Anda di halaman 1dari 51

IDENTIFIKASI JENIS LAMUN MENGGUNAKAN

METODE TRANSEK KUADRAN DI PERAIRAN


PULAU KELAPA DUA TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

KERJA PRAKTIK AKHIR (KPA)


PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN

Oleh :

SUCI RAMADHANI
NIT.19.7.05.110

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE
2022
IDENTIFIKASI JENIS LAMUN MENGGUNAKAN
METODE TRANSEK KUADRAN DI PERAIRAN
PULAU KELAPA DUA TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

Oleh :

SUCI RAMADHANI
NIT.19.7.05.110

Laporan KPA ini disusun sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh sebutan
Ahli Madya Perikanan (A.Md. Pi)
Pada Program Studi Teknik Kelautan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE
2022
LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI JENIS LAMUN MENGGUNAKAN


METODE TRANSEK KUADRAN DI PERAIRAN
PULAU KELAPA DUA TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

Laporan KPA telah disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Agus Surachmat, M.Si Dwi Rosalina, S.Si., M.Si


NIP.19590814 198803 1 002 NIP. 19831018 201902 2 002

Diketahui oleh :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani , M.Si


NIP.19641217 199003 2 003

i
HALAMAN PENGESAHAN

IDENTIFIKASI JENIS LAMUN MENGGUNAKAN


METODE TRANSEK KUADRAN DI PERAIRAN
PULAU KELAPA DUA TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh

NAMA : SUCI RAMADHANI


NIT : 19.7.05.110

Laporan KPA telah dipertahankan di depan Tim Penguji

Tanggal : 4 juli 2022

Ketua Tim Penguji Anggota Tim Penguji I

Katarina Hesty Rombe, S.Kel.,Msi Ir. Agus Surachmat, M.Si


NIP. 19920625 201902 2 009 NIP.19590814 198803 1 002

Sekertaris Tim Penguji Anggota Tim Penguji II

Khairul Jamil, S.P., M.Si Dwi Rosalina, S.Si., M.Si


NIP.19710214 200604 1 001 NIP.19831018 201902 2 002

Diketahui oleh
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani, M.Si


NIP. 19641217 199003 2 003

ii
RINGKASAN

Suci Ramadhani Identifikasi jenis lamun menggunakan metode transek


kuadran di Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Kepulauan Seribu DKI Jakarta.
Dibimbing oleh Ir. Agus Surachmat, M.Si dan Dwi Rosalina, S.Si., M.Si.

Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang


dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal. Lamun adalah
tumbuhan berbiji satu yang mempunyai akar, batang rimpang, (rhizome), daun
dan buah. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini menggunakan metode
transek kuadrat yang terdiri dari transek (garis lurus) dan frame berbentuk
kuadrat (bingkai berbentuk segi empat yang diletakkan pada garis) dengan plot
berukuran 50×50 cm. Dari Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 5
jenis lamun yang ditemukan diantaranya: Enhalus acoroides, Cymodocea
rotundata, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata and Halophila Ovalis.
Kerapatan tertinggi jenis lamun Cymodocea serrulata sebesar 43 ind/m 2 pada
stasiun dua dan terendah Thalassia hemprichii sebesar 0,02 ind/m2 pada stasiun
1. Penutupan tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 26 % pada
stasiun dan terendah Halophila ovalis sebesar 0,13 % pada stasiun 2. Indeks
nilai penting tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 2,09 pada stasiun
3 dan terendah Cymodocea serrulata sebesar 0,07 pada stasiun
3.Keanekaragaman tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 4,03 pada
stasiun 1 dan terendah Cymodocea rotundata sebesar 0,29 pasa stasiun 4.
Dominansi tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 6,19 pada stasiun
1 dan terendah Enhalus acoroides sebesar 0,04 pada stasiun 3.

Kata kunci : Jenis Lamun, Kerapatan, Penutupan, Indeks Nilai Penting,


Keanekaragaman

iii
Summary

Suci ramadhani. Identificatin of seagrass species using the quadrant transect


method on kelapa island Dua National Part Thousand Island DKI Jakarta.
Supervised by Ir. Agus Surachmat, M.Si and Dwi Rosalina, S.Si., M.Si.

Seagrass is a flowering plant (Angiospermae) that can grow well in a


shallow marine environment. Seagrass is a one seeded plant that has roots,
stems, rhizomes leaves and fruit. The method used in this activity uses a
quadratic transect method consisting of transects (straight lines) and quadratic
frames (square frames placed on line). With a plot measuring 50×50 cm.
observations showed that there were four types of seagrass found including
Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Cymodocea
serrulat and Halophila Ovalis. The highest density of seagrass species
Cymodocea serrulata was 43 ind/m2 at station two and the lowest was Thalassia
hemprichii at 0.02 ind/m2 at station 1. The highest density of seagrass species
was Thalassia hemprichii at 26% at station and the lowest was Halophila ovalis
at 0.13% at station 2. The highest important value index of seagrass species is
Thalassia hemprichii of 2.09 at station 3 and the lowest is Cymodocea serrulata
of 0.07 at station 3. The highest diversity of seagrass species is Thalassia
hemprichii of 4.03 at station 1 and the lowest is Cymodocea rotundata of 0, 29 at
station 4. The highest dominance of seagrass species Thalassia hemprichii was
6.19 at station 1 and the lowest was Enhalus acoroides at 0.04 at station 3.
Keywords : Density, Closure, Important Value Index, Diversity, Seagrass
Dominance.

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhirnya Laporan Kerja Praktik Akhir yang berjudul “Identifikasi Jenis Lamun
Menggunakan Metode Transek Kuadran di Perairan Pulau Kelapa Dua
Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Seribu Utara Kepulauan Seribu” ini dapat
diselesaikan sesuai dengan target mutu dan waktu yang direncanakan.
Proses persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan ini telah
melibatkan kontribusi pemikiran dan saran banyak pihak, atas dedikasi tersebut
pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si selaku Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan
Bone atas izin pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA);
2. Bapak Ir. Agus Surachmat, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan
arahan penyempurnaan serta ulasan kritis;
3. Ibu Dwi Rosalina, S.Si., M.Si selaku pembimbing II atas kesediaan waktu
memberikan telaah mendalam, koreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan
informasi;
4. Pihak Taman Nasional Kepulauan Seribu di SPTN 1 yang telah terlibat dan
membantu penyelesaian Kerja Praktik Akhir.
5. Bapak Marsan Sutisna selalu pembimbing di lapangan dalam Kerja Praktik
Akhir.
6. Ayah, ibu, keluarga serta teman-teman yang telah membantu dalam
penyusunan laporan proposal ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Atas segala kekurangan dan kekhilafan, penulis megharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun sebagai penyempurna tulisan selanjutnya.
Semoga laporan ini bermanfaat dan diterima sebagai bahan pengusulan untuk
pelaksanaan Kerja Praktik Akhir.

