PAPER
Oleh:
MUHAMMAD RAFI DESWANTORO
Oleh:
MUHAMMAD RAFI DESWANTORO
NRP 56204113495
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui
Menyetujui, Mengetahui,
Tanggal Pengesahan :
iv
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PAPER
yang berjudul TEKNIK PENDEDERAN LOBSTER (Panulirus sp). Paper ini
disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menguikuti ujian akhir
semester IV di Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.
1. Dr. Heri Triyono, A.Pi. selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha Perikanan
Jakarta.
2. Suharyadi,S.St.Pi,M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Akuakultur.
3. Khaerudin Harsono, S.Pi.,M.Si selaku pembimbing paper yang telah
memberikan arahan “Teknik Pendederan Lobster (Panulirus sp)”
4. Ibu dan Bapak tercinta yang sudah mendoakan supaya dalam pembuatan
paper I ini dapat terselesaikan dengan baik.
Lampung, 2022
Penulis
v
ABSTRAK
Budidaya lobster pada bak beton dalam lahan yang sempit menjadi peluang
baru untuk menunjang budidaya lobster, tetapi membutuhkan biaya investasi
yang sangat tinggi guna membangun fasilitas budidaya seperti (gedung, kolam,
peralatan, pompa air dan udara), biaya operasional dan tenaga kerja. Jika
fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembesaran budidaya lobter rusak
akan berakibat fatal. Namun demikian, teknik ini memudahkan pembudidaya
untuk melakukan pengontrolan terhadap biota lobster dalam hal kualitas air,
pakan ataupun dari predator serta memberikan hasil yang lebih pasti. Tujuan dari
pembuatan paper ini adalah untuk Mengetahui klasifikasi dan morfologi Lobster
(Panulirus sp), Untuk mengetahui teknik pendederan Lobster (Panulirus sp) pada
bak beton Pendederan Lobster air laut pada Bak beton, Dapat mengetahui
klasifikasi lobster dari berbagai jurnal yang di bacanya. Pemeliharaan lobser
cukup sederhana dan tidak membutuhkan teknologi yang tinggi demikian juga
alat-alat yang dibutuhkan untuk budidaya ikan ini tersedia diseluruh Indonesia
dan mampu dibuat oleh masyarakat. Dengan adanya klasifikasi dapat
meningkatkan pengetahuan nama ilmia lobster tersebut dan dapat berbagi
pengetahuan tentang klasifikasi ini agar orang lain tidak hanya tau namanya saja
melainkan juga mengetahui nama ilmia dari lobster. Untuk meningkatkan
keterampilan budidaya, perlu diberikan bimbingan yang terus menerus dari
instansi terkait dalam rangka penerapan teknologi budidaya untuk meningkatkan
produksi lobster.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi ......................................................................................... 3
2.2 Morfologi ........................................................................................... 3
2.3 Habitat .............................................................................................. 4
2.4 Siklus Hidup ...................................................................................... 5
2.5 Makanan dan Kebiasaan Makan ....................................................... 6
BAB III TEKNIS PENDEDERAN LOBSTER
3.1 Persiapan Bak Pendederan .............................................................. 7
3.2 Penebaran Benih Lobster ................................................................. 7
3.3 Pemberian Pakan ............................................................................. 7
3.4 Pengukuran Kualitas Air ................................................................... 8
3.5 Hama dan Penyakit .......................................................................... 9
3.5.1 Hama ....................................................................................... 9
3.5.2 Penyakit ................................................................................... 9
3.6 Panen ............................................................................................... 10
3.7 Pengemasan dan Transportasi ......................................................... 11
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 12
4.2 Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lobster (Panulirus sp) ............................................................. 3
Gambar 2. Morfologi Lobster (Panulirus sp) ............................................... 4
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi dan morfologi Lobster (Panulirus sp)
2. Untuk mengetahui teknik pendederan Lobster (Panulirus sp) pada bak
beton
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Morfologi
Spiny Lobster yang biasa disebut dengan lobster air laut secara umum terdiri
atas dua bagian, yaitu pada bagian depan disebut cephalotorax dan bagian
belakang disebut abdomen. Seluruh tubuh lobster dilindungi oleh kerangka luar
(cangkang) yang keras dan terbagi atas ruas-ruas. Bagian depan (kepala dan
dada) terdiri atas tiga belas ruas dan bagian badan terdiri atas enam ruas. Pada
bagian kepala (rostrum) terdapat organ-organ seperti rahang (mandibula),
4
insang, mata majemuk, antenulla, antenna, dan lima pasang kaki jalan
(pereiopoda). Pada bagian badan terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda)
dan sirip ekor (uropoda) (Setyono, 2006).
Bagian tepi anterior memiliki 4 duri besar dan sepasang duri orbit, diantara
duri orbit tidak terdapat duri-duri kecil. Panjang duri orbit kurang lebih 2 kali
panjang mata. Flagellum antennulan lebih panjang dibandingkan dengan tangkai
antennula. Lempeng antennula mempunyai 2 pasang duri yang terpisah dengan
baik dan beberapa duri tambahan. 4 pasang kaki pertama tidak memiliki capit.
Ruas abdomen memiliki alur melintang yang tipis, kadang-kadang terputus di
tengah. Bagian posterior memiliki ekor yang berbentuk kipas dan fleksibel.
Lobster ini mempunyai warna dasar kehijauan sampai kecoklatan. Bintik-bintik
putih tersebar di daerah abdomen. Karapas anterior dan daerah antara tangkai
mata berwarna oranye tua dan bergaris biru. Duri orbit dibalut warna hitam dan
putih, flagelum antennula berwarna corak hitam dan putih. Kaki jalan punyai
bercak-bercak putih (Kadafi et al, 2005).
2.3 Habitat
Pada umumnya habitat lobster memiliki karakteristik yang sama. Habitat
lobster adalah daerah-daerah yang banyak terdapat karang-karang, terumbu
karang, batuan granit, atau batuan vulkanis. Habitat lobster dapat di jumpai di
perairan yang banyak terdapat bebatuan atau terumbu karang digunakan
sebagai tempat bersembunyi dari predator, serta sebagai daerah pencari makan.
Tempat yang disukai oleh lobster adalah perairan yang tenang terlindung dari
arus dan gelombang, serta memiliki berupa pasir atau pasir berkarang.
5
Sedangkan tempat yang tidak disukai oleh lobster adalah tempat terbukan dan
memiliki arus yang kuat (Rachman, 2017).
Pada perairan dunia, lobster dapat ditemukan mulai dari pantai timur Afrika,
Jepang, Indonesia, Australia, dan Selandia Baru. Di perairan Indonesia
ditemukan ada enam jenis udang karang yang mempunyai nilai ekonomis
penting. Terdapat enam jenis lobster diperairan Jawa yang termasuk dalam
genus Panulirus, antara lain: 1) Lobster hijau pasir (Panulirus homarus), 2)
Lobster batik (Panulirus cygnus), 3) Lobster mutiara (Panulirus ornatus), 4)
Lobster batu (Panulirus penicillatus), 5) Lobster pakistan (Panulirus polyphagus)
dan 6) Lobster hijau bambu (Panulirus versicolor). Di perairan Indonesia lobster
dapat dijumpai di perairan Pangandaran, Jawa Barat dan Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), biasanya berkelompok di dalam lubang-lubang batu.
Beberapa eksportir lobster menginformasikan bahwa, perairan Indonesia yang
mempunyai potensi untuk penangkapan induk maupun benih lobster terdapat di
perairan Paparan Sunda, Selat Malaka, Kalimantan Timur, Sumatra bagian timur,
Pesisir Utara Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, Pantai selatan Papua, dan seluruh
pesisir Samudera Indonesia (Setyono, 2006).
BAB III
TEKNIS PENDEDERAN LOBSTER
3.5.1 Hama
1. Larva Cybister
Larva cybister adalah hewan yang bentuknya seperti ulat, tubuhnya berwarna
agak kehijauan, dan panjangnya dapat mencapai 2 cm. Larva cybister
menyerang lobster pada fase benih. Benih dijepit dengan alat penjepitnya,
kemudian digigit dengan gigi taringnya. Upaya untuk mencegah masuknya larva
ini adalah dengan menutup permukaan kolam dengan atap atau jaring, karena
larva ini berpindah dengan cara terbang (Lukito dan Prayugo, 2007).
3.5.2 Penyakit
1. Virus Ricketsiae
Gejala yang ditunjukkan yaitu lobster berenang di pinggir kolam dalam
keadaan lemah. Warna tubuhnya menjadi lebih gelap, nafsu makan menurun,
dan pada beberapa lobster terlihat benjolan kecil keputihan pada dinding usus
bagian tengah. Pengendalian merebaknya penyakit ini dilakukan menggunakan
antibiotik yang dicampurkan dalam pakan, sehingga dapat mengurangi angka
kematian (Lukito dan Prayugo, 2007).
2. Bakteri Nekrosis
Menurut Lukito dan Prayugo (2007), penyakit ini merupakan infeksi sekunder
dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka dan erosi bahan kimia. Gejala
yang muncul yaitu terdapat beberapa nekrosis berwarna kecoklatan di antena,
uropod, pleopod, dan alat tubuh lainnya serta kosongnya usus lobster akibat
tidak nafsu makan. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik
dalam kolam pembenihan.
3. Cacing Cestoda
Beberapa jenis dari kelompok cacing Cestoda sebagai berikut.
Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan
ikat di sepanjang saraf bagian ventral.
10
3.6 Panen
Pemanenan benih dilakukan untuk mendapatkan benih yang bisa dijual kepada
pembudidaya lain. Benih yang bisa dipanen dan dijual adalah benih yang sudah
berumur 70 hari dengan panjang tubuh sekitar 5 cm, panen sebaiknya dilakukan
pada pagi atau malam hari, karena suhu masih rendah sehingga benih tidak lemas
karena kepanasan (Bachtiar, 2010).
Cara pemanenan sangat terkait dengan jenis saluran pembuangan dari
akuarium, bak, atau kolam yang digunakan. Berikut adalah teknik pemanenan
larva menurut Lukito dan Prayugo (2007).
Pemanenan di Bak Semen.
Buka tutup saluran pembuangan agar airnya keluar
Siapkan jaring dan pasangkan di pintu pembuangan air agar benih tidak
terikut bersama dengan air buangan.
Hentikan pengurasan hingga ketinggian air mencapai 1-2 cm.
Angkat semua tempat persembunyian. Serok benih atau alirkan ke outlet
kolam yang ujungnya telah diberi perangkap.
Tampung benih yang telah tertangkap dalam ember atau wadah lainnya.
11
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Dapat mengetahui klasifikasi lobster dari berbagai jurnal yang di
bacanya.
2. Pemeliharaan lobser cukup sederhana dan tidak membutuhkan teknologi
yang tinggi demikian juga alat-alat yang dibutuhkan untuk budidaya ikan
ini tersedia diseluruh Indonesia dan mampu dibuat oleh masyarakat.
4.2 Saran
1. Dengan adanya klasifikasi dapat meningkatkan pengetahuan nama ilmia
lobster tersebut dan dapat berbagi pengetahuan tentang klasifikasi ini
agar orang lain tidak hanya tau namanya saja melainkan juga mengetahui
nama ilmia dari lobster.
2. Untuk meningkatkan keterampilan budidaya, perlu diberikan bimbingan
yang terus menerus dari instansi terkait dalam rangka penerapan
teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi lobster.
13
DAFTAR PUSTAKA