Anda di halaman 1dari 22

PROSES PEMBENTUKAN LAUT

Posted on March 22, 2012 by faisalsyahputra


Proses pembentukan laut berkaitan erat dengan proses terbetuknya bumi
Ada beberapa teori terbentuknya bumi
A.Teori Buffon terjadi tumbukan antara matahari dan komet
B.Teori Laplace, teori gas berputar planet-planet terbentuk dari cincin-cincin gas
yang terlempar keluar akibat putaran
C.Teori Planetisimal Hyphothesis, ada bintang lain yang melintas di samping
matahari dan gravitasinya menarik sebagian massa matahari dan membentuk
planet-planet
D.Teori bintang kembar, ada 2 matahari dan yang satunya meledak membentuk
planet-planet
E.Teori ledakan besar (the big bang), alam semesta terbentuk dari sebuah materi
yang sangat kecil tetapi memiliki massa yang sangat padat. Ledakan yang
terjadi akibat kondisinya yang ekstrem membentuk alam semesta
Kondisi planet yang baru terbentuk ini belum bisa dihuni oleh makhluk hidup
dengan kondisi kerak bumi yang belum mengeras, hantaman dari berbagai
meteor dan komet dan aktivitas vulkanik yang sangat tinggi.
Dalam kurun waktu yang lama kerak bumi menjadi keras membentuk
permukaan bumi. Tabrakan dengan komet membentuk kawah yang dalam
Aktivitas vulkanik menyebabkan atmosfer planet tertutup oleh debu sehingga
meghalangi cahaya matahari
Disini proses pembentukan samudera berlangsung, ada dua teori yang
menggambarkan darimana laut berasal

1.Air laut berasal dari aktivitas vulkanik. Dengan terhalangnya sinar matahari
maka suhu permukaan bumi menjadi dingin dan uap air di udara mulai
terkondensasi membentuk hujan yang mengisi kawah yang ada
2.Air yang ada di bumi berasal dari meteor dari luar angkasa. Pada saat
tumbukan dengan bumi kandungan air yang berada dalam meteor itu tinggal di
permukaan bumi
Aktivitas vulkanik berkurang dan cahaya matahari mulai bisa menembus
sampai permukaan bumi sehingga proses penguapan dan siklus air berlangsung.

Dengan mulai terbentuknya lautan maka suhu bumi mulai menurun, CO2 mulai
diserap oleh laut membentuk calcium karbonat (bahan dasar terumbu karang)
Proses pelapukan batuan yang terjadi melarutkan mineral yang terkandung ke
dalam air laut air laut asin
Air Laut
Air laut adalah larutan paling kompleks yang dikenal manusia
Air laut terdiri dari 97% air dan 3% garam, mineral, dan gas terlarut
Dengan kandungan 97% air maka sifat-sifat fisika air laut sangat dipengaruhi
oleh sifat fisika air
Sedangkan untuk sifat kimianya sangat tergantung pada 3% kandungan zat
terlarutnya
Rasa asin pada air laut (salinitas) hanya dipengaruhi oleh beberapa unsur
garam
Salinitas dapat berbeda di masing-masing perairan tetapi proporsi dari
persentase garam-garamnya selalu tetap
Sampai saat ini belum semua kandungan senyawa kimia bisa dideteksi di air
laut.
Kemungkinan besar semua unsur kimia ada di laut, hanya keterbatasan alat
dan teknologi saat ini yang menyebabkan banyak yang belum terdeteksi. Atau
kandungannya di dalam air laut sangat kecil
untuk senyawa yang sudah terdeteksi, pengambilannya sudah dilakukan oleh
manusia
seperti emas, garam dan pasir

Pasang Surut Air Laut (Makalah Oceanografi)

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Air pada bagian ujung pantai yang berbatasan dengan lautan tidak pernah diam
pada suatu ketinggian yang tetap, tetapi mereka selalu bergerak naik dan turun
sesuai dengan siklus pasang. Permukaan air laut perlahan-lahan naik sampai
pada ketinggian maksimum, peristiwa tersebut dinamakan pasang tinggi (high
water), setelah itu turun sampai pada suatu ketinggian minimum yang disebut
pasang rendah (low water). Dari sini permukaan air akan mulai bergerak naik
lagi. Perbedaan ketinggian antara pasang tinggi dan pasang rendah dikenal
sebagai tinggi pasang (tidal range). Sifat khas dari naik turunnya permukaan air
terjadi dua kali setiap hari, sehingga terdapat dua periode pasang tinggi dan dua
periode pasang rendah.
Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga
yang terjadi di lautan berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh
perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan.
Akibat adanya tenaga pembangkit pasang ini akan dijumpai adanya dua tonjolan
(bulges) massa air di mana satu bagian terdapat pada permukaan bumi yang
letaknya paling dekat dengan bulan dan dua tonjolan yang lain terdapat pada
bagian yang letaknya paling jauh (sisi lain) dari bulan. Kedudukan posisi bulan,
bumi, matahari menghasilkan gelombang spring tides dan neap tides.
Gelombang pasang yang tertinggi biasaya dikenal tsunami. Gelombang tersebut
terjadi akibat gangguan yang berada di dasar laut, yakni gempa. Saat gerakan
ini terjadi maka akan menyebabkan gerakan air dasar bergejolaknya massa air.
Gerakan ini menyebabkan air yang terombang ambing secara vertical.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka penulis akan membahas Pasang Surut
Air Laut agar dapat bermanfaat bagi pembacannya.

B.

Perumusan Masalah

Makalah ini akan dibahas dalam beberapa permasalahan sebagai berikut:


1.

Bagaimana konsep gelombang pasang surut air laut?

2.

Apakah faktor-faktor pembentuk gelombang pasang surut air laut?

3.

Jelaskan tipe-tipe gelombang pasang surut air laut?

4.

Bagaimana pasang surut di Indonesia ?

5.

Jelasakan alat-alat dan metode pengukuran pasang surut?

6.

Bagaimana konsep terjadinya tsunami?

C.

Tujuan Permasalahan

1.

Menjelaskan konsep gelombang pasang surut air laut;

2.

Menyebutkan faktor-faktor pembentuk gelombang pasang surut air laut;

3.

Menjelaskan tipe-tipe gelombang pasang surut air laut;

4.

Menjelaskan pasang surut di Indonesia;

5.

Menjelasakan alat-alat dan metode pengukuran pasang surut air laut; dan

6.

Menjelaskan konsep tsunami.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Konsep Gelombang Pasang Surut Air Laut

Fenomena pasang surut diartikan naik turunnya muka laut secara berkala akibat
adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
massa air di bumi (Pariwono, 1989). Selain itu, pasang surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala
yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan (Dronkers,
1964). Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih
jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis
yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide)
dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth), tetapi yang akan dibahas
dalam makalah ini tentang pasang surut air laut.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.
Efek sentrifugal berasal dari dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap
jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan
dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang
surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya
tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan
dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan
bidang orbital bulan dan matahari.
Beberapa teori yang mengkaji tentang pasang surut air laut antara lain: (1)
Eqilibrium Theory, dan (2) Dynamical Theory. Berikut masing-masing penjelasan
teori-teori tersebut.

(1) Teori Keseimbangan (Eqilibrium Theory)


Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642
1727). Teori tersebut menerangkan sifat-sifat pasang surut secara kualitatif. Teori
tersebut terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air
dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori tersebut juga menyatakan
bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut (King, 1966). Oleh karena itu, memahami gaya pembangkit passng
surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari
menjadi 2, yaitu sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Teori
kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas
yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut atau GPP (Tide Generating Force), yaitu Resultante gaya tarik bulan
dan gaya sentrifugal. Teori tersebut berkaitan dengan hubungan antara laut,
massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan
menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross,
1987).

(2) Teori Pasang Surut Dinamik (Dynamical Theory)


Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori tersebut
melengkapi teori kesetimbangan, sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui
secara kuantitatif. Teori tersebut menyatakan lautan yang homogen masih
diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gayagaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai
dengan konstitue-konstituennya (Pond dan Pickard, 1978). Gelombang pasang
surut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP (Tide Generating Force), yaitu
Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar.
Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasang surut menghasilkan gelombang
pasang surut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut. Terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu
diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut antara
lain :

Kedalaman perairan dan luas perairan;

Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis);

Gesekan dasar rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di


permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara
benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda
membelok ke kiri. Pengaruh tersebut tidak terjadi di equator, tetapi semakin
meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua
kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda
tersebut.

Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasang surut,
gaya Coriolis mempengaruhi arus pasang surut. Faktor gesekan dasar dapat
mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag)
serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin
dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.

B.

Tenaga Pembentuk Gelombang Pasang Surut Air Laut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori


kesetimbangan, yakni rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap
matahari, dan revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori
dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya
coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu, terdapat beberapa faktor lokal yang
dapat mempengaruhi pasang surut di suatu perairan, seperti topogafi dasar laut,
lebar selat, bentuk teluk, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut
yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.
Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi
secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua
kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang
surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya
tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan
dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi
dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).

Gambar 1.1 Gravitasi antara bumi dan bulan


Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi
yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik
menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar
dibanding matahari. Hal tersebut disebabkan walaupun masa bulan lebih kecil
dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini
mengakibatkan air laut yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung
pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi
bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung tersebut yang
mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir
secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama,
namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua
kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,
1994).
Bumi berputar pada porosnya, maka pasang tinggi yang terjadi pun akan
bergerak bergantian secara perlahan-lahan dari satu tempat ke tempat yang lain

