ISNAENI A / L011171010
Neniisnaeni.ia@gmail.com
ABSTRAK
Perairan Indonesia merupakan wilayah penyebaran 4 spesies kima, yaitu kima sisik (T.
squamosa), kima besar (T. Maxima), kima lobang (T. crocea), dan T. derasa. Selain itu,
terdapat pula spesies kima lain, yaitu H. hypophus, T. gigas, dan H. porcellanus.Tridacna
merupakan jenis kekerangan yang terkenal karena ukurannya relatif besar dan cangkangnya
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri hiasan. Pemanfaatan kima secara berkelanjutan
adalah salah satu usaha memberikan alternatif kebijakan pemanfaatan kima pada masa
mendatang. Kelayakan teknis ini diperlukan sebagai referensi bagi para pelaku usaha dan
mengelola kima secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Populasi Kima
yang ada sekarang ini sudah sangat sedikit, diakibatkan oleh tingginya tingkat eksploitasi
dibandingkan pertumbuhan Kima di alam. Faktor utama langkanya populasi Kima disebabkan
oleh meningkatnya kebutuhan, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kemajuan di
Salah satu yang dapat dilakukan untuk memulihkan sediaan Kima adalah melalui
pengeloaan sumberdaya secara lestari, dengan cara kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya
berupa pembenihan yang mampu menghasilkan anakan Kima dalam jumlah besar memberikan
peluang keberhasilan hasil budidaya. Anakan hasil budidaya Kima berguna untuk kegiatan
Indonesia merupakan negara yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tujuan
wisata di dunia. Begitu banyak atraksi wisata berbasis konservasi yang bisa dinikmati di Indonesia
dan menjadi peluang bisnis yang baik yang mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan secara total. Keniscayaan bahwa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau, baik kecil
maupun besar, merupakan suatu asset yang tidak kecil dan banyak dapat berkembang menjadi
potensi penggerak ekonomi nasional, terutama dengan adanya peluang banyaknya wisatawan
dan para pelancong, baik nusantara maupun manca negara (Wahyudin 2004).
Oleh sebab itu, tidak perlu heran bilamana kemudian Indonesia sangat berpotensi untuk
menjadi negara dengan kontribusi pariwisata, sehingga mengundang investor untuk datang dan
menggiatkan roda perekonomian daerah dan masyarakat setempat. Namun demikian, pada
akhirnya tetap saja diperlukan perlu perencanaan yang baik agar kegiatan pariwisata yang
kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan daerah (Wahyudin 2005).
Salah satu atraksi potensial pariwisata ini adalah keberadaan kima sebagai biota laut yang
bersimbiosis dengan ekosistem terumbu karang, sehingga tidak mengherankan apabila atraksi
wisata ini disinyalir akan mampu memberikan dua manfaat, yaitu hadirnya perekonomian dan
keberlanjutan biota kima itu sendiri yang notabene merupakan biota yang berada di dalam
berkelanjutan ini dapat didesain dan disinkronisasi dengan kegiatan ekonomi berbasis
konservasi, dimana hal ini bisa dilakukan di beberapa daerah yang menjadi lokasi khusus dari
berkelanjutan dalam hal ini lebih diarahkan agar dapat bersinergi dengan tujuan pelestarian
sumberdaya alam serta lingkungan, sehingga yang perlu dilakukan adalah melakukan tinjauan
strategis pemanfaatan berbasis pada kelayakan aspek ekologi, potensi, pasar dan pemasaran,
dan lingkungannya
Kima merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat potensial untuk
dikembangkan, karena memiliki nilai ekonomis tinggi, dan juga merupakan salah satu jenis
sumber daya hayati perairan yang populasinya di alam sudah mengkhawatirkan, hal ini terutama
disebabkan oleh nilai komersial daging kima yang mempunyai prospek yang baik karena
dagingnya mengandung protein yang tinggi, sehingga laku dipasaran dalam negeri dan luar
negeri. Selain itu, cangkangnya dapat dibuat ubin dan hiasan rumah tangga (Rachman, 1995).
