Anda di halaman 1dari 144

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

BRAM HIK ANUGRAHA, S.Farm.


1206329436

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2014

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

BRAM HIK ANUGRAHA, S.Farm.


1206329436

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JANUARI 2014

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.

Nama : Bram Hik Anugraha, S.Farm


NPM : 1206329436
Tanda Tangan :

Tanggal : 10 Januari 2014

iv

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXVII Universitas Indonesia, yang
diselenggarakan pada tanggal 12 Agustus – 30 September 2013 di PT Actavis
Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah
mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja khususnya di bidang perindustrian.
Dalam pelaksanaan kegiatan PKPA ini penulis tak luput mendapat banyak
bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indoenesia.
2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Pejabat Sementara
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20
Desember 2013.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia dan juga sebagai Pembimbing II dari
Universitas Indonesia.
4. Bapak Thomas Runkel sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia.
5. Bapak Mowo Rekotomo sebagai Production Manager PT. Actavis
Indonesia.
6. Ibu Fitria Utami, S.Si sebagai Supervisor Fasilitas Beta Laktam dan juga
sebagai Pembimbing di PT. Actavis Indonesia.
7. Oktaviana dan Hotfy Yulita serta seluruh staff di Fasilitas Beta Laktam PT
Actavis Indonesia.
8. Seluruh staff Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
v

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat


banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan
dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.

Penulis,

2013

vi

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Bram Hik Anugraha, S.Farm

NPM : 1206329436

Program Studi : Apoteker

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.
ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA
TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 10 Januari 2014
Yang menyatakan

(Bram Hik Anugraha, S.Farm.)


vii

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Bram Hik Anugraha, S. Farm


NPM : 1206329436
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis
Indonesia Periode 12 Agustus – 30 September 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya
Bogor KM 28, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa
profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu
industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek
yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT.
Actavis Indonesia dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai
peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan
berjudul Validasi Proses Produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet PT. Actavis
Indonesia. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan validasi
proses produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet di PT Actavis Indonesia.

Kata kunci : Amoxicillin 750 mg Disper Tablet, PT. Actavis Indonesia,


Validasi Proses
Tugas umum : xii + 103 halaman; 1 lampiran
Tugas khusus : iii + 27 halaman; 6 tabel
Daftar Acuan Tugas Umum : 14 (1967 - 2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 (1997 - 2013)

viii

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


ABSTRACT

Name : Bram Hik Anugraha, S.Farm


NPM : 1206329436
Program Study : Apothecary profession
Title : Pharmacist Internship Program at PT. Actavis Indonesia
Period February 12th - September 30th 2013

Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Actavis Indonesia Jalan


Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur. PKPA activity is intended that students can
see the direct profession pharmacists activity that takes place in the
pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything related
aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementation
of GMP in PT. Actavis Indonesia and may have a deep understanding of the role
and duties of the pharmacist in the pharmaceutical industry. Special task given
entitled Process Validation of Amoxicillin 750 mg Disper Tablet. This particular
assignment aims to know the implementation of process validation Amoxicillin
750 mg Disper Tablet in PT. Actavis Indonesia.

Keywords : Amoxicillin 750 mg Disper Tablet PT. Actavis Indonesia, ,


Validation Process
General Assignment : xii + 103 pages; 1 appendices
Specific Assignment : iii + 27 pages; 6 tables
Bibliography of General Assignment: 14 (1967 - 2013)
Bibliography of Specific Assignment: 4 (1997 - 2013)

ix

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i


HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................... 4


2.1 Industri Farmasi ....................................................................... 4
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................... 5

BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA ........... 22


3.1 Sejarah PT Actavis Indonesia ................................................. 22
3.2 Visi dan Misi ........................................................................... 23
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas ..................................................... 24
3.4 Sarana Penunjang .................................................................... 24
3.5 Produk dan Sertifikat GMP ..................................................... 25
3.6 Struktur Organisasi .................................................................. 26

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 85

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 100


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 100
5.2 Saran ........................................................................................ 100

DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 101

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Pengambilan Contoh .................................................... 69


Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2 ................................................................ 70

xi

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia ....... 102

xii

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demi
terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka pembangunan
kesehatan merupakan salah satu hal yang penting untuk diusahakan.
Sebagaimana yang tertera pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa, pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomi.
Peningkatan kesejahteran masyarakat dalam bidang kesehatan tidak
terlepas dari ketersediaan obat di lingkungan masyarakat. Ketersediaan obat
ini erat kaitannya dengan produsen obat. Industri farmasi sebagai produsen
obat memegang peranan yang penting dalam mewujudkan pembangunan
kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri farmasi sebagai
badan hukum yang secara legal dapat melakukan seluruh tahapan kegiatan
membuat obat atau bahan obat, dimana kegiatan yang termasuk dalam
tahapan membuat obat meliputi pengadaan bahan baku, bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh
obat untuk didistribusikan.
Obat atau bahan obat tersebut hanya boleh diproduksi oleh industri
farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Obat
yang dipasarkan secara luas juga harus memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh
otoritas Badan POM RI, dimana proses pembuatannya sudah memenuhi

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


2

ketentuan CPOB. Sehingga persyaratan CPOB merupakan persyaratan mutlak


yang wajib dipenuhi oleh suatu industri farmasi.
CPOB itu sendiri merupakan pedoman yang bertujuan untuk menjamin
obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri
farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, 2006).
Peran seorang apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
yaitu bertanggung jawab pada pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Nilai
ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan orientasi kepada masyarakat
atau pasien menjadi dasar dalam menjalani pekerjaan kefarmasian dengan
memproduksi sediaan farmasi yang memenuhi standar, persyaratan keamanan,
kualitas, dan efikasinya secara konsisten.
Untuk dapat mengerjakan pekerjaan kefarmasian dengan baik, seorang
apoteker memerlukan kompetensi yang cukup dalam bidang penjaminan mutu
obat. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam
mendidik calon apoteker. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam
peningkatan kompetensi calon apoteker berupa Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dalam berbagai institusi terkait, seperti Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan, Apotek,
Industri Farmasi, Pabrik Besar Farmasi, Rumah Sakit, maupun Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis Indonesia mengadakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA), mahasiswa calon apoteker diharapkan mampu
mengembangkan ilmu yang telah didapatkan ke dalam dunia kerja. Pelaksanaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


3

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dimulai tanggal 12 Agustus – 30


September 2013.

1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan kegiatan Prakter Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
PT. Actavis Indonesia adalah untuk:
a. Memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segala aspek
CPOB di PT. Actavis Indonesia.
b. Memahami peran dan tugas apoteker dalam industri farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)


2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi dapat didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi.

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi


Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi sebelum
memulai proses produksinya oleh karena itu industri tersebut wajib memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan yang
diperlukan industri farmasi dalam mendapatakan izin usaha tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut :
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.

Permohonan Izin industri Farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal


dengan tembusan kepada Kepala badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut

4 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


5

berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. dengan


perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman
Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing dan pelaksanaannya. Surat Permohonan izin industri farmasi harus
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian
mutu.
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya :
a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap
obat atau bahan obat yang dihasilkan.
b. Sekali dalam 1 (satu) tahun.

Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan


tembusan kepada Kepala Badan.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawasan Obat
dan Makanan, 2012)
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat,
pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen
menerima obat yang bermutu tinggi.
Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan
Fasilita; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi
Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan
Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan
Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


6

2.2.1 Manajemen Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin
edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam
perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu
secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi
Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen
Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.
Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar
manajemen mutu yaitu:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan)
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.

2.2.2 Personalia (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)


Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya.
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


7

oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang
lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang
memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh
dalam produksi obat, termasuk:
a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan
memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat;
c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani
oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu);
d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
produksi;
e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan
f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker


terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan
untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan
Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam
pengawasan mutu, termasuk:
a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi;
b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


8

c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan


sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;
d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;
e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
pengawasan mutu;
f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan
g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang


apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan
dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
sistem mutu/ pemastian mutu, termasuk:
a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;
b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu
perusahaan;
c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok);
f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan
mutu produk jadi;
h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan
i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


9

Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil


yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan
atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan),
dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru
hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya
hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang
yang terkualifikasi.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan
tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap
pencemaran tersebut.
Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh
cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,
binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk
pengendalian binatang pengerat dan hama.
Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan,
bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


10

disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area


produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling
bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan
hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta
perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan
tersebut tidak memengaruhi mutu obat.

2.2.4 Peralatan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)


Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.
Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis
yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko
kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada
jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi
kekeliruan dan kecampurbauran produk.
Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap
mutu produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


11

pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui


suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki
area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang
berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota
manajemen senior dan inspektur. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat
dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan.
Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan,
praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan
dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan
pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan
dibahas secara luas selama sesi pelatihan.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan
persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara.
Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan
pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif.

2.2.6 Produksi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)


Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


12

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain:


a. Pengadaan bahan awal
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan,
langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah
bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan
mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan,
tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang
diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk
pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat.
Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut:
1. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
2. Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
3. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak);
4. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.

Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi


penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam
bentuk tulisan terbaca pada label.

b. Pencegahan pencemaran silang


Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain
harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak
terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau
produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan
pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis
pencemar dan produk yang tercemar.
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


13

c. Sistem Penomoran Bets/Lot


Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran
bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk
antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.
Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan
dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.Sistem penomoran
bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak
dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat
dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal
pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

d. Penimbangan dan Penyerahan


Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang
lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum
daluwarsa yang boleh diserahkan.
Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan
hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh
supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi.

e. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah
didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.
Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


14

f. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan
hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan
bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan
hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap
penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua
produk antara dan ruahan hendaklah diberi label.

g. Pengadaan bahan pengemas


Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian
yang sama seperti terhadap bahan awal.
Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan
cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang
memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label
lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam
wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas
hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur
tertulis yang disetujui.

h. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk
ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di
bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan
mutu produk akhir yang dikemas.
Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang
tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan
pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


15

i. Pengawasan selama proses


Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur
tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat.
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi
kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk dalam-proses.
Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi
tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau
pengemasan; dan
2. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan
dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan
yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.

j. Karantina dan penyerahan produk jadi


Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis
hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina,
cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya
ke gudang produk jadi.
Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam
status karantina.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


16

2.2.7 Pengawasan Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)


Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan
Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab
dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang
membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia
untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan
efektif dan dapat diandalkan.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan
Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan.
Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan,
kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut
telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan,
kemurnian dan parameter mutu lain.
Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut
program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian
semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil
disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


17

2.2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
obyektif. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang
berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit
independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim
yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan
pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk


(Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


18

bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat
dari peredaran secara cepat dan efektif.
Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang
mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh
dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam
pengkajian masalah tersebut.
Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah
dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain
juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets
yang cacat hendaklah diselidiki.
Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan
keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut
ini mencakup:
a. Tindakan perbaikan bila diperlukan;
b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersang-kutan;
dan
c. Tindakan lain yang tepat.

Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi


mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan
pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius
mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk
dilakukan segera dan tiap saat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan
Kembali
a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah
diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai
reaksi yang merugikan;
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan
kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai
tingkat konsumen;

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


19

c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,


hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan
secara cepat, efektif dan tuntas; dan
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah
dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat
dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan


terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk
tersebut.
Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat
laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan
yang ditemukan kembali.
Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari
waktu ke waktu.

2.2.10 Dokumentasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)


Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


20

Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang


digunakan serta menguraikan semua operasi pengo-lahan dan pengemasan.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,
pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua
keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Badan Pengawasan Obat


dan Makanan, 2012)
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di
industri farmasi. yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang
lingkup dan cakupan validasi.
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni
validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi proses.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


21

Validasi Pembersihan adalah Tindakan pembuktian yang


didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa
menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi
Proses adalah Tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang
dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan
memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang
memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya.
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas,
atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai
dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional, dan kualifikasi kinerja.
Kualifikasi Desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain
dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan.
Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh
aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan
desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat.
Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas,
sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara
efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan
spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang
memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah
diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional
yang diantisipasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Protokol validasi tertulis hendaklah
dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol
hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria
penerimaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA

3.1 Sejarah PT Actavis Indonesia


Pada November 2012, Watson Pharmaceutical Inc. mengakuisisi Actavis
Group dan menempatkan Gabungan Actavis dan Watson menjadi perusahaan
generik internasional.
PT Dumex Indonesia berada dibawah Actavis Group, diresmikan pada
tanggal 8 November 1969 oleh Presiden Republik Indonesia kedua, yaitu Bapak
H.M. Soeharto. Pada tahun 1983 PT Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma
sehingga berubah nama menjadi PT Dumex Alpharma Indonesia, kemudian
menjadi PT Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya, bulan Maret 2006
PT Alpharma berubah menjadi PT Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari
Actavis Group.
Tepat pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di
Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global.
Nama Actavis, Inc. resmi digunakan mulai tgl. 24 Januari 2013 yang ditandai
dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York.
Actavis Inc. merupakan perusahaan farmasi global yang terintegrasi, fokus pada
pengembangan, pembuatan dan pendistribusian produk obat-obatan generik, brand
dan biosimilar. Kantor pusat Actavis global dan Actavis US berlokasi di
Parsippany, New Jersey, USA. Sementara kantor pusat International terletak di
Zug, Swiss.
PT Actavis Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis molekul produk yang
terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer,
antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT Actavis
Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep),
sediaan cair (sirup, suspensi), dan enema. Produk-produk tersebut selain
dipasarkan untuk pasar lokal, turut dipasarkan ke luar negeri seperti Eropa dan
Asia pasifik. PT Actavis Indonesia memiliki sistem manajemen terintegrasi
bersetifikat ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007.

22 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


23

3.2 Visi dan Misi


Visi dari PT Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat
didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan
didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang
menyatukan bagaimana bagaimana PT Actavis Indonesia bertindak dan bekerja.
 Challenge: Berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat,
mengembangkan solusi kreatif, melaju lebih jauh.
 Connect: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan
memberikan praktik terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan
sumber daya global, merupakan mitra pilihan.
 Commit: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang
dijanjikan.

Misi PT Actavis Indonesia adalah:


a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi.
b. Telah memenuhi kebutuhan customer saat ini dan masa mendatang melalui
investasi yang cerdas di R&D.
c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi.
d. Merayakan beragam budaya di tim global.
e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja.
f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.

3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas


PT Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari
kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT Actavis Indonesia di
Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav.
22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT Actavis Indonesia
dengan lokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat ini
yang berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik yang ada di
dalamnya. 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, sisanya digunakan
untuk fasilitas lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


24

Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu :


a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility)
b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility)
c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility)
d. Gudang raw material dan packaging material
e. Gudang produk jadi
f. Gedung engineering dan workshop
g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product
Development)
h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan)
i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)

3.4 Sarana Penunjang


Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT Actavis Indonesia, sarana-
sarana tersbut anatara lain:
a. Sumber energi
PT Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik berasal dari PLN
dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran
listrik padam.
b. Sumber air
PT Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian
diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM.
c. Udara tekan (Compressed air)
PT Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan
listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan
mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk
mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin.
d. Air Handling Unit (AHU)
AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-
masing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


25

3.5 Produk dan Sertifikat GMP


PT Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP
(PICS) dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk
produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan
semi padat, sehingga produk-produk Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa,
serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari
Ukrainian Authority di tahun 2008.
PT Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang
didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia
(23 November 2011), untuk produk antara lain:
a. Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas
topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak
bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras,
larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim
non antibiotik..
b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak
bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral
antibiotik.
c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin
dari Ukrainian Authority (2008).
d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management
System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut:
 ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality
Management System).
 ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan
(Enviromental Management System).
 OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan
dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).

Produk PT Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi


atau distributor yang saat ini ditunjuk ada 3 perusahaan dengan skala nasional,

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


26

yaitu: PT Anugrah Argon Medika (AAM), PT Mensa Bina Sukses (MBS), dan PT
Sawah Besar Farma (SBF) .

