Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK PEMIJAHAN KIMA

ISNAENI A / L011171010

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN, FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN,


UNIVERSITAS HASANUDDIN, MAKASSAR

Neniisnaeni.ia@gmail.com

ABSTRAK

Perairan Indonesia merupakan wilayah penyebaran 4 spesies kima, yaitu kima sisik (T.

squamosa), kima besar (T. Maxima), kima lobang (T. crocea), dan T. derasa. Selain itu,

terdapat pula spesies kima lain, yaitu H. hypophus, T. gigas, dan H. porcellanus.Tridacna

merupakan jenis kekerangan yang terkenal karena ukurannya relatif besar dan cangkangnya

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri hiasan. Pemanfaatan kima secara berkelanjutan

adalah salah satu usaha memberikan alternatif kebijakan pemanfaatan kima pada masa

mendatang. Kelayakan teknis ini diperlukan sebagai referensi bagi para pelaku usaha dan

pemangku kebijakan dalam

mengelola kima secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Populasi Kima

yang ada sekarang ini sudah sangat sedikit, diakibatkan oleh tingginya tingkat eksploitasi

dibandingkan pertumbuhan Kima di alam. Faktor utama langkanya populasi Kima disebabkan

oleh meningkatnya kebutuhan, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kemajuan di

bidang transportasi yang telah memperluas pasaran Kima.

Salah satu yang dapat dilakukan untuk memulihkan sediaan Kima adalah melalui

pengeloaan sumberdaya secara lestari, dengan cara kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya

berupa pembenihan yang mampu menghasilkan anakan Kima dalam jumlah besar memberikan

peluang keberhasilan hasil budidaya. Anakan hasil budidaya Kima berguna untuk kegiatan

“restocking”, sehingga populasi Kima di alam makin bertambah.


PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tujuan

wisata di dunia. Begitu banyak atraksi wisata berbasis konservasi yang bisa dinikmati di Indonesia

dan menjadi peluang bisnis yang baik yang mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan secara total. Keniscayaan bahwa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau, baik kecil

maupun besar, merupakan suatu asset yang tidak kecil dan banyak dapat berkembang menjadi

potensi penggerak ekonomi nasional, terutama dengan adanya peluang banyaknya wisatawan

dan para pelancong, baik nusantara maupun manca negara (Wahyudin 2004).

Oleh sebab itu, tidak perlu heran bilamana kemudian Indonesia sangat berpotensi untuk

menjadi negara dengan kontribusi pariwisata, sehingga mengundang investor untuk datang dan

menggiatkan roda perekonomian daerah dan masyarakat setempat. Namun demikian, pada

akhirnya tetap saja diperlukan perlu perencanaan yang baik agar kegiatan pariwisata yang

dikembangkan benar-benar mampu menjaga keseimbangan antara menjaga keberlanjutan dan

kelestarian kawasan konservasi perairan dan menjaga keseimbangan dan keberlanjutan

kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan daerah (Wahyudin 2005).

Salah satu atraksi potensial pariwisata ini adalah keberadaan kima sebagai biota laut yang

bersimbiosis dengan ekosistem terumbu karang, sehingga tidak mengherankan apabila atraksi

wisata ini disinyalir akan mampu memberikan dua manfaat, yaitu hadirnya perekonomian dan

keberlanjutan biota kima itu sendiri yang notabene merupakan biota yang berada di dalam

Appendix II di daftar CITES. Kegiatan pengembangan bisnis pemanfaatan kima secara

berkelanjutan ini dapat didesain dan disinkronisasi dengan kegiatan ekonomi berbasis

konservasi, dimana hal ini bisa dilakukan di beberapa daerah yang menjadi lokasi khusus dari

program rehabilitasi terumbu karang (COREMAP) di Indonesia. Pemanfaatan kima secara

berkelanjutan dalam hal ini lebih diarahkan agar dapat bersinergi dengan tujuan pelestarian
sumberdaya alam serta lingkungan, sehingga yang perlu dilakukan adalah melakukan tinjauan

strategis pemanfaatan berbasis pada kelayakan aspek ekologi, potensi, pasar dan pemasaran,

dan lingkungannya

Kima merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat potensial untuk

dikembangkan, karena memiliki nilai ekonomis tinggi, dan juga merupakan salah satu jenis

sumber daya hayati perairan yang populasinya di alam sudah mengkhawatirkan, hal ini terutama

disebabkan oleh nilai komersial daging kima yang mempunyai prospek yang baik karena

dagingnya mengandung protein yang tinggi, sehingga laku dipasaran dalam negeri dan luar

negeri. Selain itu, cangkangnya dapat dibuat ubin dan hiasan rumah tangga (Rachman, 1995).

