Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PLANKTOLOGI LAUT

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Distribusi Plankton Laut

Suhu, Ph dan Salinitas

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
EKA BURHANUDDIN L011201056
PUTRI YULIYANTI L011201048
FAIZ BINTANG L011201046

Program Studi Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah kami dengan judul “Faktor Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan dan Distribusi Plankton Laut: Suhu, Ph dan Salinitas” tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Planktonologi. Selain untuk
memenuhi tugas mata kuliah, makalah ini juga dibuat sebagai pengetahuan tambahan bagi
pembacanya

Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa mengucapkan terimakasih kepada
Dosen pengampu mata kuliah, dan para pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tugas ini. Tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 20 Oktober 2021

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................2
A. Suhu...........................................................................................................................................2
B. Ph...............................................................................................................................................2
C. Salinitas.....................................................................................................................................2
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................3
A. Kesimpulan................................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat
dari berbagai jenis makhluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai
jenis makhluk hidup berukuran kecil yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop
(Nugroho, 2006). Salah satu jenis makhluk hidup berukuran kecil adalah Plankton.

Pada dasarnya, plankton terbagi atas dua kelompok besar yaitu plankton tumbuhan
(fitoplankton) dan plankton hewani (zooplankton) (Nontji, 2008). Plankton dapat ditemukan di
hampir seluruh habitat perairan dengan kelimpahan dan komposisinya yang bervariasi.
Variasi kelimpahan dan komposisinya bergantung pada kondisi suatu lingkungan. Beberapa
faktor lingkungan abiotik seperti paramater fisik-kimia (suhu, intensitas cahaya, salinitas, dan
pH) merupakan faktor-faktor yang berperan penting dalam menentukan perkembangbiakan
zooplankton di perairan. Di samping itu, faktor biotik seperti tersedianya pakan (fitoplankton)
dan banyaknya predator serta perilaku jenis-jenis zooplankton dalam bersaing
memperebutkan makanan merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kelimpahan
dan komposisi jenis-jenis zooplankton itu sendiri.

Selain itu, Plankton dapat digunakan sebagai untuk mengetahui kualitas dan kesuburan
suatu perairan yang sangat diperlukan untuk mendukung sumberdaya pesisir dan laut.
Terdapat hubungan positif antara dengan produktifitas perairan (Yuliana, 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Distribusi dan perkembangan plankton laut berdasarkan suhu
2. Distribusi dan perkembangan plankton laut berdasarkan pH
3. Distribusi dan perkembangan plankton laut berdasarkan salinitas

C. Tujuan
Mampu mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi
plankton laut dari segi Suhu, Ph dan Salinitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suhu
kelimpahan fitoplankton terdapat pada kedalaman dimana masih terdapat intansitas
cahaya matahari yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton. Kedalaman dan kecerahan
perairan akan mempengaruhi penetrasi intensitas cahaya matahari ke dalam perairan.
Semakin tinggi kecerahan maka intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan
akan semakin besar (Nybakken, 1992).

Suhu mempunyai peranan penting dalam metabolisme biota perairan. Suhu air pada
perairan berkisar antara 29 – 32°C. Suhu tersebut masih layak untuk kehidupan orgamisme
perairan. Suhu air rata-rata berkisar antara 24 – 32°C sehingga pada kisaran tersebut
plankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik (Hutabarat dan Evans, 1986).
Riyono (2007) menyatakan bahwa Suhu yang tinggi dapat menaikkan laju maksimum
fotosintesis. Secara umum, laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya suhu perairan,
tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu.

Hal ini disebabkan setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran
suhu tertentu. Suhu air merupakan faktor lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan lainnya seperti arus. Perubahan suhu air merupakan indikator yang penting
untuk menunjukkan perubahan kondisi ekologi. Secara alami suhu air permukaan
merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Pada lapisan
teratas sampai kedalaman sekitar 50-70 m terjadi pengadukan, hingga lapisan tersebut
terdapat air hangat (± 28°C) yang homogen. Di bawah lapisan homogen terdapat lapisan
termoklin, dimana suhu menurun cepat terhadap kedalaman sehingga menyebabkan
densitas air meningkat. Di bawah lapisan termoklin terdapat lapisan yang homogen dan
dingin, makin ke bawah suhunya berangsur-angsur turun. Menurut Odum (1993), variasi
suhu dalam air walaupun tidak sebesar variasi pada suhu udara dapat dikatakan sebagai
faktor pembatas utama dalam perairan. Hal ini karena organisme perairan memiliki kisaran
toleransi yang sempit atau stenothermal. Menurut Haslan (1995) dalam Effendi (2003)
bahwa kisaran suhu 20 ºC -30 ºC merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan fitoplankton.

B. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan konsentrasi ion hidrogen (H) yang sangat berkaitan
dengan kompleks karbondioksida. Menurut Odum (1993) pada ekosistem perairan, pH air
merupakan fungsi kadar CO2 yang terlarut dalam air, yang keberadaannya dikurangi oleh
proses fotosintesis dan dinaikkan oleh proses respirasi. Semakin banyak karbondioksida
maka pH air akan semakin rendah, namun sebaliknya jika karbondioksida semakin sedikit
maka pH air akan semakin tinggi. Menurut Barus (2004), pH yang sangat rendah akan
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi
yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme perairan. Sementara pH yang
sangat tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air
akan terganggu. Organisme yang hidup di perairan pasti memiliki faktor pembatas, salah
satunya yaitu derajat keasaman atau pH. Setiap organisme memiliki kisaran toleransi yang
berbeda terhadap pH. pH pada perairan tawar berkisar 5,0 hingga 10,0. Menurut Effendi
(2003) organisme perairan sangat sensitif terhadap pH dan menyukai pH pada kisaran 7,0
hingga 8,5. Sedangkan pada organisme perairan khususnya plankton memiliki kisaran
toleransi pH antara 5,0 hingga 9,0 (Sofarini, 2012. hlm. 33). . Pengaruh pH terhadap
komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk
terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan
ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut
permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5.
Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Odum, 1993). Derajat keasaman atau pH merupakan
suatu indeks kadar ion hidrogen (H+ ) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Nilai
pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod,
1973). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme
perairan, baik tumbuhan maupun hewan, sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan. Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat
dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan vegetasi akuatik (Odum, 1971). Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi
kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai
pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi
atau terjadi tetapi dengan cara perlahan. Tingkat pH lebih kecil dari 4,8 dan lebih besar dari
9,2 sudah dapat dianggap tercemar (Sary, 2006).

Derajat keasaman (pH) merupakan nilai pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan
dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Derajat keasaman (pH)
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap organisme perairan sehingga dipergunakan
sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan untuk media hidup
organisme, walaupun baik buruknya suatu perairan masih tergantung faktor-faktor lain. Air
laut mempunyai kememapuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan
pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya
sistem penyangga. pH air laut berkisar antara 6,0-8,5 sehingga cenderung bersifat alkalis.
Kisaran pH yang layak untuk pertumbuhan makroalga adalah 6,3-10 (Biebl, 1962).

C. Salinitas
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air yang
dinyatakan dalam satuan permil (o /oo) atau ppt (part per thousand) atau gram / liter.
Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium, magnesium,
chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004). Zat zat lain di dalam air tidak terlalu
berpengaruh terhadap salinitas, tetapi zat zat tersebut juga penting untuk keperluan ekologis
yang lain (Boyd, 1991, dalam Apriyanto, 2012). Nilai salinitas air untuk perairan tawar
berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6–29 ppt, dan perairan laut
berkisar antara 30–40 ppt (Fardiansyah, 2011). Berdasarkan toleransinya terhadap salinitas.
(Budiardi 1998 dalam Apriyanto 2012), menyatakan bahwa organisme perairan harus
mengeluarkan energi yang besar untuk menyesuaikan diri dengan salinitas yang jauh
dibawah atau diatas normal bagi hidupnya. Pada daerah yang mengalami penguapan yang
sangat kuat, salinitas dapat meningkat tinggi. Di perairan pantai kisaran salinitas yang
normal adalah 28-32 ppm (Dahuri dkk, 1996). Salinitas secara umum dapat dikatakan
sebagai jumlah kadar garam dalam suatu perairan yang dinyatakan dalam permil.
Makroalga umumnya hidup di laut dengan salinitas antara 30-32‰, namun banyak jenis
makroalga hidup pada kisaran salinitas yang lebih besar. Salinitas berperan penting dalam
kehidupan makroalga. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan
gangguan pada proses fisologis. (Luning, 1990). Menurut (Bold et al. 1978) menyatakan
bahwa salinitas juga mempengaruhi penyebaran makroalga di laut makroalga yang
mempunyai toleransi yang besar terhadap salinitas (eurihalin) akan tersebar lebih luas
dibanding dengan makroalga yang mempunyai toleransi yang kecil terhadapsalinitas
(stenohalin). Selain itu, salinitas juga mempengaruhi laju fotosintesis pada
makroalga.Kisaran salinitas optimum untuk pertumbuhan makroalga antara 33 – 40%.
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota
akuatik. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan
perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang
hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil ialah :

 Suhu mempunyai peranan penting dalam metabolisme biota perairan. Suhu air pada
perairan berkisar antara 29 – 32°C. Suhu tersebut masih layak untuk kehidupan
orgamisme perairan. Suhu air rata-rata berkisar antara 24 – 32°C sehingga pada
kisaran tersebut plankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik
 pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat
yang bersifat toksik semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup
organisme perairan. Sementara pH yang sangat tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Organisme
yang hidup di perairan pasti memiliki faktor pembatas, salah satunya yaitu derajat
keasaman atau pH.
 Salinitas berperan penting dalam kehidupan makroalga. Salinitas yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisologis. salinitas
juga mempengaruhi penyebaran makroalga di laut makroalga yang mempunyai
toleransi yang besar terhadap salinitas (eurihalin) akan tersebar lebih luas dibanding
dengan makroalga yang mempunyai toleransi yang kecil terhadapsalinitas
(stenohalin). Selain itu, salinitas juga mempengaruhi laju fotosintesis pada
makroalga.
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, Trimaningsih, Riyono dan E. Asnariyanti. 1996. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi
Plankton di Perairan Kawasan Tengah Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Basmi, J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai