Anda di halaman 1dari 21

i

TEKNIK PENDEDERAN LOBSTER (Panulirus sp)


PADA BAK BETON

PAPER

Oleh:
MUHAMMAD RAFI DESWANTORO

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2022
ii

TEKNIK PENDEDERAN LOBSTER (Panulirus sp)


PADA BAK BETON

Oleh:
MUHAMMAD RAFI DESWANTORO
NRP 56204113495

Paper Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian


Akhir Semester IV

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
LAMPUNG
2022
iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : TEKNIK PENDEDERAN LOBSTER (Panulirus sp)


Penyusun : Muhammad Rafi Deswantoro
NRP : 56204113495
Program Studi : Teknologi Akuakultur

Menyetujui

Menyetujui, Mengetahui,

(Khaerudin Harsono, S.Pi.,M.Si) (Suharyadi, S.St.Pi, M.Si)


Dosen Pembimbing Ketua Program Studi

Tanggal Pengesahan :
iv

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PAPER
yang berjudul TEKNIK PENDEDERAN LOBSTER (Panulirus sp). Paper ini
disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menguikuti ujian akhir
semester IV di Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.
1. Dr. Heri Triyono, A.Pi. selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha Perikanan
Jakarta.
2. Suharyadi,S.St.Pi,M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Akuakultur.
3. Khaerudin Harsono, S.Pi.,M.Si selaku pembimbing paper yang telah
memberikan arahan “Teknik Pendederan Lobster (Panulirus sp)”
4. Ibu dan Bapak tercinta yang sudah mendoakan supaya dalam pembuatan
paper I ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga paper ini dapat menjadi referensi bidang perikanan khususnya


bidang akuakultur. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna perbaikan paper di masa mendatang.

Lampung, 2022

Penulis
v

ABSTRAK

Budidaya lobster pada bak beton dalam lahan yang sempit menjadi peluang
baru untuk menunjang budidaya lobster, tetapi membutuhkan biaya investasi
yang sangat tinggi guna membangun fasilitas budidaya seperti (gedung, kolam,
peralatan, pompa air dan udara), biaya operasional dan tenaga kerja. Jika
fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembesaran budidaya lobter rusak
akan berakibat fatal. Namun demikian, teknik ini memudahkan pembudidaya
untuk melakukan pengontrolan terhadap biota lobster dalam hal kualitas air,
pakan ataupun dari predator serta memberikan hasil yang lebih pasti. Tujuan dari
pembuatan paper ini adalah untuk Mengetahui klasifikasi dan morfologi Lobster
(Panulirus sp), Untuk mengetahui teknik pendederan Lobster (Panulirus sp) pada
bak beton Pendederan Lobster air laut pada Bak beton, Dapat mengetahui
klasifikasi lobster dari berbagai jurnal yang di bacanya. Pemeliharaan lobser
cukup sederhana dan tidak membutuhkan teknologi yang tinggi demikian juga
alat-alat yang dibutuhkan untuk budidaya ikan ini tersedia diseluruh Indonesia
dan mampu dibuat oleh masyarakat. Dengan adanya klasifikasi dapat
meningkatkan pengetahuan nama ilmia lobster tersebut dan dapat berbagi
pengetahuan tentang klasifikasi ini agar orang lain tidak hanya tau namanya saja
melainkan juga mengetahui nama ilmia dari lobster. Untuk meningkatkan
keterampilan budidaya, perlu diberikan bimbingan yang terus menerus dari
instansi terkait dalam rangka penerapan teknologi budidaya untuk meningkatkan
produksi lobster.
vi