Bone, Juli 2022

Suci Ramadhani

v
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................. .......................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... . ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan.............................. ........................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 2
2.1 Definisi Lamun ............................................................................................. 3
2.2 Morfologi Lamun .......................................................................................... 4
2.3 Jenis-Jenis Lamun di Perairan Indonesia ................................................... 6
2.4 Kondisi komunitas Lamun .......................................................................... 15
2.5 Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun.... 16
III.METODE PELAKSANAAN ............................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 18
3.2 Rencana Kegiatan Praktek Kerja Akhir ..................................................... 18
3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................... 19
3.4 Analisis Data............................................................................................... 22
IV.PEMBAHASAN ................................................................................................ 26
4.1 Tinjauan umum taman nasional laut kepulauan seribu ............................. 26
4.2 Jenis lamun yang di temukan ................................................................... 27
4.3 Struktur vegetasi ....................................................................................... 30
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 35
5.1 Simpulan . …………………………………………………………………….35
5.2 Saran . ................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 36
LAMPIRAN........................ ................................................................................... 38

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rencana Kegiatan ...............................................................................18


2. Alat dan Bahan .................................................................................... 18
3. Kategori penutupan Lamun..................................................................20
4. Status Padang lamun ..........................................................................22

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Lamun ................................................................................... 4


2. Enhalus acroides .................................................................................. 6
3. Thalassia hemprichi .............................................................................. 7
4. Cymodocae serulata ............................................................................. 7
5. Cymodocea rotundata .......................................................................... 8
6. Syringodium isoetifolium ....................................................................... 9
7. Halodule uninervis ...............................................................................10
8. Halodule pinifolia .................................................................................10
9. Halophila ovalis ...................................................................................11
10. Halophila spinulosa............................................................................12
11. Halophila minor ..................................................................................13
12. Halophila decipiens ............................................................................13
13. Thalassodendron cilliatum .................................................................14
14. Frame Kuadran 50 × 50 cm2 .............................................................21
15. Skema Transek Kuadran Di Padang lamun .......................................21
16. Frame Kuadran 50 x 50 cm ..............................................................22
17. Enhalus acroides ...............................................................................24
18. Cymodocea rotundata .......................................................................25
19. Thalassia hemprichii ..........................................................................25
20. Cymodocae serrulata .........................................................................26
21. Halophila ovalis .................................................................................27
22. Kerapatan Jenis lamun ......................................................................28
23. Penutupan jenis lamun ......................................................................29
24. Indeks Nilai Penting ..........................................................................30
25. Keanekaragaman .............................................................................31
26. Dominansi .........................................................................................32

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Persentase penutupan Lamun...…........................................23


Lampiran 2. Panduan Identifikasi Lamun……………................................ 25
Lampiran 3. Alat yang digunakan…………………………………………….39
Lampiran 4. Pelaksanaan Kegiatan………………………………………….40
Lampiran 5. Data Mentah …………………………………………………….41

ix
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati yang tinggi
(megabiodiversity) dan memiliki potensi laut yang sangat besar. Salah satu
sumber daya laut yang memiliki peran penting selain terumbu karang dan
mangrove adalah padang lamun.
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiosperma) yang hidup terendam
dalam kolom air dan berkembang dengan baik di perairan dangkal dan estuary.
Di Indonesia terdapat 12 jenis lamun yang tersebar di hampir seluruh perairan
Indonesia dengan luas diperkirakan 30.000 km2. (Kuo, 2007; Rahmawati et al,
2014).
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang
mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan salah satu
ekosistem yang paling produktif, sehingga dapat mendukung potensi
sumberdaya yang tinggi pula sebagai produsen, lamun melakukan fotosintesis
untuk menghasilkan bahan organic dengan bantuan sinar matahari. Lamun juga
mendukung aktivitas perikanan, komoditas kerang-kerangan dan biota
evertebrata lainnya (Bastyan and Cambridge, 2008; Benny, 2012).
Metode transek kuadrat terdiri dari transek dan frame berbentuk kuadrat.
Transek adalah garis lurus yang ditarik diatas padang lamun, sedangkan
kuadran adalah frame atau bingkai berbentuk kuadran (segi empat) yang
diletakkan pada garis tersebut. Metode transek kuadran ini mempunyai fungsi
untuk mengetagui jenis-jenis lamun dan sebagai alat yang digunakan untuk
mengidentifikasi tumbuhan lamun disuatu perairan laut dangkal dan estuaria.
Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan salah satu Taman Nasional
yang ada di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai objek edukasi dan pariwisata
yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang beranekaragam.Salah satu
pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu adalah Pulau Kelapa.Ekosistem lamun
yang berada di daerah pesisir khususnya di Kepulauan Seribu selama beberapa
tahun terakhir mulai dihadapi dengan kondisi kerusakan akibat dari gangguan
baik akibat aktivitas manusia mau pun akibat alami. Terdapat indikasi dari tahun
ke tahun luasan padang lamun yang produktif semakin berkurang. Padahal
ekosistem lamun memiliki nilai pelestarian fungsi dan manfaat yang besar bagi
ekosistem perairan.Menyadari pentingnya nilai ekologis lamun sebagai bagian

1
dari rantai makanan dan masih sedikitnya informasi mengenai ekosistem ini,
maka perlu diupayakan pelestarian lamun.
Kepulauan Seribu termasuk ke dalam salah satu pulau berpenghuni yang
yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup cukup tinggi yaitu 20.700 jiwa
pada tahun 2002, sehingga aktivitas masyarakat berpotensi memberikan dapak
negatif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi ekosistem
lamun. Kerusakan ekosistem lamun, umumnya disebabkan oleh aktivitas
manusia di kawasan pesisir seperti pembangunan, pengerukan, reklamasi
pantai dan kegiatan penangkapan yang menggunakan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan.
Sebagai ekosistem pesisir keberadaan ekosistem lamun memiliki anacaman
kerusakan yang dapat dapat mengurangi jumlah populasinya. Kerusakan
ekosistem lamun di sebabkan dari kegiatan manusia dan juga dari aktifitas alam
(Nontji 2010). Oleh karna itu saya mengambil judul “ Identifikasi Jenis Lamun
Menggunakan Metode Transek Kuadran di Perairan Pulau Kelapa Dua
Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Seribu Utara Kepulauan Seribu DKI
Jakarta”.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi jenis lamun di perairan Pulau Kelapa Dua, Taman Nasional
Kepulaun Seribu
2. Menghitung kerapatan, penutupan, dan indeks nilai penting di perairan Pulau
Kelapa Dua, Taman Nasional Kepulaun Seribu
3. Menghitung keanekaragaman, dan dominansi di Perairan Pulau Kelapa Dua,
Taman Nasional Kepulaun Seribu

2
II. TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Lamun


Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari
rhizoma, daun dan akar. Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan
merayap secara mendatar dan berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh
batang pendek yang tegak keatas, berdaun dan berbunga serta tumbuh pula
akar, dengan rhizoma dan akar inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri
dengan kokoh di dasar laut. Sebagian besar lamun berumah dua artinya dalam
satu tumbuhan hanya ada jantan dan betina saja, system pembiakan bersifat
khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air serta buatan terendam
dalam air (Rahmawati et al, 2014).
Terdapat 60 jenis lamun di seluruh dunia (Kuang, 2006) dalam Supriyadi,
2008), 20 jenis di temukan di Asia Tenggara 12 diantaranya dapat di jumpai di
perairan Indonesia (Nontji, 2005). Penyebaran padang lamun di Indonesia cukup
luas, mencakup hamper seluruh perairan nusantara yakni Jawa, Sumatera, Bali,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian jaya. Lamun dapat
tumbuh diperairan laut dangkal yang agak berpasir atau berlumpur dan masih
banyak dijumpai sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang
masih baik (Hemminga dan Duarte, 2000). Terdapat 12 jenis lamun di Indonesia,
tergolong ke dalam dua suku yaitu Hydrocharitaceae dan
Cymodoceaceae/Potamogetonaceae, lamun termasuk divisi Magnoliophyta dan
merupakan kelas Angiospermae. Luas lamun di Indonesia yaitu 150.693,16 Ha,
dengan rincian luas lamun di Indonesia timur 146.283,68 Ha, sedangkan
Indonesia barat hanya 4.409,48 Ha (Hernawan dan duarte, 2017).

