = 1,8 x 10-5
(Wardoyo, 2000).
Amonia merupakan salah satu jenis senyawa kimia yang secara alami berada di
alam dan juga di dalam tubuh kita. Senyawa amonia itu sendiri terdiri dari 1 atom
nitrogen dan 3 atom hidrogen, yang semuanya terkait dengan atom N. Formula
kimia amonia adalah NH3. Amonia bisa dalam bentuk gas atau cair.  Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau
amonia). Meskipun amonia memberikan kontribusi penting bagi keberadaan
nutrisi di Bumi, amonia itu sendiri adalah senyawa korosif (yang merusak kulit
dan menyebabkan iritasi), yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan
(Effendie, 2003).

2.7 Parameter Biologi


2.7.1 Bentos
Bentos merupakan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas atau di
bawah dasar laut atau pada wilayah yang disebut zona bentik (benthic zone)
maupun dasar daerah tepian. Bentos berbeda dengan plankton yang hidup
mengambang bebas di air. Beberapa organisme bentik bahkan belum sepenuhnya
dipahami sehingga penelitian terus berlangsung untuk mengungkap rahasianya.
Semua organisme di dunia tergantung pada organisme bentik untuk bertahan
hidup. Organisme ini mengkonsumsi bangkai hewan yang tenggelam ke dasar
laut, mengeluarkannya sebagai kotoran, yang kemudian larut menjadi nutrisi yang
akan dibawa kembali ke permukaan dan dipergunakan oleh organisme lain
(Wibisono, 2004).

Benthos adalah organisme yang hidup di dekat dasar sungai atau dikenal sebagai
zona benthik. Mereka hidup di dekat sedimen baik itu batu, lumpur, pasir dan lain
lain dan beradaptasi dengan tekanan air dalam serta arus perairan yang
deras. sebagian atau seluruh siklus hidup benthos berada di dasar perairan, baik
yang sesil, merayap maupun menggali lubang. selain itu pergerakan benthos
relatif terbatas. Mereka juga mendiami semua ekosisitem perairan. Organisme
bentik hidup di atas substrat dasar perairan yang disebut sebagai organisme
epifauna dan adapula yang berada dalam substrat itu sendiri disebut organisme
bentik infauna (Barus, 2004.).
Bentos ialah hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas atau di bawah dasar
laut atau pada wilayah yang dinamai zona bentik (benthic zone) maupun dasar
daerah tepian. Bentos ini berbeda dengan plankton yang hidup mengapung bebas
di air. Beberapa organisme bentik bahkan belum sepenuhnya dipahami maka
penelitian terus terjadi untuk mengungkap rahasianya. Organisme ini memakan
bangkai hewan yang tenggelam ke dasar laut, dan kemudian mengeluarkannya
sebagai kotoran, yang selanjutnya larut menjadi nutrisi yang akan dibawa kembali
ke permukaan dan dipergunakan oleh organisme lain (Nybakken, 2004).

2.7.2 Plankton
plankton adalah organisme yang hidupnya melayang atau mengambang di dalam
air. Kemampuan geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme
tersebut terbawa oleh arus namun, mempunyai peranan penting dalam ekosistem
laut, karena plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut
lainnya. Selain itu hampir semua hewan laut memulai kehidupannya sebagai
plankton terutama pada tahap masih berupa telur dan larva (Odum, 2003).

Plankton sebagai bioindikator kualitas suatu perairan terutama perairan


menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang
mempengaruhi tingkat tropik perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton
sendiri dipengaruhi terutama perubahan berbagai faktor lingkungan. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi populasi plankton adalah ketersediaan nutrisi di
suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam
suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fioplankton dan
proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan
kualitas perairan (Boyd, 2001).

Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton


menyerupai tumbuhan yang bebas melayang dan hanyut dalam perairan serta
mampu berfotosintesis. Zooplankton adalah organisme renik yang hidup
melayang-layang mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad hewani.
Fitoplankton merupakan pensuplai utama oksigen terlarut di perairan, sedangkan
zooplankton meskipun sebagai pemanfaat langsung fitoplankton, merupakan
produsen sekunder perairan. Plankton merupakan makanan alami larva organisme
perairan (Soeseno, 2001).
III. METODELOGI

3.1 Waktu Praktikum


Pada praktikum Analisis Pencemaran Perairan ini dilakukan di Pantai Sebalang,
Kecamatan Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung pada hari Jum’at, 3
April 2020.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu Sechidisk, thermometer,
refraktometer, pH, botol winkler, gelas ukur, erlenmeyer, botol sampel, kertas
saring, spektofotometer, tabung reaksi, lakban hitam, pipet, kuvet, plastic/paraffin
film. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu air sampel, MnSO4, NaOH + KI,
H2SO4, Natiosulfat, indikator pp, sodium arsenit, brucine, fenol, natrium
nitroprusid, larutan pengoksidasi,larutan pewarna, amilum.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Indeks TRIX
Indeks TRIX dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
log ( Chl−a x %O2 x DIN x DIP ) +1.5
TRIX =
1.2
Keterangan :
%O2 (Oksigen Saturasi) = (DO/DOi) x 100%
DOi (Oksigen Absolut) = 14.62 – 0.37 (T oC) + 0.0045 (T oC)2 – 0.097 (sal) +
0.002 (T oC)(sal) + 0.0003 (sal)2
DIN = NH3 + NO2 + NO3
DIP = PO4
Chl-a = klorofil
K = 1.5
M = 1.2 (konstanta)

Tabel 1. Faktor skala indeks TRIX


Nilai TRIX Status Trofik
TRIX Values Trophic Status
0 < TRIX < 4 Oligotrofik
4 < TRIX < 5 Mesotrofik
5 < TRIX < 6 Eutrofik
6 < TRIX < 10 Hipertrofik

3.3.2 Parameter Fisika


3.3.2.1 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan cara :
1. Thermometer dicelupkan ke dalam air dengan membelakangi sinar matahari
sampai batas skala baca.
2. Thermometer dibiarkan selama 2-5 menit sampai skala pada thermometer
menunjukan angka yang stabil.
3. Thermometer diangkat dan dilihat untuk pembacaan skala suhu.

3.3.3 Parameter Kimia


3.3.3.1 DO
Pengukuran DO dilakukan dengan cara :
1. Air sampel diambil dan dimasukkan kedalam botol winkler sebanyak 250 ml.
2. Ditambahkan 2 ml MnSO4 dan NaOH+KI 2 ml ke dalam air sampel yang
berada dibotol winkler setelah itu ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk
gumpalan dan ditunggu 5 sampai 10 menit.
3. Ditambahkan H2SO4 sebanyak 2 ml kedalam larutan sebelumnya lalu ditutup
dan dihomogenkan hingga endapannya larut.
4. Air sampel yang sudah tidak ada endapan lalu diambil dengan gelas ukur
sebanyak 50 ml kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer.
5. Air di dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan menggunakan Nathiosulfat
dan diberikan amilum sebagai katalisator.
6. Dihitung DO dengan menggunakan rumus :

V . Titran x N . Titran x 8000 x F


DO = V . Sampel
Keterangan :
DO = Dissolved Oxygen
V.Titran = Volume titran yang digunakan (ml)
N. Titran = Konsentrasi titran yang digunakan (0,025)
V . Botol Sampel
F =
V . Botol Sampel−V . Pereaksi
V. Sampel = Volume sampel yang digunakan (ml)

3.3.3.2 Salinitas
Pengukuran Salinitas dilakukan dengan cara :
1. Bersihkan Refraktometer dengan tisu mengarah ke bawah
2. Pada bagian prisma Refraktometer ditetesi dengan Aquades Hingga Cairan
dituangkan hingga melapisi seluruh permukaan prisma.
3. Gunakan pipet untuk mengambil Sampel air yang ingin diukur.
4. Tutup secara hati-hati refraktometer dengan mengembalikan pelat ke posisi
awal.
5. Dilihat angka salinitasnya dan catat datanya.
6. Setelah dipakai, Refraktometer wajib dibersihkan hingga kering mengguna kan
tisu atau kain lembut.