Di pasar internasional, cangkang kima digunakan sebagai bahan baku pembuatan ubin teraso

dan bahan baku kerajinan hias (Calumpong,1992; Niartiningsih, 2005; Kusnadi et al., 2008). Pada

beberapa negara di Asia, anak kima sering dijadikan koleksi para pecinta akuarium hias air laut

(Calumpong, 1992) dan merupakan komoditi ekspor yang sangat penting dari berbagai negara

(Tisdel et al., 1994).

Populasi Kima yang ada sekarang ini sudah sangat sedikit, diakibatkan oleh tingginya

tingkat eksploitasi dibandingkan pertumbuhan Kima di alam. Faktor utama langkanya populasi

Kima disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan

kemajuan di bidang transportasi yang telah memperluas pasaran Kima.

Salah satu yang dapat dilakukan untuk memulihkan sediaan Kima adalah melalui

pengeloaan sumberdaya secara lestari, dengan cara kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya

berupa pembenihan yang mampu menghasilkan anakan Kima dalam jumlah besar memberikan

peluang keberhasilan hasil budidaya. Anakan hasil budidaya Kima berguna untuk kegiatan

“restocking”, sehingga populasi Kima di alam makin bertambah.


PEMBAHASAN

Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan tahap

kegiatan selanjutnya, yaitu pembesaran atau suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk

menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan menjadi komponen input bagi

kegiatan pembesaran (Effendi, 2004).

Tujuan dari pembenihan adalah untuk menghasilkan benih sebanyak-banyaknya dan terus

menerus (kontinue) serta untuk menghasilkan benih yang memiliki ketahanan fisik (tubuh) yang

baik (sehat) dan tersedia setiap saat untuk menunjang kegiatan produksi bauk tujuan konsumsi

dan komersial maupun untuk tujuan konservasi (Anwar, 2010).

Secara umum dapat dikemukanan bahwa kelemahan kegiatan pembenihan terletak pada

rendahnya kelangsungan hidup yang biasanya disebabkan oleh kekurangan makanan, adanya

perubahan suhu yang besar, faktor cahaya, salinitas dan kadar oksigen terlarut. Salah satu faktor

yang juga merupakan kelemahan dalam pembenihan adalah besarnya kisaran temperatur antara

siang dan malam hari (Rohadi, 1996).

Pengelolaan usaha pembenihan meliputi beberapa kegiatan yaitu seleksi induk, pemijahan,

penetasan telur, perawatan/pemeliharaan larva, dan pendedaran (Miswanto, 2002).

Menurut Norton dan Jones (1992), Kima (Tridacnidae) merupakan golongan kerang yang

berukuran besar, mempunyai cangkang 2 tangkup (bivalvia) simetris dan merupakan salah satu

jenis kerang laut yang memiliki nilai ekonomis penting. Saat ini beberapa Negara seperti

Indonesia, Filipina, dan Australia komoditas ini telah dilindungi pemerintah yang dikarenakan

adanya penurunan populasi setiap tahun.

Klasifikasi Kima (Tridacnidae) menurut Norton dan Jones (1992) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Bivalvia
Ordo : Veneroida

Famili : Tridacnidae

Genus : Tridacna

Spesies : Tridacna sp.

Kima, seperti halnya jenis-jenis kerang lainnya, mempunyai cangkang yang terdiri dari dua

tangkup simetris yang terbuat dari zat kapur. Permukaan cangkang bagian luar membentuk

lekukan dan tonjolan, tersusun sedemikian rupa sehingga terbentuklah suatu bangunan seperti

kipas, sedangkan organ dalam kima diselubungi oleh mantel yang tebal (Mudjiono, 1988).

Dilihat dari cara hidupnya, kima dibedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan pertama

yang hidup membenamkan diri pada karang baik seluruh atu sebagian dari cangkangnya,

sedangkan golongan kedua yatu jenis kima yang hidupnya menempel atau bebas di antara batu

karang, hidup bebas di dasar yang berpasir di daerah terumbu karang (Mudjiono, 1988). Kima

masuk dalam suku Tridacnidae yang memiliki dua marga yaitu Tridacna dan Hippopus. Tridacna

hidup menempel dan ada yang membenamkan diri atau cangkang pada substrat keras (batu

karang) dengan menggunakan bysus, sedangkan Hippopus hidup pada substrat berpasir, jenis

ini tidak memiliki bysus (Knopp, 1995).


A. Teknik Pembenihan Kima (Tridacnidae sp.)

Pembenihan kima dilakukan di hatchery (panti benih). Adapun teknik pambenihan kima

meliputi (Nurjana, 2011):

1. Seleksi induk dan pemeliharaan induk

Induk yang dipilih yaitu yang sudah matang gonad, kemudian disimpan di bak induk. Bak

yang digunakan sebelumnya harus dibersihkan dengan cara disikat dan diberi sabun, kemudian

dibilas sampai bersih dan selanjutnya dijemur selama kurang lebih tiga hari. Pemeliharaan induk

kima dilakukan di alam dan bak terkontrol di laboratorium. Induk yang

dipelihara di alam lebih menguntungkan, dalam arti lebih mudah, lebih menghemat tenaga dan

biaya daripada pemeliharaan dalam laboratorium.

Pemeliharaan induk kima di alam tidak memerlukan penanganan khusus seperti

penambahan pakan ataupun pergantian air. Kima dibiarkan hidup dengan bebas, namun tetap

dilakukan pengontrolan terhadap cangkang kima terutama dari biota pengganggu dengan cara

membersihkan cangkang kima dengan sikat besi. Kondisi perairan yang sesuai dengan habitat

alaminya, membuat induk terlihat segar dan sehat. Kesegaran dan kesehatan induk mutlak

diperlukan dalam kegiatan pemijahan, karena keberhasilan pemijahan cenderung lebih besar jika

dilakukan terhadap induk yang segar. Meskipun demikian, proses pemeliharaan induk di alam

juga mengalami sedikit kendala, proses sedimentasi yang terjadi akibat arus dan musim dapat

mengakibatkan pemutihan (bleaching) pada mantel kima. Hal tersebut dapat diatasi dengan
memilih lokasi yang memiliki dasar perairan rataan karang, pecahan karang dan menghindari

dasar berlumpur.

2. Pemijahan Induk

Pemijahan dapat dilakukan secara spontan (alami) dan secara buatan yaitu melalui induksi

atau rangsangan. Pemijahan secara spontan (alami) dapat terjadi apabila beberapa induk kima

telah matang telur dalam bak dengan air mengalir. Sedangkan pemijahan induksi dapat melalui

rangsangan yang dilakukan dengan menyuntikkan suspensi gonad/serotonin ataupun melalui

kejutan suhu.

Teknik pemijahan dilakukan dengan menggunakan tiga metode rangsangan, yaitu (a)

perubahan suhu, (b) penyuntikan suspensi gonad dan (c) kombinasi keduanya yang dilakukan

sebagai berikut :

a. Perubahan suhu

Induk-induk yang telah dibersihkan diletakkan di udara terbuka untuk dijemur pada suhu

udara 31-33°C selama interval waktu 20 menit sampai 2 jam. Setiap 10-30 menit cangkang

kima dibalik. Selain melalui penjemuran selama 2 jam, perangsangan juga dilakukan dengan

kejut suhu. Setelah penjemuran selama dua jam, induk kima dimasukkan ke dalam aquarium.

Suhu air dinaikkan secara bertahap hingga mencapai suhu 37°C selama 15 menit. Selanjutnya,

induk kima diletakkan dalam wadah pemijahan yang bersuhu 25°C. Metode kejut suhu ini hanya

dilakukan satu kali kerena menimbulkan efek bleaching pada

induk kima dan menimbulkan kematian.

b. Suspensi gonad

Gonad yang digunakan berasal dari individu yang sejenis yang sudah mati. Larutan

dipersiapkan dengan cara menghancurkan jaringan gonad dalam air menggunakan blender.

Hancuran kemudian disaring berturut-turut dengan net plankton 63 µm. Pemberian rangsangan
dilakukan dengan cara melarutkan suspensi gonad dalam bak pemijahan atau menyuntikkannya

pada saluran masuk (inhalent current).

c. Kombinasi

Penerapan dari kedua metode rangsang perubahan suhu dan penyuntikan suspensi gonad.

