Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2011, Vol.

16 Nomor 2

95
Efek Stres Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat
Lunak Perairan Laut Dangkal di Teluk Buyat, Teluk Totok dan Selat Likupang
(Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara)
Lawrence J. L. Lumingas, Ruddy D. Moningkey dan Alex D. Kambey
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Sam Ratulangi, Manado
e-mail: ljllumingas@yahoo.com
Diterima 28 Maret 2011, disetujui untuk dipublikasikan 2 Mei 2011
Abstrak
Ekosistem perairan laut dangkal di Semenanjung Minahasa diduga telah mengalami tekanan akibat berbagai
kegiatan pembangunan dari daratan seperti pertambangan, pertanian dan limbah domestik. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis respon makrozoobentos terhadap berbagai tingkat stres anthropogenik seperti
'tailing', tambang tradisional dan kegiatan pertanian terhadap struktur komunitas makrozoobentos substrat lunak di
semenanjung Minahasa. Pengambilan sampel (sampling) telah dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2010 pada
10 stasiun sampling di zona subtidal di teluk Buyat, teluk Totok, dan selat Likupang. Dalam penelitian ini, telah
dikaji variabel komunitas seperti kelimpahan dan keanekaragaman spesies termasuk indeks keanekaragaman
spesies Shannon-Wiener (H), indeks kekayaan spesies (SR), indeks kemerataan spesies (J), indeks dominasi
Berger-Parker (d), kurva K-dominance serta assemblage (grup) makrozoobentik dengan analisis multivariat
baik analisis klasifikasi maupun analisis faktorial korespondens. Dalam penelitian ini telah diperoleh total 543
individu yang termasuk dalam 114 spesies (takson). Struktur komunitas dan assemblage makrozoobentik substrat
lunak di semenanjung Minahasa ditentukan oleh kondisi substrat dan tingkat stres anthropogenik khususnya
sedimentasi, baik berasal dari tailing maupun dari kegiatan pertambangan rakyat. Struktur komunitas serta
assemblage makrozoobentik di perairan dangkal selat Likupang umumnya berada pada kondisi alamiah dengan
dominasi spesies sensitif, sedangkan yang berada di teluk Totok khususnya dekat muara Sungai Ratatotok berada
pada kondisi buruk (awal suksesi) dengan dominasi spesies oportunis. Berdasarkan karakteristik struktur
komunitas serta assemblage makrozoobentiknya, ekosistem bentos di teluk Buyat belum mencapai tahap akhir
suksesi (ekosistem ekuilibrium) kecuali pada kedalaman yang lebih dangkal dekat muara sungai Buyat.
Kata kunci: Komunitas makrozoobentik, Ekologi bentik, Teluk Buyat, Analisis multivariat.
Abstract
The ecosystem of shallow marine waters in Minahasa penninsular has got pressures from various development
activities in the land, such as mining, agriculture and or domestic wastes. This study was aimed at analyzing the
macrozoobenthos response to various levels of anthropogenic stresses, such as tailing, traditional mining and
agricultural activities on the community structure of soft substrate macrozoobenthos, in Minahasa penninsular.
Sampling was carried out in April and May, 2010, at 10 sampling sites in the subtidal zone of Buyat bay, Totok bay
and Likupang strait. In this study, the community variables, such as species abundance and diversity using species
diversity index of Shannon-Wiener (H), richness index (SR), eveness index (J), dominance index of Berger-Parker
(d), K-dominance curve, were measured. Macrobenthos assemblage was analysed using multivariate analysis,
both for classification analysis and factorial correspondence analysis. The study recorded a total of 543 individuals
of 114 species (taxa). The soft substrate macrozoobenthic community structure and assemblage in Minahasa
penninsular were determined by the substrate condition and the level of anthropogenic stresses, especially
sedimentation from either tailing or traditional mining activities. Both macrozoobenthos community structure and
assemblage in shallow waters of Likupang strait were in natural condition dominated by sensitive species, but those
in Totok bay, near Ratatotok downstream, were in bad condition (early succession) dominated by opportunistic
species. Based on the characteristics of macrozoobenthic community structure and assemblage, it was found that the
benthic ecosystem of Buyat bay has not reached the final phase of succession (ecosystem equilibrium), except the
shallow waters near Buyat river mouth.
Keywords: Macrozoobenthic communities, Benthic ecology, Buyat bay, Multivariate analysis.
1. Pendahuluan
Makrozoobentos adalah fauna yang menghuni
bagian dasar perairan yang berukuran diameter tubuh
lebih besar dari 1 mm atau yang tertahan pada ayakan
dengan ukuran lubang 1 mm (Collignon, 1991).
Fauna ini umumnya hidup melata, menetap,
menempel, memendam dan meliang di dasar perairan
baik substrat lunak maupun substrat keras.
Komunitas makrozoobentik laut umumnya terdiri
atas empat kelompok utama yakni Mollusca,
Annelida (Polychaeta), Crustacea dan Echinodermata
96 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2011, Vol. 16 Nomor 2