2.2 Morfologi Lamun


Lamun memiliki organ dan jaringan yang sama dengan tumbuhan
berbunga yang umum di jumpai di daratan. Hampir semua tumbuhan berbunga
yang telah dewasa, memiliki morfologi tersendiri untuk bagian di atas tanah
(above ground) dan bagian di bawah tanah (below ground). Bagian bawah tanah,
umumnya terdiri atas akar untuk penjangkaran, dari rhizoma sebagai struktur
penyangga. Bagian atas tanah biasanya merupakan tunas yang berkembang
menjadi beberapa daun. Selembar daun biasanya memiliki pelepah/seludang

3
daun yang berfungsi untuk melindungi apical meristem dan perkembangan daun
(Kuo dan den Hartog, 2006; Azkab, 2006 Sartika, 2012).
Lamun sebagian besar merupakan tumbuhan berumah dua, artinya
dalam satu individu atau tegakan hanya ada bunga betina saja atau betina jantan
saja. System penyerbukan lamun berlangsung secara khas, yaitu terjadi di dalam
air dan buahnya terendam air (Azkab, 2006 Safrika, 2012). Morfologi lamun
secara umum seperti pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Morfologi Lamun


Sumber : Azkab, (2006) Safrika, (2012)

2.2.1 Akar
Akar tumbuhan lamun memiliki fungsi yaitu sebagai penyerap nutrien
dan sebagai tempat penyimpanan oksigen (O2) hasil proses fotosintesis dan
karbondioksida (CO2) yang digunakan dalam proses fotosintesis. Akar tumbuhan
lamun memiliki pusat stele yang mengandung pholoem (jaringan transport
nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) serta dikelilingi oleh
endodermis. Tumbuhan lamun memiliki akar dengan morfologi yang berbeda
antar spesies, salah satunya yaitu spesies lamun Halophila dan Halodule
memiliki karakteristik akar yang tipis (fragile) seperti rambut, sedangkan spesies
lamun Thalassodendron memiliki karakteristik akar yang kuat dan berkayu
dengan sel epidermal (Nurzahraeni, 2014).
2.2.2 Rhizoma
Rhizoma merupakan batang tumbuhan lamun yang terbenam dalam
substrat sedimen dan merayap secara mendatar dan berbuku-buku. Buku-buku

4
pada tumbuhan lamun tersebut akan tumbuh batang lamun yang pendek dan
tegak ke atas. Struktur rhizoma dan batang tumbuhan lamun memiliki variasi
yang sangat tinggi tergantung susunan di dalam stele pada masing-masing
spesies lamunnya. Rhizoma tumbuhan lamun dapat menyebar luas (ekstensif)
dalam substrat dan memiliki peran utama dalam proses reproduksi secara
vegetatif serta mampu menahan hempasan arus perairan laut. (Nurzahraeni,
2014) berpendapat bahwa 60-80% volume rhizoma berasal dari biomassa
lamun.
2.2.3 Daun
Daun tumbuhan lamun dapat tumbuh dan berkembang dari meristem
basal yang terletak pada rizoma dan percabangannya. Secara umum, bentuk
daun tumbuhan lamun memiliki karakteristik bentuk daun yang hampir sama
antara satu spesies dengan spesies lainnya (Sjafrie et al. 2018). Kesamaan
tersebut dapat dilihat dari bentuk daunnya, dimana sebagian besar tumbuhan
lamun memiliki bentuk daun yang memanjang, kecuali jenis lamun Halophila
yang memiliki bentuk daun oval/lonjong (Nurzahraeni, 2014). Daun tumbuhan
lamun mudah dikenali dari bentuk daun, ujung daun dan ada tidaknya ligula
(lidah daun). Daun lamun memiliki dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan
daun. Secara anatomi, daun lamun memiliki ciri khas dengan tidak memiliki
stomata dan memiliki kutikel yang tipis (Nurzahraeni, 2014).

2.3 Jenis-jenis Lamun Di perairan Indonesia


Beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. Enhalus acoroides
Enhalus acoroides merupakan tanaman yang kuat Memiliki ciri khusus yaitu
berukuran paling besar (daun bisa mencapai 1 meter) dan Rambut pada
rhizoma seperti dilihat pada Gambar 2 (Sjafrie et al., 2018).

5
Gambar 2. Enhalus acoroides
Sumber : (Sjafrie et al., 2018)

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Hydrocharitales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides

2. Thalassia hemprichii
Thalassia hemprichii memiliki ciri khusus yaitu Mirip Cymodocea rotundata,
tapi rhizoma beruas-ruas dan tebal dan Garis/bercak coklat pada helaian daun
dapat dilihat pada Gambar 3 (Sjafrie et al., 2018).

Gambar 3. Thalassia hemprichii


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Thalassia .
Spesies :Thalassia hemprichii

6
3. Cymodocea serullata
Memiliki rizhoma yang halus, tiap-tiap tunas terdiri dari dua sampai
lima helaian daun, daunnya membentuk segitiga yang lebar, dan menyempit
pada bagian pangkalnya, daunnya berwarna ungu pada tumbuhan yang masih
hidup, tepi daunnya tampak jelas (Sjafrie et al., 2018).

Gambar 4. Cymodocea serullata


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Potamogetonaceae
Genus: Cymodocea
Spesies : Cymodocea serrulata

4. Cymodocea rotundata
Cymodocea rotundata memiliki ciri khusus yaitu tepi daun tidak bergerigi
dan seludang daun menutup sempurna dapat dilihat pada Gambar 5 (Sjafrie et
al., 2018).

7
Gambar 5. Cymodocea rotundata
Sumber : 5 (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata

5. Syringodium isoetifolium
Syringodium isoetifolium Memiliki ciri khusus yaitu daun berbentuk silindris
dan terdapat rongga udara di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 6 (Sjafrie et
al., 2018).

Gambar 6. Syringodium isoetifolium

8
Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Syringodium
Spesies : Syringodium isoetifolium

6. Halodule uninervis
Halodule uninervis memiliki ciri khusus yaitu daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil, satu urat tengah daun jelas, rhizome halus dengan bekas daun
jelas menghitam dan ujung daun seperti trisula dapat dilihat pada Gambar 7
(Sjafrie et al., 2018).

Gambar 7. Halodule uninervis


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Halodule
Spesies : Halodule uninervis
7. Halodule pinifolia

9
Halodule pinifolia Memiliki ciri khusus yaitu daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil, Satu urat tengah daun jelas, rhizome halus dengan bekas daun
jelas menghitam dan ujung daun agak membulat dapat dilihat pada Gambar 8
(Sjafrie et al., 2018).

Gambar 8. Halodule pinifolia


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Halodule
Spesies : Halodule pinifolia

8. Halophila ovalis
Halophila ovalis Memiliki ciri khusus yaitu daun oval, berpasangan dengan
tangkai pada tiap ruas dari rimpang , tulang daun 8 atau lebih dan permukaan
daun tidak berambut. Seperti dilihat pada Gambar 9 (Sjafrie et al., 2018).

10
Gambar 9. Halophila ovalis
Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila ovalis
9. Halophila spinulosa
Halophila spinulosa memiliki ciri khusus yaitu satu tangkai daun yang keluar
dari rhizome terdiri dari beberapa pasang daun yang tersusun berseri dapat
dilihat pada Gambar 10 (Sjafrie et al., 2018).