3. Penetasan telur

Setelah induk memijah atau mengeluarkan sperma dan telur, maka sekitar 15-30 menit

kemudian dilakukan pengenceran telur yang dimaksudkan untuk menjaga kepadatan agar tidak

terlalu tinggi. Selain itu, juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa sperma karena sperma

memiliki kandungan protein tinggi sehingga mudah mengalami pembusukan. Pengenceran

dilakukan dengan cara menyaring air hasil pemijahan dengan saringan bermata jaring 63 µm

untuk mendapatkan telur yang telah dibuahi. Telur yang telah tersaring dan bersih kemudian

dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva dan anak kima. Air bak pemijahan yang terbuang

diganti dan kembali diberi aerasi, sedangkan pembersihan kotoran dilakukan pagi harinya.

Pemeliharaan dilakukan dengan sistem air statis dan diberi aerasi kecil.

4. Pengamatan Mikroskopis Perkembangan Telur dan Larva

Telur yang dihasilkan pada pemijahan ini digunakan sebagai objek pengamatan sampai

berkembang menjadi benih kima berumur 17 minggu. Metode yang digunakan adalah

pengamatan terhadap sekelompok telur yang diambil secara acak, kemudian diletakkan pada

preparat cekung untuk diamati secara mikroskopis dari waktu ke waktu. Pengamatan dilakukan

dengan menggunakan mikroskop Nikon Labophot2 perbesaran 10 kali dan 40 kali. Kemudian,

data disajikan secara deskriptif. Semua data berupa dokumentasi dan hasil pengamatan

dideskripsikan dengan pembanding dari literatur. Deskripsi ini disajikan berurutan mulai dari

perkembangan embrio sampai perkembangan larva 45 hari. Data disusun sesuai dengan urutan

waktu, dengan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk pembelahan sel, yaitu telur diamati setiap
30 menit dan larva sampai umur dua hari diamati setiap dua jam. Setelah larva berumur dua hari,

pengamatan perkembangannya dilakukan setiap hari.

5. Pemeliharaan Larva dan Anak Kima

Larva hasil pemijahan dipelihara dengan menggunakan sistem air statis (tergenang) di dalam

aquarium berukuran 60 x 40 x 40 cm. Penggantian air dilakukan dua kali seminggu atau pada

pemindahan anak kima ke bak pemeliharaan lain. Dilakukan penyortiran untuk mengurangi

kepadatan larva. Dengan perlakuan tersebut diharapkan tingkat mortalitas larva dapat dikurangi.

Parameter kualitas yang diukur meliputi suhu, salinitas dan pH. Setelah larva Pediveliger

menempel pada substrat, larva kima memerlukan zooxanthella untuk bertahan hidup. Secara

alami kima dapat langsung terinfeksi oleh zooxanthella yang berada di laut, namun pada larva

yang dipelihara dalam bak-bak terkontrol, hal tersebut sulit terjadi karena saringan air yang

digunakan dapat menghilangkan zooxanthella dari laut. Oleh karena itu, pemberian zooxanthella

dilakukan secara buatan yaitu melalui pengikisan mantel kima yang sudah mati. Hasil kikisan

kemudian diblender dengan sedikit air. Suspensi yang diperoleh disaring dengan saringan

plankton 63 µm dan diberikan pada larva kima yang dipelihara. Setelah berumur tiga bulan,

penyortiran dilakukan terhadap anak kima yang telah dapat dilihat dengan mata telanjang, yang

kemudian dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan atau kolam yang lebih besar. Sarana dan

prasarana bakbak pemeliharaan yang kurang memadai menyebabkan pemeliharaan larva kima

juga dilakukan pada bak kayu yang dilapisi plastik. Penyortiran dan pemilahan ukuran ini perlu

dilakukan untuk mengurangi kepadatan, sehingga pertumbuhan anak kima tidak terhambat.

Karena juvenil kima sudah terlihat dengan mata telanjang, maka dilakukan pengukuran

pertumbuhan anak kima dengan mengunakan kaliper digital.

