Anda di halaman 1dari 29

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


komunitas makroalga laut merupakan kumpulan berbagai jenis populasi alga
laut yang menempati habitat tertentu. Populasi makroalga laut tersebut terdiri atas
beberapa jenis alga laut makrobentik yang saling berinteraksi dan berasosiasi dengan
organisme disekitar habitatnya. Jadi dapat diartikan bahwasanya struktur komunitas
merupakan gambaran mengenai kondisi suatu komunitas pada suatu tempat yang
mencakup komposisi jenis, dominansi jenis, dan indeks keanekaragaman jenis (Kadi
1988).
Makroalga merupakan jenis alga yang ukurannya relatif besar sehingga dapat
dilihat dengan menggunakan mata secara langsung tanpa perlu menggunakan alat
bantu seperti mikroskop. Makroalga sebagian besar hidup pada perairan laut.
Tumbuhan ini memerlukan substrat untuk tempat menempel agar dapat tumbuh.
Makroalga sebagian besar hidup di perairan laut. Makroalga epifit pada benda-benda
lain seperti, batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu, cangkang molluska, dan epifit
pada tumbuhan lain atau makroalga jenis yang lain (Resky 2017).
Makroalga pada ekosistem laut memiliki fungsi penting baik dari sisi ekologis
maupun dari sisi ekonomi. Secara ekologis makroalga memiliki fungsi sebagai
produsen primer dan habitat bagi beberapa biota laut seperti Moluscca, Crustaceae,
Echinodermata maupun ikan karang. Hal tersebut dikarenakan bentuk dari makroalga
yang rimbun sehingga mampu memberikan perlindungan dari terpaan ombak
(Marianingsih et al 2013). Secara ekonomi makroalga sudah banyak dimanfaatkan,
antara lain sebagai bahan makanan, obat, dan material penting pada berbagai
industri.
Substrat untuk tempat hidup makroalga harus memenehi beberapa kriteria.
Ada dua tipe substrat utama yang digunakan makroalga sebagai tempat hidup yaitu
substrat lunak meliputi lumpur, pasir, atau campuran pasir dan lumpur, serta substrat
keras yang meliputi karang mati, karang hidup dan batuan (Ferawati et al 2014).
Salah satu wilayah perairan yang memiliki kriteria tersebut adalah Teluk Prigi.

1
Teluk Prigi merupakan perairan yang terletak di pesisir Samudera Hindia
yang berbentuk teluk serta dikelilingi oleh bentang alam tebing yang tinggi. Secara
administrasi teluk prigi berada dalam wilayah Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa
Timur (Wibowo dan Adrim 2013). Perairan tersebut berpaparan terumbu karang (reef
plats), berpunggung terumbu (ridge) dan bagian luar bertubir (reef slope). Tipe
paparan terumbu karang ini merupakan habitat dari berbagai jenis makroalga (Kadi
2015).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja jenis makroalga yang terdapat di teluk Prigi ?
2. Bagaimana struktur komunitas makroalga yang meliputi kepadatan,
keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi pada perairan teluk prigi ?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini yaitu data yang diambil berupa jenis
makroalga yang ditemukan serta data kualitas perairan yang terdiri dari salinitas, pH,
DO, kecerahan dan suhu.

1.4 Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis makroalga yang ada di perairan teluk Prigi.
2. Menganalisa struktur komunitas makroalga di perairan teluk Prigi.

1.5 Manfaat
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Acuan pemanfaatan potensi makroalga di teluk Prigi
2. Sebagai dasar pengelolaan makroalga di Teluk Prigi

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Komunitas


Komunitas adalah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi secara terorganisir dalam
menjalankan fungsi-fungsi kehidupan yang saling mempengaruhi antar populasi.
Salah satu contohnya yaitu komunitas makroalga laut merupakan kumpulan berbagai
jenis populasi alga laut yang menempati habitat tertentu. Populasi makroalga laut
tersebut terdiri atas beberapa jenis alga laut makrobentik yang saling berinteraksi dan
berasosiasi dengan organisme disekitar habitatnya. Jadi dapat diartikan bahwasanya
struktur komunitas merupakan gambaran mengenai kondisi suatu komunitas pada
suatu tempat yang mencakup komposisi jenis, dominansi jenis, dan indeks
keanekaragaman jenis (Kadi 1988).
Struktur komunitas memiliki beberapa aspek untuk dipelajari antara lain
dominansi jenis, keanekaragaman jenis, dan pola persebaran jenis. Dominansi jenis
merupakan jenis suatu individu yang mempunyai jumlah paling banyak, memiliki
biomasa tinggi, menduduki permukaan terluas, serta memberikan kontribusi terbesar
dalam aliran energi dan siklus materi. Keanekaragaman jenis ditentukan oleh suatu
indeks keanekaragaman jenis yang dinyatakan oleh kekayaan jenis dan kesamarataan
distribusi individu. Peningkatan keanekaragaman jenis suatu individu berhubungan
langsung dengan peningkatan jumlah dan distribusi individu dalam popolasi tersebut.
Pola persebaran jenis menunjukan posisi relatif individu satu terhadap individu yang
lain menurut ruang. Ada tiga pola persebaran populasi yaitu seragam, acak, dan
mengelompok (Meifri 2017).
Struktur komunitas dibedakan menjadi dua yaitu struktur fisik dan struktur
biologi. Struktur fisik merupakan suatu komunitas tampak apabila diamati.
Sedangkan struktur komunitas biologi meliputi komposisi spesies, kelimpahan
individu dalam spesies, perubahan temporal dalam spesies, dan hubungan antara
spesies dalam suatu komunitas. Struktur biologi dalam komunitas sebagian
tergantung pada struktur fisik. Perubahan pada habitat akan berpengaruh terhadap

3
perubahan struktur komunitas, karena perubahan habitat akan berpengaruh pada
tingkat spesies yang merupakan susunan terkecil penyusun komunitas. (Meifri 2017).

2.2 Makroalga
Makroalga merupakan alga yang mempunyai bentuk dan ukuran tubuh yang
makroskopik yang artinya dapat dilihat dengan mata langsung tanpa memerlukan alat
bantu. Ukuran tubuh dari makroalgae berkisar mulai dari 10 mm sampai dengan 4
meter. Alga sendiri adalah organisme yang masuk ke dalam Kingdom Protista mirip
dengan tumbuhan, dengan struktur tubuh berupa thallus. Alga mempunyai pigmen
klorofil sehingga dapat berfotosintesis. Alga kebanyakan hidup di wilayah perairan,
baik perairan tawar maupun perairan laut (Guillermo 2008).
Makroalga yang dikenal juga sebagai rumput laut merupakan tumbuhan
thallus (Thallophyta) dimana organ-organ berupa akar, batang dan daunnya belum
terdiferensiasi dengan jelas (belum sejati). Sebagian besar makroalga di Indonesia
bernilai ekonomis tinggi yang dapat digunakan sebagai makanan dan secara
tradisional digunakan sebagai obat-obatan oleh masyarakat khususnya di wilayah
pesisir. Indonesia memiliki tidak kurang dari 628 jenis makro alga dari 8000 jenis
Makroalga yang ditemukan di seluruh dunia. Berikut ini merupakan salah satu jenis
makroalga dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Palallo 2013).

Gambar 2.1 Makroalga jenis Caulerpa racemosa (Guillermo 2008).

Bentuk tubuh dari makroalga bervariasi mulai dari berbentuk kerak sederhana,
berdaun, dan bentuk berserabut dengan struktur percabangan yang sederhana, hingga

4
bentuk yang lebih kompleks dengan struktur tubuh yang ideal untuk menangkap
cahaya, reproduksi, flotasi serta untuk menempel pada substrat. Makroalga
memerlukan substrat yang keras untuk menempel seperti karang maupun batuan.
Kebanyakan spesies makroalga tidak dapat tumbuh pada lumpur dan pasir karena
tidak memiliki akar yang masuk kedalam sedimen. Ciri khas lain dari makroalga
dibandingkan dengan tanaman yang tingkatannya lebih tinggi yaitu siklus kehidupan
dari makroalga yang cukup kompleks dan berbagai macam mode reproduksi. Rata-
rata makroalga bereproduksi dengan cara melepaskan gamet atau spora yang
diproduksi seksual atau aseksual kemuadian terjadi penyeberan secara vegetatif serta
secara fragmentasi (Guilermo 2008).

2.3 Morfologi makroalga


Rumput laut (makroalga) adalah ganggang berukuran besar yang merupakan
tanaman tingkat rendah dan termasuk ke dalam filum thallophyta. Dari segi
morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar,
batang dan daun, Secara keseluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip,
walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut sebenarnya hanyalah thallus
belaka. Bentuk thallus rumput laut ada bermacammacam, antara lain bulat, seperti
tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut (Kurniawan 2017).
Bentuk thallus makroalga bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung,
pipih, gepeng, bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya. Percabangan talus
ada yang dichotomous (bercabang dua terus menerus), pectinate (berderet searah pada
satu sisi talus utama), pinnate (bercabang dua-dua pada sepanjang thallus utama
secara berselang seling), ferticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu
utama dan adapula yang sederhana dan tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga
beraneka ragam, ada yang lunak seperti gelatin (gellatinous), keras diliputi atau
mengandung zat kapur (calcareous), lunak seperti tulang rawan (cartilagenous),
berserabut (spongious). Tipe-tipe percabangan makroalga dapat dilihat pada Gambar
2.2 (Aslan 1998).

5
Gambar 2.2 Tipe-tipe percabangan makroalga, (1) Tidak bercabang (2) dichotomous,
(3) pinnate alternate, (4) pinnate distichous, (5) tetratichous, (6)
ferticillate, (7) polystichous, (8) pectinate, (9) monopodial, (10)
sympodial (Aslan 1998)
Rumput laut memperoleh atau menyerap makanan melalui sel-sel yang
terdapat pada thallusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput laut
akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembang biak. Morfologi
rumput laut dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Juneidi 2004).

Gambar 2.3 Morfologi makroalga (Afrianto dan Liviawati 1993 dalam Kurniawan
2017).

Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari holdfast yaitu bagian
dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan thallus yaitu
bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai percabangan mempunyai
fungsi untuk menyerap zat makanan dari perairan dan melakukan fotosintesis.
Perbedaan bentuk holdfast terjadi akibat proses adaptasi terhadap keadaan substrat

6
dan pengaruh lingkungan seperti gelombang dan arus yang kuat yang dapat mencabut
holdfast tersebut. Holdfast pada substrat yang keras dan berbentuk stolon merambat
pada substrat berpasir (Atmadja et al 1996).

2.4 Reproduksi Makroalga

2.4.1 Reproduksi seksual


Perkembangbiakan secara seksual gametofit jantan yang disebut spermatia.
Spermatia ini akan menghasilkan sel jantan melalui pori spermatangia akan
menghasilkan sel jantan yang disebut spermatia. Spermatia ini akan membuahi sel
betina pada cabang karpogonia dari gametofit betina. Hasil pembuahan ini akan
keluar sebagai karpospora. Setelah terjadi proses germinasi akan menjadi tanaman
yang tidak beralat kelamin atau disebut sporofit (Aslan 1998).

2.4.2 Reproduksi Aseksual


Perkembangan secara aseksual terdiri dari penyebaran tetraspora, vegetatif
dan konjugatif. Sporafit dewasa menghasilkan spora yang disebut tetraspora yang
sesudah proses germinasi tumbuh menjadi tanaman beralat kelamin, yaitu gametofit
jantan dan gametofit betina. Perkembangbiakan secara vegetatif adalah dengan cara
stek. Potongan seluruh bagian thallus akan membentuk percabangan baru dan tumbuh
berkembang menjadi tanaman dewasa. Konjugasi merupakan proses peleburan
dinding sel dan percampuran protoplasma anatara dua thalus. Daur hidup makroalga
dapat dilihat pada gambar 2.4 (Kurniawan 2017).

