Anda di halaman 1dari 43

ETNOBOTANI PALUDICROP TUMBUHAN LOKAL DI DESA PILANG

KABUPATEN PULANG PISAU SEBAGAI PENUNJANG MATERI


KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SMA

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
JULEHA
ACD 118 044

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga dapat diselesaikan poposal
skripsi yang berjudul “Etnobotani Paludicrop Tumbuhan Lokal di Desa Pilang
Kabupaten Pulang Pisau Sebagai Penunjang Materi Keanekaragaman Hayati di
SMA”. Proposal Skripsi ini disusun sebagai syarat dalam memenuhi salah satu
tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Sri Puryaningsih, M.Pd


selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. H. Najamuddin, M.Si selaku dosen
pembimbing II, yang telah tulus, sabar, dan senantiasa meluangkan waktu
memberikan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penyusunan proposal
skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Natalina Asi, MA, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Palangka Raya.
2. Ibu Dr. Yula Miranda, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP
universitas Palangka Raya yang telah memberikan persetujuan administrasi
bagi penulis dalam menyusun proposal skripsi ini.
3. Ibu Shanty Savitri,S.Si, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
universitas Palangka Raya yang telah memberikan persetujuan administrasi
bagi penulis dalam menyusun proposal skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi di lingkungan Program Studi
Pendidikan Biologi Universita Palangka Raya
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini,
khusunya kepada rekan yang telah memberikan saran dan kritik serta motivasi
dalam penyusunan proposal skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi penyempurnaan proposal ini.

Palangka Raya, 25 januari 2022

Juleha
NIM. ACD 118 044

iii
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 4
C. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
E. Pembatasan Masalah ...................................................................... 6
F. Kegunaan Penelitian....................................................................... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA .... ................................................................. 8
A. Teori dan Pustaka ........................................................................... 8
1. Etnobotani ............................................................................ 8
2. Paludicrop ............................................................................ 9
3.Tumbuhan Lokal ................................................................... 10
4. Desa Pilang ........................................................................... 11
5. Materi Keanekaragaman Hayati ........................................... 14
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 16
C. Kerangka Berpikir .......................................................................... 18
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 19
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 19
B. Metode dan Pendekatan Penelitian .................................................. 19
C. Populasi dan Sampel........................................................................ 19
D. Alat dan Bahan ................................................................................ 20
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 21

iv
1. Observasi Lapangan ............................................................... 21
2. Penentuan Inforan .................................................................. 21
3. Wawancara ............................................................................. 21
4. Pengambilan Sampel .............................................................. 22
5. Deskripsi Morfologi Tumbuhan............................................. 22
6. Identifikasi.............................................................................. 22
F. Definisi Istilah ................................................................................. 23
G. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 25
H. Teknik Analisis Data ....................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................... ................................................................. 27

LAMPIRAN .................................. ................................................................. 29

v
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Alat Penelitian ................................................................................. 20


Tabel 2. Bahan Penelitian .............................................................................. 20

vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1.Peta Administrasi Kabupaten Pulang Pisau .................................... 12


Gambar 2.Peta Sebaran Gambut Desa Pilang .................................................. 13
Gambar 3.Bagan kerangka Berpikir ................................................................. 18

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etnobotani merupakan salah satu pengetahuan yang mempelajari

pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari dan adat suku

bangsa (Arum et al, 2012). Istilah etnbotani berasal dari kata “etno” yang berarti

ras, orang, kelompok budaya, bangsa dan “botani” yang berarti ilmu tanaman,

sehingga defenisi logis menjadi “ilmu interaksi masyarakat dengan tanaman”.

Secara sederhana, etnobotani dapat didefinisikan sebagai suatu bidang ilmu yang

mempelajari hubungan antara masyarakat lokal dengan tumbuhan yang terdapat di

alam lingkungan sekitarnya (Walojo, 2008).

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki

keanekaragaman hayati yang beragam baik itu tingkat gen, tingkat jenis, dan

tingkat ekosistem, salah satu ekosistem melimpah yang dimiliki oleh Indonesia

yaitu ekosistem lahan gambut. Kalimantan Tengah merupakan salah satu lahan

gambut terluas di Indonesia dengan luas 2,6 juta hektar (Ritung et al, 2011).

Ekosistem lahan gambut merupakan salah satu penyedia berbagai jasa lingkungan

dan dimanfaatkan, salah satunya adalah untuk mendukung sektor ekonomi dan

pangan melalui pengembangan budidaya pertanian dan perkebunan maupun

tumbuhan liar yang dimanfaatkan oleh masyarakat (Uda dkk, 2017). Sejak tahun

1980-an, lahan gambut Indonesia yang sangat luas banyak dikeringkan dan

dibudidayakan untuk perkebunan dan pertanian rakyat. Area lain telah dibuka

1
untuk penebangan kayu dan klaim lahan tetapi kemudian ditinggalkan, yang

menyebabkan area lahan gambut terdegradasi luas (Law et al, 2015). Adanya

perubahan fungsi lahan yang berbasis pengeringan tentu akan berdampak pada

penurunan kualitas ekosistem lahan gambut. Misalnya adalah kebakaran hutan

dan lahan akibat penggunaan lahan gambut yang berbasis pengeringan gambut,

yang menimbulkan kabut asap yang pada akhirnya menyebabkan kegiatan sosial-

ekonomi masyarakat menjadi terhalang (Uda dkk, 2019).

Masalah-masalah yang ditimbulkan dari penggunaan lahan gambut yang

berbasis pengeringan mendorong untuk dilakukan kegiatan budidaya lahan

gambut dengan cara yang lokal yang pasti dianggap lebih toleran terhadap

ekosistem di kawasan gambut. Komoditas lokal tersebut dikenal sebagai

Paludicrop, sistem ini berbasis restorasi gambut dengan praktek budidaya

tanaman di lahan basah yang mendukung perlindungan gambut.