dan kelompok lain yang terdiri atas berbagai filum
kecil lainnya seperti Sipunculida, Cnidaria dan
Nemertea (Lumingas, 1990).
Komponen makrofauna dalam komunitas
bentik sering dikuantifikasi untuk menentukan
kesehatan lingkungan karena organisme tersebut
relatif bersitat sedenter, mempunyai masa hidup yang
panjang dan spesies makrobentos menunjukkan
perbedaan toleransi terhadap stress (Dauer, 1984).
Gray dkk. (1988) mengemukakan dibanding dengan
meiozoobentos dan mikrozoobentos, makrozoobentos
lebih banyak dan lebih umum digunakan untuk
memantau dan sebagai indikator pencemaran. Hal ini
disebabkan karena informasi taksonomik dan biologi
makrozoobentos lebih banyak diketahui.
Keterbatasan mobilitas untuk menghindari
kondisi yang kurang menguntungkan mengakibatkan
bentos sering terekspos pada kontaminan yang
terakumulasi dalam sedimen dan konsentrasi oksigen
yang rendah dalam perairan bentik, sehingga
komunitas bentik dapat menggambarkan kondisi
lingkungan lokal (Smith dkk, 2001). Dengan
demikian perubahan kondisi lingkungan perairan
dapat tergambar atau terekam lewat perubahan
struktur komunitas makrozoobentiknya atau
berfungsi sebagai 'pita rekaman' perubahan
lingkungan di sekitarnya.
Berbagai kajian telah menunjukkan bahwa
bentos dapat menanggapi secara teramal berbagai
tingkat maupun jenis stres baik alami maupun karena
manusia (anthropogenik) (Pearson dan Rosenberg,
1978; Dauer, 1993; Orlando-Bonaca dkk, 2008).
Pranovi dkk (2008) bahkan menggunakan data
tentang komunitas makrobentik di Laguna Venesia
yang tersedia dari tahun 1935 sampai tahun 2004 dan
memungkinkan menggambarkan perubahan struktur
komunitas selama hampir 70 tahun dengan
menunjukkan penurunan yang tajam
keanekaragamannya.
Ekosistem perairan laut dangkal (subtidal) di
sekitar Semenanjung Minahasa diduga telah
mengalami tekanan (stres) akibat berbagai kegiatan
pembangunan (dampak anthropogenik) dari daratan
seperti pertambangan, industri, pelabuhan, domestik
perkotaan serta pertanian. Di teluk Buyat, misalnya,
selama kurang lebih 8 tahun (1996-2004) telah
dijadikan tempat pembuangan limbah tambang emas
(tailing) dengan kapasitas sekitar 2000 ton perhari
pada kedalaman hanya sekitar 82 meter (Blackwood
dan Edinger, 2007). Tailing yang yang dipompakan
lewat pipa dengan debit yang tinggi akan
menghasilkan gundukan dan awan bottom dengan
kandungan total suspended solid (TSS) berkisar 200
000 s/d 600 000 mg/l (Coumans, 2002). Efek fisik
pembuangan tailing tersebut diduga telah
memberikan dampak yang serius bagi komunitas
bentik di perairan tersebut. Penghentian pembuangan
tailing ke dalam teluk Buyat sejak September 2004
memungkinkan rekolonisasi komunitas bentik
menuju kondisi ekilibrium. Dalam rangka
manajemen lingkungan laut yang efektif diperlukan
kajian struktur komunitas makrozoobentik laut
dangkal dalam merespon gradien stres anthropogenik
tersebut di atas.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dampak berbagai tingkat stres anthropogenik, seperti
'tailing', tambang tradisional dan kegiatan pertanian
pada struktur komunitas makrozoobentik terutama
komposisi dan kelimpahan spesies pada substrat
lunak di semenanjung Minahasa. Hasil penelitian ini
akan memberikan informasi status lingkungan pada
masing-masing lokasi berdasarkan komposisi spesies,
struktur komunitas serta assemblage makro-
zoobentik, dan informasi mengenai rona awal
komunitas bentik untuk program monitoring dalam
manajemen lingkungan laut maupun pesisir.
2. Bahan dan Metode
Pengambilan sampel (sampling) dalam
penelitian ini dilaksanakan pada bulan April dan Mei
2010 pada 10 stasiun sampling di zona subtidal
masing-masing 4 stasiun di teluk Buyat, 3 stasiun di
teluk Totok, dan 3 stasiun di selat Likupang (Gambar
1). Posisi geografis serta karakteristik stasiun
sampling dapat dilihat pada Tabel 1. Pada setiap
stasiun diambil 1 satuan sampel sedimen dengan
menggunakan grab La Motte berpenampang 30 cm x
20 cm. Sampel yang diambil dimasukkan dalam
kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 10
%, selanjutnya dibawa ke Laboratorium
Hidrobioekologi dan Manajemen Sumberdaya
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Di laboratorium, sampel sedimen dicuci
dengan air keran untuk menghilangkan formalin dan
garam, disaring dengan ayakan berukuran lubang
(mata jaring) 1 mm, diberi pewarna rose bengal
kemudian dilakukan penyortiran bentos dengan
bantuan mikroskop stereo. Bentos yang tersortir
dipindahkan ke dalam cawan petri dan diawetkan
dengan alkohol 70 % untuk selanjutnya diidentifikasi
dengan menggunakan mikroskop stereo (disecting
microscope) berdasarkan buku petunjuk yang tersedia
seperti antara lain Day (1967), Abbott (1977),
Campbell dan Nicholls (1979), Guille dkk (1986),
Abbott dan Dance (1990), Kozloff (1990) dan Dance
(1993) serta menggunakan sarana internet.
Untuk menganalisis assemblage
makrozoobentos (pengertian Gray dan Elliott, 2009),
data yang dikumpulkan pertama-tama ditabulasi ke
dalam tabel kontingensi dua arah (tabel silang) yang
terdiri atas beberapa baris (spesies) dan beberapa
lajur (stasiun). Data yang telah dimasukkan ke dalam
tabel silang tersebut ditransformasikan ke dalam
bentuk log (x+1) untuk mengstabilkan varians dan
untuk membuat nilai nol berarti (Thouzeau, 1989,
Bakus, 2007). Kemudian data tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode analisis data peubah
ganda (multivariate data analysis): dengan pilihan
menu Analisis 'Cluster' (Bakus, 2007) dengan metode
hubungan (lingkage method) average dan
pengukuran jarak (distance measure) Euclidean
Lumingas dkk., Efek Stres Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat 97

untuk analisis normal (stasiun); dan Analisis
Faktorial Korespondensi (AFK) untuk memberikan
peragaan geometrik di mana variabel yang diteliti
dipetakan menjadi titik-titik dalam salib sumbu. AFK
ini cocok untuk menganalisis variabel dan hasil
observasi yang telah disajikan dalam bentuk tabel
kontingensi atau matriks (Lebart dkk., 1982).
Aplikasi AFK dalam penelitian ini bertujuan
memberikan peragaan terbaik secara simultan antara
kelompok observasi (lajur) dan kelompok variabel
(baris), untuk mendapatkan korespondensi atau
hubungan yang benar antara dua variabel yang diteliti
(spesies dan stasiun). Pengolahan data untuk Analisis
Klasifikasi dan Analisis Faktorial Koresponden
digunakan paket komputer MINITAB 15.
Pada masing-masing stasiun akan dihitung
juga: Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H')
(Ludwig dan Reynolds, 1988):

=
(

|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
= '
s
i
i i
n
n
n
n
H
1
ln ,
di mana n
i
adalah jumlah individu spesies i dan n
adalah jumlah total individu dalam sampel.
Indeks Kekayaan Spesies (SR) (Ludwig dan
Reynolds, 1988): SR = s-1/ln n, di mana s adalah
jumlah spesies. Indeks Kemerataan Spesies (J')
(Ludwig dan Reynolds, 1988): J' = H'/ln s. Indeks
Dominansi Berger-Parker (d) (Gray dan Elliott,
2009): d = n
max
/n, di mana n
max
adalah jumlah
individu dari spesies yang paling berlimpah.
Selain itu, dipetakan kurva persentase
kelimpahan kumulatif (ordinat) dengan rangking
spesies (absis) yang dinamakan kurva K-dominance
(Lambshead dkk, 1983 dalam Bakus, 2007) untuk
menggambarkan tingkat dominansi spesies. Kurva K-
dominans ini juga digunakan sebagai pelengkap
untuk menilai struktur komunitas maupun untuk
menduga tingkat suksesi komunitas makrozoobentik
pada stasiun-stasiun pengamatan (Warwick dan
Ruswahyuni, 1987).


Gambar 1. Peta lokasi penelitian.


