Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KERJA PRAKTEK AKHIR

KARAKTERISTIK FISIK DAN PERTUMBUHAN LAMUN DI PERAIRAN


PULAU KELAPA KEPULAUAN SERIBU

Gunawan
19.7.04.079

TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2022
LAPORAN KERJA PRAKTEK AKHIR

KARAKTERISTIK FISIK DAN PERTUMBUHAN LAMUN DI PERAIRAN


PULAU KELAPA KEPULAUAN SERIBU

Gunawan
19.7.04.079

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Perikanan

TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Karakteristik Fisik dan Pertumbuhan Lamun di Perairan Pulau Kelapa di


Kepulauan Seribu
Nama : Gunawan
NIT :19.7.04.079

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Abdul Rahman, A.Pi., M.Si Chrisoetanto P. Pattirane, S.Pi., M.Si


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui Oleh :

Ketua Program Studi Direktur


Teknik Kelautan Politeknik KP Karawang

Roni Sewiko, S.Pi., M. Si DH. Guntur Prabowo, A.Pi., MM


NIP.198712182019021003 NIP.19650811199031001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada
akhirnya Proposal Kerja Praktek Akhir (KPA) yang berjudul “Karakteristik Fisik
dan Pertumbuhan Lamun di Perairan Pulau Kelapa di Kepulauan Seribu” ini
dapat diselesaikan sesuai dengan target mutu dan waktu yang direncanakan. Proses
persiapan pelaksanaan, dan penyusunan proposal ini telah melibatkan kontribusi
pemikiran dan saran konstruktif dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan terima kasih banyak kepada :
Penulisan dan penyusunana Kerja praktek Akhir (KPA) adalah sebagai salah satu
syarat dalam rangka menyelesaikan studi/pendidikan guna memperoleh gelar ahli
madya perikanan pada program studi teknik kelautan, Politeknik Kelautan Dan
Perikanan karawang, Kementrian Kelautan Dan Perikanan. Penulis menyadari bahwa
dalam menyusun Kerja Praktek Akhir (KPA) ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu kami mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan demi
kesempurnaan laporan ini.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap
pihak-pihak yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing penulis, sehingga
Kerja Praktek Akhir (KPA) ini dapat tersusun dengan baik, dalam hal ini penyusun
mengucapkan banyak terimakasih yang sebesat-besarnya kepada:

1. Abdul Rahman, A.Pi., M.Si selaku pembimbing utama saya yang telah
memberikan arahan mengenai penyusunan Laporan Kerja Praktek Akhir
(KPA)
2. Chrisoetanto P. Pattirane, S.Pi., M.Si selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan mengenai” Karakteristik Fisik dan Pertumbuhan Lamun
Di Perairan Pulau Kelapa Di Kepulauan Seribu” dalam penyusunan Kerja
Praktek Akhir (KPA) dan pendamping atas kesediaan waktu yang telah
diberikan untuk mengoreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan informasi.
3. Roni Sewiko, S.Pi., M. Si selaku ketua program studi Teknik Kelautan.
4. DH. Guntur Prabowo, A.Pi., MM Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan
Karawang atas izin pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA).
5. Kepada bapak Marsan dan pegawai kantor yang telah membimbing saya
terima kasih banyak sudah memberikan ilmu yang sangat banyak kepada saya
mengenai karakteristik dan pertumbuhan lamun
6. Pihak Balai Taman Nasional Pulau Kelapa Dua yang telah memberikan izin
untuk melaksanakan Kerja Praktek Akhir (KPA) kali ini.
7. Kepada Teman-Teman terimakasih atas bantuannya yang membantu saya
dalam pengambilan data lamun.
8. Terimakasih kepada bapak Dr. Ir Anthon Anthony Djari, Ms selaku
narasumber yang telah memberikan nilai, masukan dan saran.

Karawang, Maret 2022

Gunawan

i
RINGKASAN
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di
lingkungan laut. Ekosistem lamun berperan penting di wilayah pesisir karena menjadi
habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut seperti ikan, moluska, crustacea,
echinodermata. Penelitian yang dilakukan pada maret-mei 2022 di Perairan Pantai
Pulau kelapa bertujuan untuk mengetahui (pertumbuhan lamun jenis, indeks nilai
penting dominansi, penutupan) dan distribusinya di zona di Perairan Pantai Pulau
Kelapa, Kepulauan Seribu. Pengambilan sampel menggunakan tiga transek sepanjang
100 meter, jarak antar titik 10 meter dimulai dari pertama kali ditemukan lamun dan
searah dengan bibir pantai hingga ke arah laut yang diambil dari 3 stasiun yang
dilihat dari aktifitas manusia. Frame kuadrat yang digunakan berukuran 50 x 50 cm
dengan jarak antar kuadrat adalah 10 meter Sampling dilakukan di tiga stasiun, yakni
stasiun 1 (daerah magrove), stasiun 2 (daerah parawisata) dan stasiun 3
(penambangan pasir) dengan menggunakan kuadran transek. Hasil yang didapatkan
diperiran pulau kelapa 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea
serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila ovalis, Thalassia
hemprichii dan Syringodium isoetifolium. Nilai kualitas air yang diambil meliputi
Parameter fisik yaitu suhu, arus dan kecerahan nilai pertumbuhan lamun yang
terdapat di Perairan Pulau Kelapa dengan harapan dapat memberikan informasi
mengenai hubugan parameter kuaitas air dengan ekosistem lamun yang terdapat di
Perairan Pulau Kelapa.

Kata kunci : Lamun, Kualitas air, Pertumbuhan lamun dan Jenis lamun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
2.1 Profil Kawasan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu ................................ 3
2.1.1 Letak Geografis Wilayah ........................................................................... 3
2.2 Morfologi dan Klasifikasi Lamun .................................................................... 4
2.3 Jenis-Jenis Lamun ........................................................................................... 5
2.3.1 Cymodocea serrulata ................................................................................. 6
2.3.2 Thalassia hemprichii ................................................................................. 6
2.3.3 Enhalus acoroides ..................................................................................... 7
2.3.4 Halodule uninervis .................................................................................... 7
2.3.5 Cymodocea serrulata ................................................................................ 8
2.3.6 Halophila ovalis ..................................................................................... 8
2.3.7 Syringodium isoetifolium ........................................................................... 9
2.4 Lamun Sebagai Habitat Biota .......................................................................... 9
2.5 Parameter Lingkungan Perairan ....................................................................... 9
a. Suhu............................................................................................................. 10
b. Arus ............................................................................................................. 10
c. Kecerahan .................................................................................................... 10
III METODOLOGI .............................................................................................. 11

iii
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................. 11
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................................... 12
3.1.1 Tahap Persiapan ...................................................................................... 12
3.1.2.Tahapan Pengambilan Data ..................................................................... 12
3.1.3 Data Primer ............................................................................................. 13
3.1.4 Pengambilan sampel Lamun .................................................................... 14
3.1.5 Pengukuran Parameter Fisik .................................................................... 14
3.1.6 Pengukuran Pertumbuhan Lamun ............................................................ 14
3.5 Diagram Alir Kegiatan ................................................................................ 17
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 18
4.1 Pertumbuhan Lamun...................................................................................... 18
4.2 Jumlah Tegakan............................................................................................. 18
4.3 Parameter Fisika Kualitas Air ........................................................................ 19
4.3.1 Suhu........................................................................................................ 19
4.4 Jenis- jenis lamun yang ditemukan di setiap stasiun ....................................... 20
4.5 Keanekaragaman Lamun ............................................................................... 20
4.5.1 Frekuensi Relatif pada Lamun ................................................................. 20
4.5.2 Tutupan Lamun dan Penutupan relatif per stasiun ................................... 21
4.5.3 Dominansi............................................................................................... 21
4.5.4 Indeks Nilai Penting ................................................................................ 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 23
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 23
5.2 Saran ............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 24
LAMPIRAN .......................................................................................................... 27