di permukaan bumi. Satu perputaran yang dialami bumi sehubungan dengan


gerakan bulan memerlukan waktu selama 24 jam 50 menit, maka dua pasang
tinggi dan dua pasang rendah terjadi dalam periode tersebut.
Gaya tarik gravitasi matahari juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun
tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang
dihasilkan oleh gaya gavitasi bulan. Pada waktu bulan baru dan bulan penuh
matahari dan bulan terletak pada satu garis terhadap bumi dan gaya gravitasi
yang ditimbulkan mempunyai arah yang sama. Akibatnya, gaya tarik gabungan
tersebut menghasilkan tonjolan air pasang yang lebih besar dari biasanya dan
pasang yang terjadi pada saat ini dinamakan spring tide. Pada waktu bulan
seperempat dan tiga perempat, matahari dan bulan terletak pada posisi yang
membentuk sudut siku-siku (90) satu sama lain, sehingga pada saat ini gaya
tarik gravitasi matahari bersifat melemahkan gaya tarik bulan. Akibatnya, gaya
tarik yang ditimbulkan terhadap massa air laut menjadi berkurang dan terjadi
pasang yang lebih kecil dinamakan neap tide.

Gambar 1.2 Tenaga pembentuk pasang surut air laut


Faktor-faktor setempat seperti bentuk dasar lautan dan massa daratan di
sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas
terhadap sifat-sifat pasang. Contohnya, di Cua Cam di Teluk Tonkin, tipe
pasangnya adalah diurnal, di sini hanya terjadi satu periode pasang tinggi dan
satu periode pasang rendah dalam waktu satu hari. Mixed tide adalah tipe
pasang yang tingginya selalu berubah-ubah yang terjadi di beberapa tempat.
Pasang campuran (mixed tides) yang bentuk pasangnya berdasar pada pola
pasang semi diurnal terjadi di daerah Sandakan di Laut Sulu, sedang yang
bentuk pasangnya berdasar pada pola pasang diurnal terdapatdi Hon Nie Nieu di
Vietnam.

Gambar 1.3 Bentuk pantai juga memepengaruhi


pasang surut air laut

C.

Tipe Tipe Gelombang Pasang Surut Air Laut

Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit


pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.
Terdapat tiga tipe pasut yang dapat diketahui (Dronkers, 1964), yaitu:
1)
Pasang surut diurnal. Bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan
satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2)
Pasang surut semi diurnal. Bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan
dua kali surut yang hampir sama tingginya.

3)
Pasang surut campuran. Gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan
melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasang surutnya bertipe semi diurnal, dan
jika deklinasi bulan mendekati maksimum terbentuk pasang surut diurnal.
Pasang surut juga terjadi di Indonesia dibagi menjadi 4 (Wyrtki, 1961), yaitu:
1)

Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)

Pasang surut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu
hari. Contohnya, terdapat di Selat Karimata.

Gambar 1.4 Diurnal Tides

2)

Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)

Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya
hampir sama dalam satu hari. Contohnya terdapat di Selat Malaka hingga Laut
Andaman.

Gambar 1.5 Semi Diurnal Tides


3)
Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing
Diurnal)
Pasang surut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda
dalam tinggi dan waktu. Contohnya terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan
Pantai Utara Jawa Barat.

Gambar 1.6 Mixed Tide, Prevailing Diurnal


4)
Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi
Diurnal)
Pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan
waktu yang berbeda. Contohnya terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia
Bagian Timur.

Gambar 1.7 Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal

Gambar 1.8 Fase ditribusi pasang surut


Kedudukan posisi bulan, matahari, dan bumi, akan menghasilkan gelombang,
yang dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
gelombang pasang semi atau purnama (Spring tides). Apabila posisi bumi,
bulan dan matahari terletak dalam satu garis lurus, sehingga mempunyai puncak
gelombang peling tinggi dan lembah gelombang rendah, terjadi dua kali dalam
satu bulan.
b.
Gelombang pasang perbani (neap tides). Terjadi dua kali dalam sebulan
apabila posisi bulan, bumi dan matahari membentuk menyiku sehingga
dihasilkan gelombang pasang yang berupa lunar bulge dan lembah gelombang
mengalami kenaikan sedikit yang di sebabkan karena solar bulge sehingga
puncak gelombang mengalami penurunan sedikit apabila dibandingkan dengan
spring tides, tetapi lembah gelombang mengalami kenaikan.

Gambar 1.9 Tipe pasang surut perbani

Gambar 1.10 Tipe pasang surut spring tides


Faktor lain yang mempengaruhi efek ketinggian gelombang adalah proses
revolusi bulan mengelilingi bumi dalam elliptical orbit. Titik perige apabila bulan
berada dekat dengan bumi dan titik apogee apabila bulan berada pada titik
terjauh dari bumi. Gelombang yang terjadi akibat proses revolusi bulan terhadap
bumi dibedakan menjadi:
a.
Fase gelombang perige, apabila 2 kali dalam setahun bumi, bulan dan
matahari berada dalam satu garis dan bulan berada dalam titik perige sehingga
terjadi puncak gelombang benar-benar tinggi dan lembah gelombang benarbenar rendah.
b.
Fase gelombang apogee, apabila dalam setahun terjaadi 2 kali posisi bumi,
bulan, dan matahari berada dalam fase yang tidak segaris dab bulan berada
pada titik apogee, sehingga menyebabkan puncak gelombang benar-benar
rendah, dan lembah gelombang benar-benar tinggi.
Gelombang pasang merupakan sinergi dari tiga fenomena yang terjadi serentak
yakni:
a.
Pasang tertinggi. Terjadi setiap 18,6 tahun sekali pada 17 mei terjadi bulan
baru sehingga bumi segaris lurus dengan bulan dan matahari pada jarak
terdekat (perigeum), sehingga kombinasi gravitasi keduanya mampu
mengangkat air hingga mencapai pasang maksimal.