Tabel 1. Posisi geografis serta karakteristik stasiun sampling
Stasiun (kode) Posisi geografis Kedalaman
(meter)
Tipe sedimen Kondisi
Hidrodinamis
Sumber Stres
Buyat 1 (BUY1)

Buyat 2 (BUY2)

Buyat 3 (BUY3)

Buyat 4 (BUY4)

Totok 1 (TOT1)

Totok 2 (TOT2)

Totok 3 (TOT3)

Likupang 1 (LIK1)

Likupang 2 (LIK2)

Likupang 3 (LIK3)
0 50 27,6 LU
124 42 22,6 BT
0 50 33,4 LU
124 42 12 BT
0 50 40 LU
124 42 10,1 BT
0 50 33,7 LU
124 42 0,6 BT
0 51 23,8 LU
124 42 34 BT
0 53 22,6 LU
124 44 57,5 BT
0 53 24,2 LU
124 44 58,3 BT
0 41 2,1 LU
125 4 20,8 BT
0 42 48,3 LU
125 2 26,9 BT
0 42 42,1 LU
125 1 25,4 BT
60

55

40

15

23

22

28

20

20

45
lumpur

lumpur

lumpur

lumpur + serasah

lumpur + serasah

pasir kasar

pasir kasar

pasir sedang

pasir sedang

pasir halus
terbuka/tinggi

terbuka/tinggi

terbuka/tinggi

terbuka/tinggi

terlindung/rendah

terlindung/rendah

terlindung/rendah

terbuka/tinggi

terbuka/tinggi

terlindung/sedang
tailing

tailing

tailing

pertanian/muara
sungai
tambang rakyat/
muara sungai
pertanian/
domestik
pertanian/
domestik
pertanian

pertanian

pertanian


3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
Tabel 2 berisi komposisi spesies
makrozoobentos dan kelimpahannya pada setiap
stasiun sampling di tiga lokasi penelitian (teluk
Buyat, teluk Totok dan selat Likupang). Dari 10
stasiun (sampel) di Semenanjung Minahasa
ditemukan 543 individu yang termasuk dalam 114
spesies (beberapa takson seperti Nemertea,
Hemichordata, Copepoda dan lainnya yang tidak
teridentifikasi dianggap masing-masing sebagai satu
spesies). Sebanyak 90,8% dari jumlah individu
98 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2011, Vol. 16 Nomor 2


tersebut tersusun dari Polychaeta (289 individu atau
53,2%), Crustacea (143 individu atau 26,3%) dan
Mollusca (61 individu atau 11,2%). Dari jumlah
spesies tersebut, 89,5% merupakan gabungan dari
ketiga grup taksonomis masing-masing Polychaeta
(52 spesies atau 45,6%), Crustacea (28 spesies atau
24,6%) dan Mollusca (22 spesies atau 19,3%).
Kecuali di stasiun Buyat 2, Polychaeta mendominasi
makrozoobentik yang ditemukan, dengan proporsi
tertinggi pada stasiun Totok 1 (77,8%). Pada stasiun
Buyat 2, Crustacea mendominasi proporsi makro-
zoobentos dengan 33,3% sedangkan Polychaeta
hanya 23,8%. Polychaeta, Crustacea dan Mollusca
menyusun lebih dari 90 % makrozoobentos pada
stasiun-stasiun Likupang 2, Likupang 3, Totok 1,
Totok 2, Buyat 1 dan Buyat 4. Pada stasiun Totok 1
dan Totok 2 tidak ditemukan Mollusca sedangkan di
stasiun Totok 3 tidak ditemukan Crustacea.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa stasiun Likupang
2 memiliki kelimpahan individu tertinggi dengan 140
individu atau dengan kepadatan mencapai 2333
individu/m
2
, sedangkan yang terendah kelimpah-
annya adalah stasiun Totok 3 dengan 9 individu/m
2

atau dengan kepadatan 150 individu/m
2
.
Jumlah spesies (takson) tertinggi terdapat pada
stasiun Likupang 2 dan stasiun Buyat 4 dengan
masing-masing memiliki 39 spesies dan jumlah
spesies terendah terdapat pada stasiun Totok 3
dengan hanya memiliki 8 spesies. Nampaknya
stasiun-stasiun Likupang memiliki kelimpahan baik
individu maupun spesies makrozoobentos lebih tinggi
dibanding stasiun-stasiun lainnya (43-140
individu/grab dan 23-39 spesies) diikuti stasiun-
stasiun Buyat (21-113 individu/grab dan 14-39
spesies) dan yang terendah adalah stasiun-stasiun
Totok (9-21 individu/grab dan 8-15 spesies).
Syllis sp adalah spesies yang paling berlimpah
khususnya di stasiun Likupang 2 yang mencapai 31
individu dalam satu grab. Takson Nemertea memiliki
tingkat kehadiran paling tinggi yakni terdapat hampir
pada semua stasiun kecuali stasiun Buyat 1. Tiga
spesies dari grup Polychaeta errant yang memiliki
kehadiran yang tinggi (terdapat pada tujuh stasiun)
adalah Glycera sp, Nephtys sp dan Paralacydonia
paradoxa.
Pada Tabel 3 terlihat juga bahwa indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H) berkisar dari
1,71 (stasiun Totok 1) sampai 3,29 (stasiun Buyat 4).
Nilai indeks kekayaan spesies (SR) terendah terdapat
di stasiun Totok 1 dengan nilai 2,77 dan tertinggi
terdapat di stasiun Buyat 4 dengan nilai 8,04. Untuk
kemerataan spesies, nilai indeksnya (J) berkisar dari
0,78 (stasiun Totok 1) sampai 0,98 (stasiun Totok 3).
Nampak bahwa nilai-nilai H, J dan SR berkorelasi
negative dengan nilai indeks dominasinya (d) yang
berkisar dari 0,12 (stasiun Likupang 1 dan stasiun
Buyat 4) sampai 0,5 (stasiun Totok 1).
Perbandingan kurva-kurva K-dominans
berdasarkan kelimpahan individu untuk kesepuluh
stasiun sampling dapat dilihat pada Gambar 2. Pada
gambar tersebut nampak bahwa kurva stasiun Totok
1 cepat mencapai puncak yang menunjukkan adanya
dominasi satu spesies (Nereis sp) dan hanya tersusun
dari sedikit spesies dengan keanekaragaman yang
rendah. Kondisi ini hampir sama dengan komunitas
makrozoobentik di stasiun Totok 3 yang memiliki
keanekaragaman spesies yang rendah tetapi tidak
menunjukkan adanya dominasi satu spesies kecuali
karena rendahnya jumlah spesies.
Sebaliknya kurva-kurva stasiun Buyat 4,
stasiun Likupang 2 dan stasiun Likupang 3 nampak
mencapai puncak lebih lambat, yang berarti tingginya
tingkat keanekaragaman spesies. Hal ini bukan saja
karena banyaknya jumlah spesies penyusun
komunitas tetapi juga dengan tingkat kesama-rataan
spesies yang tinggi. Untuk kurva stasiun Likupang 1,
walaupun jumlah spesies tidak terlalu tinggi tetapi
menunjukkan keanekaragaman spesies yang relatif
tinggi karena rendahnya dominasi dan tingginya
kemerataan spesies. Kurva-kurva yang terletak di
tengah-tengah seperti stasiun-stasiun Buyat 1, Buyat
2, Buyat 3 dan Totok 2 menunjukkan keaneka-
ragaman spesies dengan tingkat sedang.
Gambar 3 merupakan dendogram yang
mengklasifikasikan kesepuluh stasiun sampling ke
dalam 4 grup yang didasarkan pada kelimpahan 114
spesies. Keempat grup tersebut adalah Grup A
(Likupang 1-Likupang 2), Grup B (Totok 2-Totok 3),
Grup C (Totok 1-Buyat 1-Buyat 3-Buyat 2-Buyat 4)
dan Grup D (Likupang 3). Nampaknya keempat grup
stasiun tersebut berhubungan dengan tipe sedimen
(lihat Tabel 1). Stasiun Grup A terdiri atas stasiun-
stasiun dengan tipe substrat bersedimen pasir sedang,
Grup B terdiri atas stasiun-stasiun berpasir kasar,
Grup C terdiri atas stasiun-stasiun bersedimen
lumpur dan Grup D yang hanya terdiri atas satu
stasiun (Likupang 3) bersedimen pasir halus.
Analisis Faktorial Koresponden (AFK)
dilakukan berdasarkan data kelimpahan setelah
tranformasi log (x+1) dalam tabel kontigensi dua arah
yakni 114 baris spesies dan 10 kolom stasiun. Dalam
analisis tersebut, diperoleh total inertia untuk 9 axis
(sumbu) adalah 3,6207 dengan kontribusi sumbu 1,
sumbu 2 dan sumbu 3 masing-masing 0,6576 (18,16
%), 0,6062 (16,74 %) dan 0,5569 (15,38 %) atau
dengan total 50,28 % untuk 3 sumbu pertama.
Perbedaan relatif dalam % antara sumbu 2 dan 3
adalah maksimal sehingga yang diinterpretasi hanya
2 sumbu (faktor) pertama (Thouzeau, 1989) (Gambar
4).
Variabel stasiun yang paling bertanggung-
jawab terhadap pembentukan sumbu 1 adalah
Likupang 2 (58,3% kontribusi absolut), Likupang 3
(23,5%), Buyat 3 (6%) dan Buyat 1 (5,9%) dengan
kontribusi varians total sebesar 93,7%. Sedangkan
untuk sumbu 2, variabel stasiun yang bertanggung-
jawab pembentukannya adalah Likupang 3 (57,4%),
Buyat 3 (13,9%), dan Buyat 1 (8,6%) dengan
kontribusi absolut total sebesar 79,9%. Stasiun-
stasiun yang paling berkontribusi dalam
pembentukan sumbu juga sebagai stasiun
Lumingas dkk., Efek Stres Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat 99