Di pasar internasional, cangkang kima digunakan sebagai bahan baku pembuatan ubin teraso
dan bahan baku kerajinan hias (Calumpong,1992; Niartiningsih, 2005; Kusnadi et al., 2008). Pada
beberapa negara di Asia, anak kima sering dijadikan koleksi para pecinta akuarium hias air laut
(Calumpong, 1992) dan merupakan komoditi ekspor yang sangat penting dari berbagai negara
Populasi Kima yang ada sekarang ini sudah sangat sedikit, diakibatkan oleh tingginya
tingkat eksploitasi dibandingkan pertumbuhan Kima di alam. Faktor utama langkanya populasi
Kima disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan
Salah satu yang dapat dilakukan untuk memulihkan sediaan Kima adalah melalui
pengeloaan sumberdaya secara lestari, dengan cara kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya
berupa pembenihan yang mampu menghasilkan anakan Kima dalam jumlah besar memberikan
peluang keberhasilan hasil budidaya. Anakan hasil budidaya Kima berguna untuk kegiatan
Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan tahap
kegiatan selanjutnya, yaitu pembesaran atau suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk
menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan menjadi komponen input bagi
Tujuan dari pembenihan adalah untuk menghasilkan benih sebanyak-banyaknya dan terus
menerus (kontinue) serta untuk menghasilkan benih yang memiliki ketahanan fisik (tubuh) yang
baik (sehat) dan tersedia setiap saat untuk menunjang kegiatan produksi bauk tujuan konsumsi
Secara umum dapat dikemukanan bahwa kelemahan kegiatan pembenihan terletak pada
rendahnya kelangsungan hidup yang biasanya disebabkan oleh kekurangan makanan, adanya
perubahan suhu yang besar, faktor cahaya, salinitas dan kadar oksigen terlarut. Salah satu faktor
yang juga merupakan kelemahan dalam pembenihan adalah besarnya kisaran temperatur antara
Pengelolaan usaha pembenihan meliputi beberapa kegiatan yaitu seleksi induk, pemijahan,
Menurut Norton dan Jones (1992), Kima (Tridacnidae) merupakan golongan kerang yang
berukuran besar, mempunyai cangkang 2 tangkup (bivalvia) simetris dan merupakan salah satu
jenis kerang laut yang memiliki nilai ekonomis penting. Saat ini beberapa Negara seperti
Indonesia, Filipina, dan Australia komoditas ini telah dilindungi pemerintah yang dikarenakan
Klasifikasi Kima (Tridacnidae) menurut Norton dan Jones (1992) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Veneroida
Famili : Tridacnidae
Genus : Tridacna
Kima, seperti halnya jenis-jenis kerang lainnya, mempunyai cangkang yang terdiri dari dua
tangkup simetris yang terbuat dari zat kapur. Permukaan cangkang bagian luar membentuk
lekukan dan tonjolan, tersusun sedemikian rupa sehingga terbentuklah suatu bangunan seperti
kipas, sedangkan organ dalam kima diselubungi oleh mantel yang tebal (Mudjiono, 1988).
Dilihat dari cara hidupnya, kima dibedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan pertama
yang hidup membenamkan diri pada karang baik seluruh atu sebagian dari cangkangnya,
sedangkan golongan kedua yatu jenis kima yang hidupnya menempel atau bebas di antara batu
karang, hidup bebas di dasar yang berpasir di daerah terumbu karang (Mudjiono, 1988). Kima
masuk dalam suku Tridacnidae yang memiliki dua marga yaitu Tridacna dan Hippopus. Tridacna
hidup menempel dan ada yang membenamkan diri atau cangkang pada substrat keras (batu
karang) dengan menggunakan bysus, sedangkan Hippopus hidup pada substrat berpasir, jenis
Pembenihan kima dilakukan di hatchery (panti benih). Adapun teknik pambenihan kima
Induk yang dipilih yaitu yang sudah matang gonad, kemudian disimpan di bak induk. Bak
yang digunakan sebelumnya harus dibersihkan dengan cara disikat dan diberi sabun, kemudian
dibilas sampai bersih dan selanjutnya dijemur selama kurang lebih tiga hari. Pemeliharaan induk
dipelihara di alam lebih menguntungkan, dalam arti lebih mudah, lebih menghemat tenaga dan
penambahan pakan ataupun pergantian air. Kima dibiarkan hidup dengan bebas, namun tetap
dilakukan pengontrolan terhadap cangkang kima terutama dari biota pengganggu dengan cara
membersihkan cangkang kima dengan sikat besi. Kondisi perairan yang sesuai dengan habitat
alaminya, membuat induk terlihat segar dan sehat. Kesegaran dan kesehatan induk mutlak
diperlukan dalam kegiatan pemijahan, karena keberhasilan pemijahan cenderung lebih besar jika
dilakukan terhadap induk yang segar. Meskipun demikian, proses pemeliharaan induk di alam
juga mengalami sedikit kendala, proses sedimentasi yang terjadi akibat arus dan musim dapat
mengakibatkan pemutihan (bleaching) pada mantel kima. Hal tersebut dapat diatasi dengan
memilih lokasi yang memiliki dasar perairan rataan karang, pecahan karang dan menghindari
dasar berlumpur.