3.6 Struktur Organisasi


PT Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 6
orang direktur, yaitu: Managing Director, Direktur Pemasaran dan Penjualan
(Sales and Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director),
Direktur Keuangan (Finance Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human
Resource Director), serta dibantu oleh kepala bagian Scientific Affairs (SCA), dan
Direktur Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll (Toll and Business Director)
membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan.
Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional
(Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu
(Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management
Department), Operasional (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen
Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development
Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang
manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor.

3.6.1 Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD)


Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa
disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
a. HR Operation Manager, memastikan kebutuhan operasional karyawan
terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan
lainnya
b. People & Organization Development Manager/POD Manager,
memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang
bersifat non manufacturing / soft skill sesuai bidang pekerjaannya masing-
masing.
c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya,
misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


27

3.6.2 Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department)


Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung
jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku,
bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan
kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Ruang
lingkup dari departemen ini yaitu Purchasing (Central Procurement
Department/CPD) dan Gudang (Warehouse).

3.6.2.1 Purchasing (Central Procurement Department/CPD)


Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian
seluruh material yang diperlukan oleh PT Actavis Indonesia, terutama bahan
baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan
(MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. MRP
digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan
rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok
yang ada, buffer stock dan sales order.
Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat purchase order (PO). Bahan
baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh
QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap
pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas
bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat
waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan.

3.6.2.2 Gudang (Warehouse)


Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi
barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu
kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar
barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok
secara fisik dengan stock secara administratif. Mutu suatu produk sangat
dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di
area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


28

helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di
gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area
gudang). Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu:
a. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas
(packaging material),
b. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam
Facility (BLF), dan
c. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods).

Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang


dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat
pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi
2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi
didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Produk jadi yang masuk
kedalam gudang finished goods merupakan produk yang sudah di-approved dari
bagian QA setelah melalui berbagai pemeriksaan baik kimia maupun mikrobiologi
dan memiliki status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Selain produk yang sudah
di-approved, produk yang masih dalam status karantina juga dapat disimpan di
gudang finished goods. Produk toll in yang masuk kedalam gudang finished goods
juga statusnya dikatagorikan karantina.
Kegiatan pengecekan/stock opname barang untuk gudang produk jadi
dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan
packaging dilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar
(external) dilakukan setiap bulan Desember.
Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan
bahan kemas dari pemasok dan produk jadi (finished goods) dari departemen
produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk
dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah pemasok datang, dilakukan
pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif
yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan
delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok dengan purchase order (PO) dari
bagian pengadaan yang tertera dengan yang terdapat pada sistem Mfg Pro, jika

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


29

terjadi perbedaan maka segera diminta konfirmasi dengan bagian pengadaan.


Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah
barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas
tanggal daluwarsa (expired date). Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta
Certificate of Analysis (CoA) barang. Pemeriksaan barang dilakukan dengan
memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets
barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (due date). Setelah hasil
pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan
data barang ke dalam sistem Mfg Pro dengan status “income RM”.
Barang yang baru diterima di gudang akan diberi label “QUARANTINE”
berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan
barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan
untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan
melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk
dilakukan pemeriksaan di QC. Selama proses pemeriksaan di QC, bahan baku dan
bahan kemas diberi label “QC HOLD” berwarna kuning dan diberi status “QC
HOLD” pada sistem Mfg Pro. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka
bahan-bahan tersebut akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi
status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Dengan demikian, bahan baku dan
bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil
pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan
diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk
proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan. Barang yang
berstatus “REJECT” akan dipisahkan. Untuk bahan baku yang berstatus
“REJECT” dikembalikan ke supplier dan untuk printed material tidak
dikembalikan ke supplier, namun langsung dimusnahkan.
Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan
penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan
dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki
beberapa kondisi penyimpanan:

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


30

a. Kondisi AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25 oC (15-25 oC),
digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer, bahan baku dan produk
sitotoksik yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.
b. Kondisi non AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30 oC, digunakan untuk
menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang
memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.
c. Lemari pendingin
Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15 oC, biasanya digunakan untuk
menyimpan bahan baku vitamin. Terdapat satu produk sitotoksik yang
disimpan dengan suhu penyimpanan di bawah 8 oC.
d. Lemari penyimpanan narkotik
Bahan baku dan produk narkotik disimpan dalam lemari besi khusus
penyimpanan narkotik dan terkunci. Kunci dipegang oleh apoteker
penanggung jawab.
e. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang
mudah meledak dan terbakar.

Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk


penyimpanan bahan baku dan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu
bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau
berdasarkan rekomendasi dari bagian Quality atau TS (Technical Support).
Untuk peyimpanan produk-produk likuid disimpan di bagian bawah. Selanjutnya
di input kedalam sistem Mfg Pro.
Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua
kali sehari dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu
menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu
diukur berdasarkan Mean Kinetic Temperature (MKT) yaitu rata-rata suhu dalam
satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 15-25 oC, jika MKT di atas 25 oC harus
diadakan risk assessment; untuk ruangan 25-30 oC, risk assessment dilakukan jika
MKT > 30 oC, dan untuk lemari pendingin (8-15 oC), risk assessment dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


31

jika MKT > 15 oC. Jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk
sementara.
Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan
bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas
ke lokasi produksi. Distribusi obat jadi untuk market lokal melalui distributor dan
distribusi obat jadi untuk market luar negri dan eksport melalui forwarder. Proses
distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi
dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian
PPIC yang juga terhubung dengan sistem Mfg Pro. Picklist berisi jenis dan jumlah
bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah
disesuaikan dengan forecast marketing.
Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan
menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian
dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh
1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh
seorang dispensing supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan
dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas,
petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan
mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan
baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi
terhadap jumlah bahan yang diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani.
Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component
issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di
gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan
diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya
disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen.
Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan
penerimaan work order (WO receive) ke lokasi “income-fg” dengan status
karantina untuk diperiksa oleh QC. Untuk produk obat yang telah lulus dari
pengujian maka akan dilakukan pemindahan barang dari bagian produksi ke
gudang finished good, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang
meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


32

barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari
produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada pencatatan pada log book
mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data dalam sistem Mfg-Pro
yang dilakukan oleh pihak produksi saat WO receive. Proses penerimaannya
dilakukan pada loading area yang telah disiapkan.
Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan
packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor
akan mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan
memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke sistem Mfg Pro,
setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Packing list ini kemudian akan
dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan,
sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order
distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang
diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat
panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan
akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment)
dan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut akan diserahkan kepada
distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses penyerahan barang
ke distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan crosscheck kesesuaian
barang.

3.6.3 PPIC (Production Planning and Inventory Control)


PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi,
pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing
berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa
kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang
meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab
PPIC antara lain:
a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi.
b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi.
c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
produksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


33

PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu :


1. Production Planning Control/PPC
2. Inventory Control and MRP System

3.6.3.1 Production Planning Control (PPC)


Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses
produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai
berikut:
a. Merencanakan produksi.
b. Membuat Manufacturing Order (MO).
c. Memonitor stok produk jadi (Finished Goods).
d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen
Pemasaran/Ekspor.

MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang


diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order).

3.6.3.2 Inventory Control and MRP System


Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan
pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control
adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan
rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku
dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order
(berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi
(lead time production).
b. Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement
Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan
(bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya.
c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas.
d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk
membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


34

ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk
menunjang proses produksi.
e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang
dan saat berada dalam status QC.

Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari pembuatan rencana produksi


(Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Requirement Planning)
pada sistem Mfg Pro berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran.
Melalui sistem Mfg Pro tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-
data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku yang ada, work in process
dan finished goods yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian
diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC
membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada bagian pengadaan. Bagian
pengadaan mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke
pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan
memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian pengadaan. Bila sudah
dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan jadwal pengiriman material dan
menerima material sesuai dengan kuantitas. Kemudian gudang membuat bukti
penerimaan barang. Bagian QC melakukan pemeriksaan sebelum barang
digunakan untuk produksi.
PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada
Departemen Produksi beserta picklist yang ditujukan untuk gudang sebagai
permintaan barang untuk kegiatan produksi. PT Actavis telah memiliki sistem
Enterprise Resource Planning/ERP yang terintegrasi yaitu Mfg Pro. Komputer
online Mfg Pro di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau
oleh semua pihak terkait melalui komputer.

3.6.4 Departemen Produksi


Departemen produksi dipimpin oleh seorang manajer produksi yang
bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer produksi dibantu
oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh
administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


35

supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap


penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi
kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan
dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC.
Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen
produksi berkaitan erat dengan departemen QA/QC untuk menjamin khasiat,
keamanan, dan mutu obat yang diproduksi.
Kegiatan produksi di PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu
produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk
sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan
bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan dry syrup).
Departemen produksi PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas,
yaitu Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF), Fasilitas Beta laktam
(Beta-Lactam Facility/BLF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF).
Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat
berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR).
Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang
tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di
PT Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area abu-abu (grey
area) dan area hitam (black area). Area abu-abu yaitu ruang untuk bahan obat,
obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan
terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang
penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer,
dan pengambilan contoh bahan baku. Area hitam (black area) yaitu ruang tempat
bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang
pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi. PT Actavis tidak
memiliki area putih (white area) karena tidak memproduksi produk steril.
Produksi produk steril dari PT Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out
Manufacturing).
Untuk memasuki area abu-abu harus mengenakan pakaian khusus
(overall), sepatu khusus atau shoe cover, topi yang menutupi rambut atau head

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


36

cover, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga
kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room / Airlock).
Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda.
Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk
lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Dengan adanya ruang
antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area hitam
dengan area abu-abu.
Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari
bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian
PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist
sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk
pelaksanaan produksi. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch
Record, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan,
formula, data penimbangan bahan baku, daftar pemeriksaan alat sebelum proses
produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan,
waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan
sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi
harus sesuai dengan yang ada di dalam batch record dan tercatat di dalam batch
record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap
semua mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama
pembersihnya dan tanggal pembersihan.
Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan
harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan.
Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang
dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal
dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah
terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan
yang tidak semestinya.
Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap
fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan
Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu::

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


37

a. Pembersihan antar Produk/Major Cleaning


Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara produk yang
berbeda atau pembersihan total.
b. Pembersihan antar Batch/Minor Cleaning
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu
dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu
dengan bets berikutnya dengan “strength” berbeda untuk produk yang
sama.
c. Pembersihan akhir hari
Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.

Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus
didokumentasikan di dalam batch record dan logbook. Pembersihan antar produk
adalah berupa kegiatan sanitasi total dengan tujuan agar produk yang lain tidak
terkontaminasi oleh produk sebelumnya. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan
pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan
menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan mikroba, dan
pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian
mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu
sekali dan di-sampling oleh petugas dari departemen QC.
Akan dilakukan pengambilan sampel untuk produk ruahan maupun produk
jadi yang dihasilkan selama proses produksi ke laboratorium mikrobiologi dan
laboratorium kimia untuk dilakukan pengujian secara mikrobiologi dan kimia,
begitu pula untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi
yang akan diedarkan dimasyarakat.

3.6.4.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF)


Fasilitas multiproduk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area
penimbangan (Dispensing), area produksi sediaan padat (Solid), area produksi
sediaan cair (Liquid), serta area pengemasan (Packing) primer dan sekunder.
Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


38

coordinator) dengan dibantu oleh lima orang supervisor yang bertanggung jawab
di masing-masing area.
Bangunan fasilitas multiproduk merupakan bangunan beton berbentuk
huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi,
pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair,
dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan
koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada
area Solid memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan
udara positif. Sebaliknya pada area Liquid, pengaturan tekanan diatur sebaliknya
dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki
tekanan udara negatif. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur
antara 10-30 kPa.
Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur
o
15-25 C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%,
listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap.
Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku
oleh bagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan
picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan (PPIC). Setelah penimbangan
selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock
material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah
diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang
di ruang penimbangan.
Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear
Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin
200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven, dan IBC Bin Blender Servolift
(kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebut dapat digunakan untuk proses
granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan
spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi small
scale untuk melakukan proses trial maupun proses produksi dalam jumlah/volume
kecil. Pada ruang granulasi small scale terdapat 3 mesin utama, yaitu High
ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, dan Bin
Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


39

Setelah proses granulasi selesai, granulat atau produk antara yang menunggu
proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan
kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang
dilakukan untuk produk antara (granulat) yaitu pemeriksaan kadar air (Moisture
Content) pada granulat yang dihasilkan.
Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu
mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas
20 station), Sejong MRC-31S (kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas
27 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-
100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14
station. Tersedia pula dua buah mesin penyalut tablet/coating, yaitu Nicomac
Elite-100 (kapasitas maks. 100 liter) dan Bamtri Film Coating Machine (kapasitas
maks. 90 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil
IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/MPPCR
untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul
dikirim ke QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan.
Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas.
Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling
terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan
line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk
blister. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya
dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara
manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian
pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Pada line 8 dilakukan
proses pengemasan ke dalam kemasan botol plastik. Mesin-mesin yang digunakan
pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan
untuk mengemas produk tablet maupun kapsul.
Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi Liquid.
Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan syrup.
Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses
produksi dilakukan dengan cara labeling terlebih dahulu pada kemasan tube dan
kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


40

Untuk sediaan berupa syrup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses
utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki
pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk
untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan
2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter
dan dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter.
Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH.
Sediaan syrup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan
kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol.
Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan
proses IPC berupa pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol
(capping torque). Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas
ke dalam box.

3.6.4.2 Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/MPF)


Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab
pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam.
Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah
dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area
produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium
kimia, serta kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan
yang bekerja pada fasilitas beta laktam.
Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan
sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri
dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder,
laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area
produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan
ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area
kebersihan, yaitu area abu-abu dan area hitam. Area abu-abu terdiri dari ruang
penimbangan (dispensing room), area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan
tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul ke dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


41

botol, ruang pengemasan primer, ruang penyimpanan produk ruahan sementara


sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan
selama proses atau in process control (IPC). Area hitam terdiri dari area
pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia,
kantin, dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang
penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan
ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer
maupun sekunder. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu
darurat dan penanganan limbah tersendiri.
Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet,
kapsul dan dry syrup. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan
tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer
untuk sediaan tablet, kapsul dan dry syrup. Produksi sediaan solid di fasilitas beta
laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama
dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF).
Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan
pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan
TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif
golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas
beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada
ruang dispensing di MPF.
Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan
dan tamu (visitor), dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam
fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan
khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan
tamu yang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih
dahulu dengan menggunakan sabun khusus sebelum keluar dari fasilitas beta
laktam (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta
Lactam Facility, 2013), bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu,
pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik,
sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah
sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


42

direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan
Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh
bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci
area BLF.

3.6.4.3 Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF)


Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisor dengan dibantu
seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi
menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock
personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan head
cover), toilet dan tempat cuci tangan, area pengemasan sekunder, dan airlock
untuk produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal
(ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan head cover),
area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah
o
penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah 15-25 C; RH 75%. Ruang
pengemasan termasuk didalam area hitam.
Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak
dan fase air dalam tangki pencampur yang bernama Lexa Mix berkapasitas 300
liter. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya
disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan
pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu
didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70 oC, pada bagian luar tangki
(jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran
fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
dilarutkan. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu
proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran
diatur hingga 35 °C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin
dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan
dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang
terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu
proses selanjutnya yaitu proses pengisian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


43

Setelah massa krim sudah dingin, krim dikeluarkan dari tangki


pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan
dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi
label produk ruahan (ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk
menunggu sampai massa krim terbentuk maka krim dipindahkan ke dalam mesin
pengisian untuk proses pengisian ke dalam tube.
Pada proses pengemasan TPF, dilakukan pengisian produk ke dalam tube.
Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta
pemeriksaan kebocoran tube.Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 5
menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan
ketepatan pengisian. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap, yaitu pengemasan
primer dan sekunder. Pada pengemasan primer dilakukan pemeriksaan pada
lipatan pada bagian belakang tube, sedangkan pada pengemasan sekunder
dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor bets, serta tanggal kadaluarsa. Proses
pengemasan antara kemas primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum
kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets dan tanggal
kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke
dalam kertas kerja.

3.6.5 Departemen Mutu (Quality Operation Department)


Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan,
bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu,
departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang
dihasilkan. Departemen mutu PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen
yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen
Pengawasan Mutu (Quality Control/QC).