Istilah Paludicrop berasal dari kata “palus” yang artinya rawa (lahan

basah) dan “crop” yang berarti tanaman. Tanaman merupakan tumbuhan yang

hidup dimana saja baik itu dilingkungan rumah, maupun hutan. Pada dasarnya,

tanaman dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, sandang, dan juga sebagai

obat (Harefa, 2020) . Crop memiliki arti lain yakni menanam, menanamkan dan

memanen yang dimana paludicrop ini dapat tumbuh dengan adanya campur

tangan manusia yang berhubungan dengan kultur yang artinya budidaya. Dengan

kata lain paludicrop merupakan tumbuhan yang hidup di lahan gambut basah

yang mendukung perlindungan gambut.

2
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 15-18

November 2021, diperoleh informasi bahwa masyarakat desa Pilang memiliki

kearifan lokal atau kebiasaan dalam pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan

Paludicrop sebagai bahan pangan untuk menunjang kehidupannya, misalnya

tumbuhan yang sudah dibudidayakan dan ada juga tumbuhan yang diambil secara

liar, misalnya : Rotan (Calamus sp), genjer (Limnocharis flava), kalakai

(Stenochlaena palustris), bakung (Crinum asiaticum), sagu (Metroxylon sagu).

Pemanfaatan tumbuhan lokal jenis Paludicrop di Desa Pilang sudah berlangsung

lama, karena kegiatan pemanfaatan ini merupakan warisan turun temurun dari

orang tua, selain itu Desa Pilang memiliki berbagai faktor lingkungan yang

membuat tumbuhan Paludicrop dapat tumbuh dengan baik hingga dapat

dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan, baik itu dari segi mudahnya dalam

pengolahan lahan, tingkat ketebalan gambut, suhu, dan air yang diperlukan

tumbuhan Paludicrop dapat hidup.

Paludicrop atau tanaman pangan lahan basah merupakan salah satu

kelompok tanaman lahan gambut yang masih terbatas data dan informasinya

untuk dipahami dan menambah pengetahuan alternatif pilihan penggunaan

tanaman yang toleran dan mendukung kelestarian keanekaragaman hayati lahan

gambut serta tetap memberikan manfaat bagi para pengguna lahan. Oleh karena

itu, agar pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai tumbuhan lokal

paludirop ini dapat meningkat secara alternatif maka diperlukan sumber

informasi, pengetahuan dan kearifan masyarakat mengenai tumbuhan Paludicrop

yang ada di desa tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan sebagai

3
bahan informasi dan rekomendasi dalam memilih tanaman pertanian pangan yang

toleran di lahan gambut basah untuk mendukung kelestarian gambut.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian “Etnobotani

Paludicrop Tumbuhan Lokal di Desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau sebagai

penunjang materi Keanekaragaman Hayati di SMA”. Hasil penelitian ini akan

dibuat produk dalam bentuk Poster yang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan

pengetahuan dan informasi untuk penunjang pembelajaran biologi khususnya

dalam materi keanekaragaman hayati di SMA. Selain itu dapat membantu peserta

didik mengetahui jenis dan manfaat tumbuhan Paludicrop apa saja ada di Desa

Pilang, Kabupaten Pulang Pisau.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini ialah:

1. Desa Pilang merupakan daerah yang kaya akan keanekaragaman hayati, yang

memiliki beberapa jenis tumbuhan paludicrop yang mendukung perlindungan

gambut.

2. Rendahnya minat dan pengetahuan generasi muda untuk melestarikan serta

membudidayakan tumbuhan paludicrop yang ada di Desa Pilang Kabupaten

Puang Pisau.

3. Belum ada dokumentasi ilmiah tentang tumbuhan paludicrop untuk

mendukung perlindungan gambut yang lestari.

4. Sekolah SMA masih belum banyak menggunakan contoh langsung untuk

pembelajaran keanekaragaman hayati menganai tumbuhan paludicrop yang

dapat mendukung perlindungan gambut.

4
C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:


1. Apa saja jenis tumbuhan lokal Paludicrop yang dimanfaatkan oleh

masyarakat di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau?

2. Bagian organ manakah dari tumbuhan lokal paludicrop tersebut yang

dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat di Desa Pilang,

Kabupaten Pulang Pisau?

3. Bagaimana teknik budidaya jenis-jenis Paludicrop tumbuhan lokal oleh

masyarakat di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau?

4. Bagaimana bentuk produk yang dihasilkan sebagai penunjang materi

keanekaragaman hayati di SMA?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui jenis tumbuhan paludicrop yang dimanfaatkan oleh

masyarakat di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau.

2. Untuk mngetahui bagian organ manakah dari tumbuhan tersebut yang

dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang ditemukan di Desa Pilang,

Kabupaten Pulang Pisau.

3. Untuk mengetahui teknik budidaya jenis-jenis tumbuhan lokal paludicrop

oleh masyarakat di Desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau.

4. Untuk menunjang materi pembelajaran kelas X SMA, khususnya pembahasan

tentang materi keanekaragaman hayati, bahan penunjang dibuat dalam bentuk

poster.

5
E. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini ialah:

1. Indentifikasi dilakukan hingga tingkat spesies. Jika tidak dapat diidentifikasi

hingga tingkat jenis, maka identifikasi dilakukan dengan memakai nama

marga yang ditambahkan kode “sp” dibelakang nama jenis

2. Kajian etnobotani dalam penelitian ini hanya sebatas teknik budidaya dan

bagaimana cara masayarakat memanfaatkan tumbuhan paludicrop tersebut.

Kemudian tumbuhan paludicrop dalam penlitian ini hanya tumbuhan dalam

bidang pangan.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini ialah:

1. penelitian ini dapat menambahkan pengalaman dan wawasan menganai

informasi jenis tumbuhan lokal Paludicrop yang dapat dimanfaatkan dalam

bidang pangan.

2. Menambah wawasan bagi masyarakat khususnya untuk para penerus dan

penerima warisan berikutnya tentang pemanfaatan tumbuhan Paludicrop oleh

masyarakat Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau agar dapat melestarikan

jenis tumbuhan lokal Paludicrop yang ada di Desa Pilang, Kabupaten Pulang

Pisau. Kemudian hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai penambah pengetahuan dan sumber rekomendasi dalam memilih

tanaman pertanian pangan yang toleran di lahan gambut basah untuk

mendukung kelestarian gambut.

