Disusun Oleh :
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh,
(Putu Oka Samirana, S.Farm., M.Sc., Apt.) (Drs. I Made Muliada, Apt.)
NIP. 198712012014041001 NIP. 196611031994031001
Mengetahui,
(Luh Pt. Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc., Apt.) (Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt.)
NIP. 198402222008012008 NIP. 196601131991032002
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat Beliau-lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Profesi (PKP) Apoteker di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BBPOM) di Denpasar, yang dilaksanakan pada tanggal 24 Januari, 4-5 dan 11-12
Februari 2019 tepat pada waktunya, sebagai tugas akhir bagi mahasiswa Program
Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana dalam meraih gelar Apoteker (Apt.).
Penyusunan laporan PKPA ini tentunya tidak terlepas dari dukungan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu kepada:
1. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si. selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
2. Luh Putu Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku Koordinator
Program Studi Profesi Apoteker F.MIPA Universitas Udayana.
3. Dewa Ayu Swastini. S.F., M.Farm., Apt., selaku Koordinator Program Studi
Farmasi F.MIPA Udayana.
4. Putu Oka Samirana, S.Farm., M.Sc., Apt. sebagai pembimbing akademik
dalam menyusun laporan ini.
5. Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt., selaku Kepala Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan di Denpasar.
6. Drs. I Made Muliada, Apt selaku Kepala Bidang Pengujian sekaligus
Pembimbing Lapangan (Preseptor).
7. Penyelia beserta staf Laboratorium TERANOKOKO, Pangan dan Bahan
Berbahaya, serta Mikrobiologi.
8. Seluruh dosen dan staf pegawai di Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
MIPA Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian laporan.
iii
9. Seluruh keluarga dan teman-teman yang telah memberikan semangat baik
moral maupun material dalam menyelesaikan laporan ini.
10. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penyusunan laporan PKPA ini selanjutnya. Harapan penulis,
semoga laporan PKPA ini tidak disalahgunakan dan dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii
2.1.2 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ....... 6
2.1.3 Tugas Pokok Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) .... 6
v
2.2.2 Kedudukan BBPOM .................................................................... 10
LAMPIRAN ....................................................................................................... 87
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan di Laboratorium Pengujian
TERANOKOKO .............................................................................. 87
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan di Laboratorium Pengujian PABA ............ 91
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan di Laboratorium Pengujian Mikrobiologi . 92
viii
DAFTAR SINGKATAN
ix
Labkel : Laboratorium Keliling
LCP : Lampiran Catatan Pengujian
LHK : Laporan Hasil Kegiatan
MA : Metode Analisa
MK : Memenuhi Ketentuan
MS : Memenuhi Syarat
NAPZA : Narkotika, Psikotopika dan Zat Aditif
NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak
OT : Obat Tradisional
PABA : Pangan dan Bahan Berbahaya
Paman : Pangan Aman
PBKPKS : Piagam Bintang Keamanan Pangan di Kantin Sekolah
PDA : Photo Diode-Array
Perda : Peraturan Daerah
PJAS : Pangan Jajanan Anak Sekolah
PK : Penetapan Kadar
PKK : Pembina Kesejahteraan Keluarga
PKL : Pedagang Kreatif Lapangan
PKRT : Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
PPOMN : Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
PSK : Penghentian Sementara Kegiatan
SAS : Special Acces Scheme
SDM : Sumber Daya Manusia
Siker : Sentra Informasi Keracunan
SIMPELSPK : Sistem Informasi dan Pelaporan Layanan Pengaduan
Konsumen
SKE : Surat Keterangan Ekspor
SKI : Surat Keterangan Impor
SKKNOM : Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan
SIPT : Sistem Informasi Pelaporan Terpadu
SISPOM : Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
x
SNI : Standar Nasional Indonesia
SPIM : Sistem Pelayanan Informasi Masyarakat
SPK : Surat Perintah Kerja
SPP : Surat Perintah Pengujian
SPU : Surat Permintaan Uji
TCM : Traditional Chinese Medicine
TMK : Tidak Memenuhi Ketentuan
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
TQM : Total Quality Management
UKOT : Usaha Kecil Obat Tradisional
ULPK : Unit Layanan Pengaduan Konsumen
UMOT : Usaha Mikro Obat Tradisional
UPLC : Ultra Perfomance Liquid Chromatography
UPT : Unit Pelaksana Teknis
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Peralatan Laboratorium BBPOM di Denpasar ..................................... 17
Tabel 3.1 Tabular Logbook Kegiatan Pembekalan BPOM .................................. 21
Tabel 3.2 Tabular Logbook Kegiatan Bagian Pengujian TERANOKOKO......... 21
Tabel 3.3 Tabular Logbook Kegiatan Bagian Pengujian Pangan dan Bahan
Berbahaya ............................................................................................ 23
Tabel 3.4 Tabular Logbook Kegiatan Bagian Pengujian Mikrobiologi ............... 24
Tabel 3.5 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi Tablet Griseoufulvin ............. 34
Tabel 3.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi Tablet Metformin .................. 38
Tabel 3.7 Hasil Penetapan Kadar Air pada Sampel Garam.................................. 52
Tabel 3.8 Data Timbangan dan Titrasi Sampel .................................................... 54
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan entry barier yang semakin
tipis dalam perdagangan internasional, membuat produk obat dan makanan dalam
waktu yang singkat menyebar keberbagai negara dengan jaringan distribusi yang
luas dan mampu menjangkau seluruh masyarakat. Pola hidup konsumtif di
masayarakat cenderung terus meningkat, sementara itu pengetahuan masyarakat
masih belum memadai untuk dapat memili dan mengunakan produk secara benar
dan aman. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional,dan
gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan
implikasi yang luas pada kesehatan keselamatan konsumen.
BBPOM Denpasar adalah Unit pelaksana teknis (UPT) Badan POM RI
yang merupakan lembaga pemerintah non kementrian (LPNK) yang bertugas
melakukan pengawasan baik produksi maupun distribusi obat dan makanan.
Dalam tugas dan fungsinya BBPOM bertanggung jawab juga terhadap
perlindungan konsumen atas resiko pengunaan produk yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan/ khasiat baik sebelum beredar
maupun setelah beredar. Oleh karena itu BBPOM dituntut memenuhi kebutuhan
masyarakat mengenai informasi yang benar dan jujur serta pemecahan masalah
pengaduan yang menyangkut berbagai hal produk- produk obat, makanan,
kosmetik, obat tradisional dan membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat
atau konsumen untuk bertanya atau menyampaikan keluhan. Untuk melaksanakan
Tupoksi, BBPOM di Denpasar menyusun rencana strategis 2015-2019 yang
dituangkan dalam bentuk Perencanaan Kinerja selanjutnya dibuat Rencana Kerja
Tahunan. Dengan tantangan yang semakin kompleks dan target pengawasan
Badan POM menjadi semakin besar, maka dinilai perlu adanya peningkatan
kapasitas dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) BPOM untuk
memperkuat pengawasan dengan lingkungan strategis. Upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan kinerja dari Badan POM, saat ini BPOM sedang melakukan
restrukturisasi organisasi sehingga terjadi peningkatan kebutuhan SDM.
Pelaksanaan pengujian, penindakan, pemeriksaan, informasi dan komunikasi,
dilakukan oleh sumber daya manusia yang unggul berupa tenaga profesional yang
berkualitas. Salah satu tenaga profesional yang berperan adalah apoteker.
3
5
6
lanjuti dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun
2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut diatas,
kedudukan BPOM yaitu sebagai berikut:
a) Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat BPOM
adalah lembaga pemerintah non Kementrian yang menyelenggarakan
urusan, pemerintahan dibidang Pengawasan Obat dan Makanan.
b) BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
c) BPOM dipimpin oleh Kepala.
(BPOM, 2017)
2.1.2 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Berikut merupakan visi dan misi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
a. Visi
“Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya
Saing Bangsa”
b. Misi
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko
untuk melindungi masyarakat.
2. Mendorong kapasitas dan komitmen pelaku usaha dalam memberikan
jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat komitmen
dengan pemangku kepentingan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.
prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan
olahan (BPOM, 2017).
3. Pengawasan selama beredar sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan obat dan makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan
hukum.
(PERPRES, 2017)
RI, 2018). Balai Besar POM Denpasar mempunyai luas tanah sebesar 5000 m 2
dengan luas gedung 2.797,25 m2.
Balai Besar POM Denpasar mempunyai Budaya Organisasi PIKKIR:
1. Profesional: Menegakkan Profesionalisme dengan integritas, objektivitas,
ketekunan, dan komitmen yang tinggi.
2. Integritas: Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan
3. Kredibilitas: Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, Nasional dan
Internasional
4. Kerjasama Tim: Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi
yang baik
5. Inovatif: Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengatahuan dan kemajuan teknologi terkini
6. Responsif/Cepat Tanggap: Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah
15 Inkubator 12
16 LAF 7
17 Autoclaf 4
18 Protein Analyzer 1
produk yang aman, bermutu, dan berkhasiat. Selain itu, apoteker harus mampu
menyusun kebijakan dalam hal pendistribusian obat, perbekalan kesehatan,
dan makanan yang nantinya harus dipatuhi oleh distributor demi menyalurkan
obat, perbekalan kesehatan, dan makanan yang bermutu baik.
