Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI (PKP) APOTEKER

PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL


DI RSUD BANGLI

KELOMPOK : D3

NI KADEK AYU PRAMESTI (2108611076)


LUPU RINA ANTARINI (2108611077)
NI PUTU WAHYUDEWI PRIMANANDA (2108611078)
NI KADEK RIA PRATIWI (2108611079)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI (PKP) APOTEKER
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
(13-17 DESEMBER 2021)

Disetujui Oleh:

Pembimbing PKPA PS Profesi Apoteker


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

apt. Ni Kadek Warditiani, S.Farm., M.Sc.


NIP. 198310302008122001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi Profesi Apoteker


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

apt. Luh Putu Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc


NIP. 198402222008012008

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat Beliau-lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
RSUD Bangli, yang dilaksanakan pada tanggal 10-17 Desember 2021 tepat pada
waktunya, sebagai syarat bagi mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana dalam
meraih gelar Apoteker (apt.).
Penyusunan laporan PKPA ini tentunya tidak terlepas dari dukungan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu kepada:
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
kesehatan, semangat, dan petunjuk kepada penulis dari awal hingga tugas
akhir ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
2. Ibu Dra. Ni Luh Watiniasih, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
3. Ibu apt. Luh Putu Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc., selaku Koordinator
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
4. Ibu apt. Dewa Ayu Swastini. S.F., M.Farm., selaku Koordiator Program
Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana.
5. Ibu Dr. apt. Ni Putu Eka Leliqia, S.Farm., M.Si. selaku Koordinator Mata
Kuliah Pelayanan Kesehatan Tradisional.
6. Ibu apt. Ni Kadek Warditiani, S.Farm., M.Sc. selaku pembimbing
akademik dalam menyusun laporan ini dan narasumber dalam kegiatan
PKPA Yankestrad.

iii
7. Bapak Prof., apt., Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si, sebagai
narasumber dalam kegiatan PKPA Yankestrad ini.
8. Bapak dr. Anak Agung Gede Putera, M.Si. dari RSUD Bangli sebagai
narasumber dalam kegiatan PKPA Yankestrad ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penyusunan laporan PKPA ini selanjutnya.

Jimbaran, 21 Desember 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan PKPA Yankestrad ............................................................... 3
BAB II RINCIAN KEGIATAN DAN TUGAS-TUGAS .................................. 4
2.1 Rincian Kegiatan ............................................................................. 4
2.2 Rangkuman dari Kegiatan Pemaparan Materi Selama PKPA ........ 7
2.2.1 Rangkuman Materi Pelayanan Kesehatan Tradisional Di RSUD
Bangli..................................................................................... 7
2.2.2 Rangkuman Materi Peraturan Perundang-Undangan Terkait
Yankestrad ............................................................................. 7
2.2.3 Rangkuman Materi Pemanfaatan Herbal dalam Balinese Wellnes
............................................................................................... 8
2.2.4 Rangkuman Materi Pengolahan Pasca Panen ........................ 9
2.2.5 Kunjungan Lapangan RSUD Bangli ..................................... 10
2.3 Tugas Mandiri ................................................................................. 11
2.3.1 Ni Kadek Ayu Pramesti ......................................................... 11
2.3.2 Lupu Rina Antarini ................................................................ 18
2.3.3 Ni Putu Wahyudewi Primananda ........................................... 26
2.3.4 Ni Kadek Ria Pratiwi ............................................................. 31
2.4 Student Project ................................................................................ 36

v
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 56
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 56
3.2 Saran ............................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57
LAMPIRAN ....................................................................................................... 66

vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Sembung ................................................................................ 40
Gambar 2. Kelapa............................................................................................... 41
Gambar 3. Madu................................................................................................. 43

vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Uraian Kegiatan PKPA Yankestrad ..................................................... 4
Tabel 2. Fungsi Masing-Masing Bahan dalam Ramuan .................................... 44
Tabel 3. Karakteristik Persyaratan Mutu Simplisia Daun Sembung.................. 48

viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Link Google Drive Daftar Pustaka Student Project ....................... 66
Lampiran 2. Foto Kegiatan PKPA Yankestrad .................................................. 67

ix
DAFTAR SINGKATAN
Apt : Apoteker
Daring : Dalam Jaringan
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
MIPA : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
No : Nomor
OASE : Online Academic Service for E-Learning
P4TO : Program Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
PKPA : Praktik Kerja Profesi Apoteker
PMK : Peraturan Menteri Kesehatan
RI : Republik Indonesia
RPS : Rencana Pembelajaran Semester
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
UNHI : Universitas Hindu Indonesia
UU : Undang-Undang
Yankestrad : Pelayanan Kesehatan Tradisional

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengobatan tradisional saat ini diyakini masyarakat sebagai metode pola
hidup sehat. Kecenderungan ini meningkat karena masyarakat berkeyakinan
mengonsumsi obat tradisional relatif lebih aman dan tidak ada efek samping
dibandingan dengan obat medis. Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional mudah didapat,
harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan
pencegahan penyakit. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional
termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degenerative dan
kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan
khasiat dari obat tradisional (Sari, 2006; Maryani dkk., 2017).
Pelayanan kesehatan tradisional merupakan pengobatan dan/atau perawatan
dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pelayanan kesehatan tradisional sudah
dikenal terlebih dahulu daripada pelayanan kesehatan konvensional. Keberadaan
pelayanan kesehatan konvensional muncul setelah pelayanan kesehatan tradisional
pada abad ke-19. Hanya saja karena metode yang digunakan lebih ilmiah dan
teruji membuat pelayanan kesehatan konvensional lebih dipercaya oleh
masyarakat. Tetapi ternyata dalam perkembangannya, pelayanan kesehatan
tradisional yang umumnya banyak terdapat di masyarakat pedesaan mulai menarik
kembali kepercayaan masyarakat perkotaan terhadap pelayanan kesehatan
tradisional. Malpraktik pelayanan kesehatan konvensional membuat masyarakat
membuka diri kembali pada pelayanan kesehatan tradisional yang menawarkan

1
konsep back to the nature bahkan kemungkinan sembuh dari penyakit yang belum
ditemukan obatnya di dunia medis (Agustina, 2015).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/
MENKES/SK/VII/2003 menyebutkan bahwa klasifikasi pengobatan tradisional
memiliki teknik pengobatan yang beragam seperti teknik pengobatan
keterampilan, teknik pengobatan ramuan, teknik pengobatan melalui pendekatan
agama maupun teknik pengobatan melalui pendekatan supranatural. Sedangkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional, Jenis-Jenis pelayanan kesehatan tradisional meliputi: Pelayanan
kesehatan empiris, pelayanan kesehatan komplementer, pelayanan kesehatan
integrasi. Pelayanan kesehatan tradisional empiris adalah penerapan kesehatan
tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. Pelayanan
kesehatan tradisional komplementer adalah penerapan kesehatan tradisional yang
memanfaatkan ilmu biomedis dan biocultural dalam penjelasannya serta manfaat
dan keamanannya terbukti secara ilmiah. Pelayanan kesehatan tradisional integrasi
adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang mengkombinasikan pelayanan
kesehatan konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer,
baik bersifat sebagai pelengkap atau pengganti (Agustina, 2015).
Pengembangan pengobatan tradisional perlahan mulai dilaksanakan di Bali
dengan mengacu tiga pilar antara lain: produk (jamu), praktik (metode dan
keilmuan), serta praktisi (penyembuh). Pengembanggan yang dilakukan adalah
mulai melaksanakan Pelayanan Kesehatan Tradisional pada Rumah Sakit Umum
Daerah Bangli. Pelayanan yang diterapkan di RSUD Bangli adalah pelayanan
secara komplementer dan integrasi. Pelayanan kesehatan tradisional di RSUD
Bangli dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah menempuh pendidikan formal.
Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter, apoteker dan farmasis (Gubernur
Bali, 2019). Pengobatan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan tradisional Bali
mengacu pada Usada Bali dan Vademekum. Usada Bali merupakan kumpulan
pustaka yang berisikan sistem pengobatan, bahan obat dan cara pengobatan
tradisional yang memiliki arti dan posisi penting dalam pengobatan tradisional di
Bali. Vademekum memuat mengenai bahan tanaman yang dapat diolah menjadi

2
obat tradisional dan telah ditemukan bukti klinis tanaman tersebut. Pengembangan
pelayanan kesehatan tradisional tidak hanya dilakukan pada bidang kesehatan,
namun juga dilakukan di bidang pariwisata dengan mengggunakan konsep “Bali
Wellness”. Konsep “Bali Wellness” ini dilakukan dengan memanfaatkan obat
tradisional Bali yang berlandaskan pada Usada Bali. Konsep wellness mengarah
pada kebugaran atau keseimbangan antara body, mind, dan spirit (Kemenkes RI,
2011; Antari et al., 2018).
Pelakasanaan pelayanan kesehatan tradisional yang dilakukan oleh apoteker
adalah pelayanan terkait ramuan obat tradisional baik yang sudah memiliki ijin
edar maupun obat tradisional racikan sendiri. Selain itu, apoteker juga berperan
dalam pemberian informasi penggunaan obat tradisional dengan tepat.
Berdasarkan hal tersebut, sebagai upaya dalam meningkatkan pemahaman
mengenai penyelenggaraan tugas dan fungsi apoteker pada pelayanan kesehatan
tradisional, maka Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas MIPA, Universitas
Udayana menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Pelayanan Kesehatan Tradisional. Dengan dilakasanakannya program PKPA,
diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kompetensi dalam pelayanan
kesehatan tradisional serta dapat berperan dalam pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional.

1.2. Tujuan PKPA Yankestrad


a. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran apoteker dalam
pelayanan kesehatan tradisional integrasi.
b. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan produksi dan
pelayanan sediaan obat tradisional pada pelayanan kesehatan tradisional.
c. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan praktek farmasi di pelayanan kesehatan
tradisional.
d. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga kefarmasian yang professional.

3
BAB II
RINCIAN KEGIATAN DAN TUGAS-TUGAS

2.1 Rincian Kegiatan


Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Pelayanan Kesehatan
Tradisional di Rumah Sakit Umum Bangli dilakukan dengan sistem daring
melalui media elektronik berupa aplikasi pertemuan daring Cisco Webex Meeting
dan media untuk mengerjakan tugas-tugas melalui Online Academic Service E-
Learning (OASE). Kegiatan PKPA tersebut dilakukan selama kurang lebih satu
minggu, yang dimulai pada tanggal 10 Desember 2021 sampai dengan 17
Desember 2021.
Tabel 1. Uraian Kegiatan PKPA Pelayanan Kesehatan Tradisional (10 Desember
2021-17 Desember 2021).
Hari dan
No. Dosen Pengampu Uraian Kegiatan
Tanggal
1. Jumat, 10 Dr. Ni Putu Eka Penyampaian materi mengenai
Desember 2021 Leliqia, S.Farm., pembekalan Praktek Kerja Profesi
M.Si., Apt. Apoteker meliputi pendahuluan,
gambaran kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan, kontrak
kuliah, penugasan yang akan
didapatkan (Student Project,
logbook, tugas individu dan
laporan PKPA), RPS, jadwal
kuliah, serta format penyusunan
tugas, melalui media Cisco
Webex Meeting.
2. Senin, 13 dr. Anak Agung Pembekalan serta penyampaian
Desember 2021 Gede Putera, materi mengenai Pelayanan
M.Kes. Kesehatan Tradisional di

4
Indonesia, regulasi dan peraturan
yang mengatur, kriteria obat
bahan alam, jenis-jenis
Yankestrad, tatacara pelayanan
kesehatan tradisional di RSUD
Bangli, hal yang dimaksud
dengan Yankestrad empiris,
komplementer, dan terintegrasi.
Pemaparan materi dilakukan
melalui media Cisco Webex
Meeting. Dilakukan pengisian
logbook oleh masing-masing
mahasiswa.

Prof. Dr.rer.nat. Penyampaian materi mengenai


apt. I Made Agus aspek perundang-undangan
Gelgel Wirasuta, yankestrad secara nasional, aspek
M.Si. perundang-undangan yankestrad
di Provinsi Bali, peran apoteker
dalam kegiatan Yankestrad
berdasarkan peraturan yang
berlaku, konsep wellness, konsep
Bali Tradisional Medicine, serta
pengembangan Yankestrad
melalui branding. Setelah itu
materi disertai dengan sesi
diskusi melalui media Cisco
Webex Meeting.

apt. Ni Kadek Penyampaian materi serta sesi


Warditiani, diskusi mengenai pengolahan
S.Farm., M.Sc.. pasca panen tanaman obat

5
sebagai produk perawatan diri
atau kecantikan, obat herbal dan
sediaan lainnya terkait wellness
melalui media Cisco Webex
Meeting.
3. Kamis, 16 apt. Ni Kadek Pelaksanaan ujian PKPA
Desember 2021 Warditiani, Yankestrad. Kegiatan ujian
S.Farm., M.Sc. presentasi sudent project diawali
dengan presentasi oleh kelompok
1 dari setiap kelas yang berupa
Student Project yang telah
dikerjakan oleh kelompok dengan
difasilitasi oleh fasilitator dan
dihadiri oleh seluruh peserta
PKPA. Kemudian ujian
kelompok dilakukan permasing-
masing kelompok yang diampu
oleh dosen pengampu. Ujian
presentasi sudent project ini
diakhiri dengan sesi diskusi dan
tanya jawab.
Setelah itu lakukan penyusunan
laporan PKPA oleh seluruh
anggota kelompok dan pengisian
logbook oleh masing-masing
mahasiswa.
4. Jumat, 17 Dr. Ni Putu Eka Kunjungan ke Instalasi
Desember 2021 Leliqia, S.Farm., Yankestrad di RSUD Bangli.
M.Si., Apt. Kemudian lakukan penyusunan
laporan PKPA oleh seluruh

6
anggota kelompok dan pengisian
logbook oleh masing-masing
mahasiswa.
5. Rabu, 22 - Dilakukan pengumpulan laporan
Desember 2021 PKPA serta logbook melalui
media OASE Unud oleh masing-
masing mahasiswa.