iv
v
DAFTAR GAMBAR

Hal
1. Morfologi tumbuhan lamun ................................................................................... 4
2. Cymodocea serrulata ............................................................................................. 6
3. Thalassia hemprichii ............................................................................................. 6
4. Enhalus acoroides ................................................................................................. 7
5. Halodule uninervis ................................................................................................ 7
6. Cymodocea rotundata............................................................................................ 8
7. Halophila Ovalis ................................................................................................... 8
8. Syringodium isoetifolium ...................................................................................... 9
9. Peta Lokasi KPA ................................................................................................. 11
10. Metode Kudrat Sampling .................................................................................. 13
11. Metode Plastochrone Interval ............................................................................ 15
12. Diagram Alir ..................................................................................................... 15
13. Kecepatan pertumbuhan daun lamun per minggu. ............................................. 18

vi
DAFTAR TABEL

Hal
1. Alat dan bahan .................................................................................................... 11
2. Jumlah tegakan ................................................................................................... 18
3. Parameter Fisika kualitas air ............................................................................... 19
4. Jenis lamun yang ditemukan di setiap stasiun ...................................................... 20
5. Frekuensi Relatif ................................................................................................. 20
6. Tutupan Lamun dan Penutupan relatif Perstasiun ................................................ 21
7. Dominansi Lamun ............................................................................................... 22
8. Nilai Indeks Penting ............................................................................................ 22

vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan dengan laut yang sangat luas, Indonesia memiliki
sumber daya hayati pesisir dan laut yang cukup melimpah dan beranekaragam. Di
Indonesia daerah pesisir laut banyak dimanfaatkan sebagai objek wisata salah satunya
adalah pantai. menurut Setyadito (2012) pantai merupakan bagian pesisir laut yang
merupakan salah satu kawasan hunian atau tempat tinggal yang penting di dunia bagi
manusia dengan segala macam aktivitasnya. Pada wilayah pesisir terdapat lebih dari
satu corak ekosistem dan sumberdaya pesisir. Sifat ekosistem pesisir ada dua yaitu
ekosistem pesisir yang bersifat alami dan ekosistem pesisir yang bersifat buatan
(man-made). Ekosistem pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen
biotik (organisme hidup) dan abiotik (fisik), yang diperlukan oleh manusia.
Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem
yang berada di daerah pesisir.
Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta merupakan
suatu wilayah dengan karakteristik dan potensi alam yang berbeda dengan wilayah
DKI Jakarta lainnya. Secara georgrafis perairan Kepulauan Seribu memiliki peran
penting dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonimi daerah melalui pengembangan
industri kelautan seperti jasa perhubungan laut, transhipment, penambangan minyak
dan pariwisata (Sachoemar, 2008). Kepulauan Seribu dengan posisi memanjang dari
Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-
gosong karang, pada dasarnya merupakan gugusan pulau-pulau terumbu karang yang
terbentuk dan dibentuk oleh biota koral dan biota asosiasinya (alga, moluska,
foraminifera dan lain-lain) dengan bantuan proses dinamika alam.
Pulau kelapa termasuk ke dalam salah satu pulau berpenghuni yang yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu 20.700 jiwa pada tahun
2002, sehingga aktivitas masyarakat berpotensi memberikan dapak negatif baik
langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi ekosistem lamun. Kerusakan
ekosistem lamun, umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia di kawasan pesisir
seperti pembangunan, pengerukan, reklamasi pantai dan kegiatan penangkapan yang
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Adapun masalah yang saya
temukan yaitu masyarakat membuang sampah sembarang tempat. Oleh karna itu saya
mengambil judul “ Karakteristik Fisik dan Pertumbuhan Lamun di Perairan Pulau
Kelapa Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Seribu Utara Kepulauan Seribu”.
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini
mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan hidup di lingkungan laut, yaitu
mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam,
mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan
penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam. Secara struktural lamun
memiliki batang yang terbenam dalam tanah yang disebut rimpang. Rimpang dan
akar lamun terbenam di dalam substrat yang membuat lamun dapat berdiri dengan
kuat menghadapi arus dan ombak (Dahuri 2003). Dari beberapa jenis lamun yang ada
E. acoroides umum dijumpai pada seluruh perairan Indonesia. E. acoroides sebagai

1
salah satu komponen keanekaragaman hayati padang lamun, berkaitan dengan
produktivitas primer yang berpengaruh terhadap rantai makanan. Kondisi lingkungan
menjadi faktor yang memengaruhi sebaran dan pertumbuhan lamun tersebut.
Ekosistem lamun tentu ada interaksi dengan biota lainnya. Biota lain yang
biasanya berinteraksi dengan padang lamun adalah kelompok echinodermata seperti
bulu babi dan landak laut (echinoid), teripang (holothuroid), kelompok udang dan
kepiting, kelompok ikan terutama ikan dari family Scaridae dan Achanthuridae,
kelompok mulosca (Pinna sp., Lambis sp.), penyu, duyung, kelompok cacing seperti
pilochaeta dan nematode (Bengen, 2002 dalam Swasta, 2010). Biota-biota ini
memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makanan (feeding ground),
tempat memijah (spawning ground), tempat asuhan (nursery ground). Sebagai
feeding ground padang lamun mengandung banyak material baik material hayati
maupun material non hayati yang dapat dimakan oleh berbagai biota yang berasosiasi
dengan padang lamun. Material hayati dapat bersumber dari lamun itu sendiri
maupun sumber lainnya seperti, telur, larva, juvenil dan biota-biota yang berasosiasi
(Swasta, 2010).
Ekosistem lamun mempunyai peranan penting secara fisik di perairan laut
dangkal sebagai penyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar
sedimen, serta membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus (Zulkifly, 2003).
Kemampuan berproduksi primer yang tinggi dari ekosistem lamun, sangat
dipengaruhi oleh kualitas perairan dimana ekosistem lamun hidup dan berkembang.
Faktor kualitas air menjadi salah satu faktor yang sangat penting karena lamun
merupakan ekosistem yang secara permanen hidup di bawah permukaan air laut.
Faktor-faktor pembatasnya antara lain kecerahan, suhu, salinitas, substrat dan
kecepatan arus (Tuwo, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertumbuhan lamun di perairan pulau kelapa kepulauan seribu?
2. Bagaimana kualitas air di kawasan perairan pulau kelapa kepulauan seribu?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pertumbuhan jenis lamun di perairan pulau kelapa di kepulauan
seribu
2. Mengetahui Jenis lamun yang terdapat di perairan pulau kelapa kepulauan
seribu
3. Untuk mengetahui parameter fisik kualitas air pada lingkungan lamun di
perairan pulau kelapa kepulauan seribu

1.4 Manfaat
1. Dengan melakuan kerja praktek akhir ini dapat memberikan informasi
mengenai berbagai jenis lamun di perairan pulau kelapa kepulauan seribu serta
menambah wawasan bagi saya tentang jenis lamun dan cara pengukuran
pertumbuhan lamun

2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Kawasan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu termasuk kawasan ASEAN
Heritage Park (AHP) dan mendapatkan penghargaan sebagai kawasan yang
mewakili Indonesia dalam pertemuan Asean Working Group on Nature
Conservation and Biodiversity (AWGNCB) ke 27 di Brunei Darussalam. Taman
Nasional Kepulauan Seribu mempunyai tujuh (7) Taman Nasional Laut dibawah
Kementerian lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK) dan 553 unit konservasi
(Simpul – Seribu, 2020). Taman Nasional Kepulauan Seribu mengemukakan
bahwa dibagi menjadi tiga (3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) dan
Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) sebagai unit pengelolaan di Taman Nasional
Kepulauan Seribu, yakni (sumber: Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu):
1. Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah I Pulau Kelapa. Dalam
pengelolaan Taman Nasional wilayah I Pulau Kelapa. Terbagi menjadi
beberapa resort pengelolaan wilayah, seperti:
a. Resort Pengelolaan Wilayah Pulau Kelapa.
b. Resort Pengelolaan Wilayah Pulau Melinjo.
c. Resort Pengelolaan Wilayah Pulau Hantu Timur.
2. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Pulau Harapan. Dalam
pengelolaan Taman Nasional wilayah II Pulau Harapan. Terbagi menjadi
beberapa resort pengelolaan wilayah, seperti:
a. Resort Pengelolaan wilayah Pulau Harapan.
b. Resort Pengelolaan wilayah Pulau Perak.
c. Resort Pengelolaan Penjaliran Timur.
3. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Pulau Pramuka. Dalam
pengelolaan Taman Nasional wilayah III Pulau Pramuka. Terbagi menjadi
beberapa resort pengelolaan wilayah, seperti:
a. Resort Pengelolaan Wilayah Pulau Pramuka.
b. Resort Pengelolaan Wilayah Pulau Kotok Besar.
2.1.1 Letak Geografis Wilayah
Taman Nasional Kepulauan Seribu terletak di Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Seto,2014). Kawasan ini mencakup tiga (3)
kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Kelapa, Pulau Harapan dan Pulau Pramuka.
Secara geografis, Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu terletak pada
5º24‟ - 5º45‟ LS (Lintang Selatan) dan 106º 25‟ - 106º 40‟ BT (Bujur Timur).
Batas kawasan terluar sebelah selatan berjarak ± 50 km dari daratan Kota Jakarta
(sumber: Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu 2021).

