Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KELOMPOK KORALOGI

PERTUMBUHAN KARANG

Disusun oleh :

Kelompok 6

FitriAyuAzhari 230210160014

Bachtiar R Azis 230210160026

IlmaAlmira W 230210160050

Elizabeth C Sitorus 230210160061

M. ThoriqFathul H 230210160069

Bintang Chandra 230210160080

SalwatiaBuatan 230210167001

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PRODI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pertumbuhan
Karang”. Selama proses penulisan makalah ini, kami banyak menemukan
hambatan. Namun, berkat dukungan pihak-pihak yang telah membantu, kami
dapat menyelesaikannya dengan baik. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih
kepada orang-orang yang telah membantu kami dalam penulisan makalah ini
dengan baik.
Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Jatinangor, 11 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 1

II. KAJIAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Terumbu Karang ............................................................ 2
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Terumbu Karang .......... 3
2.3 Proses Kalsifikasi ............................................................................. 5
2.4 Bentuk Pertumbuhan Karang ........................................................... 8
2.5 Metode Pengukuran Pertumbuhan Karang .................................... 20

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 24
3.2 Saran .............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem pantai yang khas di
daerah tropis dan mempunyai produktivitas primer serta keragaman biota yang
tinggi. Terumbu karang hidup di kawasan tropis yang memerlukan intensitas
cahaya matahari. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu
perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia juga dapat
hidup pada kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna
(Miswar, 2006).
Terumbu karang berperan penting sebagai habitat, memijah bagi ikan-ikan
(spawning ground), tempat mencari makan (feeding ground), asuhan dan
pembesaran bagi telur serta anak-anak ikan (nursery ground), dan sebagai tempat
bersembunyi (sheltering ground) bagi biota yang ada di terumbu itu sendiri
maupun biota dari perairan di sekitarnya. yang bertujuan untuk memulihkan
ketersedian (stok) sumberdaya ikan (Miswar, 2006). Salah satu peran dari
terumbu karang yaitu dapat mengurangi dampak dari pemanasan global. Terumbu
karang dengan kondisi yang baik memiliki fungsi yang cukup luas, yaitu
memecah ombak dan mengurangi erosi. Terumbu karang juga berfungsi
mengurangi karbon yang lepas ke atmosfer sehingga dapat mengurangi kerusakan
ozon. Tetapi pada terumbu karang dengan kondisi kurang baik terjadi
pengurangan kapur yang mengakibatkan turunnya permukaan terumbu karang.
Sehingga gelombang laut tidak dapat lagi dipecah oleh terumbu karang yang
letaknya menjadi jauh di bawah permukaan laut. Lambat laun, terjangan
gelombang laut mengeruk dataran rendah menjadi laut (Yogaswara, 2005).

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini antara lain untuk mengetahui proses-proses yang
mempengaruhi pertumbuhan karang.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PengertianTerumbu Karang

Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang.


Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah
ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau karang
lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah
koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai
pembentuk utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur di
laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada
batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang
maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk
dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari
kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu karang, koral
adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur untuk
kerangka tubuhnya,karang merupakan komponen yang terpenting dari ekosistem
tersebut. Jadi Terumbu karang (Coral Reefs) merupakan ekosistem laut tropis
yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22 0C), memiliki
kadar CaCO3 (kalsium karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai
jenis hewan karang keras (Guilcher, 1988).

Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem yang khas di laut


tropis, tetapi ekosistem itu dapat pula dijumpai di beberapa daerah subtropis,
walaupun perkembangannya tidak sebaik di perairan laut tropis. Terumbu karang
merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar laut daerah tropis dan
dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya karang dan alga penghasil
kapur (CaCO3) dan menjadi ekosistem yang cukup kuat menahan gelombang laut
(Nybakken, 1992).

Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar


laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan masif

2
yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum
cnidaria, kelas anthozoa, ordo madreporia = scleractinia) dengan sedikit tambahan
dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium
karbonat, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis karang yang
mampu membuat kerangka bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat
(Nybakken 1992).

Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni
utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh
ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri
dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut
yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan
spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu
yang disebut koloni (Sorokin, 1993).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Terumbu Karang


Faktor-Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang antara
lain :
a) Suhu Perairan
Pada suhu 18˚C, karang dapat bertahan hidup. Suhu ideal pertumbuhan
karang yaitu antara 27-29˚C. Ketika suhu air laut naik melebihi suhu normalnya,
maka akan menyebabkan terjadinya pemutihan karang (Coral Bleaching). Coral
bleaching akan menyebabkan perubahan warna karang menjadi warna putih.
Ketika hal tersebut berlanjut secara terus menerus akan mengakibatkan kematian
karang.
b) Cahaya Matahari
Hubungan timbal balik yang terjadi antara karang dan alga zooxanthellae
menyebabkan perlunya cahaya yang akan dipakai dalam proses fotosintesis.
Karang akan sulit untuk bertumbuh pada perairan yang kekurangan cahaya
matahari.

3
c) Salinitas
Salinitas yang ideal bagi pertumbuhan terumbu karang berkisar antara 30-
36 ppt. semakin tawar suatu perairan akan mengancam pertumbuhan karang.
d) Sedimentasi
Butiran sedimen yang menutupi polip karang akan menyebabkan kematian
karang. Karang akan sulit ditemui di daerah yang memiliki tingkat sedimentasi
yang tinggi.
e) Kualitas Perairan
Perairan yang tercemar akan mengganggu proses pertumbuhan terumbu
karang. Pencemaran tersebut bisa saja terjadi karena limbah industry maupun
domestic sehingga menyebabkan perairan menjadi keruh. Hal tersebut tentu dapat
menghambat penetrasi cahaya ke dasar perairan sehingga menyebabkan
terganggunya proses fotosintesis.
f) Arus dan Sirkulasi Air Laut
Arus dan sirkulasi air laut akan mempengaruhi proses suplai oksigen pada
karang. Arus dan sirkulasi laut juga dapat berperan sebagai pembersih endapan
material yang menempel pada polip karang. Karang dapat bertahan hidup pada
lingkungan dengan arus yang tenang. Arus yang terlalu besar akan mengganggu
pertumbuhan karang.
g) Substrat
Substrat yang cocok untuk larva karang yaitu yang bersifat keras dan stabil
untuk menempel. Substrat yang tidak stabil seperti pasair akan sulit jika dijadikan
tempat menempel oleh larva karang.

4
Gambar 1. Faktor Pembatas Terumbu Karang
Sumber : Status Terumbu Karang Indonesia 2017, hal 6

2.3 Proses Kalsifikasi


1. Cara Pertumbuhan
Pertumbuhan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks.
Sebuah karang tumbuh dengan membentuk polip baru pada tepi luar dari koloni
induknya. Karang membentuk kerangka baru bersama dengan polip yang
dibangun dari kalsium dalam air. Bagian kepala karang adalah bentuk visual
famliar dari organisme tunggal, sebenarnya ini merupakan kelompok dari banyak
individu, namun secara keidentikan gentik, organisme multisel dikenal sebagai
polip. Polip biasanya berdiameter beberapa milimeter, dan dibentuk oleh lapisan
luar epitel dan jaringan dalam seperti jeli yang dikenal sebagai mesoglea.