7
Gambar 2.4 Daur hidup makroalga (Kurniawan 2017)

2.5 Klasifikasi Makroalga


Makro alga secara taksonomi masuk kedalam kingdom protista karena bagian
tubuhnya seperti akar, batang dan daunnya belum dapat teridentifaksi dengan jelas.
Secara taksonomi makroalga dikelompokkan ke dalam Thallophyta karena tubuhnya
terdiri dari thalus. Thallophyta terdapat tiga Phylum cukup besar yaitu Chlorophyta
(alga hijau), Phaeophyta (alga coklat), dan Rhodophyta (alga merah). Chlorophyta,
Phaeophyta, dan Rhodophyta merupan filum yang banyak hidup dilingkungan laut
dengan tubuh tersusun secara multiseluler.(Waryono 2001). Berikut ini merupakan
sistem standart klasifikasi untuk makroalga menurut Robert (2008) adalah sebagai
berikut :
Phylum – phyta
Class – phyceae
Family – aceae
Genus
Species

2.5.1 Chlorophyta
Alga ini merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga. Perbedaan dengan
divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat
tinggi karena mengandung pigmen klorofik a dan b, karotin dan xantofil, violasantin,

8
dan lutein. Beberapa xanthofil jumlahnya melimpah ketika organisme tersebut masih
muda dan sehat, xanthofil lainya akan tampak dengan bertambahnya umur. Pigmen
selalu berada dalam plastida ini disebut kloropas. Dinding sel lapisan luar terbentuk
dari bahan pektin sedangkan lapisan dalam dari selulosa. Alga hijau yang tumbuh di
laut di sepanjang perairan yang dangkal serta melekat pada batuan dan sering kali
muncul apabila air menjadi surut (Kurniawan 2017). Menurut Juana (2009) dalam
Kurniawan (2017) tercatat setidaknya ada 12 genus makroalga hijau yang sering kali
dijumpai diperairan Indonesia.
Salah satu jenis dari Chlorophyta yaitu Halimeda Opuntia yang memiliki
klasifikasi menurut Lamouroux (1758) dalam Hendrik et al (2017) adalah sebagai
berikut :

Kingdom : Protista
Filum : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Bryopsidales
Famili : Halimedaceae
Genus : Halimeda
Spesies : Halimeda opuntia

Thallus tegak, bersegmen dengan percabangan tidak teratur pada thallus.


Mengandung pigmen a dan b. Alat pelekat berupa filamen yang keluar dari segman
basal yang mencengkram substrat, blade bekapur, sangat kaku, bentuknya bertekuk
tiga, susunannya tumpang tindih, tidak teratur dan tidak terletak pada suatu
percabangan tidak beraturan sehingga thallus terletak tidak pada satu bidang.
(Hendrik et al 2017).

9
Gambar 2.5 Halimeda opuntia (Hendrik et al 2017)

2.5.2 Phaeophyta
Phaeophyta adalah ganggang yang berwarna coklat/pirang. Dalam
kromatoforanya terkandung klorofil a, karotin dan xanthofil tetapi yang terutama
adalah fikosantin yang menutupi warna lainnya dan menyebabkan ganggang itu
kelihatan berwarna pirang. Sebagai hasil asimilasi dan sebagai zat makanan cadangan
tidak pernah ditemukan zat tepung, tetapi sampai 50 % dari berat keringnya terdiri
atas laminarin, sejenis karbohidrat yang menyerupai dekstrin dan lebih dekat dengan
selulosa daripada zat tepung. Selain laminarin, juga ditemukan manit, minyak dan
zat-zat lainnya. Dinding selnya sebelah dalam terdiri atas selulosa, yang sebelah luar
dari pektin dan di bawah pektin terdapat algin. Selselnya hanya mempunyai satu inti.
Perkembangbiakannya dapat berupa zoospora dan gamet. Kebanyakan phaeophyceae
hidup dalam air laut dan hanya beberapa jenis saja yang dapat hidup di air tawar.
Thallusnya dapat mencapai ukuran yang amat besar dan sangat berbeda-beda
bentuknya (Tjitrosoepomo 1994).
Kelompok alga coklat memiliki bentuk yang bervariasi dan sebagian besar
jenis-jenisnya berwarna coklat atau pirang. Warna tersebut tidak berubah walaupun
alga ini mati atau kekeringan(Junaidi 2004). Ciri-ciri umum alga coklat adalah :
1. Thallus berbentuk lembaran (Padina australis), bulatan (sargassum duplicatum)
atau batangan (Dictyota bartayresiana) yang bersifat lunak atau keras.

10
2. Berwarna pirang atau coklat.
3. Mengandung pigmen fotosintetik yaitu carotene, fucoxantin, klorofil a dan c
Salah satu jenis dari Phaeophyta adalah Padina Australis yang memiliki
klasifikasi menurut Hauck (1887) dalam Hendrik et al (2017) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Protista
Phylum : Phaeophyta
Class : Phaeophyceae
Ordo : Dictyotales
Family : Dictyotaceae
Genus : Padina
Spesies : Padina australis

Bentuk thallus seperti kipas membentuk segmen-segmen lebaran tipis, tinggi


thallus 10,2-10,4 cm. Berwarna coklat kekuningan karena mengandung pigmen
fikosantin. Memiliki garis konsentris ganda pada permukaan bawah berjumlah 2.
Perkapuran terjadi di bagian permukaan daun, memiliki holdfast rhizoid seperti
cakram yang biasa digunakan untuk menempel pada substratnya, dengan panjang 1,1-
2,1 cm. Padina dapat dilihat pada gambar 2.6 (Hendrik et al 2017).