3.6.5.1 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)


Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu
bagian GMP Compliance, Validasi, Release dan Document Control yang masing-
masing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


44

dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan
kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan
pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan
Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standard dan peraturan
Authority lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer QA yang
bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Head of Quality Operation).
Tujuan departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem
kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi
kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa
obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai
dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen QA memiliki
kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan mutu (Quality
Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai
dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh
bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan
tersebut.
Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan
pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara
lain: SOP, training, PQR, validasi, customer complaint, non conformance,
technical agreement, audit, change control, recall, CAPA.
Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan
tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut:
a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance
Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku,
dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan
dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya
penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007).
Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari
sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo,
2007):
1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP)
2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


45

3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets (Batch Record)


4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets)
5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina,
rejected)
6. Protokol dan laporan validasi
7. Dokumen registrasi
8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,
9. Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahan-
perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas,
sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain.

Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini


adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan
membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-
lain (Priyambodo, 2007).
Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab
yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut,
pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab
tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan
yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP.
Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat,
kemudian setelah dibuat, SOP perlu dimplementasikan pada kegiatan
sehari-hari secara kontinu. Pelaksanaan yang kontinu perlu dilakukan
peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan
benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi
dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut.
Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam
mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau
analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya.
Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan info dan
perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui,
dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


46

didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi


agar memudahkan penelusuran jika diperlukan.

b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation


Procedure/SOP)
Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal
juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur
tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi
untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk
atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan dan
pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi
diri (Priyambodo, 2007).
Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses
setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan
bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS,
memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang
telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru.
SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan
revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen
bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen
QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA
bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan
implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam
bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk
ditinjau. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut
ditandatangi, dicetak pada lembar kertas salem, dan diberikan pada
departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap
pelatihan SOP baru. SOP baru tersebut kemudian didistribusikan kepada
departemen-departemen yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


47

c. Penanganan Personil (Training)


Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk
membentuk, meningkatkan dan atau memelihara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi,
spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta
nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dan Lingkungan (SOP Pelatihan Karyawan, 2011).
Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan
penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap
standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut
serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan
mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai
kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB,
termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan
tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT Actavis Indonesia, baik
karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan
karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT Actavis
Indonesia (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). Sejalan dengan hal tersebut,
standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan
pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS.
Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-
GMP dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan
dengan c-GMP antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja
di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi
dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau
tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas
pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Pada evaluasi
efektifitas training, atasan umumnya menggunakan Training Effectiveness
Evaluation Form (TEF). Form kemudian ditandatangani karyawan yang
bersangkutan dan atasannya dan kemudian dikirimkan ke HRD bersama
dengan fotokopi sertifikat training. Semua kegiatan pelatihan tersebut
didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


48

yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu,


fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan
referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Pelatihan Karyawan, 2011).

d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Product Quality Rewiew/PQR)


PQR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian
kegiatan dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam
keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-GMP).
Data-data yang diperlukan dalam PQR yaitu:
1. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat
produk
2. Crutical in process controls dan hasil produk jadi
3. Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi
4. Data deviasi
5. Semua perubahan terkait dengan produk
6. Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak
7. Hasil dari program stabilitas
8. Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi yang
terkait
9. Status kualifikasi dan validasi

Tinjauan Kualitas Produk merupakan suatu evaluasi yang umumnya


dilakukan secara tahunan. Proses tersebut menilai kualitas setiap produk
yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi
produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan
hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah
disetujui. Data yang diperlukan oleh bagian QA meliputi data bahan baku
dan bahan kemas yang digunakan dalam produksi, hasil investigasi dan
bets yang ditolak, data deviasi, OOS (Out of Specification), keluhan
(Complaint), usulan perubahan (Change Control), penarikan kembali
produk (Recall) dan ditolak (Reject), data hasil analisis dan stabilitas dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


49

bagian QC, serta data dari bagian produksi yaitu data IPC dan validasi
proses.
Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang
nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah
memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya
tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode
analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada
revalidasi.
Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk
ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan
produk tahunan ini akan disimpan oleh QA selama 6 tahun dan
selanjutnya akan dimusnahkan.

e. Kualifikasi dan Validasi


Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan
cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem,
perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan
pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Terdapat
syarat sebelum dilakukan kegiatan validasi, salah satunya yaitu peralatan
telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua mesin,
instrument, bangunan, dan fasilitas yang ada di PT Actavis Indonesia.
Kualifikasi yang dilakukan meliputi Kualifikasi rancangan (Design
Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi
operasioanal (Operational Qualification), kualifikasi kinerja
(Performance Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat
atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat
atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga
mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan.
Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang
harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa
semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


50

selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan


yang telah ditetapkan.
Beberapa jenis validasi yang dilakukan oleh PT Actavis Indonesia,
yaitu:
1. Validasi Fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility
dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan
dan sistem pendukung seperti water system,compressor, HVAC, dll.
2. Validasi alat, yang meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang
belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis.
3. Validasi metode analisis, yang dilakukan terhadap produk baru dan
bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode
analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan.
4. Validasi proses, yang memerlukan validasi proses yaitu produk baru,
alat/mesin baru, penggantian bagian alat yang kritis yang dapat
mempengaruhi proses, perubahan proses produksi serta perubahan
pemasok bahan baku terutama bahan aktif.
5. Validasi pembersihan (Cleaning Validation), yang memerlukan
validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai
digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur tersebut
tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya
sehingga tidak terjadi kontaminasi silang (cross contamination), serta
membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari
kontaminasi mikroba.
6. Validasi komputer, dalam kegiatan validasi ini bagian QA berperan
sebagai koordinator dimana semua kegiatan validasi dimasukkan
dalam sistem komputer lalu dikoordinasikan oleh QA dan
dilaksanakan oleh masing-masing departemen yang terkait.

Sebelum melakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat


suatu protokol validasi yang akan direview oleh QA. Setelah disetujui
oleh manajer QA terkait dan direktur perencanaan, kegiatan validasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


51

tersebut baru dapat dilaksanakan. Setelah kegiatan validasi selesai,


departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas
asli dari validasi harus didokumentasikan di QA dan bila diperlukan akan
didistribusikan salinannya kepada departemen lain yang akan
membutuhkan yang dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen
asli disimpan di Departemen QA selama minimum 6 tahun. (SOP
Pedoman Validasi, 2005).

f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control)


Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada
sistem mutu, kualitas dari produk dan atau status registrasi produk
mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi,
metode analisa, premises, utilities, equipment, instrumen, sistem pemasok
bahan baku dan bahan kemas, job description dari personel utama dan
struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang
mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi
tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan.
Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun
perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki
dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan atau efikasi,
dokumen registrasi, metode analisa atau EHS, sedangkan perubahan
minor meliputi perubahan yang memiliki dampak minimal atau tidak
signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan atau efikasi, dokumen
registrasi, metode analisa atau EHS.
Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk
menganalisa efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem change control atau
kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang
direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau
proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status
validasi dari sistem, alat, proses maupun produk.
Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


52

change management PT.Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan


menindaklanjuti usulan perubahan digunakan software yang tervalidasi,
yaitu process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang
ada pada Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain
atau terkait pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan
perubahan ke dalam ProC, change initiator mendiskusikan usulan
perubahan dengan departemen terkait, lalu change initiator
menginformasikan usulan perubahan kepada QA representative yang
selanjutnya meninjau kelayakan usulan perubahan tersebut. Setelah
disetujui oleh QA representative, change initiator melakukan submit
perubahan kedalam ProC dan nomor usulan perubahan dari ProC
diinformasikan kepada QA representative.
Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait
untuk dilampirkan dalam proC. Kekurangan dokumen pendukung dapat
menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak
memadai. Selanjutnya pembentukan tim (pemilihan HOD dan QA
Representative) serta dampak perubahan dilakukan oleh change owner.
Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut
ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan
mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap tugas sebagai efek
usulan perubahan harus diselesaikan dan diimplementasikan oleh personil
terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status
semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka
kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir
dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka
change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan
verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui
oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representativ
dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan.
Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control)
dilakukan setiap 3 bulan oleh QA department. QA supervisor akan
melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen ScA dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


53

QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap


kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek
dari perubahan atau dokumen atau sistem yang tekena efek dari
perubahan tersebut.

g. Mengadakan Audit Internal dan External


Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang
mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit
dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang
berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri
(self inspection) dan audit pemasok (vendor audit).
1. Inspeksi Diri (Self Inspection)
Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri
sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk.
Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi
seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya.
Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk, terdiri dari
manajer QA, direktur manufaktur, GMP compliance supervisor, dan
beberapa manajer yang terkait. Manajer QA selaku koordinator audit
bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar
sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP
compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak
yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan
kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat
laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan
perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai
pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan
dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap
laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut.
Inspeksi diri dilakukan secara independent dan rinci oleh petugas yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


54

kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin


(SOP Self Inspection (Inspeksi Diri), 2009).
Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:
 Inspeksi dibidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun
dan pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini
dikoordinir oleh bagian QA.
 Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety)
dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja
memenuhi standar EHS perusahaan dengan melihat langsung
ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah
dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini
dikoordinir oleh bagian EHS.

Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal


karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem
penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Area-area yang akan
diinspeksi meliputi gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi,
WIP, karantina dan produk tolak), semua area produksi, QC (laboratorium
kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal),
laboratorium pengembangan produk, engineering (utilities, gudang dan
bengkel), registrasi, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi
teknologi dan sarana penunjang lainnya seperti kantin dan limbah.
Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan
inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan
meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu
dapat dimusnahkan. Inspeksi diri PT Actavis Indonesia dilakukan setiap
tahun, dan jadwalnya disusun oleh QA. Minimal seminggu sebelum
pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahukan kepada auditor dan
auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus
dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk
departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


55

dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF, MPF dan TPF),


engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, QC,
Pengembangan Produk (Product Development) dan QA.Sedangkan untuk
departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1
kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi),
Scientific Affair dan departemen personalia.
Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan
tindakan pengoreksian (corrective action) oleh pihak yang diaudit.
Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan
perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang
yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut.
CAPA dikembalikan ke QA akan ditindaklanjuti sesuai dengan jadwal
yang ada. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai
dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta
kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.

2. Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit)


Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok
(bahan baku/awal, bahan kemas,dan peralatan), distributor, dan toll out
manufacturer. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan
inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Kualitas dari suatu produk farmasi
sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang
digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk
melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur
bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah
pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau
mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan.
Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan
bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku,
penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit
adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan
yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


56

dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material


tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan “LULUS”. Untuk
sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan
belum dilakukan audit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi
oleh tim corporate Auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan
dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier
List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Departemen Pengadaan
dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2013).

h. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi


Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi
catatan bets oleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam
melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan
penelusuran terhadap catatan bets yang termasuk pemakaian bahan baku,
label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi
lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi, keaslian dokumen,
catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan
pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor bets, tanggal
pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET).
Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan
memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap
halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal
ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang
(double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer
masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian
produksi untuk memperbaiki atau melengkapi.
Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi
terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi,
pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal
kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan
larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan
pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian).

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


57

Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini


orang terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan bets dan
laporan analisa, memberi cap “APPROVED” pada catatan bets jika bets
diluluskan atau cap “REJECTED” bila bets ditolak, memberi status
diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak
label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan
penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh
release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada
bagian depan setiap pallet produk masing-masing satu buah label per
pallet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk.
Penyimpanan catatan bets disimpan untuk menjamin keamanan dan
meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk
tersebut ditambah satu tahun kedepan.

i. Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of Specification / OOS)


Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi syarat, perlu
dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun
mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak
memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir
mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan
yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal itu dikenal
sebagai penyelidikan hasil diluar spesifikasi (OOS).
Menurut jenisnya ada 2 macam penyimpangan yaitu penyimpangan
kecil (minor defect) yang tidak secara langsung mempengaruhi kualitas
produk, misalnya kesalahan mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa
dan perekatan label kurang sempurna, dan penyimpangan besar (major
defect) yaitu yang menyebabkan kegagalan bets karena secara langsung
mempengaruhi kualitas produk misalnya kesalahan penggunaan bahan,
kesalahan penimbangan, kesalahan pelaksanaan tahapan proses, tidak
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan selama proses, misalnya
keseragaman bobot, waktu hancur, warna, dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


58

Penyebab OOS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu, kesalahan


laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator,
kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling) serta kesalahan yang
berhubungan dengan proses produksi.
Pelaksanaan jika terjadi OOS yaitu :
1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahn di
laboratorium misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan,
peralatan, yang tidak terkalibrasi dan lai-lain
2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan
investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-
data lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi.

Apabila terjadi OOS pada saat analisis maka hal yang harus
dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden
yang terjadi.Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil
pemeriksaan yang di dapat, antara lain:
1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan
produk yang sudah released.
2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh
pemeriksa atau analis yang berbeda.
3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan test
method dan farmakope.

Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka


dilakukan investigasi ke proses produksi tentang asal dan penyebab
utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan
tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action)
oleh QA. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari kimia
maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure
Investigation).

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


59

j. Penanganan Terhadap Keluhan (Complaint)


Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut Efek Samping Obat (ESO),
dan menyangkut Pharmacovigilance. Ketika ada keluhan dari konsumen,
bagian marketing akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat
diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis
keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek
farnakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan
Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian Medical Affairs,
sedangkan yang menyangkut cacat kualitas produk akan ditujukan ke
departemen QA, dimana Manajer QA sebagai deffect centre PT Actavis
Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan
pembuatan dan pengemasan bets dibandingan dengan retain sample untuk
menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila
diperlukan dapat berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu
penyelidikan
Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap
keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat
ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka
laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh QA ke pihak ketiga untuk
dilakukan investigasi.

k. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall)


Penarikan produk (recall) dapat bersumber dari adanya keluhan
konsumen, dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya
sampling dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di
pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek
samping yang dapat merugikan konsumen. Penanganan penarikan
kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau
efektifitasnya. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada
beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh
pertinggal, data tes stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotek
maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM),

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


60

komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur,


manajer QA, manajer QC, manajer produksi, dan lain-lain.
Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite
dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden
direktur. Setelah ada keputusan maka QA akan membuat memo kepada
bagian marketing untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi
produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang
obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya
produk.
Pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui
telepon, telefax dan atau surat untuk membekukan dan menarik kembali
obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor
harus segera melaporkan distribusi dari bets yang bersangkutan ke bagian
yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian QA. Distributor
pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan untuk
memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang
distributor maupun pelanggan kepada bagian marketing melalui manajer
komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional
bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali
obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM,
maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang
diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan recall, dilakukan
simulasi, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan
kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil di
tarik kembali.

l. Technical Agreement
Merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail
kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian
yang berhubungan dengan proses produksi dan control kualitas produk.
Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja
sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


61

kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In


Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2012). Pemberi
kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi
dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah
perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi
dan atau analisis produk toll.
Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply
Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan
kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau
pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP,
Toll Manufacturing Business 2009). Di samping Supply Agreement,
tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang
merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai
quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang
berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk.
Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup:
1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan
bahan kemas, proses produksi, pengawasan, selama dan setelah
produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi,
kerusakan produk dan kesalahan produksi.
2. Deskripsi produk
3. Contact person
4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas
5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas
6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF
(Regulatory Compliance File) / SFP (Specification of Finished
Product) untuk produk-produk ekspor ke site Actavis yang lain.