2. Mampu Mengelola Obat Secara Nasional
Seorang apoteker harus mampu mengelola obat secara nasional yang
meliputi pemilihan obat esensial nasional, persyaratan obat, dan distribusi
obat, termasuk pengumpulan data untuk kebutuhan nasional maupun
internasional. Acuan obat-obatan yang dibutuhkan secara nasional terdapat
pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sehingga dalam penyusunannya
perlu diketahui epidemiologi dan pola penyakit yang diderita masyarakat
melalui proses pengumpulan data.
3. Mampu Melaksanakan Fungsi Pengawasan dan Pengaturan Obat, Perbekalan
Kesehatan, dan Makanan Secara Nasional
Pengawasan Obat dan Makanan memiliki aspek permasalahan yang
berdimensi luas dan kompleks. Mengingat kompleksitas dan luasnya cakupan
pengawasan obat dan makanan maka dikembangkan SISPOM yang
melibatkan peran dan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam satu
jaringan yang bersinergi semenjak awal proses suatu produk hingga produk
tersebut beredar dimasyarakat.
4. Mampu Berkontribusi dalam Penetapan Berbagai Kebijakan Nasional dalam
Hal Pendidikan di Bidang Farmasi
Kebijakan nasional mengenai pendidikan di bidang farmasi perlu
ditetapkan agar pendidikan farmasi dapat berjalan dengan baik dan
menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan perkembangan di bidang ilmu kefarmasian.
5. Mampu Melaksanakan Fungsi sebagai Industri Resmi dalam Menjalin
Hubungan yang Bersifat Internasional
BPOM merupakan instansi pemerintah yang memiliki wewenang dalam
pengawasan Obat dalam upaya kesehatan. Oleh karena itu, BPOM perlu
menjalin kerja sama internasional untuk meningkatkan pengawasan obat.
20
Salah satu contoh kerja sama internasional yang dilakukan oleh BPOM adalah
ikut serta dalam Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetika yang berlaku sejak
Januari 2011. Dengan demikian regulasi kosmetika se-ASEAN menjadi suatu
standar, yaitu harus memenuhi persyaratan dalam Cara Pembuatan Kosmetika
yang Baik (CPKB).
6. Mampu Melaksanakan Fungsi Administrasi Obat
Salah satu administrasi obat adalah tata cara pendaftaran (registrasi) obat.
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin
edar. Sedangkan izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk
dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi dilakukan terhadap obat jadi
baru, obat jadi sejenis (obat tiruan), obat produksi dalam negeri, obat kontrak,
obat lisensi, dan obat impor.
Berdasarkan acuan Standar Kompetensi Apoteker di Indonesia tahun 2016,
seorang apoteker yang bekerja di BPOM memiliki Standar Kompetensi Apoteker
untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian adalah sebagai berikut:
1. Melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik.
2. Menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan farmasi.
3. Mempunyai keterampilan komunikasi dalam pemberian informasi sediaan
farmasi dan lata kesehatan.
4. Berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat.
5. Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan
interpersonal dalam melakukan praktik profesional kefarmasian.
6. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan
dengan kefarmasian (IAI, 2016).
21
BAB III
KEGIATAN PKP APOTEKER DAN PEMBAHASAN TABULAR
LOGBOOK
21
22
mendokumentasikan
kegiatan laboran di
masing-masing lab di
bagian pengujian
TERANOKOKO
4. Melihat dan
mendokumentasikan
setiap instrumen,
peralatan dan
dokumen-dokumen
yang digunakan di
laboratorium
TERANA
5. Membantu dalam
kegiatan pengujian
kadar metoklopramid
dalam tablet
menggunakan HPLC,
meliputi pembuatan
larutan buffer dan fase
gerak.
6. Diskusi terkait
pembuatan larutan
kesesuaian sistem dan
cara pengambilan
sampel.
2 Selasa, 5 Keterlibatan dalam 1. Membantu dalam 8,5 jam
Maret kegiatan yang kegiatan pengujian
2019 dilakukan di bagian kadar lisinopril dalam
pengujian TERANAKA tablet menggunakan
dan KOSTRAD. HPLC, meliputi
pembuatan larutan
buffer, fase gerak, dan
larutan sampel untuk
tablet potensi 10 mg
dan 5 mg.
3 Senin, 11 Keterlibatan dalam 1. Membantu penyelia 8,5 jam
Maret kegiatan yang untuk mempersiapkan
2019 dilakukan di bagian larutan dan alat yang
pengujian TERANAKA digunakan untuk
dan KOSTRAD. pengujian disolusi
2. Membantu kegiatan
pengujian disolusi
tablet griseofulvin
23
3. Membantu kegiatan
pengujian disolusi
tablet diazepam
4. Membantu penyelia di
laboratorium kostrad
meliputi preparasi
sampel pengujian
hidroquinon dan
penotolan sampel OT
untuk pengujian BKO
pada plat KLT
4 Selasa 12 1. Membantu proses 8,5 jam
Maret pengujian disolusi
2019 tablet metformin HCl
Tabel 3.3. Tabular Logbook Kegiatan Bagian Pengujian Pangan dan Bahan
Berbahaya
No. Hari/ Materi Keterangan Alokasi
Tanggal Waktu
1 Senin, 4 Keterlibatan dalam 1. Membantu dalam 8,5 jam
Maret kegiatan yang pembuatan larutan
2019 dilakukan di bagian sampel untuk
pengujian pangan dan identifikasi siklamat
bahan berbahaya dan uji Asam Benzoat,
Sakarin, dan Asam
Sorbat pada produk
makanan permen karet,
permen keras, dan
permen lunak dengan
metode KCKT.
2 Selasa, 5 Pembekalan di bagian 1. Pengenalan secara 8,5 jam
Maret Pengujian Pangan dan umum mengenai
2019 Bahan berbahaya. BPOM, BBPOM, Balai
POM, dan Loka POM.
Tugas bagian pangan 2. Penjelasan mengenai
dan bahan berbahaya struktur organisasi
serta peran dan fungsi bagian pangan dan
apoteker bahan berbahaya serta
perannya masing-
Keterlibatan dalam
masing.
kegiatan yang
3. Memperoleh Informasi
dilakukan di bagian mengenai alur
pengujian pangan dan penerimaaan sampel
24
bagian penyelia lalu penyelia membuatkan Surat Perintah Pengujian (SPP). Setiap
penguji akan bertanggungjawab atas sampel dari awal preparasi hingga diperoleh
hasil.
A. Kegiatan di Laboratorium TERANA (Terapetik dan NAPZA)
Laboratorium pengujian produk Terapetik dan NAPZA (TERANA)
merupakan laboratorium untuk pengujian sampel obat yang terdiri dari obat
sintesis serta obat-obat narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Metode
analisa yang digunakan di laboratorium pengujian produk TERANA merupakan
metode yang mengacu pada monografi terutama monografi yang terdapat pada
Farmakope Indonesia. Apabila monografi dari obat yang diuji tidak terdapat pada
Farmakope Indonesia tersebut, maka metode analisa yang digunakan mengacu
pada The United State Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopoeia (BP),
Farmakope China, Farmakope Jepang, dan metode analisis BPOM.
Inventaris alat identifikasi yang terdapat di laboratorium pengujian produk
TERANA adalah High Performanced Liquid Chromatography (HPLC), Thin
Layer Chromatography (TLC), Liquid Chromatography Mass Spectro (LCMS),
Gas Chromatography (GC), Atomic Absorbance Spectroscopy (AAS), Dissolution
Tester, Titrasi Potensiometri, Spectrophotometry UV. Alat identifikasi akan
dikalibrasi tiap 6 bulan atau 1 tahun. Biasanya untuk mengkalibrasi, BBPOM
bekerja sama dengan distributor alat yang akan dihubungi jika kalibrasi perlu
untuk dilakukan. Selain itu laboratorium dilengkapi dengan ruang timbang khusus
yang hanya boleh dimasuki oleh 2 orang untuk mempertahankan akurasi hasil
penimbangan, lemari asam, shaker, alat sonikasi, alat stirer, pH meter, dan alat
pendukung pengujian seperti alat gelas.
Pelaksanaan sampling produk Terapetik dan NAPZA (TERANA) dilakukan
secara acak (random sampling) berdasarkan kaidah statistika dimana tetap
mempertimbangkan justifikasi profesional dalam rangka menjamin keamanan,
mutu, dan khasiat obat yang beredar. Item obat yang akan disampling ditentukan
berdasarkan kelas terapi degan proporsi yang telah ditentukan. Selain sampling
acak (random sampling) terdapat sampling tertentu (targeted sampling) yang
ditujukan untuk sampel kasus, yaitu: sampel yang diambil di sarana produksi,
28
PBF, IFK, sampel rokok dan lainnya. Pengujian produk yang dilakukan di
laboratorium pengujian produk TERANA terdiri dari pengujian secara kualitatif
dan secara kuantitaif. Pengujian kualitatif dilakukan untuk mengetahui identitas
bahan aktif yang terkandung dalam suatu sediaan atau obat, sedangkan pengujian
kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kadar bahan aktif yang terkandung dalam
suatu sediaan atau obat.