2.2 Rangkuman dari Kegiatan Pemaparan Materi Selama PKPA


2.2.1 Rangkuman Materi Pelayanan Kesehatan Tradisional di RSUD Bangli
Pemaparan materi terkait pelayanan kesehatan tradisional di RSUD Bangli
disampaikan oleh Bapak dr. Anak Agung Gede Putera, M.Kes. Materi yang
disampaikan meliputi ruang lingkup Yankestrad, tujuan, dan manfaat. Pemaparan
dilanjutkan dengan materi terkait peraturan perundang-undangan yang mengatur
Yankestrad. Topik yang dibahas juga terkait perundangan-undangan tersebut
adalah mengenai perundang-undangan yankestrad secara nasional, aspek
perundang-undangan yang ada di Bali dan peran apoteker dalam kegiatan
Yankestrad berdasarkan peraturan yang berlaku. Topik dilanjutkan dengan
pemaparan mengenai Program Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO)
yang ada di Bali dengan pelayanan yang sudah berjalan di Karangasem, Tabanan,
Bangli, serta UNHI. Dijelaskan juga peran apoteker dalam layanan Yankestrad
adalah untuk mengembangkan produk yang bersumber dari Usada Bali yang telah
memberikan efek empiris lalu dikembangkan melalui program saintifikasi jamu.
2.2.2 Rangkuman Materi Peraturan Perundang-Undangan terkait
Yankestrad
Kegiatan pemaparan materi terkait peraturan perundang-undangan terkait
pelayanan kesehatan tradisional dibawakan oleh Bapak Prof. Dr.rer.nat. apt. I
Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si. Kegiatan ini mengharapkan mahasiswa untuk
mampu menguasai pemahaman tentang aspek perundang-undangan yang terkait
dengan pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad) secara nasional maupun di
Bali secara khususnya dan peran apoteker di dalamnya. Materi ini menjelaskan

7
bahwa dalam peraturan seperti PP 103 tentang Yankestrad, UU No. 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, Pergub Bali No. 104 tentang JKN-KBS, dan
Pergub Bali No. 55 tahun 2019 tentang Yankestrad Bali, dan peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan pemerintah menitikberatkan pada konsep Sehat pada Bali
Traditional Medicine dan juga peran apoteker di dalamnya menurut Undang-
Undang. Berdasarkan landasan hukum di Indonesia terdapat 3 kelompok
pelayanan kesehatan tradisional, yaitu sebagai berikut.
1. Pelayanan kesehatan tradisional empiris, didasarkan pada:
a. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan
b. Peraturan Pemerintah RI No. 103 Tahun 2014 tentang Yankestrad
c. Permenkes RI No. 16 Tahun 2016
2. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer, didasarkan pada:
a. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan
b. Peraturan Pemerintah RI No. 103 Tahun 2014 tentang Yankestrad
c. Permenkes RI No.15 Tahun 2018
3. Pelayanan kesehatan tradisional Integrasi, didasarkan pada:
a. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan
b. Peraturan Pemerintah RI No. 103 Tahun 2014 tentang Yankestrad
c. Permenkes RI No. 37 Tahun 2017
2.2.3 Rangkuman Materi Pemanfaatan Herbal dalam Balinese Wellness
Kegiatan pemaparan materi terkait pemanfaatan herbal dalam balinese
wellness dibawakan oleh Bapak Prof. Dr.rer.nat. apt. I Made Agus Gelgel
Wirasuta, M.Si. Materi diawali dengan penjabaran mengenai health dan wellness.
Pengembangan Balinese Wellness didasarkan atas visi dan misi pembangunan
Bali 2018-2023 dimana berbunyi „Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ yang memiliki
makna melalui pola pembangunan semesta berencana. Dalam misi pembangunan
bali, dimana terdapat 22 misi dan salah satunya berkaitan dengan Balinese
Wellness. Terdapat tiga program prioritas kesehatan yakni:
1. Percepatan pelaksanaan program peraturan Gubernur Bali No. 55 Tahun 2019
2. Percepatan Pengembangan industry kesehatan Tradisional Bali.
3. Meningkatkan target usulan HAKI

8
Dalam pemaparan juga ditekankan mengenai 8 dimensi wellness yaitu ada
emotional, spiritual, intelectual (kreativitas diri), physical (aktivitas fisik,
kesehatan, makanan dan tidur), environmental (lingkungan), financial (situasi
keuangan), occupational (kepuasan bekerja), serta social (interaksi sosialnya).
Selain itu, dipaparkan juga terkait pengobatan tradisional yang berbasis Usada
terkait kebugaran seperti jamu herbal (loloh), aromaterapi, yoga dan meditasi,
makanan sehat (organik), perawatan tubuh, spa, dan balinise massage.
2.2.4 Rangkuman Materi Pengolahan Pasca Panen
Kegiatan pemaparan materi terkait pengolahan pasca panen dibawakan oleh
apt. Ni Kadek Warditiani, S.Farm., M.Sc. Pengolahan pasca panen bertujuan
untuk untuk menjamin ketersediaan bahan baku simplisia dan mutu dari bahan
baku, serta mencegah terjadinya perubahan fisiologis bahan, mencegah timbulnya
gangguan mikroba patogen, mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan
hama dan mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat proses panen dan
pengangkutan. Secara garis besar pengolahan pasca panen meliputi sortasi basah,
pencucian, penirisan, pengubahan bentuk (perajangan), pengeringan, sortasi
kering, pengemasan dan pelebelan. Tujuan dari pengolahan tahapan pengolahan
pasca panen tersebut adalah:
1. Sortasi Basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing
serta bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia obat.
2. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang
melekat pada bahan simplisia. Proses pencucian dilakukan dengan
menggunakan air mengalir yang bersih (standar air minum), air dari sumber
mata air, air sumur, atau air PDAM.
3. Penirisan yang dilakukan untuk mencegah pembusukan atau bertambahnya
kandungan air.
4. Pengubahan bentuk yang dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya.
Pengubahan bentuk ini antara lain lain, misalnya perajangan, irisan, potongan,
dan serutan untuk memudahkan dan mempercepat proses pengeringan,
penggilingan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan simplisia
selanjutnya.

9
5. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama, menghentikan reaksi enzimatis, dan
mencegah pertumbuhan kapang serta jamur. Proses pengeringan dapat
dilakukan dengan dua metode yakni secara alami menggunakan sinar
matahari lansung dan diangin-anginkan, serta dengan cara menggunakan alat
seperti contohnya oven. Suhu yang digunakan juga harus diperhatikan sesuai
dengan simplisia yang dikeringkan agar tidak merusak simplisia dan zat aktif
didalamnya.
6. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan asing dan simplisia
yang belum kering benar atau memisahkan simplisia dengan bahan lain yang
mirip dan tidak diingikan yang masih menempel pada simplisia.
7. Pengemasan dan pemberian label yang bertujuan untuk melindungi simplisia
saat pengangkutan, mempermudah distribusi, dan penyimpanan dari
gangguan luar, seperti suhu, kelembapan, cahaya, pencemaran mikroba, dan
adanya serangga atau hewan lainnya. Pelabelan juga bertujuan untuk
mengetahui identitas simplisia meliputi nama simplisia, tanggal panen tanggal
pembuatan, lokasi panen, dan bobot simplisia.
Selain itu, dijelaskan juga komponen lain yang mendukung kegiatan pasca
panen tanaman obat melipu bangunan, peralatan, dan sumber daya manusia.
2.2.5 Kunjungan Lapangan RSUD Bangli
Kunjungan lapangan ke RSUD Bangli dilaksanakan pada hari Jumat, 17
Desember 2021. Kunjungan ini diawali dengan penyampaian dan diskusi
mengenai ruang lingkup Yankestrad di RSUD Bangli. Disampaikan juga
mengenai Tujuan, Visi dan Misi RSU Bangli, Alur Pelayanan di RS, Dasar
Hukum, serta Perjalanan Yankestrad di Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bangli
oleh Wakil Direktur RSUD Bangli.
Selanjutnya disampaikan juga materi mengenai sejarah berdirinya pelayanan
Yankestrat, Saintifikasi Jamu, Jamu Saintifik dan proses Sanintifikasi Jamu dan
proses pembuatan Jamu Saintifik oleh dr. A.A. Gede Putera, M.Kes. Sesi ini
berisikan awal mula Pelayanan Yankestrad di RSU Bangli. Dimana Yankestrad di
Bangli diawali pada tahun 2012 di Poliklinik Saintifikasi Jamu Puskesmas Bangli

10
Utara yang diatur dalam Permenkes 1109 Tahun 2007 dan Permenkes 003 Tahun
2010, pada tahun 2015 berdirinya Poliklinik Komplementer dan Alternatif RSU
Bangli yang diatur dalam Peraturan Pemerintah 103 Tahun 2014, pada tahun 2019
berdirinya Unit Yankestrad RSU Bangli tetapi belum sesuai dengan Permenkes
No 37 Tahun 2017, pada tahun 2017 berdirinya Unit Yankestrad Integrasi RSU
Bangli yang diatur dalam Permenkes No 37 Tahun 2017.
Sehingga mengacu pada peraturan dan WHO, pelaksanaan program
Yankestrad di RSUD Bangli ini memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya
untuk tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, apoteker, dan tenaga kesehatan
lain untuk melakukan pengobatan komplementer dengan jamu atau fitofarmaka
yang sudah terbukti memberikan efek klinis dengan melalui proses saintifikasi
jamu. Saintifikasi Jamu merupakan proses pembuktian ilmiah khasiat dan
keamanan jamu, sedangkan Jamu Saintifik merupakan jamu yang sudah terbukti
khasiat dan keamanannya.
Kegiatan berlanjut mengunjungi unit instalasi Yankestrad di RSUD Bangli.
Peserta PKA diarahkan untuk melihat data-data pasien dan jamu serta fitofarmaka
yang diperoleh dari B2P2TOOT Tawamangun yang digunakan di instalasi
Yankestrad RSUD Bangli.
Sayangnya, unit Yankestrad di RSUD Bangli sedang mengalami kendala.
Selain karena pandemi Covid-19 berdampak pada berkurangnya jumlah pasien
yang datang, namun juga karena RSUD Bangli sedang pada tahap renovasi.
Sehingga untuk saat ini unit Yankestrad di RSUD Bangli sedang tidak berjalan
dan unit ini sementara dijadikan unit Neurologi RSUD Bangli. Namun, setelah
pandemi mereda dan renovasi RSUD Bangli selesai, Pelayanan Kesehatan
Tradisional di RSU Bangli akan berjalan kembali.

2.3 Tugas Mandiri


2.3.1 Tugas Mandiri Atas Nama Ni Kadek Ayu Pramesti
I. RAMUAN
Ramuan jamu ketumbar untuk nyeri haid yaitu sebagai berikut:
R/ Ketumbar 7 butir

11
Rimpang kunyit 1 jari
Cengkeh 1 butir
Asam Kawak 1 biji
Biji Pala 1 butir
(Kurdi, 2010)
II. DESKRIPSI BAHAN TANAMAN DALAM RAMUAN
1. Ketumbar
a. Nama Simplisia
Nama simplisia buah ketumbar yaitu Coriandri Sativi Fructus.
(Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies buah ketumbar yaitu Coriandrum sativum L.
(Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili dari buah ketumbar yaitu Apiaceae (Kemenkes RI,
2017).
d. Kandungan Fitokimia
Ketumbar kaya akan flavonoid seperti kuersetin, apigenin,
antosianin, rutin, luteorlin, kaemferol, flavon, kumarin dan beta karoten
(Barros et al., 2012; Kaiser et al., 2013; Msaada et al., 2017).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Ketumbar dan senyawa bioaktifnya telah dilaporkan memiliki
berbagai aktivitas biologis seperti antioksidan, antikanker,
neuroprotektif, anxiolitik, hipnotik, antikonvulsan, analgesic,
antiinflamasi dan antidiabetic (Mussarat et al., 2014). Flavonoid
khususnya kuersetin dilaporkan dapat menekan ekspresi COX-2 pada
tikus, hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan yang kaya akan flavonoid
seperti kuersetin memiliki potensi sebagai antiinflamasi (Li et al.,
2016). Maleki et al (2019). melaporkan bahwa flavonoid dapat
mengganggu pembentukan AA dari fosfolipid dan mengurangi produksi
metabolit inflamasi. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa

12
flavonoid dengan kapasitas antiksidan yang tinggi dapat memberikan
efek antiinflamasi pada kondisi peradangan kronis (Marzocchella et al.,
2011).
2. Rimpang Kunyit
a. Nama Simplisia
Nama simplisia dari rimpang kunyit yaitu Curcumae Longae
Rhizoma (Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies dari rimpang kunyit yaitu Curcuma longa L.
(Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili dari rimpang kunyit yaitu Zingiberaceae (Kemenkes
RI, 2017).
d. Kandungan Fitokimia
Kandungan fitokimia rimpang kunyit yaitu kurkuminoid termasuk
kurkumin, desmetoksikurkumin, bisdesmetoksi kurkumin, resin,
minyak atsiri termasuk α dan β tumeron, artumeron, α dan ¥ atlanton,
kurlon, zingiberen,dan kurkumol (Kemenkes RI, 2012).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Rimpang kunyit memiliki efek farmakologi sebagai agen
antiiflamasi dimana pemberian secara intraperitonial kurkumin dan
natrium kurkuminat menunjukan aktivitas antiinflamasi yang kuat pada
tes pembengkakan akut tikus yang diinduksi dengan karagen. Aktivitas
antiinflamasi kurkumin terjadi karena kemampuannya mengikat radikal
bebas oksigen yang dapat menyebabkan proses peradangan (Kemenkes
RI, 2012). Sebagai antioksidan dimana pemberian peroral
tetrahidrokurkumin pada tikus yang diinduksi STZ (streptozotosin) dan
nikotinamid efektif pada dosis 80 mg/kg bb selama 45 hari,
menunjukkan aktifitas yang signifikan pada enzim ikatan membran
eritrosit dan pertahanan antioksidan pada efek antidiabet. Dan sebagai
antihiperkolesterolemia dimana pemberian ekstrak kunyit 200 mg/kg

13
bobot badan tikus menunjukan aktivitas sebagai antihiperkolesterolemia
serta dapat menurunkan LDL tanpa mempengaruhi HDL. Ekstrak
etanol rimpang kering kunyit dosis 30 mg/kg bb, diberikan pada tikus
secara intragastrik setiap 6 jam selama 48 jam, memiliki aktivitas
antihiperkolesterolemia[ (Kemenkes Ri, 2012).
3. Cengkeh
a. Nama Simplisia
Nama simplisia dari cengkeh yaitu Syzygium aromaticum Flos
(Kemenkes RI, 2012).
b. Nama Spesies
Nama spesies dari cengkeh yaitu Syzygium aromaticum L.
(Kemenkes RI, 2012).
c. Nama Famili
Nama famili dari cengkeh yaitu Myrtaceae (Kemenkes RI, 2012).
d. Kandungan Fitokimia
Kandungan utama buah cengkeh adalah minyak atsiri yang terdiri
atas eugenol, eugenil asetat dan α‐ dan β‐kariofilen. Ekstrak n‐heksana
dari tunas cengkeh menghasilkan minyak berwarna oranye dengan bau
khas cengkeh. Senyawa kimia yang terkandung dalam minyak ini
adalah eugenol, eugenil asetat, p–simen, 5–heksen–2‐on, timol,
kariofilen oksida, guaiol, benzen‐1‐butilheptil, nootkatin,
isolongifolanon (trans), asam heksadekanoat, 9,17‐oktadeka‐dienal,
ester butil asam oktadekanoat, fenol‐4‐(2,3‐dihidro‐7‐metoksi‐3‐metil‐
5‐(1‐propenil)‐2–benzofuran, ester‐3,7,11‐ trimetiletil asam
dodekatrienoat, vitamin E asetat (Kemenkes RI, 2012).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) yang secara empiris
diyakini ketika dikonsumsi mampu sebagai agen antiiflamasi dan
analgesik. Ekstrak etanol bunga cengkeh dosis 50, 100, dan 200 mg/kg
mempunyai aktifitas antiinflamasi pada tikus Wistar dewasa yang
dibuat udem dengan penyuntikan 50 μl formalin 2.5% secara subkutan

14
pada jari kaki belakang, yang ditunjukkan dengan penurunan diameter
udem. Pemberian ekstrak i.v. dengan dosis yang sama pada mencit,
yang sebelumnya disuntik i.v. dengan asam asetat 0,6%, menurunkan
jumlah geliat secara nyata. Aktifitas analgesik tertinggi dicapai pada
dosis 50 mg/kg BB, dengan daya cegah kontraksi perut mencapai 75%,
sedangkan perlakuan kontrol i.v. dengan piroxicam 20 mg/kg BB
menunjukkan daya cegah kontraksi perut sebesar 74% (Kemenkes RI,
2012).
Buah cengkeh dapat digunakan sebagai antiobesitas dan
antiukerogenik. Ekstrak etil asetat (100%, v/v), etanol (70%, v/v) dan
air dari buah cengkeh memiliki sifat stabil pada suhu tinggi dan pH
rendah, serta menunjukkan adanya aktifitas lipase pankreas inhibitor
hingga 50%, sehingga berpotensi digunakan sebagai obat antiobesitas.
Ekstrak etanol buah cengkeh dapat menurunkan keasaman dan indeks
tukak lambung, serta meningkatkan cairan lambung pada tikus jantan
Swiss albino yang diinduksi tukak dengan indomethacin (20 mg/kg
S.C.). Pemberian ekstrak dengan dosis 200 mg/kg BB penurunan indeks
tukak lebih besar dari pada penggunaan cimetidin dosis 100 mg/kg BB
(Kemenkes RI, 2012).
4. Asam Kawak
a. Nama Simplisia
Nama simplisia dari asam kawak yaitu Tamarindus indica Fructus
(Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies dari asam kawak yaitu Tamarindus indica L.
(Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili dari asam kawak yaitu Ceacapiniaceae (Kemenkes RI,
2017).