karakteristik sumbu tersebut karena memiliki
kontribusi relatif yang juga tinggi.
Spesies-spesies dengan kode P11, P21, P41,
P44, C61, C63, C67, C69, C70, C72, C75, C76, C77,
C78, M83, M89, M96, M97, M100, M101, M102,
L104, L113, P3, P6, P10, P14, P16, P23, P34, P35,
P45, P46, C53, C79, M82, M85, M90, M93, M98,
P51, C60, C65 merupakan spesies-spesies yang
bertanggung-jawab atas pembentukan sumbu 1
dengan kontribusi absolute total sebesar 66,6%.
Sedangkan spesies-spesies yang bertanggung-jawab
atas pembentukan sumbu 2 adalah: P3, P6, P10, P14,
P16, P23, P34, P35, P45, P46, C53, C79, M82, M85,
M90, M93, M98, C60, M87, M88, C65, P49 dan C59
dengan kontribusi absolute total sebesar 63,5%.
Spesies-spesies ini juga memiliki nilai kontribusi
relatif yang tinggi sehingga juga merupakan spesies-
spesies karakteristik ekslusif sumbu-sumbu tersebut.
Nampaknya sumbu 1 berhubungan dengan
faktor granulometri yang memisahkan stasiun-stasiun
bersubstrat pasir sedang sampai pasir kasar pada
bagian negatif (Likupang 1, Likupang 2, Totok 2 dan
Totok 3) dengan stasiun-stasiun bersubstrat lumpur
sampai pasir halus pada bagian positif sumbu (Totok
1, Buyat 1, Buyat 2, Buyat 3, Buyat 4 dan Likupang
3). Sedangkan sumbu 2 memisahkan stasiun-stasiun
Likupang di bagian positif dan stasiun-stasiun Buyat
dan Totok di bagian negatif sumbu.
Secara keseluruhan, dapat dikelompokkan 4
grup stasiun yakni grup I yang hanya terdiri atas
stasiun Likupang 3 dengan substrat pasir halus, grup
II yang terdiri atas stasiun Likupang 1 dan stasiun
Likupang 2 dengan substrat berpasir sedang, grup III
yang terdiri atas stasiun Totok 2 dan stasiun Totok 3
dengan substrat berpasir kasar dan grup IV yang
terdiri atas stasiun-stasiun Totok 1, stasiun Buyat 1,
stasiun Buyat 2, stasiun Buyat 3 dan stasiun Buyat 4
dengan substrat lumpur.Dari Gambar 4 dapat
diisolasi 4 grup (assemblage) makrozoobentik dengan
karakteristik sebagai berikut:
Grup I adalah makrozoobentos penghuni stasiun
Likupang 3 dengan karakteristik bersubstrat pasir
halus, terdiri dari 22 spesies: Aonides oxycephala,
Armandia sp, Ditrupa arietina, Eurythoe
parvecarunculata, Goniada maculate, Lumbrineris
aberrans, Megalomma quadrioculatum,
Polyophthalmus pictus, Prionospio cirrifera,
Scolaricia sp, Scoloplos sp, Albunea sp, unidentified
crab, Copepoda, Paranthura sp, Bellucina civia,
Clathrotellina pretium, Hawaiarca uwaensis,
Neilonella dubia, Semelangulus miyatensis, Solen
brevis, Laevicardium lobulatum;
Grup II adalah makrozoobentos penghuni stasiun-
stasiun Likupang 1 dan Likupang 2 dengan
karakteristik bersubstrat pasir sedang, terdiri dari 34
spesies: Euchone sp, Eunice sp, Lygdamis sp,
Nematonereis unicornis, Onuphis (Nohtria)
conchylega, Protodorvillea sp, Sabellides sp, Syllis
sp, Ampelisca sp, Cumacea, Galathea sp,
Gammaropsis sp, Macrophthalmus sp, Orchestia sp,
Ostracoda, Oxyrhyncha, Paguroidea (Hermit crabs),
Planopilumnus sp, Sergestes sp, Tanaidacea,
Thalamita sp, unidentified Amphipoda, Calliostoma
sp, Circa sp, Fragum carinatum, Polyplacophora,
Primovula frumentum, Strombus sp, Tellina perna,
Trachycardium sp, unidentified Sipuncula,
Echinocyamus sp, Holothuroidea, Endomyaria (sea
anemon);
Grup III adalah makrozoobentos penghuni stasiun-
stasiun Totok 2 dan Totok 3 dengan karakteristik
bersubstrat pasir kasar, terdiri dari 13 spesies:
Amphiglena sp, Armandia intermedia, Lumbrineris
sp, Phyllodoce sp, Pseudeurythoe sp, Pygospio sp,
Spiochaetopterus sp, Alima sp, Bathyporeia sp,
Gammarus sp, Portunus sp, Pitar sp, Macrophiothrix
sp;
Grup IV adalah makrozoobentos penghuni stasiun-
stasiun Totok 1, Buyat 1, Buyat 2, Buyat 3 dan Buyat
4, dengan karakteristik bersubstrat lumpur, terdiri
dari 31 spesies: Aricidea sp, Chaetozone sp,
Dasybranchus sp, Diopatra sp, Heteromastus sp,
Magelona sp, Nereis sp, Notomastus aberans,
Notomastus sp, Phyllodoce malmgreni,
Poecilochaetus serpens, Prionospio sp, Spiophanes
sp, Sternaspis scutata, Sthenelais sp, Terebellides
stroemi, Branchiopoda, Callianassa sp, Hexapus
sexpes, Abrina kinoshitai, Clinocardium sp, Corbula
erythrodon, Cycladicama lunaris, Natica stellata,
Peronidia sp, Phascolosoma sp, Ophiuroidea,
Nemertea, Hemichordata, Dactyloptena orientalis,
Pseudoceros sp.