Dalam melakukan praktek kerja, mahasiswa PKP Apoteker diajak untuk
ikut dalam pengujian produk TERANA yaitu dalam preparasi sampel. Adapun
pengujian yang telah dilakukan oleh mahasiswa di laboratorium pengujian produk
TERANA BBPOM di Denpasar, yaitu:
1. Penetapan Kadar Tablet Lisinopril dengan Metode HPLC
Lisinopril merupakan salah satu obat antihipertensi golongan Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEi). Lisinopril memiliki nama lain (S)-1-[N2-(1-
carboxy-3-phenylpropyl)-L-lysyl]-L-proline. Lisinopril berbentuk serbuk kristal
berwarna putih dengan berat molekul 405,495 g/mol. Lisinopril larut dalam air
dan agak sukar larut dalam metanol sehingga obat ini bersifat polar. Berikut
merupakan struktur kimia dari lisinopril (Pubchem, 2019).
dengan gerak - gerak yang terjadi dalam sistem pencernaan manusia, dan suhu
37oC ± 0,5oC adalah suhu tubuh manusia normal yang sehat. Setelah 90 menit
larutan disolusi dispuit dan dilakukan penetapan kadar menggunakan
spektrofotometri UV-Vis.
Prinsip metode spektrofotometri UV-Vis adalah penyerapan sinar radiasi
elektromagnetik oleh sampel dimana senyawa yang akan ditetapkan kadarnya
harus memiliki suatu gugus fungsional yang dinamakan gugus kromofor.
Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang
mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak dan griseofulvin berdasarkan
struktur kimianya memiliki gugus tersebut. Penggunaan metode analisis
spektrofotometri UV-Vis dilakukan dengan pertimbangan bahwa metode ini
merupakan metode yang sederhana, mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya
yang besar, serta tidak memerlukan waktu yang lama dalam proses analisis kadar
griseofulvin dalam bulk dan pada sediaan tablet sehingga pekerjaan menjadi lebih
efisien. Selain itu, metode spektrofotometri UV-Vis merupakan metode non-
konvensional sehingga pengukuran lebih terjamin akurasinya oleh instrumen
dengan mengurangi kemungkinan human error (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penetapan jumlah griseofulvin yang terlarut dilakukan dengan mengukur
serapan larutan baku dan larutan sampel pada spektrofotometri UV-Vis. Jika
larutan sampel perlu diencerkan maka dapat digunakan larutan campuran
metanol:air (4:1). Serapan larutan sampel dibandingkan dengan serapan larutan
baku griseofulvin BPFI dalam media yang sama. Panjang gelombang yang
digunakan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis ini adalah 291 nm dimana
panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum
griseofulvin. Hasil analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis didapatkan
nilai absorbansi baku griseofulvin sebesar 0,36473, absorbansi sampel 1 sebesar
0,36734, sampel 2 sebesar 0,35262, sampel 3 sebesar 0,33757, sampel 4 sebesar
0,34192, sampel 5 sebesar 0,34996 dan sampel 6 sebesar 0,35123. Dari nilai
absorbansi dapat diketahui kadar suatu sampel dimana kadar yang didapatkan
pada sampel 1 sebesar 101,644056%; sampel 2 sebesar 97,6193208%; sampel 3
34
Tablet griseofulvin selama 90 menit pada proses disolusi harus larut tidak
kurang dari 75% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket. Berdasarkan hasil
analisis spektrofotometri UV-Vis diketahui griseofulvin lolos uji S1 karena kadar
sampel yang diperoleh diatas nilai dari S1, sehingga tablet griseofulvin memenuhi
syarat.
35
metformin yang beredar di pasaran apakah telah memenuhi syarat mutu yang
telah ditetapkan.
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat
padat melarut. Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur,
keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu
obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap
produksi tablet ini. Dalam pengujian uji disolusi tablet metformin mengacu pada
Farmakope Indonesia edisi V.
Berdasarkan aturan Farmakope Indonesia edisi V, alat yang digunakan
adalah Apparatus I yaitu Rotating Basket dengan kecepatan 100 rpm dan waktu 45
menit. Metode keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca
atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang di
gerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian
didalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat
mempertahankan suhu dalam wadah pada 37oC ± 0,5oC selama pengujian
berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setegah bola, tinggi
160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas
nominal 1000 mL. Pada bagian atas wadah dapat digunakan suatu tutup yang pas
untuk mencegah penguapan. Batang logam berada pada posisi sedemikian
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal
wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Batas kecepatan
yang memungkinkan untuk memilih kecepatan dan mempertahankan kecepatan
seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%
(Depkes RI,1995).
Media disolusi disiapkan dengan pembuatan buffer fosfat sebanyak 7000 L
pada pH 6,8. Buffer fosfat dibuat dengan cara menambahkan NaOH ke dalam
Kalium Fosfat hingga pH mencapai 6,8. Larutan fosfat kemudian disonikasi
selama 15 menit, dan setelah 15 menit larutan fosfat dapat digunakan sebagai
media disolusi. Diatur suhu disolusi 37oC ± 0,5oC. Suhu 37oC ± 0,5oC digunakan
37
agar sesuai dengan suhu normal tubuh manusia. Suhu air pada keranjang silinder
dapat menjadi 37oC ± 0,5oC karena pemanasan. Jika suhu telah sesuai dimasukkan
tablet metformin ke dalam medium disolusi. Setelah 45 menit larutan disolusi
dispuit dan dilakukan penetapan kadar menggunakan spektrofotometri UV-Vis
(Martin, 1993).
Spektrofotometri UV-Vis adalah sebuah metode analisis untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut
mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Istilah spektrofotometri berhubungan
dengan pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi
panjang gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi
pada suatu panjang gelombang tertentu (Day dan Underwood, 1986). Prinsip kerja
metode spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada interaksi yang tejadi antara
energi radiasi elektromagnetik dengan suatu molekul. Interaksi yang terjadi dapat
menyebabkan terjadi proses penyerahan sejumlah energi rediasi elektromagnetik
yang bersifat spesifik untuk setiap molekul. Jumlah serapan tersebut juga
memiliki nilai yang berbanding lurus dengan banyaknya jumlah zat kimia atau
molekul sehingga dapat diketahui kuantitasnya. Ditinjau dari aspek kuantitatif,
suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar
radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan
ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan
intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerapan lainnya. Intensitas
atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu
satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang
mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan
untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga
mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya,
akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses
penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2007). Penetapan kadar metformin
hidroklorida (C4H11N5.HCl) yang terlarut dapat dilakukan dengan mengukur
serapan filtrat alikout. Kemudian diencerkan dengan media disolusi dan
dibandingkan dengan serapan larutan baku metformin hidroklorida BPFI dalam
38
media yang sama pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 233
nm. Hasil spektrofotometri didapatkan nilai absorbansi baku metformin sebesar
0,39760, absorbansi sampel 1 sebesar 0,36469, sampel 2 sebesar 0,36778, sampel
3 sebesar 0,37015, sampel 4 sebesar 0,37674, sampel 5 sebesar 0,37468 dan
sampel 6 sebesar 0,36057. Dari nilai absorbansi dapat diketahui kadar suatu
sampel dimana kadar yang didapatkan pada sampel 1 sebesar 93,287%; sampel 2
sebesar 94,078%; sampel 3 sebesar 94,684%; sampel 4 sebesar 96,370%; sampel
5 sebesar 95,843% dan sampel 6 sebesar 92,233%.
Kriteria penerimaan hasil uji disolusi didasarkan pada nilai Q dimana nilai Q
adalah jumlah obat yang dinyatakan dalam monografi secara spesifik terdisolusi
dalam waktu tertentu. Untuk menetapkan kesimpulan, pengujian dapat dilakukan
sampai 3 tahap. Tahap pertama (I) bila sudah memenuhi syarat dapat diambil
kesimpulan, bila belum pengujian dilanjutkan pada tahap kedua (II). Bila tahap
pertama (I) dan kedua (II) belum memenuhi syarat, pengujian dilanjutkan pada
tahap ketiga (III). Bila ketiga tahap tidak memenuhi syarat, maka kelompok uji
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan uji disolusi. Jumlah sampel pada tahap
pertama 6 unit, tahap kedua 6 unit dan tahap ketiga 12 unit (Sinko, 2001). Kriteria
penerimaan hasil uji disolusi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi Tablet Metformin (Sinko, 2001)
Tahap Jumlah sampel Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q +
5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit Q dan tidak satu
unit sediaan yang lebih kecil dari Q –
15%.
S3 12 Rata-rata dari 24 unit Q, tidak lebih
dari 2 unit sediaan Q – 15% dan tidak
satu unitpun Q – 25%.
Tablet metformin dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 70%
(Q) dari jumlah yang tertera pada etiket. Berdasarkan hasil analisis
39
A B C D E F
Keterangan: (A) Fase pertumbuhan rambut. (B) Fase transisi: segmen inferior
terpisah dari papilla. (C) Rambut gada naik ke level musculus erector. (D) Hasil
siklus pertumbuhan rambut. (E) Rambut baru terbentuk. (F) Desakan rambut yang
sedang tumbuh mengakibatkan rambut gada keluar (Sperling, 1991).