Gambar. 1 Pertumbuhan Karang

5
2. Proses Kalsifikasi
Kalsifikasi adalah proses pembentukan kalsium karbonat oleh coral dan
calcareous algae, yang bersumber dari kalsium yang ada pada air laut
(Anonimus , 2003). Kapur dihasilkan dalam reaksi yang terjadi dalam
ektodermis karang. Reaksi Pertumbuhan deposit kapur mensyaratkan
tersedianya ion kalsium dan ion karbonat. Ion kalsium tersedia dalam perairan
yang berasal dari pengikisan batuan di darat. Ion karbonat berasal dari
pemecahan asam karbonat. Kalsium karbonat yang terbentuk kemudian
membentuk endapan menjadi rangka hewan karang. Sementara itu, karbon
dioksida akan diambil oleh zooxanthellae untuk fotosintesis. Pengambilan atau
pemanfaatan karbon (CO2) dalam jumlah yang sangat besar untuk keperluan
kalsifikasi kemudian menghasilkan terumbu karang sebaran vertikal dan
horisontal yang amat luas. Kalsifikasi diawali dengan polip karang menyerap
ion-ion kalsium (Ca2+) dari air laut dan memindahkannya ke tempat kalsifikasi
di dekat dasar polip. Kristal argonit yang sangat kecil terbentuk di lapisan
jaringan calicoblastic polip dan kemudian diendapkan pada kerangka dimana
kristal argonit berperan sebagai nukleus untuk berlanjutnya pertumbuhan.

Koral dan pembangun karang lainnya (ganggang, moluska, cacing dll)


menggunakan karbon dioksida dari proses respirasi dan mengkombinasikannya
dengan kalsium dari air laut untuk membentuk kerangka batu kapur
(kalsiumkarbonat). Dalam karang, energi yang dibutuhkan untuk melakukan ini
berasaldari ganggang mikroskopis yang hidup di dalam jaringan karang.

Gambar. 2 Proses Klasifikasi

6
Fotosintesis oleh alga (zooxanthellae) menyediakan gula, karbohidrat dan lemak
yang diperlukan untuk mendukung metabolisme karang. Hubungan ini disebut
endosimbiosis, karang dan ganggang masing-masing tergantung satu sama lain
untuk bertahan hidup. Bangunan terumbu Karang berevolusi di perairan tropis
yang kekurangan nutrisi. Endosimbiosis ini menyediakan energi yang dibutuhkan
untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan reproduksi dari terumbu karang. Molekul-
molekul yang menyusun kerangka disekresikan oleh lapisan calicoblastic atau
epitel, sedangkan ektoderm atau kulit melapisi bagian bawahdari polip. Proses ini
membutuhkan sejumlah besar energi, dan tingkat di mana hal itu terjadi cukup
lambat. Proses yang disebut kalsifikasi sangat memerlukan energi, energi ini
disediakan oleh ganggang yang berada di jaringan karang. Karang mensekresikan
skeleton mereka melalui lapisan calicoblastic, ini adalah lapisan luar kulit atau
ektoderm yang terletak di bawah semua polip.Lapisan ini mengandung sel-sel
khusus yang terus menerus mengeluarkankalsium (Ca2+) dan ion bikarbonat
(HCO3-) untuk lingkungan eksternal. Hal ini menyebabkan pengendapan matriks
kalsium karbonat (CaCO3atau aragonit).

Selain proses kalsifikasi tersebut, peran terumbu karang sebagai penyerap


karbon dapat ditunjukan juga oleh produktivitas primernya. Produktivitas primer
di terumbu karang sangat tinggi, diperkirakan mencapai 1500-3500 gC/m2/tahun
(Nybakken, 1988). Produktivitas primer ini berasal dari tumbuhan yang
berasosiasi dengan terumbu seperti alga koralin, alga hijau, dan cokelat dan
memiliki kemampuan melakukan fotosintesis yang sangat besar. Selain itu
produktivitas primer juga berasal dari zooxanthelae yang merupakan organisme
ototrofik yang sangat berdayaguna untuk menyerap karbon seperti halnya
fitoplankton lain, dan karena berada di seluruh terumbu maka akan membentuk
biomassa yang sangat berarti. Zooxanthelae juga membantu terumbu dalam
mempercepat proses kalsifikasi yang sangat diperlukan untuk menjaga terumbu
dari berbagai tenaga yang dapat merusaknya.

