Oleh :
SUCI RAMADHANI
NIT.19.7.05.110
Oleh :
SUCI RAMADHANI
NIT.19.7.05.110
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone
i
HALAMAN PENGESAHAN
Diketahui oleh
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone
ii
RINGKASAN
iii
Summary
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhirnya Laporan Kerja Praktik Akhir yang berjudul “Identifikasi Jenis Lamun
Menggunakan Metode Transek Kuadran di Perairan Pulau Kelapa Dua
Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Seribu Utara Kepulauan Seribu” ini dapat
diselesaikan sesuai dengan target mutu dan waktu yang direncanakan.
Proses persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan ini telah
melibatkan kontribusi pemikiran dan saran banyak pihak, atas dedikasi tersebut
pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si selaku Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan
Bone atas izin pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA);
2. Bapak Ir. Agus Surachmat, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan
arahan penyempurnaan serta ulasan kritis;
3. Ibu Dwi Rosalina, S.Si., M.Si selaku pembimbing II atas kesediaan waktu
memberikan telaah mendalam, koreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan
informasi;
4. Pihak Taman Nasional Kepulauan Seribu di SPTN 1 yang telah terlibat dan
membantu penyelesaian Kerja Praktik Akhir.
5. Bapak Marsan Sutisna selalu pembimbing di lapangan dalam Kerja Praktik
Akhir.
6. Ayah, ibu, keluarga serta teman-teman yang telah membantu dalam
penyusunan laporan proposal ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Atas segala kekurangan dan kekhilafan, penulis megharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun sebagai penyempurna tulisan selanjutnya.
Semoga laporan ini bermanfaat dan diterima sebagai bahan pengusulan untuk
pelaksanaan Kerja Praktik Akhir.
Suci Ramadhani
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................. .......................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... . ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan.............................. ........................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 2
2.1 Definisi Lamun ............................................................................................. 3
2.2 Morfologi Lamun .......................................................................................... 4
2.3 Jenis-Jenis Lamun di Perairan Indonesia ................................................... 6
2.4 Kondisi komunitas Lamun .......................................................................... 15
2.5 Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun.... 16
III.METODE PELAKSANAAN ............................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 18
3.2 Rencana Kegiatan Praktek Kerja Akhir ..................................................... 18
3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................... 19
3.4 Analisis Data............................................................................................... 22
IV.PEMBAHASAN ................................................................................................ 26
4.1 Tinjauan umum taman nasional laut kepulauan seribu ............................. 26
4.2 Jenis lamun yang di temukan ................................................................... 27
4.3 Struktur vegetasi ....................................................................................... 30
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 35
5.1 Simpulan . …………………………………………………………………….35
5.2 Saran . ................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 36
LAMPIRAN........................ ................................................................................... 38
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
ix
I. PENDAHULUAN
1
dari rantai makanan dan masih sedikitnya informasi mengenai ekosistem ini,
maka perlu diupayakan pelestarian lamun.
Kepulauan Seribu termasuk ke dalam salah satu pulau berpenghuni yang
yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup cukup tinggi yaitu 20.700 jiwa
pada tahun 2002, sehingga aktivitas masyarakat berpotensi memberikan dapak
negatif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi ekosistem
lamun. Kerusakan ekosistem lamun, umumnya disebabkan oleh aktivitas
manusia di kawasan pesisir seperti pembangunan, pengerukan, reklamasi
pantai dan kegiatan penangkapan yang menggunakan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan.
Sebagai ekosistem pesisir keberadaan ekosistem lamun memiliki anacaman
kerusakan yang dapat dapat mengurangi jumlah populasinya. Kerusakan
ekosistem lamun di sebabkan dari kegiatan manusia dan juga dari aktifitas alam
(Nontji 2010). Oleh karna itu saya mengambil judul “ Identifikasi Jenis Lamun
Menggunakan Metode Transek Kuadran di Perairan Pulau Kelapa Dua
Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Seribu Utara Kepulauan Seribu DKI
Jakarta”.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi jenis lamun di perairan Pulau Kelapa Dua, Taman Nasional
Kepulaun Seribu
2. Menghitung kerapatan, penutupan, dan indeks nilai penting di perairan Pulau
Kelapa Dua, Taman Nasional Kepulaun Seribu
3. Menghitung keanekaragaman, dan dominansi di Perairan Pulau Kelapa Dua,
Taman Nasional Kepulaun Seribu
2
II. TINJUAN PUSTAKA
3
daun yang berfungsi untuk melindungi apical meristem dan perkembangan daun
(Kuo dan den Hartog, 2006; Azkab, 2006 Sartika, 2012).