Taman Nasional Kepulauan Seribu memiliki 78 pulau kecil, 86 pulau gosong


dan perairan laut dangkal sekitar 2.136 ha dan terbagi atas beberapa
wilayahkonservasi, seperti Terumbu Karang, Ikan Hias, Mangrove, Lamun dan
Penyu Sisik (Portal Resmi DKI Jakarta, 2017). Selain itu, dapat ditemukan jenis
echinodermata (bintang laut, lili laut, teripang dan bulu babi), crustacea (kepiting,
rajungan dan kerang), moluska (Binatang lunak) (gastropoda, pelecypoda dan
jenis yang dilindungi seperti kima raksasa dan kima sisik) (Simpul – Seribu,
2020).

3
2.2 Morfologi dan Klasifikasi Lamun
Morfologi Tumbuhan Lamun Morfologi lamun memperlihatkan
karakter tingkat keseragaman yang tinggi, semua jenis lamun memiliki
rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang
memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang
(belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong (Kawaroe et
al.2016)
Lamun (seagrass) merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang
berbunga yang terdapat di lingkungan laut.Tumbuhan ini hidup pada suatu
perairan pantai yang dangkal. Lamun memiliki tunas berdaun yang tegak
dan tangkai tangkai yang merayap dan efektif untuk berkembang
biak.Berbeda dengan tumbuh tumbuhan laut yang lain nya (alga dan
rumput laut),lamun berbunga,berbuah dan menghasilkan biji.dan memiliki
akar serta sistem internal untuk mengangkut gas dan zat zat hara
(Romimohtarto dan Juwana, 2007)
Lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang
masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi
pertumbuhannya.
Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air
yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat zat
hara, karbondioksida, serta mengangkut hasil metabolismelamun dan
oksigen ke luar daerah padang lamun. Lamun merupakan suatu ekosistem
yang sangat penting dalam wilayah pesisir karena memiliki
keanekaragaman hayati tinggi, sebagai habitat yang baik bagi beberapa
biota laut (spawning, nursery dan feeding ground) dan merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya (Widyorini, 2012).

Gambar 1. Morfologi tumbuhan lamun


(Sumber: Umami, 2015)

Adapun Klasifikasi lamun di perairan pantai Indonesia menurut


Phillips & Menez (1988) dalam Takaendengan (2009) adalah sebagai
berikut:
Divisi: Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Enhalus

4
Spesies: Enhalus acoroides
Genus: Halophilla
Spesies: Halophila decipiens
Halophilla ovalis
Halophilla minor
Halophilla spinulosa
Genus: Thalassia
Spesies: Thalassia hemprichii

2.3 Jenis-Jenis Lamun


Lamun atau (Seagrass) merupakan salah satu tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang seluruh proses kehidupannya berlangsung di lingkungan
perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Azkab (2022) mengemukakan bahwa
tumbuhan lamun dapat tumbuh di perairan laut dangkal dengan kedalaman 0.5 –
10 m atau lebih pada perairan jernih atau pada lingkungan yang sesuai dengan
tumbuhan lamun itu sendiri. Lamun merupakan salah satu tumbuhan
angiospermae dimana tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang berbunga yang
memiliki daun,batang,dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup
sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011).
Lamun yag dijumpai di Asia Tenggara berjumlah 20 jenis dan hanya 12
jenis lamun yang dijumpai di perairan Indonesia. Penyebaran padang lamun di
Indonesia meliputi perairan Jawa, Sumatra, Bali, Kalimatan, Sulawesi, Maluku,
Nusa Tenggara,dan Irian Jaya. Di Indonesia sampai saat ini tercatat ada 13 spesies
lamun. Kedua belas jenis lamun ini tergolong pada 2 famili dan 7 genus. Ketujuh
genus ini terdiri dari 3 genus dari family Hydrocharitaceae yaitu Enhalus,
Thalassia dan Halophila, dan 4 genus dari family Potamogetonaceae yaitu
Syringodium, Cymodocea, Halodule dan Thalassodendron (DJPRL, 2020).
Lamun mempunyai system perairan yang nyata, dedaunan, sistem
transportasi internal untuk gas dan nutrien serta stomata sehingga akar pada
tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air karena daun
dapat menyerap nutrien secara langsung dari dalam air laut. Lamun dapat
menyerap nutrient dan dapat melakukan fiksasi nitrogen melalui tudung akar.
Untuk menjaga agar tetap mengapung di dalam kolom air, tumbuhan ini
dilengkapi oleh ruang udara (Dahuri,2003).
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat
berlumpur sampai berbatu. Di lingkungan Balai Taman Nasional itu sendiri
Subrat yag ditemukan untuk tumbuhnya lamun adalah substrat pasir dan pasir
berlumpur. Padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur
berpasir yang tebal antara hutna rawa mangrove dan terumbu karang. Sistem
organisasi ekologi padang lamun terdiri dari beberapa komponen yakni komponen
biotik dan abiotik.. Di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu atau TNKpS
terdapat 7 jenis lamun yaitu, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,
Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Syringodium
isoetifolium,dan Halodule uninervis (BTNKpS, 2008).

5
2.3.1 Cymodocea serrulata

Gambar 2. Cymodocea serrulata


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki daun yang berbentuk seperti pita yang lurus atau sedikit
melengkung. Setiap tegakkan terdiri dari 2-3 helai daun dengan panjang daun 5,9-
14,1 cm dan lebar 0,2-0,8 cm. Mempunyai ukuran batang yang pendek dan akar
yang bercabang menempel pada rhizoma. Secara umum terlihat rhizoma berwarna
kuning sampai kecoklatan. Cymodocea rotundata memiliki tepi daun halus atau
licin, tidak bergerigi, tulang daun sejajar, akar tidak bercabang, tidak mempunyai
rambut akar, dan akar pada nodusnya terdiri dari 2-3 helai. Selain itu tiap
nodusnya hanya terdapat satu tegakan.

2.3.2 Thalassia hemprichii

Gambar 3. Thalassia hemprichii


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki daun spesies ini berbentuk seperti pita dan tumbuh agak
melengkung berbentuk seperti sabit yang tebal. Setiap tegakkan rata-rata memiliki
3 helai daun. Mempunyai batang dengan pelepah daun yang menyelimuti dan akar
serta rhizoma berbentuk seperti saluran yang berbuku-buku. Thalassodendron
ciliatum memiliki rhizoma yang sangat keras dan berkayu, terdapat ligule, akar
berjumlah 1-5, ujung daun membentuk seperti gigi, dan helaian daunnya lebar
serta pipih. Daun-daunnya berbentuk sabit, dimana agak menyempit pada bagian
pangkalnya.

6
2.3.3 Enhalus acoroides

Gambar 4. Enhalus acoroides


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki akar berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak


bercabang. Panjangnya antara 18,50 – 157,65 mm dan diameternya antara 3,00 –
5,00 mm. Bentuk daun seperti pita, tepinya rata dan ujungnya tumpul, panjangnya
antara 65,0 – 160,0 cm dan lebar antara 1,2 – 2,0 cm. Tumbuhnya berpencar
dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari beberapa individu atau kumpulan
individu yang rapat. Enhalus acoroides merupakan jenis lamun yang mempunyai
ukuran paling besar, helaian daunnya dapat mencapai ukuran lebih dari 1 meter.
Jenis ini tumbuh di perairan dangkal sampai kedalaman 4 meter, pada dasar pasir,
pasir lumpur atau lumpur.

