LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Limnologi yang Dibina oleh Dr. Hadi
Suwono, M.Si dan Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si
Oleh:
Abdul Hamid N. (130342603496)
Aji Pramono (130342615342)
Anang Januardy (130342603494)
Nining Nurnaningsih (130342603497)
Putri Deviyan N. (130342603483)
Rieza Novrianggita (130342603492)
Rizky Amalia (130342615332)
Silmy Kaffah (130342615323)
Walijatul Khasanah (1303426153 )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau
di permukaan substrat dasar perairan (Odum, 1994). Organisme ini terdiri atas
kelompok hewan (zoobentos) dan tumbuhan (fitobentos). Berdasarkan ukurannya,
Levinton (1982) mengelompokkan hewan bentos atas tiga golongan yaitu:
Mann dan Barnes (1991) menyatakan kondisi lingkungan seperti substrat dasar dan
kedalaman dapat menggambarkan variasi yang amat besar bagi keberadaan
makrozoobentos, sehingga sering dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang
berbeda. Adaptasi makrozoobentos pada substrat yang keras berbeda dengan
makrozoobentos yang hidup pada substrat yang lunak. Perbedaan ini dapat dilihat dari
bentuk morfologi, cara makan, adaptasi terhadap faktor fisik, seperti perubahan
temperatur, salinitas dan terhadap faktor-faktor kimia. Perbedaan ini menyebabkan
makrozoobentos menempati substrat yang berbeda. Pada substrat yang keras,
makrozoobentos harus menempel. Substrat keras ini dapat berupa batuan maupun
kayu. Makrozoobentos yang bersifat mobil memiliki organ pergerakan yang
memungkinkannya bergerak di sepanjang permukaan dan harus tahan terhadap
gelombang.
- Bertahan secara permanen pada substrat yang kokoh seperti batu dan batang
pohon
- Melekat dengan alat pelekat
- Memiliki bentuk tubuh yang lentur untuk meminimalkan tekanan air terhadap
permukaan tubuh
- Berlindung di celah bebatuan
-
2.3 Peranan Makrozoobentos
a. Suhu Perairan
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme termasuk makrozoobentos. Suhu
perairan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen dalam
suatu perairan. Bila suhu dalam suatu perairan mengalami kenaikan, maka kelarutan
oksigen dalam perairan akan naik dan menyebabkan hadirnya berbagai organisme
perairan termasuk makrozoobentos. Batas toleransi hewan bentos terhadap suhu
perairan tergantung jenisnya. Umumnya temperatur di atas 30C dapat menekan
pertumbuhan populasi hewan bentos (James dan Evison, 1979).
b. Penetrasi Cahaya
Cahaya matahari yang sampai di permukaan air laut akan di serap dan diseleksi oleh
air laut sehingga cahaya dengan gelombang yang panjang seperti cahaya merah, ungu
dan kuning akan hilang lebih dahulu. Cahaya dengan panjang gelombang yang
pendek mampu menembus permukaan yang lebih dalam. Banyaknya sinar matahari
yang masuk ke kolom air berubah-ubah tergantung pada intensitas cahaya, banyaknya
pemantulan di permukaan, sudut datang cahaya dan transparansi permukaan air
(Wiwoho, 2008). Perubahan intensitas cahaya di permukaan laut bervariasi
berdasarkan musim.Penurunan intensitas cahaya dan absorbsi akan berkurang karena
di pengaruhi oleh kedalaman.
c. Kecepatan Arus.
d. Salinitas
Salinitas adalah jumlah total garam-garam terlarut (dinyatakan dalam gram), yang
terkandung dalam 1 kg air laut. Di daerah khatulistiwa, salinitas mempunyai nilai
yang rendah. Salinitas tertinggi terdapat di daerah lintang 20 LU dan 20 LS,
kemudian menurun kembali pada daerah lintang yang lebih tinggi. Keadaan salinitas
yang rendah pada daerah sekitar ekuator disebabkan oleh tingginya curah hujan
(Wiwoho, 2008).
Salinitas merupakan faktor abiotik yang sangat menentukan penyebaran biota laut
termasuk makrozoobentos. Salinitas juga berperan dalam mempengaruhi proses
osmoregulasi biota perairan termasuk makrozoobentos. Salinitas pada kedalaman 100
meter pertama, dapat dikatakan konstan, walaupun terdapat sedikit perbedaan yang
tidak mempengaruhi ekologi secara nyata, sedangkan pada kedalaman 0 m hingga
hampir mencapai 1.000 m salinitas berkisar antara 35,5 dan 37 (Nybakken,
1992).
e. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam perairan,
terutama dalam proses respirasi sebagian besar organisme air termasuk
makrozoobentos. Menurut Darmono (2001) kehidupan makhluk hidup di dalam air
tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal
yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses
fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah
tanamannya dan dari atmosfir (udara) yang masuk kedalam air. Fardiaz (1992)
menyatakan konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan
biota perairan yang membutuhkan oksigen akan mati.
Kelarutan maksimum oksigen di dalam air pada temperatur 0C adalah sebesar 14,16
mg/l. Peningkatan temperatur air akan menyebabkan konsentrasi oksigen dalam
perairan akan menurun, demikian pula sebaliknya. Kelarutan oksigen akan berkurang
dengan meningkatnya salinitas sehingga oksigen di laut ataupun perairan estuari
cenderung lebih rendah dari kadar oksigen di perairan tawar (Effendi, 2003). Kisaran
toleransi makrozoobentos terhadap oksigen terlarut berbeda-beda.
Setiap spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap
pH. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7
- 8,5 (KepMen LH, 2004). Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang
bersifat sangat asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa
logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan
hidup organisme perairan, sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu, dimana
kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat
toksik bagi organisme perairan.
h. Substrat Dasar
Susunan substrat dasar perairan penting bagi organisme yang hidup di zona dasar
seperti makrozoobentos (Michael, 1994). Substrat dasar merupakan salah satu faktor
utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keragaman
makrozoobentos (Hynes, 1976). Substrat dasar berupa bebatuan merupakan tempat
bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, sedangkan substrat dasar yang halus
seperti pasir dan lumpur menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi organisme
yang hidup di dasar perairan (Lalli dan Parsons, 1993).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yaitu untuk
mengetahui kondisi tempat yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk
mendapatkan data yang objektif untuk mengetahui dan memahami kualitas air sungai
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri
Malang.
Tujuan penelitian melalui pendekatan deskriptif kuantitatif ini adalah untuk
mengetahui kondisi kualitas air berdasarkan keanekaragaman makrozoobentos dan
beberapa faktor fisika dan kimia air sungai di FMIPA Universitas Negeri Malang.
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di area aliaran sungai yang melewati kampus FMIPA
Universitas Negeri Malang.