2. Pemijahan Induk
Pemijahan dapat dilakukan secara spontan (alami) dan secara buatan yaitu melalui induksi
atau rangsangan. Pemijahan secara spontan (alami) dapat terjadi apabila beberapa induk kima
telah matang telur dalam bak dengan air mengalir. Sedangkan pemijahan induksi dapat melalui
kejutan suhu.
Teknik pemijahan dilakukan dengan menggunakan tiga metode rangsangan, yaitu (a)
perubahan suhu, (b) penyuntikan suspensi gonad dan (c) kombinasi keduanya yang dilakukan
sebagai berikut :
a. Perubahan suhu
Induk-induk yang telah dibersihkan diletakkan di udara terbuka untuk dijemur pada suhu
udara 31-33°C selama interval waktu 20 menit sampai 2 jam. Setiap 10-30 menit cangkang
kima dibalik. Selain melalui penjemuran selama 2 jam, perangsangan juga dilakukan dengan
kejut suhu. Setelah penjemuran selama dua jam, induk kima dimasukkan ke dalam aquarium.
Suhu air dinaikkan secara bertahap hingga mencapai suhu 37°C selama 15 menit. Selanjutnya,
induk kima diletakkan dalam wadah pemijahan yang bersuhu 25°C. Metode kejut suhu ini hanya
b. Suspensi gonad
Gonad yang digunakan berasal dari individu yang sejenis yang sudah mati. Larutan
dipersiapkan dengan cara menghancurkan jaringan gonad dalam air menggunakan blender.
Hancuran kemudian disaring berturut-turut dengan net plankton 63 µm. Pemberian rangsangan
dilakukan dengan cara melarutkan suspensi gonad dalam bak pemijahan atau menyuntikkannya
c. Kombinasi
Penerapan dari kedua metode rangsang perubahan suhu dan penyuntikan suspensi gonad.
3. Penetasan telur
Setelah induk memijah atau mengeluarkan sperma dan telur, maka sekitar 15-30 menit
kemudian dilakukan pengenceran telur yang dimaksudkan untuk menjaga kepadatan agar tidak
terlalu tinggi. Selain itu, juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa sperma karena sperma
dilakukan dengan cara menyaring air hasil pemijahan dengan saringan bermata jaring 63 µm
untuk mendapatkan telur yang telah dibuahi. Telur yang telah tersaring dan bersih kemudian
dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva dan anak kima. Air bak pemijahan yang terbuang
diganti dan kembali diberi aerasi, sedangkan pembersihan kotoran dilakukan pagi harinya.
Pemeliharaan dilakukan dengan sistem air statis dan diberi aerasi kecil.
Telur yang dihasilkan pada pemijahan ini digunakan sebagai objek pengamatan sampai
berkembang menjadi benih kima berumur 17 minggu. Metode yang digunakan adalah
pengamatan terhadap sekelompok telur yang diambil secara acak, kemudian diletakkan pada
preparat cekung untuk diamati secara mikroskopis dari waktu ke waktu. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan mikroskop Nikon Labophot2 perbesaran 10 kali dan 40 kali. Kemudian,
data disajikan secara deskriptif. Semua data berupa dokumentasi dan hasil pengamatan
dideskripsikan dengan pembanding dari literatur. Deskripsi ini disajikan berurutan mulai dari
perkembangan embrio sampai perkembangan larva 45 hari. Data disusun sesuai dengan urutan
waktu, dengan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk pembelahan sel, yaitu telur diamati setiap
30 menit dan larva sampai umur dua hari diamati setiap dua jam. Setelah larva berumur dua hari,
Larva hasil pemijahan dipelihara dengan menggunakan sistem air statis (tergenang) di dalam
aquarium berukuran 60 x 40 x 40 cm. Penggantian air dilakukan dua kali seminggu atau pada
pemindahan anak kima ke bak pemeliharaan lain. Dilakukan penyortiran untuk mengurangi
kepadatan larva. Dengan perlakuan tersebut diharapkan tingkat mortalitas larva dapat dikurangi.