Gambar 10. Halophila spinulosa


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta

11
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila spinulosa

10. Halophila minor


Halophila minor Memiliki ciri khusus yaitu Daun oval, ukuran kecil,
berpasangan dengan tangkai pada setiap ruas dari rimpang dan Tulang daun
kurang dari 8 dapat dilihat pada Gambar 11 (Sjafrie et al., 2018).

Gambar 11. Halophila minor


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila minor
11. Halophila decipiens
Halophila decipiens Memiliki ciri khusus yaitu daun lebih cenderung oval-
lonjong, ukuran kecil, 6-8 tulang daun dan permukaan daun berambut seperti
pada Gambar 12 (Sjafrie et al., 2018).

12
Gambar 12. Halophila decipiens
Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila decipiens
12. Thalassodendron cilliatum
Thalassodendron ciliatum memiliki ciri khusus yaitu daun pita, terkumpul
membentuk cluster, Satu cluster daun terbentuk dari tangkai daun yang panjang
dari rhizoma dapat dilihat pada Gambar 13 (Sjafrie et al., 2018).

Gambar 13. Thalassodendron cilliatum


Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida

13
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Thalassodendron
Spesies : Thalassodendron ciliatum
2.4 Kondisi Komunitas Lamun
2.4.1 Kerapatan (Tegakan Lamun)
kerapatan merupakan elemen dan struktur komunitas yang dapat
digunakan untuk mengestimasi produksi lamun. Kerapatan jenis lamun
dipengaruhi oleh beberapa faktor tempat tumbuhnya yaitu kedalaman,
kecerahan, air, dan tipe substrat. Lamun yang tumbuh pada tempat yang lebih
dalam dan berair jernih mempunyai kerapatan yang lebih tinggi dari pada yang
tumbuh di tempat dangkal berair keruh. Lamun pada substrat lumpur dan pasir
kepadatannya lebih tinggi dari pada lamun yang tumbuh pada substrat karang
mati (Rifai et al., 2013).
2.4.2 Tutupan Lamun
Berdasarkan kategori tutupan lamun dapat dilihat pada seberapa besar
luas area yang ditutupi oleh suatu jenis dalam setiap tegakan lamun yang ada
pada luas area sebaran lamun tersebut. Sehingga secara umum, indek nilai
penting digunakan untuk menghitung keseluruhan dari peranan jenis relative
terhadap jenis lainnya. Semakin tinggi peranan jenis komunitas tersebut
(Fachrul, 2007).
Tutupan lamun menggambarkan tingkat penutupan ruang oleh setiap
jenis lamun atau komunitas lamun. Informasi mengenai penutupan sangat
penting artinya untuk mengetahui kondisi ekosistem secara keseluruhan serta
sejauh mana komunitas lamun mampu memanfaatkan luasan yang ada.
2.4.3 Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting merupakan nilai kontribusi suatu spesies dalam suatu
komunitas. Indeks nilai penting menggambarkan besaran pengaruh yang paling
tinggi suatu spesies terhadap spesies lain dalam suatu komunitas. Jika nilai
Indeks Nilai Penting suatu jenis tinggi maka jenis tersebut sangat berpengaruh
terhadap komunitasnya. Artinya, jika terjadi gangguan terhadap spesies tersebut
dapat dipastikan bahwa spesies lain mengalami gangguan pula (Fachrul, 2007).

14
2.5 Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun
Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh factor-faktor internal seperti
kondisi fisiologis dan metabolism, selain itu juga dipengaruhi oleh factor eksternal
seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat kesuburan perairan (Dahuri, 2003;
Halim, 2014; Naufaldin, 2016). Berikut beberapa factor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan lamun diantaranya :
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan penyebaran lamun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa perubahan suhu
akan membawa pengaruh terhadap kehidupan lamun. Suhu dapat
mempengaruhi metabolisme penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup
lamun. Lamun yang hidup di daerah tropis dapat tumbuh optimal pada suhu 28 -
30⁰C ( jurnal ilmu lingkungan 2020).
2. Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan
proses fotosintesis, sehingga distribusi padang lamun hanya terbatas pada
daerah yang tidak terlalu dalam dimana cahaya masih tersedia. Namun
demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebaran komunitas
lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada
kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003).
3. Salinitas
Semua spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-
beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar terhadap Salinitas
antara 10-40‰. Nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air laut adalah 35‰.
4. pH (Derajat Keasaman)
derajat keasaman (pH) perairan sagat dipengaruhi oleh dokomposisi tanah
dan dasar perairan serta keadaan lingkungan sekitarnya. Lamun dapat tumbuh
optimal jika berada dalam kisaran pH antara 7,5-8,5 (Reswara, 2010; Naufaldin,
2016).
5. Substrat
Padang lamun dapat hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari
lumpur, sampai substrat yang terdiri dari 40% endapan lumpur dan fnemud.
Substray memiliki peranan yang sangat penting bagi lamun, yaitu sebagai
pelindung dari pengaruh arus air laut dan tempat pengolahan serta pemasok
nutrient bagi lamun.

15
III. METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat


Kerja Praktek Akhir (KPA) ini dilaksanakan selama dua bulan mulai dari
bulan Februari sampai dengan April 2022, di perairan Pulau Kelapa, Kelurahan
Pulau Kelapa, Kecamatan Seribu Utara, Kepulauan Seribu.

Gambar 14. Peta lokasi (Google Map)

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Tahap Persiapan
Untuk melakukan pengambilan data lapangan tentang kondisi penutupan
lamun terlebih dahulu mempersiapkan alat dan bahan. Adapun alat dan bahan
yang digunakan dalam pengambilan data penutupan lamun dapat dilihat pada
tabel 2 berikut.
Tabel 2. Alat dan bahan
No Alat dan bahan Kegunaan
1 Frame kuadran 50×50 Untuk melakukan pengamatan kerapatan,
cm penutupan lamun, serta biota yang
berasosiasi.
2 GPS (Global Untuk menentukan posisi (koordinat) lokasi
Positioning System) pengambilan data.
3 Roll meter Untuk mengukur panjang transek.
4 Alat tulis Sebagai media pencatatan data hasil
pemantauan lamun.

16
5 Kamera underwater Sebagai media dokumentasi kegiatan dan
data-data yang diambil di lapangan.
6 Patok dan pelampung Untuk menandai titik awal dan titik akhir
kecil transek disetiap stasiun.
7 Masker dan snorkel Untuk melihat penampakan lamun dibawah
air pada saat pasang.
8 Thermometer Untuk mengukur suhu perairan padang
lamun.
9 Refraktometer Untuk mengukur salinitas perairan padang
lamun.
10 Kertas lakmus / pHUntuk mengukur pH (derajat keasaman)
meter
11 Secchi disk Untuk mengetahui tingkat kekeruhan
perairan.
12 Layangan arus Untuk mengetahui kecepatan arus perairan.