Gambar 2.6 Padina australis (Junaeidi 2004)

2.5.3 Rhodophyta
Rhodophyta sebagian besar hidup dilaut, terutama dalam lapisan-lapisan air
yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya gelombang pendek. Hidupnya
melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat. Hanya beberapa jenis

11
saja yang hidup di air tawar. Rhodophyta berwarna merah sampai ungu, beberapa
juga berwarna pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau suatu
lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid (Juana 2009).
Salah satu jenis dari divisi Rhodophyta adalah Acanthopora muscoides yang
memiliki klasifikasi menurut Boergesen (1802) dalam Hendrik et al (2017) adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Protista
Filum : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Ordo : Ceramiales
Famili : Ceramiceae
Genus : Acanthophora
Spesies : Acanthophora muscoides

Bentuk thallus silindris, berduri tumpul seperti bulatan lonjong. Tumbuh


melekat pada batu di daerah rataan terumbu karang. Acanthophora muscoides dapat
dilihat pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Acanthophora muscoides (Junaidi 2004)

2.6 Habitat
Makroalga laut merupakan tumbuhan yang tidak berpembuluh yang tumbuh
melekat pada substrat didasar laut. Penyebaran makroalga laut terdapat didaerah
intertidal dan subtidal wilayah yang masih terkena sinar matahari yang cukup untuk

12
dapat melakukan proses fotosintesis. Habitat makroalga laut berada pada perairan
paparan terumbu dan tubir dengan kedalaman 0,5-10m (Atmadja et al 1996).
Makroalga laut akan tumbuh dengan baik didaerah yang cukup untuk
melakukan fotosintesis, seperti pada daerah intertidal sampai daerah subtidal. Daerah
intertidal merupakan daerah terbuka yang selalu tersinari cahaya matahari dan
terendam oleh air secara bergantian saat terjadi pasang surut air laut, sedangkan
daerah subtidal adalah bagian laut yang terletak antara batas surut terendah dengan
paparan benua dengan kedalaman 200 m. Tubuh makroalga laut tidak memiliki akar
sejati, sehingga untuk hidup akan menempel pada substrat dan seluruh bagian talus
mengambil air dengan cara osmosis. Substrat tersebut dapat berupa lumpur, pasir,
karang, karang mati, kulit kerang, dan batu (Atmadja 1999).

2.7 Parameter Kualitas Perairan


2.7.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme, karena itu suhu sangat mempengaruhi baik metabolisme maupun
perkembangan organisme. Perairan tropis memiliki perbedaan atau variasi suhu air
laut yang tidak terlalu besar disepanjang tahun yakni berkisar antara 27-32 ℃.
Temperatur ideal untuk pertumbuhan makroalga diadaerah tropis yaitu 15-30 ℃
(Romimohtarto 1999).
Perubahan suhu yang ekstrim akan mengakibatkan kematian bagi makroalga
yakni terganggunya tahap-tahap reproduksi dan terhambatnya pertumbuhan. Secara
fisiologis, suhu rendah mengakibatkan aktifias biokimia dalam tubuh thalus berhenti.
Apabila suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan rusaknya enzim dan hancurnya
mekanisme biokimiawi dalam thalus makroalga (Chapman 1997).

2.7.2 Salinitas
Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah zat padat yang larut dalam suatu
volume air dan dinyatakan dalam permil. Menurut Atmadja (1999) makroalga
tumbuh pada perairan dengan salinitas antara 13-37 %/ Menurut Lunning (1990)
dalam Meifri (2017) makroalga laut umumnya hidup dilaut dengan salinitas antara

13
30-32%, namun banyak jenis makroalga laut hidup pada kisaran salinitas yang lebih
besar. Salinitas berperan penting dalam kehidupan alga laut, salinitas yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan proses fisiologis.

2.7.3 Cahaya
Makroalga laut merupakan organisme fotosintetik yang membutuhkan cahaya
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembanganny. Setiap jenis
makroalga mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap intensitas cahaya.
Perairan dengan kondisi intensitas cahaya yang tinggi dapat mendukung makroalga
untuk melangsungkan proses fotosintesis dengan baik (Kadi et al 1988).

2.7.4 pH
Makroalga laut dapat tumbuh pada pH sekitar 6-9 sedangkan nilai pH 7,5-8
merupakan nilai pH yang optimal untuk makroalga dapat tumbuh dengan baik.
Pertumbuhan makroalga akan terganggu apabila nilai pH tidak sesuai. Hal tersebut
karena pH sangat berpengaruh terhadap aktifitas enzim (Meifri 2017).

2.7.5 Nutrisi
Keberadaan nutrisi bagi makroalga laut diperoleh dan disediakan oleh air laut
disekelilingnya. Makroalga laut memerlukan unsur makro/mikro dalam bentuk
senyawa organik yang terlarut dalam perairan sehingga diperlukan gerakan air yang
cukup. Kesuburan masa reproduksi makroalga laut dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi dalam perairan, antara lain adalah unsur Nitrogen, Fosfor, Belerang,
Magnesium dan Karbon (Meifri 2017).

2.8 Teluk Prigi


Teluk Prigi adalah perairan di Pesisir Samudera Hindia yang berbentuk teluk
yang dikelilingi oleh bentang alam tebing yang tinggi. Secara administratif Teluk
Prigi berada dalam wilayah Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa timur. Sebagai
bagian wilayah pesisir perairan selatan Jawa perairan Teluk Prigi sangat ditentukan
iklim Samudera Hindia. Karakteristik gelombang laut berenergi tinggi dan pantai

14
berbatu terjal (rocky -shore) telah menjadikan ekosistem dan habitat yang unik.
Wilayah perairan Teluk Prigi dapat dilihat pada gambar 2.8 (Wibowo 2013).