2.3.4 Halodule uninervis

Gambar 5. Halodule uninervis


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki ujung daun yang berbentuk gelombang menyerupai huruf W,


jarak antara nodus + 2 cm, dan rimpangnya berbuku-buku. Setiap nodusnya
berakar tunggal, banyak dan tidak bercabang. Selain itu juga setiap nodusnya
hanya terdiri dari satu tegakan, dan tiap tangkai daun terdiri dari 1 sampai 2
helaian daun. Halodule pinifolia memiliki daun yang sangat panjang sekitar 6,9-
15,2 cm dan sangat sempit dengan lebar sekitar 0,1-0,2 cm. Dan setiap tegakan
terdapat 1-2 helai daun. Ukuran batang yang pendek dengan akar yang tumbuh
dari rhizoma yang memiliki warna coklat kehitaman.

7
2.3.5 Cymodocea serrulata

Gambar 6. Cymodocea rotundata


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki ciri Ujung daun bergerigi serta memiliki 4-9 mm lembar helai
daun Panjang daun 6-15 cm dan seringkali bergaris dan beberapa tangkai terdapat
Seludang daun berbentuk segitia

2.3.6 Halophila ovalis

Gambar 7. Halophila Ovalis


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki jumlah pembuluh daun melintang 10 atau lebih serta


permukaan daun tidak berambut

8
2.3.7 Syringodium isoetifolium

Gambar 8. Syringodium isoetifolium


( Sumber: Panduan Monitoring Padang Lamun, P2OLIPI)

Memiliki akar tiap nodus majemuk dan bercabang, daun berbentuk


silindris dan panjang, rimpangan yang tidak berbuku-buku, dan tiap tangkai daun
terdiri dari 2-3 helaian daun. Selain itu juga mempunyai tangkai daun berbuku-
buku
2.4 Lamun Sebagai Habitat Biota
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang produktif. Di
samping itu, ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang
kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, Lamun memberikan
tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan
tumbuhtumbuhan (alga). Di samping itu, padang lamun merupakan daerah
pemijahan (spawning ground), padang pengembalaan (nursery ground) dan
mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–
ikan karang (coral fishes) (Bengen, 2001 dalam Nur, 2011).
Lamun merupakan salah satu media tumbuh yang dapat memberikan
perlindungan dan tempat menempal atau substrat bagi berbagai jenis tumbuhan
dan hewan. Komunitas flora dan fauna padang lamun memiliki komposisi
yang khas. Tumbuhan yang dapat tumbuh diperairan yang dangkal serta
berpasir ini dapat hidup bermacam macam biota laut seperti
crustacea,molusca,cacing,dan berbagai jenis ikan.Selanjutnya dikemukakan
oleh Supriharyono (2017) bahwa produktifitas yang terdapat pada lamun dapat
berasal dari organisme organisme lain yang dapat tumbuh pada daun lamun
yang sifatnya menempel serta beberapa jenis algae.

2.5 Parameter Lingkungan Perairan


Parameter kualitas air sangatlah berpengaruh bagi pertumbuhan
lamun,serta kondisi habitat padang lamun sangat dipengaruhi oleh beberapa
parameter hidro- oseanografi perairan disekitar habitat hidup lamun. Parameter
perairan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun adalah kondisi fisika,
kimia dan biologi perairan. Parameter- parameter tersebut antara lain berupa:
suhu perairan, kecepatan arus, kecerahan, salinitas perairan, dan fraksi substrat
dasar .
Kondisi perairan yang sangat mempengaruhi kerapatan jenis lamun
adalah fraksi substrat serta kandungan nutrien atau zat hara substrat dasar

9
tempat lamun tumbuh. Hal ini dikarenakan adanya pemanfaatan nutrient
terlarut di perairan dan nutrient yang berada di substrat dasar yang sangat
dibutuhkan lamun untuk proses produksi. Nutrien tersebut diserap oleh lamun
melalui daun dan system perakaran lamun yang sudah mempunyai fungsi yang
berkembang sangat baik ( Tomascik et al., 1997 ; Riniatsih et al, 2001).
a. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi metabolisme penyerapan unsur hara dan
kelangsungan hidup lamun (Broun dan Heijs, 1986). Menurut Lee et al.,
(2007) bahwa pada daerah tropis dan sub tropis pertumbuhan optimal lamun
berkisar pada suhu 23-32°C sedang dalam proses fotosintesis lamun
membutuhkan suhu optimum antara 28 -35ºC (Hutomo, 1999). Mckenzie
(2009) menambahkan bahwa suhu diatas 38°C dapat menyebabkan lamun
stress dan menyebabkan kematian pada suhu diatas 45°C.
b. Arus
Arus adalah pergerakan massa air menuju ketempat lain yang
disebabkan oleh perbedaan ketinggian dasar perairan dan tiupan angin. Arus
memiliki peran yang sangat penting terutama berkaitan dengan pola sebaran
mineral di dalam air (Susanti et al., 2014).
c. Kecerahan
Kecerahan sangat penting bagi lamun karena erat kaitannya dengan
proses fotosintesis, penyinaran yang baik akan mempengaruhi kehidupan
lamun karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik pula. Selain itu,
nilai kecerahan yang tinggi ini juga didukung oleh kecepatan arus yang relatif
tenang pada perairan tersebut (Solichin et al., 2016).

10
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek Kerja Akhir ini dilaksanakan di Perairan Pulau Kelapa, Kepulauan
Seribu pada tanggal 18 Maret – 20 Mei 2022. Perairan Pulau Kelapa secara
administratif, stasiun 1 berada pada bagian wilaya daerah magrove, stasiun 2
berada pada bagian wilayah daerah dekat mangrove dan pariwisata dan stasiun 3

berada pada bagian wilayah daerah mangrove dan penambangan pasir.


Gambar 9 Peta Lokasi KPA
(Sumber SAS Planet 2022)

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam Kerja Praktik Akhir adalah
sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Termometer Mengukur suhu perairan
2 GPS Menentukan koordinat titik stasiun
3 Jangka sorong Menghitung pertumbuhan lamun
4 Kamera Hp Dokumentasi saat KPA

11
5 Alat Tulis Anti Air Mencatat Hasil Pengamatan Lamun
6 Kuadran ( 50 cm x 50 cm) Plot pengambilan sample Lamun
7 Laptop Untuk Menyusun Laporan KPA
8 Tali rafia Untuk membuat garis transek
9 Roll Meter(100) Untuk menghitung panjang garis transek
10 Lamun Untuk Pengambilan data

3.3 Prosedur Kerja


3.1.1 Tahap Persiapan
Praktik akhir ini dimulai dengan melakukan persiapan meliputi
pengumpulan data literatur, membuat proposal, berkonsultasi dengan
pembimbing untuk penyempurnaan proposal serta finalisasi metodologi
serta parameter yang akan diukur.

3.1.2.Tahapan Pengambilan Data


 Pembagian stasiun
Pembagian stasiun di pulau kelapa didasarkan pada tingkat
kerapatan lamun. Stasiun pengambilan sampel dibagi menjadi tiga
dengan koordinat sebagai berikut:
a. Lokasi 1: Pada stasiun 1 yang letaknya berada dibagian daerah
mangrove di pulau kelapa dekat dengan daratan dimana tempat
tempat manusia beraktifitas.
b. Lokasi 2: Pada stasiun 2 yang terletaknya berada dibagian
daerah mangrove dan pariwisata di pulau kelapa yang banyak
dikunjungi wisatawan.
c. Lokasi 3: Pada stasiun 3 yang letaknya berada dibagian daerah
mangrove dan penambangan pasir di pulau kelapa yang letaknya
jauh dari pemukiman penduduk dan jauh dari aktifitas masyarakat.
 Pengambilan data
Data diambil menggunakan metode kuadrat sampling yaitu teknik
sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survei vegetasi yang
sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Plot
yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal
atau beberapa petak. dimana pada setiap stasiun dilakukan 30 kali
pengambilan sampel. Terdapat 90 titik pengambilan sampel
menggunakan kotak kuadran 50 cm x 50 cm. Teknik pengambilan
sample pada pengamatan ini berdasarkan pada penggunaan metode
quadrat sampling (Fachrul, 2007). Line Transec quadrat dibentang
sejajar terhadap garis pantai dari pertamanya ditemukan lamun.