13 Panduan identifikasi Sebagai acuan untuk mengidentifikasi


tumbuhan lamun.
3.2.2 Metode Pengambilan Data
3.2.2.1 Pengambilan data lamun
Pengambilan data dilakukan pada enam transek dengan panjang masing-
masing 100 m dan jarak antar satu transek dengan transek yang lain adalah 50
m. Frame kuadran diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak antar kuadran
adalah 10 m sehingga total kuadran pada setiap transek adalah 10 kuadran titik
awal transek diletakkan pada jarak 5-10 m dari pertama kali lamun ditemukan.
Adapun cara kerja dari pemantauan lamun menggunakan transek
kuadran adalah :
1. Cek waktu pasang surut sebelum menemukan waktu ke lapangan atau cari
informasi pasang surut dari penduduk lokal/nelayan di lokasi pengambilan
data. Pemantauan umumnya lebih mudah dan aman apabila dilakukan pada
saat surut.
2. Tentukan posisi transek dan catat koordinat (Latitude dan Longitude) serta
kode di GPS pada lembar kerja. Titik ini merupakan titik awal transek nomor
1 dan meter ke-0.
3. Tandai titik awal transek dengan tanda permanen seperti patok besi yang
dipasang patok kecil, serta keramik putih agar mudah menemukan titik awal
transek pada monitoring selanjutnya.
4. Buat transek dengan menarik roll meter sepanjang 100 meter kearah tubir.
Pengamat berjalan disebelah kiri agar tidak merusak lamun yang akan
diamati.

17
5. Penentuan nilai persentase lamun pada setiap frame kuadran. Adapun
kategori penutupan lamun dapat dilihat dari tabel 3 berikut :
Tabel 3. Kategori penutupan lamun
Persentase penutupan lamun (%) Kategori
0-25 Jarang
26-50 Sedang
51-75 Padat
76-100 Sangat padat
Sumber : COREMAP-LIPI (2014)
6. Mengamati substrat secara visual dan dengan memilihnya menggunakan
tangan, lalu mencatat. Karakteristik substrat yaitu berlumpur, berpasir, rubble
(pecahan karang).
7. Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20,
30m, dst).
8. Memasang patok dan penanda pada titik terakhir.

9.Menandai posisi titik terakhir dengan GPS dan catat koordinat (Latitude).

Gambar 15. Skema transek kuadran di padang lamun

Metode yang direncanakan digunakan pada kegiatan identifikasi lamun di


kepulauan seribu adalah transek kuadran (tegak lurus garis pantai). Transek
kuadran terdiri dari transek dan frame berbentuk kuadran. Transek adalah garis
lurus yang ditarik diatas padang lamun, sedangkan kuadran adalah frame/bingkai
berbentuk segi empat yang diletakkan pada garis (Rahmawati dkk., 2014:

18
Naufaldin, 2016). Adapun frame yang digunakan dapat dilihat pada gambar di
bawah.

Gambar 16. Frame kuadran 50×50 cm


3.3 Analisis Data
3.3.1 Kerapatan jenis
Kerapatan jenis merupakan perbandingan antara jumlah total individu
dengan unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun dapat dihitung
dengan persamaan (Tuwo, 2011) :

Keterangan :

Kji = Kerapatan jenis ke-i (tegakan/m2)


Ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i (tegakan)
A = Luas area total pengambilan sampel (m2)

3.3.2 Frekuensi relative


Frekuensi relatif merupakan perbandingan antara frekuensi jenis ke-i
dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis. Frekuensi relatif lamun
dapat dihitung dengan persamaan (Tuwo, 2011) :


Keterangan :
FR = Frekuensi relative
Fi = Frekuensi jenis ke-i
∑ = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

19
3.3.3 Penutupan jenis
Penutupan jenis merupakan perbandingan antara luas area yang ditutupi
oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area yang ditutupi lamun.
Penutupan jenis lamun dapat dihitung dengan persamaan (Tuwo, 2011) :

Keterangan :
PJ = Penutupan jenis ke-I (%/m2)
Ai = Luas total Penutupan jenis ke-I (%)
A = jumlah total area yang ditutupi lamun (m 2)

3.3.4 Penutupan relative


Penutupan Relatif (PR) yaitu perbandingan antara penutupan individu
jenis ke-i dan total penutupan seluruh jenis. Penutupan relative lamun
dapat dihitung dengan pesamaan (Tuwo, 2011) :

Keterangan :
PR = Penutupan Relatif (%/m 2)
Pi = Penutupan jenis ke-I (%/m2)
P = Penutupan untuk seluruh jenis lamun (%/m2)
3.3.5 Indeks nilai penting
Indeks nilai penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga
keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam suatu komunitas. Semakin
tinggi nilai INP sautu jenis relative terhadap jenis lainnya, semakin tinggi
peranan jenis pada komunitas tersebut. Rumus yang digunakan untuk
menghitung INP adalah :

Keterangan :
INP = Indeks nilai penting
FR = Frekuensi relative

20
RC = Penutupan relative
RD = Kerapatan relative

3.3.6 Keanekaragaman
Keanekaragaman spesies di sebut juga heterogenan spesies yang dapat
menggambarkan struktur komunitas dengan perhitungan menggunakan
rumus Shannon-Wiener (Odum 1993).

H’= -∑ (ni/N) ln (ni/N)


Keterangan:
H’: Indeks keanekaragaman
ni: Jumlah individu jenis ke-i
N: Jumlah individu seluruh jenis
Penentuan kriteria:
H’<3,32: Keanekaragaman jenis rendah, tekanan ekologi kuat
3,32<H’<9,97: Keanekaragaman jenis sedang, tekanan
ekologi sedang
H’>9,97: Keanekaragaman jenis tinggi, terjadi keseimbangan
ekosistem

3.3.7 Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya spesies yang
di dominasi pada komunitas, digunakan indeks dominasi Simpson (Odum
1993, dalam Akhrianti, 2014):

C= ∑(ni/N)2
Keterangan:
C: Indeks dominasi Simpson
ni: Jumlah individu jenis ke-i
N: Jumlah total individu
Kisaran nilai:
0<C ≤ 0,3: Dominasi rendah
0,3<C ≤ 0,6: Dominasi sedang
0,6<C ≤ 1: Dominasi tingg

21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu


Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu merupakan kawasan kepulauan
di Utara Jakarta, kawasan ini memiliki potensi pariwisata berupa gugusan
kepulauan. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 1,9 hektar,
merupakan kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis
antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT. Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-Pulau Sangat Kecil dan
Perairan Laut Dangkal. Tipe iklim di Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu termasuk tropika panas dengan suhu maksimum 32,3 oC, suhu
minimum 21,6oC dan suhu rata-rata 27oC serta kelembaban udara 80 mm Hg 7.
Kondisi perairan di Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu dipengaruhi musim, pada musim timur tinggi gelombang lebih rendah
dibandingkan dengan musim barat, yaitu masing-masing berkisar antara 0,5 – 1
m dan 2 – 3 m. Kecepatan gelombang rata-rata perairan di Pulau Kelapa Dua
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu relatif rendah, yaitu hanya mencapai 1
knot. Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari adanya proses peredaman
gelombang oleh gugusan pulau yang berserakan di perairan Kepulauan Seribu.
Wilayah Kepulauan Seribu mempunyai kedalaman perairan berkisar antara
kurang dari 5 m hingga lebih dari 75 m. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh
paparan pulau (island shelf) yang luasnya dapat mencapai 20 kali lebih luas dari
pulau tersebut serta memiliki kedalaman laut kurang dari 5 m. Selain paparan
pulau, setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang (reef flat) yang luas
dengan kedalaman 0,5-1,0 m pada saat air surut dengan jarak 60-80 m dari garis
pantai (Dinas Hidro-Oseanografi 1986 dalam Pratama 2005).

4.2 Jenis Lamun Yang Ditemukan

Dari hasil pengamatan didapatkan 5 jenis lamun di perairan desa


Bontolebang dari 12 jenis lamun yang ada Indonesia. Dari keempat jenis tersebut
diantaranya Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii,
Cymodocea serrulata, Halophila ovalis.
4.2.1 Enhalus acoroides
Hasil pengamatan Enhalus acoroides memiliki rhizome berdiameter 13,15
– 17,20 mm yang tertutup dengan rambut – rambut yang kaku dan keras. Akar

22
berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak bercabang dengan panjang
antara 18,50 – 157,65 mm, bentuk daun seperti pita dengan tepi rata dan
berujung tumpul. Panjang antara 65,0 – 160,0 cm dengan lebar antara 1,2 – 2,0
cm ( Abid Naufaidin, 2016). Pemantauan ini di lakukan pada saat air surut
terendah dan di temukan pada ke 5 stasiun.

Gambar 17. Enhalus acoroides


4.2.2 Cymodocea rotundata
Cymodocea rotundata terdapat di daerah intertidal di dekat hutan
mangrove. Pinggiran daun halus dan tidak bergerigi, akar tidak bercabang dan
tidak mempunyai rambut akar, tiap nodus hanya ada satu tegakan. rhizoma
berwarna putih kekuning-kuningan.

Gambar 18. Cymodocea rotundata

4.2.3 Thalassia hemprichii


Thalassia hemprichii (lamun dugong) merupakan salah satu jenis lamun
dari keluarga Hydrocharitaceae, yang tumbuh di perairan tropic dan
penyebarannya cukup luas. Lamun jenis ini mempunyai rimpang (rhizoma) yang

23
berwarna coklat atau hitam. Setiap nodus ditumbuhi oleh akar dimana akar
dikelilingi oleh rambut kecil yang padat. Setiap tegakan mempunyai 2-5 helai
daun dengan apeks daun yang membulat, panjang 6-30 cm. Daun seperti pita
yang tumbuh agak melengkung.

Gambar 19. Thalassia hemprichii


4.2.4 Cymodocea serrulata
Cymodocea serrulata merupakan spesies dari genus Cymodocea, Secara
umum lamun jenis Cymodocea serrulata sangat mirip dengan Cymodocea
rotundata. Pinggiran daun bergerigi, memiliki batang tegak lurus dengan akar
berserat pada masing-masing ruas. Panjang daunnya sampai 15 cm, dan lebar
daunnya 0,4 sampai 0,9 cm. Warna rimpangnya bisa kuning, hijau atau coklat
tergantung kesehatan dan paparan cahayanya.

Gambar 20. Cymodocea serrulata

4.2.5 Halophila ovalis


Halophila ovalis Memiliki ciri khusus yaitu daun oval, berpasangan
dengan tangkai pada tiap ruas dari rimpang , panjang daun 0,9 – 1,5 cm, lebar

24
daun 1 cm. tepi daun halus, memiliki ibu tulang daun dengan 10 – 25 anak tulang
daun yang menyirip, panjang tangkai daun 3 cm, jarak antara nodus 1,5 cm (
Abid Naufal, 2016) akar berwarna kuning kecoklatan.

Gambar 21. Halophila ovalis


4.3 Struktur Vegetasi
Data yang diperoleh di lokasi pengamatan diolah untuk mengetahui
beberapa parameter struktur vegetasi sebagai berikut.
4.3.1 Kerapatan jenis lamun (ind/m2)
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kondisi dan nilai
kerapatan yang beragam pada setiap jenis lamun di kelima stasiun pengamatan
pada stasiun satu jenis Cymodocea rotundata sebesar 9,15 ind/m2, Chymodocea
serrulata sebesar 5,55 ind/m2, Enhalus acoroides 3,30 ind/m2, Thalassia
hemprichii 0,02 ind/m2. Jenis lamun yang tertinggi yaitu Cymodocea rotundata
dan jenis lamun terendah yaitu Thallasia hemprichis.
Stasiun dua jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 3,90 ind/m2,
cymodocea serrulata 43,22 ind/m2, Enhalus acoroides 6,61 ind/m2, Thalassia
hemprichii 15,09 ind/m2, Halophila ovalis sebesar 2,96 ind/m2. Jenis lamun yang
tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan jenis lamun terendah Cymodocea
rotundata.
Stasiun 3 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 0,89
ind/m2,Cymodocea serrulata sebesar 0,57 ind/m2, Enhalus acoroides sebesar
5,07 ind/m2, Thalassia hemprichii sebesar 35,27 ind/m2. Jenis lamun tertinggi
yaitu Thalassia hemprichii dan jenis lamun terendah Chymodocea serrulata.
Stasiun 4 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 0,54
ind/m2,Cymodocea serrulata sebesar 1,30 ind/m2, Enhalus acoroides sebesar
7,36 ind/m2, Thalassia hemprichii sebesar 23,27 ind/m2. Jenis lamun tertinggi
yaitu Thalassia hemprichii dan jenis lamun terendah Chymodocea serrulata.

25
Stasiun 5 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 10,10
ind/m2,Cymodocea serrulata sebesar 4,14 ind/m2, Enhalus acoroides sebesar
9,38 ind/m2, sebesar 9,36 ind/m2. Jenis lamun tertinggi yaitu Cymodocea
rotundata dan jenis lamun terendah Cymodocea serrulata.
Tipe substrat stabil merupakan indikator kuat tempat tumbuh lamun jenis
Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii ( Takaendengan dan Azkad,
2010). Menurut kiswara (2004), kerapatan jenis lamun di pengaruhi faktor tempat
tumbuh dari lamun tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan
jenis lamun di antaranya kecerahan, kedalaman, arus air, dan tipe substrat.

45
40
Jenis Lamun
35
30
25 Cymodocea rotundata
20 Cymodocea serrulata
15 Enhalus acoroides
10 Thalassia hemprichii
5
Halophila ovalis
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

Gambar 22 Kerapatan jenis lamun

4.3.2 Penutupan Jenis Lamun (%)

Penutupan jenis lamun pada stasiun 1 jenis Cymodocea rotundata


sebesar 3,63 %, Cymodocea serrulata sebesar 3,16 %, Enhalus acoroides 4,90
%, Thalassia hemprichii 10,98 % dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di
temukan di stasiun 1. Jenis lamun yang tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan
yang terendah Halophila ovalis yg tidak ada di temukan pada stasiun 1.
Stasiun 2 jenis Cymodocea rotundata sebesar 3,90 %, Cymodocea
serrulata sebesar 8,54 %, Enhalus acoroides 7,36 %, Thalassia hemprichii 13,49
% dan Halophila ovalis sebesar 0,13 %. Jenis lamun yang tertinggi yaitu
Thalassia hemprichii dan yang terendah Halophila ovalis.
Stasiun 3 jenis Cymodocea rotundata sebesar 0,78 %, Cymodocea
serrulata sebesar 0,27 %, Enhalus acoroides 5,03 %, Thalassia hemprichii 26,38

26
% dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan di stasiun 3. Jenis
lamun yang tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan yang terendah Halophila
ovalis yg tidak ada di temukan pada stasiun 1.
Stasiun 4 jenis Cymodocea rotundata sebesar 0,54%, Cymodocea
serrulata sebesar 0,96%, Enhalus acoroides 6 %, Thalassia hemprichii 14,72 %
dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan di stasiun 4. Jenis lamun
yang tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan yang terendah Halophila ovalis yg
tidak ada di temukan pada stasiun 4.
Stasiun 5 jenis Cymodocea rotundata sebesar 7,01%, Cymodocea
serrulata sebesar 3,10%, Enhalus acoroides 7,12 %, Thalassia hemprichii 0,30
% dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan di stasiun 5. Jenis
lamun yang tertinggi yaitu Enhalus acoroides dan yang terendah Halophila ovalis
yg tidak ada di temukan pada stasiun 5.
Kondisi penutupan lamun yang ditemui, pada daerah yang telah
terganggu aktivitas manusia memiliki persen penutupan paling kecil dan
penutupan lamun akan semakin tinggi pada daerah yang alami.
Hal ini disebabkan gangguan ekosistem pada lamun akibat pembuangan limbah
rumah tangga serta aktivitas masyarakat. Menurut Dahuri et al.(2004) komposisi
jenis, luas tutupan dan sebaran lamun dapat dipengaruhi ketersediaan nutrient
pada substrat yang tidak merata sehingga lamun hanya tumbuh pada titik
tertentu.