7
Zooxanthella mempercepat pembentukan skeletal dalam bangunan
terumbu karang melalui sebuah fenomena yang disebut “light enhanced
calcification”. Zooxanthella memiliki peran ganda dalam menjelaskan
keberhasilan terumbukarang, pertama, melalui kontribusinya pada sumbangan
energi bagi coral (coral’s energy budget) dan kedua, melalui percepatan laju
kalsifikasi dan tentu saja laju pertumbuhannya dalam kompetisi dengan organisme
bentik lain. Secara pasti bagaimana kalsifikasi dipercepat belum dimengerti
sepenuhnya.
Beberapa mekanisme yang mungkin antara lain:
1. Tekanan kondisi fisikokimia yang mendukung kalsifikasi :
Ca2+ + 2HCO3-↔Ca(HCO3)2 ↔ CaCO3 + H2CO3 ↔ CaCO3 +
H2O+CO2
Hilangnya air dan karbon dioksida melalui fotosisntesis ( H2O + CO2 →
CH2O+O2) menekan persamaan diatas kearah kanan dan menghasilkan
bentuk kalsiumkarbonat (CaCO3).
2. Kontribusi energi yang diperoleh dari pemecahan produk fotosintetik
yangdipindahkan menjadi proses kalsifikasi.
3. Fotosintesis meningkatkan pH (menjadi lebih basa) yang akan
meningkatkankonsentrasi ion karbon yang ada.
4. Fotosintesis menghilangkan/mengurangi nutrien organic (seperti fosfat)
yangmenempati formasi kristal-kristal aragonite (kalsium karbonat)
Bentic algae juga secara aktif berpartisipsi dalam produktivitas primer di
ekosistem terumbu karang. Sekitar 5.5 Kg C/m2/tahun disumbangkan oleh alga
bentik. Dengan demikian alga merupakan kontributor penting dalam kalsifikasi
terumbu (Payri, 2003)

2.4 Bentuk Pertumbuhan Karang


Karang keras pada dasarnya hewan yang hidup berkoloni, sedangkan
karang keras di tinjau dari segi koralit karang dibagi atas dua yaitu, karang yang
hidupnya berkoloni dan karang yang soliter. Karang yan hidunya berkoloni

8
memiliki variasi bentuk pertumbuha. Menurut English et.all., (1994) bentuk
pertumbuhan karang di bagi atas karang Acropora dan karang non Acropra.
Karang Acropora memiliki ciri berupa axial coralit dan radial coralit, sedangkan
karang non Acropora hanya memiliki radial coralit, seperti gambar 1 di bawah.

Gambar 2. Perbedaan Skeleton Karang Acropora dengan Karang Non Acropora

a) Bentuk Pertumbuhan Karang Non Acropora


1. Coral Branching (CB); Bentuknya bercabang seperti Ranting dimana
cabang lebih panjang dari diameter yang dimilikinya.

Gambar 3. Coral Branching (CB)

2. Coral massive (CM); Bentuknya padat seperti bola atau bongkahan batu
dengan ukuran yang bervariasi, permukaaan karang halus dan padat.
Ukuran dapat mencapai tinggi dan lebar beberapa meter,

9
Gambar 4. Coral massive (CM)

3. Coral encrusting (CE); Bentuknya kerak dimana tubuhnya menyerupai


dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-
lubang kecil.

Gambar 5. Coral encrusting (CE)

4. Coral submassive (CS); Benetuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau


kolom-kolom kecil.

10
Gambar 6. Coral submassive (CS)

5. Coral foliose (CF); tubuh bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada


dasar terumbu, berukuran kecila dan membentuk lipatan atau melingkar.

Gambar7. Coral foliose (CF)

6. Coral mushroom (CMR); bentuknya seperti jamur dimana benrbentuk oval


memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga
pusat mulut.

11
Gambar 8. Coral mushroom (CMR)

7. Coral millepora (CML); Semua jenis karang apa dimana dapat dikenali
dengan adanya warna kuning di ujung koloni serta rasa panas seperti
terbakar jika tersentuh.