1. Batas wilayah penelitian:
a. Utara sungai : Gedung Laboratorium Bersama
b. Selatan sungai : Kebun
c. Barat sungai : Rumah Dinas UM
d. Timur sungai : Rumah Penduduk
2. Kondisi Geografis Sungai
a. Stasiun 1
1). Garis Lintang: 757'40.98"S
2). Garis Bujur : 11237'6.61"E
b. Stasiun 2
1). Garis Lintang: 757'41.35"S
2). Garis Bujur : 11237'7.36"E
c. Stasiun 3
1). Garis Lintang: 757'42.05"S
2). Garis Bujur : 11237'8.68"E
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian
C. Prosedur Peenelitian
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1). Multimeter
2). Turbiditimeter
3) Nampan
4) Jala Surber
5) Handphone
6). Mikroskop
7). Kuas
8). Pipet
9). Cawan Petri
b. Bahan
1). Air Sungai
2). Plastik
3). Buku Identifikasi
4). Air Kran
Air yang berlumpur diaduk pelan pelan sehingga dapat masuk kedalam
jala surber tersebut
Jala surber diangkat dan langsung dituangkan ke dalam nampan yang telah
berisi sedikit air
Setiap stasiun diulang sampai tiga kali pengulangan dan Dilanjutkan pada
stasiun 2 dan stasiun 3
Dinyalakan mikroskop
D. Analisis Data
Berdasarkan hasil pegamatan yang dilakukan oleh beberapa kelompok pada 2
staisun yang berbeda, dapat diketahui kriteria sunga UM dengan melihat faktor
biotik, yaitu jenis makrozoobenthos dan faktor abiotik yaitu kadar oksigen, suhu, dan
kekeruhan
1) Stasiun 1
Hasil pengamatan pada stasiun 1 adalah sebagai berikut :
Faktor abiotik
a. pH
b. Kadar oksigen
c. Kekeruhan air
d. Konduktivitas
E= = 0.9366361642
Keterangan :
E =Indeks Keseragaman
H = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
Indeks Kekayaan
Indeks kekayaan spesies (S), yaitu jumlah total spesies dalam satu komunitas. S
tergantung dari ukuran sampel (dan waktu yang diperlukan untuk
mencapainya), ini dibatasi sebagai indeks komperatif .
R=
R= = 0,7578463633
Keterangan :
N= jumlah individu total
skoring
No Nama spesies Skor
1 Turbificidae 3
2 Dryopidae 4
3 Naucoridae 8
Jumlah total skor 15
Jumlah jenis 3
= =5
a. pH
b. Kadar oksigen
d. Konduktivitas
Keterangan :
E =Indeks Keseragaman
H = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
Indeks Kekayaan
Indeks kekayaan spesies (S), yaitu jumlah total spesies dalam satu komunitas. S
tergantung dari ukuran sampel (dan waktu yang diperlukan untuk
mencapainya), ini dibatasi sebagai indeks komperatif .
R=
R= = 0,7385387462
Keterangan :
N= jumlah individu total
skoring
No Nama spesies Skor
1 Stratiomyidae 6
2 Thiaridae 3
3 Tubificidae 3
Jumlah total skor 12
Jumlah jenis
= =4
HASIL
(Sumber : DokumentasiPribadi)
2 5
(Sumber : DokumentasiPribadi)
3 2
(Sumber : DokumentasiPribadi)
FaktorAbiotik
Stasiun 1
No pH Konduktivitas DO Turbiditi
1 7,40 629 S 1,48 Mg/l 16 Mg/l
2. Stasiun 2 (Belakang Kebun Biologi)
2 Thiaridae 4
3 Tubificidae 9
No pH Konduktivitas DO Turbiditi
1 7,40 623 S 1,56 Mg/l 21 Mg/l
BAB V
PEMBAHASAN
BAB 1V
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. sampel pada stasiun 1 yang didapatkan data dengan Ph 7,40 yang dapat
dikatakan bahwa perairan pada sungai distasiun 1 bersifat basa,
konduktivitas yang didapat 629 S sedangkan perairan alami sekitar 20-
1500 S berarti masih di bawah ambang batas baku mutu air alami, DO
yang didapatkan 1,48 Mg/l, ini masih dibawah ambang batas dari DO
baku mutu yang ada di alam, sedangkan untuk turbidity yang didapatkan
6,29 mg/l, ini menandakan bahwa turbidity yang didapat dari hasil amatan
melebihi dari baku mutu yang telah ditentukan. Pada stasiun 2, faktor
abiotik yang didapatkan adalah pH 7,40, konduktivitas 623S, DO 1,56
mg/l, dan turbidity (kekeruhan) 21 mg/l.
2. Air sungai belakang GLB secara umum memiliki kuaitas yang buruk dan
dapat dikatakan tercemar
b. Saran
1. Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi kualitas air dapat
dilakukan dengan bioremidiasi
DAFTAR PUSTAKA