3.3.3.3 Fosfat
Pengukuran fosfat dilakukan dengan cara :
1. Air sampel diambil dan dimasukkan kedalam botol plastik/sampel 100 ml.
2. Sampel kemudian disaring dengan kertas saring.
3. Air sampel yang sudah disaring kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
sebanyak 50 ml.
4. Ditetesi dengan indikator pp, dan jika setelah ditetesi dengan indikator pp
terbentuk warna merah muda, ditetesi H2SO4 setetes demi setetes hingga
warnanya bening.
5. Ditambahkan 8 ml larutan campuran ke dalam masing-masing larutan standar,
setelah itu homogenkan.
6. Setelah itu dimasukan ke dalam tabung reaksi untuk dispektrofotometer, pada
panjang gelombang 880 nm, setelah keluar nilai nya ,dicatat.

3.3.3.4 Nitrat
Pengukuran nitrat dilakukan dengan cara :
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Saring 50 ml air sampel menggunakan kertas saring “whatman paper no.42”.
3. Air sampel yang telah tersaring diambil 5 ml dan masukkan ke erlenmeyer.
4. Tambahkan 1 tetes sodium arsenit, 0,25 ml brucine, dan 5 ml H2SO4 kemudian
di homogenkan dan diamkan selama 10 menit.
5. Ukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
6. Catat konsentrasi hasil pengukuran.

3.3.3.5 Nitrit
Pengukuran nitrit dilakukan dengan cara :
1. Diambil sampel air laut dan dimasukan ke dalam botol air mineral lalu ditutup
rapat dengan lakban hitam atau plastik hitam.
2. Disaring sampel air dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam erlenmyer
sebanyak 50 ml.
3. Ditambahkan 2 ml larutan pewarna lalu dihomogenkan dan didiamkan selama
10 menit untuk membentuk reaksi kompleks.
4. Diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 nm.
5. Dicatat hasil konsentrasi pengukuran.

3.3.3.6 Amonia
Pengukuran Amonia dilakukan dengan cara:
1. Disiapkan air sampel masing-masing kelompok.
2. Ambil sebanyak 25ml pipet masukan ke dalam Erlenmeyer 50 ml.
3. Ditambahkan 1 ml larutan fenol, dihomogenkan.
4. Ditambahkan 1 ml natriun nitroprusid,dihomogenkan.
5. Ditambahkan 2,5 ml larutan pengoksidasi,dihomogenkan.
6. Tutup Erlenmeyer tersebut dengan plastic atau parafin film.
7. Biarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna.
8. Masukkan kedalam kuvet pada alat spetrofotometer, baca dan catat
serapannya pada panjang gelombang 640 nm.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pada praktikum ini didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Parameter yang digunakan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Parameter
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Suhu ⁰C 30 31 31 31 32 32 38 40 45
Salinitas
15 ppt 32 ppt 29 ppt
(ppt)
DO 4.8 5.6 4.2

Klorofil-a 0.05 0.108 0.004

Amonia 0.115 0.112 0.083


Nitrat 0.048 0.135 0.116
Nitrit 0.095 0.1025 0.113
Fosfat 0.023 1.212 0.9385

Dari tabel 2 ini dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan ada suhu, salinitas,
DO, klorofil, ammonia, nitrat, nitrit dan juga fosfat, karena status trofik
berhubungan dengan kesuburan nutrisi suatu perairan. Pada suhu dilakukan 3 kali
pengulangan yang di dapatkan pada stasiun 1 dengan suhu rata-rata 31oC, pada
stasiun 2 suhu rata-ratanya sebesar 32oC, dan pada stasiun ketiga didapatkan rata-
rata suhu sebesar 41oC. Selain suhu, parameter yang lainnya hanya diambil data 1
kali pengulangan di setiap stasiunnya. Pada stasiun 1 data diambil di daerah
sekitar muara, pada stasiun 2 diambil sampel data di daerah sekitar pantai dan
pada stasiun 3 sampel data diambil di daerah buangan limbah air panas, oleh
karena itu suhu yang didapatkan pada stasiun 3 terbilang cukup tinggi sehingga
kandungan oksigen, salinitas, pH, klorofil dan ammonia cukup kecil.
Tabel 3. Hasil perhitungan
  Doi % O2 DIN DIP CHL-a K M TRIX
1.
st 1 7.017 68.4053 0.258 0.023 0.05 5 1.2 -0.16049
6.639 84.3475 1.
st 2 2 1 0.3495 1.212 0.108 5 1.2 1.738794
6.831 61.4772 1.
st 3 8 1 0.312 0.9385 0.004 5 1.2 0.297803

TRIX
s 2
t 1.8
a 1.6
t 1.4
u 1.2
s 1 TRIX
0.8
t 0.6
r 0.4
o 0.2
f
i 0
k Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Lokasi

Grafik 1. TRIX

Dari hasil tabel dan grafik diatas adalah hasil perhitungan-perhitungan dari
parameter yang sudah didapat tadi pada tabel 2. Hasil parameter yang didapat tadi
dihitung menggunakan beberapa rumus yang tertera pada metodelogi dengan
dicari hasil DOi, $O2, DIN, DIP, Chl-a, K, M yang kemudian dihitung dengan
digabungkan menggunakan rumus sehingga menghasilkan hasil TRIX untuk
menentukan berapa besar status tropic pada suatu perairan tersebut yang akan kita
uji. Pada stasiun 1 didapatkan hasil trix sebesar -0.16049 pada sasiun 2 sebesar
1.738794 dan pada stasiun 3 sebesar 0.297803. Dari grafik 1 dapat dilihat bahwa
sumber nutrisi dan tingkat tertinggi dari 3 lokasi tersebut yang tertinggi adalah
pada stasiun 2 yang berlokasi di sekitar pantai. Meskipun masih termasuk
terbilang sebagai status trofik tingkat oligotrofik, namun pada daerah pantai lebih
banyak nutrisi perairannya dibanding pada stasiun 1 di muara dan pada stasiun 3
di buangan limbah air panas.

V. PENUTUP

APA NI YANG DI TUTUP??? PRASAAN???


BECANDA ZEYENGG
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan S.S. Santika.,2009.Metode Penelitian Air.Usaha Nasional.


Surabaya. Indonesia.

Ardhana, I.P.G. 2012. Ekologi Tumbuhan. Denpasar. Udayana University Press.


Universitas Udayana.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air


Daratan.USU Press. Medan.

Boyd, C E. 2001.Water Quality in Warmwater Fish Pound FourthPrinting.


Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama.

Day. 2011. Analisa Kimia Kuantitatif edisi keempat. Erlangga. Jakarta.

Djalal, Hasjim. 2009. Hukum Laut Indonesia. Bandung. Percetakan Ekonomi.

Dwiyanti, E. 2009. Analisis Data Landsat ETM+ untuk Kajian Geomorfologi dan
Penutupan Penggunaan Lahan dan Pemanfaatannya untuk Pemetaan
Lahan Kritis di Kota Cilegon. Skripsi, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Effendi.2009. Pengantar Oseanografi. Universitas indonesia, Jakarta.

Effendie, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Dayadan


Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Elanor. 2010. Memahami Nutrisi, edisi 10. Thomson. Wadsworth.

Fadli, Nur., Setiawan, Ichsan., Fadhilah, Nurul, 2012, Keragaman


makrozoobenthos di perairan Kuala GigiengKabupaten Aceh Besar,
Jurnal ISSN, 1 (1) : 46.

Gao. 2009. Introduction to Oceanography. USA. Meredith Coorporation.

Grasshoff, K., 2010. Determination of Nitrate. Methods of Seawater


Analysis(Grasshoffedt.). Verlag chemic-Weinheim-New York : 137-145.
Greenpeace. 2013. Toxic Threads: Meracuni Surga-Kisah Merek-merek Ternama
dan Polusi Air di Indonesia. Amsterdam: Greenpeace International.

Gusrina, 2009. Water Analysis Manual Tropical Aquatic Biology Program


Biotrop. Bogor.

Handoko. 2014. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya: Bogor.

Harpasis. 2009. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB. Bogor.

Harris, D.C., 2010. Quantitative Chemical Analysis Eighth Edition, W.H.