6
3. Hasil penelitian ini dibuat produk berupa Poster yang dapat digunakan

sebagai penunjang pengetahuan peserta didik atau materi tambahan informasi

untuk pembelajaran Biologi di SMA dalam mempelajari materi

keanekaragaman hayati khususnya pada pemanfaatan keanekaragaman hayati

di bidang pangan. Kemudian produk ini dapat membantu peserta didik

mengetahui jenis tumbuhan lokal Paludicrop yang ada di Desa Pilang,

Kabupaten Pulang Pisau.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori dan Pustaka

1. Etnobotani

Etnotobani berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti bangsa

dan botany yang berarti tumbuh-tumbuhan. Lebih lengkapnya etnobotani

merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia (etnik) dan

interaksinya dengan tumbuhan. Bidang ilmu ini tidak hanya mempelajari tampilan

biologi taksonomi satu jenis kelompok tumbuhan, namun juga mempelajari sikap,

perilaku, pengetahuan masyarakat terhadap kelompok tumbuhan dalam menjaga

dan melangsungkan kebudayaan dan etnisnya (Mamahani, 2016). Etnobotni

merupakan kajian mengenai interaksi antara masyarakat lokal dengan lingkungan

alamnya, terutama penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari (Martin,

1998). Etnobotani juga dapat didefinisikan juga sebagai suatu studi yang

mempelajari konsep-konsep pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang

merupakan hasil perkembangan kebiasaan masyarakat. Penelitian etnobotani

memberikan kajian pengalaman pengetahuan tradisional suatu masyarakat dalam

memajukan improvisasi kualitas hidup baik bagi manusia maupun lingkungan

untuk konservasi dalam menjaga kelestarian ekosistem (Nolan & Turner, 2011).

Etnobotani juga didefinisikan sebagai studi mengenai bagaimana masyarakat lokal

menggunakan tumbuahan, misalnya untuk makanan, obat-obatan, bahan pewarna,

bangunan, upacara adat, dan semacamnya (Zaman, 2009).

8
Tujuan kajian etnobotani adalah mempelajari bagaimana pengetahuan

lokal komunitas masyarakat tertentu menggunakan dan mengkonsepkan tumbuhan

dalam lingkungan setempat serta merekam semua data etnobotani (Given &

Harris, 1994). Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk

mendokumentasikan dan menjelaskan hubungan antara budaya dan penggunaan

tumbuhan dengan fokus utama pada bagimana tumbuhan digunakan,dikelola, dan

dipersepsikan pada berbagai lingkungan masyarakat, misalnya sebagai makanan,

kosmetik, obat, pewarna dan ritual.

2. Paludicrop

Istilah Paludicrop berasal dari kata “palus” yang artinya rawa (lahan

basah) dan “crop” yang berarti tanaman. Tanaman merupakan tumbuhan yang

hidup dimana saja baik itu dilingkungan rumah, maupun hutan. Pada dasarnya,

tanaman dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, sandang, dan juga sebagai

obat. Dengan kata lain paludicrop merupakan tumbuhan yang hidup di lahan

gambut basah yang mendukung perlindungan gambut.

Paludicrop adalah komoditas tumbuhan pangan di lahan gambut basah

yang mendukung perlindugan gambut. Paludicrop memiliki kaitan dengan

paludikultur yang dimana, Paludikultur berasal dari bahasa latin yaitu “palus”

yang berarti adalah rawa dan kultur yang artinya budidaya. Untuk mendukung

lestarinya paludicrop perlu adanya kultur. paludikultur adalah budidaya lahan

basah rawa (Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, 2016). Paludikultur

merupakan implementasi ekonomi hijau (green economy) atau ekonomi amanah

(responsible economy), merupakan teknik penanaman lahan rawa (dan rawa

9
gambut) secara produktif dengan cara-cara yang melindungi gambut (Tata &

Susmianto, 2016). Dengan demikian, sistem paludikultur diyakini mampu

mengembalikan kondisi biofisik, fungsi ekologis, dan bahkan berpotensi

mengembalikan fungsi ekonomi ekosistem gambut. Implementasi teknik

paludikultur memerlukan jenis-jenis tumbuhan yang adaptif terhadap kondisi

lahan yang relatif masam dan tahan genangan. Adapun 2 dua prinsip paludikultur

adalah (1). Fungsi ekologi yang menghasilkan biomassa untuk membentuk

gambut (mempertahankan dan memfasilitasi pembentukan gambut), peningkatan

cadangan karbon dan (2e). Fungsi ekonomi-sosial yang menghasilkan suatu nilai

ekonomi bagi pemiliknya (produktivitas komoditas dan layanan jasa lingkungan).

Ada 5 syarat utama paludikultur (Uda dkk., 2020; Witchmann & Joosten, 2007)

yaitu:

1) Lahan tetap basah atau dibasahi ulang (fully rewetting) dan tidak ada drainase

untuk mengeringkan gambut.

2) Tidak ada pembakaran untuk persiapan lahan.

3) Menghasilkan produk budidaya yang cukup untuk menunjang perekonomian

masyarakat.

4) Memfasilitasi akumulasi dan formasi gambut.

5) Menyediakan jasa ekosistem gambut alami.

3. Tumbuhan Lokal

Tumbuhan merupakan organisme eukariota multiseluler yang masuk

dalam golongan Kingdom Plantae dan bersifat autotrof yaitu memproduksi

makanan sendiri dengan bantuan sinar matahari dan senyawa kimia melalui proses

10
fotosintesis yang mampu menghasilkan sumber makanan sendiri berupa zat

tepung (amilum). Oleh karena itu tumbuhan selalu menempati peringkat pertama

dalam rantai aliran energi melalui organisme hidup atau rantai makanan

(Benyamin, 2004). Pengertian lokal lebih menekankan pada daerah asal , berarti

sesuatu yang berasal dari daerah asli, asli dari suatu kelompok, tempat. Jadi dapat

didefinisikan bahwa tumbuhan lokal merupakan tumbuhan yang berasal dari

daerah asalnya atau tumbuhan asli dari suatu tempat. Contoh tumbuhan lokal

paludicrop yang terdapat Kalteng yakni; rotan (Calamus sp), kelakai

(Stenochlaena palustris), dan sagu (Metroxylon sagu) . Masyarakat memanfaatkan

tumbuhan sebagai bahan dasar pangan. Misalnya daun muda kelakai yang

dimanfaatkan sebagai sayur, kemudian pemanfaatan sagu sebagai pngganti nasi,

dengan cara menebang pohon sagu yang berusia 5-6 tahun untuk diambil sagunya

sebagai bahan pangan masyarakat (Nion dkk, 2018).