3.6.5.2 Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)


Pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia dilakukan oleh bagian
Pengawasan Mutu (Quality Control Department) yang berada di bawah
departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP /

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


62

Protap) yang diterapkan pada departemen pengawasan mutu sebelumnya telah


melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Pengawasan Mutu menjadi
bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOB pula, bagian ini
sebaiknya independen dan terpisah dari bagian lain, seperti produksi.
Departemen ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan
baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan
pelatihan yang berkaitan dengan QC; merencanakan pembelian peralatan QC serta
melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan QC yang telah ada; membuat dan
merevisi protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan
peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah
maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian pengawasan Mutu
adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak
masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan
yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini
bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi
menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh bagian Analytical
Method, departemen R&D. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan
pada suatu Worksheet.
Departemen QC dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC
Manager) dan membawahi seorang Manajer Laboratorium (Laboratory
Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical
Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability
Program and Trend Analysis Supervisor); dan Supervisor Inspeksi Sampling
Bahan Baku dan Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material
Inspection Supervisor). Untuk manajer laboratorium membawahi group leader
Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor
Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor
Laboratorium Kimia Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor).
Departemen QC terdiri dari 3 laboratorium, yaitu Laboratorium Kimia (General

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


63

Chemical Laboratorium), Laboratorium Beta Laktam (BLF Chemical


Laboratory), dan Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory).

a. Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General


Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory)
Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manajer laboratorium yang
dibantu dua orang supervisor dan satu orang group leader (General Laboratorium
Supervisor, Beta Lactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium
Group Leader) dan 12 orang analis. Tugas dari laboratorium kimia adalah untuk
melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan
baku (raw material), produk ruahan (bulk), dan produk jadi (finished goods).
Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari
analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program
untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Sedangkan pada
Laboratorium Kimia BLF, dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku,
produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produk-
produk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan
yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam
dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang
merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian
laboratorium QC berdasarkan kepada spesifikasi dan metode analisa yang telah
ditetapkan.
Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas
sampling bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor RM
Sampling dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan baku
melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang
diterima tersebut dengan sampling checklist yang tersedia. Sampel dan checklist
diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan
sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis
serta nama analisis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai
dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan
spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


64

dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan


sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah
ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang
penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui
monitoring suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel.
Setiap hasil analisa, ditinjau kembali (review) oleh Quality Control
Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem
Mfg Pro. Hal-hal yang di review meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor
batch seluruh parameter yang dianalisa, serta hasil perhitungan yang diperoleh.
Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisa diserahkan ke
manajer laboratorium (laboratory manager) untuk melalui otorisasi sehingga
bahan baku dapat dibebaskan (release) pada Mfg-Pro dan mencetak label
berwarna hijau (APPROVED) yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku
tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah
review ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat
laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik
terhadap prosedur analisa, reagensia maupun peralatan yang digunakan.
Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan, serta diberi keputusan terhadap status bahan baku tersebut. Jika
keputusannya ditolak (reject) maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro.
Setelah bahan baku dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel
akan dimusnahkan. Pemusnahan sisa sampel bahan baku akan dilakukan oleh
bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya
dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin
(beta laktam), inaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum
serah terima limbah dilakukan.
Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya
pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi
juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan sampling
checklist, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai
yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first
in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di review oleh

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


65

supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi.


Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal
selama 7 hari.
Untuk Program Stabilitas dan Analisis Trend (Stability Program and
Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses
stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sedang berlangsung (on going stability),
yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis
Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu
kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi
penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua
cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang.
Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia disamping
memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa
karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas
dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan
aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi
proses, bets dengan penyimpangan critical atau major, produk transfer, stabilitas
produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets
per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi
penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat
dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan
produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40 °C ± 2 °C
dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal
pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk
penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka
panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara,
yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa.
Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30 °C ± 2 °C dan
tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan
25 °C ± 2 °C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


66

dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua
dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan.
Contoh pertinggal atau retained sample diambil dari tiap bets bahan baku
(kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses
produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa
untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya
digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari
konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat
berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah
menguap tidak diambil contohnya untuk pertinggal. Jumlah contoh pertinggal
yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali
pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah
ditentukan yaitu 15-25 °C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau
alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama
bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal
didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor
urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika
penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh pertinggal dapat
dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang retained sample dan disimpan di
rak berdasarkan nama / kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika
diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang retained sample.
Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada
farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European
Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh New Product Development
Department (NPD), master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis
Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah
dibuat, ditinjau oleh manajer Quality Control Department dan disetujui oleh
Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa
yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan.
Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku
selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan.
Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


67

siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya


akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku.
Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan
disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi.
Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan
sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan
metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope
edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus
disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan
farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika
ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan
limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi.
Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan
metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter
pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope
terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi
terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat
usulan perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control
disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui,
maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjak lanjuti, dan jika
diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive
Action).

b. Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan manajer laboratorium
yang dalam tugasnya dibantu oleh seorang orang group leader, dua orang analis
dan seorang laboran. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan
uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan (bulk),
maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan
uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga
melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi
maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


68

permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi


penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi
adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminair air
flow, dan biohazard acabinet untuk bahan-bahan yang toksik.

c. Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling


Dimulai sejak diterimanya checklist penerimaan barang dari gudang, yang
kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk
keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan
baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan
analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat direlease atau direject.
Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar
dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu sampling dilakukan
berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu
maksimal 5 hari.
Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas sampling
(raw material inspector). Sebelum melakukan pengambilan contoh, maka petugas
sampling menerima checklist dari bagian gudang. Selanjutnya petugas sampling
melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual
terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi
material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap
dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil sampling kemudian
dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila
dinyatakan memenuhi syarat maka pada sampel dapat diberikan label
“RELEASE”.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


69

Tabel 3.1. Pengambilan Contoh


Jumlah Contoh
Jumlah yang Inspeksi level Inspeksi level
diterima (N) II (n1) III (n2)
2-8 2 3
9-15 3 5
16-25 5 8
26-50 8 13
51-90 13 20
91-150 20 32
151-280 32 50
281-500 50 80
501-1200 80 125
1201-3200 125 200
3201-10000 200 315
10001-35000 315 500
35001-150000 500 800
150001-500000 800 1250
500001 atau lebih 1250 2000

Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara


random/acak. Prosedur samplingnya hampir sama dengan pengambilan contoh
bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil
contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1),
dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap
semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


70

Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2


No n1 n2
1 Pemasok baru
2 Desain baru
3 Produk baru
4 Pemasok lama yang tidak lolos
inspeksi pada pengiriman Pemasok lama yang telah terbukti 5
sebelumnya kali pengiriman lolos inspeksi.
5 Bahan kemas yang sedang diinspeksi
tetapi diketemukan cacat lebih besar
dari acceptance number-nya, diambil
contoh ulang sebanyak n2.

Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan


contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan
sanitasi. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari
cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain
yang dapat merubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan
bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan
tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil
contohnya.
Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu
pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam
kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan
meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada
LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan
sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna
seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti
riboflavin.
Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label “BERSIH”
pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja
maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


71

pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas (inspector


packaging material) yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer
maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium
foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga
dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari
kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna,
kesesuaian rancangan serta berat dari kertas.
Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk
menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil
pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam
keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh
digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal
kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut,
dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula
Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur
Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan
operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini
juga untuk menghindari adanya kesalahan.
Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker,
kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku
pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label
informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan
jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB.
Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah
sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain
ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang
terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta
laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi
dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


72

3.6.6 Departemen Scientific Affairs/ SCA


Scientific Affair merupakan suatu departemen yang membawahi tiga
bagian, yatu bagian Regulatory Affair Indonesia, Regulatory Affair APRO (Asia
Pasific Regional Officer) dan Medical. Regulatory Indonesia terbagi menjadi 3
team yakni OTC dan Food Suplemen, Etichal & Onko, Registrasi Variasi dan
Artwork (develop kemasan produk). Aktifitas Regulatory Affairs Indonesia mulai
dari saat bussiness development melakukan research di pasaran terhadap produk-
produk yang sedang trend, bila sudah dilakukan searching market dan mendapat
approval oleh pihak manajemen bahwa produk tersebut akan diluncurkan /
release, maka data tersebut akan dimasukkan ke bagian RA Indonesia untuk
diregistrasi agar mendapatkan nomor registrasi. Untuk pendaftaran registrasi
dilakukan di badan POM. Setelah diregistrasi, dilakukan follow up sampai
mendapat nomor registrasi. Setelah dapat nomor registrasi, dokumen diserahkan
ke bagian bussiness development untuk persiapan launching produk. Desain
kemasan juga dilakukan oleh bagian ini yang bekerjasama dengan supervisor
bahan kemas dari QC serta bertanggung jawab mengenai desain kemasan dan
mutu kemasan produk baik untuk dalam maupun luar negeri Regulatory Affair
Indonesia juga betugas di bagian Eksport dan Produk transfer bertugas
menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk negara yang minta eksport.
Regulatory Affairs APRO (Asia Pasific Regional Officer) bertugas
menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasific termasuk ASEAN. Medical,
bertugas untuk support untuk marketing saat akan launching produk baru dengan
memberikan pelatihan dan informasi mengenai produk terutama yang
berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para
medical representatives. Informasi tersebut akan digunakan untuk
mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain.
Bagian medical juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani
pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain
mengenai efek samping bahan aktif obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


73

3.6.7 Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and


Development Department)
Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk di PT. Actavis
Indonesia secara garis besar memiliki 4 kegiatan utama. Hal ini terdiri dari
formulasi produk obat, pembuatan metode analisis yang tepat, penjaminan mutu
kegiatan penelitian dan pengembangan produk, serta monitoring produk jadi.
Kegiatan dari departemen ini terfokus untuk mengembangkan produk generik dan
copy, bukan untuk mencari zat kimia baru/new chemical entity. Hal ini
dikarenakan kebijakan PT. Actavis yang memfokuskan diri pada produk obat
generik dan copy.
Produk yang akan dikembangkan diperoleh dari bagian
pemasaran/business development. Dalam hal ini, bagian pemasaran/business
development sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan
diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan
oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk untuk mengembangkan
formula agar menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan berkualitas.
Pertemuan/meeting dapat dilaksanakan setiap bulan sekali, dengan pembahasan
hasil pengembangan produk serta informasi tambahan terkait analisis pasar
teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dihentikan jika hasil analisis pasar
yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya
produk terkait.
Kegiatan formulasi produk obat dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama adalah bagian “product development” yang produknya ditujukan pada
pasar nasional. Bagian kedua adalah “technology transfer” yang produknya
ditujukan pada pasar internasional. Perbedaan yang paling spesifik adalah pada
“product development” formula dikembangkan sendiri berdasarkan literatur yang
tersedia, sedangkan pada “technology transfer”, formula produk didapatkan dari
PT. Actavis Global.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


74

3.6.7.1 Alur Kerja Pengembangan Produk


a. Perencanaan
Pengembangan formulasi di awali permintaan yang diinginkan oleh
Business Development. Dari permintaan tersebut, Departemen Penelitian dan
Pengembangan Produk melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan tersebut
(untuk “product development”) atau meminta “Technical Data Package”(untuk
“technology transfer”).
Formula yang telah dirancang, akan dilakukan trial pada skala laboratorium
untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan trial, bahan-
bahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian
“Purchasing”. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian analytical
development. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses trial dapat dijalankan.

b. Pengembangan Produk
Pelaksanaan rencana pengembangan produk dimulai dari “trial” atau
produksi skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan evaluasi,
dan dilanjutkan dengan proses optimasi. Dalam optimasi ini dilakukan variasi,
baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang
terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan, yang mendasari proses selanjutnya, yaitu
proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja
produksi/standar prosedur operasional. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan
dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut
dapat segera dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan “Operation
Director” dan “Head of Technology Transfer”.
Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk kemudian membuat
Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang disetujui oleh QA
dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar.

c. Monitoring Produk Jadi


Produk yang telah diproduksi tersebut, akan tetap dimonitor
perkembangannya. Bagian yang paling berperan dalam proses ini adalah “Product
Lifecycle”. Dalam perjalanannya, produk tersebut dapat dilakukan perubahan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


75

Perubahan yang dimaksud antara lain mencakup peningkatan atau pengurangan


ukuran bets, perubahan sumber bahan baku, penghentian produksi obat, dan
sebagainya.

d. Penjaminan Mutu
Bagian Penjaminan Mutu dari Departemen Penelitian dan Pengembangan
Produk bertugas menjaga agar dalam proses pengembangan mutu, produk yang
dihasilkan tetap berkualitas. Hal yang dilakukan antara lain penetapan standar
kerja (SOP), review dokumen, inspeksi laboratorium dan pelaksanaan
pengembangan produk tahap “small scale”, dan penanganan CAPA.

3.6.7.2 Alur Kerja Pengembangan Metode Analisis


Sebelum pengembangan metoda analisa, bagian Analytical Method (AM)
melakukan evaluasi sebagai berikut :
a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya:
European Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia, United States
Pharmacopoeia, dsb.
b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya:
kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb.
c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada
d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap,
misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke’s, dsb.

Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan


Full Validation Method.

3 Tahap Proses Pengembangan Metoda Analisa adalah :


a. Mencari supplier reagen, kolom, reference standard dan alat-alat untuk
pengembangan metoda analisa
b. Tahap trial metoda analisa

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


76

c. Tahap validasi
 Pembuatan protokol validasi
 Pengerjaan validasi
 Pembuatan laporan validasi

Bagian Analytical Method mengeluarkan data-data spesifikasi untuk produk


jadi yang datanya diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang
dikembangkan dan memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga shelf life
produk.

3.6.8 Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department)


Di PT Actavis Indonesia departemen engineering dan EHS berada dalam
departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer.
Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu maintenance, utility dan
EHS (Environment, Health, and Safety).

3.6.8.1 Departemen Engineering


Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan
pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, validasi,
dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik.
a. HVAC
HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air
conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu
lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara
spesifik, sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur
dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara,
memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam
ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara.
Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan
fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia,
faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam
ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


77

ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit)
merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area
produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini
berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan
tekanan antar ruang. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat
dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel.
Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi
yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali
per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas 10.000, dengan
temperatur ruangan antara 20-25 oC, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik.
Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non
penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per
jam, dengan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara 20-25 oC.
Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang
memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997%
terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA,
dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki
efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran
jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan
pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan
kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek,
yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame, dan pada
seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel
(partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan
kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan
penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara
serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter.
Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi
ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu
penisilin dapat digunakan prefilter saja, prefilter bersama medium filter, atau
ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


78

di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk
proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area
produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan capsule filling/tabletting
memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup
menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan
cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi
sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter.
Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring
udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi
penisilin amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU
tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor.
Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan
untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses.
Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi
penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin
bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin,
maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu.
Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan
pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge,
particle counter, room pressure, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode
pemantauannya antara lain kebersihan partikel udara menggunakan particle
counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang
dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan
partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan
petri, dan contoh makanan.
Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2
area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun
personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus
melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan
sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang
penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi
ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


79

tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara
area hitam dengan area abu-abu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan
yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang
produksi yang dikategorikan area abu-abu dan black area terdapat suatu ruang
penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga,
terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan
tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge
(magnehelic).
Di area penisilin, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih
bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan
rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah
non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar.

b. Kalibrasi
Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai
yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan
dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang
memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator
primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi
terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi
yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang
menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan
digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi,
serta beberapa institusi yang berada di luar negeri.
Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan
suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan
dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang
dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari
alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan
mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena
penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


80

secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau,


penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi.
Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah
ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi
ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status
kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun.
Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai
dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan.

c. Pengolahan purified water


Sumber air utama yang digunakan PT Actavis Indonesia adalah air bawah
tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga
dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT Actavis
Indonesia harus diolah terlebih dahulu.
Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air
bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan
melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya, air akan melewati
penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan
anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya
UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3
filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikroba-
mikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter
dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan
dengan reverse osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke
sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan
baku produk atau untuk membersihkan wadah produk.

3.6.8.2 Departemen EHS (Environmental, Health and Safety)


Dengan berpedoman pada salah satu misi PT Actavis Indonesia berkaitan
dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen
EHS PT Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan
keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


81

untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari


PT Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu:
a. Menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan
dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten
b. Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah
lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua
aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh
organisasi.

Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter,


Jamsostek, dan P3K. sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee
medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check
up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga
menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja,
penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit
akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain adanya tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan
manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi
tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat
menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan
gabungan dari keduanya (unsafe action dan unsafe codition). Setiap kecelakaan
kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melaui formulir yang tersedia. Tujuan
pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan
berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi.
Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara
lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik.
Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan.
Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan
dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila
memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


82

terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-
lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Limbah yang termasuk golongan bahan buangan berbahaya (B3) tersebut
dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut
(transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT Actavis Indonesia
dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisillin.
a. Limbah Padat
Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik),
hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk
recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang
atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke
PT Wastec International dan PT Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan
digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke
tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas
kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar
limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan.
b. Limbah Cair
Limbah cair PT Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian
domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah
domestik PT Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (Sungai
Kalibaru/Cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan
limbah cair PT Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan
biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT Actavis,
sebagai berikut:
Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair
masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m2. Pada kolam I terjadi proses
pengumpula dan homogenisasi limbah (equalisasi), pemisahan minyak dari
kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses
penetralan limbah (netralisasi) untuk mendapatkan pH 6 – 9. Apabila pH dibawah
6 maka ditambahkan NaOH, bila pH diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran
yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


83

mengendap. Limbah cair kemudian disaring melalui filter I dan dipompa masuk
ke kolam 2.
Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2. Kolam 2 mempunyai
kapsitas 350 m2. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan
oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2
berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai
oksigen kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan
limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada
kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan
Chemical Oxygen Deamand (COD).
Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai
kapasitas 150 m2. Pada kolam ini juga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3
dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan dapt digunakan
untuk menyiram kebun. Kontrol biologis dilakukan dengan memelihara ikan.
Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4.
Untuk pematauan biologis pada kola mini dipelihara ikan mas. Ila dalam keadaan
normal maka ika mas berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana
kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD maka ikan akan terdapat luka–
luka.
Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika
dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan
terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua
pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC
laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk
pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan
penampakan visual limbah.
c. Limbah Penisillin
Limbah penisillin tergolong kedalam limbah B3 (bahan buangan
berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi
terhadap penisillin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas bila
kontak atau terpapar dengan penisillin. Cara penanganan yang paling awal adalah

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


84

dengan merusak limbah penisillin dengan NaOH pH 10-11. Dengan demikian


cincin beta laktam dari penisillin akan terhidrolisis sehingga limbah penisillin
tidak aktif lagi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin


bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga
konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang
digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).
PT. Actavis Indonesia merupakan salah satu Perusahaan Modal Asing
(PMA) yang terdapat di Indonesia yang diresmikan pertama kali pada tanggal 8
November 1969 dengan nama PT Dumex Indonesia. PT. Actavis Indonesia berada
di bawah Actavis Group yang merupakan perusahaan generik bertaraf
internasional nomor tiga terbesar di dunia, berpusat di Swiss. Saat ini, Actavis
merupakan perusahaan dengan lebih dari 10.000 karyawan yang tersebar di lebih
dari 40 negara.
PT Actavis Indonesia memproduksi lebih dari 100 jenis molekul produk
yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer,
antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi PT Actavis Indonesia
yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair
(sirup, suspensi), dan enema. Selain dipasarkan untuk pasar lokal, produk-produk
tersebut juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia Pasifik.
PT. Actavis Indonesia sebagai salah satu PMA yang memproduksi obat
telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya yang dibuktikan dengan
diperolehnya 14 sertifikat GMP untuk pembuatan produk tablet, kapsul, serbuk,
cairan, dan semipadat dari BPOM pada tahun 2011; dan sertifikat GMP untuk
beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukranian Authority pada
tahun 2008. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan
suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan
yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Dalam menjalankan kegiatannya PT. Actavis Indonesia terbagi dalam
beberapa departemen, antara lain Departemen Keuangan (Finance), IT
(Information Technology), SDM (Human Resource /HRD), Mutu (Quality

85 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


86

Operation), Manajemen Bahan Baku (Material Management), Operasi (Produksi


dan PPIC), Teknik (Engineering dan EHS), Pengembangan Produk (Product
Development/PD), Scientific Affairs (SCA), serta departemen Pemasaran
(Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales.
Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management) membawahi
departemen Purchasing, Gudang, serta Ekspor. Departemen Purchasing di PT.
Actavis Indonesia disebut dengan Central Procurement Departement.
Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang.
Departemen Purchasing ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian raw
material, packaging material, dan pengadaan indirect material. Indirect material
ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan
produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, pulpen, dll. Sedangkan raw material
dan packaging material disebut sebagai direct material, karena menghasilkan
produk obat.
Departemen purchasing melakukan pembelian berdasarkan permintaan
produk (order) dari marketing dan MRP (Material Requirement Planning) yang
diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk
produksi. Selanjutnya permintaan-permintaan tersebut akan diterjemahkan
menjadi purchase order dan dikirimkan ke supplier. Bagian purchasing akan
melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama
barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval
Purchase Order ke supplier yang terpilih. Lalu bagian purchasing akan memantau
hingga barang tiba. Pembelian barang baik raw material maupun packaging
material dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari
supplier. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan
atas jumlah biaya yang dikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan.
Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian
purchasing yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT.
Actavis memiliki approval supplier list, dimana bagian purchasing hanya
diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari supplier-supplier yang sudah
disetujui dan diketahui memiliki kualitas yang baik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


87

Bagian gudang merupakan salah satu bagian dari departemen material


management. Bagian gudang bertugas menerima, menyimpan dan
mendistribusikan material bahan baku dan bahan kemas yang berkaitan dengan
produksi berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC dan produk jadi
ke distributor. Bagian ini memiliki tanggung jawab yang besar sebab jika bahan
baku atau bahan kemas yang datang dari pemasok tidak disimpan dan
dikondisikan dengan baik maka dapat menyebabkan material rusak ataupun
hilang. Setiap barang yang datang dari supplier akan diberi label “QUARANTINE“
berwarna kuning. Sebelum barang digunakan untuk proses produksi, bagian QC
melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa diberi label “QC HOLD”
berwarna kuning hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC diberi label
“RELEASE” berwarna hijau. Sedangkan barang yang ditolak diberi label
“REJECTED” berwarna merah dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah)
untuk dikembalikan ke supplier.
Untuk produk jadi, proses pendistribusian ke distributor oleh gudang
dilakukan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Produk
yang didistribusi adalah produk yang sudah lulus uji dari bagian QC. Setelah
picklist dikirim ke bagian keuangan, bagian gudang akan menyiapkan produk
yang diminta. Setelah barang siap, bagian keuangan akan melakukan pemotongan
stok di sistem, mencetak invoice, kemudian barang akan diserahkan ke distributor.
Departemen perencanaan (PPIC) PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi
dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian
persediaan (Inventory Control). Departemen ini bertanggung jawab untuk
mengatur order yang masuk baik dari marketing maupun ekspor (Actavis group)
serta toll manufacturing. Selain berdasarkan order dari marketing, toll, dan
ekspor, terdapat pula forecast. Forecast ini merupakan perkiraan penjualan, yang
diperoleh dari hasil analisa tim marketing berdasarkan trend tahun lalu. Order dari
marketing, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC
melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC
menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise
Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia
disebut Mfg Pro. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


88

dibutuhkan untuk memenuhi order yang diperoleh. Setelah sistem menghitung


kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta
jadwal untuk memenuhi order yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain
dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka PPIC
membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Selain berkaitan
erat dengan bagian purchasing, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi,
guna memenuhi order. PPIC akan menerbitkan Work Order (Pick List) berisi
perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk
produksi.
Setelah PPIC membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan
menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi,
jumlah order, dan batch size dari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka
jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga
dilihat berdasarkan lead time dari order. Lead time waktu order hingga
pemenuhan barang berlangsung 3 bulan, sehingga PPIC bertanggungjawab dalam
mengatur jadwal produksi untuk memenuhi lead time tersebut. PPIC akan
melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal
produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami.
Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas
yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk
(Multy Product Facility/MPF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility
/TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan
obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang
telah disetujui oleh bagian QA. Terdapat dua jenis ruangan di fasilitas produksi
PT. Actavis Indonesia, yaitu Area Abu-abu (Grey Area) dan Area Hitam (Black
Area). Area Abu-abu (Grey Area) digunakan untuk proses dispensing, produksi
dan pengemasan primer, sedangkan Area Hitam (Black Area) digunakan untuk
proses pengemasan sekunder.
Tiap fasilitas produksi memproduksi bentuk sediaan yang berbeda-beda,
misalnya untuk sediaan semipadat diproduksi di TPF, sediaan padat dan cair non
betalaktam dilakukan di MPF, sedangkan BLF hanya khusus memproduksi
produk-produk beta laktam/penisilin dalam bentuk tablet kapsul dan dry syrup.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


89

Dalam melakukan proses produksi, operator produksi dilengkapi dengan alat


pelindung diri. Beberapa diantaranya seperti sarung tangan, kacamata, penutup
telinga, dan baju pelindung khusus untuk produk-produk yang sangat berdebu.
Dari segi standar ruangan, masing-masing fasilitas telah dilengkapi dengan
sistem Airlock (ruang penyangga), dengan tujuan untuk membatasi pertukaran
udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan
produksi yang dilakukan pada bagian BLF pada prinsipnya sama dengan fasilitas
produksi lainnya (MPF dan TPF). Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua
ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh
petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data
Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data
logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian
pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari
tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat
pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di
area produksi adalah 10-30 kPa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan
untuk melakukan proses produksi.
Sebelum memasuki area produksi, terdapat standar operasional (SOP)
yang harus dilakukan oleh karyawan, maupun pengunjung. Saat memasuki ruang
ganti, pertama diharuskan mengganti sepatu dengan sepatu area hitam, ataupun
menggunakan penutup sepatu (shoes cover). Selanjutnya, mengganti baju dengan
menggunakan baju area hitam dan bila ingin memasuki ruangan produksi area
abu-abu maka diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus (overall), penutup
kepala, sepatu khusus atau menggunakan penutup sepatu (shoes cover), dan
masker. Selanjutnya, karyawan dan pengunjung diwajibkan untuk mencuci tangan
dan menggunakan desinfektan. Semua prosedur ini dilakukan untuk mencegah
adanya kontaminasi dari luar terhadap ruang produksi dan produk yang
dihasilkan.
Dalam semua proses produksi, operator produksi diwajibkan untuk selalu
membaca MPPCR (job sheet) dan tidak diperkenankan untuk menghafal agar
tidak terjadi kesalahan dalam proses pembuatan obat. Semua hal dalam proses

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


90

produksi harus terdokumentasikan dengan baik, mulai dari bahan baku yang
diterima, kebersihan mesin, log book penggunaan mesin, pengaturan aktual mesin,
sampai hasil produk ruahan yang diperoleh, dan berapa banyak produk reject
dalam proses produksi. Proses pengisian job sheet menggunakan tinta biru untuk
menjaga keaslian dari dokumen.
Dalam tiap tahap produksi, operator selalu melakukan optimasi terlebih
dahulu untuk mencapai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam job sheet. Produk
hasil optimasi ini dikategorikan sebagai produk reject. Setelah diperoleh
spesifikasi yang diinginkan, proses produksi dapat berjalan dan selanjutnya
dilakukan IPC (in process control) pada tahap awal, tengah, dan akhir proses
produksi. Untuk tablet, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot tablet,
kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk kapsul, IPC
yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot kapsul terisi, bobot granul per kapsul,
panjang kapsul, dan waktu hancur. Sampel produk hasil IPC dikategorikan
sebagai reject IPC. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel
untuk diuji oleh Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi. Sampel tersebut dikirim
untuk dilakukan uji antara lain: Final mixing blend uniformity, Carr’s Index,
Particle size distribution, Disolusi dan Content Uniformity dan mikrobiologi.
Pada BLF, semua orang yang akan memasuki BLF sebelumnya dilakukan
tes alergi terhadap penisilin terlebih dahulu dan sebelum keluar dari BLF.
Karyawan maupun pengunjung BLF diwajibkan untuk mandi jika akan keluar dari
gedung BLF. Sistem airlock pada ruang betalaktam sedikit berbeda dengan MPF
dan TPF. Pada BLF, koridor grey area memiliki tekanan udara (+++). Udara dari
koridor grey area masuk ke ai lock cutdown yang tekanan udaranya (++),
selanjutnya ke airlock sink yang tekanan udaranya (+). Di sebelah air lock sink
terdapat air lock bubble yang dekat dengan black area dengan tekanan udara (++).
Hal ini bertujuan untuk menahan udara agar tidak kembali ke ruang produksi beta
laktam serta mencegah adanya udara yang keluar dari area produksi.
Proses produksi sediaan padat di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya
memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk
sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya
adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


91

baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non
penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi
dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang
keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH pH 10.
Sebelum dilakukan pengemasan primer, produk-produk ruahan disimpan
dalam ruangan WIP (Work in Process), dan diberikan label berwarna ungu.
Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi
dan WIP untuk psikotropika. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan
untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book
WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP
produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci.
Secara umum uraian mengenai produksi diatas menunjukkan bahwa dalam
bidang produksi, PT. Actavis Indonesia telah memenuhi persyaratan sesuai yang
ditetapkan oleh CPOB atau GMP.
Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen,
yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen
Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). Proses pengawasan mutu (QC)
dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen
Pemastian Mutu (QA). Untuk itu, kedua departemen ini berada dibawah satu
pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan
mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas
produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat
yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai
dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku.
Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen QA. QA memastikan
bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat
yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Agar
proses yang dilakukan selalu sama untuk mendapatkan obat dengan mutu yang
seragam, maka QA bertanggungjawab dalam pembuatan Standard Operating
Procedure (SOP). SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat
langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke
departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


92

harus disertakan dokumen Change control (kontrol perubahan). Departemen QA


akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak,
dan didistribusikan ke bagian yang terkait. Change control diperlukan untuk
mendokumentasikan setiap perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan
dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan
baku dan bahan kemas, perubahan utility, dan perubahan proses lainnya. Change
control diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen
yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat
pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen.
Perubahan yang tercakup dalam change control adalah semua perubahan
dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan
efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan
formula, pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen,
perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan
permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan
dan pendukung yang disetujui oleh Kepala Departemen terkait dan diserahkan
pada QA untuk diberikan nomor usulan perubahan. QA akan mereview dan
menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya
didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan.
Selanjutnya diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan
validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait.
Jika sudah disetujui oleh QA manager, kemudian dilakukan penilaian apakah
perlu dilaporkan kepada pihak authority dan diinformasikan mengenai perubahan
yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh QA
dan salinannya akan didistribusikan ke pihak yang terkait.
Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen
yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record
(MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan laporan validasi dokumen
registrasi, dan dokumen Change control. SOP dibuat oleh masing-masing
departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft,
kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil
revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen Change control

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


93

(kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan


template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang
terkait.Spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi
yang digunakan di lingkungan PT. Actavis Indonesia. Spesifikasi
mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau
produk jadi sebelum atau selesai digunakan suatu proses produksi. Spesifikasi
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun
material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi secara lengkap dan
terperinci semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produk. Dalam MPPCR
terdapat urutan proses selama produksi seperti dispensing, granulasi, mixing,
filling, tableting, packing, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi.
Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih
atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head
of Quality Operation.
Departemen QA juga melakukan training tahunan kepada para pegawai.
Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level
karyawan di departemen masing-masing dan mengirmkannya pada bagian QA
untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke
dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan
hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Selain
training tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan
pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak. Semua
kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran
masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan.
Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari QA, untuk
menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan.
Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan
validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (facility and utility),
validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (Process
Validation), validasi pembersihan (cleaning).