Pada keadaan normal ±85–90% rambut dalam fase anagen, 1% pada fase
katagen dan 10–15% pada fase telogen dan normal ada ± 50–100 rambut yang
rontok setiap harinya (Dawber et al., 1998; Olsen and Paul, 2008). Alopesia
androgenetik merupakan kelainan rambut yang sering ditemukan baik pada laki-
laki maupun wanita. Kelainan alopesia androgenetik tersebut ditandai oleh
penurunan secara progresif lamanya fase anagen, yaitu fase pertumbuhan rambut.
Di lain pihak terjadi peningkatan fase telogen yang berakhir dengan regresi folikel
rambut (Olsen and Paul, 2008; Kaufman, 2002). Terapi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kelainan pada rambut tersebut salah satunya dengan
menggunakan minoksidil.
Minoksidil (2,4-diamino-6-piperidinopyrimidine-3-oxide) adalah serbuk kristal
putih tidak berbau, tidak larut dalam air, larutan aseton atau alkali, larut dalam alkohol,
dan dalam larutan asam. Minoksidil telah digunakan sebagai obat vasodilator perifer yang
diberikan secara oral, diterapkan dalam pengobatan pasien hipertensi refraktori
(Amankwa et al., 1983).
dilakukan 2x sehari selama periode waktu yang lama, tetapi efek terapeutik
bersifat temporer Pengobatan harus dilanjutkan untuk pemeliharaan dan bila
dihentikan rambut yang telah tumbuh dapat rontok kembali dalam 4-6 bulan. Efek
samping yang dapat timbul berupa dermatitis kontak iritan atau alergi (Olsen and
Paul, 2008; Bienova et al., 2005).
Kosmetik adalah setiap bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada seluruh bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa disekitar
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan
atau memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (BPOM, 2008). Bahan kosmetik yang dapat digunakan haruslah
merujuk pada aturan yang telah ada terkait bahan-bahan kosmetika. Menurut
PerKa BPOM No. HK.00.05.42.1018 tentang “Bahan Kosmetik”, pada lampiran I
telah disebutkan bahwa minoksidil termasuk kedalam bahan kosmetik yang
dilarang. Maka dari itu disusunlah pedoman MA PPOM 02/KO/15 terkait
identifikasi minoksidil dalam sediaan kosmetika rambut secara KCKT-PDA.
Pada proses pengujian minoksidil, disiapkan beberapa jenis larutan seperti
larutan asam asetat 0,2%, pelarut dan fase gerak dari larutan asam asetat 0,2% :
MeOH (80:20) serta larutan baku minoksidil. Terdapat 6 buah sampel sediaan
kosmetik rambut yang akan diujikan, namun sebelumnya dilakukan preparasi
terlebih dahulu dimana masing-masing sampel ditimbang sebanyak 1 gram,
kemudian dilarutkan dengan pelarut asam asetat 0,2% : MeOH (80:20). Pelarut
tersebut digunakan karena minoksidil dapat larut dalam alkohol dan larutan asam
(Amankwa et al., 1983). Kemudian digojog pada labu ukur 10 mL, disaring dan
ditempatkan pada vial. Selanjutnya sampel dapat dianalisis menggunakan HPLC.
Pada spesifikasi alat HPLC, digunakan kolom Symmetry C8 5 µm 4,6 x 250 mm
(kolom no. 29) dengan fase gerak larutan asam asetat 0,2% : MeOH (80:20), flow
rate 1,0 mL/ menit, suhu 45oC dan lamda 281 nm.
Dalam tahapan proses analisis, dilakukan terlebih dahulu pengujian
kesesuaian sistem pada instrumen. Menurut USP, uji kesesuaian sistem (UKS)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kromatografi gas dan kromatografi
42
cair. Hal ini bertujuan untuk memverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas
dari sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan dilakukan. Pengujian
didasarkan pada konsep bahwa peralatan, elektronik, operasianalitis dan sampel
yang akan dianalisis merupakan suatu sistem integral yang selalu dapat dievaluasi
(Kuncoro dkk., 2014). Prosedur UKS menggunakan larutan baku minoksidil
dimana dilakukan pengukuran sebanyak 6 kali dengan HPLC dengan fase gerak
larutan asam asetat 0,2% : MeOH (80:20) dan flow rate 1,0 mL/ menit.
Dari gambar 3.5. diketahui bahwa nilai %RSD waktu retensi UKS sebesar 0,069%
dan luas area UKS sebesar 0,193%. Kriteria keberterimaan untuk UKS adalah %
RSD waktu retensi dan luas area ≤ 2% (Gandjar & Rohman, 2007). Sehingga
sistem HPLC dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap 6 sampel
kosmetik. Dari hasil pengujian menggunakan HPLC (gambar 3.6), dapat dilihat
bahwa salah satu sampel dengan kode 82/K/II19 menghasilkan waktu retensi dan
absorbance yang berbeda dengan larutan baku minoksidil. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut dinyatakan tidak mengandung
minoksidil.
43
Gambar 3.6. Hasil Waktu Retensi dan Absorbance Dari Sampel (S) yang
Dibandingkan dengan Larutan Baku Minoksidil
2. Pengujian Merkuri/Hg secara kualitatif pada Kosmetik
Selama mengikuti kegiatan PKPA di BBPOM, mahasiswa juga membantu
dalam pengujian kandungan Hg pada kosmetik pemutih. Menurut PerKaBPOM
nomor 17 tahun 2014, bahwa kandungan merkuri dalam kosmetika tidak lebih
dari 1 mg/kg atau 1 mg/L. Merkuri/Hg sering ditambahkan ke dalam koelsmetik
dengan tujuan untuk memutihkan kulit pemakai. Merkuri pada kosmetika yang
sudah umum digunakan ialah merkuri klorida, dan merkuri amido klorida.
Mekanisme kerja senyawa merkuri dalam memutihkan kulit berbeda-beda
tergantung dari jenis senyawanya. Merkuri klorida di dalam kulit akan
melepaskan asam klorida yang menyebabkan terjadinya pengelupasan kulit
lapisan epidermis, sedangkan senyawa merkuri amido klorida memiliki aktivitas
menghambat kerja enzim tirosinase yang berperan dalam proses pembentukan
melanin. Melanin adalah pigmen coklat tua yang dihasilkan oleh melanosit dan
disimpan dalam sel-sel epidermis kulit yang mempunyai fungsi sebagai pelindung
epidermis dan dermis dari bahaya radiasi ultraviolet (Armin dkk., 2013).
Merkuri dapat berdampak buruk pada tubuh jika digunakan dalam waktu yang
lama. Meskipun hanya digunakan pada permukaan kulit, merkuri mudah
terabsorpsi ke dalam darah lalu memasuki sistem saraf tubuh. Pemakaian merkuri
dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan kulit yang akhirnya dapat
menyebabkan bintik hitam pada kulit, iritasi kerusakan permanen pada susunan
syaraf otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin. Dalam jangka waktu yang
44
pendek, merkuri dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah dan
diare (Putriyanti et al., 2009).
Sampel yang berupa kosmetik merupakan kasus yang diajukan oleh
Bidang Penyidikan di BBPOM. Dalam pengujian ini hanya dilakukan secara
kualitatif untuk menentukkan apakah kosmetik tersebut mengandung Hg/ merkuri.
Metode yang digunakan adalah Reinsch test. Tes ini merupakan prosedur yang
ditujukan untuk menentukan adanya kandungan logam berat pada sampel dengan
menggunakan tembaga sebagai indikator. Logam berat akan bereaksi dengan
tembaga tersebut, sehingga akan menimbulkan perubahan warna pada tembaga.
Tes ini membutuhkan waktu yang cepat, sensitif, dan dapat mendeteksi
kandungan merkuri sebesar 2,5 mg/L dalam sampel (Kaye, 1988).
Sampel yang digunakan merupakan kosmetik bentuk semisolid dengan 2
merek yang berbeda, yang masing-masing terdiri atas 3 sediaan. Masing-masing
sampel dengan merek sama, terlebih dahulu dikeluarkan dari wadah kemasan,
kemudian digerus hingga homogen. Sejumlah 2 gram sampel ditimbang dan
dimasukkan ke dalam beaker glass. Jumlah total sampel yang ditimbang adalah 6
buah, dimana 2 sampel untuk ditambahkan Hg/merkuri sebagai kontrol positif
(spiked), dan 4 sampel untuk pengujian dengan tembaga. Masing-masing gelas
beker ditambahkan dengan HCl untuk dilarutkan, kemudian diaduk hingga larut.
Sampel untuk kontrol positif ditambahkan dengan baku Hg untuk perbandingan
hasil positif. Dalam masing-masing gelas beaker dimasukkan batang tembaga
sebagai indikator kandungan Hg secara kualitatif. Hasil positif akan ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna pada tembaga yang terendam sampel, yang
awalnya berwarna kemerahan menjadi berwarna abu-abu. Prinsip dari pengujian
ini adalah raksa bereaksi dengan tembaga membentuk amalgam berwarna lapisan
perak yang mengkilap. Amalgam ini terbentuk karena reaksi redoks antara
merkuri dan tembaga.
Setelah 2 jam, maka batang tembaga diangkat dari gelas beaker kemudian
dibilas dengan air. Pada kedua sampel spiked (dengan baku Hg) batang tembaga
berwarna agak keabu-abuan yang menunjukkan hasil positif. Hal ini telah sesuai,
mengingat sampel telah ditambahkan dengan baku Hg. Namun pada ke-4 sampel
45
lainnya, tidak terjadi perubahan warna pada batang tembaga. Hal ini berarti bahwa
secara kualitatif tidak terdapat kandungan merkuri/Hg pada kosmetik yang diuji.
Selain sampel yang berupa kasus, juga dilakukan pengujian rutin terhadap merek-
merek kosmetik yang telah beredar di pasaran. Terdapat 20 merek dari kosmetik
yang diuji kandungan merkuri/Hg. Metode yang digunakan sama, yaitu dengan
pengujian secara kualitatif dengan menggunakan batang tembaga sebagai
indikator. Dari semua sampel yang dilakukan pengujian rutin, ditunjukkan bahwa
hasil pengujian Hg adalah negatif atau tidak ada kandungan Hg/merkusi di 20
merek kosmetik tersebut.
3. Uji Hidrokuionon pada kosmetik pemutih kulit.
Produk pemutih kulit adalah salah satu produk kosmetik yang
mengandung bahan aktif yang dapat menekan atau menghambat pembentukan
melanin atau menghilangkan melanin yang sudah terbentuk sehingga memberikan
warna kulit yang lebih putih. Keterbatasan pengetahuan tentang berbagai produk
kosmetik pemutih membuat masyarakat tidak tahu dampak negatif yang timbul
jika tidak berhati- hati. Pemakaian hidroquinon dengan kadar 2 % dari netto
kosmetik sudah dianggap tinggi dan apabila kadarnya lebih dari itu dapat
menyebabkan iritasi. Bahkan dengan kadar lebih sedikitpun masih dapat
menyebabkan efek negatif seperti vitiligo, okronosis eksogen, kelainan pada
ginjal, kanker darah dan kerusakkan DNA (Westerhof dan Kooyers 2005).
Hidrokuinon merupakan senyawa kimia berupa Kristal putih berbentuk
jarum, tidak berbau, memiliki struktur kimia C6H6O2 dengan nama kimia 1,4
benzendiol dan mengalami oksidasi terhadap cahaya dan udara. Hidrokuinon
dapat menekan pembentukan melanin. Melanin merupakan zat yang memberikan
warna coklat atau coklat kehitaman pada kulit. Pembentukan melanin akan lebih
cepat apabila enzim tirosinase bekerja aktif dengan dipicu oleh sinar ultraviolet.
Pembentukan melanin dapat dihambat dengan beberapa cara, diantaranya
menurunkan sintesis tirosinase, menurunkan transfer tirosinase dan menghambat
aktivitas tirosinase (Hartanti dan Setiyawan 2009). Senyawa hidrokuinon ini
digunakan sebagai bahan pemutih dan pencegahan pigmentasi yang bekerja
menghambat enzim tirosinase (Ibrahim et al., 2004). Walaupun sudah terbukti
46
Tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya, maupun
peraturan lain.
Ruang lingkup atau parameter dalam pengujian pangan antara lain adalah
sebagai berikut.
a) Kadar air
b) Kadar abu
c) pH
d) Kesadahan air
e) Karbohidrat
f) Lemak
g) Bahan tambahan pangan:
Pengawet (benzoat, nipagin, nipasol, dan lain-lain)
Pemanis (aspartam, sakarin, siklamat, aspartat, dan lain-lain)
Pewarna (pewarna yang dilarang seperti rhodamin B dan metanil yellow;
pewarna yang diijinkan dalam kadar tertentu seperti sunset yellow,
poncheau 4R dan lain-lain)
h) Cemaran logam (Pb, Cd, Cu, Zn)
i) Kandungan metanol atau etanol
j) Vitamin (vitamin B1, vitamin B2, vitamin A, vitamin C)
k) Formalin, boraks
Perencanaan dan program pengujian pangan dan bahan berbahaya dilakukan
setiap tahun oleh Kepala Balai Besar POM Denpasar dan Kepala Bidang
Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya. Perencanaan program dilakukan untuk
menentukan prioritas sampling yang akan dipilih untuk tahun selanjutnya dan
target sampling yang wajib dicapai dalam 1 tahun. Perencanaan sampling dibuat
bersama dengan bidang pengujian mikrobiologi dan bidang Pemdik. Pada bidang
PABA terdapat prioritas sampel karena banyaknya produk sampel yang beredar di
masyarakat sehingga tidak semua produk pangan dapat diuji dalam kurun waktu
tertentu. Pemilihan prioritas sampel berupa :
e. Produk ditujukan untuk target konsumen bayi, anak, ibu hamil dan menyusui
serta orang sakit.
50
kemasan berbeda namun dari merk yang sama. Pengujian dilakukan menggunakan
metode gravimetri dengan cara mengambil sebanyak 1 gram garam dari setiap
kemasan kemudian dimasukkan ke dalam botol timbang. Masing-masing sampel
uji dibuat triplo dan dioven pada suhu 110oC salama 60 menit. Hasil pengujian
menunjukkan nilai rata-rata kadar air pada sampel garam sebesar 2,607%.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sampel garam yang
diuji memiliki kadar air sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan
dalam SNI 3556-2016 yaitu tidak lebih dari 7,0%.
Tabel 3.7. Hasil penetapan kadar air pada sampel garam
Berat awal sebelum Bobot akhir setelah
Replikasi % kadar (b/b)
pemanasan (g) pemanasan (g)
A1 1,0229 1,0023 2,014
A2 1,1499 1,1259 2,087
A3 1,0046 0,9833 2,120
B1 1,0000 0,9786 2,140
B2 1,0030 0,9817 2,124
B3 1,0060 0,9846 2,127
C1 1,0254 0,9882 3,626
C2 1,0054 0,9687 3,650
C3 1,0041 0,9682 3,575
Rata-rata 2,607
Persyaratan Kadar* Tidak lebih dari
7,0%
Pustaka : SNI 3556-2016
atau kalsium yang kemanisannya kurang lebih 30 kali lebih manis daripada
sukrosa, sehingga biasanya terdapat dalam makanan atau minuman dengan kadar
relatif kecil (Rohman dan Sumantri, 2007).
Sikloheksisulfat atau natrium siklamat dengan nama dagang antara lain:
assugrin, suracyl, atau sucrose. Siklamat bersifat mudah larut dalam air dan tahan
terhadap panas. Garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak
berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol. Berbeda dengan sakarin yang
memiliki rasa manis dengan rasa pahit, siklamat hanya berasa manis tanpa adanya
rasa pahit (Tutut dan Agustina, 2015).
Hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksilamin yang bersifat
karsinogenik. Oleh karena itu, ekskresi siklamat dalam urine dapat merangsang
tumor dan mampu mneyebabkan atropi yaitu pengecilan testikular dan kerusakan
kromosom. Semakin banyak pengkonsumsi dan pangan yang mengandung
pemanis buatan yang berupa siklamat ini maka semakin banyak pula senyawa ini
akan mengendap dalam sistem pencernaan. Pengkonsumsian siklamat dalam dosis
yang lebih akan mengakibatkan kanker kandung kemih. Selain itu, efek negatif
lain dari penggunaan siklamat antara lain dapat merangsang pertumbuhan kanker
kandung kemih, alergi, diare, hipertensi, impotensi, iritasi, insomnia, kehilangan
daya ingat, migrain dan sakit kepala. Selain itu efek negatif pemanis buatan bagi
anak-anak adalah merangsang keterbelakangan mental, hal ini terjadi karena otak
masih dalam tahap perkembangan dan proses terakumulasi pemanis buatan pada
jaringan syaraf (Winarno, 1994).
Identifikasi siklamat dilakukan pada 40 merk sampel permen yang terdiri
dari permen lunak, permen keras, dan permen karet. Sampel yang diuji dalam
pengujian siklamat di BBPOM selama pelaksanaan PKPA adalah sampel rutin
dari BBPOM berjumlah 40 sampel. Pengujian ini dilakukan secara rutin, yang
dijadwalkan pada bulan ke-2 setiap tahunnya. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui komponen yang ada dalam permen tersebut, selain itu untuk
mengetahui mutu dari produk tersebut apakah telah sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Pengujian ini dilakukan dengan metode sesuai dengan metode analisis
masing-masing parameter yang tercantum di dalam instruksi kerja laboratorium
56
pangan dan bahan berbahaya (PABA). Pada kegiatan ini, mahasiswa diberi
kesempatan untuk membantu pada saat preparasi sampel dengan langkah kerja
pertama yakni menyiapkan sampel permen dengan cara memisahkan permen dari
masing-masing kemasannya. Selanjutnya masing-masing sampel ditimbang
sebanyak 300 gram tiap merk permen tersebut. Setelah sampel permen ditimbang,
selanjutnya masing-masing permen ditambahkan 100 mL air dan direndam selama
±20 menit. selanjutnya masing-masing sampel diblender sampai halus dan
homogen. Selanjutnya sampel dibagi menjadi 2 kemasan yaitu untuk Uji A dan
Uji B pada kemasan yang terpisah. Setelah itu masing-masing sampel yang telah
siap diuji disimpan di lemari sampel sebelum dilakukan analisis pengujian lebih
lanjut pada minggu selanjutnya.