Gambar 2.8 Perairan Teluk Prigi (Kadi 2015)

Teluk Prigi meliputi Pantai Popoh, Pasir-Putih, Damas, dan Cengkrong


termasuk wilayah Kabupaten Trenggalek, Sedangkan Pantai Popoh sebagian
perairannya masuk dalam wilayah Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Perairan
Teluk Prigi secara umum mempunyai paparan terumbu karang dan Pantai termasuk
berpaparan sempit, mulai dari arah Pantai Popoh sampai ke Pantai Cengkrong
panjang mencapai 7-8 kilometer. Lebar paparan terumbu dari garis pantai sampai ke
arah tubir mencapai 50-150 meter, ujung tubir langsung dalam dan daratan tepi pantai
berpasir atau berbatu. Paparan terumbu dari garis pantai terbagi atas substrat pasir,
batu karang daerah tubir karang hidup. Perairan tersebut berpaparan berpaparan
terumbu karang (reef plats), berpunggung terumbu (ridge) dan bagian luar bertubir
(reef slope). Tipe paparan terumbu karang tersebut merupakan habitat dari berbagai
jenis makroalga (Kadi 2015).

2.9 Risalah Penelitian

Berikut ini merupakan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tentang


makroalga ini dapat dilihat pada Tabel 2.1:

15
Tabel 2.1 Risalah Penelitian
Nama Judul Sumber Hasil
Rosi Struktur Skripsi. Ditemukan 14 jenis
Noviyanti.2017 Komunitas Universitas makroalga yaitu
Makroalga di Trunojoyo Halimeda oputunia,
Perairan Pulau Madura Caulerpa recemosa,
Giliyang, Udotea orintalis,
Kecamatan Caulerpa serrulata,
Dungkek, Caulerpa lentilifera,
Kabupaten Halimeda macroloba,
Sumenep, Madura Padina australis,
Sargassum polycystum,
Sargassum oligocystum,
Harmophysa
cuneiformis, Turbinaria
ornata, Dictyota
cevicornis, Galaxaura
apiculata dan Laurencia
nidfica. Indeks
keanekaragaman (H’) =
2,197 . Indeks
keseragaman (E)= 0,893.
Indeks Dominasi (D) =
0,116.
Yumima Sinyo Studi Jurnal Ditemukan 9 jenis
dan Nurito keanekaragaman Bioedukasi makroalga yaitu
Somadayo. Jenis Makroalga 1(2):120-132 Halimeda incrasta,
2013 di Perairan Pantai Halimeda macrolaba,
Pulau Dofamuel Halimeda opuntia,
Sidangoli Halimeda Selendrica,
Kecamatan Ceratodictyon
Jailolo Selatan spongiosum, Padina
Kabupaten australis, Eucheuma sp
Halmahera Barat dan Crytonemia
cramulata. Jenis
Halimeda makrolaba
dikatagorikan memiliki
nilai keanekaragaman
tinggi (0,357), jenis
Halimeda opuntia
dikatagorikan memiliki
nilai keanekaragaman
rendah (0,344), jenis
Cryptonemia cramulata

16
dikatagorikan memiliki
nilai keanekaragaman
rendah (0,030).
Ridho Keanekaragaman Skripsi. Hasil penelitian
Kurniawan. Jenis Makroalga Universitas ditemukan 9 jenis
2017 di Perairan Laut Maritim Raja ergesenia forbesii,
Desa Teluk Ali Haji halimeda discoides,
Bakau Kabupaten Tanjung Pinang caulerpa racemosa,
Bintan Kepulauan turbinaria conoides,
Riau dictyopteris
polypodioides, padina
australis, sargassum
polycarpum, amphiroa
fragilissima dan
eucheuma spinosum.
Nilai Keanekaragaman
jenis makroaga di
perairan laut Desa Teluk
Bakau Kabupaten Bintan
dikategorikan “Sedang”
dengan nilai 2,
Keseragaman jenis
dengan kategori “Tinggi”
dengan nilai 0,88,
dominansi jenis dengan
kategori “stabil” dengan
nilai 0,18 dan
kelimpahan jenis
sargassum polycarpum
lebih melimpah
jumlahnya di banding
jenis lain.
Hendrik Victor Anailisis Struktur Jurnal . Komposisi spesies
Ayhuan, Komunitas Teknologi makroalga ditemukan 28
Neviaty Putri Makroalga Perikanan dan spesies yang
Zamani, Dedi Ekonomis Penting Kelautan. 8(1) : diklasifikasikan ke dalam
Soedharma. di Intertidal 19-38 3 divisi, 3 kelas, 11 ordo,
2017 Manokwari Papua 16 famili, dan 19 genus.
Barat. Spesies alga yang di
temukan tersebut
dikelompokkan dalam 3
divisi utama yaitu alga
hijau (Chlorophyta) 14
spesies, alga merah

17
(Rhodophyta) 8 spesies
dan alga coklat
(Phaeophyta) 6 spesies.
Meifri Fafurit. Struktur Skripsi. Jenis alga makrobentik
2018 Komunitas Alga Universitas yang ditemukan
Laut Makrobentik Jember tergolong dalam tiga
(Seaweed) di divisi yaitu Chlorophyta,
Zona Intertidal phaeophyta, dan
Pantai Bama rodhophyta terdiri atas 11
Taman Nasional suku dan 17 jenis. Jenis
Baluran yang paling
mendominasi adalah
Sargassum polycystum,
dan INP sebesar 41,15%.
Jenis Halimeda
macrolaba dengan INP
sebesar 39,89% dan jenis
Udotea sp. Sebesar
0,79%/

18
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan penelitian ini berlokasi di Teluk Prigi, tepatnya di Kabupaten
Trenggalek. Kegiatan penelitian untuk pengambilan data dilapang dilaksanakan
selama 5 hari mulai ta nggal 01 November 2018 sampai dengan tanggal 05 November
2018. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian


Pengambilan sampel makroalga menggunakan 3 stasiun pengamatan. Guna
mempermudah proses penelitian pengamatan dan pengambilan sampel dilaksanakan
pada saat pantai mengalami surut terendah. Titik lokasi penelitian dapat dilihat pada
Tabel 3.1.