Freeman and Company, New York.

Hendriks, M.R. 2010. Intoduction to Physical Hydrology. New York: Oxford


University Press Inc.

Irwan, Muhammad; Alianto; Toja, Yori T., 2017, Kondisi Fisik Kimia Air Sungai
yang Bermuara di Teluk Sawaibu Kabupaten Manokwari, Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik, vol 1 no 1, 81-92.

Kamble, S.R. 2011. Assessment of water quality using cluster analysis in coastal
region of Mumbai. India. Environ. Monit. Assess., 178, 321332.

Kartasapoetra, dkk. 2009. Teknologi Konservasi Tanah. Rineka jaya: Jakarta.

Kustanti, A. 2013. Evolusi hak kepemilikan dan penataan peran para pihak pada
pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan kemunculan tanah
timbul. Disertasi. Program Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan. IPB.
Bogor.

Kusumaningtyas, M.A, Bramawanto, R., Daulat, A., Pranowo, W.S. 2014.


Kualitas Perairan Natuna Pada Musim Transisi. Jurnal Depik, Vol 3
(1) : 10-20.

Lestari, Febri. 2014. Sebaran Nitrogen Anorganik Terlarut di Perairan Pesisir


Kota Tanjung pinang, Kepulauan Riau. Dinamika Maritim. Volume
IV(2), 88-96, ISSN: 2086-8049

Mustofa, Arif, 2015, Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Faktor Tingkat
Kesuburan Perairan Pantai, Jurnal DISPROTEK, vol 6 no 1, 13-19.

Nybakken, JW. 2004. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT.
Gramedia.

Odum, E.P. 2003. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com.

Purba, 2010. Suhu dan kalor. Penebar Swadaya: Jakarta.


Risamasu, F. J. L. dan B. P. Hanif. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat
dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan.
Fakultas Perikanan dan Kelautan,Undana. Nusa Tenggara Timur.

Saravi, H.N.2012. Eutrophication trend of caspian sea water based on absolute


trophic state scale index (TRIXCS) and unscaled index (UNTRIX). The
First National Conference of Phycology of Iran. Vol. 9/Special
Issue/Spring 2012.

Silalahi, D.M. 2011. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum


Lingkungan Indonesia. Bandung. PT. Alumni.

Soeseno, S. 2001.Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB.


Bogor.

Suciaty, F. 2011. Studi Siklus Karbon di Permukaan Laut Perairan Indonesia.


Tesis. Magister Sains Kebumian. ITB. Bandung.

Sudaryati, S dan Wijarni. 2009. Biomonitoring. Malang : Fakultas Perikanan


Universitas Brawijaya.

Sugma, O. D. 2014. Analisis Nitrit (NO2) dalam Air Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . Banda Aceh. Universitas
Syiah Kuala Darussalam.

Suliati, 2010. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta. UI Press.

Suliati. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.

Suripin.2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air.Yogyakarta. Andi


Yogyakarta.

Triyulianti, I., Wijaya, D., Era, W., Arief, T., Widagti, N., Dipo, P., dan
Trenggono, M. 2012. Distribusi Vertikal pH dan Alkalinitas Perairan
Selatan Jawa dan Samudra Hindia. Jurnal. Balai Penelitian dan
Observasi Laut. Jembrana Bali.

Wardoyo, S. T. H. 2000.Kriteria Kualitas Air untuk KeperluanPertanian dan


Perikanan. Training Analisa dampak lingkunganPPLH, UNDP- PUS
DPSL. IPB. Bogor.
Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2. UI Press. Jakarta.

Widianti, D. 2010. Greywater Characterisation to Know the Potential Utilization


of Greywater Reuse in Bandung City. Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan: ITB.
Wu, M.L.2010. Identification of coastal water quality by statistical analysis
method in Daya Bay. South China Sea. J. Mar. Poll. Bull.

LAMPIRAN
Dokumentasi

Gambar 1. Pengukuran pH Gambar 2. Pengukuran Suhu

Gambar 3. Pengambilan Bentos Gambar 4. Pengukuran kecerahan

Anda mungkin juga menyukai