ANDRIAN KASPARI
19.7.04.071
TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2022
1
LAPORAN KERJA PRAKTIK AKHIR
ANDRIAN KASPARI
19.7.04.071
TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2022
2
LEMBAR PENGESAHAN
NIT : 19.7.04.071
Disetujui Oleh:
Diketahui Oleh:
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
Laporan Kerja Praktik Akhir (KPA) yang berjudul “Karakteristik Kimia dan
Pertumbuhan Lamun di Perairan Pulau Kelapa” ini dapat diselesaikan sesuai
dengan target dan waktu yang direncanakan. Proses persiapan pelaksanaan, dan
penyusunan proposal ini telah melibatkan konstribusi pemikiran dan saran
konstruktif banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada :
Andrian Kaspari
viii
ABSTRAK
Pulau Kelapa merupakan salah satu wilayah kepulauan seribu dimana didalamnya
terdapat komunitas lamun yang cukup banyak. Lamun yang tumbuh pada perairan
ini didominasi oleh jenis Thalassia Hemprici, Cymodocea serrulata, Halophila
ovalis, Cimododcea rotundata, Halophila minor, Enhalus acroides, dan
Syringodium isoetifolium. Dimana populasinya mulai berkurang yang diakibatkan
karena faktor secara alami dan adanya aktifitas manusia yang berdampak pada
kerusakan lamun. Pertumbuhan lamun dengan pendekatan transplantasi perlu
dilakukan guna mengetahui seberapa besar kemampuan pertumbuhan lamun pada
daerah yang baru serta pengaruh parameter kimia dan laju pertumbuhan lamun yang
merupakan objek dari penelitian ini.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang merujuk pada data
hasil pengamatan di lapangan yang bertujuan untuk mengetahui nilai faktor kimia
perairan dan pertumbuhan lamun di Pulau Kelapa Kepulauan Seribu. Penelitian ini
dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari tanggal 18 Maret sampai dengan 20 Mei
2022. Objek penelitian ini adalah kimia dan pertumbuhan lamun.
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai parameter kimia perairan pada lokasi
transplantasi mempengaruhi pertumbuhan lamun yakni, salinitas berkisar antara 32
mg/l, pH air laut berkisar 7,3-7,5, DO berkisar antara 5,28 – 5,63 mg/l, nitrat antara
1,11 – 0,99 mg/l, nitrit berkisar antara 0,052 – 0,059 mg/l, dan fosfat berkisar antara
0,14 – 0,09.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari minggu pertama sampai minggu
ke enam ada peningkatan dalam pertumbuhan lamun di setiap stasiun. Akan tetapi
jenis yang paling cepat tumbuh adalah lamun jenis Enhalus acoroides menunjukan
adanya perbedaan yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan daun lamun.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kepulauan Seribu ................................................................................... 3
xiii
LAMPIRAN
Halaman
xiv
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia memiliki luas wilayah perairan sebesar
5.877.879 km2 dengan zonasi meliputi wilayah laut teritorial, perairan kepulauan
dan perairan pedalaman (Ramdhan, 2013). Salah satunya Kepulauan Seribu,
Perairan Kepulauan Seribu yang merupakan bagian dari wilayah perairan DKI
Jakarta terletak di sebelah luar perairan Teluk Jakarta. Secara geografis, perairan
Kepulauan Seribu memiliki peran penting dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah melalui pengembangan industri kelautan seperti jasa perhubungan
laut, transhipment, penambangan minyak dan pariwisata. Kelurahan Pulau Kelapa,
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu,
Provinsi DKI Jakarta. Pulau dengan luas 13,09 ha ini merupakan pulau
berpenduduk yang dijadikan pusat pemerintahan Kelurahan Pulau Kelapa. karena
wilayah tersebut ditumbuhi lamun yang sedang ke padat (Oktavianti, 2014).
Kepulauan Seribu memiliki beberapa pulau antara lain Pulau Kelapa, Pulau
Panggang, Pulau Pramuka dan masih banyak lagi.
Kelurahan Pulau Kelapa yang mempunyai ekosistem padang lamun yang
dijadikan ekowisata oleh Masyarakat sekitar (Sachoemar, 2018). Ekosistem penting
di pesisir pantai ada tiga yaitu mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Salah
satu sumber daya alam yang berperan sebagai produsen primer yaitu keberadaan
lamun. Ekosistem padang lamun juga merupakan ekosistem pesisir sebagai vegetasi
yang dominan serta mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut.
Padang lamun merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi
dan manfaat yang sangat penting bagi perairan wilayah pesisir khususnya di
wilayah Kepulauan Seribu (Tangke, 2010). Padang lamun merupakan salah satu
ekosistem pesisir yang sangat produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor
lingkungan yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara langsung berpengaruh
terhadap ekosistem padang lamun. Parameter kimia yang menjadi indikator
kelangsungan hidup dan pertumbuhan lamun di pulau kelapa, Berkembangnya
kegiatan manusia di wilayah pesisir khususnya di perairan pantai Pulau Kelapa
seperti kegiatan pariwisata, pemukiman, dan aktivitas lainnya memungkinkan
adanya pengaruh terhadap ekosistem lamun, sehingga diduga mengalami
perubahan dari segi pertumbuhan dan kimia perairan (Feryatun, 2012).
Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2022 di Perairan Kepulauan Seribu
tepatnya di Pulau Kelapa dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dan
pertumbuhan lamun di Pulau Kelapa. Metode penelitian ini adalah deskriptif
dengan studi kasus untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena suatu
objek penelitian secara detail. Pengumpulan data dilakukan dengan sampling
menggunakan transek kuadran. Materi yang digunakan adalah lamun yang
ditemukan di lokasi penelitian, data yang diukur adalah parameter kimia seperti
salinitas, DO, pH, nitrat, dan nitrit (Minerva, 2014).
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah Kerja Praktek Akhir ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik parameter kimia di komunitas lamun pada Perairan
Pulau Kelapa?
2. Bagaimana pertumbuhan lamun di Pulau Kelapa?
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Wilayah Kepulauan Seribu
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1986 Tahun
2000, wilayah Kepulauan Seribu terdiri dari 110 pulau yang secara administratif
dibagi menjadi 6 wilayah antara lain: Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Harapan
dan Pulau Kelapa yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Kepulauan
Seribu Utara, sedangkan di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan terdiri dari
Kelurahan Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung dan Pulau Pari. Dari keenam
kelurahan tersebut Kelurahan Pulau Kelapa memiliki pulau terbanyak yakni 36
pulau dan yang paling sedikit adalah Pulau Tidung dengan 6 pulau dan Pulau
Panggang. Secara administrasi Kepulauan Seribu memiliki luas wilayah sekitar
1.180,80 ha yang terdiri dari wilayah perairan dengan luas sekitar 6.997,5 km2 dan
gugusan pulau-pulau yang tidak berpenghuni dan berpenghuni seluas kurang lebih
869,71 ha.
Umumnya pulau di wilayah Kepulauan Seribu memiliki luas yang relatif
dan terletak di luar Teluk Jakarta. Teluk Jakarta merupakan perairan dengan banyak
masukan (input) dari 13 sungai dan berpotensi untuk terkontaminasi dengan bahan
pencemar karena banyaknya aktivitas masyarakat serta industri. Secara geografis,
perairan di Kepulauan Seribu memiliki banyak manfaat untuk segala aktivitas yang
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat dan komunitas ekosistem
terumbu karang, padang lamun dan mangrove secara ekologis (Sachoemar, 2018).
3
Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi
oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara permanen di
bawah permukaan air laut. Ekosistem padang lamun merupakan suatu ekosistem
yang kompleks dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat p anting bagi
perairan wilayah pesisir. Secara taksonomi lamun (seagrass) termasuk dalam
kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas di lingkungan laut yang umumnya
hidup di perairan dangkal wilayah pesisir (Den Hartog, 1970).
Ekosistem pesisir umumnya terdiri atas 3 komponen penyusun yaitu lamun,
terumbu karang serta mangrove. Bersama-sama ketiga ekosistem tersebut membuat
wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif sangat subur dan produktif. Komunitas
Lamun sangat berperan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik dari
lingkungan pesisir. Aktivitas manusia di sekitar pesisir dapat berupa pertanian,
peternakan dan pelabuhan tradisional serta pemukiman penduduk. Aktivitas
manusia yang tidak memperhatikan lingkungan pesisir akan mengakibatkan
perubahan komunitas lamun sebagai penunjang ekosistem pesisir (Poiner & Robert,
1986).
2.2.1 Taksonomi Lamun
Spesies lamun yang ditemukan pada perairan pesisir Indonesia dari aspek
taksonomi dapat dikelompok dalam dua famili yaitu Famili Hydrocharitaceae
dengan Genus Enhalus, Halophila, Thalassia dan Famili Cymodoceaceae.
Pengelompokkan taksonominya adalah bentuk vegetatif lamun yang
memperlihatkan tingkat keseragaman yang tinggi yaitu hampir semua genera
mempunyai "rhizome" yang berkembang baik dan bentuk daun yang memanjang
(linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang, kecuali pada Genus
Halophila yang umumnya berbentuk bulat telur (Kiswara dan Hutomo,1985)
Berdasarkan karakter-karakter sistem vegetatif tersebut Menurut Den Hartog,
(1970) lamun dapat dikelompokkan dalam 6 kategori dan kelompok-kelompok
tersebut adalah:
A. Herba, percabangan monopodial, Daun panjang, berbentuk pita atau ikat
pinggang, punya saluran udara.
1. Parvozosterid, daunnya panjang dan sempit: Halodule dan Zostera
subgenus Zosterella.
2. Magnozosterid, daun panjang atau berbentuk pita tetapi tidak lebar:
Zostera subgenus Zostera, Cymodocea dan Thalassia.
3. Syringodid, daun bulat seperti lidi dengan ujung ranting (subulate):
Syringodium.
4. Enhalid, daun panjang dan kaku seperti kulit (leathery linier) atau
berbentuk ikat pinggang yang kasar (coarse strap shape): Enhalus,
Posidonia dan Phyllospadix.