19
Tabel 3.1 Titik lokasi penelitian

Stasiun Titik Titik koordinat Kondisi


pengamatan Latitude Longitude
Stasiun 1 1 S 08⁰20’02.52” E 111⁰41’21.99” Dekat tempat
Desa 2 S 08⁰19’59.56” E 111⁰41’21.99” wisata
karanggandu 3 S 08⁰19’54.32” E 111⁰41’22.74”
Stasiun 2 1 S 08⁰17’20.64” E 111⁰43’03.01” Dekat
Desa Tasikmadu 2 S 08⁰17’18.74” E 111⁰43’08.94” pelabuhan
3 S 08⁰17’17.45” E 111⁰43’16.14”
Stasiun 3 1 S 08⁰18’21.52” E 111⁰44’45.63” Dekat
Desa 2 S 08⁰18’22.65” E 111⁰44’47.11” pemukiman
Karanggongso 3 S 08⁰18’24.52” E 111⁰44’48.59”

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan untuk pengukuran kualitas perairan dan identifikasi
jenis-jenis makro alga di Teluk Prigi dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Alat dan Bahan


No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. DO meter Mengukur kandungan oksigen terlarut
2. pH meter Mengukur pH perairan
3. GPS Mengukur titik koordinat
4. Refraktometer Mengukur salinitas perairan
5. Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
6. Tissu Mengeringkan alat
7. Roll meter Mengukur panjang garis transek
8. Transek kuadran 1 x 1 m Batasan lokasi pengamatan makroalga
9. Buku identifikasi Panduan dalam mengidentifikasi makroalga
10. Seccchi Disk Mengukur kecerahan perairan
11. Box Sterofoam Tempat menampung sampel makroalga
12. Es Batu Mengawetkan sampel makroalga
13. Alkohol 70% Mengawetkan sampel makroalga

3.3 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Persiapan alat dan bahan


Persiapan alat dan bahan merupakan tahapan pertama yang dilaksanakan dalam
penelitian ini. Alat yang digunakan berupa alat untuk pengambilan data makroalga

20
serta alat pengukur parameter kualitas perairan. Alat-alat untuk mengukur kualitas
perairan terdiri dari, GPS yang berfungsi untuk mengetahui titik koordinat lokasi
pengambilan data, DO meter digunakan untuk mengukur kadar oksigen terlarut dan
suhu perairan, pH meter untuk mengukur derajat keasaman, refraktometer untuk
mengukur salinitas perairan, secci disk untuk mengukur kecerahan perairan.
Sedangkan untuk pengambilan data makroalga alat yang digunakan yaitu rol meter
sepanjang 50 m dan transek kuadran 1 x 1 m, serta buku identifikasi untuk
mengetahui jenis makroalga yang ditemukan, dan juga kamera serta alat tulis untuk
dokomentasi dan mencatat data.

3.3.2 Penentuan Lokasi


Penentuan titik sampling dilakukan pada daerah pasang surut perairan teluk
Prigi. Penentuan titik lokasi pengambilan data yang dipilih dengan pertimbangan
lokasi dimana ditemukan makroalga pada keadaan lingkungan yang berbeda. Yaitu
pada pada lokasi pelabuhan yang terletak di desa Tasikmadu tepatnya disekitar
Pelabuhan Perikanan Nasional Prigi. Lokasi ke 2 berada pada desa Karanggandu
yang merupakan stasiun dengan katagori dekat dengan tempat wisata tepatnya Pantai
Cengkrong. Lokasi ke 3 berada di desa Karanggongso yang merukan stasiun dengan
katagori dekat dengan tempat pemukiman.

3.3.3 Pengambilan Data

3.3.3.1 Data makro alga


Metode pengambilan sampel menggunakan metode transek (line transect)
dengan tekhnik sampling kuadran (English et al 1997 dalam Hendrik et al 2017).
Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun dengan masing-masing 3 titik lokasi
penelitian dimana penempatan transek diletakan tegak lurus (vertikal) terhadap garis
pantai sepanjang 50 m dengan 5 transek kuadran (1x1m) jarak antar kuadran dalam
satu garis transek adalah 10m serta jarak antar transek 50 m. Pencatatan data jenis
makroalga dilakukan disetiap plot dengan cara mencatat karekteristik morfologi
setiap jenis makroalga yang ditemukan didalam plot. Persen penutupan dicatat

21
dengan cara membatasi plot ukuran 1x1m2 menjadi 25 bagian yang sama sehingga
setiap batasan plot mewakili 4 % penutupan, hal tersebut berdasarkan estimasi %
penutupan makroalga laut oleh McKenzle et al (2001) dalam Meifri (2016).
Pengamatan basah dari setiap spesimen dibuat untuk kepentingan identifikasi jenis.
Pengawetan dilakukan dengan cara merendam alga laut kedalam alkohol 70%.
Sebelum dibuat awetan, dilakukan pengambilan gambar untuk mendokumentasikan
warna dan morfologi karena umumnya makroalga laut berubah warna (Atmadja et al
1996).

3.3.3.2 Data kualitas perairan


Pengukuran kualitas perairan dilakukan dengan cara mengambil sampel air
dan mengukur secara insitu di perairan teluk Prigi kabupaten Trenggalek. Parameter
kualitas perairan yang diukur yaitu: Salinitas, pH, Oksigen terlarut, suhu dan
kecerahan.