12
Gambar 10. Metode Kudrat Sampling

Dalam penelitian ini Jenis data yang di kumpulkan dalam penelitian ini
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang di
peroleh secara langsung dari narasumber Melalui wawancara. Sedangkan
data sekunder adalah data yang di peroleh dari instansi terkait, Data
sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip , baik yang telah di publikasikan dan yang tidak
dipublikasikan.

3.1.3 Data Primer


Data primer yang diperlukan dalam Kerja Praktik Akhir ini adalah
pengamatan secara langsung menggunakan metode
Analisis untuk mengetahui jenis serta jumlah tegakan lamun yang
terdapat di wilayah perairan pulau kelapa Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu serta jenis lamun.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik purporsive sampling (sampel bertujuan), yaitu
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan atas strata,
random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini
biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan
keterbatasaan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil
sampel berdasarkan sampel yang besar dan jauh.
Kegiatan kerja praktik akhir ini termasuk pada kegiatan yang bersifat
kuantitatif. Pengambilan data lamun dilakukan saat air laut cenderung surut
secara purposive sampling dengan menggunakan metode transek kuadrat
yang ditempatkan berdasarkan dari ketiga stasiun pengambilan data.
Adapun pengambilan data secara purposive sampling dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :

13
3.1.4 Pengambilan sampel Lamun
Pengambilan sample pada setiap kuadran dilakukan dengan dua
cara yaitu:
a) Pada setiap transek garis di letakkan transek kuadrat sesuai dengan
keterwakilan lamun secara acak, dengan jarak masing-masing transek
kuadrat 25 meter.
b) Pengamatan kondisi tutupan lamun dan kerapatan lamun dilakukan
menggunakan transek kuadrat 0,5 m x 0,5 m
c) Pengamatan tutupan lamun dilakukan dengan menghitung berapa persen
lamun menutupi areal dalam tiap kisi pengamatan.
d) Pengambilan sampel lamun dilakukan setelah pendataan lamun selesai
dilakukan,Pengambilan sampel lamun dilakukan pada 3 kisi di setiap
transek kuadrat 0,5 m2 Sampel ini kemudian di simpan ke dalam
kantong sampel untuk selanjutnya dilakukan identifikasi dan
perhitungan morfometrik. Perhitungan kerapatan jenis lamun dilakukan
dengan menghitung berapa tegakan lamun yang terdapat dalam setiap
kisi untuk setiap jenis lamun yang ada.

3.1.5 Pengukuran Parameter Fisik


Melakukan pengukuran kualitas air pada 3 stasiun hal ini dilakukan untuk
mendapatkan data kualitas air mengenai k ondisi perairan lamun yang
terdapat di wilayah perairan pulau kelapa diantaranya yakni pengukuran
Suhu, arus dan kecerahan.

3.1.6 Pengukuran Pertumbuhan Lamun


Pengukuran pertumbuhan daun lamun diawali dengan memilih individu
lamun yang sehat (tidak rusak) yang dilihat secara fisik dari lamun itu
sendiri pada setiap jenis yang diperoleh. Pengukuran diawali dengan
memilih 5 (lima) tegakan lamun pada setiap jenis. Tegakan lamun yang
diamati adalah tegakan yang memilik 4 helai daun kemudian diberi tanda
yang sama berjarak 30,5mm dari dasar batang.kemudian setiap daun pada
tegakan yang terpilih diberi lubang pada jarak yang telah ditentukan
sebelumnya dari dasar substrat Kemudian metode pengukuran pertumbuhan
lamun menggunakan metode Plastochrone Interval (Alie,2010).

14
Gambar 11. Metode Plastochrone Interval
(Alie,2010)

Setelah diperoleh data mengenai pertumbuhan lamun maka


dilakukan analisis pertumbuhan daun lamun digunakan rumus (Supriadi,
2003) sebagai berikut:

Keterangan :
P = Laju pertumbuhan panjang daun (mm)
Lt = Panjang daun setelah waktu t (mm)
Lo = Panjang daun pada pengukuran awal (mm)
Δt = Selang waktu pengukuran (hari)

3.1.7 Data Sekunder


Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh dari referensi
yang mendukung serta dengan melakukan pendeskripsian ciri lamun .

3.4 Analisis Data


Komposisi jenis lamun merupakan komposisi banyaknyategakan
pada setiap jenis lamun yang ditemukan dalam satu unit area pengamatan
(transek kuadran). Pengamatan lamun dilakukan secara langsung pada
masing-masing transek pada tiap stasiunnya, yang kemudian dilakukan
identifikasi dan pencatatan terhadap jenis lamun yang ditemukan.
Pengidentifikasian jenis lamun dilakukan dengan visual yang mengacu pada
catalog morfologi lamun. Dalam mengindentifikasi lamun hal yang dilihat
pertama adalah bentuk daun dari jenis lamun, kemudian melihat ukuran dari
daun lamun tersebut, selanjutnya membedakan ujung dari daun lamun
tersebut berdasarkan buku panduan dari catalog morfologi lamun.
Cara menghitung kerapatan jenis ,indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman, dan indeks dominansi ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
a. Kelimpahan relatif/ Frekuensi relatif untuk menghitung suatu data lamun
Menurut Fachrul (2007) sebagai berikut:

15
Keterangan :
KR = Kelimpahan relatif (%)
Ni = Jumlah individu dari spesies ke-i (individu)
N = Jumlah individu dari seluruh spesies (individu)

b. Rata-Rata nilai dominansi lamun dapat dihitung dengan menggunakan


rumus sebagai berikut:

c. Luas area penutupan adalah Adalah luas area yang tertutupi oleh jenis- i.
Penutupan jenis dihitung dengan menggunakan rumus Fachrul (2007).

d. Penutupan Relatif Adalah perbandingan antara penutupan individu jenis


ke-i dengan jumlah total penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif jenis
dihitung dengan menggunakan rumus (Fachrul, 2007):

e. Frekuensi
Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik
contoh yang diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Fachrul,
2007):

Di mana :
Fi = Frekuensi Jenis
Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i
∑p = Jumlah total petak contoh yang diamati

Frekuensi Relatif adalah perbandingan antara frekuensi species


dengan jumlah frekuensi semua jenis (Fachrul, 2007)

Di mana :
Fi = Frekuensi Relatif
Pi = Frekuensi species i
∑F = Jumlah frekuensi semua jenis

f. Indeks nilai penting

16
Indeks nilai penting (INP), digunakan untuk menghitung dan
menduga keseluruhan jenis lamun dalam satu komunitas (Fachrul, 2007)
INP = FR + KR + PR
dimana :
INP = indeks nilai penting
FR = frekuensi relatif
KR = kerapatan relatif
PR = Penutupan Relatif

3.5 Diagram Alir Kegiatan


Berikut adalah diagram alir yang digunakan pada kegiatan Kerja
Praktik Akhir adalah sebagai berikut:

Karakteristik fisik dan pertumbuhan lamun


di perairan pulau kelapa

Data Primer Data Primer

Kawasan Balai Taman Nasional Metode Transek kuadrant dan


Kepulauan Seribu Metode Plastochrone Interval

1. Profil Pulau Kelapa Perhitungan Sebaran lamun serta


2. Baku mutu data Parametter data pertumbuhan jenis lamun
Kualitas Air

Pengukuran parametter fisik


diperairan pulau kelapa yaitu
suhu,arus dan kecerahan

Gambar 12. Diagram Alir

17
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Lamun
Pertumbuhan lamun dimulai dari biji dan kemudian menyebar melalui
rhizoma selanjutnya muncul tunas baru sampai akhirnya membentuk padang
lamun (Reusch dkk., 1999). Pertumbuhan lamun E. acoroides menunjukan adanya
perbedaan yang lebih tinggi terhadap pertumuhan daun lamun lainnya pada tiap
minggu pengukuran. Pertumbuhan daun lamun tercepat berada pada daun lamun
E. acoroides. Pertumbuhan jenis lamun hampir seragam pada setiap minggunya,
pada kegiatan di lapangan pengukuran pertumbuhan lamun diukur dengan
menggunkan jangka sorong manual atau digital dan didapatkan rerata
pertumbuhan jenis lamun dengan menggunkan metode plestochrone interval
adalah sebesar 0.1 mm- 0.4 mm.