Parameter kualitas yang diukur meliputi suhu, salinitas dan pH. Setelah larva Pediveliger
menempel pada substrat, larva kima memerlukan zooxanthella untuk bertahan hidup. Secara
alami kima dapat langsung terinfeksi oleh zooxanthella yang berada di laut, namun pada larva
yang dipelihara dalam bak-bak terkontrol, hal tersebut sulit terjadi karena saringan air yang
digunakan dapat menghilangkan zooxanthella dari laut. Oleh karena itu, pemberian zooxanthella
dilakukan secara buatan yaitu melalui pengikisan mantel kima yang sudah mati. Hasil kikisan
kemudian diblender dengan sedikit air. Suspensi yang diperoleh disaring dengan saringan
plankton 63 µm dan diberikan pada larva kima yang dipelihara. Setelah berumur tiga bulan,
penyortiran dilakukan terhadap anak kima yang telah dapat dilihat dengan mata telanjang, yang
kemudian dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan atau kolam yang lebih besar. Sarana dan
prasarana bakbak pemeliharaan yang kurang memadai menyebabkan pemeliharaan larva kima
juga dilakukan pada bak kayu yang dilapisi plastik. Penyortiran dan pemilahan ukuran ini perlu
dilakukan untuk mengurangi kepadatan, sehingga pertumbuhan anak kima tidak terhambat.
Karena juvenil kima sudah terlihat dengan mata telanjang, maka dilakukan pengukuran
masyarakat juga merupakan hal yang perlu dilakukan. Beberapa upaya konservasi yang dapat
Sosialisasi merupakan salah satu cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
menggunakan racun dan bom untuk menangkap ikan. Peningkatan kesadaran ini sangat penting
agar kebiasaan pengambilan kima yang dilakukan secara turun-termurun. Sosialisasi peraturan
pemerintah yang melarang pengambilan kima di alam juga sangat penting. Kesadaran hukum ini
dengan berbagai metode, misalnya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan pertemuan rutin yang
efek jera kepada masyarakat yang melakukan perburuan kima dengan merusak terumbu karang.
masyarakat yang mengambil kima di alam. Melalui penegakan hukum, masyarakat akan
mengetahui secara pasti bahwa hukum akan ditegakkan kepada mereka yang melanggar.
Ketidakpastian hukum akan memberikan suatu anggapan bahwa pelanggaran hukum termasuk
pengambilan kima di alam merupakan suatu perbuatan yang tidak akan terkena sanksi hukum.
Dengan demikian, penegakan hukum dan peraturan menjadi faktor yang sangat penting dalam
3. Restocking
Kegiatan restocking merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi populasi kima
di alam. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan pengembangan budidaya kima. Kegiatan budidaya
kima merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi tingginya permintaan terhadap komoditas
ini. Ada dua manfaat yang dapat diambil dari kegiatan budidaya kima, yaitu : (1) untuk memenuhi
permintaan pasar. Budidaya kima merupakan kegiatan yang memiliki prospek yang cukup baik
karena harganya yang tinggi dan biaya operasionalnya rendah, (2) untuk upaya konservasi.
Anakan kima hasil produksi budidaya dapat dimanfaatkan dalam usaha mengembalikan dan
pengambilan kima di alam. Usaha budidaya kima ini memerlukan dukungan pemerintah melalui
terhadap usaha konservasi kima termasuk diantaranya kebijakan untuk meningkatkan peran
4. Kearifan Tradisional
Kearifan tradisional (traditional wisdom) merupakan suatu bentuk pengelolaan yang bersifat
adat yang telah menjadi kebiasaan dan telah dijalankan secara turun -temurun oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kearifan tradisional sangat dikenal sebagai bagian yang sangat
penting dalam pengelolaan sumberdaya. Dengan penegakan aturan adat justru banyak yang
mampu menjaga kualitas sumberdaya yang ada, jika dibanding sistem pengelolaan yang
moderen. Hal ini terutama disebabkan karena masyarakat tradisional justru lebih menghargai
hukum dan lembaga adat dibandingkan dengan hukum dan lembaga yang bersifat formal. Di
beberapa daerah bahkan dibuat aturan-aturan adat baru dalam rangka mengelola suatu
Adapun cara pembudiyaan Kima di Hatchery Unhas adalah pada awalnya, induk Kima di
ambil di alam yang telah matang gonadnya untuk dipelihara di Hatchery yang kemudian akan
dijadikan indukan. Kima merupakan hewan hermaprodit sehingga memudahkan kita untuk
melakukan pemijahan. Sebelum dipijahkan, induk kima dibersihkan terlebih dahulu dari biota-
biota laut yang menempel pada cangkangnya dengan cara menyikat bagian luat cangkang.
