Anda di halaman 1dari 27

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS EPIFAUNA PADANG

LAMUN, DI KELURAHAN KASTELA KEC. TERNATE SELATAN, KOTA


TERNATE

PRAKTEK KERJA LAPANGA

SUSMITA FADLAN
05161911019

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023
LEMBARAN PERSETUJUAN

Nama : Susmita Fadlan


NPM : 05161911019
Program : Manajemen Sumberdaya Perairan
Studi
Fakultas : Perikanan dan Kelautan
Judul : Struktur Komunitas Makrozoobentos Epifauna Padang
Lamun, Di Kelurahan Kastela Kec. Ternate Selatan

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sri Endah Widiyanti, S.Pi., M.P.


NIP. 198002122005011002

Mengetahui,
Koordinator Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan

Adi Noman Susanto, S.Pi., M.Si


NIP. 198002122005011002

i
RINGKASAN

SUSMITA FADLAN. NPM: 05161911019. Keanekaragaman Makrozoobentos


Epifauna Padang Lamun Di Perairan Kastelah Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate
Dibimbing oleh Dr. Sri Endah Widiyanti dan

Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan, hidup sesil,


merayap, atau menggali lubang. Penelitian tentang keanekaragaman makrozoobentos di
Pantai Kastelah Kecamatan Pulau Ternate telah dilakukan pada bulan Desember 2022 .
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos yang
berada di perairan pantai Kastelah Kecamatan Pulau Ternate. Pengambilan sampel
dilakukan pada 1 stasiun dengan metode transek sabuk dengan panjang 50x5 m. Data
dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui nilai keanekaragaman (Shanon-Wiener),
keseragaman (Evennes), dan dominansi (Simpson). Dari hasil penelitian diperoleh 3
jenis makrozoobentos epifauna.

Kata Kunci: Makrozoobentos, Keanekaragaman, pantai Kastelah Kecamatan Pulau


Ternate .

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Seminar 1 ini dengan baik.
Adapun judul Laporan seminar 1 yaitu Pengaruh aktivitas pelabuhan perikanan
terhadap kualitas air laut. Sebagai dosen pendamping yaitu Ibu Dr. Sri Endah
Widiyanti, S.Pi, M.P. oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih karena atas segala bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing sehingga
Laporan Seminar 1 ini dapat terselesaikan.

Ternate, Juni 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PERSETUJUAN...................................................................... i
RINGKASAN ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan Praktek Kerja Lapangan.......................................................... 2
1.4. Manfaat Praktek Kerja Lapangan........................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Makrozoobentos................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Organisme Bentos.............................................................. 3
2.3.Epifauna Makrozoobentos.................................................................... 3
2.4 Keanekaragaman Makrozoobentos....................................................... 4
2.5. Parameter Lingkungan......................................................................... 4
3 METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN............................................. 5
3.1. Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapangan.................................... 5
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 5
3.3 Metode Pengambilan Data ................................................................ 6
3.4. Penentuan Stasiun Penelitian dan Penempatan Transek .................. 6
4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 7
4.1 Deskripsi Lokasi Praktek Kerja Lapangan................................................ 7
4.2.............................................................................Parameter Lingkungan .
................................................................................................................7
4.2.1. Salinitas........................................................................................ 7
4.2.2. Suhu ............................................................................................. 8
4.2.3 Kecerahan...................................................................................... 8
4.2.4 pH ................................................................................................. 9
4.2.5 Pengambilan data dan Sampel....................................................... 9
4.2.6 Analisis data.................................................................................. 9
4.2.7 Indeks keanekaragaman................................................................ 10
4.2.8. Makrozoobentos Yang Di Temukan di perairan Pantai kastela . . 10
5 KESIMPULAN ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks
1. Peta Lokasi Praktek Kerja lapang ...............................................