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi ......................................................................................... 3
2.2 Morfologi ........................................................................................... 3
2.3 Habitat .............................................................................................. 4
2.4 Siklus Hidup ...................................................................................... 5
2.5 Makanan dan Kebiasaan Makan ....................................................... 6
BAB III TEKNIS PENDEDERAN LOBSTER
3.1 Persiapan Bak Pendederan .............................................................. 7
3.2 Penebaran Benih Lobster ................................................................. 7
3.3 Pemberian Pakan ............................................................................. 7
3.4 Pengukuran Kualitas Air ................................................................... 8
3.5 Hama dan Penyakit .......................................................................... 9
3.5.1 Hama ....................................................................................... 9
3.5.2 Penyakit ................................................................................... 9
3.6 Panen ............................................................................................... 10
3.7 Pengemasan dan Transportasi ......................................................... 11
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 12
4.2 Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
vii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lobster (Panulirus sp) ............................................................. 3
Gambar 2. Morfologi Lobster (Panulirus sp) ............................................... 4
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki potensi perikanan tidak hanya dilihat dari luasnya perairan
laut, tetapi juga ditinjau dari luasnya lahan di darat yang dapat dimanfaatkan
salah satunya sebagai tempat untuk mengembangkan budidaya perikanan.
Melalui kebijakan percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan sebagai
salah satu upaya untuk mendorong meningkatnya ekonomi perikanan,
pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya, pembangunan sarana dan
prasarana, pengembangan sistem investasi, wawasan, teknologi, serta
sumberdaya manusia, dilaksanakan secara terintegritas berbasis industri untuk
peningkatan produksi, produktivitas dan nilai tambah. Secara nasional potensi
lahan perikanan budidaya diperkirakan sebesar 17,74 juta Ha, yang terdiri atas
lahan budidaya air tawar sebesar 2,23 juta Ha, budidaya air payau sebesar 2,96
juta Ha dan budidaya laut sebesar 12,55 juta Ha. Hingga saat ini lahan yang
sudah dimanfaatkan baru mencapai 16,62 % untuk budidaya air tawar, 50,06 %
untuk budidaya air payau dan 2,09 % untuk budidaya laut (Sianturi,
Masinambow, & Londa, 2018).
Indonesia merupakan salah satu penghasil lobster di Asia Tenggara.
Terdapat beberapa jenis lobster yang memiliki nilai ekspor dari Indonesia
diantaranya lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster batu (Panulirus
penniculatus). Udang lobster laut (Panulirus spp) atau biasa disebut dengan
udang barong atau udang karang adalah salah satu komoditas perikanan yang
potensial dan bernilai ekonomis penting. Pemintaan pasar domestik dan ekspor
ke Negara Hongkong, Taiwan, Singapura, Jepang dan Cina pada udang barong
terus meningkat.
Menurut junaidi et al., (2010) Meningkatnya pasar domestik maupun ekspor,
menyebabkan penangkapan komoditas lobster semakin intensif. Intensifikasi
penangkapan yang tidak didasari pertimbangan kelestarian sumberdaya seperti
penangkapan menggunakan bahan peledak, potas dan lainlain akan merusak
hábitat dan ekosistemnya sehingga menyebabkan semakin langkanya
sumberdaya tersebut. Sebagian besar kebutuhan lobster ukuran konsumsi
dipenuhi dari hasil tangkapan di alam. Tingginya permintaan akan lobster
dikhawatirkan akan menimbulkan penangkapan berlebih (over-fishing).
2

Penangkapan berlebih akan berdampak pada kapasitas induk (broodstock)


sebagai penghasil benih untuk budidaya.
Budidaya lobster pada bak beton dalam lahan yang sempit menjadi peluang
baru untuk menunjang budidaya lobster, tetapi membutuhkan biaya investasi
yang sangat tinggi guna membangun fasilitas budidaya seperti (gedung, kolam,
peralatan, pompa air dan udara), biaya operasional dan tenaga kerja. Jika
fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembesaran budidaya lobter rusak
akan berakibat fatal. Namun demikian, teknik ini memudahkan pembudidaya
untuk melakukan pengontrolan terhadap biota lobster dalam hal kualitas air,
pakan ataupun dari predator serta memberikan hasil yang lebih pasti (Setyono,
2006).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi dan morfologi Lobster (Panulirus sp)
2. Untuk mengetahui teknik pendederan Lobster (Panulirus sp) pada bak
beton

1.3 Batasan Masalah


1. Memberikan informasi mengenai klasifikasi dan morfologi Lobster
(Panulirus sp).
2. Memberikan penjelasan mengenai teknik pendederan Lobster (Panulirus
sp) pada bak beton.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Lobster (Panulirus sp)


Adapun klasifikasi lobster pasir (Panulirus homarus) menurut WWF (2015)
adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Bangsa : Decapoda
Suku : Palinuridae
Genus : Panulirus sp
Spesies : Lobster Pakistan (Panulirus Polypagus), Lobster Pasir (Panulirus
Homarus), Lobster Mutiara (Panulirus Ornatus), Lobster Bambu
(Panulirus Versicolor), Lobster Batu (Panulirus Penicillatus), Lobster
Batik (Panulirus Longipes).

Gambar 1. Lobster (Panulirus sp)

2.2 Morfologi
Spiny Lobster yang biasa disebut dengan lobster air laut secara umum terdiri
atas dua bagian, yaitu pada bagian depan disebut cephalotorax dan bagian
belakang disebut abdomen. Seluruh tubuh lobster dilindungi oleh kerangka luar
(cangkang) yang keras dan terbagi atas ruas-ruas. Bagian depan (kepala dan
dada) terdiri atas tiga belas ruas dan bagian badan terdiri atas enam ruas. Pada
bagian kepala (rostrum) terdapat organ-organ seperti rahang (mandibula),
4

insang, mata majemuk, antenulla, antenna, dan lima pasang kaki jalan
(pereiopoda). Pada bagian badan terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda)
dan sirip ekor (uropoda) (Setyono, 2006).
Bagian tepi anterior memiliki 4 duri besar dan sepasang duri orbit, diantara
duri orbit tidak terdapat duri-duri kecil. Panjang duri orbit kurang lebih 2 kali
panjang mata. Flagellum antennulan lebih panjang dibandingkan dengan tangkai
antennula. Lempeng antennula mempunyai 2 pasang duri yang terpisah dengan
baik dan beberapa duri tambahan. 4 pasang kaki pertama tidak memiliki capit.
Ruas abdomen memiliki alur melintang yang tipis, kadang-kadang terputus di
tengah. Bagian posterior memiliki ekor yang berbentuk kipas dan fleksibel.
Lobster ini mempunyai warna dasar kehijauan sampai kecoklatan. Bintik-bintik
putih tersebar di daerah abdomen. Karapas anterior dan daerah antara tangkai
mata berwarna oranye tua dan bergaris biru. Duri orbit dibalut warna hitam dan
putih, flagelum antennula berwarna corak hitam dan putih. Kaki jalan punyai
bercak-bercak putih (Kadafi et al, 2005).

Gambar 2. Morfologi Lobster (Panulirus sp)

2.3 Habitat
Pada umumnya habitat lobster memiliki karakteristik yang sama. Habitat
lobster adalah daerah-daerah yang banyak terdapat karang-karang, terumbu
karang, batuan granit, atau batuan vulkanis. Habitat lobster dapat di jumpai di
perairan yang banyak terdapat bebatuan atau terumbu karang digunakan
sebagai tempat bersembunyi dari predator, serta sebagai daerah pencari makan.
Tempat yang disukai oleh lobster adalah perairan yang tenang terlindung dari
arus dan gelombang, serta memiliki berupa pasir atau pasir berkarang.
5