1. Salinitas
Pengukuran salinitas mengunakan alat refraktometer yang terlebih dahulu
dikalibrasi dengan menggunakan aquades, bertujuan agar alat yang dgunakan dalam
keadaan standart. Sampel air laut diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk
diteteskan pada lensa yang terdapat pada refraktometer, setelah itu dilakukan
pembacaan skala pada lensa yang terdapat pada refraktometer mengenai nilai salinitas
dari sampel air yang diambil dengan satuan ‰ (SNI 06-2412-1991 dalam Kurniawan
2017).

2. pH
Nilai pH pada perairan diukur dengan menggunakan pH meter. Sampel yang
akan diuji diambil dengan menggunakan wadah plastik. Prosedur pengujian pH
dengan menggunakan meter diawali dengan melaukan kalibrasi alat pH meter dengan
larutan penyangga sesuai instruksi kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran.
Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektoda dengan air suling. Celupkan
elektroda kedalam contoh uji sampai pH meter menunjukan nilai pembacaan yang

22
tetap. Catat hasil pembacaan skala atau angka tampilan dari pH meter (SNI 06-
6989.11-2004 dalam Kurniawan 2017).

3. Oksigen Terlarut
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan alat DO meter.
Prosedur pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan cara probe oksigen terlarut
disiapkan dan dimasukan kedalam socket DO pada alat dengan benar dan pada posisi
yang tepat, tombol “power” ditekan untuk menghidupkan alat. Tombol “mode” pada
alat ditekan, hingga layar alat menunjukan tampilan “% O2”. Dibiarkan selama 5
menit hingga angka stabil dan tidak berubah. Kalibrasi alat dilakukan sebelum
melakukan pengukuran, dengan cara menekan tombol “rec” dan “hold” secara
bersamaan. Tombol “enter” ditekan, tunggu selama 30 detik, hingga pada layar
menunjukan tampilan “%O2” menunjukan angka 20.9 tombol “func” ditekan hingga
menunjukan tampilan “mg/L” kemudian alat dapat digunakan untuk pengukuran
oksigen terlarut dengan cara dicelupkan kedalam sampel air yang akan diuji ditunggu
sampai nilai nya tetap dan tidak berubah untuk selanjutnya dapat dicatat hasilnya
(Lutron CO.LTD.ISO 9001 dalam Kurniawan 2017).

4. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan multi tester, pengujian
suhu dilakukan bersamaan dengan pengukuran oksigen terlarut. Pengukuran suhu
dilakukan dengan menghidupkan multi tester dengan menekan tombol “on”
kemudian probe dimasukan untuk pengukuran suhu. Selanjutnya probe pada alat
tersebut dicelupkan ke perairan yang akan diukur dengan seluruh bagian probe harus
tercelup didalam air. Setelah itu didiamkan beberapa menit sampai dapat dipasitkan
angka yang ditunjukan pada layar berada dalam kondisi tidak bergerak (stabil).
Kemudian nilai suhu yang ditunjukan pada layar sebelah kiri bawah tersebut dicatat
hasilnya (Lutron.CO.LTD.ISO 9001 dalam Kurniawan 2017).

23
5. Kecerahan
Pengukruan kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk dengan
cara dimasukan kedalam perairan sampai untuk pertama kalinya tidak tampak lagi,
kemudian ditarik secara perlahan sehingga untuk pertama kalinya secchi disk
nampak. Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung kecerahan
(SNI 06-2412-1991 dalam kurniawan 2017) :

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 (𝑚) + 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑎𝑘 (𝑚)


𝐾𝑒𝑐𝑒𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 =
2

3.3.4 Perhitungan Data

1. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman jenis biota perairan dapat diketahui dengan menggunakan
indeks shannon-Wienner (H’). Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat
pada tabel 3.2. Berikut ini merupakan rumus indeks keanekaragaman menurut
Ludwig dan Reynolds (1988) dalam Hendrik et al (2017) yaitu :

𝑠

𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝐻 = ∑ ( ) 𝑙𝑛 ( )
𝑁 𝑁
𝑡=1

Keterangan :

H’ : Indeks keanekaragaman
ni : Jumlah individu setiap jenis i
N : Jumlah total individu
Tabel 3.3 Kisaran nilai indeks keanekaragaman

No. Keanekaragaman Katagori


1. H’<2,0 Rendah
2. 2,0<H’<3,0 Sedang
3. H’>3 Tinggi
Sumber : (Palalo 2013).

24
2. Indeks Keseragaman
Keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan yaitu komposisi individu
tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Kisaran nilai indeks
keanekaragaman dapat dilihat pada tabel 3.3. Berikut ini merupakan rumus untuk
mengetahui indeks keseragaman menurut Krebs (1989) dalam Hendrik (2017)yaitu :

𝐻′
𝐸=
𝐻 ′ 𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑆

Keterangan :
H’maks = ln S : Jumlah Individu
E : Indeks Keseragaman
H’ : Indeks Keanekaragaman
Tabel 3.4 Kisaran nilai indeks keanekaragaman

No. Keseragaman Katagori


1. 0,00<E<0,50 Rendah
2. 0,50<E<0,75 Sedang
3. 0,75<E<1,00 Tinggi
Sumber : Palalo (2013)

3. Dominasi
Dominasi jenis tertentu di perairan dapat diketahui dengan menggunakan
indeks dominansi Simpson. Kisaran nilai indeks dominasi dapat dilihat pada tabel
3.4. Berikut ini merupakan rumus indeks dominsi menurut Krebs (1989) dalam
Hendrik (2017) yaitu :
𝑠
𝑛𝑖 2
𝐷 = ∑( )
𝑁
𝑡=1

Keterangan :
D : Indeks Dominansi Simpson
ni : Jumlah individu jenis i
N : Jumlah total individu seluruh jenis

25
Tabel 3.5 Kisaran nilai dominasi

No. Dominasi (D) Katagori


1. D=0 Stabil
2. D=1 Labil
Sumber : Hendrik (2017)

D = 0, Berarti tidak terdapat sspesies yang mendominansi spesies lainnya atau


struktur komunitas dalam keadaan stabil.
D = 1, Berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur
komunitas labil, karena tekanan ekologis (stress).
Semakin besar nilai indeks dominasi semakain besar kecenderungan salah
satu spesies mendominansi populasi. Suatu komunitas mempunyai keanekaragaman
jenis tinggi jika komunitas itu tersusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan
spesies yang sama. Sebaliknya jika komunitas itu tersusun oleh sangat sedikit spesies
dan jika hanya sedikit saja spesies yang mendominansi, maka keanekaragamannya
renda (Fachrul 2007).