30

25

Jenis Lamun
20
Cymodocea rotundata
15
Cymodocea serrulata

10 Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
5
Halophila ovalis

0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

Gambar 23 Penutupan jenis lamun

27
4.3.3 Indeks Nilai Penting

Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kondisi dan


Indeks Nilai Penting pada stasiun 1 jenis Cymodocea rotundata 0,77,
Cymodocea serrulata sebesar 0,57, Enhalus acoroides 0,82, Thalassia
hemprichii 0,84 dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan pada
stasiun 1. Jeniss lamun tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan terendah yaitu
jenis lamun Halophila ovalis yang sama sekali tidak ada di temukan pada
stasiun1.
Stasiun 2 jenis Cymodocea rotundata 0,24, Cymodocea serrulata sebesar
0,79, Enhalus acoroides 0,74, Thalassia hemprichii 1,00 dan Halophila ovalis
sebesar 0,01 . Jeniss lamun tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan terendah
yaitu jenis lamun Halophila ovalis.
Stasiun 3 jenis Cymodocea rotundata 0,12, Cymodocea serrulata sebesar
0,07, Enhalus acoroides 0,72, Thalassia hemprichii 2,09 dan jenis lamun
Halophila ovalis tidak ada di temukan pada stasiun 3. Jeniss lamun tertinggi yaitu
Thalassia hemprichii dan terendah yaitu jenis lamun Halophila ovalis yang sama
sekali tidak ada di temukan pada stasiun 3.
Stasiun 4 jenis Cymodocea rotundata 0,10, Cymodocea serrulata sebesar
0,20, Enhalus acoroides 0,96, Thalassia hemprichii 1,89 dan jenis lamun
Halophila ovalis tidak ada di temukan pada stasiun 4. Jenis lamun tertinggi yaitu
Thalassia hemprichii dan terendah yaitu jenis lamun Halophila ovalis yang sama
sekali tidak ada di temukan pada stasiun 4.
Stasiun 5 jenis Cymodocea rotundata 0,83, Cymodocea serrulata sebesar
0,41, Enhalus acoroides 0,93, Thalassia hemprichii 0,83 dan jenis lamun
Halophila ovalis tidak ada di temukan pada stasiun 5. Jeniss lamun tertinggi yaitu
Enhalus acoroides dan terendah yaitu jenis lamun Halophila ovalis yang sama
sekali tidak ada di temukan pada stasiun 5.
Takaendengan dan Azkad (2010) menyatakan bahwa tipe substrat yang
disukai Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Kedua jenis lamun ini
dianggap memiliki toleransi yang tinggi untuk hidup dan berkembang pada suatu
perairan.

28
2.50

2.00 Jenis Lamun


Cymodocea rotundata
1.50 Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
1.00
Thalassia Hemprichii
Halophila ovalis
0.50

0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

Gambar 24 Indeks Nilai Penting

4.3.4 Keanekaragaman
Keanekaragaman jenis lamun pada stasiun 1 Cymodocea rotundata
1,39, Cymodocea serrulata 1,74, Enhalus acoroides 3, Thalassia hemprichii 4,03
dan Halophila ovalis tidak ada ditemukan pada stasiun 1. Jenis lamun tertinggi
yaitu Thalassia hemprichii dan terendah Halophila ovalis yang tidak ada di
temukan pada stasiun 1.
Stasiun 2 Cymodocea rotundata sebesar 0,91, Cymodocea serrulata
sebesar 2,71, Enhalus acoroides sebesar3,3, Thalassia hemprichii sebesar 2,8
dan Halophila ovalis sebesar 2,89. Jenis lamun tertinggi yaitu Halophila ovalis
dan terendah Cymodocea rotundata .
Stasiun 3 Cymodocea rotundata 1,02, Cymodocea serrulata 1,08,
Enhalus acoroides 3,24, Thalassia hemprichii 3,32 dan Halophila ovalis tidak ada
ditemukan pada stasiun 3. Jenis lamun tertinggi yaitu Enhalus acoroides dan
terendah Halophila ovalis yang tidak ada di temukan pada stasiun 3.
Stasiun 4 Cymodocea rotundata 0,29, Cymodocea serrulata 2,11,
Enhalus acoroides 3,38, Thalassia hemprichii 3,31 dan Halophila ovalis tidak ada
ditemukan pada stasiun 4. Jenis lamun tertinggi yaitu Enhalus acoroides dan
terendah Halophila ovalis yang tidak ada di temukan pada stasiun 4.
Stasiun 5 Cymodocea rotundata 2,53, Cymodocea serrulata 1,82,
Enhalus acoroides 3,1, Thalassia hemprichii 2,64 dan Halophila ovalis tidak ada
ditemukan pada stasiun 5. Jenis lamun tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan
terendah Halophila ovalis yang tidak ada di temukan pada stasiun 5.

29
Tipe substrat stabil merupakan indicator kuat tempat tumbuh jenis lamun
Thallasia hemprichii dan Enhalus acoroides ( Takaendengan dan Azkab,2010).
Kedua spesies tersebut merupakan spesies pionir pada ekosistem padang
lamun, spesies ini memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik melalui
system perakarannya sehingga dapat menyerap nutrisi pada kondisi substrat
yang berbeda ( Short and Carruthers, 2010).

4.5
4
Jenis Lamun
3.5
Cymodocea rotundata
3
Cymodocea serrulata
2.5
Enhalus acoroides
2
Thalassia hemprichii
1.5
Halophila ovalis
1
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

Gambar 25 Keanekaragaman jenis lamun


4.3.5 Dominansi

Dominansi jenis lamun pada stasiun 1 jenis Cymodocea rotundata


sebesar 0,29, Cymodocea serrulata sebesar 0,22, Enhalus acoroides sebesar
0,06, Thalassia hemprichii sebesar 6,19. Jenis lamun tertinggi yaitu Thalassia
hemprichii dan terendah Enhalus acoroides.
Stasiun 2 Cymodocea rotundata 0,47, Cymodocea serrulata 0,11,
Enhalus acoroides 0,06, Thalassia hemprichii 0,06 dan Halophila ovalis 0,08.
Jenis lamun tertinggi yaitu Cymodocea rotundata dan terendah Enhalus
acoroides dan Thalassia hemprichii.
Stasiun 3 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 0,51, Cymodocea
serrulata sebesar 0,35, Enhalus acoroides sebesar 0,04, Thalassia hemprichii
sebesar 0,38. Jenis lamun tertinggi yaitu Cymodocea rotundata dan terendah
Enhalus acoroides.
Stasiun 4 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 0,87, Cymodocea
serrulata sebesar 0,13, Enhalus acoroides sebesar 0,04, Thalassia hemprichii

30
sebesar 0,04. Jenis lamun yang tertinggi yaitu Cymodocea rotundata dan
terendah yaitu Thallasia emprichis.
Stasiun 5 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 0,09, Cymodocea
serrulata sebesar 0,21, Enhalus acoroides sebesar 0,05, dan Thalassia
hemprichii sebesar 0,08.
Menurut Yulianda (2002), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
suatu jenis lamun dapat tumbuh dengan subur di suatu perairan antara lain yaitu
kesesuaian substrat dan kondisi lingkungan.