Gambar 9. Coral millepora (CML)

8. Coral heliopora (CHL); Semua karang biru yang dapat ditandai dengan
warna biru pada rangka kapur karang.

12
Gambar 10. Coral heliopora (CHL)

b) Bentuk Pertumbuhan Karang Acropora


1. Acropora branching (ACB); Acropora yang bentuknya bercabang seperti
ranting pohon.

Gambar 11. Acropora brancing (ACB)

2. Acropora digitate (ACD); Acropora berjari dimana bentuk percabangan


rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan

13
Gambar 12. Acropora digitate (ACD)

3. Acropora ecrusting (ACE); Acropora yang bentuknya merayap seperti


mengerak, biasanya itu terjadi pada aAcropora yang belum sempurna

Gambar 13. Acropora encrusting (ACE)

4. Acropora submassive (ACS); Acropora yang percabangan nya berbentuk


gada/lempeng dan kokoh

14
Gambar 14. Acropora submassive (ACS)

5. Acropora tabulate (ACT); Acropora dengan bentuk bercabang dengan arah


mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang
berpusat atau betumbpu pada sisi membentuk sudut atau datar.

Gambar 15. Acropora tabulate (ACT)

c) Bentuk Koralit Hewan Karang


Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding
(percabangan) dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran
koralit juga berbedabeda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan
tentang habitat serta cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor
dominan yang menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang
(polip) yang berbeda-beda.

a. Dinding Terpisah
Tipe Placoid; masing-masing corallite memiliki dindingnya masing-masing
dengan tonjolan menyerupai tabung yang dipisahkan oleh Coenosteum.

15
Gambar 16. Corallite karang tipe placoid

Tipe Phaceloid; apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga


mempunyai corallite dengan dinding masing-masing yang dipisahkan oleh ruang
kosong.

Gambar 17. Corallite karang dengan tipe phaceloid

Tipe Flabello-meandroid; seperti meandroid, dimana membentuk lembah-lembah


memanjang, namun corallite tidak memiliki dinding bersama.

16
Gambar 18. Corallite karang tipe flabello-meandroid

Tipe Soliter; tipe ini hanya terdiri atas satu corallite (tidak berkoloni). Umumnya
memiliki dua bentuk yaitu bulat dan lonjong.

Gambar 19. Corallite karang dengan tipe soliter

b. Dinding menyatu
Tipe Cerioid; apabila dinding corallite saling menyatu (bersanding satu sama lain)
dan membentuk permukaan yang datar.

17
Gambar 20. Corallite karang dengan tipe cerioid

Tipe Meandroid;apabila koloni mempunyai corallite yang membentuk lembah dan


corallite disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk
alur-alur seperti sungai.

Gambar 21. Corallite karang dengan tipe meandroid

c. Spesial
Tipe Themnasteroid; antar corallite tidak memiliki dinding, dimana membentuk
kanal-kanal kecil yang terpusat.

18
Gambar 22. Corallite karang dengan tipe themnasteroid

Tipe Hydnophoroid; Corallite terbentuk seperti bukit yang masing-masing


memiliki dinding pembatas, tersebar pada seluruh permukaan koloni.

Gambar 23. Corallite karang dengan tipe hydrophoroid

Tipe Flabellatte; bentuk koloni karang yang berlekuk-lekuk atau mempunyai alur
yang berkelok dengan masing-masing koralit mempunyai dinding yang terpisah.

Gambar 24. Corallite karang tipe flabellate

Dendroid; bentuk pertumbuhan koloninya hampir menyerupai pohon, dimana


mempunyai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya di jumpai kalik utama.

19
Gambar 25. Corallite karang tipe dendroid

2.5 Metode Pengukuran Pertumbuhan Karang


1. Metode Survei Lapangan
a. Metode Rapid Reef Resource Assesment (RRA) (Manta Tow)
Metode ini digunakan untuk pengamatan seluruh kondisi terum bukarang
di suatu area yang luas. Metode Manta Tow ini juga suatu teknik pengamatan
terumbu karang dengan cara pengamat dibelakang perahu kecil bermesin dengan
menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat

Kelebihan Metode ini yaitu mampu mengetahui area penutupan terumbu karang di
area yang luas, juga memberikan estimasi tutupan terumbu karang, tipe karang
yang dominan, dan estimasi kematian.