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


94

Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/ PQR) juga menjadi


tanggung jawab bagian QA yang rutin dibuat setiap tahun pada tiap bets produk
yang diluluskan. Peninjauan mutu produk tersebut dilakukan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
obat jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.
Implementasi GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus
terkontrol maka perlu diadakannya inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh
komite dari pengawasan mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap semua yang
berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan
tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar
diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu
analisis report, batch record, dan laporan validasi untuk setiap batch validasi.
Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan
perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen QA juga melaksanakan vendor
audit dan toll out manufacturing audit. Hal ini bertujuan untuk bahwa pemasok
(vendor) maupun jasa servis yang digunakan di Actavis Indonesia mempunyai
kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Vendor audit dilakukan ke pabrik atau
pemasok (manufacturer) bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out
manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang
membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat
dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produk nya di PT. Actavis
Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal
(BPOM) maupun Eropa (PICS).
Selain itu, departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan
pelulusan obat jadi. PT. Actavis Indonesia menganut Europe GMP, maka untuk
pelulusan obat jadi juga dibutuhkan tandatangan dari seorang qualified person.
Dalam menangani Technical Agreement yaitu jika tidak adanya fasilitas yang
memadai seperti PT. Actavis Indonesia yang tidak memiliki fasilitas steril
sedangkan perusahaan memiliki produk steril maka dilakukan pembuatan produk
steril di pabrik lain dan terdapat kontrak dengan perusahaan tersebut.
Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Spesification), OOS
terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC jika tidak terdapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


95

kesalahan laboratorium maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA. Dalam
keseluruhan aspek tersebut, departemen QA PT. Actavis Indonesia telah
melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu
produk sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Jika terdapat OOS, maka harus dilaksanakan investigasi dan harus
diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja kecuali penyelesaian tindakan perbaikan
dan pencegahan yang mungkin memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi
harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan
yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan dan penyebab OOS atau
hasil uji tidak normal. Penyebab OOS terbagi menjadi tiga kategori yaitu
kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator
produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang
berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi
investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi.
Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa
cacat produk seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat sedangkan
jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh
medical yang terdapat di Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari
costumer, dari pabrik atau produsen (misalnya stabilitas) dan dari inspektor
(BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh
pihak marketing, kemudian akan dilakukan screening oleh marketing untuk
menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan
efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, QA akan melakukan investigasi lebih
lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi
dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel
pratinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan
tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan
ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan
formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk
untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA
selanjutnya akan diberitahukan ke konsumen.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


96

Jika setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan


penarikan obat kembali, obat kembali adalah obat jadi yang telah beredar yang
kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan,
kadaluarsa, masalah keamsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat,
wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat
maupun mutu obat. Alur penarikan obat kembali yaitu departemen QA yang
menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak marketing
kemudian marketing memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor
akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai
di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang
diproduksi dalam satu atau beberapa batch. Obat yang masih beredar kemudian
ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia
kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali).
Pengembangan Produk (Product Development) di PT. Actavis Indonesia
berpusat pada formulasi obat, analisa metode dan penanganan produk pengalihan
(Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk,
reformulasi/ formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap
produksi dan di masyarakat serta trial formulasi untuk produk transfer. Pada
pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan
departemen pengembangan bisnis (Bussines Development) berdasarkan
pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan
kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk
jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk
dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi
persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk.
Pada produk yang mengalami keluhan, yang dilakukan adalah
penganalisaan terhadap keluhan yang ada. Kemudian melakukan formulasi ulang
jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau pengantian kemasan jika berkaitan
dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala
pilot sampai didapat formula optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka
harus dilakukan pengajuan usulan perubahan (Change Control) dan registrasi
variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


97

transfer, semua SPF (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data
Package) didapat dari Actavis Group kemudian diterapkan di PT. Actavis
Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang
diperoleh dari Actavis Group dapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji
coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk
skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Khusus untuk produk transfer
registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di Negara tempat obat tersebut
beredar dan di Indonesia.
Pada departemen Pengembangan Produk (Product Development) terdapat
alat yang digunakan untuk uji coba beserta validasi metode analisis namun perlu
beberapa tambahan alat seperti spektrofotometri, AAS dan GC.
Departemen Engineering dan EHS merupakan unit yang penting dalam
kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung
jawab bagian Engineering tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau
mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup
pemeliharaan gedung, fasilitas penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan.
Bagian Engineering juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara
berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan
terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau
sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification) yang
terdiri dari kualifikasi desain , kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan
kualifikasi unjuk kerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan
perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada
beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum
terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi unjuk kerja. Dalam
kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Quality assurance maka
kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstalasi
sejak lama dan output alat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat
tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang
sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


98

EHS merupakan suatu bagian dari Engineering yang berfungsi sebagai


pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi
untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis
untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan.
Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan, kesehatan, dan
kesejahteraan karyawan. Pengolahan limbah di PT. Actavis Indonesia merupakan
tanggung jawab dari bagian EHS. Secara umum berdasarkan keamanannya,
limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-B3.
Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi
menjadi limbah padat dan cair.
Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan
obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk
limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak (reject), limbah penisilin,
buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan
kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair
dilakukan oleh pihak PT. Actavis Indonesia secara mandiri.
Metode pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang
dilakukan secara 4 tahapan. Sedangkan limbah padat, pengolahannya diserahkan
kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastek Internasional dan PT. Indocement.
Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui netralisasi terlebih
dahulu dengan larutan NaOH 2%, barulah kemudian dilakukan pembuangan
sepeti pelaksanaan pengolahan limbah cair.
Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses
produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan
berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi
dan laboratorium departemen QC, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian
office. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan
dibedakan berdasarkan tingkat resiko, seperti pemeriksaan pendengaran
untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin.
Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara
tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


99

jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai


dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasi hingga kualifikasi unjuk
kerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut amat kritikal dalam
proses produksi, sehingga dokumentasi dan parameter–parameter yang
menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau.
Pengawasan mutu sangat diperlukan mulai dari bahan baku, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan
untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari
Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Bagian QC melakukan
pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga
melakukan penanganan retained sample dan uji stabilitas produk (Stability Study).
Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka ada dua laboratorium yaitu
laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi
multiproduk dan Topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium
kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau
fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga
area penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample) dan chamber untuk
penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium
mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mirkoba
terhadap fasilitas dan bangunan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat
disimpulkan bahwa :
1. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP Eropa
di segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam proses
produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang
terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan
didokumentasikan dengan baik. Semua bagian di dalam struktur organisasi
PT Actavis Indonesia juga telah dapat bekerja sama dan menciptakan
suasana kerja yang kondusif dan nyaman
2. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting
yaitu, menjadi personil kunci antara lain sebagai kepala produksi, kepala
pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu.

5.2 Saran
1. Tetap mempertahankan kerjasama yang baik antar departemen pada PT
Actavis Indonesia sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik.
2. Terus menjaga dan mempertahankan kualitas produk sesuai dengan CPOB
atau GMP yang telah ada.

100 Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


101

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Presiden Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta: Presiden RI

Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden
RI

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden RI

Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global


Pustaka Utama.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Approved Supplier. Jakarta: PT. Actavis
Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan
Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis
Indonesia

PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta: PT.
Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2011). SOP Pelatihan Karyawan. Jakarta: PT. Actavis
Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2010). SOP Change Control (Kontrol Perubahan).


Jakarta: PT. Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Pembersihan Mesin Secara Umum. Jakarta:
PT. Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta: PT.
Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta: PT.
Actavis Indonesia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


102

Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


103

Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia (lanj.)

Universitas Indonesia

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 12 AGUSTUS – 1 OKTOBER 2013

VALIDASI PROSES
PRODUK AMOXICILLIN 750 mg DISPER TABLET
PT. ACTAVIS INDONESIA

BRAM HIK ANUGRAHA, S.Farm.


1206329436

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3


2.1 Validasi .............................................................................................. 3
2.2 Validasi Proses .................................................................................. 5
2.3 Validasi Prospektif ............................................................................ 6
2.4 Parameter Kritis ................................................................................. 7
2.5 Validasi Tablet ................................................................................... 8
2.6 Dokumentasi Validasi Prospektif ...................................................... 9

BAB 3 METODE PENGKAJIAN ..................................................................... 11


3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ................................ 11
3.2 Metode Pengkajian ............................................................................ 11

BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 12


4.1 Protokol Validasi Proses .................................................................... 12
4.2 Tahapan Validasi Proses .................................................................... 13
4.3 Hasil Validasi Proses Amoxicillin 750 mg Disper Tablet ................. 20

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 26


5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 26
5.2 Saran .................................................................................................. 26

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 27

ii

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh parameter kritis pada proses produksi sediaan tablet ............. 8
Tabel 4.1 Pengujian yang dilakukan pada In Process Control (IPC) ................... 17
Tabel 4.2 Spesifikasi Produk Jadi ......................................................................... 17
Tabel 4.3 Pengambilan sampel pada Produk ........................................................ 18
Tabel 4.4 Pengambilan sampel untuk kontrol lingkungan akan kontaminasi
Mikroba ................................................................................................ 20
Tabel 4.5 Hasil Pengujian pada pengambilan sampel validasi proses produk
Amoxicillin 750 mg Disper Tablet ....................................................... 22

iii

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan. Dalam upaya
menyediakan obat yang bermutu baik untuk masyarakat maka pemerintah
mewajibkan setiap industri mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB). CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Untuk obat yang akan dipasarkan, sebelumnya harus dilakukan validasi agar
obat tersebut dapat dijamin mutu dan keamanannya. Validasi merupakan bagian dari
program penjaminan mutu sebagai upaya untuk memberikan jaminan terhadap
khasiat, kualitas dan keamanan produk. Dr. Bernard T. Loftus, pencetus validasi,
melakukan validasi dilatarbelakangi dengan adanya berbagai masalah mutu yang
timbul dan masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dari pengujian rutin yang
dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan. Hingga saat ini, validasi
diberlakukan oleh negara yang tergabung dalam The Pharmaceutical Inspection Co-
operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU), The International on Conference
Harmonisation (ICH) dan World Heath Organization (WHO).
Validasi dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa macam validasi yang biasa
dilakukan di industri farmasi, di antaranya adalah validasi proses, validasi
pembersihan, validasi metode analisis, dan revalidasi atau validasi ulang.
Validasi proses adalah tindakan pembuktian bahwa proses, misal pemberian
dosis terserap yang dikehendaki pada produk, akan mencapai hasil yang diharapkan
sesuai persyaratan yang tercantum pada CPOB (CPOB, 2012). Validasi proses
dilakukan apabila obat tersebut merupakan produk baru, adanya perubahan pada
formula obat baik zat aktif maupun bahan tambahan atau adanya perbuahan alat dan
mesin yang digunakan.

1 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
2

Pada tugas khusus ini akan membahas mengenai validasi proses terhadap
produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet yang diproduksi oleh PT. Actavis
Indonesia. Amoxicillin 750 mg Disper Tablet merupakan produk yang sudah lama
dibuat dan diedarkan sebelumnya yang mengandung Amoxicillin Trihidrat sebagai
bahan aktifnya. Validasi proses yang dilakukan adalah validasi prospektif dengan
adanya perubahan pada proses pengeringan yang semula menggunakan mesin Fluid
Bed Dryer (FBD) Arthur White menjadi FBD Yong Sheuan untuk mendapatkan hasil
produksi yang secara konsisten memenuhi spesifikasi dan kualitas.

1.2 Tujuan
Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan validasi proses
produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet di PT Actavis Indonesia.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Validasi
Istilah validasi pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Bernard T. Loftus,
Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun
1970-an. Validasi didefinisikan sebagai membuat bukti terdokumentasi yang
menyediakan kepastian yang tinggi bahwa proses yang direncanakan akan melakukan
secara konsisten sesuai dengan hasil yang telah dimaksud (WHO, 1997). Menurut
European Medicines Agency (EMEA, 2001) validasi adalah tindakan menunjukkan
dan mendokumentasikan bahwa prosedur beroperasi secara efektif. Validasi proses
adalah cara untuk memastikan dan memberikan bukti dokumenter bahwa proses
(dalam parameter tertentu yang didesain) mampu secara konsisten menghasilkan
produk jadi dengan kualitas yang dibutuhkan. Sedangkan, menurut CPOB 2012
validasi adalah tindakan pembuktian bahwa proses, misal pemberian dosis terserap
yang dikehendaki pada produk, akan mencapai hasil yang diharapkan sesuai
persyaratan.
CPOB mensyaratkan tiga aspek yang perlu dilakukan validasi, yaitu
validasi proses, validasi pembersihan dan validasi metode analisis. Validasi proses
dilakukan terhadap produk baru dan harus sudah selesai dilakukan sebelum
produk tersebut dipasarkan. Revalidasi dapat dilakukan bila terjadi perubahan
besar pada proses yang berdampak signifikan pada kualitas produk. Validasi
secara berkala perlu dilakukan untuk memelihara status validasi melalui analisis
data bets produksi yang terkumpul. Sebelum dilakukan validasi, hendaknya
fasilitas, sistem dan peralatan yang digunakan telah terkualifikasi, serta metode
analisis yang digunakan juga sudah tervalidasi. Validasi pembersihan bertujuan
sebagai konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Parameter-parameter yang
dianalisis pada validasi pembersihan adalah kandungan residu dari suatu produk,
bahan pembersih dan pencemaran mikroba (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2012). Penentuan batas residu dan cemaran hendaknya ditentukan secara rasional

3 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
4

dengan didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Validasi
pembersihan umumnya dilakukan hanya pada permukaan alat yang bersentuhan
langsung dengan produk. Selain itu, interval waktu antara penggunaan alat dan
pembersihan juga perlu divalidasi. Validasi metode analisis bertujuan u n t u k
membuktikan bahwa suatu metode analisis sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap empat jenis pengujian,
yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas dan uji
kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan atau obat atau komponen obat
tertentu.
Evaluasi secara berkala perlu dilakukan terhadap aspek-aspek yang
divalidasi sebagai konfirmasi bahwa validasi masih absah. Validasi ulang terutama
perlu dilakukan jika terjadi perubahan-perubahan yang berpengaruh secara
signifikan terhadap produk yang dihasilkan oleh suatu proses. Pengkajian ulang
terhadap data-data sebelumnya juga dapat dilakukan untuk menunjukan bahwa
suatu proses perlu divalidasi ulang.
Rangkaian validasi proses terdiri dari kualifikasi, validasi proses, pemantauan
dan pengkajian proses serta revalidasi bila diperlukan. Kualifikasi merupakan
suatu usaha untuk membuktikan bahwa perlengkapan/mesin yang digunakan
dalam suatu proses akan memberikan hasil yang memenuhi kriteria yang
diinginkan secara konsisten. Proses kualifikasi memiliki tahap-tahap (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012):
1. Kualifikasi desain, merupakan proses melengkapi dan mendokumentasikan
kajian desain (design review) untuk memastikan bahwa seluruh aspek mutu
telah dipertimbangkan dan dikaji pada tahap perancangan
2. Kualifikasi instalasi, merupakan proses pemeriksaan instalasi untuk
memastikan bahwa seluruh komponen memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan telah dipasang secara tepat.
3. Kualifikasi operasional, merupakan proses pengujian untuk memastikan
bahwa masing-masing komponen atau kombinasi dari komponen tersebut
berfungsi sesuai rancangan dan memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
5

4. Kualifikasi kinerja, merupakan proses pengujian untuk memastikan bahwa


masing-masing komponen atau kombinasi dari komponen tersebut
berfungsi sesuai rancangan, memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan serta
menghasilkan produk yang diinginkan secara konsisten dan
berkesinambungan.
Suatu proses yang sudah tervalidasi tetap perlu dipantau dan dikaji untuk
menilai apakah proses masih mampu untuk menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi atau tidak. Revalidasi dapat dilakukan bila dalam kajian terhadap
proses ditemukan kecacatan sehingga proses perlu divalidasi ulang. Setelah
dilakukan perbaikan terhadap proses, dilakukan pengkajian apakah validasi ulang
perlu dilakukan.