6 Jenis Lamun
5 Cymodocea rotundata

4 Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
3
Thalassia hemprichii
2
Halophila ovalis
1

0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

Gambar 26 Dominansi jenis lamun


4.3.6 Parameter Kualitas air
Kondisi perairan merupakan faktor penting dalam kelangsungan
kehidupan biota atau organisme di suatu perairan laut. Kondisi perairan sangat
menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme didalamnya. Akan tetapi
setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda
untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya. Parameter kualitas
air pada stasiun pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 . Parameter Kualitas Di Perairan pulau kelapa dua
Parameter Satuan St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 Rata2
Suhu ⁰C 30 33 29 30 32 30,8
Salinitas ‰ 35 35 34 30 35 33,8
pH 6.55 6.5 6.5 6 7 6
Kecerahan % 100 100 100 100 100 100
Sumber : Data Primer, 2022

31
Berdasarkan hasil pengamatan suhu air yang terukur di perairan pulau
kelapa dua berada pada kisaran 29-30 ⁰C, suhu air yang berbeda pada masing –
masing stasiun diduga disebabkan adanya perbedaan kedalam perairan dan
kerapatan vegetasi lamun. Perairan yang dangkal akan menerima intensitas
cahaya matahari lebih tinggi daripada perairan yang berkaitan dengan kempuan
proses fotosintesis (Tuwo, 2011).
Salinitas air yang terukur di perairan pulau kelapa dua berkisar 30-35 ‰.
salinitas yang baik bagi kehidupan lamun berada pada kisaran 10-40‰. Menurut
Short dan Coles (2003), salinitas yang terlalu tinggi dapat menjadi factor
pembatas bagi penyebaran lamun, menghambat perkecambahan biji lamun,
menimbulkan stress osmotic dan menurunkan daya tahan terhadap penyakit.
pH air merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi
produktifitas perairan. Kisaran pH di pulau kelapa dua 6-7. Kaswandi dan nur
(2004) mengatakan bahwa suatu perairan dengan pH 5,5 - 6,5 dan pH yang
lebih dari 8,5 merupakan perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5 –
7,5 termasuk kedalam perairan yang masih produktif dan perairan denagn Ph
antara 7,5 – 8,5 mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi.

32
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Hasil pengamatan ditemukan jenis lamun di Perairan Pulau Kelapa Dua di
dapatkan 5 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata,
Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata dan Halophila ovalis.
2. Kerapatan tertinggi jenis lamun Cymodocea serrulata sebesar 43 ind/m2 pada
stasiun dua dan terendah Thalassia hemprichii sebesar 0,02 ind/m 2 pada
stasiun 1. Penutupan tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 26 %
pada stasiun dan terendah Halophila ovalis sebesar 0,13 % pada stasiun 2.
Indeks nilai penting tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 2,09
pada stasiun 3 dan terendah Cymodocea serrulata sebesar 0,07 pada
stasiun 3.
3. Keanekaragaman tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 4,03
pada stasiun 1 dan terendah Cymodocea rotundata sebesar 0,29 pasa
stasiun 4. Dominansi tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 6,19
pada stasiun 1 dan terendah Enhalus acoroides sebesar 0,04 pada stasiun 3.

5.2 Saran
Kondisi lamun dalam kategori kurang baik maka perlu adanya tindakan untuk
kegiatan pemantauan setiap bulannya. Tingkat jenis lamun yang tinggi perlu di
jaga kondisinya dengan menjaga lingkuran perairan. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membuang sampah pada tempatnya agar tidak mencemari perairan
tersebut, sehingga diharapkan kondisi lamun tetap terjaga dengan baik.

33
DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M. H. 2006. Ada apa dengan lamun. Oseana. Volume 31(3) : 45-
55.

Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan


Secara Terpadu. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan


Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fachrul, M. F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara :


Jakarta 208 Hal.
Hernawan, U. E., NDM, S., IH, S., Suyarso, MY, I., K, A., & Rahmat.
(2017). COREMAP-CTI Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
COREMAP-CTI Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, 26.

Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut.


Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. 18
November 2009. Jakarta, Indonesia.

Keputusan Menteri Negara Indonesia Lingkungan Hidup (KEPMEN-LH)


Nomor 200 Tahun 2004. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman
Penentuan Status Padang Lamun.

Kiswara, W. dan M. H. Azkab. 2000. Spesimen Lamun (Seagrass) yang


Tersimpan Di Dalam Koleksi Referensi Puslitbang Oseanologi-
LIPI, Jakarta. H. 17-33. In H. M. Karim Moosa (Ed), Katalog
Koleksi Biota Laut Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jilid 3. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

LIPI, C.-C. (2004). Panduan Monitoring Lamun.

Malikusworo Hutomo, Anugerah Nontji. (2014) – Jakarta : COREMAP CTI


LIPI.

Naufaldin, A. 2016. Identifikasi Lamun Menggunakan Metode transek


Kuadran Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut
kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Nur, C. 2011. Invetarisasi Jenis Lamun Dan Gastropoda Yang Berasosiasi


Di Perairan Pulau Karampuang Mamuju Sulawesi Barat. Skripsi
Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin Makassar

34
Nurzahraeni, 2014. Keragaman Jenis dan Kondisi Padang Lamun di
Perairan Pulau Panjang Kepulauan Derawan Kalimantan Timur.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rifai, H., Patty, I., Simon., 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun di
Perairan Pulau Mantehage Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax.1 (4)
: 177 – 186.
Rahmawati, Irawan A., Azkab, & Supriyadi, (2014). Panduan Monitoring
Padang Lamun.LIPI, COREMAP, CRITC. PT. Sarana Komunikasi
Utama. Bogor.

Sartika S. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea rotundata


dan Cymodocea serullata di Pulau Pramuka dan Pulau penggang,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Skripsi IPB, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Dapertemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Sjafrie, N. D. M., Hernawan, U.E., Prayudha, B., Supriyadi, I.H., Iswari,


M.Y., Rahmat, Anggraini, K., Rahmawati, S., dan Suyarso. 2018.
Status Padang Lamun Indonesia 2018 Ver. 02. COREMAP – CTI.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Tuwo, A. (2011). Pengelolaan ekowisata pesisir dan laut: pendekatan
ekologi, social-ekonomi, kelembagaan, dan sarana wilayah, Brilian
internasional.
Waycott, M., McMahon K, J. Mellors, A. Calladine, and D. Kleine. 2004. A
Guide to Tropical Seagrasses Of The Indo-West Pacific. James
Cook University, Townsville-Queensland-Australia

35
LAMPIRAN

Lampiran 1. Persentase penutupan lamun

36
Lampiran 2 Panduan Identifikasi Lamun

37
Lampiran 3. Alat yang digunakan

a.) Roll meter b.) Frame c.) Refraktometer

d.) digital water cahecker e.) Kertas lakmus

Lampiran 4. Pelaksanaan kegiatan

a.)Penarikan garis transek b.) pengukuran kualitas air

38
C) Mengidentifikasi lamun

39
41

Anda mungkin juga menyukai