Lamun sebagian besar merupakan tumbuhan berumah dua, artinya
dalam satu individu atau tegakan hanya ada bunga betina saja atau betina jantan
saja. System penyerbukan lamun berlangsung secara khas, yaitu terjadi di dalam
air dan buahnya terendam air (Azkab, 2006 Safrika, 2012). Morfologi lamun
secara umum seperti pada Gambar 1 berikut :
2.2.1 Akar
Akar tumbuhan lamun memiliki fungsi yaitu sebagai penyerap nutrien
dan sebagai tempat penyimpanan oksigen (O2) hasil proses fotosintesis dan
karbondioksida (CO2) yang digunakan dalam proses fotosintesis. Akar tumbuhan
lamun memiliki pusat stele yang mengandung pholoem (jaringan transport
nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) serta dikelilingi oleh
endodermis. Tumbuhan lamun memiliki akar dengan morfologi yang berbeda
antar spesies, salah satunya yaitu spesies lamun Halophila dan Halodule
memiliki karakteristik akar yang tipis (fragile) seperti rambut, sedangkan spesies
lamun Thalassodendron memiliki karakteristik akar yang kuat dan berkayu
dengan sel epidermal (Nurzahraeni, 2014).
2.2.2 Rhizoma
Rhizoma merupakan batang tumbuhan lamun yang terbenam dalam
substrat sedimen dan merayap secara mendatar dan berbuku-buku. Buku-buku
4
pada tumbuhan lamun tersebut akan tumbuh batang lamun yang pendek dan
tegak ke atas. Struktur rhizoma dan batang tumbuhan lamun memiliki variasi
yang sangat tinggi tergantung susunan di dalam stele pada masing-masing
spesies lamunnya. Rhizoma tumbuhan lamun dapat menyebar luas (ekstensif)
dalam substrat dan memiliki peran utama dalam proses reproduksi secara
vegetatif serta mampu menahan hempasan arus perairan laut. (Nurzahraeni,
2014) berpendapat bahwa 60-80% volume rhizoma berasal dari biomassa
lamun.
2.2.3 Daun
Daun tumbuhan lamun dapat tumbuh dan berkembang dari meristem
basal yang terletak pada rizoma dan percabangannya. Secara umum, bentuk
daun tumbuhan lamun memiliki karakteristik bentuk daun yang hampir sama
antara satu spesies dengan spesies lainnya (Sjafrie et al. 2018). Kesamaan
tersebut dapat dilihat dari bentuk daunnya, dimana sebagian besar tumbuhan
lamun memiliki bentuk daun yang memanjang, kecuali jenis lamun Halophila
yang memiliki bentuk daun oval/lonjong (Nurzahraeni, 2014). Daun tumbuhan
lamun mudah dikenali dari bentuk daun, ujung daun dan ada tidaknya ligula
(lidah daun). Daun lamun memiliki dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan
daun. Secara anatomi, daun lamun memiliki ciri khas dengan tidak memiliki
stomata dan memiliki kutikel yang tipis (Nurzahraeni, 2014).
5
Gambar 2. Enhalus acoroides
Sumber : (Sjafrie et al., 2018)
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Hydrocharitales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
2. Thalassia hemprichii
Thalassia hemprichii memiliki ciri khusus yaitu Mirip Cymodocea rotundata,
tapi rhizoma beruas-ruas dan tebal dan Garis/bercak coklat pada helaian daun
dapat dilihat pada Gambar 3 (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Thalassia .
Spesies :Thalassia hemprichii
6
3. Cymodocea serullata
Memiliki rizhoma yang halus, tiap-tiap tunas terdiri dari dua sampai
lima helaian daun, daunnya membentuk segitiga yang lebar, dan menyempit
pada bagian pangkalnya, daunnya berwarna ungu pada tumbuhan yang masih
hidup, tepi daunnya tampak jelas (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Potamogetonaceae
Genus: Cymodocea
Spesies : Cymodocea serrulata
4. Cymodocea rotundata
Cymodocea rotundata memiliki ciri khusus yaitu tepi daun tidak bergerigi
dan seludang daun menutup sempurna dapat dilihat pada Gambar 5 (Sjafrie et
al., 2018).