15
d. Kandungan Fitokimia
Daging buah asam kawak antara lain mengandung asam sitrat, asam
tartrat, asam malat, asam-asam ini Sebagian besar terikat oleh kalium
antara lain kalium bitartrate, sterol/terpen, saponin, pektin, selulosa,
gula, vitamin A, vitamin B dan C. Asam organic yang terkandung
dalam daging buah asam kawak seperti asam sitrat, asam tartat, asam
malat merupakan asam organic tumbuhan. Selain itu, buah asam kawak
juga mengandung senyawa tanin, flavonoid, saponin dan juga alkaloid
(Arisandi, 2006).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Kandungan tanin pada buah asam kawak memiliki khasiat dalam
pengobatan terutama di Asia dimana menjadi penyembuh alami,
tanaman ekstrak yang mengandung senyawa tanin digunakan sebagai
astringents, mengatasi diare, sebagai diuretic, maengatasi penyakit pada
perut dan tumor duodenum dan sebagai agen antiinflamasi, antiseptic
dan hemostatik pharmaceuticals (Khanbabaee and Ree, 2001). Alkaloid
yang terkandung di dalam buah asam kawak memiliki kemampuan
sebagai antibakteri (Juliantina et al., 2008).
5. Biji Pala
a. Nama Simplisia
Nama simplisia dari biji pala yaitu Myristicae fragransis Semen
(Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies dari biji pala yaitu Myristicae fragrans Houtt.
(Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili dari biji pala yaitu Myristicaceae (Kemenkes RI,
2017).
d. Kandungan Fitokimia
Kandungan fitokimia dari biji pala antara lain eritro-
austrobailignan-6, asam mesodihidroguaiaretat dan nektandrin-B. selain

16
itu pada arilus terkandung minyak atsiri, minyak lemak, zat samak dan
zat pati. Biji mengandung minyak atsiri, minyak lemak, saponin,
miristisin, elemisin, enzim lipase, pektin, hars, zat samak, lemonen, dan
asam oleanolat. Kandungan utama pala adalah turunan alkil benzena
miristisin, elemisin, safrol, α‐ pinen, β‐pinen, asam miristat, dan
trimiristin. Pala mengandung minyak atsiri kira‐kira 10%, terutama
terdiri dari terpen hidrokarbon sabinen dan pinen, kemudian camfen, p‐
simen, felandren, terpinen, limonen, mirsen, dan 60–80% turunan
terpen (linalool, geraniol, terpineol) dan 5–15% fenilpropanoid
(miristisin, elemisin, safrol, eugenol dan turunan eugenol. Senyawa
identitas dari biji pala adalah miristisin (Kemenkes RI, 2012).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Biji pala memiliki aktivitas sebagai analgesik untuk meredakan
nyeri. Selain itu, aktivitas lain yang dimiliki berupa antiinflamasi dan
sedatif atau penenang yang dapat memberikan efek relaksasi (Agaus
dan Agaus, 2019; Kemenkes RI, 2011; Phulsagar et al., 2014).
III. CARA PEMBUATAN
Semua bahan berbentuk simplisia yang digunakan untuk membuat ramuan
ini disiapkan, dimana ketumbar sebanyak 7 butir, rimpang kunyit sebanyak 1 jari,
cengkeh sebanyak 1 butir, asam kawak sebanyak 1 biji, dan biji pala sebanyak 1
butir. Semua bahan tersebut diperkecil ukurannya dengan ditumbuk, lalu
dimasukkan kedalam panci kecil atau teko pemanas dan dimasukkan juga air
sebanyak 110 mL. Kemudian dididihkan, setelah mendidih bagian simplisia yang
utuh dapat dipisahkan (disaring) dari bagian airnya untuk memudahkan saat
meminum ramuan ketumbar tersebut (Kurdi, 2010).
IV. CARA PENGGUNAAN
Jamu berupa infusa ketumbar yang diramu bersama rimpang kunyit,
cengkeh, asam kawak, biji pala dan air dapat diminum sebanyak 1 kali sehari
setelah makan (Kurdi, 2010).

17
V. INDIKASI
Jamu ketumbar yang diramu bersama rimpang kunyit, cengkeh, asam
kawak, biji pala dan air dalam bentuk infusa digunakan untuk membantu
mengobati nyeri haid baik itu dalam mekanismenya sebagai antiinflamasi maupun
antinyeri (Kurdi, 2010; Kemenkes RI, 2012).
VI. INTERAKSI
Jamu yang mengandung ketumbar, rimpang kunyit, cengkeh, asam kawak,
biji pala dan air ini memiliki potensi interaksi, baik itu interaksi masing-masing
bahan tersebut dengan tanaman obat lain atau dengan obat kimia (konvensional),
dengan makanan maupun minuman. Salah satu interaksi yang berpotensi terjadi
yaitu antara pengonsumsian rimpang kunyit yang dapat meningkatkan aktivitas obat
antikoagulan, antiplatelet, heparin, dan trombolitik sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya resiko pendarahan. Oleh sebab itu, pasien yang sedang menggunakan
terapi obat antikoagulan atau pasien yang memiliki riwayat gangguan pendarahan
sebaiknya menghindari penggunaan rimpang kunyit dalam dosis besar (Kemenkes
RI, 2012).
2.3.2 Tugas Mandiri Atas Nama Lupu Rina Antarini
I. RAMUAN
Biji ketumbar dapat diramu dengan tanaman lainnya untuk dapat digunakan
dalam pengobatan, dimana salah satunya ramuan disini digunakan untuk
pengobatan penyakit cacingan. Berikut merupakan ramuan untuk penyakit
cacingan.
R/ Biji Ketumbar 5 biji
Rimpang Bangle 3 jari
Temu Hitam 2 jari
Daun Sirih 5 lembar
Air ½ gelas
(Kurdi, 2010)
II. DESKRIPSI BAHAN TANAMAN DALAM RAMUAN
1. Biji Ketumbar
a. Nama Simplisia

18
Nama simplisia biji ketumbar yaitu Coriandri Sativi Fructus
(Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies biji ketumbar yaitu Coriandrum sativum L.
(Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili ketumbar yaitu Apiaceae (Kemenkes RI, 2017).
d. Kandungan Fitokimia
Senyawa identitas pada biji ketumbar adalah minyak atsiri seperti
linalool (Kemenkes RI, 2017). Selain itu kandungan fitomikia pada
buah ketumbar yaitu adanya alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid,
dan steroid (Rosmiati dan Aritonang, 2020).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Biji ketumbar adalah salah satu bahan herbal yang digunakan untuk
mengobati jenis penyakit cacingan (Mulyani dkk., 2017). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk tahun 2020, dengan
melakukan studi literatur dengan mengkaji 4 tanaman suku Apiaceae
yang berpotensi sebagai antelmintik, untuk menentukan tanaman yang
memiliki potensi sebagai antelmintik paling besar berdasarkan waktu
kematian cacing, dan mengetahui senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antelmintik. Tanaman suku apiaceae berpotensi
sebagai antelminitk salah satunya yaitu Coriandrum sativum. Dimana
tanaman yang memiliki potensi sebagai antelmintik yang paling efektif
dilihat dengan berdasarkan waktu kematian pada cacing yaitu
Coriandrum sativum dimana ketumbar dapat membunuh cacing dalam
waktu kematian berkisar 2 jam. Senyawa metabolit sekunder yang
diduga sebagai antelmintik adalah flavonoid. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Eguale et al Tahun 2007 menyatakan bahwa baik
ekstrak air dan hidro-alkohol Coriandrum sativum menunjukkan
penghambatan penetasan telur cacing yang baik. Kedua ekstrak
menghambat penetasan telur pada konsentrasi rendah dibandingkan

19
tanaman lain. Perbedaan ED50 dari ekstrak Coriandrum sativum tidak
signifikan secara statistik (p> 0,05), yang mungkin disebabkan dengan
adanya bahan kimia serupa atau terkait yang memiliki ovisidal properti
di kedua ekstrak dalam proporsi yang hampir setara. Kesimpulannya,
ekstrak dari biji Coriandrum sativum menunjukkan beberapa aktivitas
anthelmintik in vitro dan in vivo terhadap Haemonchus contortus pada
konsentrasi dan tingkat dosis yang diuji.
2. Rimpang Bangle
a. Nama Simplisia
Nama simplisia rimpang bangle yaitu Zingiberis Montani Rhizoma
(Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies tanaman bangle yaitu Zingiber montanum (J.Koenig)
Link ex A.Dietr. (Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili tanaman bangle yaitu Zingiberaceae (Kemenkes RI,
2017).
d. Kandungan Fitokimia
Senyawa identitas pada rimpang bangle adalah Terpinen-4-ol
(Kemenkes RI, 2017). Selain itu kandungan fitomikia pada rimpang
bengle yaitu phenylbutanoid compound, curcumin, flavonoid, alkaloid,
saponin, tanin, stereoid dan terpenoid (Kurdi, 2010).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dkk tahun
2017, menggunakan serbuk rimpang bangle (Zingiber purpureum
Roxb.). Dimana ekstrak rimpang bangle pada konsentrasi terkecil
mampu mematikan 100% cacing pada jam ke-6 sedangkan konsentrasi
terbesar dapat mematikan 100% cacing pada jam ke-5. Sehingga
dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa ekstrak rimpang bangle
memiliki khasiat sebagai anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli
karena waktu kematian 100% cacing pada konsentrasi terkecil lebih

20
cepat dibandingkan waktu kematian seluruh cacing pada kontrol negatif
dengan menggunakan larutan NaCl 0,9%. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Soleha dan Purba Tahun 2013 menyatakan bahwa
Ekstrak rimpang bangle baik dalam bentuk ekstrak etanol 70%
maupun infusa rimpang bangle memiliki daya antelmintik terbesar
dibandingkan dengan beberapa tanaman lain yang juga memiliki
daya antelmintik. Hasil pengamatan pada kelompok perlakuan dengan
dosis 189,36 mg/ml merupakan kelompok perlakuan dengan dosis
yang paling optimal sebagai antelmintik karena paling banyak cacing
yang mati di dalam dosis tersebut yaitu sebanyak 27,8%.
Sehingga dikatakan bahwa rimpang bangle (Zingiber cassumunar)
mempunyai daya antelmintik terhadap cacing Ascaris suum.
Penelitian oleh Murni dkk Tahun 2020 juga menyatakan bahwa
sebanyak 11 ekor cacing dimasukkan dalam masing-masing wadah
dengan diameter 25 cm dan diberikan perlakuan bahwa 1 jam pertama
setelah perlakuan, menunjukkan perubahan fisiologis berupa badan
yang kaku dan semakin meningkat pada jam berikutnya. Cacing
dikatakan telah mati bila tubuhnya ditekan sedikit dengan kawat yang
ujungnya bulat tidak menunjukkan pergerakkan kontraksi. Berdasarkan
pengamatan fisiologis, kematian cacing konsentrasi 12 % mulai terjadi
pada pengamatan ke 24 jam dan kematian 100% pada pengamatan ke
48 jam. Pada konsentrasi 16% dan 20 % kematian terlihat pada
pengamatan jam ke dua belas. Kontrol positif (albendazole)
menunjukkan kemarian pengamatan ke 12 jam. Kontrol negative tidak
ada kematian sampai pengamatan ke 12 jam. Adanya daya
antihelmintik pada bangle diperkirakan karena adanya senyawa-
senyawa aktif yang merupakan metabolit sekunder. Metabolit sekunder
dapat bekerja sendiri atau dalam kombinasi sehingga menyebabkan
paralisis (kelumpuhan) atau menyebabkan kematian cacing. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak murni bangle (Zingiber
purpureum) 16% efektif membunuh cacing Ascaris suum. Senyawa

21
aktif yang terdapat pada bangle yang terdiri atas flavonoid, alkaloid,
saponin, dan tanin yang berpotensi sebagai tanaman anthelmintik.
3. Temu Hitam
a. Nama Simplisia
Nama simplisia rimpang temu hitam yaitu Curcumae Aeruginoase
Rhizoma (Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Nama spesies tanaman temu hitam yaitu Curcuma aeruginosa
Roxb. (Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili tanaman temu hitam yaitu Zingiberaceae (Kemenkes
RI, 2017).
d. Kandungan Fitokimia
Kandungan fitokimia pada temu hitam yaitu mengandung minyak
atsiri, tanin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon,
kurdion, kurkumalakton, germakron, a ß, g-elemene, linderazulene,
kurkumin, demethyoxykurkumin, bisdemethyoxykurkumin (Kurdi,
2010).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) yang
mengandung minyak atsiri terbukti dapat digunakan sebagai obat
cacing. Berdasarkan penelitian daya membunuh cacing (anthelmintik)
rimpang temu hitam pada cacing askaris babi secara invitro, ternyata
daya anthelmintik minyak asirinya paling kuat dibandingkan dengan
perasan ataupun infus temu hitam. Telah dilakukan penelitian daya
antelmintik rebusan rimpang temu hitam terhadap Ascaridia galli in
vitro. Ternyata, rebusan irisan temu hitam dapat mematikan cacing
dalam waktu 7–17 jam (Kurdi, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh
Siahaan et al Tahun 2017 yaitu dilakukan studi intervensi yang terdiri
dari pengukuran terhadap tingkat PSP ibu (77) yang memiliki anak (80)
usia 3 sampai 10 tahun, dimana dilakukan pemeriksaan kecacingan

22
pada tinja anak-anak tersebut. Kemudian pada anak-anak yang terbukti
menderita kecacingan diobati dengan minuman Curcuma dengan
melibatkan ibu. Terhadap ibu juga diberi penyuluhan dan diukur
kembali PSP nya terkait kecacingan dan pengobatan kecacingan dengan
Curcuma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91 dari 204 anak (45%)
dinyatakan menderita infeksi kecacingan. Selain itu 76 dari 80 anak
(95%) yang mengikuti pengobatan Curcuma dipastikan sembuh dari
infeksi kecacingan. Penelitian yang mendukung penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa Curcuma efektif sebagai anthelmintik. Minyak
esensialnya yang bekerja efektif melawan cacing. Dari penelitian
tersebut disimpulkan bahwa Edukasi kesehatan yang langsung
melibatkan ibu untuk melakukan pengobatan kecacingan dengan
Curcuma terbukti efektif untuk meningkatkan PSP sekaligus
menyembuhkan kecacingan pada anak. Hasil studi menyarankan bahwa
program pengobatan kecacingan pada anak dengan Curcuma dapat
dilakukan pada program pengentasan kecacingan dan tidak perlu
didahului dengan test pengujian kecacingan pada feces karena Curcuma
terbukti efektif untuk pengobatan kecacingan.
Selain itu juga berdasarkan penelitian Vanda et al Tahun 2020
menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan ekstrak Curcuma
aeruginosa pada konsentrasi 10, 25 dan 50% menyebabkan kematian
cacing masing-masing dalam waktu 75, 57 dan 48 menit. Pengamatan
histopatologi menunjukkan bahwa ekstrak menyebabkan pecahnya
tegumen yang merupakan organ penting dalam proses respirasi dan
penyerapan nutrisi. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Curcuma
aeruginosa berpotensi sebagai anthelmintik untuk mengobati
fasciolosis yang disebabkan oleh F. gigantica in vitro.
4. Daun Sirih
a. Nama Simplisia
Nama simplisia daun sirih yaitu Piperis Betle Folium (Kemenkes
RI, 2017).