Tabel 2. Komposisi spesies makrozoobentos dan kelimpahannya di semenanjung Minahasa (teluk Buyat, teluk
Totok dan selat Likupang)

Kode Takson N ind
POLYCHAETA
P1 Ampharete sp 8
P2 Amphiglena sp 5
P3 Aonides oxycephala 1
P4 Aricidea sp 2
P5 Armandia intermedia 2
P6 Armandia sp 1
P7 Chaetozone sp 1
P8 Dasybranchus sp 1
P9 Diopatra sp 6
P10 Ditrupa arietina 1
P11 Euchone sp 4
P12 Euclymene sp 6
P13 Eunice sp 10
P14
Eurythoe
parvecarunculata 4
P15 Glycera sp 14
P16 Goniada maculata 2
P17 Heteromastus sp 16
P18 Lumbrineris aberrans 4
P19 Lumbrineris heteropoda 2
P20 Lumbrineris sp 1
P21 Lygdamis sp 1
P22 Magelona sp 1
P23
Megalomma
quadrioculatum 1
P24 Nematonereis unicornis 1
P25 Nephtys sp 28
P26 Nereis sp 13
P27 Notomastus aberans 12
P28 Notomastus sp 8
100 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2011, Vol. 16 Nomor 2


P29
Onuphis (Nohtria)
conchylega 17
P30
Paralacydonia
paradoxa 13
P31 Phyllodoce malmgreni 2
P32 Phyllodoce sp 2
P33 Poecilochaetus serpens 4
P34 Polyophthalmus pictus 7
P35 Prionospio cirrifera 1
P36 Prionospio ehlersi 4
P37 Prionospio pinnata 3
P38 Prionospio saldanha 2
P39 Prionospio sexoculata 1
P40 Prionospio sp 6
P41 Protodorvillea sp 1
P42 Pseudeurythoe sp 10
P43 Pygospio sp 7
P44 Sabellides sp 1
P45 Scolaricia sp 2
P46 Scoloplos sp 1
P47 Spiochaetopterus sp 2
P48 Spiophanes sp 1
P49 Sternaspis scutata 4
P50 Sthenelais sp 2
P51 Syllis sp 36
P52 Terebellides stroemi 4
CRUSTACEA
C53 Albunea sp 1
C54 Alima sp 1
C55 Ampelisca sp 9
C56 Bathyporeia sp 1
C57 Birubius sp 3
C58 Branchiopoda 3
C59 Callianassa sp 20
C60 Copepoda 24
C61 Cumacea 1
C62 Galathea sp 6
C63 Gammaropsis sp 4
C64 Gammarus sp 1
C65 Hexapus sexpes 17
C66 Macrophthalmus sp 1
C67 Orchestia sp 8
C68 Ostracoda 1
C69 Oxyrhyncha 1
C70
Paguroidea (Hermit
crabs) 2
C71 Paranthura sp 2
C72 Planopilumnus sp 1
C73 Portunus sp 2
C74 Processa sp 15
C75 Sergestes sp 2
C76 Tanaidacea 10
C77 Thalamita sp 1
C78 Unidentified amphipod 4
C79 Unidentified crab 1
C80 Utica sp 1

MOLLUSCA
M81 Abrina kinoshitai 7
M82 Bellucina civia 1
M83 Calliostoma sp 1
M84 Circa sp 1
M85 Clathrotellina pretium 1
M86 Clinocardium sp 1
M87 Corbula erythrodon 12
M88 Cycladicama lunaris 6
M89 Fragum carinatum 1
M90 Hawaiarca uwaensis 1
M91 Laevicardium lobulatum 2
M92 Natica stellata 3
M93 Neilonella dubia 2
M94 Peronidia sp 12
M95 Pitar sp 1
M96 Polyplacophora 1
M97 Primovula frumentum 1
M98
Semelangulus
miyatensis 2
M99 Solen brevis 2
M100 Strombus sp 1
M101 Tellina perna 1
M102 Trachycardium sp 1
SIPUNCULA
L103 Phascolosoma sp 4
L104 Unidentified Sipuncula 2
ECHINODERMATA
L105 Echinocyamus sp 1
L106 Holothuroidea 1
L107 Macrophiothrix sp 2
L108 Ophiuroidea 3
L109 NEMERTEA 15
L110 HEMICHORDATA 1
FISHES
L111 Dactyloptena orientalis 3

CEPHALOCHORDAT
A
L112 Asymmetron sp 8
ANTHOZOA
L113
Endomyaria (sea
anemon) 9
PLATHELMINTHES
L114 Pseudoceros sp 1

Tabel 3. Kelimpahan individu, kepadatan, jumlah spesies (takson), keanekaragaman spesies, kekayaan spesies,
kemerataan dan dominasi makrozoobentos di teluk Buyat, teluk Totok dan selat Likupang

Stasiun
Variabel Komunitas
LIK1 LIK2 LIK3 TOT1 TOT2 TOT3 BUY1 BUY2 BUY3 BUY4
Jumlah Individu (n) 43 140 81 18 21 9 34 21 63 113
Kepadatan (n/m
2
) 717 2333 1350 300 350 150 567 350 1050 1883
Jumlah Takson (S) 23 39 36 9 15 8 16 14 24 39
Indeks Shannon (H') 2,93 3,05 3 1,71 2,56 2,04 2,44 2,52 2,82 3,29
Indeks Kekayaan
Spesies (SR) 5,85 7,69 7,96 2,77 4,6 3,19 4,25 4,27 5,55 8,04
Indeks Kemerataan
Spesies (J') 0,93 0,83 0,84 0,78 0,94 0,98 0,88 0,95 0,89 0,9
Indeks Dominansi
Berger-Parker (d) 0,12 0,22 0,28 0,5 0,19 0,22 0,24 0,19 0,19 0,12







Lumingas dkk., Efek Stres Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat 101





Gambar 2. Kurva K-dominance berdasarkan kelimpahan individu untuk kesepuluh stasiun sampling.