Cara pengujian siklamat mengacu pada pedoman Cara Uji Pemanis Buatan
SNI 2893-1994. Peralatan yang diperlukan dalam uji ini antara lain adalah gelas
ukur, kertas saring Whatman 42, gelas piala, tabung reaksi, dan penangas air.
Adapun bahan yang diperlukan anatara lain sampel uji, larutan asam klorida (HCl)
10%, larutan barium klorida (BaCl2) 10%, dan larutan nitrit (NaNO2) 10%.
Cara kerja dari identifikasi siklamat adalah sebagai berikut:
a) Sampel sebanyak 5 mL dilarutkan dnegan akuades secukupnya
b) Ditambahkan 10 mL larutan HCl 10%
c) Ditambahkan 10 mL larutan BaCl2 10%
d) Didiamkan selama 30 menit
e) Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42
f) Ditambahkan 10 mL larutan NaNO2 10% kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi
g) Dipanaskan di atas penangas air
h) Didiamkan pada suhu ruang hingga dingin
i) Diamati ada tidaknya endapan. Apabila timbul endapan putih dari BaSO4
menandakan bahwa sampel positif mengandung siklamat.
Prinsip identifikasi adanya siklamat dalam sampel yaitu dengan prinsip
pengendapan. Uji pengendapan dilakukan dengan cara menambahkan barium
klorida dalam suasana asam kemudian ditambahkan natrium nitrit sehingga akan
57
terbentuk endapan. Terbentuknya endapan putih berasal dari reaksi antara BaCl 2
dengan Na2SO4 (berasal dari reaksi antara siklamat dan NaNO2 dalam suasana
asam kuat). Penambahan HCl 10% dalam sampel berfungsi untuk mengasamkan
larutan. Larutan dibuat dalam keadaan asam agar reaksi yang akan terjadi dapat
lebih mudah bereaksi. Penambahan BaCl2 10% dalam sampel berfungsi untuk
mengendapkan pengotor-pengotor yang ada dalam larutan, seperti adanya ion
karbonat. Penambahan NaNO2 10% dalam sampel berfungsi untuk memutuskan
ikatan sulfat dalam siklamat. Ketika ikatan sulfat telah diputus maka ion Ba2+
akan bereaksi dengan ion sulfat dan menghasilkan endapan barium sulfat
(BaSO4). Berikut merupakan reaksi terbentuknya endapan barium sulfat
(Qamariah dan Karmila, 2017).
d. Ruang Ganti
Ruangan Ganti berfungsi sebagai tempat menggunakan alat pelindung diri
meliputi pakaian dan alas kaki. Di ruangan ini terdapat lemari kaca tempat
menyimpan jas lab dan sepatu penguji yang akan digunakan di laboratorium
e. Ruang Dapur
Ruangan Dapur berfungsi sebagai tempat menyiapkan alat yang akan
disterilisasi.
f. Ruang Destruksi
Ruangan Destruksi berfungsi sebagai tempat mencuci alat gelas yang akan
digunakan untuk pengujian. Pada ruangan ini terdapat tempat untuk pencucian
alat dan dekstruksi mikroba pada media yang telah digunakan untuk
pengujian.
g. Ruang Sterilisasi
Ruangan Sterilisasi berfungsi sebagai ruangan untuk sterilisasi alat dan bahan.
Pada ruangan ini terdapat autoklaf sebagai alat sterilisasi panas basah dan
oven sebagai alat strelisasi panas kering.
h. Ruang Media
Ruangan Media berfungsi sebagai ruangan untuk menyimpan media sekaligus
sebagai tempat pembuatan media.
i. Ruang Steril
Ruangan Steril berfungsi sebagai ruangan untuk pengujian sterilitas dan
pirogen dari sediaan steril seperti tetes mata, infus, kasa steril, dan obat atau
bahan lain yang tertulis steril.
j. Ruang Uji Potensi
Ruangan Uji Potensi berfungsi sebagai tempat untuk melakukan uji potensi
untuk sampel antibiotik. Dalam ruangan ini terdapat alat zone reader yang
digunakan untuk mengukur potensi secara otomatis
k. Ruang Cemaran
Ruangan Cemaran berfungsi sebagai tempat pembiakan bakteri dalam
melakukan uji cemaran bakteri maupun uji cemaran kapang/khamir. Di dalam
ruangan ini terdapat banyak inkubator dengan suhu yang bervariasi untuk
61
inkubasi bakteri. Selain itu pada ruang ini juga digunakan sebagai tempat
perhitungan koloni.
l. Ruang Inokulasi
Ruangan Inokulasi berfungsi sebagai tempat untuk membiakkan bakteri yang
akan digunakan sebagai baku pembanding. Di ruangan ini terdapat lemari
pendingin untuk menyimpan bakteri baku pembanding serta Laminar Air
Flow (LAF) atau Bio Safety Cabinet (BSC) untuk menanam baku
pembanding.
m. Ruang Jamur
Ruangan Jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi jamur. Pada tempat ini
terdapat inkubator dengan suhu optimal pertumbuhan jamur yaitu 23,5°C.
n. Ruang Timbang
Ruangan Timbang berfungsi sebagai tempat untuk menimbang sampel yang
akan diuji. Pada ruangan ini terdapat neraca elektrik.
Laboratorium mikrobiologi BBPOM di Denpasar memiliki permukaan
dinding dan lantai yang rata serta licin dengan sudut yang minimal. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalisir kemungkinan bakteri yang akan menempel
pada dinding serta dengan minimalnya sudut pada permukaan lantai dan dinding
laboratorium mikobiologi akan mempermudah pembersihan laboratorium dari
kontaminan. Pengaturan udara pada ruangan menggunakan kontrol HEPA filter
agar memperoleh udara yang bebas partikel dan mikroorganisme. Cemaran
mikroba pada ruang laboratorium dikontrol secara berkala dengan metode control
plate menggunakan media TSA.
tersebut meliputi 520 sampel pangan, 444 sampel kosmetik, 318 sampel OT, 91
sampel komplemen, dan 27 sampel obat. Sedangkan jumlah sampel eksternal
sesuai dengan permintaan konsumen dan dipungut biaya.
Sampel eksternal merupakan sampel pre market dalam proses pengurusan
registrasi. Perencanaan target sampling dilakukan setiap tahun bekerjasama
dengan Bagian Pemeriksaan, Bagian TERANOKOKO dan Bagian PABA. Selain
perencanaan sampling, dilakukan pula perencanaan pengujian. Fungsi dari
perencanaan pengujian ini salah satunya adalah untuk mengetahui bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk suatu uji. Bidang Pengujian Mikrobiologi
bersama-sama bidang pengujian lain juga terlibat dalam Laboratorium keliling ke
Sekolah Dasar yang dilakukan sesuai perenanaan tahunan.
Struktur sistem mutu pada bagian pengujian terdiri dari Manajer Puncak
yaitu Kepala BBPOM di Denpasar, Manajer Teknis yaitu Kepala Bidang,
Penyelia atau supervisor (Bagian Pengujian Mikrobiologi memiliki dua orang
penyelia), serta staf penguji. Metode pengujian yang digunakan di Bidang
Pengujian Mikrobiologi merupakan metode dari PPOMN. Metode dari pusat ini
akan diverifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan di Laboratorium
Mikrobiologi BBPOM di Denpasar. Semua jenis pengujian yang dilakukan di
Bidang Pengujian Mikrobiologi telah memiliki Metode Analisis (MA) masing-
masing. Dari MA akan dibuatkan Instruksi Kerja (IK) yang akan menjadi
pedoman penguji dalam melakukan pengujian. Parameter uji yang digunakan
mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Farmakope Indonesia (FI).
Beberapa uji cemaran yang dilakukan oleh bidang pengujian mikrobiologi antara
lain:
1. Kelompok produk pangan: pada kelompok ini, uji yang umumnya dilakukan
adalah uji Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang/Khamir (AKK), uji
angka Eschericia coli, angka Coliform, Staphylococcus aureus, Clostridium
perfringens, Enteroccocus sp, Salmonella sp, Bacillus cereus, Vibrio cholerae,
Vibrio parahaemolyticus dan Listeria monocytogenes dalam makanan dan
minuman, uji angka bakteri anaerob mesofil pembentuk spora dalam makanan
dan minuman, uji MPN Coliform dalam makanan, minuman dan air minum,
63
uji MPN Coliform fekal, E. coli dan V. parahaemolyticus dalam makanan dan
minuman.
2. Kelompok Kosmetik: pada kelompok ini, uji yang umumnya dilakukan
meliputi uji ALT, uji identifikasi S. aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Candida albicans dan AKK pada kosmetik.
3. Kelompok Produk Obat Tradisional: pada kelompuk ini, uji yang dilakukan
meliputi uji ALT, uji AKK, uji identifikasi E. coli, Salmonella sp, S. aureus,
dan P. aeruginosa dalam obat tradisional.