B. UPAYA KONSERVASI KIMA


Penegakan hukum dan peraturan serta usaha budidaya. Pengelolaan populasi kima berbasis

masyarakat juga merupakan hal yang perlu dilakukan. Beberapa upaya konservasi yang dapat

dilakukan, antara lain :

1. Sosialisasi dan Penyuluhan

Sosialisasi merupakan salah satu cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya kelestarian ekosistem, sehingga masyarakat tidak lagi

menggunakan racun dan bom untuk menangkap ikan. Peningkatan kesadaran ini sangat penting

agar kebiasaan pengambilan kima yang dilakukan secara turun-termurun. Sosialisasi peraturan

pemerintah yang melarang pengambilan kima di alam juga sangat penting. Kesadaran hukum ini

sangat penting agar masyarakat mengetahui konsekuensinya. Sosialisasi dapat dilakukan

dengan berbagai metode, misalnya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan pertemuan rutin yang

dilakukan masyarakat. Dengan melakukan penegakan hukum, diharapkan akan menimbulkan

efek jera kepada masyarakat yang melakukan perburuan kima dengan merusak terumbu karang.

2. Perlindungan Habitat dan Pengawasan

Perlindungan habitat dan pengawasan dilakukan dengan penegakan hukum terhadap

masyarakat yang mengambil kima di alam. Melalui penegakan hukum, masyarakat akan

mengetahui secara pasti bahwa hukum akan ditegakkan kepada mereka yang melanggar.

Ketidakpastian hukum akan memberikan suatu anggapan bahwa pelanggaran hukum termasuk

pengambilan kima di alam merupakan suatu perbuatan yang tidak akan terkena sanksi hukum.

Dengan demikian, penegakan hukum dan peraturan menjadi faktor yang sangat penting dalam

upaya konservasi kima.

3. Restocking

Kegiatan restocking merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi populasi kima

di alam. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan pengembangan budidaya kima. Kegiatan budidaya

kima merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi tingginya permintaan terhadap komoditas
ini. Ada dua manfaat yang dapat diambil dari kegiatan budidaya kima, yaitu : (1) untuk memenuhi

permintaan pasar. Budidaya kima merupakan kegiatan yang memiliki prospek yang cukup baik

karena harganya yang tinggi dan biaya operasionalnya rendah, (2) untuk upaya konservasi.

Anakan kima hasil produksi budidaya dapat dimanfaatkan dalam usaha mengembalikan dan

meningkatkan populasi kima di alam.

Keberhasilan kegiatan budidaya kima akan berpengaruh terhadap berkurangnya kegiatan

pengambilan kima di alam. Usaha budidaya kima ini memerlukan dukungan pemerintah melalui

kebijakan-kebijakan, antara lain: pengaturan terhadap hasil budidaya yang dapat

diperdagangkan, sertifikasi hasil produksi budidaya dan kebijakan usaha-usaha pendanaan

terhadap usaha konservasi kima termasuk diantaranya kebijakan untuk meningkatkan peran

masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hayati, termasuk jenis kima.

4. Kearifan Tradisional

Kearifan tradisional (traditional wisdom) merupakan suatu bentuk pengelolaan yang bersifat

adat yang telah menjadi kebiasaan dan telah dijalankan secara turun -temurun oleh suatu

kelompok masyarakat tertentu. Kearifan tradisional sangat dikenal sebagai bagian yang sangat

penting dalam pengelolaan sumberdaya. Dengan penegakan aturan adat justru banyak yang

mampu menjaga kualitas sumberdaya yang ada, jika dibanding sistem pengelolaan yang

moderen. Hal ini terutama disebabkan karena masyarakat tradisional justru lebih menghargai

hukum dan lembaga adat dibandingkan dengan hukum dan lembaga yang bersifat formal. Di

beberapa daerah bahkan dibuat aturan-aturan adat baru dalam rangka mengelola suatu

sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka.


HASIL PENGAMATAN

Adapun cara pembudiyaan Kima di Hatchery Unhas adalah pada awalnya, induk Kima di

ambil di alam yang telah matang gonadnya untuk dipelihara di Hatchery yang kemudian akan

dijadikan indukan. Kima merupakan hewan hermaprodit sehingga memudahkan kita untuk

melakukan pemijahan. Sebelum dipijahkan, induk kima dibersihkan terlebih dahulu dari biota-

biota laut yang menempel pada cangkangnya dengan cara menyikat bagian luat cangkang.