L I K 3 B U Y4 B U Y2 B U Y3 B U Y1 T O T 1 T O T 3 T O T 2 LI K 2 L I K 1
1 . 0 1
0 . 6 7
0 . 3 4
0 . 0 0
V ar i abl e s (S tati on s )
D
i
s
t
a
n
c
e
Ave ra g e Li n k a g e , C o rre l a t i o n C o e f f i ci e n t D i s t a n ce


Gambar 3. Dendogram yang menunjukkan klasifikasi dari 10 stasiun sampling makrozoobentos di semenanjung
Minahasa. Empat kelompok utama stasiun tersebut telah ditetapkan secara arbitrary.








102 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2011, Vol. 16 Nomor 2




2 1 0 -1 -2
2
1
0
-1
-2
Axis 1
A
x
i
s

2
BUY4
BUY3
BUY2
BUY1
TOT3
TOT2
TOT1
LIK3
LIK2 LIK1
.
.
L112
L111
.
L109
.
.
..
.
L103
...
.
.
..
M95
.
.
M92
M91
.
.
M88
M87
M86
.
.
.
.
M81
.
.
....
C74
.
.
C71
..
.
.
.
C65
.
.
C62
.
C60
C59
.
C57
.
C55
.
.
P52
P51
.
P49
.
.
..
.
P43
P42
.
P40
.
P38
P37
P36
..
P33
P32
.
P30
P29
P28
P27
P26
P25
P24
.
P22
.
P20
P19
P18
P17
.
P15
.
P13
P12
P11
.
P9
P8
P7
.
P5
P4
P3
P2
P1
I
II
III
IV


Gambar 4. Proyeksi simultan dari stasiun dan spesies dalam bidang dua dimensi (sumbu 1 dan sumbu 2) dengan
menggunakan Analisis Faktorial Koresponden. Didasarkan pada kelimpahan individu makrozoobentos di
Semenanjung Minahasa setelah transformasi log (x+1) (Titik-titik yang tumpang tindih: dengan P3 adalah P6, P10,
P14, P16, P23, P34, P35, P45, P46, C53, C79, M82, M85, M90, M93, M98; dengan M91 adalah M99; dengan P24
adalah C66, C68, M84, L105, L106; dengan P11 adalah P21, P41, P44, C61, C63, C67, C69, C70, C72, C75, C76,
C77, C78, M83, M89, M96, M97, M100, M101, M102, L104, L113; dengan P20 adalah C54, C56, C64; dengan
M95 adalah L107; dengan P5 adalah P47, C73; dengan P4 adalah P50; dengan P7 adalah P31, P48, C58, M94,
L110, L114, L108; kode lihat Tabel 2).
3.2 Pembahasan
Beberapa peneliti ekologi bentik telah
berupaya mengukur perubahan ekologi akibat
berbagai stres alamiah dan anthropogenik terhadap
ekosistem (Barrett dan Rosenberg, 1981). Oleh
karena kesulitan dalam mengukur keseluruhan
ekosistem, kebanyakan penelitian hanya terfokus
pada tingkat organisasi komunitas. Dalam penelitian
ini, telah digunakan dua pendekatan yang saling
melengkapi untuk mengkaji struktur komunitas
makrozoobentik substrat lunak di Semenanjung
Minahasa. Pertama, mengkaji variabel komunitas
seperti kelimpahan dan keanekaragaman spesies
(termasuk indeks keanekaragaman spesies Shannon-
Wiener (H), indeks kekayaan spesies (SR), indeks
kemerataan spesies (J) dan indeks dominasi Berger-
Parker (d)) serta menilai struktur komunitas dengan
kurva K-dominance; dan kedua, mengkaji
assemblage (grup) makrozoobentik dengan analisis
multivariat baik analisis klasifikasi (khususnya
pengelompokan stasiun yang memiliki karakteristik
spesies yang sama) maupun analisis ordinasi
(pengelompokan simultan spesies-stasiun).
Suatu kendala dalam penentuan komposisi
spesies makrozoobentos substrat lunak di
Semenajung Minahasa adalah terbatasnya pustaka
kunci identifikasi makrozoobentos untuk daerah
tropis Indo-Pasifik, khususnya Crustacea, Sipuncula
dan Nemertea, sehingga beberapa taksa tidak dapat
diidentifikasi sampai tingkat spesies. Kendala ini
tentu berpengaruh pada penentuan kekayaan maupun
keanekaragaman spesies. Oleh karena itu
pembahasan hanya terbatas pada pembandingan antar
lokasi sampling atau stasiun (variasi spasial).
Selain respon makrozoobentos terhadap stress
athropogenik, struktur komunitas juga nampaknya
ditentukan oleh respon secara alami baik terhadap
kondisi substrat (mikrohabitat) maupun interaksi
biotik. Walaupun teluk Buyat pernah dijadikan
tempat pembuangan tailing tetapi dibanding dengan
teluk Totok, kondisi ekologis teluk Buyat masih
relatif lebih baik. Pada umumnya komunitas yang
mengalami stres anthropogenik mudah kehilangan
taksa. Beberapa grup taksonomik yang lebih sensitive
Lumingas dkk., Efek Stres Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat 103