4. Kepadatan Jenis
Kelimpahan diartikan sebagai jumlah individu yang ditemukan persatuan luas.
Berikut ini merupakan rumus kelimpahan menurut Krebs (1989) dalam Hendrik
(2017) yaitu :

𝑛𝑖
𝐾=
𝐴

Keterangan :
K : Kelimpahan jenis (individu/m2)
ni : Jumlah individu dari spesies ke i (individu)
A : Luas area pengamatan (m2)

26
3.3.5 Analisis Data
Analisis secara deskriptif merupakan tipe analisis data yang digunakan pada
penelitian ini. Data yang dideskripsikan yaitu data mengenai jenis Makroalga yang
ditemukan setelah melalui proses identifikasi untuk mengetahui jenis-jenis yang
tersebar, komposisi jenis dan keanekaragam jenis makroalga dengan mencari nilai
indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dominansi dan kelimpahan jenis
makroalga. Form identifikasi jenis makroalga dapa dilihat pada Tabel 3.6 .
Tabel 3.6 Form identifikasi jenis makroalga
No. Ciri-ciri Gambar lapang Gambar literatur Spesies

Data hasil pengukuran parameter lingkungan perairan akan dibandingkan


dengan standar baku mutu Kepmen-LH No.51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut
untuk biota laut dapat dilihat pada (Tabel 3.7). Data yang diperoleh dilapangan akan
dianalisis secara tabulasi dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
Tabel 3.7 Parameter perairan
Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Standart Baku
Perairan Mutu
Suhu
Kecerahan
pH
Salinitas
Oksigen terlarut

27
DAFTAR PUSTAKA

Antonius, p.,Rumengan., Desy, A., Billy, J., dan Rene, C, K. 2014. Kajian anti piretik
dan anti oksidan dari ekstrak alga hijau boergesenia forbesii. Jurnal
Rumengan. 1(1): 1-12

Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 97 Halaman.

Atmadja, W.S., Kadi, A., dan Subagdja, W.1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput
Laut Indonesia. Jakarta:Puslitbang Oseanologi, LIPI

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. 198


Halaman.

Ferawati, E., Dwi, S.W., dan Insan, I. 2014. Studi komunitas lamun pada berbagai
substrat diperairan pantai permisan kabupaten cilacap. Scripta Biologica, 1(1):
55-60

Guilermo, D,P., dan Laurence, J,M. 2008. Environmental status of the Great Barier
Reef:Macroalgae (Seaweds). Great Barrier Reef Marine Park Authority

Hendrik, V, A,. Neviaty, P, Z,. Dan Dedi, S. 2017. Analisis struktur komunitas
makroalga ekonomis penting di perairan intertidal manokwari, Papua Barat.
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 8(1):19-38
Isdradjad, S., Edy, S., Ucun, J., Bahtiar., dan Harmin, H . 2009. Seri Biota Laut
Rumput Laut Indonesia. Kendari. UNHALU Press
Junaedi, W. A. 2004. Rumput Laut, Jenis dan Morfologinya. Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan. Nabire.
Kadi A, Atmadja WS. 1988. Rumput Laut (Algae) Jenis, Reproduksi, Produksi,
Budidaya dan Pasca Panen. Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta 71 halaman.
Kadi, A. 2015. Stok rumput laut alami diperairan di perairan Teluk Prigi Kabupaten
Trenggalek. Jurnal Biosfera. 32(3) : 176-184
Kurniawan, A. 2017. KEANEKARAGAMAN JENIS MAKROALGA DI
PERAIRAN LAUT DESA TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN
KEPULAUAN RIAU. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung
Pinang.
Marianingsih, P., Evi, A., Teguh, S. 2013. Inventarisasi dan identifikasi makroalga
diperairan pulau untung jawa. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Negeri
Lampung

28
Meifri, F. 2016. Struktur komunitas alga laut makrobentik (seaweed) di zona
intertidal pantai Bama Taman Nasional Baluran. Skripsi. Universitas Negeri
Jember
Nurhadi ., dan Sumarsono. 2017. Analisis dampak pelabuhan ikan - ppn prigi
terhadap peningkatan pendapatan wilayah Kecamatan Watulimo, Kabupaten
Trenggalek dengan metode input- output analisis. Jurnal Kelautan. 10(2) :
185-191
Palallo A. Distribusi Makroalga Pada Ekonomis Lamun Dan Terumbu Karang Di
Pulau Bonebatang Kecamatan Ujung Tanah Kelurahan Barang Lompo.
Makasar: Universitas Hasanuddin Makasar, 2013.
Resky, A. 2017. Biodiversitas Makroalga Di Pantai Puntondo Kecamatan
Mangara’bombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi.
Fakultas Sains Dan Teknologi Uin Alauddin Makassar
Robert, E,L. 2008. Phycologi :Fourth edition. Colorado. Cambridge University Press

Sukiman ., Aida, M., Sri, P.A., Hilman, A., dan Evy, A. 2014. Keanekaragaman dan
distribusi spesies makroalga diwilayah sekotong lombok barat. Jurnal
Penelitian UNRAM. 18(2) :71-81
Wibowo, K., dan Adrim, M. 2013. Komunitas ikan-ikan karang di teluk prigi
trenggalek, jawa timur. Jurnal zoo Indonesia. 22(2): 29-38

29

Anda mungkin juga menyukai