Metode sterilisasi yang digunakan di laboratorium mikrobiologi BBPOM di
Denpasar adalah:
1. Sterilisasi panas basah, dilakukan dengan menggunakan pemanasan autoklaf
suhu 121ºC selama 15 menit.
2. Sterilisasi panas kering, dilakukan dengan menggunakan pemanasan oven
suhu 180ºC selama 2 jam.
Indikator yang digunakan untuk menilai proses sterilisasi meliputi indikator
kimiawi, thermocouple, dan indikator biologis. Indikator sterilitas yang digunakan
di bagian mikrobiologi adalah indikator biologis yang menggunakan sterikon
bioindikator (Bacillus strearothermophyllus). Indikator ini ikut disterilisasi dalam
autoklaf kemudian diinkubasi pada suhu 60ºC. Setelah 24 jam diamati, jika
berwarna ungu maka sterilisasi memenuhi persyaratan tetapi jika indikator
berubah warna dari ungu menjadi kuning maka sterilisasi dengan autoklaf tidak
memenuhi persyaratan. Limbah yang dihasilkan dari laboratorium mikrobiologi
seperti sisa media, kultur bakteri, kultur kapang dan khamir akan didestruksi
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 30 menit. Tujuannya
adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada laboran yang membersihkan
kultur, mencegah membuang bakteri terutama bakteri patogen yang masih hidup
ke lingkungan, serta mencegah terjadinya kontaminasi biologis dan kimiawi.
Limbah yang telah didestruksi kemudian dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL).
64
uji angka jamur (kapang khamir) (AKK). Metode yang digunakan untuk angka
lempeng total bakteri adalah metode tuang, sedangkan metode yang digunakan
dalam pengujian angka kapang khamir adalah metode sebar. Hal tersebut
disesuaikan dengan kondisi yang baik untuk dapat mempertumbuhkan bakteri
maupun kapang khamir pada cawan lempeng. Metode untuk isolasi
mikroorganisme pada prinsipnya adalah pertumbuhan suspensi dalam media
pengaya (penyubur, enrichment media), pertumbuhan agar selektif dan pemurnian
koloni bakteri atau kapang/khamir yang diambil dari lempeng agar selektif (Djide
dkk., 2003).
Adapun sampel kosmetik yang diuji nilai ALT dan AKK di bagian
Laboratorium Mikrobiologi BBPOM Denpasar adalah berupa sediaan semisolid
(body lotion, shampoo, hair styling wax, pasta gigi, masker wajah dan rambut, dan
pelembab wajah) dan padatan (bedak tabur dan sabun). Penentuan angka lempeng
total bakteri dan angka kapang khamir secara Standard Plate Count (SPC)
pengerjaannya dimulai dengan menginaktifkan pengawet yang ada pada produk
dengan menggunakan tween 80 dengan tujuan agar tidak menghambat
pertumbuhan dari mikroba serta untuk mempermudah pada saat pengenceran
(agar dapat bercampur secara homogen karena sampelnya sukar bercampur
dengan pelarut/media yang digunakan) kemudian dilakukan pengenceran sesuai
dengan derajat kontaminasi dan berdasarkan standar dari sampel.
Sebelum dilaksanakannya pengujian ALT dan AKK pada sampel kosmetik,
mahasiswa PKPA juga terlibat dalam proses penyiapan alat dan pembuatan media
untuk pengujian. Seluruh bahan dan alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih
dahulu untuk menciptakan kondisi alat dan bahan yang bebas kontaminasi
mikroorganisme. Alat gelas yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan dan
dibersihkan sisa-sisa spidol sebelumnya menggunakan aseton. Alat gelas yang
telah bersih kemudian disusun sedemikian rupa dan dibungkus menggunakan
koran. Tabung reaksi dan cawan petri kemudian disterilisasi dengan metode panas
basah menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit dan tekanan 15
Psi (2 atm). Alat-alat gelas yang dicuci bersih kemudian dibungkus dengan kertas
alluminium foil dan disterilisasi dengan metode panas basah. Sterilisasi adalah
66
suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang biak (Lachman dkk., 2008). Sterilisasi panas basah dilakukan dengan
autoklaf menggunakan uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada
kelembaban (uap air) bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang
lebih rendah dibandingkan bila tidak ada kelembaban. Mekanisme penghancuran
bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi
beberapa protein esensial dari organisme tersebut melalui proses hidrolisis
(Sultana et al., 2007). Sterilisasi ini didasarkan pada pemaparan uap jenuh pada
tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek sehingga terjadi
pelepasan energi laten uap yag mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme
secara irreversibel akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Siklus sterilisasi
uap meliputi fase pemanasan (conditioning), pemaparan uap (exposure),
pembuangan (exhaust), dan pengeringan.
Pembuatan media untuk uji ALT dan AKK disesuaikan dengan metode
standar pengujian dan kebutuhan media pengujian. Media adalah suatu bahan
yang terdiri dari campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan
mikroorganisme. Selain itu media dapat pula digunakan sebagai isolasi,
perbanyakan, penguji sifat-sifat fisiologis dan sebagai media penghitung jumlah
mikroba (Irianto, 2006). Mikroba dapat tumbuh dengan baik didalam media
dengan persyaratan tertentu yaitu media harus mengandung semua nutrisi yang
dibutuhkan oleh mikroba, media harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan
muka dan pH yang sesuai, media tidak mengandung zat-zat penghambat dan
media harus steril (Schlegl, 2000). Media biakan yang digunakan untuk
menumbuhkan bakteri terdapat dalam bentuk padat, setengah padat dan cair.
Media cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan termasuk menumbuhkan atau
membiakkan mikroba, fermentasi dan uji-uji lainnya. Media padat digunakan
untuk menumbuhkan mikroba pada permukaan sehingga membentuk koloni yang
dapat dilihat (Dwidjoseputro, 2005).
Pemilihan media untuk menumbuhkan mikroba di BBPOM Denpasar
dilakukan dengan menggunakan media umum terlebih dahulu untuk
67
atau lebih dan media Plate Count Agar (PCA + 1% TTC) yang dituang dalam
cawan petri steril sebagai media pertumbuhan bakteri. Proses pembuatan media
meliputi perhitungan jumlah bahan yang diperlukan untuk pembuatan media
dengan volume yang diinginkan, pelarutan bahan dengan air steril, pengadukan
hingga homogen sambil dipanaskan.
Pengujian ALT pada sampel kosmetik (lotion) dilakukan dengan teknik
aseptic untuk menghindari terjadinya kontaminasi bakteri dari luar ke sampel.
Sampel yang telah ditimbang ditambahkan pada 90 mL MLB. Hasil dari
homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 dipipet
sebanyak 1 mL ke dalam tabung MBL pertama dan dikocok homogen sehingga
diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-5. Dari
setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Tujuan
dilakukannya duplo adalah untuk mengetahui presisi dari hasil yang didapatkan.
Sebanyak 15-20 mL media MLA dituang ke dalam setiap cawan petri dengan 1%
TTC. Cawan petri segera digoyang sedemikian rupa hingga suspensi tersebar
merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer, dibuat uji kontrol
(blanko). Pada satu cawan diisi 1 mL pengencer dan media agar, dan pada cawan
yang lain diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi pada suhu
32,5°C ± 2,5°C selama 72±6 jam dengan posisi dibalik. Jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung. Penambahan Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC)
dalam prosedur pengujian sangat memudahkan proses perhitungan koloni bakteri
yang tumbuh. TTC berfungsi sebagai indikator dengan menimbulkan warna
merah pada bakteri yang tumbuh sehingga mudah dibedakan dengan serpihan
sampel yang terlarut pada media (Pelczar dan Chan, 2008).
Perhitungan ALT menggunakan dua cara yaitu, penghitungan cawan petri
dari satu pengeceran yang menunjukkkan jumlah koloni antara 30-300 dan
penghitungan cawan petri dari dua tingkat pengeceran yang menunjukkkan
jumlah koloni antara 30-300.
69
a) Cawan petri dengan satu tingkat pengenceran dengan jumlah koloni 30-
300.
Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan
faktor pencemarannya. Hasilnya dinyatakan sebagai ALT dalam S g
sampel menggunakan rumus (l) sebagai berikut:
̅xc: rata-rata hitungan yang diperoleh dari dua pengenceran yang berturut
turut, dan dihitung mengghunakan rumus sebagai berikut:
: jumlah koloni terhitung pada semua cawan yang diperoleh dari dua
pengenceran berturut-turut
n1 : jumlah cawan pada pengenceran yang lebih rendah
n2 : jumlah cawan pada pengenceran yang lebih tinggi
Hasil yang telah dihitung dibulatkan ke dalam dua angka. Jumlah N yang
diperoleh dicatat. Persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM untuk persyaratan
70
cemaran mikroba dengan pengujian angka lempeng total (ALT) untuk kosmetik
dibagi dua, yaitu:
1. Kosmetik untuk anak dibawah umur tiga tahun, area sekitar mata dan
membran mukosaTidak lebih dari 5 x 102 koloni/ g atau koloni/ ml.
2. Kosmetik untuk selain anak dibawah umur tiga tahun, area sekitar mata
dan membran mukosa Tidak lebih dari 103 koloni/ g atau koloni/ ml.