23
b. Nama Spesies
Nama spesies tanaman daun sirih yaitu Piper betle L. (Kemenkes
RI, 2017).
c. Nama Famili
Nama famili tanaman sirih yaitu Piperaceae (Kemenkes RI, 2017).
d. Kandungan Fitokimia
Senyawa identitas dari daun sirih yaitu Alilpirokatekol (Kemenkes
RI, 2017). Selain itu kandungan fitomikia pada daun sirih yaitu adanya
Eugenol, Metil eugenol, Karvakral, Kavikal, Alil katekal, Kalribetol,
Sineol, Estragol, Karoten, Tiamin, Riboflavin, Asam nikotinat, Vitamin
C, Tanin, Gula, Pati, dan Asam amino (Kurdi, 2010).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sumual dkk tahun
2021, dilakukan menggunakan ekstrak etanol daun sirih dengan
konsentrasi 5%, 10%, dan 15%. Aktivitas cacing diamati selama 12 jam
dengan interval waktu 3 jam. Jumlah cacing yang mati dicatat setiap 3
jam. Hasil pengujian menunjukkan pada konsentrasi 5% jumlah
kematian cacing sebanyak 4 ekor, konsentrasi 10% sebanyak 7 ekor dan
pada konsentrasi 15% sebanyak 9 ekor. Hasil statistik menunjukkan
tidak ada perbedaan signifikan antara jumlah kematian cacing pada
kelompok perlakuan dengan kontrol negatif pada p<0.05. Konsentrasi
10 dan 15 menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dengan kontrol
positif. Dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 10% dan 15%
memiliki aktivitas antelmintik yang sama namun konsentrasi yang
paling baik terdapat pada konsentrasi 10%. Sehingga berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper betle
L.) memiliki khasiat sebagai antelmintik terhadap Ascaris lumbricoides.
Penelitian yang dilakukan oleh Adate et al 2012 juga menyatakan
bahwa ekstrak etanol batang Piper betle Linn tidak hanya menunjukkan
sifat antelmintik tetapi juga menyebabkan kematian cacing jika
dibandingkan dengan sediaan standar yang dipasarkan yaitu

24
Albendazole (40mg/ml) dan konsentrasi ekstrak air yang berbeda.
Sehingga disimpulkan bahwa batang Piper betle Linn merupakan obat
cacing yang ampuh.
III. CARA PEMBUATAN
Disiapkan semua bahan ramuan yang akan digunakan yaitu ketumbar
sebanyak 5 biji, rimpang bangle sebanyak 3 jari, temu hitam sebanyak 2 jari dan
daun sirih sebanyak 5 lembar kemudian dicuci hingga bersih, setelah itu diiris
menjadi beberapa potongan kecil lalu ditumbuk. Setelah ditumbuk, ditambahkan
1/2 gelas air yang telah dimasak, kemudian diperas dan disaring menggunakan
saringan. Perasan yang telah disaring tersebut yang akan diminum.
IV. CARA PENGGUNAAN
Ramuan dari biji ketumbar bersama dengan rimpang bengle, temu hitam,
dan daun sirih ini dapat diminum satu kali sehari ½ gelas (Hariana, 2004).
V. INDIKASI
Ramuan dari biji ketumbar bersama dengan rimpang bengle, temu hitam,
dan daun sirih dapat digunakan untuk mengobati jenis penyakit cacingan
(anthelmintik) (Kurdi, 2010).
VI. INTERAKSI
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hosseini et al tahun 2018,
menunjukkan bahwa ketumbar dapat menurunkan gula darahsama halnya dengan
obat diabetes, namun mengkonsumsi ketumbar bersamaan dengan obat
antidiabetes dapat menyebabkan dapat menyebabkan gula darah terlalu rendah.
Beberapa obat diantaranya yaitu glimepiride (Amaryl), glyburide (DiaBeta,
Glynase PresTab, Micronase), dan insulin. Ketumbar juga dapat berinteraksi
dengan obat untuk tekanan darah tinggi (obat antihipertensi) contonhnya
captopril. Ketumbar dapat menurunkan tekanan darah. Menggunakan ketumbar
dalam jumlah obat bersama dengan obat untuk tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan tekanan darah Anda terlalu rendah. Selain itu ketumbar juga dapat
berinteraksi dengan obat penenang (depresan SSP) contohnya lorazepam.
Ketumbar dapat menyebabkan kantuk. Obat-obatan yang menyebabkan kantuk
disebut obat penenang. Menggunakan ketumbar dalam jumlah obat bersama

25
dengan obat penenang dapat menyebabkan kantuk terlalu banyak (WebMd, 2021).
Sedangkan pada rimpang bangle juga menunjukkan adanya interaksi dimana pada
penelitian yang dilakukan oleh Okonta et al tahun 2008, menyebutkan bahwa
rimpang bengle bisa menyebabkan peningkatan bioavailabilitas dan waktu paruh,
serta penurunan tingkat eliminasi konstanta metronidazol per oral.
Pada tanaman temu hitam juga menunjukkan adanya interaksi, dimana pada
penelitian yang dilakukan oleh Usia et al tahun 2006, dari 30 sampel tanaman
obat Indonesia dianalisis untuk mengetahui kemampuan menghambat CYP3A4
metabolisme dan didapatkan 14 sampel salah satunya tanaman Curcuma
aeruginosa menunjukkan aktivitas penghambatan lebih dari 70% pada
metabolisme CYP3A4. Selain itu juga daun sirih juga menunjukkan adanya
interaksi dengan obat lainnya, hal ini ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan
oleh Nugroho dan Hakim tahun 2003, menunjukkan bahwa pemberian perasan
daun sirih per oral dapat menurunkan farmakokinetika propranolol. Propranolol
mempunyai ikatan dengan protein sangat besar yaitu 95% sehingga rentan
terhadap perubahan pada ikatannya dengan obat. Perubahan pada ikatan
propranolol pada protein dapat mengalami penurunan akibat senyawa lain.
2.3.3 Tugas Mandiri Atas Nama Ni Putu Wahyudewi Primananda
I. RAMUAN
R/ Temu hitam 2 jari
Rimpang bangle 3 jari
Biji Ketumbar 5 biji
Daun sirih 5 lembar

R/ Temu hitam 10 g
Rimpang bangle 15 g
Biji ketumbar 5g
Daun sirih 5g
(Depkes RI, 2001)

26
II. DESKRIPSI BAHAN TANAMAN DALAM RAMUAN
1. Temu Hitam
a. Nama Simplisia
Curcuma aeruginosae Rhizoma (Kemenkes RI, 2017)
b. Nama Spesies
Curcuma aeruginosa Roxb. (Kemenkes RI, 2017)
c. Nama Famili
Zingiberaceae (Kemenkes RI, 2017)
d. Kandungan Fitokimia
Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) memiliki senyawa
identitas berupa kurzerenon. Senyawa lain yang terkandung adalah
kurkumol, isokurkumenol, kurkumenol, kurdion, kurkumalakton, a, ß,
g-elemene, inderazulene, demethyoxy-kurkumin, kurkuminoid,
alkaloid, tannin, flavonoid, polifenol, terpenoid dan steroid (Depkes RI,
2001).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) memiliki efek
farmakologi sebagai antihelmintik. Hasil penelitian menunjukkan,
bahwa perasan rimpang temu ireng dapat membunuh cacing Ascaridia
galli secara in vitro dengan menggunakan kontrol positif berupa obat
Piperazine 5% (Fikriyatullilah, 2018). Penelitian lain menunjukkan
bahwa perendaman cacing gelang (Ascaridia galli) dalam larutan infusa
temu ireng, konsentrasi 60% selama 24 jam, membunuh sebanyak 68%
Ascaridia galli (Thaina et al., 2009). Uji klinis pada orang dewasa dan
anak-anak membuktikan bahwa rimpang temu ireng merupakan obat
cacing yang paling efektif di antara tanaman obat lain di Indonesia
(Siahaan, 2019). Siahaan (2019), melakukan uji klinis di Surabaya
terhadap 79 siswa sekolah dasar, membandingkan pengobatan infeksi
cacingan dengan menggunakan 15 ml (25 gram) rimpang temu ireng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya temu ireng yang

27
menunjukkan CR (Composite Reliability) setara dengan Mebendazole
dengan efek samping paling sedikit (Siahaan, 2019).
2. Rimpang Bangle
a. Nama Simplisia
Zingiber purpureum Roxb.Rhizoma (Kemenkes RI, 2017)
b. Nama Spesies
Zingiber purpureum Roxb. (Kemenkes RI, 2017)
c. Nama Famili
Zingiberaceae (Kemenkes RI, 2017)
d. Kandungan Fitokimia
Rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.) memiliki senyawa
berupa minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, saponin, triterpenoid.
Rimpang bangle juga mengandung senyawa antioksidan seperti vitamin
C dan E, karoten, serta senyawa fenolik (Depkes RI, 2001; Iswantini
dkk., 2011; Chanwitheesuk et al., 2005).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.) memiliki berkhasiat
sebagai obat cacingan, demam, perut nyeri, sembelit, dan masuk angin
(Depkes RI, 2001). Menurut penelitian, rimpang bangle dilaporkan
memiliki aktivitas anthelmintik terhadap cacing gelang (Ascaridia
galli). Zat pada ekstrak rimpang bangle yang diduga dapat membunuh
Ascaridia galli adalah minyak atsiri, saponin, dan tanin dengan
mekanisme kerjanya sebagai antagonis asetilkolin. Mekanisme ini
bekerja dengan menekan otot polos dan cacing mengalami paralisis otot
dan berujung pada kematian cacing (Soedibyo, 1998; Susanti dkk.,
2017).
3. Biji Ketumbar
a. Nama Simplisia
Coriandrum sativum Semen (Kemenkes RI, 2017)
b. Nama Spesies
Coriandrum sativum L. (Kemenkes RI, 2017)

28
c. Nama Famili
Apiaceae (Kemenkes RI, 2017)
d. Kandungan Fitokimia
Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) mengandung senyawa
utama berupa minyak atsiri yang terdiri dari d-linalool (koriandrol)
geraniol, borneol, ɑ, β-pinen, d-pinen, simenterpinen, desilaldehida, 2-
dedosenal, p-simen, d-1 limonen, tanin, kamfen, kamphor, linalil asetat,
geranil asetat, dan limonene (umbeliferon dan skopoletin). Ketumbar
memiliki bau khas yang berasal dari kandungan zat aktif yaitu trans-
tridek-2- enale (BPOM RI, 2011).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) berkhasiat sebagai
analgesik, antioksidan, gangguan pencernaan terutama lambung, mual,
haid tidak teratur, dan memiliki aktivitas sebagai anthelmentik
(Kemenkes RI, 2012). Ektrak biji ketumbar secara in vitro dilaporkan
dapat menghambat penetasan telur dari parasite cacing Haemonchus
contortus dengan mekanisme penyerapan zat aktif minyak atsiri ektrak
ketumbar secara transkutikular ke dalam tubuh parasit yang kemudian
dapat membunuh parasit (Kemenkes RI, 2011; Eguale et al., 2007).
4. Daun Sirih
a. Nama Simplisia
Piper betle L. (Kemenkes RI, 2017
b. Nama Spesies
Piper betle (Kemenkes RI, 2017)
c. Nama Famili
Piperaceae (Kemenkes RI, 2017)
d. Kandungan Fitokimia
Daun sirih (Piper betle) mengandung minyak atsiri seperti kavikol,
kavibetol (betel fenol), alilpirokatekol alilpirokatekol (hidroksikavikol),
karvakrol, eugenol, p-simen, sineol, kariofilen, estragol, terpen,
seskuiterpen, tanin, karoten, riboflavin, dan asam nikotianat. Daun sirih

29
juga mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tannin,
terpenoid/steroid, dan saponin. Bau khas pada daun sirih berasal dari
senyawa kavikol. Senyawa ini juga memiliki aktivitas antibakteri lima
kali lebih kuat jika dibandingkan dengan senyawa fenol dan aktivitas
sebagai imunomodulator (Moeljanto, 2003; Darwis, 1991).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Daun sirih (Piper betle) memiliki aktivitas anthelmintik. Senyawa
tanin pada daun sirih memiliki mekanisme kerja dalam menghambat
enzim dan mengganggu dari proses metabolisme pada pencernaan
cacing, sehingga cacing mengalami kurang nutrisi yang berakhir pada
kematian (Hamzah et al., 2016; Ningsih, 2016).
III. CARA PEMBUATAN
Rimpang bangle sebanyak 15 gram (3 jari), temu hitam sebanyak 10 gram
(2 jari), biji ketumbar sebanyak 5 gram (5 biji) dan daun sirih sebanyak 5 gram (5
lembar), dicuci hingga bersih. Kemudian diiris untuk mengecilkan ukuran
partikelnya, lalu ditumbuk. Ditambahkan dengan air masak sebanyak 100 mL (1/2
gelas). Kemudian larutan diperas. Selanjutnya larutan saring. Jamu siap diminum.
IV. CARA PENGGUNAAN
Infusa diminum sekaligus
V. INDIKASI
Anthelmentik (Depkes RI, 2001)
VI. INTERAKSI
a. Rimpang Temu Ireng
Interaksi temu ireng sebagai ramuan antihelmintik dengan ramuan lain,
makanan, atau obat lainnya belum ditemukan atau belum terdokumentasi.
b. Rimpang Bangle
Interaksi rimpang bangle sebagai ramuan antihelmintik dengan ramuan
lain, makanan, atau obat lainnya belum ditemukan atau belum
terdokumentasi.

30
c. Biji Ketumbar
Interaksi biji ketumbar sebagai ramuan antihelmintik dengan ramuan
lain, makanan, atau obat lainnya belum ditemukan atau belum
terdokumentasi.
d. Daun Sirih
Interaksi ramuan daun sirih sebagai ramuan antihelmintik dengan
ramuan lain, makanan, atau obat lainnya belum ditemukan atau belum
terdokumentasi.
2.3.4 Tugas Mandiri Atas Nama Ni Kadek Ria Pratiwi
I. RAMUAN
Tanaman temu ireng khususnya bagian rimpangnya dapat diramu bersama
dengan beberapa tanaman lainnya, dimana ramuan dibuat secara infusa. Berikut
ini adalah ramuan rimpang temu ireng.
R/ Rimpang Temu Ireng 5g
Rimpang Kencur 5g
Rimpang Kunyit 3g
Buah Asam Jawa 2g
(Kemenkes RI, 2012).
II. DESKRIPSI BAHAN TANAMAN DALAM RAMUAN
1. Rimpang Temu ireng
a. Nama Simplisia
Curcuma aeruginosa Rhizoma (Kemenkes RI, 2012).
b. Nama Spesies
Curcuma aeruginosa Roxb (Kemenkes RI, 2012).
c. Nama Famili
Zingiberaceae (Kemenkes RI, 2012).
d. Kandungan Fitokimia
Kandungan utama dari rimpang temu ireng adalah aguaien dan
kariofilen. Kandungan lainnya yaitu lemak (3,8%), pati (49,56%),
protein (9,18%), steroid/triterpenoid dan saponin (Kemenkes RI, 2012).

31
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Rimpang temu ireng memiliki efek analgesik, untuk meredakan
nyeri haid yang mana prostaglandin (PGF2α) ini merupakan penyebab
terjadinya vasokontriksi dan hiperkontraktilitas pada uterus yang terjadi
pada nyeri haid. Berdasarkan penelitian Thaina et al (2009) temu ireng
memiliki efek spasmolitik pada usus dan rahim tikus, sehingga
memberikan efek relaksasi pada rahim.
2. Rimpang Kencur
a. Nama Simplisia
Kaempferia galanga Rhizoma (Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Kaempferia galanga L. (Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Zingiberaceae (Kemenkes RI, 2017).
d. Kandungan Fitokimia
Rimpang kencur (Kaempferia galanga) mengandung kandungan
utama yaitu minyak atsiri yang tersusun atas berbagai contoh senyawa
seperti asam propanoate, etil sinamat, 1,8-sineol, isopropyl sinamat, dan
lainnya. Terdapat juga 3,7-dimetoksikumarin, α-pinene, borneol,
cymene, caryophyllene, luteolin, dan apigenin (Shetu et al., 2018).
Rimpang kencur teridentifikasi mengandung senyawa identitas yaitu
etil p-metoksisinamat (Kemenkes RI, 2017).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Rimpang kencur (Kaempferia galanga) memiliki kemampuan
untuk menghambat proses inflamasi dan analgesik (pereda nyeri)
(Kusumawati dan Yusuf, 2011; Mohanbabu et al., 2011). Ekstrak
metanol kencur dengan dosis 200 mg/kgBB per oral menunjukkan
aktivitas antinociceptive (mengurangi sensitifitas nyeri yang berlebihan)
dengan aktivitas lebih tinggi dari aspirin 100 mg/kg BB namun kurang
kuat dari morfin 5mg/kgBB secara sub kutan. Efek antinociceptive dari
morfin dan ekstrak dihilangkan oleh pemberian naloksan 2 mg/kgBB