2.2 Validasi Proses


1. Validasi prospektif
Validasi ini dilakukan dan harus selesai sebelum produk dipasarkan.
Validasi prospektif dilakukan pada produk baru dan produk yang
mengalami modifikasi pada proses produksinya di mana perubahan tersebut
berdampak signifikan terhadap mutu produk. Secara umum validasi prospektif
dilakukan pada tiga bets berturut-turut.
2. Validasi konkuren
Dalam kondisi tertentu, produksi rutin dapat dimulai tanpa lebih dahulu
menyelesaikan program validasi. Hal ini biasanya dilakukan pada produk yang
diproduksi terbatas (contohnya orphan drugs, obat untuk penyakit tertentu yang
jarang terjadi atau obat untuk hewan langka) atau obat yang memiliki waktu parah
pendek (sebagai contoh radiofarmasetika). Validasi konkuren juga dapat diterapkan
pada produk obat yang sangat dibutuhkan dan diproduksi melalui koordinasi
dengan badan yang berwenang untuk mengatasi kekurangan suplai obat (FDA,
2011). Keputusan untuk melakukan validasi konkuren hendaklah memiliki alasan
yang kuat dan disetujui oleh kepala bagian pemastian mutu.
.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
6

3. Validasi retrospektif
Validasi ini merupakan validasi yang dilakukan terhadap produk yang
telah divalidasi sebelumnya untuk membuktikan konsistensi dari produk yang
dihasilkan. Validasi retrospektif hanya dilakukan untuk proses yang sudah mapan,
namun tidak berlaku jika terjadi perubahan pada formula, prosedur pembuatan
atau peralatan. Validasi retrospektif didasarkan pada penelurusan riwayat dokumen
produksi, pengujian dan pengendalian bets untuk 10 – 30 bets berturut-turut. Pada
validasi retrospektif juga dilakukan analisis kapabilitas proses.

2.3 Validasi Prospektif


Validasi proses yang dilakukan pada produk sebelum distribusi komersial
dari produk akhir obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Biasanya
dilakukan untuk produk-produk baru. Oleh karena itu, validasi proses dilakukan
dengan mengkaji data produksi, pengujian dan pengendalian bets untuk tiga bets
berurutan. Validasi prospektif dapat digunakan sebagai panduan dalam
persyaratan validasi proses dalam skala produksi komersial. Pada validasi prospektif
tidaklah cukup hanya menilai suatu proses berdasarkan hasil pengujian yang
dinyatakan dalam 'memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat'. Pernyataan hasil
pengujian yang lebih spesifik dan bersifat kuantitatif diperlukan agar proses dapat
dianalisis secara statistik dan variabilitas yang terjadi pada proses dapat
ditentukan (FDA, 1990). Oleh karena itu merupakan hal yang penting untuk
mendokumentasikan seluruh kegiatan saat proses produksi dan pengujian yang
dilakukan.
Pada validasi prospektif skala pilot, dilakukan dari menentukan bentuk
sediaan sampai pengajuan harga. Biasanya dibutuhkan minimal 3 batch berurutan
untuk menghasilkan hasil yang diharapkan.
Penerapan validasi ini mencakup langkah-langkah berikut dari skala
labortorium hingga produksi skala komersial :

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
7

1. Formulasi program/optimasi formula


Pertama dilakukan pada skala laboratorium, setelah hasilnya bagus, maka
dilakukan pilot project (minimal 10% dari ukuran batch komersial).
Selanjutnya adalah proses scale up yang merupakan ukuran batch
komersial
2. Testing/Challenging
Proses ini dilakukan pada saat skala laboratorium, pilot project, scale up.
Ditujukan untuk memperbaiki formula.
3. Up scaling
Setelah melakukan sampai proses scale up, maka produksi ditingkatkan ke
skala komersial
4. Master Production Document
Setelah formulasi scale up telah lengkap, maka industry memiliki
document yang biasanya disebut master production document.
5. Master Production Procedure
6. Formal spesifikasi
Di jelaskan spesifikasi-spesifikasi raw material yang digunakan
7. Validation Program and Study
8. Registration for marketing authorization
9. Comercial sale production

2.4 Parameter kritis


Proses validasi tidak dilakukan pada semua parameter yang terdapat dalam
proses karena akan menghabiskan waktu dan biaya. Parameter-parameter yang
wajib dikaji hanyalah parameter-parameter kritis yang dapat berdampak signifikan
terhadap kualitas produk yang akan dihasilkan. Beberapa contoh parameter-
parameter kritis tersebut pada sediaan tablet salut selaput dapat dilihat pada Tabel
2.1 (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
8

Tabel 2.1 Contoh parameter kritis pada proses produksi sediaan tablet salut
Tahapan proses Contoh peralatan Parameter kritis Contoh pengujian
Penimbangan Timbangan Kebersihan Cemaran mikroba
Granulasi High shear mixer, Lama pencampuran, Keseragaman
fluid bed dryer, kecepatan pengadukan, kandungan, susut
granulator mesh volume massa granul, pengeringan,
suhu granul, suhu distribusi ukuran
pengeringanwaktu partikel, tap
pengeringan, waktu density/bulk density,
pengayakan, ukuran kadar air
pengayakan, kecepatan
pengayakan.

Tabletting Mesin cetak tablet Kecepatan pencetakan Keragaman bobot,


tablet, Setting pre ketebalan, kekerasan,
pressure, setting bobot. friabilita, waktu
hancur, penetapan
kadar, disolusi tablet

Penyalutan Mesin coating Suhu penyalutan, jarak Keragaman bobot,


spray, waktu penyalutan, ketebalan tablet, waktu
tekanan udara, hancur, disolusi tablet
salut

Pengemasan Mesin Suhu/tekanan saat Pencetakan etiket,


primer blistering/stripping pembentukan dan pemeriksaan
penyegelan, kecepatan kekosongan,
pengemasan, keutuhan keutuhan/integritas
blister/strip, kapsul yang strip/blister, uji
hilang, kualitas tinta kebocoran.
cetakan

2.5 Validasi Tablet


Tablet adalah bentuk sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan
atau tanpa bahan-bahan pengencer yang sesuai (Niazi, 2004). Pada dasarnya
validasi produk sediaan tablet tidak jauh berbeda dari validasi produk kapsul.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
9

Parameter-parameter uji yang perlu dikaji antara lain, susut pengeringan, laju alir,
keragaman bobot, keseragaman sediaan, kadar, waktu hancur dan disolusi. Pada
proses pencetakan tablet, perlu diperhatikan kecepatan pencetakan, bobot dan tekanan
dari alat cetak tablet, yang akan mempengaruhi parameter-parameter kritis dari sediaan
tablet tersebut. Penampilan tablet juga perlu dipertimbangkan, seperti warna
yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan dan logo yang tertera pada emboss
tablet untuk meningkatkan pengenalan akan merek.

2.6 Dokumentasi Validasi Prospektif


Sesuai dengan kaidah Good Manufacturing Practices bahwa setiap
aktivitas dalam suatu proses produksi haruslah didokumentasikan dengan baik.
Salah satu penerapan dari kaidah ini adalah pembuatan laporan hasil validasi
proses Prospektif yang terdiri atas:
1. Tujuan
Tujuan dari laporan validasi Prospektif adalah untuk membuktikan dan
mendokumentasikan bahwa proses pembuatan suatu produk akan
menghasilkan produk yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan.
2. Ruang lingkup
Ruang lingkup dari validasi Prospektif adalah validasi proses yang
dilakukan sebelum pelaksanaan produksi rutin dari produk yang
akan dipasarkan. Validasi ini dilakukan pada 3 batch berturut-turut
yang dihasilkan dari suatu proses produksi yang memenuhi kaidah CPOB
yang berlaku
3. Referensi
Referensi yang digunakan dalam pembuatan sebuah laporan validasi
prospektif meliputi data batch record produk, Prosedur Pengolahan Induk
(PPI), protokol dari validasi proses, instruksi kerja dari pembuatan protokol
validasi proses, serta instruksi kerja dari pembuatan laporan validasi proses.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
10

4. Tinjauan
Dokumen-dokumen yang ditinjau dalam laporan validasi prospektif meliputi,
a. Catatan pengolahan Batch (CPB)
b. Riwayat vendor bahan baku dan bahan kemas
c. Riwayat perubahan proses yang terjadi
d. Riwayat penyimpangan selama proses yang terjadi
e. Hasil uji di luar spesifikasi
f. Quality surveaillance
g. Status validasi
5. Formula
Formula baku yang digunakan untuk memproduksi suatu produk
berisikan daftar bahan baku yang digunakan beserta kode produknya,
jumlah yang digunakan dan kegunaannya.
6. Peralatan dan perlengkapan
Status peralatan dan perlengkapan yang meliputi preventive maintenance,
status kualifikasi dan kalibrasi, daftar peralatan yang digunakan selama
produksi serta catatan-catatan variasi mesin yang terjadi.
7. Hasil dan pembahasan
Hasil dan pembahasan berisikan evaluasi hasil dari parameter kritis dan
parameter uji serta justifikasi terhadap penyimpangan yang terjadi terhadap
kualitas produk.
8. Kesimpulan
Kesimpulan berisikan rangkuman profile data dan deskripsi distribusi data
dari parameter yang dianalisis. Kesimpulan menyatakan apakah proses masih
valid atau tidak.
9. Rekomendasi
Rekomendasi yang bisa diberikan terhadap hasil analisis proses yang
dilakukan. Rekomendasi dapat berupa saran untuk dilakukannya perbaikan
pada proses, peninjauan desain proses ataupun investigasi terhadap
proses yang terjadi.

Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus


Tugas khusus dilaksanakan selama Prakterk Kerja Profesi Apoteker pada
periode 12 Agustus – 30 September 2013 di Failitas Betalaktam, PT. Actavis
Indonesia, yang berlokasi di Jl. Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur.

3.2 Metode Pengkajian


Metode yang digunakan dalam mengkaji pelaksaan validasi proses produk
Amoxicillin 750 mg Disper Tablet adalah melalui penelusuran protokol validasi
proses dan batch record serta melakukan pengamatan secara langsung pelaksanaan
validasi proses yang dilakukan di Fasilitas Betalaktam. Kegiatan yang diamati mulai
dari awal proses dispensing hingga proses pencetakan tablet.

11 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN

Validasi proses yang dilakukan merupakan validasi prospektif dimana validasi


yang dilaksanakan terdapat perubahan pada alat. Pada produk Amoxicillin 750 mg
Disper Tablet yang terdapat perubahan mesin pengeringan granul dari FBD Arthur
White menjadi FBD Yong Sheuan.

4.1 Protokol Validasi Proses


Protokol validasi dibuat untuk menjelaskan kualifikasi dan validasi yang akan
dilakukan. Protokol validasi dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
atau Pemastian Mutu. Protokol validasi harus dapat menjelaskan langkah kritis dan
kriteria penerimaan dari produk yang akan diproduksi. Protokol validasi terdiri atas:
1. Lembar pengesahan
2. Daftar isi
3. Sejarah revisi
4. Latar belakang
5. Dokumentasi
 Master Production and Process Control Record (MPPCR)
 Spesifikasi produk jadi
 Metode analisa
6. Proses
 Formula
 Diagram alur proses dan parameter kritis
 Kualifikasi ruangan
 Kapasitas mesin/alat
 Spesifikasi produk jadi
 In process control

12 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014
13

 Tes tambahan untuk validasi


7. Sampling plan
 Sampling plan kontrol lingkungan akan kontaminasi mikroba
 Sampling plan untuk produk
8. Lembar kerja untuk produksi

4.2 Tahapan Validasi Proses


Tahapan validasi proses hampir menyerupai proses produksi, namun terdapat
beberapa perbadaan dimana pada validasi proses harus melihat beberapa parameter
kritis yang perlu dikaji sehingga mempengaruhi kualitas produk dan efisiensi proses.

4.2.1 Tahapan Proses Produksi


Adapun tahapan dari proses produksi Amoxicillin 750 mg Disper Tablet
adalah:
4.2.1.1 Persiapan
1. Periksa kesiapan compressed air dan steam dari utility
2. Pastikan filter FBD Yong Sheuan dan TK. Fielder sudah terpasang dan
terkunci dengan baik
3. Catat nomor kontrol purified water yang digunakan
4. Isi checklist dan logbook

4.2.1.2 Granulasi
1. Masukkan ke dalam TK Fielder Amoxicillin Trihidrat dan bahan pengikat.
Campur dengan menyetel lama pengadukan, kecepatan granulator dan
kecepatan impeller.
2. Tambahkan purified water dengan mengatur kecepatan granulator, kecepatan
impeller, tekanan liquid pot, kecepatan nozzle dam lama pengadukan.
3. Lanjutkan proses granulasi dengan mengatur kecepatan granulator, impeller
dan waktu granulasi serta mencatat amperemeter dari impeller dan

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


14

amperemeter granulator. Buka tutup TK Fielder, turunkan granul yang


menempel pada dinding container dan lakukan granulasi kembali.
4. Ayak granul dengan menggunakan ayakan no. 5 berdiameter 4 mm. Tampung
granul dalam wadah drum yang dilapisi plastik dan timbang total granul. Bagi
granul menjadi tiga bagian sama banyak (wadah 1, wadah 2 dan wadah 3).

4.2.1.3 Pengeringan
1. Conditioning mesin FBD Yong Sheuan dengan penyetelan suhu air inlet (1),
suhu air inlet (2), waktu bag filter shaking, waktu shaking pause, kemiringan
damper angle, kelembaban air inlet dan waktu conditioning.
2. Masukkan granul pada wadah 1 ke dalam mesin FBD Yong Sheuan
3. Lakukan pengeringan pertama dengan penyetelan suhu air inlet (1), suhu air
inlet (2), waktu bag filter shaking, waktu shaking pause, kemiringan damper
angle, kelembaban air inlet dan waktu pengeringan.
4. Setelah pengeringan pertama selesai, buka container kemudian lakukan
pengadukan secara manual.
5. Lanjutkan pengeringan kedua dengan penyetelan suhu air inlet (1), suhu air
inlet (2), waktu bag filter shaking, waktu shaking pause, kemiringan damper
angle, kelembaban air inlet dan waktu pengeringan
6. Cek moisture content granul setelah pengeringan dengan penyetelan
parameter switch of mode, suhu dan berat
7. Ayak granulat kering dengan menggunakan ayakan no. 3 berdiameter 6,73
mm.
8. Timbang sisa granulat kering yang keras dan tidak bisa diayak. Lakukan
proses pengecilan ukuran granul dengan mengggunakan Fitzpatrick Mill
dengan menggunakan ayakan no. 3 berdiameter 6,73 mm.
9. Cek moisture content granul yang telah diayak dengan penyetelan parameter
switch of mode, suhu dan berat
10. Timbang bobot granul setelah dikeringkan dan diayak, simpan granul dalam
kantong plastik dan tutup rapat.

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


15

11. Lakukan proses pengeringan dengan cara yang sama terhadap granul pada
wadah 2 dan wadah 3.

4.2.1.4 Pencampuran
1. Masukkan seluruh granul (wadah 1, wadah 2 dan wadah 3) ke dalam TK.
Fielder kemudian tambahkan bahan penghancur, lubrikan, anti adheren, bahan
pengisi, dan pengharum yang telah diayak dengan ayakan no 10 berdiameter 2
mm.
2. Campur dengan mengatur lama pengadukan, kecepatan granulator dan
kecepatan impeller.
3. Cek moisture content hasil pencampuran dengan penyetelan parameter switch
of mode, suhu dan berat pada alat untuk pengecekan moisture content.
4. Simpan granul (hasil pencampuran akhir) dalam wadah yang dilapisi plastik
dan tertutup rapat.

4.2.1.5 Pencetakan Tablet


1. Periksa keutuhan jumlah punch dan dies.
2. Periksa aliran oli yang melumasi punch atas sebelum mesin berjalan
3. Periksa unjuk kerja pin brake punch bawah satu persatu
4. Isi checklist dan logbook
5. Periksa jumlah wadah granulat, label produk ruahan, serta warna dan rupa
granulat
6. Pasang punch atas dan bawah bentuk dengan bentuk dan penandaan sesuai
dengan yang tercantum pada batch record.
7. Atur mesin hingga berat per tablet seperti berat yang dibutuhkan
5. Cek moisture content tablet hancur dengan penyetelan parameter switch of
mode, suhu dan berat
8. Kumpulkan sampel awal dan periksa sesuai parameter yang tercantum dalam
lembar tabletting control mencakup bobot tiap 10 tablet, kekerasan tablet,
keregasan tablet, waktu hancur, tebal tablet, panjang tablet, dan lebar tablet.