Sedangkan tempat yang tidak disukai oleh lobster adalah tempat terbukan dan
memiliki arus yang kuat (Rachman, 2017).
Pada perairan dunia, lobster dapat ditemukan mulai dari pantai timur Afrika,
Jepang, Indonesia, Australia, dan Selandia Baru. Di perairan Indonesia
ditemukan ada enam jenis udang karang yang mempunyai nilai ekonomis
penting. Terdapat enam jenis lobster diperairan Jawa yang termasuk dalam
genus Panulirus, antara lain: 1) Lobster hijau pasir (Panulirus homarus), 2)
Lobster batik (Panulirus cygnus), 3) Lobster mutiara (Panulirus ornatus), 4)
Lobster batu (Panulirus penicillatus), 5) Lobster pakistan (Panulirus polyphagus)
dan 6) Lobster hijau bambu (Panulirus versicolor). Di perairan Indonesia lobster
dapat dijumpai di perairan Pangandaran, Jawa Barat dan Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), biasanya berkelompok di dalam lubang-lubang batu.
Beberapa eksportir lobster menginformasikan bahwa, perairan Indonesia yang
mempunyai potensi untuk penangkapan induk maupun benih lobster terdapat di
perairan Paparan Sunda, Selat Malaka, Kalimantan Timur, Sumatra bagian timur,
Pesisir Utara Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, Pantai selatan Papua, dan seluruh
pesisir Samudera Indonesia (Setyono, 2006).

2.4 Siklus Hidup


Siklus hidup lobster terdiri dari 5 fase yaitu mulai dari dewasa yang
memproduksi sperma atau telur, menetas menjadi filosoma (larva), kemudian
berubah menjadi puerulus (post larva), tumbuh menjadi juvenil dan dewasa.
Marga Panulirus mempunyai daur hidup yang majemuk, pengetahuan tentang
tingkatan hidup larva masih sangat kurang terutama terhadap jenis-jenis yang
hidup di perairan tropik (Setyanto et al., 2018).
Proses pengeraman telur pada lobster betina memakan waktu 3-4 minggu.
Telur berada dibagian bawah perut lobster betina akan mengalami beberapa
perkembangan dan telur mengalami perubahan warna dari merah jingga menjadi
merah tua atau hitam. Kemudian telur menetas menjadi larva yang akan
mengalami moulting atau pergantian kulit, yaitu dari stadium nauplisoma,
filosoma, puerulus hingga mencapai stadium lobster juvenil (Junaidi, Cokrowati,
& Abidin, 2011).
Telur yang menetas (nauplisoma) memiliki umur pendek, lalu berganti kulit
menjadi filasoma. Pada stadium filasoma mempunyai 11 tingkatan.
Perkembangan dari tingkat satu ke selanjutnya terjadi secara bertahap dan
6

ditandai dengan terjadinya penambangan umbai-umbai dan bulu-bulu (setae)


serta perubahan bentuk kepala. Waktu yang diperlukan pada saat stadium larva
filasoma berbeda setiap spesies, lobster yang hidup di wilayah tropis lebih
singkat daripada lobster wilayah sub tropis. Pada lobster wilayah tropis
diperikaran waktu yang diperlukan adalah 3 – 7 bulan, sedangkan lobster wilayah
sub tropis diperikaran waktu yang diperlukan adalah 6 – 12 bulan (Junaidi et al.,
2011).
Setelah tahap filasoma selesai, tahap selanjutnya adalah tahap stadium
puerulus. Pada tahap ini larva hampir berbentuk bentuk lobster dewasa dan
mulai aktif berenang, akan tetapi kulitnya masih kurang akan zat kapur. Lama
kehidupan pada tahap puerulus diperkirakan 10 sampai 14 hari dan ukurannya
mencapai 5 sampai 7 cm. Larva peurulus akan berubah menjadi juvenil yang
memiliki panjang 10 cm dan akan mendiami dasar perairan. Setelah mengalami
pergantian kulit, lobster juvenil akan menjadi lobster (Junaidi et al., 2011).