7
Gambar 5. Cymodocea rotundata
Sumber : 5 (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata
5. Syringodium isoetifolium
Syringodium isoetifolium Memiliki ciri khusus yaitu daun berbentuk silindris
dan terdapat rongga udara di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 6 (Sjafrie et
al., 2018).
8
Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Syringodium
Spesies : Syringodium isoetifolium
6. Halodule uninervis
Halodule uninervis memiliki ciri khusus yaitu daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil, satu urat tengah daun jelas, rhizome halus dengan bekas daun
jelas menghitam dan ujung daun seperti trisula dapat dilihat pada Gambar 7
(Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Halodule
Spesies : Halodule uninervis
7. Halodule pinifolia
9
Halodule pinifolia Memiliki ciri khusus yaitu daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil, Satu urat tengah daun jelas, rhizome halus dengan bekas daun
jelas menghitam dan ujung daun agak membulat dapat dilihat pada Gambar 8
(Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Halodule
Spesies : Halodule pinifolia
8. Halophila ovalis
Halophila ovalis Memiliki ciri khusus yaitu daun oval, berpasangan dengan
tangkai pada tiap ruas dari rimpang , tulang daun 8 atau lebih dan permukaan
daun tidak berambut. Seperti dilihat pada Gambar 9 (Sjafrie et al., 2018).
10
Gambar 9. Halophila ovalis
Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila ovalis
9. Halophila spinulosa
Halophila spinulosa memiliki ciri khusus yaitu satu tangkai daun yang keluar
dari rhizome terdiri dari beberapa pasang daun yang tersusun berseri dapat
dilihat pada Gambar 10 (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
11
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila spinulosa
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila minor
11. Halophila decipiens
Halophila decipiens Memiliki ciri khusus yaitu daun lebih cenderung oval-
lonjong, ukuran kecil, 6-8 tulang daun dan permukaan daun berambut seperti
pada Gambar 12 (Sjafrie et al., 2018).
12
Gambar 12. Halophila decipiens
Sumber : (Sjafrie et al., 2018).
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Liliopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies : Halophila decipiens
12. Thalassodendron cilliatum
Thalassodendron ciliatum memiliki ciri khusus yaitu daun pita, terkumpul
membentuk cluster, Satu cluster daun terbentuk dari tangkai daun yang panjang
dari rhizoma dapat dilihat pada Gambar 13 (Sjafrie et al., 2018).
13
Order: Alismatales
Family: Cymodoceaceae
Genus: Thalassodendron
Spesies : Thalassodendron ciliatum
2.4 Kondisi Komunitas Lamun
2.4.1 Kerapatan (Tegakan Lamun)
kerapatan merupakan elemen dan struktur komunitas yang dapat
digunakan untuk mengestimasi produksi lamun. Kerapatan jenis lamun
dipengaruhi oleh beberapa faktor tempat tumbuhnya yaitu kedalaman,
kecerahan, air, dan tipe substrat. Lamun yang tumbuh pada tempat yang lebih
dalam dan berair jernih mempunyai kerapatan yang lebih tinggi dari pada yang
tumbuh di tempat dangkal berair keruh. Lamun pada substrat lumpur dan pasir
kepadatannya lebih tinggi dari pada lamun yang tumbuh pada substrat karang
mati (Rifai et al., 2013).
2.4.2 Tutupan Lamun
Berdasarkan kategori tutupan lamun dapat dilihat pada seberapa besar
luas area yang ditutupi oleh suatu jenis dalam setiap tegakan lamun yang ada
pada luas area sebaran lamun tersebut. Sehingga secara umum, indek nilai
penting digunakan untuk menghitung keseluruhan dari peranan jenis relative
terhadap jenis lainnya. Semakin tinggi peranan jenis komunitas tersebut
(Fachrul, 2007).