b.
Gelombang Kelvin. Gelombang di samudra atau atmosfer yang
mengimbangi gaya Conolis (gaya akibat rotasi bumi). Gaya tersebut mengarah
dari masing-masing kutub ke equator dengan tendensi ke timur dengan
kecepatan tetap, hingga membentur pantai atau saling berbenturan dengan
gelombang Kelvin dari arah yang berlawanan di equator.
c.
Gelombang Swell. Gelombang akibat tiupan angin dengan skala yang
lebih besar dari pada riak (ripples). Angin terjadi karena perbedaan pemanasan.
Perbedaan pemanasan ini antara lain diakibatkan oleh perbedaan liputan awan
yang berbeda.
Sinergi tiga kekuatan ini (pasang surut, rotasi bumi, dan angin) yang masingmasing pada kondisi maksimum, mengahasilkan gelombang maksimum pula.
Ketika gelombang tersebut bertemu topografi dasar laut yang melandai di dekat
pantai, maka puncak gelombang tersebut akan tampak membesar, sehingga
ketika menghantam pantai menimbulkan bencana yang mengerikan.
Beberapa tipe gelombang pasang surut tersebut juga mempengaruhi arus
gelombang pasang surut. Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik
dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut
dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap
saat karena gerakan pasang surut, keadaan tersebut juga terjadi pada tempattempat sempit, seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal
current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai
akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah
berkurangnya kedalaman (Mihardja, 1994).
Arus yang terjadi di laut teluk dan laguna akibat massa air mengalir dari
permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan
oleh pasang surut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada
perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut. Pada waktu
gelombang pasang surut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara
sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari
perairan lepas (King, 1962).
Daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada
dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi
menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah
lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi,
dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda)
dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang
bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga
terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi
batas.
Tipe pasang surut juga dapat ditentukan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang
dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
F = [A(O1) + A(K1)]/[A(M2) + A(S2)]

Tabel 2.1 Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Formzal (F)


Dimana:
F

: bilangan Formzal

AK1

: amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang


disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari

AO1

: amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang


disebabkan oleh gaya tarik bulan

AM2

: amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang

disebabkan oleh gaya tarik bulan


AS2

: amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang

disebabkan oleh gaya tarik matahari

Sifat pasang surut yang periodik tentunya dapat diramalkan. Untuk meramalkan
pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing
komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut
terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena
interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan superposisi antar gelombang
pasang surut komponen utama, akan terbentuklah komponen-komponen pasang
surut yang baru.

D.

Pasang Surut di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan, yaitu
Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Posisinya yang berada di garis
katulistiwa, sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang,
dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah
laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah
Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Beberapa wilayah
lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi, antara lain
wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan
Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan
muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang
surut dari Samudra Pasifik, Hindia, morfologi pantai, dan batimeri perairan yang
kompleks dimana terdapat banyak selat, palung, dan laut yang dangkal
dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang

beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semi diurnal)


mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang
surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69, sehingga
pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut
bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian
(diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan
pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe
pasang surut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe
tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai
dengan 6 meter. Di Laut Jawa, umumnya tunggang pasang surut antara 11,5
m, kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6
meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
Kisaran pasang-surut (tidal range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat
pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata
berkisar antara 1 m hingga 3 m. Di Tanjung Priok (Jakarta) kisarannya hanya
sekitar 1 m, Ambon sekitar 2 m, Bagan Siapi-api sekitar 4 m, sedangkan yang
tertinggi di muara Sungai Digul dan Selat Muli di dekatnya (Irian Jaya bagian
selatan) kisaran pasang-surutnya cukup tinggi, bisa mencapai sekitar 7-8 m
(Nontji, 1987).
Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja,
melainkan seluruh massa air. Energinya sangat besar. Di perairan-perairan
pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naikturunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-surut. Di tempattempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Arus pasang-surut terkuat
yang tercatat di Indonesia adalah di Selat Capalulu, antara P. Taliabu dan P.
Mangole (Kepulauan Sula) yang kekuatannya bisa mencapai 5 m/detik. Di selatselat di antara pulau-pulau Nusa Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2,5-3
m/detik pada saat pasang purnama. Di daerah-daerah lainnya kekuatan arus
pasang-surut biasanya kurang dari 1,5 m/detik, sedangkan di laut terbuka di atas
paparan kekuatannya biasanya kurang dari 0,5 m/detik.
Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air
lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang lebih
dalam. Ekspedisi Snellius I (1929-1930) di perairan Indonesia bagian Timur dapat
menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat diukur pada kedalaman
lebih dari 600 m (Nontji, 1987).