2.5 Makanan dan Kebiasaan Makan


Lobster (Panulirus sp) merupakan organisme pemakan segalanya
(omnivora). Lobster merupakan hewan yang bersifat nokturnal yang aktif pada
malam hari untuk mencari makanan. Menurut Purnamaningtyas & Nurfiani (2017)
Makanan favorit lobster adalah moluska, seperti Gastropoda, Amphipoda,
Gastropoda, Polychaeta, krustasea dan bahan vegetasi. Selain itu lobster biasa
memakan ikan-ikan kecil, sehingga pakan segar ikan rucah sering digunakan
untuk budidaya lobster sebagai pakan alami. Harga ikan rucah yang relatif murah
hanya dapat ditemukan pada saat tertentu karena penggunaan ikan rucah yang
bersaing dengan manusia, sehingga diperlukan alternatif yang murah dan mudah
untuk diperoleh seperti pakan buatan (pellet). Tingkah laku makan lobster
ditandai oleh respon dari antenula. Antenula ini merespon saat di sekeliling
lobster terdapat makanan (Mahmudin, Yusnaini, & Idris, 2016).
7

BAB III
TEKNIS PENDEDERAN LOBSTER

3.1 Persiapan Bak Pendederan


Menurut Kanna (2006), bak pendederan lobster berupa kolam
permanen berukuran 2 x 2 m bisa digunakan untuk memelihara 1.000 ekor benih
dengan pemberian pakan secara intensif. Jika menggunakan kolam plastik,
ukuran yang paling ekonomis adalah diameter 1,83 m dan ketinggian 38 cm.
Kolam ini bisa diisi 1.000 benih.

3.2 Penebaran Benih Lobster


Benih yang baru menetas dipelihara dalam kolam penetasan selama 10 hari.
Selanjutnya benih dipindahkan ke kolam pembesaran benih (pendederan) untuk
dipelihara selama 2 bulan (Bachtiar, 2010). Pemeliharaan larva bertujuan untuk
memelihara larva yang baru menetas (nauplisoma) hingga menjadi lobster muda
yang berukuran sekitar 7-10 cm.
Kegiatan pemeliharaan larva biasanya mempunyai tingkat kesulitan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Pada fase larva, lobster
sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, baik suhu dan salinitas maupun
jenis,kuantitas, dan kualitas pakan yang diberikan (Kanna, 2006). Benih yang
akan ditebar ke dalam kolam harus dilakukan aklimatisasi agar benih tidak kaget
dan berujung pada kematian.

3.3 Pemberian Pakan


Larva lobster membutuhkan pakan dalam jumlah tertentu untuk menunjang
aktivitas dan pertumbuhannya. Jenis pakan yang dikonsumsi bervariasi,
tergantung pada stadium dan ukuran larva (Kanna, 2006). Patasik (2004)
mengemukakan bahwa setelah telur lobster menetas, larva tidak langsung
melepaskan diri dari pleopoda induknya, tetapi masih terus berada pada brood
chamber sampai berumur 10 hari. Keadaan ini diperkirakan berlangsung selama
persediaan makanan bagi larva yang berasal dari telur masih ada. Larva baru
akan melepaskan diri setelah persediaan makanan yang berasal dari telurnya
telah habis atau larva mampu berenang dan mencari makan sendiri.
Pada umumnya, pada fase larva lobster cenderung menyukai pakan alami
yang berupa rotifera dengan kepadatan antara 10 ekor/ml. Sejalan dengan
8

perkembangan larva, kebutuhan pakan terus meningkat. Untuk melengkapi


nutrisi, terutama protein yang tidak terdapat dalam rotifera, dapat digunakan
daging ikan segar, misalnya ikan teri dan jenis ikan rucah lainnya. Selain itu,
dapat juga digunakan pakan buatan berupa Flakes. Pemberian pakan dilakukan
tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan malam hari (Kanna, 2006). Namun,
menurut Priyono (2009) pada saat lobster masih usia tebar (benur),
pakan buatan yang diberikan berbentuk Crumble yaitu butiran pakan yang
berupa serbuk halus.
Menurut Bachtiar (2010) banyaknya pakan yang diberikan disesuaikan
dengan banyaknya benih. Misalnya untuk 200 ekor benih pakan yang diberikan
cukup 4-6 gram/hari. Setelah 10 hari sekali dosis pakan ditingkatkan sebanyak 2-
3 gram. Pakan diberikan 2 kali sehari, pagi dan malam dengan komposisi 25%
pagi hari dan 75% malam hari. Komposisi pemberian pakan pada malam hari
lebih banyak karena benih lebih banyak makan pada malam hari.