4. Desa Pilang

Desa Pilang adalah salah satu desa yang terletak di wilayah Ibu Kota

Pulang pisau dan Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan data profil Desa

peduli gambut, Desa Pilang berada pada titik koordinat Lintang Selatan

S02’29’14,3’ dan Bujur Timur E.114’11’43,4’ dengan luas wilayah 33.113,36 Ha.

Luas wilayah Desa Pilang membentang sepanjang Jalur Sungai Kahayan dari

Utara ke Selatan dengan Panjang mencapai 10 Km, dan dari Timur ke Barat

sepanjang 18 Km. Desa Pilang merupakan desa yang memiliki ekosistem hutan

rawa gambut. Oleh karena itu flora dan fauna yang ada di Pilang merupakan flora

dan fauna hutan rawa gambut. Namun seiring dengan terjadinya kebakaran hutan

11
pada tahun 2015, adanya aktivitas masyarakat, juga kegiatan perkebunan dan

HPH di wilayah lain, menyebabkan kondisi flora dan fauna mengalami banyak

penurunan.

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Pulang Pisau


(Sumber: Profil Desa Peduli Gambut BRG, 2018)

Ada 2 jenis tanah yang terdapat di Desa Pilang, yaitu tanah alluvial atau tanah

mineral subur dari endapan sungai yang membentang sepanjang pinggiran sungai

Kahayan mencapai 1-2 Km yang cocok diperuntukkan kegiatan pertanian dan

perkebunan masyarakat, dan kemudian tanah rawa yang didominasi gambut

dangkal dengan kedalaman antara 0,5 – 3 M dengan tingkat kematangan gambut

mentah/fibrik. Di wilayah ini biasanya ditumbuhi vegetasi tanaman perintis

pakupakuan, tanaman galam, garunggang, tumih, pulai, dan tanaman perkebunan

12
masyarakat. Desa Pilang memiliki iklim tropis dan lembab, dengan tempertur

udara maksimum mencapai 32,5°C dan suhu rata-rata minimum 22,9°C.

Kelembaban berkisar diatas 80%. Dengan beriklim tropis basah, Desa Pilang

memiliki 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau kering. Musim

Penghujan dimulai dari bulan Oktober-Maret dengan curah hujan berkisar antara

2000-3.500mm/tahun, dan musim kemarau kering pada bulan Juni-September.

Bagan kalender musim ini menggambarkan pola kegiatan masyarakat dalam

melaksanakan aktivitas pemanfaatan hasil dari lahan yang dibudidayakan.

Komoditas karet yang pemanfaatannya dilakukan sepanjang waktu walaupun

dengan intensitas yang tidak sama, menyesuaikan dengan kondisi iklim yang

terjadi. Pada masa penghujan, kwantitas dan intensitas penyadapan karet akan

berkurang. Untuk memenuhi kekurangan pendapatan yang berasal dari karet akan

dipenuhi dari komoditas lain, seperti buah-buahan, rotan, dan lain-lain.

Gambar 2. Peta sebaran Gambut desa Pilang


(Sumber: Profil Desa Peduli Gambut BRG, 2018)

13
5. Materi Keanekaragaman Hayati

Berdasarkan kurikulum K-13 kompentensi dasar dan kompentesi inti

materi keanekaragaman hayati ialah sebagai berikut.

Kompetensi inti terdiri dari KI 1 yaitu Menghayati dan mengamalkan ajaran

agama yang dianutnya. KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,

disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),

santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi

atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan

sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam

pergaulan dunia. KI 3 Memahami ,menerapkan, menganalisis pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena

dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah, dan KI 4

Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,mengurai,

merangkai, memodifikasi,dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,

menghitung, menggambar, dan mengarang) terkait dengan pengembangan dari

yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda

sesuai kaidah keilmuan. Kompetensi Dasarnya ialah Menganalisis data hasil

observasi tentang berbagai tingkat keanekaragaman hayati (gen, jenis, dan

ekosistem) di indonesia.

14
Materi keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau

variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai

tingkatan, baik tingkat gen, tingkat spesies, maupun tingkat ekosistem.

Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang

menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada

suatu daerah. Keseluruhan gen, jenis dan ekosistem merupakan dasar kehidupan

di bumi. Berdasarkan hal tersebut para ahli membedakan keanekaragaman hayati

menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a) Keanekaragaman Tingkat Gen. Gen merupakan faktor pembawa sifat

keturunan yang terdapat dalam kromosom. Setiap susunan gen akan

memberikan penampakan ( fenotipe ), baik anatomi maupun fisiologi pada

setiap organisme. Perbedaan susunan gen akan menyebabkan perbedaan

penampakan baik satu sifat atau secara keseluruhan.

b) Keanekaragaman Tingkat Jenis. Dua makhluk hidup mampu melakukan

perkawinan dan menghasilkan keturunan yang fertil (mampu melakukan

perkawinan dan menghasilkan keturunan) maka kedua makhluk hidup

tersebut merupakan satu spesies. Keanekaragaman hayati tingkat jenis

menunjukkan keanekaragaman atau variasi yang terdapat pada berbagai jenis

atau spesies makhluk hidup dalam genus yang sama atau familia yang sama.

c) Keanekaragaman Tingkat Ekosistem. Ekosistem berarti suatu kesatuan yang

dibentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup (komponen

biotik) dan lingkungannya (komponen abiotik). Setiap ekosistem memiliki

ciri-ciri lingkungan fisik, lingkungan kimia, tipe vegetasi/tumbuhan, dan tipe

15
hewan yang spesifik. Kondisi lingkungan makhluk hidup ini sangat beragam.