Tutupan lamun menggambarkan tingkat penutupan ruang oleh setiap
jenis lamun atau komunitas lamun. Informasi mengenai penutupan sangat
penting artinya untuk mengetahui kondisi ekosistem secara keseluruhan serta
sejauh mana komunitas lamun mampu memanfaatkan luasan yang ada.
2.4.3 Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting merupakan nilai kontribusi suatu spesies dalam suatu
komunitas. Indeks nilai penting menggambarkan besaran pengaruh yang paling
tinggi suatu spesies terhadap spesies lain dalam suatu komunitas. Jika nilai
Indeks Nilai Penting suatu jenis tinggi maka jenis tersebut sangat berpengaruh
terhadap komunitasnya. Artinya, jika terjadi gangguan terhadap spesies tersebut
dapat dipastikan bahwa spesies lain mengalami gangguan pula (Fachrul, 2007).
14
2.5 Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun
Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh factor-faktor internal seperti
kondisi fisiologis dan metabolism, selain itu juga dipengaruhi oleh factor eksternal
seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat kesuburan perairan (Dahuri, 2003;
Halim, 2014; Naufaldin, 2016). Berikut beberapa factor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan lamun diantaranya :
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan penyebaran lamun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa perubahan suhu
akan membawa pengaruh terhadap kehidupan lamun. Suhu dapat
mempengaruhi metabolisme penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup
lamun. Lamun yang hidup di daerah tropis dapat tumbuh optimal pada suhu 28 -
30⁰C ( jurnal ilmu lingkungan 2020).
2. Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan
proses fotosintesis, sehingga distribusi padang lamun hanya terbatas pada
daerah yang tidak terlalu dalam dimana cahaya masih tersedia. Namun
demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebaran komunitas
lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada
kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003).
3. Salinitas
Semua spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-
beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar terhadap Salinitas
antara 10-40‰. Nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air laut adalah 35‰.
4. pH (Derajat Keasaman)
derajat keasaman (pH) perairan sagat dipengaruhi oleh dokomposisi tanah
dan dasar perairan serta keadaan lingkungan sekitarnya. Lamun dapat tumbuh
optimal jika berada dalam kisaran pH antara 7,5-8,5 (Reswara, 2010; Naufaldin,
2016).
5. Substrat
Padang lamun dapat hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari
lumpur, sampai substrat yang terdiri dari 40% endapan lumpur dan fnemud.
Substray memiliki peranan yang sangat penting bagi lamun, yaitu sebagai
pelindung dari pengaruh arus air laut dan tempat pengolahan serta pemasok
nutrient bagi lamun.
15
III. METODE PRAKTEK
16
5 Kamera underwater Sebagai media dokumentasi kegiatan dan
data-data yang diambil di lapangan.
6 Patok dan pelampung Untuk menandai titik awal dan titik akhir
kecil transek disetiap stasiun.
7 Masker dan snorkel Untuk melihat penampakan lamun dibawah
air pada saat pasang.
8 Thermometer Untuk mengukur suhu perairan padang
lamun.
9 Refraktometer Untuk mengukur salinitas perairan padang
lamun.
10 Kertas lakmus / pHUntuk mengukur pH (derajat keasaman)
meter
11 Secchi disk Untuk mengetahui tingkat kekeruhan
perairan.
12 Layangan arus Untuk mengetahui kecepatan arus perairan.
17
5. Penentuan nilai persentase lamun pada setiap frame kuadran. Adapun
kategori penutupan lamun dapat dilihat dari tabel 3 berikut :
Tabel 3. Kategori penutupan lamun
Persentase penutupan lamun (%) Kategori
0-25 Jarang
26-50 Sedang
51-75 Padat
76-100 Sangat padat
Sumber : COREMAP-LIPI (2014)
6. Mengamati substrat secara visual dan dengan memilihnya menggunakan
tangan, lalu mencatat. Karakteristik substrat yaitu berlumpur, berpasir, rubble
(pecahan karang).
7. Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20,
30m, dst).
8. Memasang patok dan penanda pada titik terakhir.
9.Menandai posisi titik terakhir dengan GPS dan catat koordinat (Latitude).
18
Naufaldin, 2016). Adapun frame yang digunakan dapat dilihat pada gambar di
bawah.
Keterangan :
∑
Keterangan :
FR = Frekuensi relative
Fi = Frekuensi jenis ke-i
∑ = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
19
3.3.3 Penutupan jenis
Penutupan jenis merupakan perbandingan antara luas area yang ditutupi
oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area yang ditutupi lamun.
Penutupan jenis lamun dapat dihitung dengan persamaan (Tuwo, 2011) :
Keterangan :
PJ = Penutupan jenis ke-I (%/m2)
Ai = Luas total Penutupan jenis ke-I (%)
A = jumlah total area yang ditutupi lamun (m 2)
Keterangan :
PR = Penutupan Relatif (%/m 2)
Pi = Penutupan jenis ke-I (%/m2)
P = Penutupan untuk seluruh jenis lamun (%/m2)
3.3.5 Indeks nilai penting
Indeks nilai penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga
keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam suatu komunitas. Semakin
tinggi nilai INP sautu jenis relative terhadap jenis lainnya, semakin tinggi
peranan jenis pada komunitas tersebut. Rumus yang digunakan untuk
menghitung INP adalah :
Keterangan :
INP = Indeks nilai penting
FR = Frekuensi relative
20
RC = Penutupan relative
RD = Kerapatan relative
3.3.6 Keanekaragaman
Keanekaragaman spesies di sebut juga heterogenan spesies yang dapat
menggambarkan struktur komunitas dengan perhitungan menggunakan
rumus Shannon-Wiener (Odum 1993).
3.3.7 Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya spesies yang
di dominasi pada komunitas, digunakan indeks dominasi Simpson (Odum
1993, dalam Akhrianti, 2014):
C= ∑(ni/N)2
Keterangan:
C: Indeks dominasi Simpson
ni: Jumlah individu jenis ke-i
N: Jumlah total individu
Kisaran nilai:
0<C ≤ 0,3: Dominasi rendah
0,3<C ≤ 0,6: Dominasi sedang
0,6<C ≤ 1: Dominasi tingg
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
22
berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak bercabang dengan panjang
antara 18,50 – 157,65 mm, bentuk daun seperti pita dengan tepi rata dan
berujung tumpul. Panjang antara 65,0 – 160,0 cm dengan lebar antara 1,2 – 2,0
cm ( Abid Naufaidin, 2016). Pemantauan ini di lakukan pada saat air surut
terendah dan di temukan pada ke 5 stasiun.
23
berwarna coklat atau hitam. Setiap nodus ditumbuhi oleh akar dimana akar
dikelilingi oleh rambut kecil yang padat. Setiap tegakan mempunyai 2-5 helai
daun dengan apeks daun yang membulat, panjang 6-30 cm. Daun seperti pita
yang tumbuh agak melengkung.
24
daun 1 cm. tepi daun halus, memiliki ibu tulang daun dengan 10 – 25 anak tulang
daun yang menyirip, panjang tangkai daun 3 cm, jarak antara nodus 1,5 cm (
Abid Naufal, 2016) akar berwarna kuning kecoklatan.
25
Stasiun 5 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 10,10
ind/m2,Cymodocea serrulata sebesar 4,14 ind/m2, Enhalus acoroides sebesar
9,38 ind/m2, sebesar 9,36 ind/m2. Jenis lamun tertinggi yaitu Cymodocea
rotundata dan jenis lamun terendah Cymodocea serrulata.
Tipe substrat stabil merupakan indikator kuat tempat tumbuh lamun jenis
Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii ( Takaendengan dan Azkad,
2010). Menurut kiswara (2004), kerapatan jenis lamun di pengaruhi faktor tempat
tumbuh dari lamun tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan
jenis lamun di antaranya kecerahan, kedalaman, arus air, dan tipe substrat.
45
40
Jenis Lamun
35
30
25 Cymodocea rotundata
20 Cymodocea serrulata
15 Enhalus acoroides
10 Thalassia hemprichii
5
Halophila ovalis
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
26
% dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan di stasiun 3. Jenis
lamun yang tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan yang terendah Halophila
ovalis yg tidak ada di temukan pada stasiun 1.
Stasiun 4 jenis Cymodocea rotundata sebesar 0,54%, Cymodocea
serrulata sebesar 0,96%, Enhalus acoroides 6 %, Thalassia hemprichii 14,72 %
dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan di stasiun 4. Jenis lamun
yang tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan yang terendah Halophila ovalis yg
tidak ada di temukan pada stasiun 4.
Stasiun 5 jenis Cymodocea rotundata sebesar 7,01%, Cymodocea
serrulata sebesar 3,10%, Enhalus acoroides 7,12 %, Thalassia hemprichii 0,30
% dan jenis lamun Halophila ovalis tidak ada di temukan di stasiun 5. Jenis
lamun yang tertinggi yaitu Enhalus acoroides dan yang terendah Halophila ovalis
yg tidak ada di temukan pada stasiun 5.
Kondisi penutupan lamun yang ditemui, pada daerah yang telah
terganggu aktivitas manusia memiliki persen penutupan paling kecil dan
penutupan lamun akan semakin tinggi pada daerah yang alami.
Hal ini disebabkan gangguan ekosistem pada lamun akibat pembuangan limbah
rumah tangga serta aktivitas masyarakat. Menurut Dahuri et al.(2004) komposisi
jenis, luas tutupan dan sebaran lamun dapat dipengaruhi ketersediaan nutrient
pada substrat yang tidak merata sehingga lamun hanya tumbuh pada titik
tertentu.
30
25
Jenis Lamun
20
Cymodocea rotundata
15
Cymodocea serrulata
10 Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
5
Halophila ovalis
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
27
4.3.3 Indeks Nilai Penting
28
2.50
0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
4.3.4 Keanekaragaman
Keanekaragaman jenis lamun pada stasiun 1 Cymodocea rotundata
1,39, Cymodocea serrulata 1,74, Enhalus acoroides 3, Thalassia hemprichii 4,03
dan Halophila ovalis tidak ada ditemukan pada stasiun 1. Jenis lamun tertinggi
yaitu Thalassia hemprichii dan terendah Halophila ovalis yang tidak ada di
temukan pada stasiun 1.
Stasiun 2 Cymodocea rotundata sebesar 0,91, Cymodocea serrulata
sebesar 2,71, Enhalus acoroides sebesar3,3, Thalassia hemprichii sebesar 2,8
dan Halophila ovalis sebesar 2,89. Jenis lamun tertinggi yaitu Halophila ovalis
dan terendah Cymodocea rotundata .
Stasiun 3 Cymodocea rotundata 1,02, Cymodocea serrulata 1,08,
Enhalus acoroides 3,24, Thalassia hemprichii 3,32 dan Halophila ovalis tidak ada
ditemukan pada stasiun 3. Jenis lamun tertinggi yaitu Enhalus acoroides dan
terendah Halophila ovalis yang tidak ada di temukan pada stasiun 3.
Stasiun 4 Cymodocea rotundata 0,29, Cymodocea serrulata 2,11,
Enhalus acoroides 3,38, Thalassia hemprichii 3,31 dan Halophila ovalis tidak ada
ditemukan pada stasiun 4. Jenis lamun tertinggi yaitu Enhalus acoroides dan
terendah Halophila ovalis yang tidak ada di temukan pada stasiun 4.
Stasiun 5 Cymodocea rotundata 2,53, Cymodocea serrulata 1,82,
Enhalus acoroides 3,1, Thalassia hemprichii 2,64 dan Halophila ovalis tidak ada
ditemukan pada stasiun 5. Jenis lamun tertinggi yaitu Thalassia hemprichii dan
terendah Halophila ovalis yang tidak ada di temukan pada stasiun 5.
29
Tipe substrat stabil merupakan indicator kuat tempat tumbuh jenis lamun
Thallasia hemprichii dan Enhalus acoroides ( Takaendengan dan Azkab,2010).
Kedua spesies tersebut merupakan spesies pionir pada ekosistem padang
lamun, spesies ini memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik melalui
system perakarannya sehingga dapat menyerap nutrisi pada kondisi substrat
yang berbeda ( Short and Carruthers, 2010).
4.5
4
Jenis Lamun
3.5
Cymodocea rotundata
3
Cymodocea serrulata
2.5
Enhalus acoroides
2
Thalassia hemprichii
1.5
Halophila ovalis
1
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
30
sebesar 0,04. Jenis lamun yang tertinggi yaitu Cymodocea rotundata dan
terendah yaitu Thallasia emprichis.
Stasiun 5 jenis lamun Cymodocea rotundata sebesar 0,09, Cymodocea
serrulata sebesar 0,21, Enhalus acoroides sebesar 0,05, dan Thalassia
hemprichii sebesar 0,08.
Menurut Yulianda (2002), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
suatu jenis lamun dapat tumbuh dengan subur di suatu perairan antara lain yaitu
kesesuaian substrat dan kondisi lingkungan.
6 Jenis Lamun
5 Cymodocea rotundata
4 Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
3
Thalassia hemprichii
2
Halophila ovalis
1
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
31
Berdasarkan hasil pengamatan suhu air yang terukur di perairan pulau
kelapa dua berada pada kisaran 29-30 ⁰C, suhu air yang berbeda pada masing –
masing stasiun diduga disebabkan adanya perbedaan kedalam perairan dan
kerapatan vegetasi lamun. Perairan yang dangkal akan menerima intensitas
cahaya matahari lebih tinggi daripada perairan yang berkaitan dengan kempuan
proses fotosintesis (Tuwo, 2011).
Salinitas air yang terukur di perairan pulau kelapa dua berkisar 30-35 ‰.
salinitas yang baik bagi kehidupan lamun berada pada kisaran 10-40‰. Menurut
Short dan Coles (2003), salinitas yang terlalu tinggi dapat menjadi factor
pembatas bagi penyebaran lamun, menghambat perkecambahan biji lamun,
menimbulkan stress osmotic dan menurunkan daya tahan terhadap penyakit.
pH air merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi
produktifitas perairan. Kisaran pH di pulau kelapa dua 6-7. Kaswandi dan nur
(2004) mengatakan bahwa suatu perairan dengan pH 5,5 - 6,5 dan pH yang
lebih dari 8,5 merupakan perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5 –
7,5 termasuk kedalam perairan yang masih produktif dan perairan denagn Ph
antara 7,5 – 8,5 mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi.
32
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Hasil pengamatan ditemukan jenis lamun di Perairan Pulau Kelapa Dua di
dapatkan 5 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata,
Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata dan Halophila ovalis.
2. Kerapatan tertinggi jenis lamun Cymodocea serrulata sebesar 43 ind/m2 pada
stasiun dua dan terendah Thalassia hemprichii sebesar 0,02 ind/m 2 pada
stasiun 1. Penutupan tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 26 %
pada stasiun dan terendah Halophila ovalis sebesar 0,13 % pada stasiun 2.
Indeks nilai penting tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 2,09
pada stasiun 3 dan terendah Cymodocea serrulata sebesar 0,07 pada
stasiun 3.
3. Keanekaragaman tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 4,03
pada stasiun 1 dan terendah Cymodocea rotundata sebesar 0,29 pasa
stasiun 4. Dominansi tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 6,19
pada stasiun 1 dan terendah Enhalus acoroides sebesar 0,04 pada stasiun 3.
5.2 Saran
Kondisi lamun dalam kategori kurang baik maka perlu adanya tindakan untuk
kegiatan pemantauan setiap bulannya. Tingkat jenis lamun yang tinggi perlu di
jaga kondisinya dengan menjaga lingkuran perairan. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membuang sampah pada tempatnya agar tidak mencemari perairan
tersebut, sehingga diharapkan kondisi lamun tetap terjaga dengan baik.
33
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M. H. 2006. Ada apa dengan lamun. Oseana. Volume 31(3) : 45-
55.
34
Nurzahraeni, 2014. Keragaman Jenis dan Kondisi Padang Lamun di
Perairan Pulau Panjang Kepulauan Derawan Kalimantan Timur.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rifai, H., Patty, I., Simon., 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun di
Perairan Pulau Mantehage Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax.1 (4)
: 177 – 186.
Rahmawati, Irawan A., Azkab, & Supriyadi, (2014). Panduan Monitoring
Padang Lamun.LIPI, COREMAP, CRITC. PT. Sarana Komunikasi
Utama. Bogor.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 2 Panduan Identifikasi Lamun
37
Lampiran 3. Alat yang digunakan
38
C) Mengidentifikasi lamun
39
41