3.4 Pengukuran Kualitas Air


Sumber air merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam
pemeliharaan lobster karena untuk memeli-hara lobster memerlukan air yang
cukup, serta air yang digunakan harus berkualitas baik sehingga pertumbuhan
lobster menjadi lebih cepat. Penilaian terhadap kualitas air yang baik meliputi
temperatur, derajat keasaman (pH), kandungan amoniak dan kekeruhan (Alaerts
dan Santika, 1987).
Menurut Patasik (2004), air yang akan digunakan untuk kegiatan pembenihan
lobster harus diperhatikan secara cermat suhu dan pH. Kedua parameter ini
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup lobster selama pembenihan,
termasuk kelangsungan hidup benih yang dihasilkan. Suhu air yang digunakan
berkisar 16-22oC dan pH diatas 7. Akan tetapi, pada saat akan dilakukan
pemijahan, penetasan telur, dan pembesaran larva, dibutuhkan suhu yang lebih
tinggi. Untuk merangsang pemijahan, suhu air dinaikkan hingga mencapai 19-
21oC. Demikian halnya dengan penetasan telur, suhu air yang digunakan
berkisar 22-24oC. pH air harus stabil pada kondisi normal yaitu pada angka
diatas 7, sedangkan salinitas air berkisar antara 30-30 ppt.
9

3.5 Hama dan Penyakit


Di habitat aslinya memang ada virus dan penyakit-penyakit yang sering
ditemukan menyerang lobster, namun di Indonesia tampaknya belum ada.
Kematian biasanya disebabkan oleh kanibalisme yang terjadi ketika ada lobster
yang sedang moulting (Lukito dan Prayugo, 2007).

3.5.1 Hama
1. Larva Cybister
Larva cybister adalah hewan yang bentuknya seperti ulat, tubuhnya berwarna
agak kehijauan, dan panjangnya dapat mencapai 2 cm. Larva cybister
menyerang lobster pada fase benih. Benih dijepit dengan alat penjepitnya,
kemudian digigit dengan gigi taringnya. Upaya untuk mencegah masuknya larva
ini adalah dengan menutup permukaan kolam dengan atap atau jaring, karena
larva ini berpindah dengan cara terbang (Lukito dan Prayugo, 2007).

3.5.2 Penyakit
1. Virus Ricketsiae
Gejala yang ditunjukkan yaitu lobster berenang di pinggir kolam dalam
keadaan lemah. Warna tubuhnya menjadi lebih gelap, nafsu makan menurun,
dan pada beberapa lobster terlihat benjolan kecil keputihan pada dinding usus
bagian tengah. Pengendalian merebaknya penyakit ini dilakukan menggunakan
antibiotik yang dicampurkan dalam pakan, sehingga dapat mengurangi angka
kematian (Lukito dan Prayugo, 2007).
2. Bakteri Nekrosis
Menurut Lukito dan Prayugo (2007), penyakit ini merupakan infeksi sekunder
dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka dan erosi bahan kimia. Gejala
yang muncul yaitu terdapat beberapa nekrosis berwarna kecoklatan di antena,
uropod, pleopod, dan alat tubuh lainnya serta kosongnya usus lobster akibat
tidak nafsu makan. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik
dalam kolam pembenihan.
3. Cacing Cestoda
Beberapa jenis dari kelompok cacing Cestoda sebagai berikut.
 Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan
ikat di sepanjang saraf bagian ventral.
10

 Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan intertubuler


hepatopankreas (Lukito dan Prayugo, 2007).
4. Thelohania
Lukito dan Prayugo (2007) menyatakan bahwa penyakit ini juga dikenal
dengan istilah white tail (ekor memutih). Penyebab penyakit ini yaitu parasit
microsporidians. Jika lobster yang mengalami gejala thelohania harus cepat
dipindahkan ke kolam karantina.
5. Kutu
Kutu merupakan parasit ektoderm yang sering menempel di sela-sela kaki
jalan lobster air tawar. kutu ini berwarna hitam dan berukuran sangat kecil. Cara
pengobatan dilakukan dengan merendam lobster yang terserang kutu di dalam
air garam berdosis 20 ppt, PK 5 mg/L, dan formalin 0,025 ml/L selama 20-30
menit. Air garam hanya membunuh parasit, tetapi tidak termasuk telurnya. Untuk
membasmi telur kutu, perlu dilakukan penambahan Abate 1 sachet (Lukito dan
Prayugo, 2007).

3.6 Panen
Pemanenan benih dilakukan untuk mendapatkan benih yang bisa dijual kepada
pembudidaya lain. Benih yang bisa dipanen dan dijual adalah benih yang sudah
berumur 70 hari dengan panjang tubuh sekitar 5 cm, panen sebaiknya dilakukan
pada pagi atau malam hari, karena suhu masih rendah sehingga benih tidak lemas
karena kepanasan (Bachtiar, 2010).
Cara pemanenan sangat terkait dengan jenis saluran pembuangan dari
akuarium, bak, atau kolam yang digunakan. Berikut adalah teknik pemanenan
larva menurut Lukito dan Prayugo (2007).
Pemanenan di Bak Semen.
 Buka tutup saluran pembuangan agar airnya keluar
 Siapkan jaring dan pasangkan di pintu pembuangan air agar benih tidak
terikut bersama dengan air buangan.
 Hentikan pengurasan hingga ketinggian air mencapai 1-2 cm.
 Angkat semua tempat persembunyian. Serok benih atau alirkan ke outlet
kolam yang ujungnya telah diberi perangkap.
 Tampung benih yang telah tertangkap dalam ember atau wadah lainnya.
11

3.7 Pengemasan dan Transportasi


Menurut Patasik (2004), cara pengangkutan benih disesuaikan dengan lokasi
pembesaran. Jika lokasi sangat dekat atau bisa ditempuh hanya beberapa jam
saja maka pengangkutan benih dari lokasi pendederan ke lokasi pembesaran
dapat dilakukan tanpa menggunakan oksigen, tetapi cukup dengan
menggunakan ember terbuka yang diisi air setinggi 12-15 cm atau tanpa air.
Lobster dapat bertahan hidup tanpa oksigen selama 3-4 jam. Jika jarak lokasi
pembesaran jauh dari tempat pendederan, sebaiknya pengangkutan benih
dilakukan dengan menggunakan plastik berisi air dan oksigen.
Terdapat dua teknik pengangkutan benih lobster air tawar yang
dikemukakan oleh Bachtiar (2010). Berikut uraiannya.
1. Pengemasan dengan Wadah Plastik
Plastik yang digunakan dapat berukuran 40 x 50 cm. Untuk mencegah
kebocoran atau sobeknya plastik karena gigitan capit lobster, pilihlah plastik yang
agak tebal atau dirangkap dua. Dengan cara pengemasan ini, benih dapat
bertahan selama 24 jam. Proses pengemasannya sebagai berikut.
 Isi plastik dengan air sebanyak sepertiga dari kapasitas plastik.
 Masukkan benih dengan jumlah 50 ekor/plastik.
 Isi oksigen ke dalam plastik sehingga perbandingan air dan oksigen 1 : 3.
 Ikan ujung plastik menggunakan karet gelang atau tali plastik untuk
diangkut menuju lokasi pembesaran.
2. Pengemasan dengan Kotak Styrofoam
Kotak styrofoam yang digunakan berukuran 25 x 15 x 25 cm. Kemasan ini
bisa memuat benih ukuran 5 cm sebanyak 50 ekor dan benih dapat bertahan
selama 24 jam. Cara pengemasannya sebagai berikut.
 Lapisi dasar kemasan menggunakan kapas basah setebal ±1 cm.
 Letakkan lobster di atas kapas.
 Lapisi kembali dengan kapas basah, begitu seterusnya.
 Sebelum ditutup, kemasan diberi lubang sirkulasi udara.
12