Kondisi lingkungan yang beragam tersebut menyebabkan jenis makhluk

hidup yang menempatinya beragam pula. Keanekaragaman seperti ini disebut

sebagai keanekaragaman tingkat ekosistem.

B. Penelitian yang Relevan

1) Uda, dkk (2020) melakukan penelitian Towards better use of Indonesian

peatlands with paludiculture and low-drainage food crops. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa sagu (Metroxylon sagu), pisang (Musa paradisiaca) dan

nanas (Ananas comosus) diikuti kangkung/ kangkong (Ipomoea aquatica),

kelakai/pakis yang bisa dimakan (Stenochlaena palustris), kacang ilip/

tengkawang (Shorea sp.), buah naga (Hylocereus undatus), manggis

(Garcinia mangostana) dan melon/melon manis (cucumis melo) adalah

pilihan terbaik berdasarkan skor agregat untuk kriteria ini (tetapi tindakan

pencegahan harus dilakukan saat menanam tanaman yang membutuhkan

drainase rendah). Penelitian ini juga membahas peluang dan hambatan utama

untuk pengembangan tanaman pangan paludikultur dan memberikan

rekomendasi untuk penerapan paludikultur di lahan gambut Indonesia.

2) Rachmandi dan Yuwati (2018), melakukan penelitian Komoditas Unggulan

Paludikultur di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah mendapatkan

lima jenis komoditas unggulan paludikultur di Kalimantan Selatan dan

Kalimantan Tengah.

16
3) Badan Restorasi Gambut RI (2019), Riset Paludikultur Berbasis

Agrosilvofishery (Wana-Mina-Tani) untuk Mendukung Restorasi Gambut di

Region Sumatera

4) Nion, dkk (2018) melakukan penelitian potensi sayur organik lokal di daerah

rawa di Kalimantang Tengah berdasarkan manfaat dan tingkat kesukaan

mendapatkan 14 jenis sayur organik lokal yang berasal dari daerah rawa.

17
C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti

pada gambar di bawah ini :

Belum ada penelitian sebelumnya di Desa Observasi


Pilang Kabupaten Pulang Pisau mengenai
paludicrop tumbuhan lokal sebagai
penunjang materi keanekaragaman hayati
di SMA
Identifikasi Masalah
Belum ada dokumentasi ilmiah
tentang paludicrop tumbuhan lokal.
Etnobotani
Di SMA belum banyak menggunakan
contoh langsung tumbuhan lokal
paludicrop yang dapat mendukung
Mengidentifikasi :
kelestarian untuk pembelajaran
keanekaragaman hayati di SMA. 1. Jenis Tumbuhan
2. Bagian yang
dimanfaatkan
3. Teknik budidaya
produk langsung yang dapat digunakan
sebagai penunjang materi keanekaragaman
hayati.
Dokumentasi

POSTER

Gambar 3. Bagan Kerangka Berpikir

18
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2022, dilakukan di

Desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau.

B. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitin menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode

eksploratif yaitu suatu penelitian dengan pengumpulan fakta dan bertujuan

memberikan gambaran terhadap suatu keadaan mengenai objek yang diteliti.

penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap

jenis tumbuhan paludicrop di lapangan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, karena

mendeskripsikan jenis tumbuhan paludicrop di desa Pilang, Kabupaten Pulang

Pisau. Penelitian deskriptif kualitatif adalah berupa kata-kata atau narasi, baik dari

wawancara mendalam maupun observasi. Kemudian data dikategorikan kemudian

dilakukan pemaknaan terhadap data (Supramono dkk, 2015).

C. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah semua jenis tumbuhan paludicrop

terdapat di desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau. Sampel pada penelitian ini

adalah setiap jenis tumbuhan yang diinformasikan oleh informan dan dapat

ditemukan di desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau. Penentuan sampel tumbuhan

dengan menggunakan metode purposive sampling dan penentuan informan

19
mnggunaan metode Snowball Sampling, yaitu berdasarkan informasi dari

informan, penentuan informan berdasarkan kriteria; 1) Memanfaatkan tanaman

paludicrop sebagai bahan pangan, 2) Membudidayakan tanaman paludicrop.

D. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1

dibawah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat Penelitian

No Nama Alat Jumlah


1. ATK 1 Set
2. Gunting 1 Buah

3. Kamera 1 Buah

4. GPS 1 Buah

5. Papan Aklirik 2 Buah

6. Pisau 1 Buah

7. pH meter 1 Buah

8. Aplikasi Pl@nNet 1 Buah

9. Instrumen wawancara 1 eksemplar

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

2 dibawah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan Penelitian.

No Nama Bahan Jumlah


1. Koran Secukupnya
2. Kertas HVS Secukupnya
3. Tissue Secukupnya

20
E. Prosedur Penelitian

Prosedur pada penelitian ini ada beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Observasi Lapangan

Kegiatan dari observasi lapangan ini merupakan tahap awal sebelum

penelitian dilakukan dengan tujuan untu mencari informasi dan gambaran

mengenai paludicrop tumbuhan lokal pada wilayah penelitian, yaitu Desa Pilang,

Kabupaten Pulang Pisau.

2. Penentuan Informan

Teknik pemilihan informan dilakukan dengan mencari informasi

dengan menggunakan teknik Snowball Sampling. Snowball Sampling yaitu

penelitian memilih informan secara berantai. Jika pengumpulan data dari

informan ke- 1 sudah selesai, peneliti meminta agar informan tersebut memberi

rekomendasi untuk informan ke- 2 lalu yang ke- 2 juga memberikan rekomendasi

untuk informan ke- 3 dan seterusnya. Proses bola salju ini berlangsung terus

sampai peneliti memperoleh cukup data sesuai kebutuhan (Arikunto, 2013).

3. Wawancara

Wawancara dengan informan dilakukan dengan menggunakan

wawancara semi struktural (Semistructure interview), yaitu menggunakan

panduan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam instrumen dan wawancara

terbuka (open ended inteview) yaitu wawancara dengan mengajukan beberapa

pertanyaan lebih luas dan leluasa tanpa terikat dan pertanyaan muncul secara

sepontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi saat melakukan

wawancara (Catton, 1997).

21
4. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel tumbuhan paludicrop dilakukan dengan cara

menelusuri seluruh lokasi atau wilayah penelitian. Setiap sampel tumbuhan yang

ditemukan didokumentasikan dan identifikasi lebih lanjut. Mencatat informasi

dengan berpedoman pada instrumen yang telah disusun. Untuk menentukan

batasan wilayah penelitian, menggunakan peta administrasi Desa dan GPS untuk

menentukan titik koordinat dimana lokasi sampel ditemukan. Kemudian sampel

didokumentasikan dengan menggunakan kamera.

5. Deskripsi Morfologi Tumbuhan

Deskripsi morfologi merupakan langkah awal untuk identifikasi nama

lokal dan nama ilmiah tumbuhan yang ditemukan. Deskripsi terhadap tumbuhan

yang ditemukan diambil dan difoto menggunakan kamera Handphone untuk

pengambilan data yang meliputi seluruh ciri-ciri morfologi: akar, umbi, rizoma,

sulur, batang, daun, buah, bunga, dan biji Tumbuhan. Data yang diperoleh

selanjutnya dimasukkan ke dalam pengamatan ciri-ciri morfologi.

6. Identifikasi

Identifikasi dilakukan dengan melihat ciri-ciri morfologi tumbuhan

paludicrop. Untuk mengidentifikasi tumbuhan paludicrop yang diperoleh dari

lokasi penelitian dapat didentifikasi dengan berpdoman pada referensi

Tjitrosoepomo (2005) serta aplikasi Pl@ntNet (2021) dengan pencandran meliputi

habistus, akar, batang, bentuk daun, buah, bunga, dan biji.

22
F. Definisi Istilah

Definisi istilah diperlukan agar tidak timbul perbedaan pengertian atau

ketidak jelasan makna dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan

proposal penelitian ini. Berikut definisi istilah yang terdapat dalam penulisan

proposal ini:

1. Etnobotani: Etno berasal dari kata ethos yang berarti suatu kelompok dengan

latar belakang yang sama baik dari adat istiadat, karakteristik, bahasa dan

sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari Tumbuhan. Jadi

etnobotani merupakan ilmu yang mengkaji tentang interaksi antara manusia

dan tumbuhan terutama terkait pemanfaatannya dan keperluan sehari-hari

(Purwanto, 2004).

2. Paludicrop: Paludicrop berasal dari kata “palus” yang artinya rawa (lahan

basah) dan “crop” yang berarti tanaman. Tanaman merupakan tumbuhan

yang hidup dimana saja baik itu di lingkungan rumah, maupun hutan. Pada

dasarnya, tanaman dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, sandang, dan

juga sebagai obat (Harefa, 2020) . Crop memiliki arti lain yakni menanam,

menanamkan dan memanen yang dimana paludicrop ini dapat tumbuh

dengan adanya campur tangan manusia yang berhubungan dengan kultur

yang artinya budidaya. Dengan kata lain paludicrop merupakan tumbuhan

yang hidup di lahan gambut basah yang mendukung perlindungan gambut.

3. Tumbuhan Lokal: Pengertian lokal lebih menekankan pada daerah asal,

maknanya adalah sesuatu yang berasal dari daerah asli dari suatu kelompok.

Yang dimaksud lokal yaitu, suatu hal yang berasal dari tempat daerah asal

23
atau asli daerah tersebut, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat agar

menjadi hal yang bermanfaat. Jadi dapat didefinisikan bahwa Tumbuhan

lokal merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah asli tempat tumbuhan

tersebut berasal.

4. Keanekaragaman Hayati: Keanekaragaman hayati atau disebut dengan

“Biodiversitas” yaitu keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua

sumber yang termasuk diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik

lain, serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari

keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman tingkat gen, tingka jenis dan

tingkat ekosistem (UU. No 5 Tahun 1994).

5. Poster: Digunakan sebagai bentuk produk hasil penelitian yang digunakan

sebagai penunjang materi keanekaragaman hayati di SMA. Poster adalah

media iklan yang berbentuk persegi panjang dan umumnya sudah memiliki

ukuran internasional seperti A3, A2, A1, A0. Poster dapat dibuat dari

berbagai jenis bahan seperti frontlite, kertas art paper, kertas art karton,

photo paper, albatros, sticker dan sebagainya. Poster lebih sering digunakan

untuk promo produk atau sebagai sarana pengumuman informasi kepada

kalayak banyak. Dan isi yang akan disajikan pada poster ini yaitu berupa

foto-foto hasil sampel penelitian, nama daerah tumbuhan lokal Paludicrop,

nama spesies tumbuhan Paludicrop hasil penelitian, foto-foto bagian organ

yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan, dan teknik budidaya tumbuhan

Paludicrop tersebut.

24
G. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Teknik pengumpulan dilakukan berdasarkan dengan wawancara

semistruktur (semistructured interview) yaitu menggunakan panduan pertanyaan-

pertanyaan yang ada pada instrumen yang bertujuan untuk mengumpulkan data

tentang etnobotani paludicrop yang meliputi pola pemanfaatan tanaman menurut

kearifan lokal masyarakat. Responden merupakan petani paludicrop berdasarkan

metode snowball sampling dari rekomendasi kepala Desa maupun tokoh

masyarakat desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau.Instrumen wawancara berupa

kuisoner petani paludicrop di desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau berisi Profil

petani, Profil lahan petani, informasi komoditas pangan di lahan gambut.

Selanjutnya dilakukan pula deep interview untuk mengetahui teknik budidaya

paludicrop yang dilakukan oleh para petani paludicrop.

2. Dokumentasi

Untuk menentukan batasan wilayah penelitian, menggunakan peta

administrasi Desa dan GPS untuk menentukan titik koordinat dimana lokasi

sampel ditemukan. Kemudian sampel didokumentasikan dengan menggunakan

kamera.

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diidentifikasi yang bertujuan

untuk mengetahui nama ilmiah dari jenis tumbuhan yang ditemukan dengan

menggunakan referensi Tjitrosoepomo (2005) serta aplikasi Pl@ntNet (2021)

dengan pencandraan meliputi habitus, akar, batang, bentuk daun, buah, bunga dan

25
biji. Kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh

kesimpulan tentang jenis tumbuhan paludicrop yang ditemukan. Hasil analisis

deskriptif kualitatif berupa kata-kata atau narasi, dari hasil wawancara mendalam

dari informan serta observasi lapangan. Kemudian data dikategorikan pemaknaan

terhadap data. Data yang didapat dimasukan kedalam tabel pengamatan. Tabel

pengamatan yang berisi data nama tumbuhan yang diamati dengan menjelaskan

ciri-ciri morfologinya, kemudian data yang sudah dikumpulkan dilakukan analisis.

Kemudian dilakukan analisis bagian apa saja yang dimanfaatkan masyarakat dan

bagaimana cara teknik budidaya yang dilakukan oleh masyarakat desa Pilang

Kabupaten Pulang Pisau, kemudian hasil penelitian dibuat dalam bentuk produk

berupa poster sebagai pendukung materi keanekaragaman hayati di SMA.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.
Arum, G. P. F., Retnoningsih, A., & Irsadi, A. 2012. Etnobotani Tumbuhan Obat
Masyarakat Desa Keseneng Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang
Jawa Tengah. Life Science, 1(2).
Badan Restorasi Gambut. 2018. Profil Desa Peduli Gambut Desa Pilang
Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten PulanG Pisau Provinsi Kalimantan
Tengah.
Benyamin, L. 2004. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Given, D. R., & Harris, W. 1994. Techniques and methods of ethnobotany: as an
aid to the study, evaluation, conservation and sustainable use of
biodiversity. Commonwealth Secretariat Publications.
Harefa, D. 2020. Pemanfaatan Hasil Tanaman Sebagai Tanaman Obat Keluarga
(TOGA). Madani: Indonesian Journal of Civil Society, 2(2), 28-36.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Paludikultur, alternatif
teknik pemulihan ekosistem gambut terdegradasi. Diakses dari
http://www.fordamof.org/berita/post/2947
Law, E. A., Meijaard, E., Bryan, B. A., Mallawaarachchi, T., Koh, L. P., &
Wilson, K. A. 2015. Better land-use allocation outperforms land sparing
and land sharing approaches to conservation in Central Kalimantan,
Indonesia. Biological conservation, 186, 276-286.
Mamahani, A. F. 2016. Etnobotani Tumbuhan Obat Masyarakat Subetnis
Tonsawang Di Kabupaten Minahasa Tenggara Provinsi Sulawesi
Utara. PHARMACON, 5(2).
Mariana. 2016. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Parupuk Kecamatan
Kamipang Kabupaten Katingan Sebagai Penunjang Materi
Keanekaragaman Makhluk Hidup. Skripsi, Diterbitkan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan MIPA, Program
Studi Pendidikan Biologi, Universitas Palngka Raya.
Martin GJ. 1998. Ethnobotany, A People and Plants Conservation Manual.
London (EN): Chapman and Hall.
Mulyani, A., Ritung, S., & Las, I. 2011. Potensi dan ketersediaan sumber daya
lahan untuk mendukung ketahanan pangan. Jurnal Litbang
Pertanian, 30(2), 73-80.

27
Nion, Y. A., Jemi, R., Jagau, Y., Anggreini, T., Anjalani, R., Damanik, Z.,&
Yuprin, Y.2018. Potensi Sayur Organik Lokal Daerah Rawa di
Kalimantan Tengah :“Manfaat dan Tingkat
Kesukaan”. EnviroScienteae, 14(3), 259-271.
Nolan, J. M., & Turner, N. J. 2011. Ethnobotany: The study of people-plant
relationships. Ethnobiology, 9, 135-141.
Pl@ntNet. 2021. World Flora. https://identify.plantnet.org/
Ritung S, Wahyunto KN, Sukarman H, Suparto CT .2011. peta lahan gambut
Indonesia. Skala 1:250.000 (Peta Sebaran Lahan Gambut di Indonesia).
Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian
Pertanian Republik Indonesia
Tata, H. L. & Susmianto, A.2016. Prospek paludikultur ekosistem gambut
indonesia. Forda Press. Bogor
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Yogyakarta: Gajah
Mada University press.
Uda, S.K., Hein, L. & Adventa, A. 2020. Towards better use of Indonesian
peatlands with paludiculture and low-drainage food crops. Wetlands Ecol
Manage 28, 509– 526.
Uda, S.K., Hein, L. & Atmoko, D. 2019. Assessing the health impacts of peatland
fires: a case study for Central Kalimantan, Indonesia. Environ Sci Pollut
Res 26, 31315– 31327.
Uda, S.K., Hein, L., Sumarga, E. 2017. Towards sustainable management of
Indonesian tropical peatlands. Wetlands ecology and management, 1-19.
Walojo. 2008. research etnobotany in Indonesia and the future perspectives.
Biodiversitas, 9(1), 59-63.
Witchtmann, W. & Joosten, H. 2007. Paludiculture: peat formation and renewable
resources from rewetted peatlands. IMCG- Newsletter 2007)/3: 24-28
Zaman, M. 2009. Etnobotani Tumbuhan Obat di Kabupaten Pamekasan Madura
Provinsi Jawa Timur (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).

28
LAMPIRAN I . Instrumen Penelitian
Instrumen wawancara Petani Paludicrop di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau

Hari/tanggal wawancara :

Nama Desa responden :

Nomor HP/WA responden :

Lokasi GPS/link gmap :

PENGANTAR
Istilah Paludicrop berasal dari kata “palus” yang artinya rawa (lahan

basah) dan “crop” yang berarti tanaman. Tanaman merupakan tumbuhan yang

hidup dimana saja baik itu dilingkungan rumah, maupun hutan. Pada dasarnya,

tanaman dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, sandang, dan juga sebagai

obat (Harefa, 2020) . Crop memiliki arti lain yakni menanam, menanamkan dan

memanen yang dimana paludicrop ini dapat tumbuh dengan adanya campur

tangan manusia yang berhubungan dengan kultur yang artinya budidaya. Dengan

kata lain paludicrop merupakan tumbuhan yang hidup di lahan gambut basah

yang mendukung perlindungan gambut.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mngetahui bagaimana hubungan

masyarakat dengan tumbuhan di kawasan lahan gambut Desa Pilang, Kabupaten

Pulang Pisau, pengelolaan lahan dan budidaya lahan basah.

29
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Semua data pribadi seperti nama, alamat dan nomor telpon responden akan
dirahasiakan dan tidak akan diberikan kepada pihak manapun.

Apakah Anda bersedia diwawancara dan menjadi responden?

Ya

Tidak

A. PROFIL RESPONDEN
1. Nama

2. Jenis kelamin

3. Umur

4. Alamat

5. Pendidikan terakhir
Berapa tahun menjadi petani
6.
gambut
7. Suku/latar belakang
Jumlah anggota keluarga dewasa
8.
yang mengerjakan lahan

B. PROFIL LAHAN PETANI


Lokasi GPS/link gmap

1. Luas lahan (Ha)


Tahun pertama pengolahan lahan
2.
gambut basah

30
Jenis Lahan Gambut a) Tipis.
3. b) Sedang.
c) Tebal.
Kedalaman gambut (peta sebaran m / pH:
4. gambut desa Pilang, BRG) & pH
tanah.
Siapa yang mengelola lahan ? Mengolah sendiri / Diolah
5.
oleh pekerja
Jenis lahan sebelum ditanam a) Hutan.
paludicrop (beri tanda X pada b) Bekas kebun sawit.
pilihan) c) Bekas kebun karet.
6.
d) Lainnya:
sebutkan……………………
…………
Bagaimana kondisi tanah saat a) Kering.
pertama kali sebelum ditanam? b) Basah (tergenang air)
(beri tanda X pada pilihan) secara alami.
7. c) Basah (tergenang air) hasil
pembahasan kembali (buatan)
d) Kadang kering namun
kadang tergenang air
Bagaimana cara membersihkan a) Membakar lahan.
8.
lahan pertama kali? b) Cara lainnya, sebutkan
Apakah dalam setahun ada waktu Ada / tidak ada, Selalu
9.
lahan tergenang ? Bulan apa saja? tergenang
Dari mana Anda belajar cara
10.
mengolah lahan dan bertani?
Alat-alat pengolahan lahan apakah
11.
yang Anda gunakan saat ini ?

31
Bagaimana cara Anda memilih/ a) Warisan orang tua.
menentukan komoditi tanaman b) Mengikuti sesama teman
yang ditanam saat ini? petani.
c) Mengikuti anjuran (ketua)
kelompok tani.
c) Mengikuti saran penyuluh
pertanian.
12.
d) Berdasarkan proyek
pemerintah.
e) Permintaan pembeli/ijon.
f) Ide/keinginan sendiri.
g). Lainnya,
sebutkan:……………………
…….

32
A. INFORMASI KOMODITAS DI LAHAN BASAH GAMBUT

No Nama tanaman Ada/ Nama varian lokal Bagian Beri tanda Luas jika Tinggi muka Apakah tahan
Tidak yang tumbuh di desa tanaman yang [√] bila dibudidaya air untuk genangan? Berapa
Ada ? Anda (contoh : rotan digunakan dibudi- (ha) tanaman bisa lama? Berapa
irit, rua, bajungan, (daun, dayakan tumbuh maksimal tingi
atau kujang enyuh, batang, genangan?
tampahas, madura, umbut, umbi,
dll) sulur, dll)
1
2
3

1. apakah tanaman tersebut ditanam secara monokultur ataukah secara dicampur dengan tanaman lain.
2. Bagaimana cara penanaman ?

3. Berapa lama waktu menunggu panen pertama setelah penanaman? bagaimana kemudahan dalam memperbanyak bibitnya?

4. Bagaimana kemudahan merawat (terserang hama, biaya perawatan, gulma dll) tanaman ini? bagaimana kemudahan dalam
memanen? Apakah penyebabnya?

33
5. Berapa kali panen dalam setahun? Berapa jumlah panen dalam
ton/ha/tahun (jika dalam kilogram, tolong beri keterangan)?

6. Apakah anda menggunakan pupuk? Jika ya, sebutkan nama pupuk dan
tempat mendapatkannya?

7. Untuk tanaman yang tumbuh liar, berapa kali Anda mengambilnya dari
lokasi dalam satu minggu? Untuk masing-masing tanaman yang tumbuh
liar, bagaimana akses untuk memanfaatkannya? Misalnya sulit karena
harus jauh berjalan kaki, harus menyberang sungai

34
LAMPIRAN. 2 LEMBAR PENGAMATAN TEKNIK BUDIDAYA
Nama Tanaman :

No Teknik Deskripsi
1 Cara Penyiapan Lahan
2 Cara budidaya bibit
3 Cara penanaman
4 Cara perawatan (termasuk pakai pupuk dan pestisida apa)
5 Teknik panen
6 Teknik penyimpanan hasil pertanian

35
LAMPIRAN 3. LEMBAR PENGAMATAN CIRI – CIRI MORFOLOGI PALUDICROP

Nama daerah tanaman:

No Ciri – cirimorfologi Deskripsi

1 Habitus

2 Akar

3 Umbi, Sulur, Rizoma

Batang
- Tipe batang
4 - Bentuk batang
- Permukaan batang
- Arah tumbuh
- Percabangan
Daun
- Tipe daun
5 - Bentuk daun
- Ujung daun
- Tepi daun
- Warna daun
- Permukaan daun
Bunga
- Letak bunga
6 - Warna bunga
- Kelopak bunga
- Mahkota bunga
- Benang sari
- Putik
Buah
7
- Warna buah
- Bentuk buah
Biji
8
- Bentuk biji
- Warna biji

36

Anda mungkin juga menyukai