seperti Mollusca dan Crustacea relatif sangat kurang
atau bahkan menghilang di teluk Totok.
Demikian juga, rendahnya kelimpahan
individu dan keanekaragaman spesies serta tingginya
dominasi satu spesies di stasiun Totok 1 menandakan
adanya tingkat gangguan maupun stres yang cukup
tinggi di stasiun tersebut. Stasiun Totok 1 terletak
dekat muara sungai Ratatotok di mana tingkat
sedimentasi yang berasal dari daerah pertambangan
rakyat sangat tinggi dan masih berlangsung terus.
Selain terlindung dari pengaruh hidrodinamika,
kondisi substrat di stasiun ini sangat berlumpur
dengan warna kehitaman sebagai indikasi rendahnya
kelarutan oksigen dan banyak mengandung serasah
(detritus dan hancuran tumbuhan) yang berasal dari
daratan (Gray dan Elliott, 2009). Stasiun ini
didominasi oleh cacing polikhaeta erantia herbivor
Nereis sp dan beberapa spesies spionid dan capitellid
pemakan deposit yang opportunis seperti Prionospio
spp dan Dasybanchus sp serta beberapa penghuni
substrat berlumpur seperti Sternaspis scutata dan
Callianassa sp.
Dua stasiun lainnya di teluk Totok yakni
Totok 2 dan Totok 3, walaupun sama-sama terletak
dalam teluk Totok tetapi kedua stasiun ini relatif
berbeda kondisi mikrohabitatnya dibanding stasiun
Totok 1. Kedua stasiun ini relatif jauh dari muara
sungai Ratatotok tetapi dekat dengan pemukiman
nelayan yakni desa Basaan 1 dengan substrat miskin
bahan organik, berpasir kasar yang berasal dari
cangkang foram, moluska dan karang.
Kondisi habitat teluk Buyat sangat spesial
karena walaupun sudah 6 tahun masa pemulihan
kondisi ekologis tetapi kondisi substrat masih
didominasi lumpur yang berasal dari tailing,
terutama pada stasiun-stasiun Buyat 1, Buyat 2 dan
Buyat 3. Agak sulit mencari stasiun pembanding atau
stasiun referensi di luar teluk Buyat yang memiliki
karakteristik habitat yang mirip dengan stasiun-
stasiun ini. Biasanya substrat berlumpur hanya
ditemukan pada lokasi yang terlindung dari
pergerakan massa air (hidrodinamika) dengan
kelarutan oksigen yang rendah (hipoksi) atau bahkan
anoksi seperti misalnya stasiun Totok 1.
Stasiun di teluk Buyat yang mirip dengan
stasiun Totok 1 adalah stasiun Buyat 4, tetapi berbeda
dalam hal kondisi hidrodinamika dan tingkat
sedimentasi dari sungai. Tidak sebagaimana di
stasiun Totok 1 di mana bermuara sungai yang keruh
(dari daerah tambang emas tradisional), di stasiun
Buyat 4 tingkat sedimentasi dari sungai Buyat relatif
rendah. Demikian juga tingkat hidrodinamika yang
tinggi di stasiun yang dangkal ini (sekitar 15 m)
menyebabkan percampuran massa air yang
meningkatkan kelarutan oksigen yang kemungkinan
sampai beberapa cm di bawah permukaan sedimen.
Kondisi abiotik seperti ini memungkinkan
mempercepat struktur komunitas makrozoobentiknya
mencapai tahap akhir suksesi (ekuilibrium) setelah
mengalami gangguan ekologis baik alami maupun
anthropogenik. Stasiun Buyat 4 ini dapat
dikategorikan sebagai stasiun referensi dengan
kelimpahan individu, kekayaan dan keanekaragaman
spesies yang relatif tinggi.
Dibanding dengan stasiun Buyat 4, stasiun-
stasiun Buyat 1, Buyat 2 dan Buyat 3 dapat
dikategorikan sebagai stasiun-stasiun dengan struktur
komunitas makrozoobentik yang masih dalam tahap
suksesi menuju kestabilan (biodiversitas
ekuilibrium). Kelimpahan individu, kekayaan spesies
dan keanekaragaman spesies makrozoobentos di
stasiun-stasiun ini berada pada tingkat menengah.
Lambat pulihnya kondisi struktur komunitas
makrozoobentik di 3 stasiun Buyat ini diduga
disebabkan faktor hidrodinamika, misalnya adanya
gangguan tahunan resuspensi sedimen pada musim
tertentu. Jika dugaan ini benar maka dapat
diramalkan bahwa pulihnya struktur komunitas
makrozoobentik mencapai komunitas ekuilibrium
akan sejalan dengan perubahan sedimen menuju
kondisi alami.
Struktur komunitas makrozoobentik di
stasiun-stasiun sampling selat Likupang pada
umumnya menunjukkan komunitas stabil dengan
kekayaan dan keanekaragaman spesies yang relatif
tinggi. Komposisi spesies di stasiun-stasiun Likupang
ini agak berbeda dengan yang ada di stasiun-stasiun
Buyat. Spesies-spesies makrozoobentos sensitif dari
kelompok polychaeta errantia yang karnivora
(misalnya Syllis sp, Nephthys sp, Glycera sp) dan
Crustacea (misalnya Copepoda, Amphipoda,
Processa sp) mendominasi stasiun-stasiun ini.
Dibanding dengan stasiun-stasiun Buyat 1, Buyat 2
dan Buyat 3, variable komunitas di stasiun-stasiun
Likupang menunjukkan nilai yang lebih baik. Di
sekitar perairan Selat Likupang, gangguan dan stress
anthropogenik dapat dikategorikan rendah karena
jumlah penduduk di pesisir masih relatif sedikit dan
kegiatan pertanian umumnya masih tradisional.
Dua stasiun yang menunjukkan dominasi
tinggi dan awal suksesi (komunitas juvenile) adalah
stasiun Totok 1 dan Totok 3 sedangkan stasiun-
stasiun Likupang 2, Likupang 3 dan Buyat 4
menunjukkan komunitas akhir suksesi (komunitas
klimaks). Komunitas makrozoobentik di stasiun-
stasiun lainnya menunjukkan pola antara (tahap
suksesi).
Analisis multivariate baik analisis cluster
maupun analisis faktorial korespondens telah
memisahkan dengan jelas 4 grup (assemblage)
makrozoobentik. Oleh karena analisis klasifikasi
mengelompokkan stasiun-stasiun berdasarkan
kemiripan spesies penghuninya, serta sebaran dan
kelimpahan spesies makrozoobentos sangat
dipengaruhi oleh kondisi substratnya, maka 4 grup
tersebut tersusun dari stasiun-stasiun yang memiliki
kondisi substrat (granulometri) yang mirip. Demikian
juga dengan analisis ordinasi (AFK), kedekatan antar
stasiun dapat berarti adanya kesamaan dalam profil
spesies dan sebaliknya, kedekatan titik-titik spesies
karena adanya kesamaan profil stasiun. Dengan
demikian maka pembentukan 4 grup stasiun adalah
104 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2011, Vol. 16 Nomor 2