Kelemahan Metode ini yaitu diagnose secara detail atau data kuantitatif tidak
mungkin ada. Tergantung pada kualitas air, estimasi karang mati bias dilakukan
jika kondisi visibilitas air baik.

20
b. Metode Line Intercept Transect (LIT)

Metode Transek garis (Line Intercept transect/LIT) digunakan untuk


mengestimasi penutupan karang dan penutupan komunitas bentos yang hidup
bersama karang. Metode ini cukup praktis, cepat dan sangat sesuai untuk wilayah
terumbu karang di daerah tropis. Pengambilan data dilakukan dengan penyelaman
pada kedalaman 3 meter dan 10 meter. Metode ini dapat memberikan data detail
tentang rata – rata berdasarkan pengukuran seluruh koloni, dinamika populasi dan
satus kesehatan karang. Monitoring dengan waktu yang lama pada coloni yang di
tag dapat memberikan data tentang nasib koloni (penutupan /kematian/tetap).
Menurut English et al. (1994), prosedur kerja yang digunakan yaitu merentangkan
rol meter di atas ekosistem sepanjang 100 meter. Kemudian dilakukan
pengamatan biota habitat dasar yang terbentang di bawahrol 100 meter tersebut.
Pengambil data bergerak perlahan dari titik nol untuk mencatat transisi dan
lifeform (kategori) yang beradatepat di bawah transekpada data sheet. Peneliti
harus mencatat kode lifeform biota habitat dasar dan transisi (dalam cm) tempat
pergantian lifeform dalam data sheet sesuai dengan format tercantum.

Kelebihan :

Metode ini yaitu dapat mengukur dengan cepat tentang struktur komunitas karang,
kondisi, dan rata-rata disease dariseluruh koloni. Menyediakan informasi tentang
struktur ukuran, kepadatan koloni, dan penutupan karang.

21
Kelemahan :

Metode ini memerlukan multiple transek seluruh nya dari masing – masing zona
untuk rata-rata kuantitas. Metode ini tidak mampu menyajikan informasi sebaran
terumbu. Cara ini akan mendapatkan kendala sulitnya pengamatan
ketidakteraturan formasi terumbu. Tidak memberikan nilai yang bisa di compare
dari area yang di survey jika karang memiliki variasi ukuran berbeda tiap stasiun.
Ukuran koloni berdasarkan pengukuran aktual (atau pengkiasan ukuran) akan
tetapi persen kematian koloni diestimasi dan dapat memiliki variasi yang banyak
di antara area yang di survey.

2. Metode Penginderaan Jauh


a. FotoUdara

Metode ini dilakukan dengan menggunakan fotogrametri di daerah dengan


perairan visibilitas yang jelas. Pada interpretasi fotoudara, pengaruh kedalaman
perairan tidak dapat dibedakan dengan pengaruh karakteristik dasar perairan,
sehingga penampakan terumbu karang menjadi kurang jelas

b. Citra Satelit

Pengamatan citra dilakukan melalui citra pada kondisi air laut yang jernih dan
mempunyai karakteristik yang homogen. Informasi tentang objek didapat dari
analisis data yang dikumpulkan oleh sensor. Pantulan dasar perarian tidak dapat

22
diamati secara langsung pada citra satelit karena dipengaruhi oleh serapan dan
hamburan lapisan permukaan ini. Pengaruh ini dapat dihitung menggunakan
algoritma lyzenga. Lyzenga mengembangkan teknik penggabungan informasi dari
beberapa saluran spectral untuk menghasilkan indeks pemisah kedalaman dari
material penutup dasar perairan. Penggunaan algortima ini dapat memberikan
akurasi yang lebih tinggi.