v
DAFTAR TABEL

Tabel Teks
1. Alat dan Bahan Praktek Kerja Lapangan …………………….
2. Metode Analisis Data ………………………………………..

vi
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makrozoobentos merupakan kelompok biota laut ditemukan pada
ekosistem padang lamun dan keberadaannya memiliki peran penting. Kelompok
organisme ini berada pada wilayah dasar perairan (Hemminga & Duarte,
2000).Kelompok ini membentuk komunitas didasar perairan baik pada sebagian
atau seluruh hidupnya. Mereka bergerak dengan merayap maupun menggali
lubang (Arfiati et al., 2019).
Makrozoobentos memiliki fungsi menjaga keseimbangan populasi dengan
peran sebagai konsumen dan sebagai dekomposer yang merombak sampah
organik menjadi unsur yang lebih sederhana untuk dimanfaatkan
organismeorganisme lainnya dalam siklus rantai makanan (Hemminga &
Duarte, 2000). Makrozoobentos dapat digunakan sebagai bioindikator pada
suatu perairan. memiliki peranan penting di perairan. Mereka juga menjadi
bioturbasi sedimen dan pemakan bahan organik. Suatu padang lamun dapat
dinilai kestabilan ekosistemnya dari keanekaragaman jenis makrozoobentos
(Arfiati et al., 2019). Padang lamun, sebagaimana mangrove dan terumbu
karang, juga menjadi tempat pemijahan berbagai biota laut. Selain itu, padang
lamun juga menjadi tempat pengasuhan, mencari makan dan berlindung biota-
biota laut (Arifin & Jompa, 2005; Kaswadji et al., 2012).
Keberadaan bahan organik dan kepadatan tutupan lamun berpengaruh
terhadap struktur komunitas makrozoobentos yang hidup pada padang lamun.
Tutupan lamun tinggi yang terjadi akibat kerapatannya yang tinggi berkorelasi
dengan kelimpahan makrozoobentos yang juga tinggi (Ira, 2011) Biota
makrozoobentos adalah hewan benthos yang memiliki ukuran sekitar >1 mm
dengan maksimal ukurannya sebesar 3-5 mm.
Ira (2011) menyatakan bahwa adanya makrozoobentos yang mendiami
wilayah ekosistem mangrove maka menunjukan adanya kehidupan yang
dinamik dan juga terjadi interaksi antar mangrove dan biota makrozoobentos itu
sendiri, terutama saling memanfaatkan dan saling membutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan berkembangbiak. Makrozoobenthos juga memiliki peranan

1
penting bagi kepentingan manusia misalnya sebagai makanan manusia, sebagai
mata rantai makan di laut dan sebagai indikator suatu perairan termasuk di
wilayah pesisir termasuk pada wilayah ekosistem mangrove. Makrozoobentos
adalah hewan invertebrata yang hidup di dasar perairan. Makrozoobentos sering
dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia, dan biologi
perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup
organisme makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan biota air yang
mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemaran kimia
maupun fisik. Hal ini disebabkan karena makrozoobentos pada umumnya tidak
dapat bergerak sehingga jika ada bahan pencemar akan terakumulasi di dalam
tubuhnya (Odum, 1994) dalam (Sihombing, 2015
Perairan Kastela merupakan salah satu perairan yang terdapat di Kota
Ternate. Perairan ini memiliki lokasi dan peranan yang strategis dan ekonomis
dalam mendukung perekonomian di Kota Ternate. Perairan Kastela menjadi
salah satu kawasan yang dapat digunakan untuk pengembangan pariwisata
bahari dan budidaya laut (marine culture) di Maluku Utara. Oleh sebab itu,
dalam upaya mendukung lokasi ini sebagai kawasan yang potensial untuk
pengembangan budidaya laut berbagai jenis biota perairan, maka pada Perairan
Kastela perlu dilakukan suatu penelitian yang komprehensif dalam upaya
penyediaan data base tentang kondisi perairan ini.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana keanekaragaman makrozoobentos yang berada di perairan pantai
kastela?
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos yang
berada di perairan pantai kastela.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan pada penelitian yang telah dilakukan ini
yaitu:
1. Sebagai informasi pada masyarakat tentang keanekaragaman makrozoobentos
yang terdapat di pantai Akkarena dan Tanjung Bayang.

2
2. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makrozoobentos

Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada lumpur, pasir, batu,


kerikil, maupun sampah organik baik di dasar perairan laut, danau, kolam,
ataupun sungai yang merupakan hewan melata, menetap, menempel, merendam
dan meliang di dasar perairan tersebut. Makrozoobentos adalah organisme yang
tersaring oleh saringan berukuran 1,0 mm x 1,0 mm, berdasarkan letaknya
dibedakan menjadi dua macam, yaitu makrozoobenthos infauna yang hidup
dengan membenamkan diri dibawah lumpur atau sedimen dan makrozoobentos
epifauna yang hidup di permukaan substrat (Putro, 2014).

Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok biota air yang terpenting dalam
ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya dalam jaring makanan, dan
berfungsi sebagai degradator bahan organik (Pratiwi et al., 2004 dalam Yuniar et al.,
2012).

2.2 Klasifikasi Organisme Bentos


Klasifikasi Organisme bentos seperti filum annelita kelas polychaeta, filum
arthropoda kelas crustecea, filum mollusca (Amphineura, Gastropoda,
Scaphopoda, Chepalopoda, Pelecypoda/Bivalvia) dan filum echinodermata
(Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, Crinoidea dan Holothurioidea klasifikasi
untuk hewan tidak diurutkan dari yang paling tinggi ke yang paling rendah yaitu
Kingdom, Fillum, Kelas, Ordo, Family, Genus, Spesies (Jumar, 1995 dalam
Marni, 2011;)

2.3 Epifauna Makrozoobentos

3
Epifauna adalah organisme akuatik yang hidup diatas sedimen dan
banyak menempel pada akar atau daun (Arifah et al., 2017). Epifauna yang
hidup daerah lamun dapat memanfaatkan lamun sebagai habitat dan juga
memanfaatkan nutrient dari serasah lamun sebagai makanannya, epifaunapun
memiliki hubungan atau dapat berasosiasi dengan lamun sebagai tempat
berlindung, mencari makan, dan bertumbuh kembang (Prakoso et al., 2015).
Epifauna merupakan organisme bentos yang mendukung kayanya suatu sedimen
akan bahan organik, karena bahan organik merupakan sumber makanan bagi
biota laut yang hidup pada substrat dasar sehingga ketergantungannya terhadap
bahan organik sangat besar (Ristianti et al., 2014)
2.4 Keanekaragaman Makrozoobentos
Komunitas merupakan salah satu jenjang organisme biologik langsung di
bawah ekosistem, namun satu jenjang di atas populasi. Populasi itu menujukkan
bahwa kaidah-kaidah tingkat populasi pasti mempengaruhi konsep-konsep
komunitas, pada gilirannya kaidah-kaidah komunitas harus turut menjadi
pertimbangan dalam konsep-konsep ekosistem. Struktur komunitas merupakan
sekumpulan populasi dari spesies-spesies yang berlainan dan bersama-sama
menghuni suatu tempat (Nur, 2013). Struktrur komunitas memilki lima topologi
atau karakteristik, yaitu keanekaragaman, dominasi, bentuk dan struktur
pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur trofik. Konsep komunitas sangat
relevan diterapkan dalam menganalisis lingkungan perairan karena komposisi
dan karakter dari suatu komunitas merupakan indikator yang cukup baik untuk
menunjukkan keadaan di mana komunitas berad.
Keanekargaman (diversity) merupkan ukuran integrasi komunitas biologik
dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi yang
membentuknya dengan kelimpahan relatifnya. Kata “Keanekaragaman”
menggambarkan keadaan bermacam macam suatu benda, yang dapat terjadi
akibat adanya perbedaan dalam hal ukuran, bentuk, tekstur ataupun jumlah.
Keanekragaman dari makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya persamaan ciri
antara makhluk hidup. Keanekaragaman adalah gabungan antara jumlah jenis
dan jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas (sNur, 2013).

4
2.5 Parameter Lingkungan
2.5.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada
umumnya peningkatan suhu air sampel skala tertentu akan mempercepat
perkembangbiakan organisme perairan (Hamuna et al., 2018). Peningkatan suhu
yang ekstrim dapat mempengaruhi organisme makrozoobentos. Suhu juga
berpengaruh tidak langsung terhadap organisme laut dimana organisme laut bisa
mati karena kehabisan air.

2.5.2. Salinitas
Perubahan salinitas akan mempengaruhi keseimbangan di dalam tubuh
organisme melalui perubahan jenis air dan perubahan tekanan osmosis. Semakin
tinggi salinitas maka tekanan osmosis sehingga organisme harus memiliki
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas tertentu
mealalui mekanisme osmoregulasi (Hamuna et al., 2018). Salinitas perairan
Indonesia berkisar antara 32-34% penurunan salinitas dapat disebabkan akibat
adanya aliran air tawar yang berasal dari hujan deras dan kenaikan salinitas
disebabkan karena adanya penguapan yang sangat tinggi pada siang hari
sehingga salinitas sangat berpengaruh terhadap perkembangan makrozoobentos
sejak larva sampai dewasa
2.5.3. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menunjukan derajat keasaman atau kebasahan suatu perairan.
Pada umunya kematian organisme lebih banyak disebabkan oleh pH yang lebih
rendah dari pada pH yang lebih tinggi. Ratih et al., (2015) menyatakan bahwa
kisaran pH 5,0-9,0 kemungkinanan sedikit sekali pengaruhnya terhadap hewan
bentos. Dalam kisaran ini organisme yang berlainan mempunyai kisaran yang
berbeda dalam kisaran tersebut Gastropoda terdapat pada perairan dengan pH
lebih besar dari 7,0 serta bivalvia memiliki kisaran pH 5,6-8,3.

5
3 METODE KERJA LAPANGAN

3.1. Waktu Dan Tempat Praktek Kerja lapangan


Lokasi praktek kerja lapanagan ini dilakukan di Kelurahan
Kastelah,Kecamatan Ternate selatan pada hari mingu, 11 Desember 2022
dimulai pukul 09:00 pagi sampai 13:30 siang. Lokasi secara geografis
ditampilkan pada gambar 1.

3.2. Alat Dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang merupakan
bagian penting yang diperlukan untuk membantu dalam proses pengambilan
data dan penunjang kekuratan data pada saat melakukan kegiatan praktek.
Adapun alat dan bahan yang digunakan disajiksn pada tabel Tabel 1
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan selama PKL
N Alat dan Bahan Keterangan
O
1 Camera Untuk dokumentasi jenis sampel yang
ditemukan
2 Meteran Rol Untuk mengukur jarak lokasi

6
3 GPS Untuuk menentukan titik koordinat
4 Refraktormeter Untuk mengukur salinitas
5 DO meter Untuk mengukur kadar oksigen yang ada
pada suatu perairan
6 Kertas lakmus (pH) Untuk melihat tingkat keasaman pada
perairan
7 Pipet Untuk mengambil air
8 Kantong plastik Untuk menaruh sempel

3.3. Metode Pengumpulan Data


3.3.1. Metode Penilitian
Metode yang digunakan adalah metode jelajah (Cruise methode) dimana penilitian
dilakukan dengan menentukan 1 titik penilitian. 1 titik terdapat 3 transit dengan panjang
setiap transit terdapat 50 meter, dimana pengambilan semel makrozobentoos yang
akang di identifika.
3.4. Penentuan Stasiun Penelitian dan Penempatan Transek
Metode yang digunakan pada pengambilan sampel adalah metode Belt
trasect (sabuk), yang dibuat tegak lurus dari bibir pantai ke arah laut. Ukuran
dari transect ini yaitu panjang 50 m dan lebar 5 m, menggunakan meteran
gulung. Penentuan penempatan transect disesuaikan dengan 1 stasiun.

7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Praktek Kerja Lapangan

4.2. Parametr Lingkungan


Hasil pengukuran parameter lingkunga pada daerah padang lamun perairan pantai
kastela kota ternate kec. ternate selatan dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2. Parameter lingkungan perairan kastela


T1 T2 T3
16-12-2022 17-12-2022 18-12-2022
Parameter
10:20 12:3 14:15 9:4 12:10 15:15 10:0 11:35 14:00
5 0 0
Suhu (C’) 30 25 29 27 25 28 28 30 29
28 25 25 21 26 20
Sanilitas ( 29 28 28
%)
Ph 7 7 7 7 7 7 7 7 7
substrat Pasir berlumpur Lumpur berpasir Pasir/pecahan karang

8
4.3. Sanilitas
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas yang dilakukan di Perairan pantai
kastela didapatkan nilai salinitas pada T1 pada pukul 10:20 WIT diperoleh nilai
29‰ ,pada pukul 12:35 dengan nilai 28‰, pada pukul 14:15 dengan nilai 25‰,
pada T2 pukul 09:40 dengan nilai 28‰, pada pukul 12:10 dengan nilai 25‰,
pada pukul 15:15 dengan nilai 21‰, Pada T3 pukul 10:00 dengan nilai 28‰,
pada pukul 12:35 dngan nilai 26‰,pada pukul 14:00 dengan nilai 20‰. Hal ini
diperkuat oleh pernyataan Gross (1972) dalam Wijayanti (2007) bahwa hewan
“benthos umumnya dapat mentoleransi salinitas berkisar antara 25 – 40o /oo ” .
Sedangkan perubahan salinitas pada zona litoral adalah karena adanya gerakan
pasang surut yang dapat mengakibatkan turunnya salinitas sampai batas toleransi
sehingga dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang terdapat pada zona
litoral tersebut. Hal tersebut berdasarkan teori menurut Nybaken (1988) dalam
Sahab (2016, hnilai 25‰, pada pukul 13:30 dengan nilai 30‰, pada pukul 15:45
dengan nilai 33‰, dan untuk T5 pada pukul 10:22 dengan nilai 28‰, pada
pukul 13:45 dengan nilai 30‰
4.4. Suhu
Suhu pada perairan Pantai Kastela untuk T1 pada pukul 10:20 dengan nilai
29˚C, pada pukul 12:35 dengan nilai 25˚C, pada pukul 14:15 dengan nilai 29 ˚C, pada
T2 pukul 09:40 dengan nilai 27˚C, pada pukul 12:10 dengan nilai 25˚C, pada pukul
15:15 dengan nilai 28˚C, pada T3 pukul 10:00 dengan nilai 28˚C, pada pukul 11:35
dengan nilai 30˚C, pada pukul 14:00 dengan nilai 29˚C,. Dapat dikatakan bahwa suhu
diperairan kastelah masih berada pada ambang batas normal berdasarkan nilai baku
mutu kualitas air yang kisaran nilainya adalah 28 0C-320C perbedaan suhu bisa dipicu
oleh beberapa alasan yaitu karena perbedaan waktu pengambilan sampel juga
mempengaruhi suhu perairan. Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian
(Kusumaningtyas et al., 2014) menjelaskan bahwa perubahan suhu dapat berpengaruh
terhadap fisik, kimia di perairan tersebut
4.5. Kecerahan
Nilai tingkat kecerahan yang didapat dari ketiga transit , memiliki nilai yang sama
yaitu sedalam 9m. kecerahan sendiri merupakan tingkat transpransi air laut di perairan

9
yang dapat dilihat secara kasat mata dan dapat diukur menggunakan sechi disk.
Peraiaran yang mempunyai nilai kecerahan yang rendah pada saat cuaca normal dapat
memberikan suatu indekasi banyaknya partikel-partikel tersuspensi di dalam perairan
tersebut.

Tingkat kecerahan perairan pantai kastelah masih tergolong sangat baik,


namun bisa saja berkurang apabila limbah industri dan rumah tangga tercemar
ke dalam perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Widiadmoko (2013),
bahwa banyaknya masukan sedimen dan partikel yang terlarut dapat
menyebabkan air laut menjadi lebih keruh dan biasanya.

4.6. pH
Menurut Odum (1993) dalam Rukminasi (2014) menjelaskan bahwa air laut
memiliki kemampuan menyangga perubahan pH yang sangat besar, perubahan pH
sedikit saja dari pH alami dapat menganggu sistem penyangga dimana menimbulkan
perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2

Berdasarkan pengukuran pada setiap titik memiliki nilai yang sama yaitu 7
sebagaiamana di jelaskan berdasarkan Uraian tersebut dilandasi oleh teori
menurut Effendi (2010 dalam Taqwa, 2010) bahwa sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5
sedangkan menurut Kordi (1997) dalam Chairunnisa (2004) Kisaran pH yang
normal bagi biota laut termasuk makrozoobenthos adalah 5 – 9. Tingkatan pH
dibawah 4,8 dan diatas 9,2 dikatakan sudah termasuk daerah yang tercemar.
Maka dari itu pH mempengaruhi keberadaan suatu organisme dalam lingkungan,
apabila lingkungan tersebut terjadi perubahan pH yang cenderung ke asam atau
basa yang ekstrem akan membahayakan kehidupan biota laut yang akan
berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan organisme pada
lingkungan tersebut.
4.7. Pengambilan data dan Sampel

10
Pengambilan sampel makrozoobentos dengan cara berenang di permukaan
(snorkeling) pada transect dengan tiga kali pengulangan. Selanjutnya sampel
makrozoobentos diseleksi dan dipisahkan menurut jenis dan marganya kemudian
di masukkan ke dalam kantong sampel lalu diberi label. Untuk keperluan
identifikasi, sebelum dimasukkan ke kantong sampel, makrozoobentos difoto
terlebih dahulu.
4.8. Analisis Data
Untuk mendapatkan data yang diharapkan dapat mewakili daerah penelitian
maka pengambilan sampel dilakukan secara terpilih (purposive sampling) yaitu
berdasarkan adanya tujuan-tujuan tertentu. Sampel diambil dari satu stasiun
pengamatan yang telah ditentukan.

4.9. Indeks keanekaragaman


Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan
kelimpahan spesies dalam komunitas. Keanekaragaman dihitung dengan rumus
Shannon-Wiener (Odum,1993
¿ ¿
H
1
= -∑ ( N ) In ( N )
Dimana: H 1 = Indeks Keanekaragaman Jenis
ni = Jumlah Individu Jenis
N = Jumlah Total Individ
5.1. Deskripsi Jenis Makrozoobentos di perairan Pantai kastela
Makrozoobentos yang ditemukan berdasarkan hasil praktek kerja lapang
di perairan pantai kastela kecamatan ternate selatan
1. Tedong-tedong (Lambis-lambis)

Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Phylum : Molluska
Kelas : Gastropoda

11
Ordo : Littorinimorpha
Famili : Strombidae
Genus : Lambis
Species : Lambis lambis

(A) (B)
Gambar 3. a) Lambis lambis; b) Studi literatur
(Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Lambis_crocata, 2013)

Tedong-tedong yang terdapat pada pantai kastela adalah keong laut, jenis
lambis (bahasa latin) yang hidup diperairan berkarang yang banyak ditumbuhi
ganggang, Siput lambis-lambis merupakan salah satu spesies siput yang sangat
di gemari masyarakat dan selalau diambil dalam semua ukuran yang ditemui.

Menurut (Mazo et al., 2013), lambis-lambis yang belum dewasa, memiliki


cangkang yang tipis, lipatan cangkang belum terbentuk, dan organ kelamin yang belum
berkembang. Cangkangnya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya
untuk bahan kerajinan dan bahan pembuatan kapur sirih.

12
2. Bintang Laut (Protoreaster nodosus)

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Family : Oreasteridae
Genus : Protoreaster
Spesies : Protoreaster nodosus

(a) (b)

Gambar 4. a) Protoreaster nodosus; b) Studi literatur


(Sumber: https://doi.org/10.1177/1362168815572747,2010)

Protoreaster Nodosus Bintang laut ini berdasarkan hasil identifikasi bintang


laut berukuran besar dan tubuhnya tebal dan keras, pada bagian dorsal terdapat tonjolan-
tonjolan berwarna hitam yang sangat runcing, menuju ke lengan berwarna orange.

Bintang laut sebagai anggota kelompok Echinodermata, merupakan salah satu biota
yang berasosiasi kuat dengan padang lamun dan berperan dalam siklus rantai makanan
di ekosistem tersebut (Supono dan Arbi, 2010).

3. Conus sp

13
Klasifikasi:
Kingdom : Animala
Phylum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Neogastropoda
Famili : Conidae
Genus : Conus
Spesies : Conus sp

(a) (b)

Gambar 9. a) Conus ; b) Studi literatur


(Sumber: https://www.google.com/search?q=conus, 2023)

Conus sp memiliki Cangkang tebal dan kuat biasanya bergelung dan mempunyai
canal yang pendek dan hidup di substrat berlumpur pada ekosistem lamun ada yang
menempel pada daun lamun. Dan telescopium, hidup secara berkelompok dan
bentuknya cangkak kerucut panjang kurang lebih 10m.Warna tubuh hampir semua
warna kekuningan.
Conus umumnya memiliki cangkang yang ditutupi oleh lapisan berupa
jaringan tipis disebut periostracum. Pada beberapa spesies, lapisan ini berwarna
kuning terang atau transparan sehingga memungkinkan pola cangkang dapat
terlihat jelas. Spesies lain seperti Conus virgo, C. terebra, C. princeps memiliki
periostracum yang tebal, tak tembus cahaya dan berumbai. Hal inilah yang

14
menjadikan Conus memiliki berbagai macam pola cangkang dan warna yang
menarik (WALLS, 1979).

Berdasrkan hasil pengamatan Makrozoobentos pada tiga stasiun yang


ada di perairan pantai kastela dapaat dilihat dalam tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Makrozoobentos yang ditemukan di perairan Pantai kastela

N Titik Sampel
Nama spesies Jumblah
O T1 T2 T3
1 Tedong-tedong (Lambis-lambis) 3 2 4 9
2 Bintang Laut (Protoreaster nodosus) 1 2 2 5
3 Conus sp 2 3 3 8

15
5 KESIMPULAN dan SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1 stasiun di Pantai


Kastela, terdapat 3 jenis makrozoobentos epifauna, jumlah keseluruhan individu
adalah 22.

5.2. Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui keanekaragaman


makrozoobentos secara umum pada perairan Pantai kastela dengan metode
penelitian yang berbeda untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan dengan
penelitian sebelumnya sebagai indikator pencemaran kualitas

16
LAMPIRAN

Penggukuran kualitas air laut

Pengambilan sampel

17
Pengukuran panjang sampel

18
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, dan Jompa, J. 2012. Studi Kondisi dan Potensi Ekosistem Padang Lamun
Sebagai Daerah Asuhan Biota Laut. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan Dan
Perikanan Indonesia. 12(2):73–79.
Ashari, l. 2014. Struktur Dan Sebaran Komunitas Bintang Luat (Asteroidea) Di
Perairan Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura. Jurnal Penelitian.
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor 8(1):65–72
Ira. 2011. Keterkaitan Padang Lamun Sebagai Pemerangkap dan Penghasil Bahan
Organik dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Pulau
Barrang Lompo. (Skripsi). Program Studi Ilmu Kelautan Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor 102 hal.
Hutabarat & Evans 1985 dalam Taqwa 2010. Pemantauan Kualitas Air Secara Fisikadan
Kimia di Perairan Teluk Hurun. Bandar Lampung: Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung 67 hal.
https://www.google.com/search?
q=gambar+species+hippopus+hippopus&tbm=isch&hl=id&chips=q:gam
bar+species+hippopus+hippopus,online_chips:hippopus+clam:Ke6XsqH
oFxs%3D&client=firefox-b-
d&sa=X&ved=2ahUKEwiejMPcx5L9AhVET3wKHXoVD9AQ4lYoBH
oECAEQKg&biw=1349&bih=626#imgrc=h6fGEYm70MMZzM&imgdi
i=EFh1zz5by7SReM. Di akses pada tanggal 13 Februari, 2023.
https://www.google.com/search?
q=gambar+species+hippopus+hippopus&tbm=isch&hl=id&chips=q:gam
bar+species+hippopus+hippopus,online_chips:hippopus+clam:Ke6XsqH
oFxs%3D&client=firefox-b-
d&sa=X&ved=2ahUKEwiejMPcx5L9AhVET3wKHXoVD9AQ4lYoBH
oECAEQ. Di akses pada tanggal 13 Februari, 2023.
https://www.google.com/search?
q=species+Nerita+polita&tbm=isch&ved=2ahUKEwjKyLzP4JL9AhXU
KbcAHT4ZB1wQ2-
cCegQIABAA&oq=species+Nerita+polita&gs_lcp=CgNpbWcQDFAA
WABgAGgAcAB4AIABAIgBAJIBAJgBAKoBC2d3cy13aXotaW1n&s
client=img&ei=ZE_qY8qGHtTT3LUPvrKc4AU&bih=643&biw=1366&
client=firefox-b-d&hl=id#imgrc=JuI185BUMPaysM. Di akses pada
tanggal 13 Februari, 2023.

19
Marni, 2011; Jumar, 1995. Identifikasi Jenis-jenis Hama dan Penyakit Pada Tanaman
Kelapa Sawit Di Desa Ie Mirah Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh
Barat Daya : FKIP Biologi Universitas Serambi Mekkah. 5(2):72-80
Nur, Fatmawati. Ekologi Umum. Makassar. AlauddinnUniversity Press, 2013.
Odum, 1994 dalam Sihombing, 2015. Identifikasi Gastropoda Di Sub Das Anak ungai
Gandong Desa Kerik Takeran. Florea. IKIP PGRI Madiun. 2(2): 52-57

Odum 1993 Rukminasi 2014. Kualitas Air Laut Ditinjau Dari Aspek Zat Hara, Oksigen
Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengggara. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis 4(2), 290-303
Putro, 2014. Metode Sampling Penelitian Makrobenthos dan Aplikasinya. Yogyakarta.
Graha Ilmu 54 hal
Yuniar, Andri S., Hadi Endrawati, Muhammad Zainuri. 2012. Struktur Komunitas
Makrozoobentos di Perairan Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten
Demak. Journal Of Marine Research. 1(2):235-242 hal.
Zulkifli, H. dan Setiawan D. 2011. Struktur dan fungsi komunitas makrozoobentos di
perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen
Biomonitoring. Jurnal Nature Indonesia. 14(1):95-129.

20

Anda mungkin juga menyukai