Gambar 12. Kecepatan pertumbuhan daun lamun per minggu di lokasi penelitian di perairan pulau
kelapa kepulauan seribu.
4.2 Jumlah Tegakan
Berdasarkan pada hasil tabel di atas. Pada Lokasi penelitian di Perairan
Pulau kelapa Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu didominasi oleh jenis C.
rotundata di setiap stasiun dengan jumlah 3278 tegakan dengan ukuran yang
beragam. Dan jenis yang paling sedikit terdapat pada stasiun 2 dengan jenis lamun
E. acroides sejumlah 323 tegakan.
Tabel 2. Jumlah tegakan
Jumlah Tegakan
No Jenis Stasiun Stasiun Stasiun Total
1 2 3
1 Thalassia hemprichii 1077 543 490 2110
2 Cymodocea serrulata 1703 1238 222 3163
3 Cymodocea rotundata 1309 1525 444 3278
4 Holophila ovalis 553 1137 384 2074
5 Halophila minor - 384 297 681

18
6 Syringodium isoetifolium - 831 477 1308
7 Enhalus acoroides - 323 - 323
Total Keseluruhan 4642 5981 2314 12937

4.3 Parameter Fisika Kualitas Air


Kondisi lingkungan perairan dapat dilihat pada parameter fisika perairan
juga akan mempengaruhi struktur komunitas lamun. Berikut ini adalah hasil
pengukuran parameter fisika pada lamun di perairan pulau kelapa.
Tabel 3. Parameter Fisika kualitas air
Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Suhu ºC 29-30 28-30 31-32
Arus m/s 0,68 0,45 0,64
Kecerahan % 100 100 100

4.3.1 Suhu
suhu air yang berbeda pada perairan pulau kelapa di setiap stasiun diduga
disebabkan adanya perbedaan kedalaman . Perairan yang dangkal akan menerima
intensitas cahaya matahari lebih tinggi daripada perairan yang lebih dalam
sehingga suhu di perairan yang dangkal akan lebih tinggi dari pada di perairan
yang lebih dalam. Lamun yang hidup di daerah tropis dapat tumbuh optimal pada
suhu 28 – 30 ⁰C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis (Tuwo,
2011). Berdasarkan hasil penelitian suhu air yang terukur pada perairan pulau
kelapa berada pada kisaran 28-32ºC. Suhu perairan terendah di stasiun 2 sebesar
28-30ºC dan pada stasiun 3 suhu airnya mencapai 31-32 ºC. Suhu optimal untuk
pertumbuhan lamun berkisar antara 28-30ºC sedangkan, stasiun 3 melebihi suhu
optimal untuk pertumbuhan lamun. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan daun
lamun yang hilang dan menaikan suhu sedimen.

4.3.2 Kecerahan
Dalam kelangsungan hidup lamun kecerahan sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup lamun. Perairan yang memiliki kecerahan yang buruk akan
menghambat kelangsungan hidup lamun masuknya sinar matahari ke perairan
sehingga lamun tidak dapat melakukan proses fotosintesis yang begitu baik.
Kecerahan perairan pada ekosistem padang lamun di setiap stasiun pengamatan
masih tergolong sangat baik, karena dasar perairan dapat terlihat dari atas
permukaan. Kecerahan pada perairan pulau kelapa yang terukur pada setiap
stasiun adalah 100% hal ini berarti bahwa pada lokasi penelitian optimis normal.

4.3.3 Arus
Menurut Dahuri et al. (2004) pergerakan kecepatan arus berpengaruh
terhadap pertumbuhan lamun yang terkait dengan suplai unsur hara dan persedian
gas-gas terlarut yang dibutuhkan oleh lamun. Pengaruh pasang surut serta struktur
substrat dapat mempengaruhi zonasi sebagian jenis lamun dan pertumbuhannya .
Kecepatan arus yang terukur pada ketiga lokasi penelitian berkisar pada 0,45-0,68
m/s dengan rata-rata kecepatan arusnya 0,59 m/s. Kecepatan arus relatif tenang,
hal ini di pengaruhi oleh angin, selain itu dangkalnya perairan dan keberadaan

19
lamun di tiap-tiap lokasi yang berpengaruh cukup besar dalam memperlambat
pergerakan arus.

4.4 Jenis- jenis lamun yang ditemukan di setiap stasiun


Dari hasil pengamatan didapatkan 7 jenis lamun di perairan pulau kelapa
dari 12 jenis lamun yang ada Indonesia. Dari ketuju jenis tersebut diantaranya
Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Cymodocea
serrulata, Syringodium isoetifolium, Halopila minor, Halophila ovalis. Pada
stasiun 1 ditemukan 4 jenis lamun, sedangkan di stasiun 2 ditemukan 7 jenis
lamun dan di stasiun 3 di temukan 6 jenis lamun. Berdasarkan tabel dibawah jenis
lamun yang sering ditemukan yaitu jenis lamun T. hemprichii, C. serrulata, C.
rotundata dan H.ovalis.
Tabel 4. Jenis lamun yang ditemukan di setiap stasiun

No Jenis Lamun Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3


1 Thalassia hemprichii √ √ √
2 Cymodocea serrulata √ √ √
3 Cymodocea rotundata √ √ √
4 Halophila ovalis √ √ √
5 Halopila minor - √ √
6 Syringodium isoetifolium - √ √
7 Enhalus acoroides - √ -

4.5 Keanekaragaman Lamun


4.5.1 Frekuensi Relatif pada Lamun
Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh
yang diamati, adapun nilai dari frekuensi relatif yang didapatkan pada lamun yang
terdapat di perairan pulau kelapa kepulauan seribu adalah sebagai Berikut:
Tabel 5. Frekuensi Relatif
Plot Frekuensi Frekuensi
No Jenis
Dijumpai jenis Relatif
1 Thalassia hemprichii 81 0,9 16,37
2 Cymodocea serrulata 85 0,944 17,17
3 Cymodocea rotundata 82 0,911 16,56
4 Halophila ovalis 85 0,944 17,17
5 Halophila minor 53 0,58 10,70
6 Syringodium isoetifolium 56 0,62 11,31
7 Enhalus acoroides 53 0,588 10,70
Total Keseluruhan 5,5 100

Adapun nilai frekuensi relatif pada setiap jenis lamun di setiap arah mata
angin dapat dilihat pada tabel diatas. Dapat disimpulkan bahwa jenis Cymodocea
serrulata dan Halophila ovalis merupakan jenis yang memiliki nilai Frekuensi
Jenis tertinggi dibandingkan jenis lainnya dengan nilai 0.94, dan untuk jenis

20
frekuensi terendah adalah pada jenis Halophila minor dan Enhalus acoroides
dengan nilai frekuensi jenis 0,58. maka hal ini menjadikan nilai Frekuensi relatif
dari jenis Cymodocea serrulata dan Halophila ovalis memiliki nilai frekuensi
relatif sebesar 17,18% dan untuk nilai frekuensi relatif terkecil adalah pada jenis
Enhalus acoroides dan Halophila minor dengan nilai 10,70%.

4.5.2 Tutupan Lamun dan Penutupan relatif per stasiun


Luas area penutupa pada lamun didapatkan dengan menghitung luas area
yang tertutupi oleh jenis-jenis lamun . Penutupan jenis pada lamun di perairan
pulau kelapa dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Tutupan Lamun dan Penutupan relatif Perstasiun
Penutupan Penutupan
No Line transek Lamun Relatif (%)
1 S1.T1 45,75 10,70488447
2 S1.T2 43,875 10,2661597
3 S1.T3 48 11,2313542
4 S2.T1 46,75 10,93887101
5 S2.T2 48 11,2313542
6 S2.T3 50,125 11,72857561
7 S3.T1 48,5 11,34834747
8 S3.T2 47,875 11,20210588
9 S3.T3 48,5 11,34834747
Total 427,375 100

Berdasarkan pada tabel diatas dapat disimpulka bahwa penutupan lamun


yang tertinggi ada pada stasiun 2 dan untuk penutupan transek yang tertinggi
berada pada transek 3 dimana transek tersebut merupakan transek 3 dengan nilai
tutupan sebesar 50.125. dan untuk nilai penutupan lamun terendah berada pada
stasiun 1 transek ke 2 denga nilai penutupan sebesar 43,875. Hal ini dapat
diartikan bahwa penutupan lamun pada stasiun 1 lebih rendah dibadingkan pada
stasiun 2.
Penutupan relatif Adalah perbandingan antara penutupan individu jenis ke-
i dengan jumlah total penutupan seluruh jenis. Maka nilai yang didapatkan pada
setiap transek dan arah mata agin dapat dilihat pada tabel diatas, penutupan relatif
berbading lurus dengan nilai penutupan lamun. Penutupan relatif tertinggi dapat
dilihat dari stasiun 3 dengan nilai 11,72 % dan untuk penutupan relatif terendah
terdapat pada stasiun 1 dengan nilai penutupan relatif 10,27%.

4.5.3 Dominansi
Berdasarkan tabel diatas nilai dominansi pada setiap jenis lamun berbeda
pada semua jenisnya. Jenis C.serrulata dan H.ovalis memiliki nilai dominansi
tertinggi dibandingkan dengan jenis yang lain yakni sebanyak 354,477 dengan
nilai dominansi relatif 19.81%. Dan untuk dominansi paling rendah adalah pada
jenis H. minor dan E. acroides yang masing masing mendapatkan nilai dominansi
137.817 dengan dominansi relatif 7.69%. sehingga total dominansi pada kegiatan

21
kerja praktik akhir ini adalah sebanyak 79.24% dengan presentase dominansi
relatif sebesar 100%.
Tabel 7. Dominansi Lamun
Dominansi
No Jenis Dominansi(D)
Relatif
1 Thalassia hemprichii 321,8990625 17,98076133
2 Cymodocea serrulata 354,4765625 19,80048782
3 Cymodocea rotundata 329,89625 18,42747129
4 Holophila ovalis 354,4765625 19,80048782
5 Halophila minor 137,8165625 7,69821042
Syringodium
153,86
6 isoetifolium 8,594370906
7 Enhalus acoroides 137,8165625 7,69821042
Total Keseluruhan 1790,241563 100

4.5.4 Indeks Nilai Penting


Lamun di pulau kelapa indeks nilai penting (INP) merupakan suatu nilai
dari penjumlahan nilai frekuensi relatif, kerapatan relatif dan penutupan relatif.
Maka dapat disimpulkan bahwa INP dari kegiatan kerja praktik akhir ini lamun di
perairan pulau kelapa adalah sebesar 300 hal ini dapat dihitung dari penjumlahan
nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, serta dominansi relatif/ penutupan relatif.

Tabel 8. Nilai Indeks Penting

No Jenis INP
1 Thalassia hemprichii 50,66
2 Cymodocea serrulata 61,43
3 Cymodocea rotundata 60,34
4 Holophila ovalis 53
5 Halophila minor 23,67
6 Syringodium isoetifolium 30,02
7 Enhalus acoroides 20,91

Indeks nilai penting lamun dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu nilai frekuensi
relatif, kerapatan relatif, dan tutupan relatif (Suhud, 2012). Lamun jenis E.
acoroides dan H. minor memiliki nilai yang rendah terhadap ketiga unsur
tersebut, Rendahnya ketiga unsur tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan
adaptasi yang kurang pada lamun jenis E. acoroides dan H. minor terhadap
lingkungan di perairan Pulau Kelapa Kepulauan Seribu.

22
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pertumbuhan daun lamun tercepat berada pada daun lamun E. acoroides.
Pertumbuhan jenis lamun hampir seragam pada setiap minggunya, pada
kegiatan di lapangan pengukuran pertumbuhan lamun diukur dengan
menggunkan jangka sorong manual atau digital dan didapatkan rerata
pertumbuhan jenis lamun dengan menggunkan metode plestochrone interval
adalah sebesar 0.1 mm- 0.4 mm.

2. Jenis-jenis lamun yang berada di perairan pulau kelapa kepulauan seribu


terdapat 7 jenis lamun yaitu terdiri dari Thalassia hemprichii, Cymodocea
serrulata, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Halophila minor,
Syringodium isoetifolium dan Enhalus acroides.

3. Suhu air yang terukur pada perairan pulau kelapa berada pada kisaran 28-32ºC.
Sedangkan Kecerahan pada perairan pulau kelapa yang terukur adalah 100%
dan Kecepatan arus yang terukur pada ketiga lokasi penelitian berkisar pada
0,47-0,68 m/s dengan rata-rata kecepatan arusnya 0,55 m/s.

5.2 Saran
Berdasarkan data hasil penelitian, keberadaan lamun di pulau kelapa, masih
dalam keadaan yang baik namun perlu dilakukan pengawasan dan pelestarian
agar lamun yang berada di perairan pulau kelapa dapat terjaga dengan baik.
serta disarankan perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai sebaran lamun di
pulau kelapa kepulauan seribu.

23
DAFTAR PUSTAKA
Alie K. 2010. Pertumbuhan dan Biomassa Lamun Thalassia hemprichii di
Perairan Pulau Bone Batang, Kepulauan Spermonde, Sulawesi
Selatan. J.Sains MIPA. 16 (2) : 105- 110
Azhar, M., Krisnanik, E., Wirawan, R., & Indriana, I. H. (2021, October). UI
Analysis and Redesign of A Simpul Seribu Website Using Cognitive
Walkthrough Method. In 2021 International Conference on
Informatics, Multimedia, Cyber and Information System
(ICIMCIS (pp. 200-206). IEEE.
Baihaqi, R. (2019). Konservasi Jenis Lamun Di Kawasan Perairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu, Provinsi Dki Jakarta. Jurnal Geografi Gea, 19(1),
42-47.
[BTNKpS] Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. (2008). Inventarisasi
padang lamun di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jakarta.
44 hlm.
Budiman, C. C., Maabuat, P. V., Langoy, M. L., & Katili, D. Y. (2014).
Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kecamatan
Ratatotok Sulawesi Utara. Jurnal Mipa, 3(2), 97-101.
Bruhn, M., & McKenzie, D. (2009). In pursuit of balance: Randomization in
practice in development field experiments. American economic
journal: applied economics, 1(4), 200-232.
Brouns, J. J., & Heijs, F. M. (1986). Production and biomass of the seagrass
Enhalus acoroides (Lf) Royle and its epiphytes. Aquatic Botany, 25,
21-45.
Dahuri, R. (2003). Keanekaragaman hayati laut: aset pembangunan
berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Edisi Revisi. Pradnya
Paramita. Jakarta.
den C. J. K. Hartog, “Taxonomy and Biogeography of Seagrasses,” in
SEAGRASSES: BIOLOGY, ECOLOGYAND CONSERVATION,
vol. 71, no. 1, Netherlands: Springer, 2006.
Dewi, I. S. (2022). Perbedaan Jenis, Tutupan, dan Kerapatan Lamun pada
Daerah Intertidal dan Subtidal di Perairan Pantai Labakkang,
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan= Differences in Type, Cover,
and Density of Lamun in Intertidal and Subtidal Areas in Labakang
Coastal Waters, Pangkajene Regency and Islands (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta
Huriawati, F., Yuhanna, W. L., & Mayasari, T. (2016). Pengaruh metode
pengeringan terhadap kualitas serbuk seresah Enhalus acoroides dari
Pantai Tawang Pacitan. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian
Biologi, 2(1), 35-43.
Hidayat, W., Warpala, I. S., & Dewi, N. S. R. (2019). Komposisi jenis lamun
(seagrass) dan karakteristik biofisik perairan di kawasan Pelabuhan
Desa Celukanbawang Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Bali. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, 5(3), 133-145.

24
Hutomo, H. 1997. Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal
Yang Belum Banyak Dikenal. Jurnal Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Jakarta.
Kobayashi, S., Omura, Y., Sanga-Ngoie, K., Widyorini, R., Kawai, S., Supriadi,
B., & Yamaguchi, Y. (2012). Characteristics of decomposition
powers of L-band multi-polarimetric SAR in assessing tree growth
of industrial plantation forests in the tropics. Remote Sensing, 4(10),
3058-3077.
KAWAROE, M., NUGRAHA, A. H., JURAIJ, J., & TASABARAMO, I. A.
(2016). Seagrass biodiversity at three marine ecoregions of Indonesia:
Sunda Shelf, Sulawesi Sea, and Banda Sea. Biodiversitas Journal of
Biological Diversity, 17(2).
Kobayashi, S., Omura, Y., Sanga-Ngoie, K., Widyorini, R., Kawai, S., Supriadi,
B., & Yamaguchi, Y. (2012). Characteristics of decomposition powers
of L-band multi-polarimetric SAR in assessing tree growth of
industrial plantation forests in the tropics. Remote Sensing, 4(10),
3058-3077.
Lee, KS, SR Park, dan Kim YK. 2007. Effect of Irradiance, Temperature, and
Nutrients on Growth Dynamics of Seagrasses: A Review. Journal of
Experimental marine Biology and Ecology. 350 (1 2): 144-175 hlm

Maharani, N. M. I. (2020). Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos


pada Ekosistem Padang Lamun di Pantai Karang Sewu Kawasan
Taman Nasional Bali Barat (Doctoral dissertation, Universitas
Pendidikan Ganesha).
Nybakken, J. W. (1992). Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia.
Jakarta.
Phillips, R. C., & Menez, E. G. (1988). Seagrasses.
Reusch TBH. Stam WT. Olsen JL. 1999. Microsatelite Loci in Eelgrass
Zostera marina Reveal Marked Polymorphism Genotype Diversity.
Proceedings of The National Academy of America 102 : 2826-
2831.Rmimohtarto, K., & Juwana, S. (2001). Biologi Laut : Ilmu
Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.
Riniatsih, I., Widianingsih & S. Sedjati. 2001. Kandungan Nutrisi Substrat Dasar
dan Hubungannya dengan Distribusi Spesies Lamun di Perairan
Jepara. Hasil Penelitian (Tidak dipublikasikan) Lemlit Universitas
Diponegoro. Semarang.
Maharani, N. M. I. (2020). Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos
pada Ekosistem Padang Lamun di Pantai Karang Sewu Kawasan
Taman Nasional Bali Barat (Doctoral dissertation, Universitas
Pendidikan Ganesha).
Sachoemar, S. I. (2018). Karakteristik lingkungan perairan kepulauan
seribu. Jurnal Air Indonesia, 4(2).
ShannonWienner,1963 dalam Fachrul, 2007 M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Sachoemar, S. I. (2008). Evaluasi Kondisi Lingkungan Perairan Kepulauan
Seribu. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 4(1). TNKPS,”Profil Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu”,2018,Jakarta

25
Susanti, Y., Pratiwi, H., Sulistijowati, S., & Liana, T. (2014). M estimation, S
estimation, and MM estimation in robust regression. International
Journal of Pure and Applied Mathematics, 91(3), 349-360.
Takaendengan, K., & Azkab, M. H. (2010). Struktur Komunitas Lamun di Pulau
Talise, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi, 36(1), 85-95.
Tuhumena, J. R., Kusen, J. D., & Paruntu, C. P. (2013). Struktur komunitas
karang dan biota asosiasi pada kawasan terumbu karang di perairan
Desa Minanga Kecamatan Malalayang II dan Desa Mokupa
Kecamatan Tombariri. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1(3), 6-12.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian International.
Surabaya. 412 hal.
http://103.224.137.161/index.php/JAI/article/view/2408
http://coremap.oseanografi.lipi.go.id/downloads/Lamun-27022015.pdf
https://www.simpulseribu.id/profil/index
Takaendengan, K., & Azkab, M. H. (2010). Struktur Komunitas Lamun di Pulau
Talise, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi, 36(1), 85-95.
Kurihara, K. (2015). Umami the fifth basic taste: history of studies on receptor
mechanisms and role as a food flavor. BioMed Research
International, 2015.
Zulkifli. 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya Dengan
Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Tesis
Pascasarjana, IPB. Bogor.

26
LAMPIRAN

Lampiran 1. Persentase penutupan lamun

27
lampiran 2. Panduan identifikasi lamun

28
lampiran 3. Alat yang digunakan

a.) Roll meter b.) Frame c.) Do Meter

d.) Botol e.) Alat tulis anti air f.) Masker

Lampiran 4. Pelaksanaan kegiatan

a.) Menghitung Jenis Lamun dan pertumbuhan

29
b.) Peletakan Frame

c.) Penarikan garis transek

30
Lampiran 5 DataMentahdjn

No Jenis Total Jenis Kerapatan Total KJ KR

1 Thalassia hemprichii 2110 5,861111111 16,30980907


2 Cymodocea serrulata 3163 8,786111111 24,44925408
3 Cymodocea rotundata 3278 9,105555556 25,33817732
4 Holophila ovalis 2074 35,93611111 5,761111111 16,03153745
5 Halophila minor 681 1,891666667 5,263971554
6 Syringodium isoetifolium 1308 3,633333333 10,11053567
7 Enhalus acroides 323 0,897222222 2,496714849
Total Keseluruhan 12937 35,93611111 100

No Jenis Plot Dijumpai Frekuensi jenis Frekuensi Relatif

1 Thalassia hemprichii 81 0,9 16,36363636


2 Cymodocea serrulata 85 0,944444444 17,17171717
3 Cymodocea rotundata 82 0,911111111 16,56565657
4 Holophila ovalis 85 0,944444444 17,17171717
5 Halophila minor 53 0,588888889 10,70707071
6 Syringodium isoetifolium 56 0,622222222 11,31313131
7 Enhalus acroides 53 0,588888889 10,70707071
Total Keseluruhan 5,5 100

No Jenis Plot Dijumpai Total Jenis Luas Plotm2 LBDSm2 Dominansi(D) Dominansi Relatif

1 Thalassia hemprichii 81 2110 20,25 321,8990625 321,8990625 17,98076133


2 Cymodocea serrulata 85 3163 21,25 354,4765625 354,4765625 19,80048782
3 Cymodocea rotundata 82 3278 20,5 329,89625 329,89625 18,42747129
4 Holophila ovalis 85 2074 21,25 354,4765625 354,4765625 19,80048782
5 Halophila minor 53 681 13,25 137,8165625 137,8165625 7,69821042
6 Syringodium isoetifolium 56 1308 14 153,86 153,86 8,594370906
7 Enhalus acroides 53 323 13,25 137,8165625 137,8165625 7,69821042
Total Keseluruhan 1790,241563 100

No Jenis KR FR DR/PR INP

1 Thalassia hemprichii 16,30980907 16,36363636 17,98076133 50,65420676


2 Cymodocea serrulata 24,44925408 17,17171717 19,80048782 61,42145907
3 Cymodocea rotundata 25,33817732 16,56565657 18,42747129 60,33130518
4 Holophila ovalis 16,03153745 17,17171717 19,80048782 53,00374244
5 Halophila minor 5,263971554 10,70707071 7,69821042 23,66925268
6 Syringodium isoetifolium 10,11053567 11,31313131 8,594370906 30,01803789
7 Enhalus acroides 2,496714849 10,70707071 7,69821042 20,90199598
Total 100 100 100 300

No Line transek Penutupan Lamun Penutupan Relatif


1 S1.T1 45,75 10,70488447
2 S1.T2 43,875 10,2661597
3 S1.T3 48 11,2313542
4 S1.T1 46,75 10,93887101
5 S1.T2 48 11,2313542
6 S1.T3 50,125 11,72857561
7 S1.T1 48,5 11,34834747
8 S1.T2 47,875 11,20210588
9 S1.T3 48,5 11,34834747
Total 427,375 100

31
PERTUMBUHAN LAMUN
JENIS LAMUN Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6
T.Hemprici 75,84 76,05 75,763 75,496 75,434 75,454
C. serrulata 91,06 90,863 90,862 90,762 90,537 90,557
H. ovalis 35,98 35,96 35,781 35,564 35,601 35,548
C.Rotundata 132,71 132,413 132,512 125,323 132,315 132,254
H. minor 37,34 37,34 37,285 37,214 37,008 36,947
E. acroider 280,43 280,296 280,036 280,092 280,594 279,971
S.isoetifolium 108,19 108,251 108,225 107,783 107,812 107,75

32

Anda mungkin juga menyukai