 Kelebihan
Pemetaan terumbu karang menggunakan citra satelit sangat
menguntungkan untuk pemantauan dan manajemen lingkungan terumbu karang
yang sangat luas. Metode ini juga menbutuhkan biaya yang lebih sedikit dengan
waktu pengerjaan yang lebih cepat.

 Kelemahan
Metode ini yaitu kemampuan penetrasi panjang gelombang menurun tiap
kedalaman. Pemetaan dengan citra satelit dibatasi sampai kedalaman 10 meter.
Metode ini juga mengalami keterbatasan pada perairan keruh. Kekeruhan akan
mempengaruhi sifat pantulan dasar perairan. Pemetaan terumbu karang
menggunakan citra satelit merupakan cara yang efektif untuk diterapkan di
Indonesia dengan pertimbangan luasnya wilayah yang harus dipetakan, biaya
yang dibutuhhkan, serta tingkat ketelitian informasi yang diharapkan.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem yang khas di laut
tropis, tetapi ekosistem itu dapat pula dijumpai di beberapa daerah subtropis,
walaupun perkembangannya tidak sebaik di perairan laut tropis. Terumbu karang
merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar laut daerah tropis dan
dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya karang dan alga penghasil
kapur (CaCO3) dan menjadi ekosistem yang cukup kuat menahan gelombang laut
(Nybakken, 1992).

Faktor oseanografi perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan si terumbu


karang itu sendiri seperti intensitas cahaya, suhu perairan, salinitas, sedimen, arus,
juga substrat di perairan tersebut.
Untuk metode pengukurannya sendiri ada beberapa cara yaitu dengan
menggunakan citra satelit, manta tow, juga transek garis.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kemudian hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Adityawan. 2011. Coralogy; http://ahmadaditiyawan.blog.com/


AIMS. 2013. http://coral.aims.gov.au/f. Australia
Carribbean Reefs. http://reefguide.org/carib/branchingfire.html.
English. S., Wilkinson. C., Baker. V., 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project Living Coastal
Resources. Australia.
Giyanto, Dkk. 2017. Status Terumbu Karang Indonesia 2017. Jakarta : Puslit
Oseanografi-LIPI
Jan dan Eunice
Messersmith.2010. http://www.messersmith.name/wordpress/tag/heliopora
-coerulea/
Suharsono. 2008. Jenis-Jenis Karang Di Indonesia. LIPI; COREMAP Program.
Jakarta
Taripar M. Nababan. 2009. Skripsi; Persen Tutupan Karang (Percent Cover)
Terumbu Karang Hidup Di Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Nangroe
Aceh Darussalam. Departemen Biologi Fakultas Matematikan Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.
Veron, J.E.N., 1986. Corals of Australia and the Indo-Paci fi c, Augus
Robertson. Publsh. 644 pp.
Veron, J.E.N. 2000. Corals of the World. AIMS. Australia. Vol. I, II, III.
Guilcher, Andre,1988, Coral Reef Geomorphology, John Wiley & Sons Ltd, New
York.
Nybakken,J.W, 1988, Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis, Gramedia, Jakarta
Sorokin, Y. I. 1993. Coral Reef Ecology. Spinger-Verlag, Berlin, Heidelberg.
Anonimus. 2003 b. An Introduction to Coral Reefs. http://
manta.uvi.edu/coralreefer/
(download:29 Oktober 2003)

Kawaroe, Mujizat. 2005. Kajian Marine Carbon Sink Sebagai Potensi Kelautan
Yang Belum Populer. Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor

Timotius, Silvianita. 2010. BiologiTerumbuKarang 1.


http://www.terangi.or.id/publications/pdf/biologikarang.pdf.

25
Payri.,C. 2003. Algae in the coral reef environment.
http://www.com.univmrs.fr/IRD/attolpol/ (Download : 16 Oktober 2003)
Nybakken, J.W. 1988. Marine Biology: An Ecological Approach. PT. Gramedia.
https://www.academia.edu/11497771/Metode_Pengukuran_Terumbu_Karang
English, et, al,. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian
Institute of Marine Science. Townsville.

26

Anda mungkin juga menyukai