Teknik pemijahan induk kima ada 3 cara yaitu perubahan suhu, penyuntikan suspensi gonad dan

kombinasi atara keduanya. Adapun cara mengetahui adanya telur atau sperma yang keluar dari

kima adalah dengan melihat gelembung yang dipancarkan dari kima. Setelah kima memancarkan

telur, maka akan langsung di saring menggunakan saringan plankton 63 µm kemudian

dipindahkan ke wadah khusus untuk proses pembuahan. Setelah sperma keluar maka akan

digabungkan dengan sel telur dan terjadilah pembuahan. Larva kima hasil pemijahan dipelihara

dengan menggunakan system air statis di dalam akuarium. Pergantian air dilakukan 2 kali

seminggu atau pada pemisahan anak kima ke bak pemeliharaan lain. Dilakukan penyortiran

untuk mengurangi kepadatan larva. Setelah larva pediveliger menempel pada substrat, larva kima

memerlukan zoozhanthella untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, pemberian zoozhanthella

diberikan dengan cara buatan yaitu melalui pengikisan mantel kima yang sudah mati. Hasil

kikisan tersebut dicampur dengan air kemudian di blender. Setelah berumur 3 bulan penyortiran

dilakukan terhadap anak kima yang telah dapat dilihat dengan mata telanjang yang kemudian di

pindahkan ke dalam bak yang lebih besar.


PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan tahap
kegiatan selanjutnya, yaitu pembesaran atau suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk
menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan menjadi komponen input bagi
kegiatan pembesaran. Tujuan dari pembenihan adalah untuk menghasilkan benih sebanyak-
banyaknya dan terus menerus (kontinue) serta untuk menghasilkan benih yang memiliki
ketahanan fisik (tubuh) yang baik (sehat) dan tersedia setiap saat untuk menunjang kegiatan
produksi bauk tujuan konsumsi dan komersial maupun untuk tujuan konservasi.
Adapun teknik pembenihan kima (Tridacnidae sp.) meliputi seleksi dan pemeliharaan induk,
pemijahan Induk, penetasan telur dan pemeliharaan larva, pemeliharaan juvenil, dan pendedaran
(nursery). Upaya konservasi kimia dapat dilakukan seperti adanya sosialisasi dan penyuluhan,
Restocking, perlindungan habitat dan pengawasan, serta kearifan tradisional.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Karim. 2010. Pembenihan Ikan Bawal air Tawar.


(http://lunly713.blogspot.co.id/2010/07/Pembenihan-ikan-bawal-air-tawar.html.).
Diakses pada hari Sabtu, 23 September 2017 pukul 15.00 WITA. Makassar.

Efendie, M. I. 2004. Biologi Perikanan. Bagian I, Study Natural History. Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heru Setiawan. 2013. Ancaman Terhadap Populasi Kima (Tridacnidacna sp.) Dan Upaya
Konservasinya di Taman Nasional Taka Bonerate. Balai Penelitian Kehutanan
Makassar. Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 137 – 147.

Knopp, D. 1995. Giant clams in a comprehensive guide to the identification and care of
Tridacnidae clams. DahneVerlagEttlingen, German. 255 p.

Miswanto, 2002. Perbenihan Ikan Mas (Cyprinus Carpo L). Laporan Magang Fakultas Perikanan
UNRI. 59 hal (tidak diterbitkan).

Mudjiono. 1988. CatatanBeberapaAspekKehidupanKimaSukuTridacnidae (Molusca,


Pelecypoda). Oseana. XIII/2: 37-47.

Norton, J. H., and G. W. Jones. 1992. The Giant Clams: An Anatomical and Histological. ACIAR.
Canberra.

Nurjana, M.L. 2011. Budidaya Kima. (http://agromaret.com./2011/Budidaya-Kima). Diakses pada


hari Sabtu, 16 September 2017 pukul 20.30 WITA. Makassar.

Rachman, A. 1995. Budidaya Kima Raksasa. Salah Satu Upaya Melestarikan Terumbu Karang.
Proceeding Seminar Nasional Pengolahan Terumbu Karang. Jakarta 10 –12 Oktober
1995.

Rohadi, 1996. Studi Makan dan Habitat Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di Bandung Kuring
Waduk Jati Luhur Kabupaten Karawaci. Skripsi Fakultas Perikanan IPB, Bogor (tidak
diterbitkan).
Teddy Triandiza dan Agus Kusnadi. 2012. Teknik Pemijahan Buatan dan Pemeliharaan Larva
Kima (Tridacna squamosa Lamarck) Di Laboratorium. UPT Loka Konservasi Biota Laut
LIPI Tual. vol 39, No. 1, April 2013: 1-11.

Anda mungkin juga menyukai