juga merupakan pengelompokan 4 grup spesies yang
adalah karakteristik masing-masing stasiun. Spesies-
spesies di luar grup adalah spesies-spesies antara
yang lebih toleran terhadap berbagai karakteristik
stasiun.
Nampaknya terdapat dua faktor utama
pengendali pembentukan 4 grup ekologis ini yakni
faktor sedimen khususnya granulometri dan faktor
anthropogenik. Sumbu 1 memisahkan kelompok
spesies karakteristik habitat bersubstrat pasir sedang
(grup II) dan pasir kasar (grup III) di bagian negatif
sumbu dengan kelompok spesies karakteristik
substrat pasir halus (grup I) dan substrat lumpur
(grup IV) pada bagian positif sumbu. Sumbu 2
memisahkan grup (stasiun-stasiun Likupang) dengan
dominasi spesies sensitive (ekuilibrium) pada bagian
positif sumbu dengan grup (stasiun-stasiun Totok dan
Buyat) spesies tolerant (oportunistik) pada bagian
positif sumbu. Perubahan struktur komunitas
makrozoobentik sering merefleksikan variasi faktor
fisika-kimia lingkungan perairan karena fauna bentik
memiliki sifat yang terintegrasi dengan kondisi
lingkungan sekitarnya (Le Guellec, 1990). Dengan
teknik klasifikasi dan ordinasi, Junoy dan Vieitez
(1990) telah menyimpulkan bahwa karakteristik
sedimen dan tinggi pasang merupakan faktor yang
paling bertanggungjawab mengatur sebaran dan
kelimpahan komunitas makrozoobentik intertidal.
4. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian adalah pertama, struktur komunitas
(kelimpahan, sebaran, keanekaragaman serta
kekayaan spesies) dan assemblage (grup)
makrozoobentik substrat lunak di Semenanjung
Minahasa merupakan hasil respon terhadap kondisi
substrat terutama granulometri dan juga terhadap
tingkat stres anthropogenik khususnya sedimentasi,
baik berasal dari tailing maupun dari kegiatan
pertambangan rakyat. Kedua, struktur komunitas
serta assemblage makrozoobentik di perairan
dangkal Selat Likupang umumnya berada pada
kondisi alamiah dengan dominasi spesies sensitif,
sedangkan yang berada di Teluk Totok khususnya
dekat muara Sungai Ratatotok berada pada kondisi
buruk (awal suksesi) dengan dominasi spesies toleran
(oportunistik). Ketiga, berdasarkan karakteristik
struktur komunitas serta assemblage makro-
zoobentiknya, ekosistem bentos di Teluk Buyat
belum mencapai tahap akhir suksesi (ekosistem
ekuilibrium) kecuali pada kedalaman yang lebih
dangkal dekat muara Sungai Buyat.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia sesuai
dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah
Penelitian No. 009/SP2H/PP/DP2M/III/2010, oleh
karenanya Penulis menyampaikan terima kasih.
Daftar Pustaka
Abbott, R. T., 1977, Les Coquillages du Monde,
Marabout, Paris.
Abbott, R. T. and S. P. Dance, 1990, Compendium of
seashells, American Malacologists, Inc.,
Melbourne.
Bakus, G. J., 2007, Quantitative Analysis of Marine
Biological Communities. Field Biology and
Environment, John Wiley and Sons. Inc.,
Hoboken, New Jersey.
Barrett, G. W. and R. Rosenberg, 1981, Stress Effects
on Natural Ecosystems, John Wiley, New
York.
Blackwood, G. M. and E. N. Edinger, 2007,
Mineralogy and Trace Element Relative
Solubility Patterns of Shallow Marine
Sediments Affected by Submarine Tailings
Disposal and Artisanal Gold Mining, Buyat-
Ratatotok District, North Sulawesi,
Indonesia, Environ. Geol., 52, 803-818.
Campbell, A. C. and J. Nicholls, 1979, Guide de la
faune et de la flora littorales des mers
dEurope, Delachaux and Niestle, Paris.
Collignon, J., 1991, Ecologie et biologie marines:
Introduction l'halieutique. Mason, Paris.
Coumans, C., 2002, Submarine Tailings Disposal -
STD Toolkit, Mining Watch Canada, Ottawa
and Project Underground, Berkeley, CA,
USA.
Dance, S. P., 1993, Les Coquillages, Bordas, Paris.
Dauer, D. M., 1984, The use of Polychaete Feeding
Guilds as Biological Variables, Mar. Pollut.
Bull., 15:8, 301-305.
Dauer, D. M., 1993, Biological Criteria, Environment
Health and Estuarine Macrobenthic
Community Structure, Mar. Pollut. Bull., 26,
249-257.
Day, J. N., 1967, A Monograph on the Polychaeta of
Southern Africa, Publ. British Mus. (Nat
His.), London.
Gray, J. S. and M. Elliott, 2009, Ecology of Marine
Sediments. From Science to Management,
2
nd
ed., Oxford University Press. USA.
Gray, J. S., M. Aschan, M. R. Carr, K. R. Clarke, R.
H. Green, T. H. Pearson, R. Rosenberg, and
R. M. Warwick, 1988, Analysis of
Community Attributes of the Benthic
Macrofauna of Frierfjord/Langesundfjord
and in a Mesocosm Experiment, Mar. Ecol.
Prog. Ser., 46, 151-165.
Guille, A., P. Laboute et J. L. Menou, 1986, Guide
des toiles de mer, oursins et autres
chinodermes du lagon de Nouvelle-
Caldonie, Orstom, Paris.
Junoy, J. and J. M. Vieites, 1990, Macrozoobenthic
Community Structure in the Ria de Foz, an
Intertidal Estuary (Galicia, Northwest
Spain), Mar. Biol., 107, 329-339.
Kozloff, E. N., 1990, Invertebrates, Sounders
College Publ.
Lumingas dkk., Efek Stres Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat 105

Lebart, L., A. Morineau, and J. P. Fnelon, 1982,
Traitement des donnes statistiques,
Mthodes et programmes, Dunod, Paris.
Le Guellec, C., 1990, Contribution d'une Station
d'puration pour les Installations Maritimes
de Lanvoc-Poulmic (Finistre) tat Initial
des sdiments et des Communautes
Benthiques, Contrat Travaux Maritimes/
MICROMER/ECOSYSTEM U. B. O.,
Brest.
Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds, 1988, Statistical
Ecology, a Primer on Methods and
Computing, A Willey Interscience Publ.
New York.
Lumingas, L. J. L., 1990, Les Structures Trophiques
au sein de la Macrofaune des sdiments,
Rapport du DEA, Fac. des Science et
Technique, Univ. de Bretagne Occidentale,
Brest.
Orlando-Bonaca, M., L. Lipej, and S. Orfanidis,
2008, Benthic Macrophytes as a Tool for
Delineating, Monitoring and Assessing
Ecological Status: The Case of Slovenian
Coastal Waters, Mar. Pollut. Bull. (article in
press).
Pearson, T. H. and R. Rosenberg, 1978,
Macrobenthic Succession in Relation to
Organic Enrichment and Pollution of the
Environment, Oceanogr. Mar. Biol. A. Rev.,
16, 229-331
Pranovi, F., F. Da Ponte, and P. Torricelli, 2008,
Historical Changes in the Structure and
Functioning of the Benthic Community in
the Lagoon of Venice, Estuar. Coast. and
Shelf Sci., 76, 753-764.
Smith, R. W., M. Bergen, S. B. Weisberg, D. Cadien,
A. Dalkey, D. Montagne, J. K. Stull, and R.
G. Velarde, 2001, Benthic Response Index
for Assessing Infaunal Communities on the
Southern California Mainland Shelf, Ecol.
Applic. 11 :4, 1073-1087.
Thouzeau, G., 1989, Dterminisme du pr-
recrutement de Pecten maximus L. en Baie
de Saint-Brieuc, Thse (Tesis S3), Fac. des
Science et Technique, Univ. de Bretagne
Occidentale, Brest.
Warwick, R. M. and Ruswahyuni, 1987, Comparative
Study of the Structure of Some Tropical and
Temperate Marine Soft-bottom
Macrobenthic Communities., Mar. Biol., 95,
641-649.

Anda mungkin juga menyukai