Untuk hasil pengujian yang melebihi standar tersebut, maka produk kosmetik
tersebut dikatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
x adalah rata-rata koloni yang diperoleh dari dua pengenceran yang berturut-turut,
dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
x=
: jumlah koloni terhitung pada semua cawan yang diperoleh dari dua
pengenceran berturut-turut.
72
ini diharapkan pengawasan dapat merata dan misi mendorong kemandirian pelaku
usaha dalam menjamin keamanan produk yang dihasilkan dapat tercapai, sehingga
obat dan makanan yang beredar di Provinsi Bali dapat meningkatkan kesehatan
masyarakat. perencanaan pengawasan
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, bidang
Pemeriksaan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program di bidang inspeksi dan sertifikasi
sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan dan
sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan
contoh (sampling) produk obat dan makanan.
b. Pelaksanaan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan
makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. Pelaksanaan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi dan produk
obat dan makanan,
d. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) obat dan makanan
e. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang inspeksi dan
sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan dan
sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan
contoh (sampling) produk obat dan makanan.
Bidang Pemeriksaan terdiri atas seksi inspeksi, seksi sertifikasi, dan
kelompok jabatan fungsional. Seksi inspeksi mempunyai tugas untuk melakukan
inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan dan
sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sampling produk obat dan makanan.
Seksi sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi sarana/fasilitas produksi
dan/atau distribusi dan produk obat dan makanan.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan oleh Badan POM kepada pelaku usaha
apabila diperoleh temuan, misalnya barang kadaluwarsa maka hal pertama yang
dilakukan adalah pembinaan. Pembinaan dilakukan dengan melakukan
pemusnahan barang yang disaksikan oleh Badan POM. Setelah melalui proses
pembinaan apabila pelaku usaha tetap melakukan hal yang sama maka akan
diberikan surat peringatan. Apabila terulangi kembali, maka hal ini akan
74
mencapai Target Kinerja sesuai Perjanjian Kinerja dengan Angaran yang telah
diberikan, dengan tetap meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi dan
kinerja aparatur. Perjanjian Kinerja Balai Besar POM di Denpasar Tahun 2017
dituangkan dalam Pernyataan Perjanjian Kinerja, Rencana Aksi Kinerja per
triwulan dan Rencana Kegiatan Anggaran (BBPOM, 2017).
b. Melaksanakan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan makanan
Bidang Penyidikan telibat dalam pelaksanaan Operasi Pangea X, dimana
dilakukan penyitaan terhadap barang bukti dengan nilai ekonomi sitaan sebesar
Rp.46,4 Milyar. Nilai ekonomi ini menurun sekitar 83% jika dibandingkan
dengan nilai ekonomi sitaan Operasi Pangea IX pada tahun 2017 yang bernilai
Rp. 55,8 Milyar. Operasi Pangea X di Indonesia berfokus pada penindakan obat-
obat yang sering disalahgunakan dan telah dicabut izin edarnya seperti Tramadol,
Trihexyphenidyl, Stronginal, Carnophen, danSomadryl. Obat-obat ilegal tersebut
ditemukan sebanyak 11.603.377 pieces dengan nilai ekonomi sebesar Rp.
43.836.939.000,-(BBPOM, 2017).
c. Pelaksanaan Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang intelijen dan
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengawasan Obat dan Makanan
Kegiatan rangka penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan adalah
melakukan investigasi awal/penyelidikan terhadap sarana yang dicurigai
melakukan pelanggaran berdasarkan laporan masyarakat/pengaduan, hasil
pengawasan seksi pemeriksaan dan informasi dari sumber lain. Investigasi Awal
dilakukan dan mendapatkan informasi yang sudah akurat (A1) maka dilakukan
tindakan :
Operasi Pangea (operasi cyber crime)
Operasi Opson (operasi terhadap produk pangan)
Operasi di perbatasan/Operasi Khusus (wilayah perbatasan Bali)
Operasi Gabungan Nasional
Penindakan/Penyidikan
77
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker
BBPOM di Denpasar adalah sebagai berikut:
4.1.1 Fungsi BBPOM di Denpasar meliputi melaksanakan kebijakan, pedoman,
dan standar yang telah ditetapkan oleh Badan POM serta melaksanakan
lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara
produksi yang baik, mengevaluasi produk sebelum diizinkan beredar
(premarket), produk post-market termasuk sampling dan pengujian
laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan
penegakan hukum, melakukan riset terhadap pelaksanaan kebijakan
pengawasan obat dan makanan, melakukan komunikasi, informasi dan
edukasi masyarakat termasuk peringatan publik (public warning).
4.1.2 Apoteker di BBPOM menempati jabatan struktural dan fungsional dimana
peran Apoteker adalah sebagai penanggung jawab dalam melaksanakan
tugas pemerintahan yaitu dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pelaporan
dan evaluasi pada masing-masing bidang yang ada di BBPOM meliputi
penindakan, pemeriksaan, informasi dan komunikasi, dan pengujian.
4.1.3 Pengetahuan dan wawasan yang didapatkan oleh Mahasiswa PKP Apoteker
Udayana di BBPOM Denpasar adalah gambaran umum mengenai BBPOM
Denpasar dan terlibat dalam pengujian sampel TERANOKOKO, PABA dan
Mikrobiologi di laboratorium sehingga mahasiswa dapat menambah
pengalaman dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di BBPOM.
4.1.4 Dengan pelaksanaan kegiatan PKP Apoteker di BBPOM Denpasar selama 4
hari, mahasiswa Apoteker memperoleh pengalaman serta wawasan terkait
pekerjaan kefarmasian sehingga menambah pengetahuan dan kesiapan
sebagai seorang Apoteker.
81
82
4.2 Saran
4.2.1 Penjadwalan pada bidang pengujian sebaiknya lebih diatur lagi agar semua
mahasiswa PKPA bisa ikut terlibat di semua bidang pengujian. Perlu
dilakukannya rolling dalam pelaksanaan PKPA di masing-masing bidang
untuk menyamakan pengetahuan dan pengalaman semua peserta PKPA,
sehingga nantinya semua mahasiswa memiliki wawasan dan pengalaman
yang sama dalam kegiatan PKPA di BBPOM.
4.2.2 Pembagian jadwal dan alokasi waktu kunjungan mahasiswa di semua
bidang kerja yang ada di BBPOM Denpasar sebaiknya lebih diperhatikan
lagi sehingga kegiatan PKPA mahasiswa di semua bidang yang ada di
BBPOM menjadi lebih efektif dan optimal.
83
DAFTAR PUSTAKA
Akhiruddin, M. 2011. Analisis Kadar Kalium Iodat (KIO3) Dalam Garam Dapur
Dengan Menggunakan Metode Iodometri Yang Beredar Di Pasar Ujung
Batu Kabupaten Rokan Hulu. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.
BBPOM. 2018. Laporan Tahunan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Denpasar 2017. Denpasar: Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Denpasar.
Bhardwaj, S. K., K. Dwivedi, and D. D. Agarwal. 2015. A Review: HPLC
Method Development and Validation. International Journal of
Analytical and Bioanalytical Chemistry. 5(4): 76-81.
BPOM RI. 2017. Kerangka Konsep SISPOM. Diakses dari www.pom.go.id pada
5 Maret 2019
BPOM RI. 2017. Laporan Tahunan BPOM. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
BPOM RI. 2017. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26
Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Keja Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
84
BPOM RI. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12
Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan
Badan POM. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
BPOM. 2011. Metode Analisis Kosmetika. Jakarta: Pusat Pengujian Obat dan
Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM. 2014. Metode Analisis PPOMN. Jakarta: Pusat Pengujian Obat dan
Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Hartanti, Lanny dan Setiawan H.K. 2009. Inhibitory Potential Of Some Synthetic
Cinnamic Acid Derivativestowards Tyrosinase Enzyme. Jurnal Indo. J.
Chem., 2009, 9(1):158 – 168.
Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan
Elektroforesis Modern. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Kuncoro B., R.C. Maghfiroh dan A. Rochmat. 2014. Uji Kesesuaian Sistem
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik Pada Bahan Baku
Parasetamol. Farmagazine I(2): 35-41.
Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Martin, A., J. Swarbrick, and A. Cammarata. 1990. Farmasi Fisik. Edisi Ketiga
Jilid II. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Olsen EA and Paul R. 2008. Hair growth disorder. In: Freedberg Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine, 7th edition. New York: Mcgraw- Hill Inc. 753–77.
Putriyanti, Dian, Nainggolan, Radja, Pratistha, dan Agni. 2009. 100% Cantik.
Jakarta : Penerbit Best Publisher Jin.
Qamariah, N. dan Karmila. 2017. Identifikasi Siklamat Pada Kuah Dadar Gulung
Yang Dijual Di Kawasan Pelabuhan Rambang Kota Palangka Raya.
Jurnal Surya Medika. Vol. 3(1).
Rohman, A., dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sperling LC. 1991. Hair Anatomy for the Clnician. J Am Acad Dermatology 25:
1–17.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale Thirty Sixth Edition, The Complete Drug
Reference. London: Pharmaceutical Press.
Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
87
LAMPIRAN