32
secara intra peritoneal. Dengan demikian efek ekstrak kencur dapat
bersifat perifer dan sentral pada reseptor opiat (Kemenkes RI, 2012).
Selain itu, berdasarkan penelitian Adriyono (2019) yang mana uji
analgetik ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) pada
mencit dengan metode geliat menunjukan bahwa penelitian mencit
menurun dengan meningkatkan pemberian dosis pemberian kencur
kedalam bentuk suspense ekstrak etanol kering rimpang kencur,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kencur memiliki sifat analgesik.
3. Rimpang Kunyit
a. Nama Simplisia
Curcuma domestica Rhizoma (Kemenkes RI, 2017).
b. Nama Spesies
Curcuma domestica Val. (Kemenkes RI, 2017).
c. Nama Famili
Zingiberaceae (Kemenkes RI, 2017).
d. Kandungan Fitokimia
Komponen kimia pada rimpang kunyit adalah komponen fenolik
yaitu diarylheptanoids dan diarylpentanoids, kurkumin termasuk
golongan diarylheptanoids (fenol), rimpang kunyit mengandung
kurkumin dan turunannya sebesar 3-15% (kurkumin 71,5%,
demetoksikurkumin 19,4% dan bisdemetoksikurkumin 9,1%).
Kandungan kimia berikutnya adalah fenilpropen dan komponen fenolik
lain seperti terpen yaitu monoterpen, sesquiterpen, diterpen, triterpen,
alkaloid, steroid, dan asam lemak (Aggarwal et al., 2006).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Rimpang kunyit secara alamiah kandungan senyawa fenolik pada
kunyit dipercaya dapat digunakan sebagai antioksidan, analgetika,
antimikroba, antiinflamasi, membantu melacarkan darah menstruasi,
menghilangkan sumbatan dalam peredaran darah, meluruhkan darah
menstruasi, dan dapat membersihkan darah. Senyawa aktif yang
terkandung pada kunyit yaitu kurkumin. Secara lebih spesifik

33
kandungan kurkumin dapat menghambat terjadinya reaksi
cyclooxygenase (COX) sehingga dapat menghambat dan mengurangi
terjadinya inflamasi dan akan mengurangi serta menghambat kontraksi
uterus yang meyebabkan nyeri haid (Wulandari dkk., 2018).
4. Buah Asam Jawa
a. Nama Simplisia
Tamarindus indica Fructus (Soedibyo, 1998).
b. Nama Spesies
Tamarindus indica L. (Soedibyo, 1998).
c. Nama Famili
Fabaceae (Soedibyo, 1998).
d. Kandungan Fitokimia
Asam jawa mempunyai kandungan karbohidrat, minyak atsiri,
steroid, tanin, anthocyanin dan minyakvolatil (25,4%). Buah Asam
Jawa (Tamarindus indica L.) mengandung asam sitrat, asam tartrat,
asam suksinat, pektin. Kandungan bahan aktif buah asam jawa antara
lain galaktosa (23%), xylose (18%), glukosa (55%) dan arabinose (4%).
Kandungan ekstrak buah asam jawa, antara lain alkaloid (4,32%),
saponin (2,2%) dan glukosida (1,59%). Daging buah asam jawa
mengandung asam asetat, pektin, asam tartrat, asam sitrat, asam maleat,
asam suksinat dan gula invert (Soedibyo, 1998).
e. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Buah asam jawa (Tamarindus indica L.) memiliki zat berkhasiat
antosianin yang paling bermanfaat sebagai antiinflamasi dan antipiretik
dalam menangani nyeri haid. Karena antosianin pada buah asam jawa
ini dapat bekerja dengan cara menghambat kerja cyclooxygenase (COX)
untuk menghambat pelepasan prostaglandin sebagai penyebab
dismenorea. Asam jawa diduga dapat menurunkan kontraksi otot polos
dengan memblok kanal kalsium serta menghambat pengeluaran kalsium
intrasel dari retikulum sarkoplasma (Anugrahhayyu dkk., 2018). Selain
itu, berdasarkan penelitian Putri (2014) pemberian ekstrak etanol secara

34
in vivo pada buah asam jawa secara oral pada mencit memberikan efek
analgesik pada mencit dengan induksi thermal dosis 1000 mg/kgBB
oral. Peningkatan rata-rata waktu reaksi penyembuhan pada pemberian
ekstrak asam jawa ini mendekati rata-rata peningkatan waktu pada tikus
yang diberi pethidine 4mg/kgBB intraperitoneal yang digunakan
sebagai standar.
III. CARA PEMBUATAN
Prosedur pembuatan ramuan infusa ini menyadur pada prosedur yang
terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III yaitu pada sediaan infusa. Berikut ini
cara pembuatan ramuan berupa infusa rimpang temu ireng yang diramu bersama
rimpang kencur, rimpang kunyit, dan buah asam jawa. Disiapkan semua bahan
yang diperlukan (rimpang temu ireng, rimpang kencur, dan rimpang kunyit, dan
buah asam jawa), kemudian dicuci pada air yang mengalir hingga bersih.
Ditimbang rimpang temu ireng sebanyak 5 g, rimpang kencur sebanyak 5 g,
rimpang kunyit sebanyak 3 g, dan buah buah asam jawa sebanyak 2 g. Semua
bahan diperkecil ukurannya (dipotong-potong), untuk buah asam jawa kulit
dikupas terlebih dahulu untuk mengambil daging buahnya, kemudian dimasukkan
kedalam panci kecil atau teko pemanas dan dimasukkan juga air secukupnya (±
400 mL), dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit. Setelah dipanaskan,
bagian simplisia yang utuh dapat dipisahkan atau disaring dari bagian airnya
untuk memudahkan saat meminum ramuan.
IV. CARA PENGGUNAAN
Ramuan berupa infusa rimpang temu ireng yang diramu bersama rimpang
kencur, rimpang kunyit, buah asam jawa, dan air dapat diminum sebanyak 2 kali
sehari, tiap minum 1 gelas, diminum setelah makan (Kemenkes RI, 2012).
V. INDIKASI
Ramuan berupa infusa rimpang temu ireng yang diramu bersama rimpang
kencur, rimpang kunyit, dan buah asam jawa, digunakan untuk mengatasi nyeri
haid (Kemenkes RI, 2012).
VI. INTERAKSI
a. Rimpang Temu Ireng

35
Interaksi yang berpotensi terjadi pada temu ireng berdasarkan penelitian
Hestianah et al (2014) yaitu dilakukan pada tikus dengan menginduksi
ekstrak temu ireng dengan dosis 0,06 g/kkBB dapat menyebabkan nekrosis
hepatosit.
b. Rimpang Kencur
Interaksi yang berpotensi terjadi pada kencur, dimana ekstrak
diklorometana dari kencur (dosis 100 mg) dengan komponen utamanya
etilen p-metoksisinamat (dosis 160 mg) terhadap aktivitas enzim
mikrosomal sitokrom P450s hati mencit menunjukkan bahwa kencur dan
senyawa aktifnya dapat meningkatkan interaksi obat dengan herbal yaitu
resiko toksisitas dan karsinogenesis kimiawi obat, yang mana senyawa
dimetabolisme melalui CYP1A1, CYP2B, dan CYP2E1 (Sirisangtragul and
Sripanidkulchai, 2011).
c. Rimpang Kunyit
Interaksi yang berpotensi terjadi yaitu antara pengonsumsian kunyit
bersama dengan antikoagulan, antiplatelet, heparin, dan obat sebagai
trombolitik, dimana dapat terjadi peningkatan kejadian risiko pendarahan.
Oleh sebab itu, pasien yang sedang menggunakan terapi obat antikoagulan
atau pasien yang memiliki riwayat gangguan pendarahan sebaiknya
menghindari penggunaan rimpang kunyit dalam dosis besar (Gruenwald et
al., 2004; Kemenkes RI, 2012).

2.4 Student Project : Loloh Daun Sembung


I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia salah satu negara yang terkenal dengan keberagaman akan budaya
yang dimilikinya atau umumnya disebut memiliki kearifan lokal. Kearifan ini
menjadi alat pengendalian diri dalam pengelolaan diri sendiri yang secara turun
temurun diturunkan dari suatu generasi. Manusia sebagai makhluk hidup yang
memiliki akal harus mampu menjaga kesehatan baik fisik, mental, dan sosial
untuk menjalani hidup bahagia. Upaya dalam menjaga kesehatan fisik secara

36
kearifan lokal di setiap suku memiliki pengetahuan tersendiri, di antaranya obat-
obatan baik untuk mengobati maupun mencegah. Kekayaan pengetahuan dalam
bentuk obat-obatan ini di antaranya diwarisi masyarakat dari nenek moyang yang
direkam dalam manuskrip (Nala, 1995). Obat tradisional merupakan bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat (BPOM RI, 2014).
Masyarakat Bali memiliki tradisi usada sebagai tradisi pengobatan hingga
dikembangkan saat ini. Sejak dahulu usada sangat terkenal dan popular di dalam
kehidupan masyarakat Bali. Hal itu dibuktikan oleh banyaknya manuskrip yang
ditulis di atas lontar dalam bahasa dan aksara Bali yang disebut dengan lontar
usada. Kata usada berasal dari kata ausadhi (bahasa sansekerta) yang berarti
tumbuh-tumbuhan yang mengandung khasiat obat-obatan. Kata usada ini tidaklah
asing bagi masyarakat Bali, karena kata usada sering dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari dalam kaitan dengan mengobati orang yang sakit (Sutomo
dan Iryadi, 2019). Terdapat berbagai macam jenis Lontar Usada, salah satunya
yaitu Lontar Usada Taru Pramana.
Usada Taru Pramana merupakan pengetahuan mengenai pengobatan
tradisional masyarakat Bali. Taru Pramana berarti kekuatan, dengan asal kata
„pramana‟ yang berarti khasiat dan „taru‟ yang berarti tumbuhan. Keterpaduannya
menggambarkan bahwa penyebab penyakit dan penyembuhannya berdimensi fisik
(skala) dan bukan fisik (niskala), berhubungan dengan penataan ruang dan
momentum waktu. Lontar Usada Taru Pramana berisikan penjelasan bahan-bahan
obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Di dalam usada ini secara mitologi
tumbuh-tumbuhan dikatakan dapat berbicara serta menceritakan khasiatnya.
Tumbuh-tumbuhan dalam Usada Taru Pramana memiliki manfaat mulai dari akar,
kulit, daun, buah, bunga, dan kayunya dapat digunakan sebagai obat (Suryadarma,
2007).
Pengobatan dengan Usada Taru Pramana salah satunya adalah mengobati
panas dalam. Panas dalam adalah suatu gangguan yang biasa terjadi di dalam

37
mulut, seperti tenggorokan kering dan bibir pecah-pecah. Ramuan tradisional
dalam lontar Usada Taru Pramana yang berkhasiat untuk mengatasi panas dalam
adalah loloh. Loloh merupakan minuman herba yang berasal dari tanaman obat.
Tanaman obat yang akan digunakan sebagai loloh dihaluskan terlebih dahulu dan
ditambahkan air bersih yang dingin atau air mendidih (Kusumawati dan
Yogeswara, 2020).
Berdasarkan uraian diatas, maka akan diulas mengenai ramuan Usada Taru
Pramana yang digunakan sebagai loloh dengan khasiat mengatasi panas dalam,
meliputi deskripsi umum terkait indikasi ramuan atau formula dalam Usada Taru
Pramana, studi literatur bahan dalam ramuan guna melihat kandungan dan
relevansinya terhadap efek yang diinginkan, formulasi loloh yang akan dibuat,
pengolahan pasca panen bahan, cara pembuatan hingga dikemas serta cara
penggunaannya.
1.2. Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui deskripsi ramuan loloh dalam Usada Taru Pramana
terkait indikasi dan kandungan pada bahan-bahan yang digunakan pada
ramuan melalui studi literatur.
1.2.2. Untuk mengetahui formulasi, pengolahan pasca panen yang dimulai dari
penyiapan bahan hingga pemastian mutu bahan, cara pembuatan, cara
penggunaan serta kemasan loloh dalam Usada Taru Pramana.
II. STUDI PUSTAKA
2.1. Deskripsi Umum
Usada merupakan naskah pengetahuan obat-obatan, cara meramu (farmasi),
cara terapi atau pengobatan tradisional Bali. Terdapat berbagai macam jenis lontar
usada, salah satunya Lontar Usada Taru Pramana. Usada Taru Pramana
merupakan sebuah lontar yang menceritakan tumbuh-tumbuhan datang
menghadap Mpu-Kuturan untuk mengemukakan khasiat masing-masing yang
dapat dijadikan obat-obatan (Antari dkk., 2018). Taru Pramana artinya kekuatan;
pramana artinya khasiat dan taru artinya tumbuhan. Usada Taru Pramana adalah
sebuah naskah pengobatan (usada) berbentuk dialog dalam pengungkapan cara
pengobatannya. Cara pengobatan yang tertuang dalam lontar Usada Taru Pramana

38
merupakan salah satu cara pengobatan yang dikembangkan menjadi sistem
pengobatan lokal yang mana masyarakat pemakai ikut merancang dan atau
mengetahui cara-cara dasar pengobatan yang dapat diperoleh atau disediakan di
lingkungannya. Sedangkan cara penyembuhannya merupakan perpaduan antara
pendekatan kepercayaan dan khasiat dari jenis tumbuhan yang digunakannya
(Suryadarma, 2007).
Dalam proses penyembuhannya, pelaku usada dan masyarakat umum dapat
melakukan penyembuhan melalui subsidi silang sesuai dengan sumber daya yang
dimilikinya, sehingga tumbuh kebersamaan diantara anggota masyarakat sebagai
satu sistem sosial masyarakat Bali dalam pengobatan tradisional. Kenyataan yang
menarik tentang obat tradisional (usada) di Bali khususnya Usada Taru Pramana
hingga kini masih dipercayai dan dimanfaatkan oleh masyarakat dan banyak
manfaatnya untuk orang sakit (Suryadarma, 2007). Loloh merupakan minuman
herbal yang berasal dari tanaman obat. Tanaman obat yang akan digunakan
sebagai loloh dihaluskan terlebih dahulu dan ditambahkan air bersih yang dingin
ataupun air mendidih. Loloh merupakan istilah bahasa Bali yang artinya adalah
obat yang cara penggunaannya dengan diminum. Jika di Jawa, loloh dikenal
sebagai jamu. Masyarakat Bali biasa mengkonsumsi loloh daun sembung untuk
mengobati panas dalam (Nathalie, 2009). Panas dalam merupakan suatu
peradangan yang menyerang hulu tenggorokan ataupun tenggorokan (bagian
dalam mulut) yang biasanya diikuti dengan tenggorokan terasa kering dan bibir
pecah-pecah (Mulia, 2017).
2.2. Deskripsi Bahan Ramuan
2.2.1 Daun Sembung
a. Nama Simplisia
Nama simplisia dari daun sembung adalah Blumea balsamifera
Folium (BPOM RI, 2008).
b. Nama Spesies
Nama spesies dari tanaman sembung adalah Blumea balsamifera (L.)
DC. (BPOM RI, 2008).

39
c. Nama Famili
Nama famili dari tanaman sembung adalah Asteraceae (BPOM RI,
2008).
d. Deskripsi Tanaman

Gambar 1. Daun Sembung (Kurdi, 2010).


Perdu, tinggi lebih kurang sampai 4 m, batang tegak, bagian atas
berbulu (berambut halus), bau aromatis, warna hijau kotor. Daun tunggal,
tersebar, helai daun lonjong, pangkal dan ujung meruncing, lancip, tepi daun
bergerigi, berbulu, daun-daun bagian bawah bertangkai, dan di bagian atas
merupakan daun duduk yang tumbuh berseling. Perbungaan bentuk tandan,
tumbuh di ketiak daun dan ujung batang, bunga tepi banyak, mahkota bunga
berwarna putih kekuningan, tangkai putik bercabang dua, dan kepala sari
kuning. Buah longkah (kotak), bentuk silindris sedikit melengkung,
berambut warna putih kecoklatan dengan panjang 1 mm. Biji pipih, warna
putih (Kurdi, 2010; Wijayakusuma dkk, 1992).
e. Lokasi Tumbuh
Blumea balsamifera tumbuh pada dengan intensitas cahaya yang
cukup, tidak terlalu kering, biasanya tumbuh di tepi sungai, tanah pertanian,
dapat tumbuh di tanah yang agak basah atau tempat berpasir. Tumbuh
tersebar paling banyak di Pulau Jawa pada ketinggian sampai 2000 m di atas
permukaan laut (Kurdi, 2010; Wijayakusuma dkk, 1992).

40
f. Kandungan Fitokimia
Blumea balsamifera mengandung minyak atsiri dan borneol, sineol,
seskuiterpen, tanin, glikosida. Daun dan kulit batangnya mengandung
alkaloid, daunnya mengandung atsiri, tanin dan saponin, akarnya
mengandung polifenol (Hutapea, 1993; Dalimartha, 1999).
g. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Daun sembung memiliki khasiat sebagai anti radang, mematikan
pertumbuhan kuman, dan antipiretik (Supriadi, 2001). Kandungan senyawa
aktif borneol monoterpenoid bisiklik pada daun sembuh memiliki aktivitas
sebagai analgetik dengan menghambat sintesis dari prostaglandin
(Robinson, 1995).
2.2.2 Air Kelapa
a. Nama Simplisia
Nama simplisia dari pohon kelapa adalah Cocos nucifera L. (Harjono,
1997).
b. Nama Spesies
Nama spesies dari pohon kelapa adalah Blumea Cocos nucifera
(Harjono, 1997).
c. Nama Famili
Nama famili dari pohon kelapa adalah Arecaceae (Harjono, 1997).
d. Deskripsi Tanaman

Gambar 2. Kelapa (Harjono, 1997).

41
Tanaman kelapa digolongkan atas dua tipe, yaitu kelapa tipe Dalam
dan tipe Genjah. Kelapa tipe Dalam umumnya memiliki batang yang tinggi
sekitar 15 meter dan bagian pangkal membengkak (disebut bol), mahkota
daun terbuka penuh berkisar 30–40 daun, panjang daun berkisar 5–7 meter,
berbunga pertama lambat berkisar 7–10 tahun setelah tanam, buah masak
sekitar 12 bulan setelah penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 80–90
tahun, lebih toleran terhadap macam-macam jenis tanah dan kondisi iklim,
kualitas kopra dan minyak serta sabut umumnya baik, pada umumnya
menyerbuk silang (Rompas dkk., 1989).
e. Lokasi Tumbuh
Pohon kelapa (Cocos nucifera) adalah tanaman perkebunan yang
banyak tersebar di wilayah tropis. Kelapa tumbuh pada daerah dengan curah
hujan antara 1300-2300 mm/tahun, sinar matahari minimum 120 jam/bulan
atau 2000 jam/tahun (tropis), dan pada ketinggian 600 m dari permukaan
laut (Arancon, 1997).
f. Kandungan Fitokimia
Air kelapa memiliki kandungan senyawa antioksidan flavonoid,
saponin, alkaloid, tannin, fenol serta mengandung kalori, protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, thiamin dan vitamin C (Nayoan, 2018).
g. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Air kelapa memiliki efek analgesik dan antiinflamasi. Menurut
penelitian Ajeigbe et al. (2011), air kelapa memberikan efek analgesik pada
mencit. Aktivitas antiinflamasi dilaporkan oleh Gope dan Rao (2016),
bahwa air kelapa muda memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih poten
jika dibandingkan dengan air kelapa matur.
2.2.3 Madu
a. Deskripsi Tanaman
Madu merupakan cairan yang menyerupai sirup yang dihasilkan oleh
lebah madu. Madu memiliki rasa manis yang tidak sama dengan gula atau
pemanis lainnya. Rasa manis itu berasal dari cairan manis (nectar) yang
terdapat pada bunga maupun ketiak daun yang dihisap (Sakri, 2015).

42
Gambar 3. Madu (Sakri, 2015).
b. Kandungan Fitokimia
Madu terdiri dari campuran gula yang komplek (Pyrzynska and
Biesaga, 2009). Sebagian gula pada madu mengandung beberapa senyawa
fenolik seperti flavonoid dan asam fenolat. Senyawa ini berperan sebagai
antioksidan (Dimitrova et al., 2007). Vitamin yang terkandung dalam madu
antara lain Vit B1, B2, B3, B6, C, A, E, sedangkan untuk kandungan
mineralnya seperti Na, Ca, K, Mg, Cl, Fe, Zn (Tulandi, 2019).
c. Efek Farmakologi Terkait Indikasi
Madu digunakan sebagai campuran pada loloh untuk meningkatkan
khasiat penyembuhan penyakit seperti infeksi pada saluran cerna dan
pernafasan, serta meningkatkan kebugaran tubuh. Kandungan Nutrisi dalam
madu seperti Vitamin C, B3, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid,
vitamin A serta vitamin E berfungsi sebagai antioksidan (Tulandi, 2019).
III. FORMULASI
3.1. Formula
3.1.1. Formula Dalam Usada Taru Pramana
Formula yang digunakan berdasarkan usada yaitu menggunakan daun
sembung yang direbus (Putra, 1999).
3.1.2. Formula Wellnes
R/ Daun Sembung 28,03 g

43
Air Kelapa Ad 600 mL
Madu 72 mL
Air 200 mL

Tabel 2. Fungsi Masing-Masing Bahan dalam Ramuan

Nama Jumlah
No Fungsi Khasiat
Bahan Bahan

Analgesik, Antiinflamasi,
Daun
1. 28,03 g BAUK dan antibakteri (Supriadi,
Sembung
2001).

Ad 600 Antioksidan dan analgesik


2. Air kelapa BAPK
mL (Muchsin dkk., 2016)

Bahan Pemanis dan Antioksidan


3. Madu 72 mL
Tambahan (Tulandi, 2019).

Bahan
4. Air 200 mL Pelarut
Pembawa
a. Perhitungan Jumlah Bahan Daun Sembung
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahsan et al tahun 2016
menyatakan bahwa ekstrak daun sembung konsentrasi 400 mg/kg mampu
memiliki aktivitas sebagai analgesik. Dimana pengujian ekstraknya dilakukan
menggunakan hewan uji mencit yang diberikan secara oral. Sehingga dapat
dilakukan konversi dosis mencit ke dosis manusia antara lain:
- Dosis mencit : 400 mg/kg x 20 gram = 8 mg
- Dosis manusia : 8 mg x 387,9 = 3,103 gram
Selanjutnya dilakukan konversi ekstrak yang diperlukan ke dalam simplisia
dengan mengkalikan dosis yang diperlukan dengan rendemen ekstrak. Persen
rendemen ekstrak daun sembung yaitu 11,07% (Rahmi dkk., 2021), dimana
simplisia kering yang diperlukan yaitu:

- % Rendemen =

11,07 =

44
Simplisia awal =

Simplisia awal = 28,03 gram


Jadi, jumlah simplisia daun sembung yang diperlukan adalah 28,03 gram.
3.2. Penyiapan Bahan Baku
3.2.1 Pengoalahan Pasca Panen
Tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional harus mengalami
beberapa tahap penanganan sebelum menjadi simplisia salah satunya yaitu
penanganan pasca panen. Pengelolaan pasca panen tanaman obat merupakan suatu
perlakuan yang diberikan pada hasil panen tanaman obat hingga produk siap
dikonsumsi atau menjadi simplisia sebagai bahan baku obat alam. Pengelolaan
pasca panen bertujuan untuk memproteksi bahan baku dari kerusakan fisik dan
kimiawi sehingga dapat mempertahankan mutu bahan baku/simplisia tersebut.
Tahap pengelolaan pasca panen tanaman obat meliputi pengumpulan bahan,
sortasi basah, pencucian, penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi
kering, pengemasan dan penyimpanan (Kemenkes RI, 2011). Secara umum
pengelolaan pascapanen tanaman obat dapat (Kemenkes RI, 2011):
a. Mencegah terjadinya perubahan fisiologi bahan;
b. Mencegah timbulnya gangguan mikroba patogen;
c. Mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama;
d. Mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat proses panen dan
pengangkutan.
A. Daun Sembung
Penyiapan pasca panen bahan baku daun sembung yaitu pertama
dikumpulkan daun sembung yang akan digunakan. Kemudian dilakukan sortasi
basah pada bahan baku. Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran atau
bahan asing serta bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia.
kotoran yang dimaksud seperti tanah, kerikil, rumput, dan bahan yang telah busuk
atau rusak maupun tanaman lain yang mirip. Setelah disortasi dilakukan
pencucian menggunakan air mengalir sampai bersih dan dibolak-balik secara hati-
hati agar tidak rusak. Pencucian dilakukan minimal 3 kali agar daun benar-benar
bersih dari debu dan tanah yang menempel pada daun. Setelah itu diangin-

45
anginkan untuk menghilangkan airnya. Kemudian dirajang menggunakan gunting.
dan dilakukan pengeringan kembali secara langsung dibawah sinar matahari.
Pengeringan dengan matahari dilakukan sampai daun menjadi layu. Pada saat
pengeringan bahan harus sering dibolak-balik agar daun bisa kering secara merata.
Daun yang telah kering ditandai dengan cara daun tersebut diremas, jika daun
dengan mudah hancur maka pengeringan dihentikan. Selanjutnya dilakukan
sortasi kering untuk memisahkan kotoran atau benda asing pada simplisia daun
sembung setelah dikeringkan. Setelah kering simplisia dihaluskan menjadi serbuk
simplisia menggunakan blender (Ruhardi dan Sahumena, 2021; Kemenkes RI,
2011).
3.2.2 Pemastian Mutu Bahan
a. Organoleptik
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan
rasa dari masing-masing bahan tanaman yang digunakan.
b. Makroskopi dan Mikroskopis
Pengujian makroskopik dilakukan dengan mengamati ukuran dan
bentuk simplisia yang digunakan. Sedangkan mikroskopik dengan
menggunakan serbuk simplisia yang diberi pereaksi air, fluoroglusin LP dan
kloralhidrat LP (Kemenkes RI, 2017).
c. Susut Pengeringan
Simplisia dibuat dalam bentuk serbuk dengan derajat halus nomor 8.
Botol timbang yang akan digunakan, dipanaskan terlebih dahulu pada suhu
pengeringan 105o dan dilakukan penimbangan botol timbang. Serbuk
simplisia ditimbang seksama sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang
dangkal bertutup yang telah ditara. Simplisia dalam botol timbang diratakan
dengan menggoyangkan botol hingga terbentuk lapisan setebal kurang lebih
5-10 mm, lalu dimasukkan ke dalam ruang pengering, dan dibuka tutup
botolnya. Simplisia dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap.
Botol timbang dibiarkan dalam keadaan tertutup rapat dan didinginkan
dalam desikator hingga suhu ruang, lalu botol timbang ditimbang
(Kemenkes RI, 2017).

46
d. Kadar Abu Total
Bahan uji yang telah dihaluskan, ditimbang saksama 2-3 gram dan
dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara. Krus silikat
yang telah berisi bahan uji, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
lalu didinginkan, dan ditimbang. Jika arang tidak dapat dihilangkan dengan
menggunakan cara ini, ditambahkan air panas, diaduk, lalu disaring melalui
kertas saring bebas abu. Kertas saring dan sisa penyaringan dipijarkan
dalam krus silikat yang sama. Filtrat sebelumnya, dimasukkan kedalam
krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25oC.
Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b
(Kemenkes RI, 2017).
e. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan
25 mL, asam klorida encer LP selama 5 menit. Bagian yang tidak larut
dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, lalu dicuci dengan air
panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam %b/b
(Kemenkes RI, 2017).
f. Kadar Sari Larut Air
Serbuk simplisia ditimbang lebih kurang 5 gram dan dimasukkan ke
dalam labu bersumbat, lalu ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform, lalu
dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Hasil
disaringg, diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
beralas datar yang telah dipanaskan pada suhu 105o dan ditara. Sisa
dipanaskan 105oC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam %sari larut air
(Kemenkes RI, 2017).
g. Kadar Sari Larut Etanol
Serbuk simplisia ditimbang lebih kurang 5 gram dan dimasukkan ke
dalam labu bersumbat, lalu ditambahkan 100 mL etanol 95% P, lalu dikocok
berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Hasil
disaringg, diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal

47
beralas datar yang telah dipanaskan pada suhu 105o dan ditara. Sisa
dipanaskan 105o hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam %sari larut
etanol (Kemenkes RI, 2017).

Tabel 3. Karakteristik Persyaratan Mutu Simplisia Daun Sembung (Kemenkes RI,


2017; Depkes RI, 1979).

Karakteristik Persyaratan

Berupa helaian daun, bentuk bulat telur


Organoleptis sampai bulat memanjang, warna hijau
kecoklatan, dan rasa agak pahit.

Epidermis atas terdiri dari selapis sel


yang agak besar, terentang tangensial,
Mikroskopis epidermis bawah terdiri dari sel yang
lebih kecil, rambut penutup, dan rambut
kelenjar.

Tidak lebih dari 10%


Susut Pengeringan

Abu Total Tidak lebih dari 8,4%

Abu Tidak Larut Asam Tidak lebih dari 1,7%

Sari Larut Air Tidak kurang dari 13,9%

Sari Larut Etanol Tidak kurang dari 6,8%

3.3 Cara Pembuatan


Disiapkan semua bahan ramuan yang akan digunakan yaitu serbuk simplisia
kering daun sembung, air kelapa, dan juga madu. Kemudian serbuk direbus
menggunakan 200 mL air selama 15 menit sambil diaduk. Setelah itu, dilakukan
penyaringan sehingga terpisah dari ampasnya. Selanjutnya hasil saringan tersebut
ditambahkan dengan madu dan juga ditambahkan air kelapa sampai 600mL

48
sehingga didapatkan loloh dari daun sembung dan terakhir ditampung di dalam
wadah kaca 600 mL (Kusumawati, 2020).
3.4 Cara Penggunaan
Diminum sebanyak 3 kali sehari, tiap minum 1 gelas.
3.5 Pengemasan atau Tampilan Penyajian
Spesifikasi Bahan
Gambar Kemasan
Kemasan Loloh
Loloh Daun Sembung
Daun Sembung
- Spesifikasi - Gambar Kemasan Primer
Kemasan Primer
 Bentuk
Botol
 Bahan
Kaca
 Kapasitas
600 mL

49
- Spesifikasi - Gambar Label
Label
 Bahan
Kertas vinil
 Ukuran
Panjang x
Lebar
(7 x 10 cm)

IV. PEMBAHASAN
Pengobatan tradisional yang bersumber dari tumbuhan telah diketahui sejak
dahulu. Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional tersebut pada umumnya
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke-generasi. Setiap daerah atau
suku bangsa memiliki ciri khas masing-masing dalam hal pengobatan tradisional,
hal ini disebabkan oleh kondisi alamnya khususnya ketersediaan tumbuh-
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dimasing-masing daerah, juga perbedaan
falsafah budaya dan adat istiadat yang melatarbelakanginya (Darsini, 2013).
Masyarakat Bali menggunakan tanaman obat sebagai loloh dengan berpedoman
pada Lontar Usada Taru Pramana. Salah satu jenis tanaman obat yang terdapat
dalam Lontar Usada Taru Pramana adalah sembung. Tanaman obat ini digunakan

50
untuk menjaga dan memulihkan kesehatan. Masyarakat Bali biasa mengkonsumsi
loloh daun sembung untuk mengobati panas dalam (Nathalie, 2009).
Panas dalam adalah suatu peradangan yang menyerang hulu tenggorokan
ataupun tenggorokan (bagian dalam mulut) yang biasanya diikuti dengan
tenggorokan terasa kering dan bibir pecah-pecah. Panas dalam merupakan salah
satu gejala pada radang tenggorokan. Radang tenggorokan dapat disebabkan
karena kekurangan vitamin C, air putih, alergi, infeksi virus dan bakteri
(khususnya bakteri staphylococcus). Panas dalam atau radang tenggorokan bisa
ditanggulangi dan dicegah dengan banyak minum air dan makanan yang
mengandung banyak serat seperti buah dan sayuran (Mulia, 2017). Radang
tenggorokan biasanya disertai dengan nyeri yang menyebabkan rasa mengganjal
pada saat menelan (Lidianti, 2007).
Modifikasi ramuan tersebut diperlukan untuk meningkatkan efek
farmakologi yang diberikan oleh ramuan tersebut. Bahan untuk ramuan tersebut
berupa daun sembung (Blumea balsamifera). Komponen dari bahan-bahan
tersebut memiliki rasa yang agak pahit, sehingga pengembangan formula yang
dilakukan adalah dengan menambahkan madu sebagai bahan pemanis alami.
Selain madu, modifikasi juga dilakukan dengan menambahkan air kelapa sebagai
antioksidan alami. Bobot bahan yang digunakan diperoleh dengan melakukan
perhitungan bobot yang dikonversi dari hasil studi in vivo.
Bahan utama pada ramuan yang digunakan yaitu daun sembung. Daun
sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu minyak atsiri, flavonol, tanin, damar
dan ksantoksilin (Mursito, 2002). Daun sembung dikenal memiliki banyak
kegunaan terutama sebagai tumbuhan obat tradisional. Daun sembung memiliki
khasiat sebagai anti radang, memperlancar peredaran darah, mematikan
pertumbuhan bakteri dan menghangatkan badan (Sakee et al, 2011; Ali et al.,
2005; Mursito, 2002; Norikura et al., 2008). Flavonoid yang terkandung didalam
daun sembung bekerja sebagai inhibitor siklooksigenase yang bekerja dalam
memicu pembentukan prostaglandin yang berperan dalam proses inflamasi dan
peningkatan suhu tubuh (Rahmi dkk., 2021). Daun sembung juga memiliki
kandungan fitokimia khas bernama kanolide dan dihidromikanolide, zat tersebut

51
termasuk ke dalam golongan sesquiterpene yang banyak dijumpai pada tanaman
famili Asteraceae. Mikonolide dan dihidromikanolide diketahui memiliki aktivitas
antibakteri dan antimikroba (Samsuar dkk., 2018).
Bahan aktif pendukung khasiat pada ramuan ini adalah air kelapa. Air
kelapa yang mengandung senyawa antioksidan seperti flavonoid, saponin,
alkaloid, tannin, fenol, dan salisilat dapat memberikan efek analgesik dan
antiinflamasi. Menurut penelitian oleh Ajeigbe et al. (2011), air kelapa dengan
dosis 4 mL/100 g BB mencit dapat memberikan efek analgesik. Kandungan air
kelapa yang diduga memberikan efek antiinflamasi dan analgesik adalah senyawa
flavonoid dan salisilat. Mekanisme kerja keduanya adalah dengan menghambat
pembentukan prostaglandin (Gope and Rao, 2016; Mahayothee, 2016). Senyawa
salisilat yang terkandung pada air kelapa adalah asam salisilat (2-hydroxybenzoic
acid) yang merupakan fitohormon yang terdapat pada kelapa. Asam salisilat
memiliki efek analgesik dengan penghambatan COX1 dan COX2. Selain itu,
asam salisilat juga memiliki efek antipiretik dan antiinflamasi. Air kelapa muda
memiliki kandungan asam salisilat lebih banyak jika dibandingkan dengan kelapa
matur, sehingga air kelapa muda memiliki efek antiinflamasi dan analgesik yang
lebih poten dibandingkan dengan kelapa matur (Gope and Rao, 2016; Belianti
dkk, 2021).
Madu pada ramuan ini digunakan sebagai bahan pendukung khasiat
sekaligus bahan tambahan. Madu sudah digunakan secara turun temurun dalam
pengobatan tradisional. Madu terbentuk dari proses lebah menghisap nektar yang
kemudian akan difermentasikan di dalam perutnya dengan mengubah sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase. Proses berlanjut setelah lebah
mengeluarkan cairan nektar pada rumahnya. Pada proses fermentasi inilah terjadi
proses ekstraksi air dan pembersihan nektar dari racun dan mikroba, serta
penambahan asam amino, lipid, dan senyawa lainnya seperti fenolik seperti
flavonoid dan asam fenolat (Susanto, 2007; Dimitrova et al., 2007). Madu
dilaporkan memiliki aktivitas analgesik karena mengandung flavonoid yang dapat
menghambat pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim
cyclooxygenase sama seperti obat-obat analgesik antipiretik lain (Geonarwo et al.,

52
2011). Selain itu, glukosa dan sukrosa pada madu adalah bahan makanan energy
yang memiliki mekanisme potensial sebagai analgesik karena dapat merangsang
pengeluaran opioid endogen pada sistem saraf pusat (Ghofur dan Mardalena,
2014).
Proses produksi ramuan jamu harus melalui penanganan Good Handling
Practices. Bahan yang digunakan harus melalui beberapa tahap pengolahan pasca
panen sebelum diolah menjadi simplisia. Rangkaian pengolahan pasca panen yang
dilaksanakan terdiri atas sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengemasan. Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan benda
asing, tumbuhan, atau bagian tumbuhan lain yang tidak diinginkan dari bahan
simplisia. Pemisahan ini bertujuan untuk menjaga kemurnian serta mengurangi
kontaminasi awal yang dapat mengganggu proses selanjutnya. Pencucian
dilakukan untuk menghilangkan kotoran lain yang masih melekat pada bahan
simplisia dengan menggunakan air mengalir yang bersih, air dari sumber air, air
sumur, atau air PAM (Kemenkes RI, 2011).
Pengolahan dilanjutkan dengan pengubahan bentuk dari bahan yang
digunakan atau perajangan. Daun sembung yang telah dicuci bersih dirajang
dengan tujuan untuk mengecilkan ukuran partikel dan mempermudah proses
lanjutan terhadap simplisia. Perajangan bisa dilakukan dengan pisau berbahan
stainless steel maupun dengan alat perajangan khusus (contohnya Rasingko). Pada
proses perajangan, semakin kecil rajangan makan akan semakin cepat proses
pengeringan karena penguapan air semakin cepat. Namun, perlu diperhatikan jika
perajangan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurang hingga hilangnya zat
berkhasiat obat yang mudah menguap. Hal ini dapat mempengaruhi komposisi,
rasa, dan bau bahan yang diinginkan. Untuk simplisia daun dirajang dengan
potongan melintang dan lebar rajangan kurang lebih 2 cm (Kemenkes RI, 2011).
Proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar air agar bahan simplisia tidak rusak dan dapat disimpan karena
kandungan air dapat memicu proses enzimatis dan memicu pertumbuhan kapang,
jamur, dan jasad renik lain. Dalam proses pengeringan perlu diperhatikan suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas

53
permukaan bahan (Kemenkes RI, 2011). Simplisia yang sudah kering dilanjutkan
ke tahapan sortasi kering. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan bahan-
bahan asing dan simplisia yang belum kering seutuhnya. Sehingga, simplisia yang
nantinya diperoleh terbebas dari pengotor lain yang tidak diinginkan.
Penyimpanan atau pengepakan simplisia dilakukan untuk melindungi simplisia
saat penyimpanan dari gangguan luar seperti suhu, kelembaban, cahaya, cemaran
mikroba serta gangguan berbagai jenis serangga (Kemenkes RI, 2011).
Penerapan penanganan pasca panen yang baik merupakan salah satu
persyaratan yang harus dilakukan dan dipenuhi dalam penerapan sistem jaminan
mutu dan keamanan bahan. Pemastian mutu tersebut bertujuan agar produk tetap
prima sampai ke tangan konsumen (Kemenkes RI, 2011). Pemastian mutu setiap
bahan dilihat berdasarkan komponen pemastian mutu pada masing-masing
simplisia, selain komponen mutu wajib pula diketahui mengenai identitas
simplisia baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis untuk memastikan
bahwa bahan yang diperoleh benar merupakan bahan yang dimaksud sehingga
dalam proses pembuatan tidak terjadi kesalahan bahan. Apabila bahan yang
diperoleh telah memenuhi syarat mutu, maka bahan-bahan tersebut dapat
dipersiapkan untuk diolah menjadi produk loloh.
Ramuan yang dibuat adalah dalam bentuk sediaan minuman tradisional
loloh atau dikenal sebagai jamu. Pada proses pembuatan minuman tradisional
loloh daun sembung ini dilakukan beberapa tahap proses pembuatan, dimana daun
sembung dibuat dengan simplisia kering daun sembung, air kelapa, dan juga
madu. Pembuatan diawali dengan perebusan simplisia kering menggunakan 200
mL air selama 15 menit sambil diaduk. Selama 15 menit, air akan berkurang
hingga 100 mL. Setelah itu, dilakukan penyaringan sehingga terpisah dari
ampasnya. Selanjutnya hasil saringan tersebut ditambahkan dengan madu.
Kemudian, larutan ditambahkan air kelapa sampai 600 mL sehingga didapatkan
loloh dari daun sembung. Loloh daun sembung yang juga mengandung air kelapa
memiliki masa simpan selama 3-4 hari (Kusumawati, 2020; Barlina, 2004).
Selanjutnya tahap terakhir ramuan loloh dapat langsung segera dikonsumsi. Cara
penggunaan loloh daun sembung adalah diminum 3 kali sehari 200 mL (1/3 botol)

54
untuk dewasa dan dapat diminum 3 kali sehari 50 mL sampai 100 mL (1/6 botol)
untuk anak-anak untuk proses penyembuhan panas dalam.
Penggunaan obat tradisional telah digunakan secara turun temurun dan
dirasakan manfaatnya baik untuk memelihara kesehatan maupun mengobati
penyakit, juga dapat dikembangkan untuk penggunaan wellness sehingga
masyarakat mulai terbiasa dengan gaya hidup sehat mengonsumsi obat herbal dan
diharapkan dapat memiliki kehidupan yang lebih positif (Siswanto, 2012).
Pengobatan dengan minuman tradisional loloh daun sembung dapat menjadi
pilihan untuk health and wellness karena memiliki biaya yang lebih terjangkau
karena memanfaatkan tumbuhan sekitar sehingga dapat mengurangi biaya
pengobatan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan, adapun beberapa hal yang
dapat disimpulkan, yaitu sebagai berikut:
5.1. Berdasarkan studi pustaka terhadap ramuan yang terdapat dalam Usada Taru
Pramana yang dimana ramuan tersebut ditujukkan untuk mengatasi panas
dalam. Ramuan asli dari Usada Taru Premana yaitu daun sembung.
Kemudian ramuan tersebut di modifikasi untuk dijadikan loloh dengan
penambahan air kelapa, madu, dan air. Hal ini berdasarkan efek farmakologi
bahan dapat membuat mengatasi panas dalam.
5.2. Loloh yang dibuat mengandung daun sembung, air kelapa, madu, dan air
dengan jumlah dan porses pembuatan yang telah disesuaikan guna
memperoleh spesifikasi loloh yang baik. Setiap tahapan dikontrol sesuai
dengan pemastian mutu yang telah disusun dari pasca panen hingga siap
menjadi bahan baku. Pemberian informasi pada produk baik cara
penggunaan, waktu kadaluarsa, dan cara penyimpanan dan pemilihan bahan
pengemas dari kemasan primer atau sekunder diperhatikan dalam menjaga
mutu, khasiat, efikasi dan stabilitas.

55
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
a. Apoteker mempunyai peran yang penting dalam yankestrad yaitu
dengan ikut serta dalam pengembangan obat tradisional seperti Usada
Bali, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
b. Pengetahuan serta wawasan yang diperoleh mahasiswa yang melakukan
PKPA Yankestrad adalah gambaran mengenai pengelolaan dan
produksi obat tradisional dalam pelayanan kesehatan tradisional.
c. Melalui kegiatan PKPA Yankestrad ini mahasiswa apoteker
berkesempatan untuk berinovasi menganai pengembangan ramuan obat
tradisional yang berasal dari Usada Bali sehingga mampu bersaing
dengan produk obat konvensional.
d. Melalui kegiatan PKPA Yankestrad ini mahasiswa apoteker dapat
memahami tanggung jawab dan peran apoteker dalam rangka
meningkatkan kesiapan serta pengetahuan apoteker saat memasuki
dunia kerja yang berkaitan dengan bidang obat tradisional.

3.2 Saran
Kegiatan PKPA Yankestrad dilaksanakan secara daring mengikat kondisi
yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi COVID-19 sehingga masih banyak
bidang yang perlu diperdalam untuk menyelesaikan penyampaian materi yang
diberikan. Namun, perwakilan mahasiswa memiliki kesempatan untuk melakukan
satu kali kunjungan lapangan ke RSUD Bangli. Apabila kedepannya pandemi ini
telah berakhir diharapkan pelaksanaan PKPA Yankestrad ini dilaksanakan
sepenuhnya secara langsung.

56
DAFTAR PUSTAKA

Adate, P. S., S. Parmesawaran and Y. Chauhan. 2012. In vitro Anthelmintic


Activity of Stem Extracts of Piper betle Linn Against Pheritima
Posthuma. Pharmacognosy Journal. 4(29): 61–65.
Agaus, L.R. dan Agaus, R.V. 2019, Manfaat Kesehatan Tanaman Pala (Myristica
fragrans), Medula, 6:662-666.
Aggarwal, B.B., C. Sundaran, N. Malani, H. Ichikawa. 2006. Curcumin: The
Indian Solid Gold. SVNY. 332: 16-34.
Agustina, B. 2015. Kewenangan Pemerintah dalam Perlindungan Hukum
Pelayanan Kesehatan Tradisional Ditinjau dari Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009. Tentang Kesehatan. Jurnal Wawasan
Hukum. 32(1):82-98.
Ahsan., Q., M. Hossain, M. Islam, A. K. Azad, A. A. Faruq, S. M. Taruq and
2016. In-vivo Investigation of Analgesic Antypyretik Anti-Diarrheal and
Axiolytic Activity of Blumea Densiflora Dc. European Journal of
Pharmaceutical and Medical Research. 3(11): 50-55.
Ajeigbe, K.O., Ndaman, Z.A., Amegor, O.F., Onifade, A.A., Asuk, A.A.,
Ibironke, G.F. and Olaleye, S.B. 2011. Anti-nociceptive and anti-
inflammatory potential of coconut water (Cocos nucifera L.) in rats and
mice. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(9):1116-1122.
Andriyono, R.I. 2019. Kaempferia galanga L. sebagai Anti-Inflamasi dan
Analgetik. Jurnal Kesehatan, 10(3): 495-502.
Antari, U. P. N., I. P. T. Suwantara., P. E. S. K. Yudha. 2018. Perbandingan
Penggunaan Tanaman Obat Dalam Usada Taru Premana Pada Penduduk
Banjar Sakah Desa Pemogan dan Banjar Kerta Desa Petang.
Medicamento. 4(1): 60.
Anugrahhayyu, C.A., N. Darsini., A. Saadi. 2018. Minuman Kedelai (Glycine
max) dan Kombinasi Asam Jawa (Tamarindus indica) dengan Kunyit
(Curcuma domestica) dalam Mengurangi Nyeri Haid. Jurnal Farmasi
dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1): 1-5.

57
Arisandi. 2006. Khasiat Berbagai Tanaman untuk Pengobatan. Jakarta: Eska
Media.
Barlina, R. 2004. Potensi buah kelapa muda untuk kesehatan dan pengolahannya.
Perspektif, 3(2): 46-60.
Barros, L., Dueñas, M., Dias, M.I., Sousa, M.J., Santos-Buelga, C., and Ferreira,
I.C.F.R. 2012. Phenolic Profiles of in vivo and in vitro grown
Coriandrum sativum L. Food Chemistry. 132(2):841–8.
Berlianti, D.I., Indiastuti, D.N., Mastutik, G. and Lai, S. 2021. Analgesic Effect
Study of Young Coconut Water (Cocos nucifera L.) on Mice (Mus
musculus) Induced with Pain using Acetic Acid. Biomolecular and
Health Science Journal. 4(2).
BPOM RI. 2011, Acuan Sediaan Herbal, Volume 6 Edisi I, Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
BPOM RI. 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu
Obat Tradisional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Chanwitheesuk, A., A. Teerawutgulrag, and N. Rakariyatham. 2005, Screening of
Antioxidant Activity and Antioxidant Compounds of Some Edibles
Plants of Thailand, Food Chem, 92: 491-497.
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Trubus
Agriwidya. 126-128.
Darwis. 1991, Potensi Sirih (Piper betle L.) sebagai Tanaman Obat, Warta
Tumbuhan Indonesia, 1: 9-11.
Depkes RI. 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jilid 2, Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, Jakarta.
Dimitrova, B., G. Reneta and A. Elke 2007. Analysis of Phenolic Acids in Honeys
of Different Floral Origin by Solid-phase Extraction and High-
performance Liquid Chromatography. Phytochem. Anal. 18: 24–32.

58
Eguale, T., G. Tilahun, A. Debella, A. Feleke and E. Makonnen. 2007. In Vitro
and In Vivo Anthelmintic Activity of Crude Extracts of Coriandrum
sativum Against Haemonchus contortus. Journal of Ethnopharmacology.
110(3): 428–433.
Fikriyatullilah, M. 2018, Effeltivitas daya anthelmintik temu ireng (Curcuma
aeruginosa Roxb.) terhadap Ascaridia galli secara in vitro, Doctoral
dissertation, Wijaya Kusuma Surabaya University, Surabaya.
Ghofur, A. and Mardalena, I. 2014. Effect of Glucose on the Response Pain Baby
in Puskesmas Gamping Ii Sleman Yogyakarta. In Prosiding Seminar
Nasional & Internasional, 2: 1.
Goenarwo, E., Chodijah., & Susanto, H. 201). Uji Efektifitas Analgetik Madu
pada Tikus dengan Metoda Geliat Asetat. E-Jurnal, 3(1): 48- 53.
Gope, P.C. and Rao, D.K. 2016. Fracture behaviour of epoxy biocomposite
reinforced with short coconut fibres (Cocos nucifera) and walnut
particles (Juglans regia L.). Journal of Thermoplastic Composite
Materials, 29(8):1098-1117.
Gruenwald, J. et al. 2004, PDR for Herbal Medicines, Edisi 3, Medical
Economics Company, New Jersey.
Gubernur Bali. 2019. Peraturan Gubernur Bali Nomor 55 Tahun 2019 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali. Bali Indonesia: Gubernur Bali.
Hamzah, A., M., Hambal, U., Balqis, Darmawi, Maryam dan Rasmaidar. 2016,
Aktivitas Anthelmintik Biji Veitchia Merrillii Terhadap Ascaridia Galli
Secara In Vitro, Trad Med J, 22: 55-62.
Hariana, A. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hestianah, E.P., I. Kusumawati., L.L Susanti., S. Subekti. 2014. Toxic
Compounds of Curcuma aeruginosa Cause Necrosis of Mice
Hepatocytes. Universa Medicina, 33(2): 118-125.
Hosseini, S. A., A. S. Zar, A. Ghasemi, O. Salehi, A. Khoradmehr, and F.
Farkhaie. 2018. Hypoglycemic Interactional Effects of Coriandrum
Sativum Extract in Diabetic Rats. Journal of Nutrition Sciences and Food
Technology. 13(2): 21-30.

59
Hutapea. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid II. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 89-90.
Iswantini, D., R. F. Silitonga, E. Martatilofa, and L. K. Darusman. 2011, Zingiber
cassumunar, Guazuma ulmifolia, and Murray paniculata Extracts as
Antiobesity: In Vitro Inhibitory Effect on Pancreatic Lipase Activity,
Hayati J. Biosci, 18: 6-10.
Juliantina, F., Dewa, A., Bunga, M., Titis, N., dan Endrawati, T. 2008. Manfaat
Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial terhadap
Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Indonesia. 3(2):21-37.
Kaiser, A., Kammerer, D.R., and Carle, R. 2013. Impact of Blanching on
Polyphenol Stability and Antioxidant Capacity of Innovative Coriander
(Coriandrum sativum L.) pastes. Food Chemistry. 140(1–2):332–9.
Kemenkes RI. 2011, Vademekum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu, Jilid 2,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Umum Panen dan Pascapanen Tanaman Obat.
Jakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional.
Kemenkes RI. 2012. Vademekum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu. Jilid 3.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Jilid II. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementan RI. 2011. Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman
Obat. Jakarta: Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1076/Menkes/SK/VII/2003 Tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
Khanbabaee, K., and Ree, T.V. 2001. Tannins Classification and Definition. Not
Prod Rep. 18:641-649.
Kurdi, A. 2010. Tanaman Herbal Indonesia Cara Mengolah dan Manfaatnya
Bagi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

60
Kusumawati, I., & Yusuf, H. 2011. Phospholipid Complex as a Carrier of
Kaempferia Galanga Rhizome Extract to Improve Its Analgesic Activity.
Int J of Pharm and Pharm Sc,. 3(1): 1-3.
Kusumawati, I.G.A.W., I.B.A. Yogeswara. 2020. Pemanfaatan Loloh Sembung
(Blumea balsamifera) Sebagai Welcome Drink. Pariwisata, 7(2): 2528-
2220.
Li, Y., Yao, J., Han, C., Yang, J., Chaudhry, M.T., and Wang, S. 2016. Quercetin,
Inflammation and Immunity. Nutrients. 8(3):1–14.
Mahayothee, B., Koomyart, I., Khuwijitjaru, P., Siriwongwilaichat, P., Nagle, M.
and Müller, J. 2016. Phenolic compounds, antioxidant activity, and
medium chain fatty acids profiles of coconut water and meat at different
maturity stages. International Journal of Food Properties, 19(9): 2041-
2051.
Maleki, S.J., Crespo, J.F., and Cabanillas, B. 2019. Antiinflammatory Effects of
Flavonoids. Food Chemistry.
Maryani, H., Kristina, L., dan Lestari, W. 2017. Analisis Multiatribut Fishbein
terhadap Jamu Saintifik (Studi Kasus di Balai Kesehatan Tradisional
Masyarakat Makassar dan Puskesmas Colomadu I Karanganyar). Media
Litbangkes. 27(2): 89-98.
Marzocchella, L., Fantini, M., Benvenuto, M., Masuelli, L., Tresoldi, I., Modesti,
A. 2011. Dietary Flavonoids: Molecular Mechanisms of Action as
Antiinflammatory Agents. Recent Patent of Inflammatory & Allergy
Drug Discovery. 5(3):200-20.
Moeljanto, R.D., 2003. Khasiat & manfaat daun sirih: obat mujarab dari masa ke
semasa. AgroMedia.
Mohanbabu, V. A., Shanbhag, T., K. Kumari, M., Bairy, K. L., & Shenoy S.
(2011). Evaluation of Antiinflammatory and Analgesic Activities of
Alcoholic Extract of Kaempferia Galanga in Rats. Indian J Physiol
Pharmacol. 55(1): 13-24.
Msaada, K., Jemia, M., Ben, Salem, N., Bachrouch, O., Sriti, J., Tammar, S. 2017.
Antioxidant Activity of Methanolic Extracts from Three Coriander

61
(Coriandrum Sativum L.) Fruit Varieties. Arabian Journal of Chemistry.
10: 176–83.
Muchsin, R., F. Fatimah, dan J. A. Rorong. 2016. Aktivitas Antioksidan dari
Santan Kelapa di Sulawesi Utara. Jurnal Chemprog. 9(2): 41-44.
Mulia, M. 2017. Isolasi Kumarin dari Kulit Buah Limau Sundai (Citrus nobilis
L.). Eksakta: berkala Ilmiah Bidang MIPA. 18(2):137-145.
Mulyani, H., S. W. Harti dan V. Indria. 2017. Pengobatan Tradisional Jawa
Dalam Manuskrip Serat Primbon Jampi Jawi. Jurnal Litera. 16(1): 140-
147.
Murni, M., R. Isnawati, and L. T. Lobo. 2020. Aktivitas Anthelmintik Ekstrak
Murni Bangle (Zingiber purpureum) Terhadap Cacing Gelang (Ascaris
suum. L) Secara In Vitro. Seminar Nasional Biologi. 1 (1).
Nala, N. 1995. Usada Bali. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Nathalie, L. L. 2009. Medical, Aromatic, and Cosmetic (MAC) Plants for
Community Health and Bio-Cultural Diversity Conservation in Bali,
Indonesia. L.N. Leurs page. 124:127.
Ningsih, I.Y. 2016, Studi farmasi penggunaan tumbuhan obat oleh suku tengger di
Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur, Pharmacy. 13: 10-20.
Nugroho, A. E. dan A. R. Hakim. 2003. Pengaruh Praperlakuan Perasan Daun
Sirih (Piper betle L.) terhadap Farmakokinetika Propranolol pada Tikus
Putih Jantan. Majalah Farmasi Indonesia. 14(4): 169-176.
Okonta, J. M., M. Uboh and W. O. Obonga. 2008. Herb-Drug Interaction: A Case
Study of Effect of Zingiber on the Pharmacokinetic of Metronidazole in
Rabbit. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences. 70(2): 230-232.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional.
Perawati, S., L. Andriani dan P. Pratiwi. 2018. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Sembung Rambat (Mikania micrantha Kunth). Chempublish
Journal. 3(2): 40-45.
Phulsagar, S., Dundi, M., Bhagwar, S., dan Girigaon, Y. 2014. An Inside Review
of Myristica Fragrans Houtt.-A Potential Medicinal Plant of India.

62
International Journal of Medical Science and Clinical Inventions,
1(9):500-513.
Putra, I. G. S. 1999. Taru Pramana Khasiat Tanam-tanaman untuk Obat
Tradisional. Denpasar: Penerbit PT. Upada Sastra.
Putri, C. R. H.. 2014. Potensi Pemanfaatan Tamarindus indica dalam Berbagai
Terapi. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 3(2): 40-54.
Pyrzynska, K and M. Biesaga. 2009. Analysis of phenolic acids and flavonoids in
honey. TRAC-Trend in Analytical Chemistry. 28(7): 893-902.
Rahayu, M. S., S. P. Fitrianingsih, dan S. Hazar. 2020.Studi Literatur Aktivitas
Antelmintik dari Beberapa Tanaman Suku Apiaceae. Prosiding Farmasi.
6(2): 816-819.
Rahmi, A., Afriani, T., Sari, L.P., dan Filmawati. 2021. Uji Aktivitas Antipiretik
Ekstrak Etanol Daun Sembung (Blumea balsamifera) secara In Vivo
Terhadap Mencit Putih Jantan (Mus musculus). Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 25(1):7-10.
Rahmi, A., T. Afriani, L. Hevira dan W. Widiawati. 2021. Uji Aktivitas
Antioksidan dan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Daun Sembung
(Blumea balsamifera (L.) Dc. Jurnal Riset Kimia. 12(2): 84-93.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata. Edisi Keenam. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Rompas, T., Novarianto, H. and Tampake, H. 1987. Experiments of using 2, 4-D
and GA3 to prevent fruit fall in coconuts. Balai Penelitian Kelapa
Manado. Terbitan Khusus (Indonesia). 12: 15.
Rosmiati, K., dan B. N. R. S. Aritonang. 2020. Kajian Fitokimia dan Aktifitas
Antihiperkolesterolemia Ekstrak Ketumbar (Coriandrum sativum L.)
Pada Mencit Swiss Bester. Media Farmasi. 16(2): 193-199.
Ruhardi, A. dan M. H. Sahumena. 2021. Identifikasi Senyawa Flavonoid Daun
Sembung (Blumea balsamifera L.). Journal Syifa Sciences and Clinical
Research. 3(1): 29-36.

63
Samsuar., Rokiban, A., dan Nur, R. 2018. Fraksi Etanol Daun Sembung Rambat
(Mikania micrantha Kunth) Sebagai Antiinflamasi terhadap Tikus Putih
Jantan Galur Wistar. Jurnal Farmasi Lampung. 7(1):51-58.
Sari, L.O.R.K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan
Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3(1): 1-7.
Shetu, H.J., Trisha, K.T., Sikta, S.A., Anwar, R., Rashed, S.S.B., Dash., P.R.
2018, Pharmacological Importance of Kaempferia galanga
(Zingiberaceae): A Mini Review. International Journal of Research in
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(3):32-39.
Siahaan, S., R. S. Handayani, dan Aryastami. 2017. Improving the Use of
Curcuma Aeruginosa Roxb. as Anthelmintic For Children in Bogor
Regency. Heslth Science Journal Of Indonesia. 8(2): 95-101.
Sirisangtragul, W., and Sripanidkulchai, B., 2011, Effects of Kaempferia galanga
L. and Ethyl-p-methoxycinnamate (EPMC) on Hepatic Microsomal
Cytochrome P450s Enzyme Activities in Mice. Songklanakarin J. Sci.
Technol, 33(4): 411-417.
Siswanto. 2012. Saintifikasi Jamu Sebagai Upaya Terobosan Untuk Mendapatkan
Bukti Ilmiah Tentang Manfaat Dan Keamanan Jamu. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. 15(2): 203–211.
Soedibyo B. R. A. M.. 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan,
Balai Pustaka, Jakarta.
Soleha, M. dan A. V. Purba. 2013. Uji Daya Antelmetika Ekstrakn-Heksan
Rimpang Bangle (Zingiber cassumunar) pada Cacing Ascaris suum
Secara In Vitro. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 3(1): 19-25.
Sumual, P. F., W. Bodhi, dan J. S. Lebang. 2021. Uji Aktivitas Antelmintik
Ekstrak Etanol Daun SIrih (Piper betle L.) Terhadap Cacing Gelang
(Ascaris lumbricoides) Secara In Vitro. Pharmacon. 10(2): 873-880.
Suryadarma, I G. P. 2007. Konsepsi Kosmologi Dalam Pengobatan Usada Taru
Pramana. Journal of Tropical Ethnobiology. 2(1): 65-87.
Susanti, Y., I. Astuti, & A. A. D. Astuti. 2017. Uji Efektivitas Anthelmintik
Ekstrak Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) Terhadap Cacing

64
Ascaridia Galli Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Manuntung. 1(2): 187-
192.
Susanto, A. 2007. Terapi madu. Niaga Swadaya.
Sutomo dan Iryadi, R. 2019. Konservasi Tumbuhan Obat Tradisional “Usada
Bali”. Buletin Udayana Mengabdi. 18(4):58-63.
Thaina, P., Tungcharoen, P., Wongnawa, M., Reanmongkol, W., and
Subhadhirasakul, S. 2009, Uterine Relaxant Effects of Curcuma
aeruginosa Roxb. Rhizome Extracts. Journal of Ethnopharmacology,
121: 433-443.
Tulandi, S. M. 2019. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Madu.
Jurnal Teknologi dan Seni Kesehatan. 10(1):59-71.
Usia, T., H. Iwata, A. Hiratsuka, T. Watabe, S. Kadota, & Y. Tezuka. 2006.
CYP3A4 and CYP2D6 Inhibitory Activities of Indonesian Medicinal
Plants. Phytomedicine. 13(2): 67–73.
Vanda, H., R. Parindra, M. Hambal and F. Athaillah. 2020. Anthelmintic Activity
of Curcuma Aeruginosa Roxb Extract on Fasciola gigantica in Vitro. E3S
Web of Conferences Journal. 5(1): 151.
WebMD. 2021. Coriander. https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-
117/coriander. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2021).
Wijayakusuma. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid I. Jakarta:
Penerbit Pustaka Kartini. 9: 94-95.
Wulandari, A., Rodiyani., R.D.P. Sari. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit
(Curcuma longa liin) dalam Mengatasi Dismenorea. Majority, 7(2): 193-
197.

65
LAMPIRAN

Lampiran 1. Link Google Drive Daftar Pustaka Student Project


Kelompok D3:
https://drive.google.com/folderview?id=1AIFXLBph5Yd_awrUt6ZZUSdsM15Dv
1qq

66
Lampiran 2. Foto Kegiatan PKPA Yankestrad

Foto Kegiatan 1. Penjelasan Kontrak Kuliah dan RPS oleh Dr. apt. Ni Putu Eka
Leliqia, S.Farm., M.Si. pada Jumat 10 Desember 2021.

Foto Kegiatan 2. Pemaparan Materi Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan


Pengenalan Produk Wellnes oleh Prof. Dr.rer.nat. apt. I Made Agus Gelgel
Wirasuta, M.Si. pada Senin 13 Desember 2021.

67
Lampiran 2. Lanjutan

Foto Kegiatan 3. Pemaparan Materi Yankestrad di RSUD Bangli oleh dr. A.A.
Gede Putera, M.Kes. pada Senin 13 Desember 2021.

Foto Kegiatan 3. Lanjutan

68
Lampiran 2. Lanjutan

Foto Kegiatan 4. Pemaparan Materi Tentang Pengolahan Pasca Panen oleh apt.
Ni Kadek Warditiani, S.Farm., M.Sc. pada Senin 13 Desember 2021.

Foto Kegiatan 4. Lanjutan

69
Lampiran 2. Lanjutan

Foto Kegiatan 5. Diskusi Student Project dari Kelompok D2 dan D3 yang


dibimbing oleh apt. Ni Kadek Warditiani, S.Farm., M.Sc. pada Senin 13
Desember 2021.

Foto Kegiatan. Presentasi Student Project Kelas Besar dengan Preceptor dan
Dosen Pembimbing pada Kamis 16 Desember 2021.

70
Lampiran 2. Lanjutan

Foto Kegiatan 6. Ujian Daring dan Presentasi Student Project dari Kelompok D3
yang diampu oleh apt. Ni Kadek Warditiani, S.Farm., M.Sc. pada Kamis 16
Desember 2021.

Foto Kegiatan 6. Lanjutan

71
Lampiran 2. Lanjutan

Foto Kegiatan 7. Kunjungan Lapangan ke RSUD Bangli pada Jumat 17


Desember 2021

72
Lampiran 2. Lanjutan

73

Anda mungkin juga menyukai