E.

Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut Air Laut dan Metode Pengukurannya

Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya sebagai berikut:


a.

Tide Staff

Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter.
Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff
(papan Pasut) merupakan alat pengukur pasang surut paling sederhana yang

umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi


gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu,
alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.

Gambar 2.2 Tide Staff


Syarat pemasangan papan pasut adalah:
o Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih
tergenang oleh air;
o Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah
aliran sungai (aliran debit air);
o Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang
menyebabkan air bergerak secara tidak teratur;
o Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk
diamati dan dipasang tegak lurus
o Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga
papan mudah dikaitkan;
o Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data
pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi;
o Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil; dan
o Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah

b. Tide Gauge
Perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis.
Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan
air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua
jenis, yaitu:
o Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut dapat
diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording
unit). Pengamatan pasang surut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang
lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
o Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge,
namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan
pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini

dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan


air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang
surut.

Gambar 2.3 Tide Gauge

c.

Satelit

Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya


sistem satelit Geos-3. Saat ini, secara umum sistem satelit altimetri mempunyai
tiga objektif ilmiah jangka panjang, yaitu mengamati sirkulasi lautan global,
memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka
laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri
dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar
yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Sistem ini, altimeter radar
yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik
(radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh
permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Prinsip penentuan perubahan
kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit
altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut.
Tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka
laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai
selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode
pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka lautdapat terlihat
melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis deret waktu
dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan
fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id).

Selain itu, terdapat metode perhitungan pasang surut air laut. Hal tersebut
dikarenakan gaya tarik bumi dan benda langit (bulan dan matahari), gaya
gravitasi bumi, perputaran bumi pada sumbunya dan perputaran bumi
mengelilingi matahari menimbulkan pergeseran air laut, salah satu akibatnya
adalah terjadinya pasang surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan
gerakan periodik, maka pasang surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan
diprediksikan (www.bakosurtanal.go.id).
Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap tempat yang
mengalami pasang surut mempunyai ciri tertentu, yaitu besar pengaruh dari
tiap-tiap komponen selalu tetap dan hal ini disebut tetapan pasang surut.
Selama tidak terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan tersebut
tidak akan berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu
sudah diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan
(www. digilib.itb.ac.id).

Menghitung tetapan pasang surut tersebut, beberapa metoda yang sudah biasa
dipakai misalnya metoda Admiralty yang berdasarkan pada data pengamatan
selama 15 hari atau 29 hari. Pada metode ini dilakukan perhitungan yang
dibantu dengan tabel akan menghasilkan tetapan pasang surut untuk 9
komponen. Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang elektronika yang
sangat pesat, penggunaan komputer mikro untuk menghitung tetapan pasang
surut serta peramalannya akan sangat memungkinkan. Sehubungan dengan itu
akan dicari suatu cara untuk memproses data pengamatan pasang surut
sehingga dapat dicari tetapan pasang surut serta peramalannya dengan cara
kerja yang mudah.
Proses perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian lengkung dari
data pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil dengan menggunakan
beberapa komponen yang dianggap mempunyai faktor yang paling menentukan.
Untuk ini dibahas penurunan matematiknya serta pembuatan program untuk
kamputernya.
Program komputer dibuat sedemikian rupa sehingga untuk proses perhitungan
tersebut diatas hanya tinggal memesukkan data, sedang seluruh proses
selanjutnya akan dikerjakan oleh komputer. Program untuk komputer dibahas
secara terperinci mulai dari dasar perhitungan, isi program serta bagan alirnya.
Kebenaran dan ketelitian hasil perhitungan dibuktikan dengan memberikan
contoh perhitungan dan penyajian berupa grafik. Perhitungan dilakukan untuk
beberapa lokasi pengamatan pasang surut serta waktu pengamatan yang
berlainan (www.digilib.itb.ac.id ).
Di Indonesia, pengamatan pasut laut bekerjasama dengan pihak otoritas
pelabuhan, Bakosurtanal memasang alat rekam data pasut otomatis di dermaga
pelabuhan yang disebut stasiun pasut. Alat rekam data pasut (AWLR =
Automatically Water Level Recorder) mencatat tinggi muka laut secara otomatis
dan terus menerus. Rekaman data berupa grafik, lubang-lubang kertas data
pada stasiun pasut online, data pasut dicatat dan, setiap saat dapat dilakukan
download lewat saluran telepon dan menggunakan modem.
Pengumpulan dan pengolahan data pasut, kertas rekam data pasut pada 28
stasiun pasut manual, setiap akhir bulan dipotong dan dikirim ke Bakosurtanal
untuk pengolahan data. Pengumpulan data pasut pada 25 stasiun pasut on-line,
dilakukan dengan download pada komputer di Bakosurtanal yang dilengkapi
modem dan fasilitas saluran telepon. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
komputer dan software pengolahan pasut.
Analisa dan penyajian informasi pasut. Analisa pasut meliputi hasil hitungan
yang dapat menjelaskan karakter pasang surut laut. Sajian informasi karakter
laut tersebut tampilannya bervariasi mulai tampilan standard informasi pasut
sampai dengan informasi praktis bagi pengguna untuk perencanaan bangunan
pelabuhan.
Hasil kegiatan yang diperoleh adalah data pasut 53 stasiun pasut seluruh
Indonesia dalam waktu 1 (satu) tahun pengamatan. Data tersebut dihitung dan

hasilnya disajikan pada buku informasi pasut laut Bakosurtanal


(www.bakosurtanal.go.id).

Gambar 2.4 Tampilan Pasang surut yang dicatat di Bakosurtanal

F.

Tsunami

Perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara
vertikal dengan tiba-tiba dinamakan Tsunami. Perubahan permukaan laut
tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan
gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di
laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang
dikandung dalam gelombang tsunami tetap terhadap fungsi ketinggian dan
kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan
kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang.
Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian,
laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut.
Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar
30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai
puluhan meter. Hantaman gelombang tsunami dapat masuk hingga puluhan
kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena
tsunami dapat diakibatkan hantaman air maupun material yang terbawa oleh
aliran gelombang tsunami.

Gambar 3.1 Proses Tsunami

Gambar 3.2 Tsunami akibat gempa tektonik di dasar laut

Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana


gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per
jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50
km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah
laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter,
namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya dapat mencapai puluhan
meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan
merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai
beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.

Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi
juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup
ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta
runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat
menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan
bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan
air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula benda kosmis atau
meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar,
dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Gelombang pasang surut air laut disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut teori
keseimbangan gaya pembangkit pasang surut terjadi karena pemisahkan
pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2, yaitu sistem bumi-bulan dan
sistem bumi matahari. Sedangkan menurut teori dinamik gaya pembangkit
pasang surut menghasilkan gelombang pasang surut (tide wive) yang
periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut. Selain itu, faktor
faktor lokal seperti bentuk dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya
kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas terhadap sifatsifat pasang.
. Tenaga pembentuk pasang surut juga berasal dari bulan, bumi, dan matahari
yang menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang
surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).
Tipe-tipe pasang surut air laut bermacam-macam. Salah satunya berdasarkan
kedudukan bulan, bumi, dan matahari antara lain spring tides dan nead tides.
Indonesia terjadi tipe pasang surut harian, campuran, dan semi diurnal.
Indonesia juga memiliki pasang surut yang tinggi karena dipengaruhi oleh
Samudera Hindia dan Pasifik.
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran pasang surut air laut antara lain,
tide staff, Tide Gauge, dan satelit. Sedangkan metode yang digunakan dalam
pengukuran pasang surut air laut dengan proses perhitungan dari komputer
didasarkan pada penyesuaian lengkung dari data pengamatan dengan metoda
kuadrat terkecil dengan menggunakan beberapa komponen yang dianggap

mempunyai faktor yang paling menentukan. Dengan bantuan komputer, maka


akan memperoleh data pasang surut air laut.
Tsunami merupakan gelombang laut besar yang terjadi karena gempa tektonik di
dasar laut, gunung meletus, dan tanah longsor. Gerakan vertikal ini dapat terjadi
pada patahan bumi atau sesar. Patahan tersebut akan terisi oleh air secara tibatiba yang biasanya dinamakan surut secara drastis. Jika sudah cukup terisi oleh
air dan mendapat tekanan yang kuat, maka gelombang tersebut lama-kelamaan
akan tinggi dan sangat kuat untuk mencapai daratan, hingga membuat
kerusakan. Gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000
km per jam. Dengan gelombang besar tersebut menyebabkan daerah di sekitar
pantai juga luluh lantak.

DAFTAR PUSTAKA

Aditra, Chris. 2009. Pasang Surut. (Online).


(http://mydipblog.blogspot.com/2009/04/pasang-surut.html). Diakses, 21
Pebruari 2012.
Admin. 2011. Pengertian Tsunami, Sebab Tsunami. (Online).
(http://ridwanaz.com/umum/geografi/sebab-terjadinya-tsunami
pengertian-tsunami-foto-video/). Diakses 17 Pebruari 2012.
Hutabarat, Sahala. 1982. Pengantar Oceanografi. Surabaya: Erlangga.

Suardi, Yogi. 2011. Pasang surut. (Online).


(http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/402-pasang-surut).
Diakses tanggal 28 Januari 2012.
Subagio, Heru. 2011. Pasang Surut Air Laut. (Online).
(http://herugio1.blogspot.com/2010/01). Diakses tanggal 28 Januari 2012.

Wiwoho, Bagus Setiabudi. 1999. Pengantar Oceanografi. Malang: Universitas


Negeri Malang.

Proses pembentukan lautan berdasarkan teori laplace ( kabut)


Proses terbentuknya laut berawal dari proses pembentukan bumi dimana,
menurut laplace, bumi terbentuk 4 miliar tahun yang lalu, karen pembentukan
bumi berawal dari pengerutan matahari yang mengakibatkan, bagian dari
matahari terlepas, sehingga terlempar keluar dan saling tabrakan, akhirnya
terbentuklah planet, salah satunya planet bumi, karena pada saat itu gravitasi
bumi sangat kuat sehingga menarik asteroid, sehingga terjadi tabrakan. dengan
adanya tabrakan yang cukup banyak dan dashyat, akhirnya terbentuklah kawah
kawah, dari kawah itulah mulai terbentuk lautan, di mana pada awalnya, karena
bumi di selimuti oleh kabut sehingga bumi mengalami pembekuan, setelah tak
lama kemudian debu yang menyelimuti bumi menghilang dan sinar matahri
dapat tembus, mengakibatkan terjadinya kondensasi uap air yang ada, dan
mulai turun hujan, hujan yang berlalu sangat lama ini mengakibatkan kawah
yang terbentuk tadi terisi oleh air
Secara perlahan-lahan, jumlah karbon dioksida yang ada diatmosfer mulai
berkurang akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat
membentuk kalsium karbonat. Akibatnya, langit mulai menjadi cerah sehingga
sinar Matahari dapat kembali masuk menyinari Bumi dan mengakibatkan
terjadinya proses penguapan sehingga volume air laut di Bumi juga mengalami
pengurangan dan bagian-bagian di Bumi yang awalnya terendam air mulai
kering. Proses pelapukan batuan terus berlanjut akibat hujan yang terjadi dan
terbawa ke lautan, menyebabkan air laut semakin asin.
Proses pembentukan lautan berdasarkan komet es
Bahwa Bumi terbentuk dengan sedikit sekali air, atau tanpa air sama sekali. Air
di Bumi berasal dari komet yang menghujani bumi pada saat awal pembentukan
dan dari beberapa asteroid yang mengandung air (hydrous asteroids). Hujan
kosmik terus turun hingga saat ini, mengandung 20-40 ton komet es yang
menghujani Bumi tiap 3 detik. Komet ini menambahkan 1 ince air dipermukaan
bumi tiap 20.000 tahun. Ketika atmosfir dipenuhi air, hujan mulai turun. Dengan
selang waktu yang lama dan badai besar menimbulkan banjir terbesar di bumi,
lautan tak bertepi terbentuk. Saat langit akhirnya cerah, Bumi berubah menjadi
bola dunia penuh air dan disaat itulah diperkirakan kehidupan mulai terjadi.

Teori Apungan Benua


Saat perkembangan pembuatan peta dunia pada awal tahun 1900-an, seorang
ahli meteorologi dari Jerman, Alfred Wegener mengemukakan sebuah hipotesis
tentang Apungan Benua (Hypothesis of Continental Drift). Dia mengemukakan

bahwa dulunya ada sebuah super-kontinen, disebut Pangaea, yang pecah jutaan
tahun yang lalu, kemudian benua-benua pecahannya perlahan bergerak menuju
posisinya saat ini dan masih terus bergerak perlahan.
Bukti pertama yang diajukan oleh Wegener adalah adanya kesamaan garis
pantai antara Benua Amerika Selatan dengan Benua Afrika. Apabila kedua benua
tersebut disatukan, maka garis pantainya akan serasi satu sama lain. Kemudian
ia juga mengajukan bukti dokumentasi fosil Mesosaurus yang sejenis dan hanya
ditemukan di kedua sisi benua tersebut. Diyakini bahwa Mesosaurus ini ketika
hidupnya tidak akan dapat melintasi samudera yang luas di antara kedua benua
ini.
Sisa-sisa organisme yang ditemukan tampaknya menjadi bukti menyatunya dua
benua ini selama Masa Paleozoikum dan Awal Mesozoikum. Lihat gambar di
bawah ini.
Bukti selanjutnya, jajaran pegunungan yang terpotong oleh samudera. Gambar
di bawah menunjukkan jajaran pegunungan pada kedua sisi Samudera Atlantik.
Pegunungan Appalachia yang terpotong oleh pantai Newfoundland serupa
dengan jajaran pegunungan di Kepulauan Inggris dan Scandinavia dalam hal
struktur dan juga umurnya.
Bukti terakhir yang diajukan oleh Wegener, untuk mendukung hipotesisnya,
adalah iklim masa lampau (ancient climates). Ketika benua-benua disusun
menjadi satu untuk membentuk Pangaea, sisa dari material glasial menyatu
membentuk pola seperti hamparan es yang menutupi kutub bumi kita hari ini.
Lihat gambar di bawah ini.

Pergeseran Benua
Hipotesis Pergeseran Benua (bahasa Inggris: continental drift) merupakan
gagasan yang dituangkan Alfred L. Wegener pada hipotesisnya yang dituangkan
dalam buku berjudul The Origin of Continent and Oceans (1912). Isinya, benua
tersusun dari batuan sial yang terapung pada batuan sima yang lebih besar
berat jenisnya. Pergerakan benua itu menuju khatulistiwa dan juga ke arah barat.
Hipotesis utamanya adalah di bumi pernah ada satu benua raksasa yang disebut
Pangaea (artinya semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua
lautan). Selanjutnya, 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benuabenua yang lebih kecil yang kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti
yang dijumpai saat ini.
Beberapa ilmuwan dapat menerima konsep ini namun sebagian besar lainnya
tidak dapat membayangkan bagaimana satu massa benua yang besar dapat
mengapung di atas bumi yang padat dan mengapa ini terjadi. Pemahaman para
ilmuwan pengkritik adalah bahwa gaya yang bekerja pada bumi adalah gaya
vertikal. Tidaklah mungkin gaya vertikal ini mampu menyebabkan benua yang
besar tersebut pecah. Pada masa itu belum dijumpai bukti-bukti yang

meyakinkan. Wegener mengumpulkan bukti lainnya berupa kesamaan garis


pantai, persamaaan fosil, struktur dan batuan. Namun, tetap saja usaha
Wegener sia-sia karena Wagener tidak mampu menjelaskan dan meyakinkan
para ahli bahwa gaya utama yang bekerja adalah gaya lateral bukan gaya
vertikal.
TEORI KONVEKSI
(CONVECTION THEORY)
HARRY H. HESS (1962) DALAM BUKUNYA: HISTORY OF THE OCEAN BASIN.
Aliran konveksi di dalam lapisan astenosfer yang kental, dimana pengaruhnya
sampei ke kerak bumi di atasnya, menyebabkan batuan kerak bumi menjadi
lunak. Gerak aliran ini menyebabkan permukaan bumi menjadi tidak rata, aliran
konveksi yang sampai ke permukaan bumi di Mid Oceanic Ridge. Di puncak Mid
Oceanic Ridge lava mengalir terus dari dalam kemudian tersebar kedua sisinya
dan membentuk kerak bumi baru.
TEORI PERGESERAN DASAR LAUT
ROBERT DIESZ MENGEMBANGKAN HIPOTESA HESS
Perkembangan penelitian topografi dasar laut membuktikan terjadinya
pergeseran dasar laut dari arah punggungan dasar laut kedua sisinya, dimana
makin jauh dari punggung dasar laut makin tua umurnya. Adanya gerakan yang
arahnya dari punggung dasar laut dapat dilihat dari contoh sebagai berikut: MID
ATLANTIC RIDGE, EAST PASIFIC RISE, ATLANTIC INDIAN RIDGE, PASIFIC ATLANTIC
RIDGE, MID OCEAN RIDGE ATAU PENAMPANG TENGAH SAMUDRA

Teori Tektonik Lempeng


Sepanjang tahun 1960-an, banyak penemuan teknologi yang kemudian
mendorong revisi Hipotesis Apungan Benua ini menjadi Teori Tektonik Lempeng
(Plate Tectonic Theory). Pada teori ini, dijelaskan bahwa permukaan bumi
dibentuk oleh kepingan-kepingan litosfer, yaitu lapisan padat dari kerak bumi
dan mantel bumi bagian atas, yang mengapung di atas astenosfer. Astenosfer
adalah lapisan plastis di bawah litosfer yang memiliki sifat seperti fluid yang
dapat mengalir.

Masing-masing kepingan litosfer ini disebut lempeng. Gambar di atas ini


menunjukkan batas-batas utama lempeng tektonik dan bagaimana mereka
saling berinteraksi satu sama lain. Gambar di samping menunjukkan pergerakan
relatif dan kenampakan yang berasosiasi dengan tiga tipe batas lempeng.

Daerah timurlaut Afrika adalah contoh yang bagus untuk batas divergen. Disini,
magma yang keluar merekahkan lempeng litosfer. Ketika rekah pada litosfer
semakin melebar, batuan di atasnya runtuh dan membentuk zona rekahan.
Semakin melebar dan membentuk laut yang dangkal, seperti Laut Merah.
Kemudian gambar dibawah ini adalah contoh yang bagus bagi benturan antar
lempeng benua. Benturan yang terus berlangsung antara India dan Asia, yang
dimulai sejak 45 juta tahun yang lalu, membentuk Pegunungan Himalaya.
Apabila benturan yang terjadi antara sesama lempeng benua akan membentuk
busur kepulauan vulkanik. Sedangkan bila benturan yang terjadi antara lempeng
benua dan lempeng samudera, akan membentuk busur pegunungan vulkanik
pada lempeng benua.
Sesar geser Mendonico yang menghubungkan zona penunjaman dan zona
pemekaran menyebabkan landas samudera yang dihasilkan di pematang
lempeng Juan De Fuca bergerak relatif ke selatan dan menyusup di bawah
Lempeng Amerika Utara.

Anda mungkin juga menyukai