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Dapat mengetahui klasifikasi lobster dari berbagai jurnal yang di
bacanya.
2. Pemeliharaan lobser cukup sederhana dan tidak membutuhkan teknologi
yang tinggi demikian juga alat-alat yang dibutuhkan untuk budidaya ikan
ini tersedia diseluruh Indonesia dan mampu dibuat oleh masyarakat.

4.2 Saran
1. Dengan adanya klasifikasi dapat meningkatkan pengetahuan nama ilmia
lobster tersebut dan dapat berbagi pengetahuan tentang klasifikasi ini
agar orang lain tidak hanya tau namanya saja melainkan juga mengetahui
nama ilmia dari lobster.
2. Untuk meningkatkan keterampilan budidaya, perlu diberikan bimbingan
yang terus menerus dari instansi terkait dalam rangka penerapan
teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi lobster.
13

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan Santika SS. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya:Usaha


Nasional.
Bachtiar, Y. 2010. Usaha Budidaya Lobster Air Tawar di Rumah. Agromedia
Pustaka : Jakarta.
Junaidi et al. 2010.Tingkah Laku Induk Betina Selama Proses Pengeraman Telur
dan Perkembangan Larva Lobster Pasir (Panulirus homarus). Program
Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Junaidi, M., Cokrowati, N., & Abidin, Z. (2011). Tingkah Laku Induk Betina
Selama Proses Pengeraman Telur Dan Perkembangan Larva Lobster
Pasir (Panulirus Homarus Linneaus, 1785). Jurnal Akuatika Indonesia,
2(1), 10.
Kadafi et al. 2005. Aspek Biologi dan Potensi Lestari Sumberdaya Lobster
(Panulirus spp.) di Perairan Pantai Kecamatan Ayah Kabupaten
Kebumen. Jurnal Perikanan. ISSN: 0853-6384. 8(1).
Kanna, Iskandar. 2006. Lobster (Penangkapan, Pembenihan, Pembesaran).
Kanisius. Yogyakarta.
Lukito A, dan Prayugo., S, 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. penebar
Swadaya, Jakarta.
Mahmudin, Y., Yusnaini, & Idris, M. (2016). Strategi Pemberian Pakan Buatan
Dan Pakan Segar Terhadap Pertumbuhan Lobster Mutiara (Panulirus
Ornatus) Fase Juvenil. Jurnal Media Akuatika, 1(1), 37–43.
Patasik, S. 2004. Pembenihan Lobster Air Tawar Lokal Papua. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Rachman, N. A. (2017). Komposisi Spesies Lobster Di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (Wppnri) 712 Bagian Wilayah
Jawa Timur.
Setyanto, A., Rachman, N. A., & Yulianto, E. S. (2018). Distribusi Dan Komposisi
Spesies Lobster Yang Tertangkap Di Perairan Laut Jawa Bagian Jawa
Timur , Indonesia Distribution And Composition Of Lobster Species
Caught In Java Sea Of East Java , Indonesia. Jurnal Perikanan
Universitas Gadjah Mada, 20(2), 1689–1699.
Https://Doi.Org/10.22146/Jfs/.36151.
14

Setyono, D. E. D. (2006). Budidaya Pembesaran Udang Karang (Panulirus Spp.).


Jurnal Oseanografi, 31(4), 39–48.
Sianturi, S., Masinambow, V. A. J., & Londa A. T. (2018). Dampak regulasi sektor
perikanan tangkap ikan terhadap pertumbuhan pdrb di Kota Bitung.
Jurnal Berkala Ilmiah, Vol, 18(1), 103-113. Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/view/19848.
Wwf. (2015). Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Perikanan Lobster Laut
Panduan Penangkapan Dan Penanganan. In Wwf-Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai