DISUSUN OLEH
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Botani Laut
dengan judul “Jenis dan Habitat Tumbuhan Laut di Pantai Sako dan Cavery,
Kecamatan Bungus Kota Padang Sumatera Barat” sebagai salah satu komponen
penilaian dalam mata kuliah yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tim Dosen Pengajar mata kuliah Botani Laut yang telah memberikan
petunjuk dalam kegiatan praktikum.
2. Seluruh Asisiten Praktikum Botani Laut yang telah memberikan arahan dan
petunjuk selama berlangsungnya kegiatan praktikum.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga laporan ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, 10 Desember
2022
ii
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................
DAFTAR TABEL.................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................
1.2 Tujuan...........................................................................................................................
1.3 Manfaat.........................................................................................................................
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................................
2.2 Alat dan Bahan.............................................................................................................
2.3 Metode Praktikum........................................................................................................
2.4 Prosedur Praktikum......................................................................................................
2.4.1 Prosedur Praktikum Jenis dan Habitat Tumbuhan Laut.......................................
2.4.2 Prosedur Perhitungan Kerapatan Vegetasi Mangrove........................................
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kondisi Umum...........................................................................................................
3.2 Hasil dan Pembahasan................................................................................................
3.2.1 Parameter Kualitas Air.......................................................................................
3.2.2 Jenis dan Habitat Tumbuhan Laut......................................................................
3.2.3 Alasan Hanya Satu Jenis Alga yang Ditemukan di Daerah Tersebut.................
3.2.4 Struktur Komunitas Mangrove...........................................................................
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2. PKA...............................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
vi
I. PENDAHULUAN
7
1.2 Tujuan
1. Melihat bagaimana bentuk sampah laut
2. Mendeskripsikan ciri – ciri dari sampah laut, mikroplastik
3. Mengetahui seberapa bahan organik total yang terdapat pada perairan
I.3 Manfaat
1. Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai sampah laut, mikro
plastik dan bahan organik total
2. Melatih kemampuan penulis dibidang kepenulisan.
3. Melatih kemampuan analisa penulis terhadap rumusan masalah yang
diteliti.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
9
kimia yang berada dilingkungan menjadikan mikroplastik sebagai cemaran yang
ada dalam bahan pangan. Secara tidak langsung, mikroplastik dapat
meningkatkan adanya akumulasi serta perpindahan beberapa senyawa polutan,
diantaranya phthalates, bisphenol A (BPA), polycyclic aromatic
hydrocarbons(PAH), polychlorinated biphenyls (PCB), nonyphenol, dan
dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT). Senyawa polutan tersebut dapat masuk
kedalam tubuh manusia melalui rantai makanan. Hal tersebut dapat terjadi apabila
konsumen secara langsung maupun tidak langsung mengkonsumsi seafood yang
sudah tercemar mikroplastik (Rochman, et al., 2015).
Djaguna et al., (2019) menjelaskan beberapa jenis plastik yaitu
polyethylene (PE), polypropylene (PP) dan polystyrene(PS) yang dapat ditemukan
pada biota laut, air, maupun sedimen.Polyvinyl Chloride (PVC) merupakan salah
satu jenis plastik dengan karakteristik yang lebih stabil dan memiliki tingkat
ketahanan yang lebih tinggi terhadap bahan kimia, cuaca, sifat elektrik serta
adanya aliran. Plastik jenis ini merupakan jenis yang paling sulit untuk diolah
lebih lanjut, pada umumnya dapat ditemukan pada pipa atau alat kontruksi
bangunan. Polypropylene (PP) merupakan plastik jenis dengan sifat yang tahan
terhadap beberapa bahan kimia terkecuali klorin serta bahan bakar dan xylene.
Polystyrene(PS) memiliki sifat kestabilan yang baik dan biasanya digunakan
sebagai wadah makanan yang hanya digunakan sekali pakai. Dalam hal ini,
mikroplastik merupakan sampah yang secara tidak langsung dapat bersifat lebih
berbahaya dibandingkan dengan sampah plastik yang berukuran lebih besar. Hal
tersebut disebabkan karena secara tidak langsung dapat dicerna oleh biota laut dan
dapat terakumulasi didalam tubuh biota laut tersebut. Ukuran yang sangat kecil
menyebabkan mikroplastik memiliki penampakan yang menyerupai makanan bagi
biota laut (Lippiatt et al., 2013). Potensi masuknya mikroplastik ke dalam
biota laut atau ikan serta adanya pengaruh dan interaksi secara biologi dijabarkan
oleh Iayrini et al., (2018). Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa mikroplastik
dapat terbentuk karena adanya pengaruh dari paparan sinar matahari, adanya arus,
serta adanya pengaruh dari mikroba yang dapat menyebabkan degradasi.
Mikroplastik dengan densitas yang tinggi akan mengendap kebawah dan akan
terakumulasi dalam sedimen laut, sedangkan mikroplastik dengan densitas yang
10
kurang dari densitas air laut akan melayang. Ukuran yang sangat kecil dan
melayang dalam perairan menjadikan biota laut secara tidak langsung menelan
mikroplastik tersebut. Mulai dari zooplankton hingga biota seperti ikan akan
tercemar dengan adanya limbah plastik.
Limbah plastik yang terkumpul di laut secara alami dapat terurai menjadi
beberapa bagian yang lebih kecil karena ada faktor dari aktivitas sinar UV serta
adanya abrasi yang dihasilkan dari suatu aksi gelombang sehingga dengan adanya
faktor tersebut sampah plastik yang bermuara di laut dengan ukuran yang besar
akan terdegradasi dan berukuran kurang dari 5 mikrometer (mikroplastik)
(Manusia, et Al 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh Rochman et al.,
(2015), ditemukan beberapa jenis mikroplastik yang terdapat pada biota laut. Jenis
mikroplastik tersebut diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran
tertentu dan ditemukan pada beberapa jenis spesies ikan serta seafood seperti
fragments sebanyak 60%, foam 37%, film 2%, dan jenis monofilament sebanyak
1%.
Dampak dari sampah plastik yang berada di laut secara kimia akan terus
meningkat dengan semakin kecilnya ukuran partikel plastik (mikroplastik). Selain
dampak secara kimia, sampah laut juga dapat memberikan dampak secara fisik
seiring tingginya ukuran makrodebris yang ada (UNEP, 2018). Salah satu sifat
pada mikroplastik yaitu dapat menyerap racun yang dihasilkan dari bahan-bahan
kimia yang ada pada air laut serta lingkungan sekitarnya. Dengan sifat yang
demikian, bahan-bahan kimia secara tidak langsung dapat ditransfer ke dalam
rantai makanan (Pawar et al., 2016). Syakti et al (2017) menjabarkan dampak
yang dapat ditimbulkan dari adanya mikroplastik yaitu adanya pencemaran
terhadap fauna laut, mulai dari zooplankton sampai dengan cetacea, burung laut,
dan reptil laut
11
III. METODE PRAKTIKUM
12
III.3 Metode Praktikum
Praktikum dilakukan di PPS Bungus dan Pantai Cavery dengan
menganalisis parameter kualitas air secara insitu dan sampel sedimen untuk
analisis mikroplastik diambil dari tiga lokasi yang selanjutnya akan dibawa ke
laboratorium untuk analisis lebih lanjut.
III.4 Prosedur Praktikum
3.4.1 Prosedur Praktikum Pencemaran oleh Limbah Padat
Adapun prosedur praktikum yang di lakukan adalah sebagai berikut :
1) Pelaksanaan survey ini dilakukan pada saat surut terendah
2) Transek ditentukan dengan merentangkan tali sepanjang 100 meter sejajar
dengan garis pantai pada masing-masing kawasan
3) Sampling dilakukan dengan menentukan tiga kuadrat 10 x 10 meter dengan
jarak yang sama diantara kedua ujung tali tersebut pada batas pasang
tertinggi dan surut terendah
4) Limbah padat yang ditemukan dalam kuadrat tersebut diamati, dicatat
jenisnya dan ditimbang berdasarkan jenisnya
5) Masing-masing jenis limbah padat yang dijumpai ditentukan berapa
persentasenya
3.4.2 Prosedur Analisis Kandungan Bahan Organik Total pada Sedimen
Adapun prosedur praktikum yang di lakukan adalah sebagai berikut :
1) Pengambilan sampel sedimen dilaksanakan dengan menggunakan grab dan
sekop plastik pada saat air surut
2) Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah
diberi tanda dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke
laboratorium
3) Setelah di laboratorium, buatlah cawan. Kemudian cawan penguap kosong
dimasukan kedalam oven dengan suhu 105°C selama 15-20 menit, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang.
4) Sampel sedimen yang telah diaduk rata dimasukkan kedalam cawan sebanyak
50g.
13
5) Selanjutnya dimasukkan kedalam oven pada suhu 105°C sampai sedimen
benar-benar kering, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30-60
menit dan kemudian ditimbang.
6) Sampel dalam cawan dibakar dengan furnes pada suhu 550°C selama 15-30
menit, kemudian didinginkan dengan desikator selama 30-60 menit dan
ditimbang dengan timbangan analitik. Lalu masukkan ke rumus Bahan
Organik Total.
3.4.3 Prosedur Analisis Kandungan Mikroplastik pada Sedimen
Adapun prosedur praktikum yang di lakukan adalah sebagai berikut :
1) Pengambilan sampel sedimen dilaksanakan dengan menggunakan grab dan
sekop plastik pada saat air surut
2) Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah
diberi tanda dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke
laboratorium
3) Setelah di laboratorium, kemudian lakukan pemisahan partikel mikroplastik
(0.045-5 mm) dari sedimen dengan beberapa tahap yaitu (a) pengeringan, (b)
pengurangan volume, (c) pemisahan densitas, (d) pemilahan secara visual
4) Sampel pasir dari setiap stasiun pengamatan kemudian ditimbang sebanyak
masing-masing 100 gram
5) Selanjutnya sampel pasir dikeringkan dalam oven pada suhu 80ºC sampai
kadar airnya hilang (berat pasir tetap).
6) Penimbangan dilakukan setiap 24 jam
7) Pasir kering selanjutnya ditimbang sebanyak 50 gram, disuspensikan dengan
NaCl pekat sampai 150 ml, diaduk dan didiamkan hingga pasir mengendap
dan suspensi berwarna jernih
8) Sebanyak 1 ml di lapisan atas suspense diteteskan ke dalam ruang hitung
Sedgewick Rafter Counting Cell. Partikel mikroplastik dipilah secara visual
menggunakan mikroskop Olympus CX 21 dan dikelompokkan ke dalam
empat jenis, yaitu film, fiber, fragmen, dan pelet.
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati
secara visual menggunakan sechi disk. Dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi
proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, dan yang
paling keruh. Perairan yang memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca
yang normal dapat memberikan suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel-
partikel yang rersuspensi dalam perairan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, secara umum tingkat kecerahan perairan
pantai Sako tergolong kurang baik, dengan tingkat kecerahan berkisar antara 1,55
m – 2,65 m. Setengah dari keseluruhan stasiun masih berada diatas baku mutu air
laut, sedangkan setengahnya lagi berada dibawah baku mutu air laut untuk biota
laut. Rendahnya kecerahan pada stasiun-stasiun tersebut disebabkan banyaknya
partikel yang tersuspensi, bahan organic dan anorganik yang disebabkan oleh
aktivitas antropogenik. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke
dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Oleh karena itu, tingkat
kecerahan dan kekeruhan air laut sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota
lauy. Tingkat kecerahan air laut sangat menentukan tingkat fotosintesis biota yang
ada di perairan laut.
16
Gambar 1. Sargassum Gambar 2. Sargassum
Gambar 3. Sargassum
sp sp
sp
Dipotret langsung dengan (Jurnal Trunojoyo,
Digambar dengan
menggunakan 2021)
menggunakan pensil
Handphone
dan peralatan gambar
lainnya
Habitat :
Tumbuh pada perairan dengan kedalaman 0,5-10 m dengan arus dan
ombak yang besar. Pertumbuhan alga ini sebagai makro alga bentik yang melekat
pada substrat dasar perairan.
Deskripsi :
Sargassum sp. memiliki bentuk thallus gepeng, banyak percabangan yang
menyerupai pepohonan di darat, bangun daun melebar, lonjong seperti pedang,
memiliki gelembung udara yang umumnya soliter, batang utama bulat agak kasar,
dan holdfast (bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram.
Lutfiawan et al., (2015) menjelaskan bahwa Sargassum sp. merupakan
rumput laut coklat dari family Sargassaceae dalam kelas Phaeophyceae. Jenis
Sargassum yang dijumpai di daerah perairan tropis, substropis dan daerah
bermusim dingin kurang lebih 150 jenis (Nizamruddin,1970). Sargassum sp
memiliki nilai ekonomis dari kandungan alginat
17
1. Nypa fruticans
2. Rhizophora apiculate
3. Sonneratia alba
4. Hibiscus tiliaceus
5. Acanthus ilicifolius
3.2.3 Alasan Hanya Ada Satu Jenis Alga yang Ditemukan di Daerah
Tersebut
18
Hal ini disebabkan lokasi stasiun pengamatan berdekatan dengan
pemukiman penduduk dan banyaknya perahu nelayan yang ditambatkan di lokasi
tersebut. Aktivitas lalu lintas perahu nelayan dan aktivitas nelayan yang sering
memanfaatkan lamun dalam mencari ikan berkemungkinan mempengaruhi
kondisi padang lamun di lokasi tersebut.
3.2.4 Struktur Komunitas Mangrove
Pada lokasi penelitian, didapatkan struktur komunitas mangrove seperti
yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Data Struktur Komunitas Mangrove di Lapangan
Jumla
Spesies BA K KR D DR F FR INP
h
A. Lanat 331,7 1333, 55,55 0,285 28,54 0,333 33,33 117,4
10
a 9 3 6 5 5 3 3 3
830,5 1066, 44,44 0,714 71,45 0,666 66,66 182,5
S. alba 8
5 7 4 5 5 7 7 7
TOTA 1162,
18 2400 100 1 100 1 100 100
L 3
Pada stasiun ini jenis mangrove yang teridentifikasi di setiap plot yaitu
Avicennia lanata dan Sonneratia alba. Tingkat kerapatan tertinggi yaitu pada
jenis Avicennia lanata dengan nilai kerapatan 1333,3 ind/m² dengan presentase
indeks nilai penting 117,43%. Sedangkan tingkat kerapatan terendah pada jenis
Sonneratia alba dengan nilai kerapatan 1066,7 ind/m² dengan presentase nilai
penting 182,57%.
Secara keseluruhan Sonneratia alba selalu ditemukan di setiap plot
pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki penyeberan jenis
dan keberadaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis yang lainnya
Tabel 6. Data Struktur Komunitas Mangrove
Jumla
Spesies BA K KR D DR F FR INP
h
R.Apiculat 5019,4 1133,3 45,9 0,65 65,3 33,3 144,6
34 1
a 9 3 5 3 7 3 5
1118,6 24,3 0,14 14,5 0,6 22,2
X. granatum 18 600 61,11
7 2 5 7 7 2
0,02 0,3 11,1
C. tagal 4 180,81 133,33 5,40 2,35 18,87
3 3 1
19
14,8 0,06 0,6 22,2
S. alba 11 469,33 366,67 6,11 43,19
7 1 7 2
R. 0,11 11,6 0,3 11,1
7 890,53 233,33 9,46 32,17
mucronata 5 0 3 1
7678,8 2466,6
TOTAL 74 100 1 100 3 100 300
2 7
Pada stasiun ini jenis mangrove yang teridentifikasi di setiap plot yaitu
Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum, Ceriops tagal, Sonneratia alba, dan
Rhizophora mucronata. Tingkat kerapatan tertinggi yaitu pada jenis Rhizophora
apiculata dengan nilai kerapatan 1133,3 ind/m² dengan presentase indeks nilai
penting 144,65%. Sedangkan tingkat kerapatan terendah pada jenis Ceriops tagal
dengan nilai kerapatan 133,33 ind/m² dengan presentase nilai penting 18,87%.
Kerapatan jenis tertinggi disebabkan oleh subsrat yang cocok, dan
kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan faktor yang
menyebabkan pertumbuhan mangrove relatif jarang adalah kondisi akar pohon
yang tergolong besar sehingga pertumbuhan mangrove tersebut menjadi kurang
optimal (Agustini, dkk. 2016)
Dari keseluruhan data, dapat dilihat bahwa Rhizophora selalu ditemukan
di setiap plot. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki penyebaran
jenis dan keberadaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis yang
lainnya. Rhizophora sp umumnya telah tumbuh sejak masih menempel pada
batang induknya (vivipar) sehingga tingkat keberhasilan pertumbuhan menjadi
lebih besar, selain itu pada jenis R. mucronata memiliki bentuk propagul yang
jauh lebih besar dengan cadangan makanan yang lebih banyak, sehingga memiliki
kesempatan hidup lebih tinggi dan dapat disebarkan oleh arus air laut secara lebih
luas (Babo et al., 2020).
Dari tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa Rhizophora apiculata memiliki
INP yang tertinggi yaitu 144,65%. Untuk tingkat pohon mangrove memiliki INP
tergolong sedang yaitu berkisar antara 107,27-162,50. Menurut Romadhon
(2008), apabila INP berkisar antara 106-204 maka tergolong sedang.
Indriyanto (2006) berpendapat bahwa spesies-spesies yang dominan (yang
berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting
yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan akan memiliki indeks nilai
20
penting yang paling besar. Selanjutnya Raymond dkk. (2010) menambahkan
bahwa jenis yang memperoleh INP tinggi berarti mempunyai nilai kumulatif
penguasaan yang lebih besar dan lebih menguasai habitatnya. Jenis ini akan lebih
unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan setempat.
21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas air
laut Pantai Sako masih berada dibawah baku mutu air laut untuk biota laut.
Sedangkan jenis tumbuhan laut yang ditemukan hanya satu, yaitu Sargassum sp,
ini dikarenakan aktivitas antropogenik yang menekan pertumbuhan makroalga
lainnya untuk tumbuh.
3.2 Saran
Sebaiknya untuk seluruh praktikan yang akan melakukan praktikum ini
haruslah berhati hati dalam proses pengambilan sampel agar tidak terjadi
kerusakan sampel serta teliti dalam mengidentifikasi jenis spesies botani yang
ditemukan di pantai.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Data SKT
a. Avicennia lanata
10
Kerapatan = x10.000 = 1.333,333
75
1.333,333
Kerapatan relatif (KR) = x 100% = 55,555%
2400
1
Frekuensi (F) = = 0,333
3
0,333
Frekuensi relatif (FR) = x 100%= 33,333%
1
331,79
Dominasi (D) = = 0.285450
1162,34
0,285450
Dominasi relatif (DR) = x 100% = 28,5450%
1
Indeks Nilai Penting (INP) = 55,555%+33,333%+28,5450% = 117,434%
b. Sonneratia alba
8
Kerapatan = x10.000 = 1066,67
75
1.066,67
Kerapatan relatif (KR) = x 100% = 44,444%
2400
2
Frekuensi (F) = = 0,666
3
25
0,666
Frekuensi relatif (FR) = x 100%= 66,666%
1
830,549
Dominasi (D) = = 0.714549
1162,34
0,714549
Dominasi relatif (DR) = x 100% = 71,455%
1
Indeks Nilai Penting (INP) = 44,444%+66,666%+71,455% = 182,566%
26
Lampiran 2. Kegiatan di Lapangan
27