Karakter lain yang sering dijadikan dasar dalam taksonomi lamun adalah
siklus reproduksi. Dalam hal ini lamun dikelompokkan dalam kelompok tumbuhan
berbunga (Angiospermae) yang masuk dalam sub kelas Monocotiledoneae. Siklus
reproduksi lamun secara seksual dilakukan di bawah air dan struktur reproduksi
lamun secara seksual terdiri dari bunga dan buah dan struktur reproduksi lamun
secara seksual terdiri dari bunga dan buah Selain reproduksi secara seksual lamun
dapat melakukan reproduksi secara aseksual. Struktur morfologi lamun terdiri dari
akar, batang dan daun. Fungsi dari tiap organ lamun adalah daun sebagai organ
fotosintesis, sedangkan akar serta rhizoma berfungsi sebagai jangkar untuk
4
menempel pada substrat dan menyerap nutrient dari lingkungan sekitar. Kunci
determinasi untuk identifikasi spesies lamun di atas dapat menjadi dasar untuk
memahami keragaman spesies lamun berdasarkan karakter morfologi dan
reproduksinya. Dalam identifikasi spesies lamun di perairan pesisir Indonesia
(Syukur, 2015). Berikut jenis dan gambaran pada Lamun.
5
Syringodium memiliki ciri khas Rhizoma antar fragmen 1-5,
isoetifolium memiliki daun berbentuk silindris,panjang daun
16 cm dengan lebar 1-3 mm, memiliki bunga
jantan dan betina. Famili Hydrocharitaceae.
Dengan jenis spesies, Enhalus acoroides, Ukuran
panjang lebih dari 1 meter, helai daun linier
(sejajar), buah berbentuk bulat, ujung daun
membulat dan tumbuh pada substrat berlumpur.
6
(3) daun dan tegak tunas lamun habitat tumbuhan lain seperti organisme
epifit,
(4) menstabilkan habitat
7
Kisaran pH Dampak di perairan
• Alga berkembang
9.0-10.0 • NH3 dominan dan beracun
• Proses nitrifikasi oleh bakteri terhambat
• Kalsium karbonat dan logam mengendap
• Kondisi normal air laut
8.0-9.0
• Racun NH3 menjadi masalah
• Optimal untuk proses nitrifikasi
• Kondisi normal rawa-rawa dan estuari
7.0-8.0
• Ion ammonium (NH4+) dominan, ammonia sedikit beracun
• Proses nitrifikasi agak terhambat
• Kondisi rawa payau
• Ion ammonium (NH4+) dominan, ammonia sedikit beracun
6.0-7.0
• Proses nitrifikasi terhambat
• Nitrit beracun
• Batuan dan logam terlarut
Sumber : (Svobodova, 1993)
2.3.3 Salinitas
Salintas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi
proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan
kehidupan organisme. Garam di laut adalah ada dalam bentuk NaCl. Suhu sangat
mempengaruhi kondisi salinitas perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak
pada tingginya salinitas. Proses evaporasi akibat suhu yang meningkat akan
meningkatkan salinitas walaupun lambat (Malone, 1988).
2.3.4 Nitrat dan Nitrit
Nitrit dan nitrat ada di dalam air sebagai hasil dari oksidasi. Nitrit
merupakan hasil oksidasi dari ammonia dengan bantuan bakteri Nitrisomonas dan
Nitrat hasil dari oksidasi Nitrit dengan bantuan bakteri Nitrobacter. Keduanya
selalu ada dalam konsentrasi yang rendah karena tidak stabil akibat proses oksidasi
dan sangat tergantung pada keberadaan bahan yang dioksidasi dan bakteri. Nitrat
adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil (Bahri, 2006).
2.3.5 Fosfat
Zat hara adalah suatu zat yang mempunyai peranan penting dalam
melestarikan kehidupan karena dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai sumber
bahan makanan. Fosfat dan nitrat merupakan zat hara yang berperan penting dalam
pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton yang merupakan indikator untuk
mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan (Fachrul, 2005). Fosfat
adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur
esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae sehingga dapat mempengaruhi
tingkat produktivitas perairan (Bahri, 2010). Sumber fosfor di perairan dan sedimen
adalah deposit fosfor, industri, limbah domestik, aktivitas pertanian, pertambangan
batuan fosfat, dan penggundulan hutan (Ruttenberg, 2004). Fosfat di perairan secara
alami berasal dari pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik.
2.3.6 DO
Kandungan oksigen terlarut di perairan memegang peranan penting terhadap
kelangsungan hidup biota dan ekosistem yang ada di laut dan pantai. Perairan
8
dengan kandungan DO yang stabil akan memiliki jumlah spesies yang melimpah
(Pratama, 2017). Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan
untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikro-organisme. Sumber
utama oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses
fotosintetis fitoplankton. Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama
kehidupan di laut dan indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut semakin
menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini
disebabkan oksigen yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat
organik menjadi zat anorganik (Simanjuntak, 2012)
9
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat Pelaksanaan Kerja praktik Akhir (KPA) ini telah
dilaksanakan pada tanggal 18 Maret – 20 Mei 2022 di Pulau Kelapa Kepulauan
Seribu.
3.1.1 Gambaran Lokasi Praktik
Adapun waktu dan tempat lokasi Pelaksanaan Kerja praktik Akhir (KPA) ini telah
dilaksanakan pada tanggal 18 Maret sampai dengan 20 Mei 2022. Yang bertempat
di Kawasan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Kelapa,
Daerah khusus Ibu Kota Jakarta yang terbagi menjadi 3 stasiun, Berikut lokasinya.
3.3 Metode
Adapun langkah-langkah atau metode yang digunakan dalam kegiatan PKL
kali ini adalah metode praktik, metode observasi. Metode praktik disini adalah suatu
kegiatan yang dilakukan setelah mendapat teori dengan tujuan mengaplikasikan
ilmu yang telah diperoleh. Pada metode ini dilaksanakan secara langsung dalam
kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan kondisi lingkungan di lapangan diantaranya keadaan
cuaca,keadaan pasang surut air laut, arus, aktivitas sekitar dan ekosistem lamun
yang disesuaikan pada arah mata angin. Pada setiap stasiun dilakukan 30 kali
pengambilan sampel. Pengambilan sampel lamun dilakukan pada 3 stasiun
sehingga total kuadran yang diambil adalah 90 titik. tiap stasiun dilakukan pada tiap
titik dengan menggunakan kotak kuadran 50 cm x 50 cm. teknik pengambilan
sampel pada pengamatan ini berdasarkan pada penggunaan metode quadrat
sampling (Fachrul, 2007). Line Transec quadrat dibentang sejajar terhadap garis
pantai dari pertamanya ditemukan lamun. Skema pengambilan sampel lamun di
wilayah perairan pulau Kelapa Dua Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah
sebagai berikut:
11
GAMBAR 4 SKEMA STASIUN PENGAMBILAN DATA
Sumber: LIPI
12
3.4.1 Persiapan
• Tahapan persiapan untuk melakukan Praktik Kerja Akhir adalah
mengumpulkan data literatur sebagai bahan pendukung yang berkaitan
dengan objek pengamatan dan melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing 1 dan 2 atau dari pembimbing lapangan mengenai kegiatan
praktik kerja lapangan serta meminta perizinan megenai surat SIMAKSI
kepada pihak SPTN (seksi pengelolaan taman nasional), ke polisian dan ke
kelurahan Pulau Kelapa Kepulauan Seribu.
• Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pengambilan data
pertumbuhan di antaranya ialah : masker snorkel, jangka sorong, rol meter
100, patok besi, prame, alat tulis anti air,jarum,spatu boats, buku panduan
lamun, dan benang. Sedangkan alat dan bahan untuk pengambilan sampel
air ialah : botol sampel 250 ml,refrakthor meter, Ph digital, DO meter, pipet,
dan cairan HO2SO4.
• Survei lokasi pengambilan sampel di setiap stasiun yang akan di tentukan.
3.4.2 Pengambilan data
• Pengambilan sampel lamun menggunakan peralatan selam dasar
(snorkeling) atau peralatan selam SCUBA. Metode pengambilan sampel
lamun dilakukan dengan cara membentangkan roll meter yang tegak lurus
dengan garis pantai ke arah tubir, kemudian dilanjutkan pengamatan jenis-
jenis lamun sepanjang roll meter tersebut. Jarak pandang pengamat di sisi
kiri dan kanan roll meter adalah 2 meter Penentuan jalur-jalur pengamatan
juga didasarkan pada peta penyebaran lamun di Kepulauan Seribu tepatnya
di Pulau kelapa.
• Pengukuran pertumbuhan daun lamun dengan cara memilih individu lamun
yang muda dan tidak rusak pada tiap stasiun pengamatan. Plastochrone
interval adalah metode yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan daun
lamun atau metode penandaan daun (Salahuddin, 2022).
• Melakukan pengukuran kualitas air pada 3 stasiun yang didalamnya terdapat
9 garis transek hal ini dilakukan untuk mendapatkan data kualitas air
mengenai kondisi perairan lamun yang terdapat di wilayah perairan pulau
Kelapa Dua. Diantaranya untuk mendapatkan parameter fisik meliputi
pengukuran suhu yang diukur menggunakan termometer,nilai kecerahan
yang diukur dengan keping secchidisk, serta pengukuran kecepatan arus laut
• Pengukuran parameter kimia diukur dengan dua cara yakni pengukuran
secara lansung serta pengukuran yang dibutuhkan uji lab pada
prosesnya.Parameter kimia yang dilakukan dengan pengukuran secara
langsung meliputi pengukuran data pH dengan menggunakan pH digital,
pengukuran salinitasa atau kadar garam dengan menggunakan
refrakhtometter, sedangkan parameter kimia yang proses pengukurannya
menggunakan uji laboratorium adalah untuk mengetahui kadar Nitrat,Nitrit
dan Fosfat yang sampel pengukurannya berupa air yang diperoleh pada
setiap transek.Pengambilan sampel air untuk pengambilan sampel Nitrat
dan Nitrit dilakukan sesuai dengan prosedur pengambilan sampel perairan
salah satu cara pengambilan sampel air adalah dengan cara mengambil
sampel air dengan berlawanan dengan arus laut
13
• Setelah sampel diambil maka proses selanjutnya adalah penambahan H 2SO4
yang sebelumnya telah dilakukan pengeceran dengan rumus pengenceran
larutan sampai diperoleh H2SO4 30% kemudian ditambahkan pada sampel
sebanyak 0,2 ml atau sampai nilai pH < 2 yang kemudian didinginkan,
sampel yang diambil untuk satu kali pengukuran adalah sebanyak pada
setiap 500 ml, sampel tersebut dapat bertahan sampai 7 hari, sedangkan
untuk pengambilan sampel Fosfat dibutuhkan 100 ml air yang kemudian
didinginkan serta dapat bertahan sampai 2 hari pada botol sampel PE yang
ditutup rapat (SNI 6989.57.2008).
• Sampel yang telah didapatkan pada 3 stasiun kemudian dilakukan uji
laboratorium yang terletak di Laboratorium Nutrien dengan mengukur
kandungan nitrat, nitrit, dan fosfat dengan sampel perairan yang diambil di
Perairan Pulau Kelapa. Pengukuran dilakukan selama 2 kali pengulangan
yakni dengan interval waktu 1 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
data yang didapatkan per bulan yakni pada bulan April dan Mei tahun 2022.
• Data pertumbuhan lamun diambil 1 kali seminggu selama masa waktu
penelitian lebih kurang 6 minggu. Pengambilan sampel pada setiap kuadran
dilakukan dengan cara:
• Pada setiap transek garis di letakkan transek kuadrat sesuai dengan
keterwakilan lamun secara acak, dengan jarak masing-masing transek
kuadrat 25 meter.Pengamatan kondisi tutupan lamun dan kerapatan lamun
dilakukan menggunakan transek kuadrat 0,5 m x 0,5 m. Pengamatan tutupan
lamun dilakukan dengan menghitung berapa persen lamun menutupi areal
dalam tiap kisi pengamatan. Pengambilan sampel lamun dilakukan setelah
pendataan lamun selesai dilakukan, pengambilan sampel lamun dilakukan
pada 4 kisi di setiap transek kuadrat 0,5 m2 Sampel ini kemudian di simpan
ke dalam kantong sampel untuk selanjutnya dilakukan identifikasi dan
perhitungan morfometrik. Perhitungan kerapatan jenis lamun dilakukan
dengan menghitung berapa tegakan lamun yang terdapat dalam setiap kisi
untuk setiap jenis lamun yang ada pada setiap kuadran.
3.4.3 Data Penelitian
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data parameter kualitas air
dan pertumbuhan lamun yang diukur langsung di lokasi penelitian yang merupakan
data primer. Data penunjang dikumpulkan melalui referensi untuk mendukung
proses identifikasi ciri morfologi pada lamun dan biota untuk setiap kelas lengkap
dengan nama ilmiahnya, selanjutnya gambaran setiap spesies disajikan dalam
bentuk tabel disertai gambar mengacu pada buku panduan identifikasi lamun serta
biota yang berasosiasi di dalamnya (Supriyadi,2019).
3.5 Analisis Data
3.5.1 Data Pertumbuhan
Data panjang daun dengan metode penandaan dari hasil pengukuran diolah
menggunakan MS.Excel. Pengukuran pertumbuhan daun lamun diawali dengan
memilih individu lamun yang sehat (tidak rusak) yang dilihat secara fisik dari
lamun itu sendiri pada setiap jenis yang diperoleh. Pengukuran diawali dengan
memilih 10 (Sepuluh) tegakan lamun pada setiap jenis. Tegakan lamun yang
diamati adalah tegakan yang memilik 4 helai daun kemudian diberi tanda yang
sama berjarak 30,5mm dari dasar batang.kemudian setiap daun pada tegakan yang
terpilih diberi lubang pada jarak yang telah ditentukan sebelumnya dari dasar
14
substrat Kemudian metode pengukuran pertumbuhan lamun menggunakan metode
Plastochrone Interval (Alie, 2010)
P = Lt - Lo
Δt
Keterangan :
P = Laju pertumbuhan panjang daun (mm)
Lt = Panjang daun setelah waktu t (mm)
Lo = Panjang daun pada pengukuran awal (mm)
Δt = Selang waktu pengukuran (hari)
Keterangan :
T1 = Waktu pengambilan/ pengukuran sampel
T0 = Waktu penandaan sampel
15
3.6 Diagram Alir Kegiatan
Berikut adalah diagram alir yang digunakan pada kegiatan Kerja Praktik Akhir
adalah sebagai berikut:
Perhitungan Sebaran
1. Profil Pulau Kelapa lamun serta identifikasi
2. Pertumbuhan lamun pertumbuhannya Pengukuran
parametter kualitas
air kimia (pH, nitrat,
nitrit)
GAMBAR 7 : DIAGRAM ALIR
Parameter
No Kimia Satuan S1 S2 S3 Kisaran Rataan
1 Salinitas Ppt 32,3 32 32 32-32,3 7,41
2 pH mg/l 7,5 7,3 7,3 7,3-7,5 32,1
3 DO - 5,28 5,57 5,63 5,28-5,63 5,49
4 Nitrat mg/l 1,11 1,012 0,99 0,99-1,11 0,057
5 Nitrit mg/l 0,05 0,05 0,05 0,05-0,05 1,040
6 Fosfat mg/l 0,14 0,09 0,06 0,06-0,14 0,100
Sumber : dokumen pribadi
4.1.1 Salinitas
Lamun memiliki kemampuan toleransi salinitas yang berbeda-beda. Kemampuan
toleransi tersebut sangat bergantung kepada jenis. Namun umumnya, lamun dapat
mentolerir salinitas kisaran 10-40 ‰ (Hutomo 1999). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Kisaran optimum toleransi terhadap salinitas air laut adalah 35 ‰, terdapat
hubungan yang optimum. Pengambilan data salinitas dilakukan pada setiap stasiun
penelitian masing masing di ambil pada saat kondisi perairan surut, bisa di lihat
pada Tabel 4 tersebut.
Kisaran nilai salinitas di lokasi penelitian ialah 32 ‰. Hal ini dipengaruhi oleh
kondisi pengamatan saat terjadi pasang dan surut. Menurut Supriharyono (2007),
secara umum salinitas yang optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar antara 25
– 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun dalam
melakukan fotosintesis. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa,
produktivitas primer, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Kerapatan
semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas (Gilanders, 2006; Herkul dan
Kotta, 2009).
4.1.2 PH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pH
dan pertumbuhan lamun di perairan pulau kelapa, dan dapat digunakan untuk
memprediksi perubahan pada variabel keanekaragaman lamun. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa semakin menjauhi garis pantai pH air laut akan semakin
meningkat dan peningkatan pH air laut diikuti dengan menurunnya tingkat
keanekaragaman dan pertumbuhan lamun. Menurut Philips dan Menez (2003), nilai
derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan lamun adalah berkisar 7,3 -
9,0. Berdasarkan pernyataan ini, maka hasil penelitian yang menunjukan bahwa pH
perairan di semua lokasi pengamatan pada Tabel 4 nilai pH perairan pantai pulau
kelapa yang berkisar antara 7,3 – 7,5 masih dalam kisaran pH optimal untuk
pertumbuhan lamun.
4.1.3 DO
Oksigen terlarut atau yang sering disebut DO atau dissolved oxygen merupakan
kandungan oksigen dalam bentuk terlarut didalam air. Keberadaan DO sangat
penting di perairan karena semua biota air (kecuali mamalia) tidak mampu
17
mengambil oksigen udara. Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui
permukaannya, yang terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul udara yang
tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga O 2 terikat di
dalam air.
Hasil pengukuran DO di lokasi penelitian, dihasilkan nilai rata-rata pengukuran
setiap 3 ( tiga ) minggu sekali sebesar 5 mg/l. Kandungan oksigen terlarut pada data
Tabel 4 diatas sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun
2004 yang menyatakan standar konsentrasi oksigen terlarut yang layak untuk
kehidupan biota laut adalah > 5 mg/l.
4.1.4 Nitrat
Fungsi utama ekosistem lamun dapat memberikan nutrisi terhadap biota yang
berada di perairan sekitarnya. Menurut Green dan Short (2003) Pertumbuhan,
morfologi, kelimpahan dan produktivitas primer lamun pada suatu perairan
umumnya ditentukan oleh ketersediaan zat hara fosfat, nitrat, dan ammonium.
Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Berdasarkan pengamatan
lapangan diperoleh kandungan nitrat di berkisar antara 0,99 - 1,11 mg/L. Menurut
Effendi (2003), kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/L dapat mengakibatkan
terjadinya pengkayaan (eutrofikasi) perairan, yang selanjutnya menstimulir
pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara cepat (blooming).
4.1.5 Nitrit
Nitrat dan nitrit merupakan bentuk nitrogen teroksidasi. Nitrat merupakan suatu
unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan perairan yang
memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya oksigen terlarut
di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang mati, sedangkan nitrit
merupakan suatu tahapan sementara dari proses oksidasi antara amonium dan nitrat
yang dapat terjadi pada badan-badan perairan (Agawin & Duarte, 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan di tiga lokasi sekitar Perairan Pulau kelapa kadar
Nitrit yang didapat berkisar antara 0,059 – 0,052 mg/L. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hutagalung dan Rozak (1997) bahwa distribusi vertikal nitrit semakin
tinggi sejalan dengan bertambahnya kedalaman laut dan semakin rendahnya kadar
oksigen, sedangkan distribusi horizontal kadar nitrit semakin tinggi menuju kearah
pantai dan muara sungai.
4.1.6 Fosfat
fosfat juga merupakan faktor pembatas pertumbuhan lamun. Lamun memanfaatkan
fosfat di kolom air melalui daun dan di sedimen melalui akar dan rhizoma. Fosfat
digunakan dalam proses fotosintesis dan respirasi lamun. Senyawa ini
menunjukkan subur tidaknya suatu perairan ( Kiswara, 1999 ).
Berdasarkan hasil pengamatan di tiga lokasi sekitar Perairan Pulau kelapa kadar
fosfat yang didapat berkisar antara 0,9 – 2,2 mg/L. Nilai kandungan fosfat ini masih
sesuai dengan kandungan fosfat yang umumnya dijumpai di perairan laut.
Kandungan fosfat di perairan laut yang normal berdasarkan baku mutu air untuk
biota laut di dalam Kepmen LH no 51 tahun 2004 adalah sebesar 0,015 mg/L.
18
4.2 Pertumbuhan lamun
Hasil pengukuran pertumbuhan rata-rata tegakan daun lamun yang ditransplantasi
dengan metode penandaan dari minggu ke-1 (saat transplantasi) hingga minggu ke-
6 dapat digambarkan pada gambar 6.
Bahwa dari minggu pertama sampai minggu ke enam ada peningkatan
dalam pertumbuhan lamun di setiap stasiun, Akan tetapi jenis yang paling cepat
tumbuh adalah lamun jenis Enhalus acoroides menunjukan adanya perbedaan yang
lebih tinggi terhadap pertumuhan daun lamun lainnya pada tiap minggun penelitian.
Dikarenakan aktifitas pengerukan pasir dari dasar ke permukaan di daerah
ekosistem lamun sehingga tingkat substrat yang tinggi bisa mempengaruhi
pertumbuhan setiap jenis lamun. . Pertumbuhan jenis lamun hampir seragam pada
setiap minggunya, pada kegiatan di lapangan pengukuran pertumbuhan lamun
diukur dengan menggunkan jangka sorong manual atau digital dan didapatkan
rerata pertumbuhan jenis lamun dengan menggunkan metode plestochrone interval
adalah sebesar 0.1 mm- 0.4 mm.
Pertumbuhan
300
250
PER.MINGGU(MM)
200
150
100
50
0
19
4.2.1 Komposisi jenis
Hasil identifikasi spesies lamun pada wilayah TNLKpS Pulau Kelapa Kepulauan
Seribu pada 3 stasiun yaitu bagian timur, barat, dan utara pulau diperoleh 7 spesies.
Ketujuh spesies ini digolongkan dalam 2 famili yaitu Cymodoceaceae dan
Hydrocharitaceae. Spesies yang diperoleh yaitu ;
T ABEL 5 J ENIS LAMUN YANG DITEMUKAN
Stasiun Stasiun
No Jenis Lamun 1 Stasiun 2 3
1 Thalassia Hempricii √ √ √
2 Cymodocea serrulate √ √ √
3 Halophila ovalis √ √ √
4 Cimododcea rotundata √ √ √
5 Halophila minor - √ √
6 Enhalus acoroides - √ √
7 Syringodium isoetifolium - √ -
Sumber: dokumen pribadi
4.2.2 Tegakan
Tegakan spesies lamun adalah banyaknya jumlah individu/tegakan suatu spesies
lamun pada luasan tertentu. Hasil yang diperoleh dapat dilihat sebagai berikut
dalam Tabel 6 menunjukkan kerapatan jenis lamun tertinggi di ketiga stasiun yaitu
Cymodocea serrulata di stasiun 1 sebanyak 1.703 sedangkan di staisun 2
Cimododcea Rotundata sebanyak 1.525 dan di staisun 3 adalah Thalassia Hemprici
sebanyak 490.
T ABEL 6 T EGAKAN LAMUN
21
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan :
1. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai parameter kimia perairan pada lokasi
transplantasi mempengaruhi pertumbuhan lamun yakni, salinitas berkisar
antara 32,3 - 32 mg/l, pH air laut berkisar 7,3-7,5, DO berkisar antara 5,28
– 5,63 mg/l, Nitrat antara 1,11 – 0,99 mg/l, Nitrit berkisar antara 0,052 –
0,059 mg/l, dan Fosfat berkisar antara 0,14 – 0,09.
2. Lamun yang paling cepat tumbuh adalah lamun jenis Enhalus acoroides
yang menunjukan adanya perbedaan yang lebih tinggi terhadap
pertumuhannya. Dan jenis lamun yang di temukan menunjukan bahwa di
Pulau Kelapa Kepulauan Seribu terdapat 7 jenis lamun, Jenis – jenis lamun
yang di temukan iyalah jenis Thalassia Hemprici, Cymodocea serrulate,
Halophila ovalis, Cimododcea Rotundata, Halophila minor, Enhalus
acoroider, dan Syringodium isoetifolium.
5.2 Saran
1. Ekosistem lamun di Kepulaua Seribu khususnya di Pulau Kelapa lebih
diperhatikan lagi karena ekosistem lamun penting bagi biota air lainnya.
2. Sebaiknya pihak pengelola juga dapat mengenalkan ekosistem lamun
kepada wisatawan supaya wisatawan dapat memahami ekosistem lamun
dan manfaat bagi biota yang ada di sekitar.
3. Kurangnya alat untuk melakukan penelitian dapat berpengaruh terhadap
mahasiswa yang akan melakukan studi. Hal ini juga dapat di pahami
oleh pihak pengelola. Agar dapat mendapatkan data sesuai minat masing
- masing.
22
DAFTAR PUSTAKA
Agawin, N.S.R. dan Duarte, C.M. 2002. Evidence of Direct Particle Trapping by a
Tropical Seagrass Meadow. Estuaries 25: 1205-1209
Bahri, A. F. (2006). Analisis Kandungan Nitrat dan Fosfat pada Sedimen Mangrove
Yang Termanfaatkan Di Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Studi
Kasus Pemanfaatan Ekosistem Mangrove dan Wilayah Pesisir oleh
Masyarakat di Desa Bulucindea Kec. Bungoro Kab. Pangkep. Asosiasi
Konservator Lingkungan: Makassar.
Bahri, A. F. (2010). Analisis Nitrat dan Fosfat pada Sedimen Mangrove: Analisis
Kandungan Nitrat dan Fosfat pada Sedimen Mangrove yang Termanfaatkan
di Kecamatan Mallusetasi Kabupaten barru.
Gilanders, B. M. 2006. Seagrasses, Fish, and Fisheries. In: Larkum, A.W.D., Orth,
R.J., Duarte, C.M. (Eds.), Seagrasses: Biology, Ecology, and Conservation.
Springer, The Netherland, 503-536pp.
Green, P. E dan F. T. Short. 2003. World Atlas of Seagrasses. Prepared by the
UIMEP World Conservation Monitoring Centre. University of California
Press, Berkeley, USA.
23
Hemminga, M. A., dan Duarte, C. M. (2000). Seagrass Ecology. Cambridge
University Press.
Herkul, K., dan Kotta, J. 2009. Effects of Eelgrass (Zostera marina) Canopy
Removal and Sediment Addition on Sediment Charac teristics and Benthic
Communities in the Northern Baltic Sea. Mar. Ecol. 30:74-82.
Hutagalung, H. P. dan Rozak, A., 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan
Biota Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kiswara 2004. Kondisi padang lamun (seagrass) di perairan Teluk Banten 1998-
2001. Lembaga Penelitaian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta.
Kiswara, W. 1999. Perkembangan Penelitian Ekosistem Lamun di Indonesia. Hlm
181-195. In Sutomo, Kinarti A. Soegiarto, Asikin Djamali, dan Otto S.R.
Ongkosongo (ed). Prosiding seminar tentang oseanologi dan ilmu
lingkungan laut dalam rangka penghargaan kepada Prof. Dr. Apriliani
Soegiarto, M.Sc., APU. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Kiswara, W., dan Hutomo, M. (1985). Habitat dan Sebaran Geografik
Lamun. Oseana, 10(1), 21-30.
Malone, R. F., dan Burden, D. G. (1988). Design of Recirculating Soft Crawfish
Shedding Systems.
Minerva, A., Purwanti, F. dan Suryanto, A., 2014. Analisis Hubungan Keberadaan
dan Kelimpahan Lamun dengan Kualitas Air di Pulau Karimunjawa,
Jepara. Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 3(3),
pp.88-94.
Naufaldin, A., 2016. Identifikasi Lamun Menggunakan Metode Transek Kuadran
di Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta.
Noey. D. 2015. Efektivitas Parameter Fisika dan Parameter Kimia dalam Perairan
Oktavianti, R. and Purwanti, F., 2014. Kelimpahan Echinodermata Pada Ekosistem
Padang Lamun di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Management
of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 3(4), pp.243-249.
Pearson, T. H. (1978). Macrobenthic Succession in Relation to Organic Enrichment
and Pollution of the Marine Environment. Oceanogr. Mar. Biol. Ann.
Rev., 16, 229-311.
24
Phillips, R.C. dan Menez, 2003. Seagrass. Institutions Press. Washington D.C Mith
Sonian.
Poiner, I.R. dan Roberts, D.G., 1986. A Brief Review of Seagrass Studies in
Australia.
Pratama, P. S., Wiyanto, D. B., dan Faiqoh, E. (2017). Struktur Komunitas Perifiton
Pada Lamun Jenis Thalassia Hemprichii dan Cymodocea rotundatta di
Kawasan Pantai Sanur. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(1), 123-
133.
Rahman, Anwar Arif, Andi Irwan Nur, dan Muhammad Ramli. Studi Laju
Pertumbuhan Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung
Tiram Kabupaten Konawe Selatan. Diss. Haluoleo University, 2016.
Ramdhan, M. dan Arifin, T., 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam
Penilaian Proporsi Luas Laut Indonesia. Jurnal Ilmiah Geomatika, 19(2),
pp.141-146.
Saputro, M. A., Ario, R., dan Riniatsih, I. (2018). Sebaran Jenis Lamun di Perairan
Pulau Lirang Maluku Barat Daya Provinsi Maluku. Journal of Marine
Research, 7(2), 97-105.
Seprianti, R., Karlina, I., dan Irawan, H. (2017). Laju Pertumbuhan Jenis Lamun
Thalassia Hemprichii Dengan Teknik Transplantasi Sprig Anchor Dan
Polybag Pada Jumlah Tegakan Yang Berbeda Dalam Rimpang Di Perairan
Kabupaten Bintan. Intek Akuakultur, 1(1), 56-70.
25
Seprianti, R., Karlina, I., dan Irawan, H. (2017). Laju Pertumbuhan Jenis Lamun
Thalassia Hemprichii Dengan Teknik Transplantasi Sprig Anchor dan
Polybag Pada Jumlah Tegakan Yang Berbeda Dalam Rimpang di Perairan
Kabupaten Bintan. Intek Akuakultur, 1(1), 56-70.
Sermatang, J. H., Tupan, C. I., & Siahainenia, L. (2021). MORFOMETRIK
LAMUN Thalassia hemprichii BERDASARKAN TIPE SUBSTRAT DI
PERAIRAN PANTAI TANJUNG TIRAM, POKA, TELUK AMBON
DALAM. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 17(2), 77-
89.
Simanjuntak, M. (2012). Kualitas Air Laut Ditinjau Dari Aspek Zat Hara, Oksigen
Terlarut Dan Ph Di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah Sea Water Quality
Observed From Nutrient Aspect, Dissolved Oxygen And Ph In The Banggai
Waters, Central Sulawesi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2),
291.
LAMPIRAN
26
27
Lampiran 1. Dokumentasi penarikan garis transek
28
Lampiran 3. Dokumentasi Pengambilan sampel Ph
29
Lampiran 5. Dokumentasi Pengambilan sampel salinitas
30
Lampiran 7. Persentase penutupan lamun
31
Lampiran 8. Panduan identifikasi lamun
32
33
Lampiran 9. Alat yang digunakan
34
No Jenis Plot Dijumpai Total Jenis Luas Plotm2 LBDSm2 Dominansi(D) Dominansi Relatif
35