Teknik pemijahan induk kima ada 3 cara yaitu perubahan suhu, penyuntikan suspensi gonad dan
kombinasi atara keduanya. Adapun cara mengetahui adanya telur atau sperma yang keluar dari
kima adalah dengan melihat gelembung yang dipancarkan dari kima. Setelah kima memancarkan
dipindahkan ke wadah khusus untuk proses pembuahan. Setelah sperma keluar maka akan
digabungkan dengan sel telur dan terjadilah pembuahan. Larva kima hasil pemijahan dipelihara
dengan menggunakan system air statis di dalam akuarium. Pergantian air dilakukan 2 kali
seminggu atau pada pemisahan anak kima ke bak pemeliharaan lain. Dilakukan penyortiran
untuk mengurangi kepadatan larva. Setelah larva pediveliger menempel pada substrat, larva kima
memerlukan zoozhanthella untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, pemberian zoozhanthella
diberikan dengan cara buatan yaitu melalui pengikisan mantel kima yang sudah mati. Hasil
kikisan tersebut dicampur dengan air kemudian di blender. Setelah berumur 3 bulan penyortiran
dilakukan terhadap anak kima yang telah dapat dilihat dengan mata telanjang yang kemudian di
A. Kesimpulan
Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan tahap
kegiatan selanjutnya, yaitu pembesaran atau suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk
menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan menjadi komponen input bagi
kegiatan pembesaran. Tujuan dari pembenihan adalah untuk menghasilkan benih sebanyak-
banyaknya dan terus menerus (kontinue) serta untuk menghasilkan benih yang memiliki
ketahanan fisik (tubuh) yang baik (sehat) dan tersedia setiap saat untuk menunjang kegiatan
produksi bauk tujuan konsumsi dan komersial maupun untuk tujuan konservasi.
Adapun teknik pembenihan kima (Tridacnidae sp.) meliputi seleksi dan pemeliharaan induk,
pemijahan Induk, penetasan telur dan pemeliharaan larva, pemeliharaan juvenil, dan pendedaran
(nursery). Upaya konservasi kimia dapat dilakukan seperti adanya sosialisasi dan penyuluhan,
Restocking, perlindungan habitat dan pengawasan, serta kearifan tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Efendie, M. I. 2004. Biologi Perikanan. Bagian I, Study Natural History. Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Heru Setiawan. 2013. Ancaman Terhadap Populasi Kima (Tridacnidacna sp.) Dan Upaya
Konservasinya di Taman Nasional Taka Bonerate. Balai Penelitian Kehutanan
Makassar. Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 137 – 147.
Knopp, D. 1995. Giant clams in a comprehensive guide to the identification and care of
Tridacnidae clams. DahneVerlagEttlingen, German. 255 p.
Miswanto, 2002. Perbenihan Ikan Mas (Cyprinus Carpo L). Laporan Magang Fakultas Perikanan
UNRI. 59 hal (tidak diterbitkan).
Norton, J. H., and G. W. Jones. 1992. The Giant Clams: An Anatomical and Histological. ACIAR.
Canberra.
Rachman, A. 1995. Budidaya Kima Raksasa. Salah Satu Upaya Melestarikan Terumbu Karang.
Proceeding Seminar Nasional Pengolahan Terumbu Karang. Jakarta 10 –12 Oktober
1995.
Rohadi, 1996. Studi Makan dan Habitat Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di Bandung Kuring
Waduk Jati Luhur Kabupaten Karawaci. Skripsi Fakultas Perikanan IPB, Bogor (tidak
diterbitkan).
Teddy Triandiza dan Agus Kusnadi. 2012. Teknik Pemijahan Buatan dan Pemeliharaan Larva
Kima (Tridacna squamosa Lamarck) Di Laboratorium. UPT Loka Konservasi Biota Laut
LIPI Tual. vol 39, No. 1, April 2013: 1-11.