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


16

Pastikan parameter tersebut telah terpenuhi, catat dalam kolom yang tersedia
dan paraf supervisor.
9. Saat proses pencetakan tablet berjalan lakukan pemeriksaan terhadap berat per
10 tablet setiap 10 menit, simpan tablet pada wadah sampel.
10. Setelah proses pencetakan tablet selesai, periksa sampel rata-rata sesuai
parameter berat rata-rata yang tercantum pada batch record mencakup
keseragaman berat tablet, kekerasan, ketebalan tablet, waktu hancur,
keregasan.
11. Setelah seluruh proses pencetakan tablet selesai lakukan pemeriksaan
terhadap keutuhan jumlah punch dan dies
12. Ambil sampel rata-rata secara random 40 tablet untuk dikirim ke lab kimia
dan 20 tablet untuk dikirim ke lab mikrobiologi.
13. Simpan hasil pencetakan tablet ke dalam wadah yang dilapisi kantong plastik
dan tertutup rapat.
14. Timbang hasil pencetakan tablet

4.2.2 Parameter yang Dikaji


Validasi proses tidak mengkaji semua parameter yang berkaitan dengan
proses produksi, namun hanya parameter-parameter yang berpengaruh secara
signifikan dengan kualitas produk yang dihasilkan dan efisiensi proses. Pengkajian
parameter-parameter tersebut dilakukan untuk membuktikan bahwa proses produksi
yang dilakukan benar dan konsisten sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
Adapun dalam validasi proses produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet
parameter yang perlu dikaji adalah pada kontrol saat proses atau in process control
(IPC) dan produk jadi dengan pengambilan sampel pada parameter kritis.

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


17

Tabel 4.1 Pengujian yang dilakukan pada In Process Control (IPC)


Tahap Pengujian
Final Drying Moisture content
Dry Sieving Moisture content
Final Mixing Moisture content
Berat rata-rata dari 20 tablet
Keragaman bobot
Berat 10 tablet
Penampilan
Kekerasan
Tabletting Ketebalan
Panjang
Lebar
Waktu hancur
Keregasan
Moisture content dari tablet yang telah dihancurkan

Tabel 4.2 Spesifikasi Produk Jadi


Spesifikasi Kriteria Penerimaan
Oblong, putih kekuningan, 22,3 x 11,7 mm, emboss
Penampilan
AD 750 dan ada garis pemisah dan rata di sisi lain.
Berat rata-rata 1446 mg ± 3% (1403 – 1489 mg)
Tidak lebih dari dua tablet beratnya di luar batas berat
Keseragaman bobot rata-rata ± 5% dan tidak ada satu pun tablet di luar
batas berat rata-rata ± 10%
Identifikasi
- HPLC Sama (waktu retensi puncak larutan sampel dan
larutan standar tidak berbeda lebih dari %)
- Spektrum Infra Merah Sama

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


18

Spesifikasi Kriteria Penerimaan


Waktu hancur Tidak lebih dari 3 menit
Q30 ≥ 85% (release)
Disolusi
Q30 ≥ 80% (shelf life)
Kadar air Tidak lebih dari 12,5 %
Sama (tidak ada partikel yang tersisa pada filter
Keseragaman dispersi
dengan ukuran pori 7,0 µm
(95,0 – 105,0%) (release)
Kadar Amoxicillin
(90,0 – 110,0%) (shelf life)
Kadar mikrobiologi :
- Bakteri aerob Tidak lebih dari 100 cfu/g
- Jamur Tidak lebih dari 100 cfu/g
- Escherichia coli Tidak ada dalam 1 g
Senyawa sejenis Tidak lebih dari 10% (shelf life)

4.2.3 Pengambilan sampel


Pada validasi proses dilakukan pengambilan sampel pada produk ruahan yaitu
hasil pengeringan, pengayakan, dan pencampuran akhir serta dilakukan pengambilan
sampel untuk produk jadi yaitu hasil pencetakan tablet. Pengambilan sampel juga
diambil untuk kontrol lingkungan akan kontaminasi.

Tabel 4.3 Pengambilan sampel pada Produk


Tahap Lokasi Banyak Sampel Tes
Final Drying 10 titik Masing-masing 2,5 g Moisture Content
Awal, Tengah,
Dry Sieving Masing-masing 2,5 g Moisture Content
Akhir
Blend uniformity (95,0% -
3 x 10 titik Masing-masing 1,0 g
Final Mixing 105,0%) dalam sampel ± 15%
10 titik Masing-masing 2,5 g Moisture content

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


19

Tahap Lokasi Banyak Sampel Tes


Total 100 g Distribusi ukuran partikel
Final Mixing 10 titik
Total 50 g Carr’s index
Bobot rata-rata dari 20 tablet
60-60-60 tablet
Keragaman bobot
Kekerasan
1-3-5
Ketebalan
50-50-50 tablet
Panjang
Lebar
1-2-3-4-5 20-20-20-20-20 tablet Keseragaman kandungan
Tabletting
6-6-6 tablet Waktu hancur
10-10-10 tablet Keregasan
1-3-5
Moisture content tablet yang
3-3-3 tablet
telah dihancurkan
12 tablet (masing-masing
1-3-5 4 tablet dari sampel 1, Profil disolusi S1
sampel 3, dan sampel 5)
12 tablet (masing-masing
4 tablet dari sampel 1, Profil disolusi S2
sampel 3, dan sampel 5)
1-3-5
12 tablet (masing-masing
4 tablet dari sampel 1, Profil disolusi S3
sampel 3, dan sampel 5)
Tabletting
100-100-100-100-100
1-2-3-4-5 Penampilan tablet
tablet (total 500 tablet)
Setiap 10 menit Masing-masing 10 tablet Berat dari 10 tablet
4 tablet Analisis secara kimia
Sampel rata-rata 20 tablet Analisis secara mikrobiologi
30 tablet Subdivisi dari tablet

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


20

Tabel 4.4 Pengambilan sampel untuk kontrol lingkungan akan kontaminasi mikroba
Ruangan Lokasi Banyak Sampel Tes
Dispensing Dekat alat timbangan 1 titik Kontaminasi Mikroba
Dekat TK. Fielder
Granulation 1 titik Kontaminasi Mikroba
(mesin granulasi)
Dekat FBD Yong Sheuan
Drying 1 titik Kontaminasi Mikroba
(mesin pengeringan)
Dekat Jenn Chiang
Tabletting 1 titik Kontaminasi Mikroba
(mesin pencetakan tablet)

4.3 Hasil Validasi Proses Amoxicillin 750 mg Disper Tablet


Seluruh bahan baku, peralatan dan mesin yang digunakan dalam pembuatan
produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet telah memenuhi persyaratan dan
terkualifikasi. Data-data yang berkaitan selama validasi proses tercantum pada
protokol validasi proses. Data-data tersebut diisi pada lembar kerja validasi proses
yang mencakup bahan baku yang digunakan, formula, kualifikasi ruangan, proses
granulasi, data hasil pengujian In Process Control (IPC), proses pencetakan tablet,
data hasil pengujian Post Process Control (PPC), data pemantauan RH dan
temperatur pada ruang produksi, data kontaminasi mikroba pada ruang produksi dan
peralatan, daftar mesin yang digunakan beserta status kalibrasi dan atau
kualifikasinya, data hasil pengujian produk jadi, dan tanggal proses pembuatan obat.
Data bahan baku mencakup seluruh bahan aktif dan bahan tambahan yang
digunakan dalam pembuatan Amoxicillin 750 mg Disper Tablet. Data tersebut berisi
sumber dan nomor lot bahan baku yang digunakan. Seluruh bahan yang digunakan
dalam pembuatan Amoxicillin 750 mg Disper Tablet telah memenuhi syarat dan
spesifikasi yang telah ditentukan.
Data formula mencakup daftar bahan yang digunakan dalam proses
pembuatan obat beserta nomor item bahan, jumlah bahan per 1 bets, dan jumlah
bahan per tablet. Data formula tersebut berdasarkan MPPCR Amoxicillin 750 mg
Disper Tablet yang telah disetujui.

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


21

Data ruangan mencakup daftar ruangan yang digunakan dalam proses


pembuatan obat beserta nomor ruangan, keterangan sistem Air Handling Unit (AHU)
yang mencakupi ruangan tersebut, nomor dokumen kualifikasi ruangan, dan status
kualifikasi. Ruangan yang digunakan dalam pembuatan Amoxicillin 750 mg Disper
Tablet yaitu ruang penimbangan, ruang granulasi, ruang pengeringan, dan ruang
pencetakan. Sebelum dilakukan validasi proses harus dipastikan terlebih dahulu
bahwa ruang produksi yang digunakan telah terkualifikasi. Kualifikasi ruangan
dilakukan sebagai pembuktian bahwa ruangan tersebut sesuai dengan kondisi ruangan
yang dibutuhkan selama proses pembuatan obat. Kualifikasi yang dilakukan yaitu
kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Berdasarkan hasil
yang terdapat dalam dokumen kualifikasi ruangan, ruangan yang digunakan selama
proses pembuatan Amoxicillin 750 mg Disper Tablet dinyatakan telah terkualifikasi.
Data proses granulasi dicantumkan dalam bentuk tabel. Data tersebut
mencakup ukuran bets, tahapan-tahapan proses granulasi beserta mesin, parameter
mesin dan waktu yang digunakan dalam setiap tahap granulasi. Ukuran bets yang
digunakan yaitu skala produksi. Proses granulasi dilakukan berdasarkan Master
Production and Process Control Record (MPPCR). Proses pembuatan Amoxicillin
750 mg Disper Tablet dilakukan dengan metode granulasi basah menggunakan TK.
Fielder, kemudian proses pengeringan di dalam FBP Yong Sheuan, pencampuran
akhir di dalam TK. Fielder, dan dilanjutkan dengan pencetakan tablet. Data tersebut
mencantumkan tahapan proses granulasi dari masing-masing bets dan spesifikasi dari
tiap tahapan proses, sehingga dapat diketahui bila terdapat penyimpangan pada
tahapan proses granulasi.
Setelah dilakukan proses granulasi, selanjutnya dilakukan pengujian IPC,
pencetakan dan pengujian Post Process Control (PPC). Data hasil pengujian IPC dan
PPC dicantumkan masing-masing dari ketiga bets dan disertakan kriteria penerimaan
dari pengujian IPC dan PPC tersebut. Pengujian yang dilakukan pada tahap In
Process Control (IPC) antara lain kandungan kelembaban setelah pengeringan,
kandungan kelembaban setelah pengayakan granul kering, kandungan kelembaban
setelah pencampuran akhir, distribusi ukuran partikel, laju alir, dan keseragaman

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


22

campuran. Sedangkan pengujian yang dilakukan pada tahap Post Process Control
(PPC) antara lain berat rata-rata 20 tablet, keragaman berat, berat 10 tablet, uji
kekerasan, ketebalan, diameter tablet, waktu hancur tablet, keregasan, penampilan
tablet, keseragaman sediaan, dan uji disolusi.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian pada pengambilan sampel validasi proses produk
Amoxicillin 750 mg Disper Tablet
Tahap Parameter Spesifikasi Batch 1 Batch 2
Sesuai limit pada
Final Drying Moisture Content Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Dry Sieving Moisture Content Sesuai Sesuai
protokol validasi
Blend uniformity
Sesuai limit pada
(95,0% - 105,0%) Sesuai Sesuai
protokol validasi
dalam sampel ± 15%
Sesuai limit pada
Moisture content Sesuai Sesuai
Final Mixing protokol validasi
Distribusi ukuran Sesuai limit pada
Sesuai Sesuai
partikel protokol validasi
Sesuai limit pada
Carr’s index Sesuai Sesuai
protokol validasi
Bobot rata-rata dari 20 Sesuai limit pada
Sesuai Sesuai
tablet protokol validasi
Sesuai limit pada
Keragaman bobot Sesuai Sesuai
protokol validasi
Tabletting
Sesuai limit pada
Kekerasan Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Ketebalan Sesuai Sesuai
protokol validasi

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


23

Tahap Parameter Spesifikasi Batch 1 Batch 2


Sesuai limit pada
Panjang Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Lebar Sesuai Sesuai
protokol validasi
Keseragaman Sesuai limit pada
Sesuai Sesuai
kandungan protokol validasi
Sesuai limit pada
Waktu hancur Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Keregasan Sesuai Sesuai
protokol validasi
Moisture content tablet Sesuai limit pada
Sesuai Sesuai
yang telah dihancurkan protokol validasi
Sesuai limit pada
Profil disolusi S1 Sesuai Sesuai
protokol validasi
Tabletting
Sesuai limit pada
Profil disolusi S2 Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Profil disolusi S3 Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Penampilan tablet Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Berat dari 10 tablet Sesuai Sesuai
protokol validasi
Sesuai limit pada
Analisis secara kimia Sesuai Sesuai
protokol validasi
Analisis secara Sesuai limit pada
Sesuai Sesuai
mikrobiologi protokol validasi
Sesuai limit pada
Subdivisi dari tablet Sesuai Sesuai
protokol validasi

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


24

Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa hasil pengujian IPC pada produk
Amoxicillin 750 mg Disper Tablet telah memenuhi persyaratan kriteria penerimaan.
Carr’s index merupakan metode untuk mengetahui kemampuan alir dari serbuk atau
granul berdasarkan kerapatan serbuk. Berdasarkan keterangan kemampuan alir, kedua
bets produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet memiliki kemampuan laju alir baik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa granul dapat mengalir dengan baik dan diharapkan
tidak ada permasalahan dalam proses pencetakan tablet.
Data hasil pengujian Post Process Control (PPC) dapat dilihat pada tabel 4.5.
Berdasarkan hasil pengujian Post Process Control (PPC), dapat diketahui bahwa
produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet memenuhi persyaratan kriteria penerimaan
pengujian Post Process Control (PPC) pada masing-masing parameter. Seperti halnya
pada pengujian IPC, metode dan kriteria penerimaan yang digunakan berdasarkan
metoda analisa dan spesifikasi yang telah dikaji dan disetujui.
Uji variasi berat terdiri dari uji berat rata-rata 20 tablet dan uji keseragaman
berat. Pengujian tersebut dilakukan pada sejumlah 180 tablet yang diambil pada awal,
tengah, dan akhir proses pencetakan tablet. Pada uji keseragaman berat, kedua bets
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Uji kekerasan, ketebalan, dan diameter tablet dilakukan pada sejumlah 150
tablet yang diambil pada awal, tengah, dan akhir proses pencetakan tablet.
Berdasarkan hasil pengujian, kedua bets validasi memenuhi persayaratan yang telah
ditetapkan.
Prinsip uji disolusi produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet dilakukan
sesuai dengan yang tertera pada farmakope, sedangkan proses lebih lanjut
berdasarkan metoda analisa yang telah dikaji dan disetujui di PT. Actavis Indonesia.
Berdasarkan hasil pengujian, kedua bets memenuhi persyaratan uji disolusi yang telah
ditetapkan.
Pengujian Post Process Control (PPC) juga dilakukan pada parameter
penampilan tablet. Pengujian tersebut dilakukan dengan mengamati adanya kerusakan
yang terjadi pada tablet yang telah dicetak. Kerusakan yang diamati yaitu capping,

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


25

black spot, picking, sticking, dan mottling. Berdasarkan hasil pengujian, seluruh
sampel pada masing-masing bets tidak terjadi kerusakan pada tablet.
Pengujian mikrobiologi dilakukan pada kedua bets produk. Pengujian
mikrobiologi yang dilakukan yaitu uji batas mikroba, jamur, dan Escherichia coli.
Berdasarkan hasil pengujian mikrobiologi, uji mikroba pada kedua bets memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
Setiap ruangan yang digunakan dalam proses produksi harus selalu dipantau
dan dikontrol secara berkelanjutan untuk pemenuhan kondisi ruangan yang
dibutuhkan selama proses pembuatan obat. Berdasarkan hasil pemantauan ruangan
yang digunakan pada produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet, kondisi ruangan
pada kedua bets memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Berdasarkan pengkajian terhadap proses pembuatan dan hasil pengujian pada
kedua bets produk Amoxicillin 750 mg Disper Tablet, proses pembuatan produk
tersebut dengan adanya perubahan mesin pengeringan FBD Arthur White menjadi
FBD Yong Sheuan mampu menghasilkan produk jadi yang memenuhi persyaratan
dan kualitas yang ditetapkan.

Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Validasi proses yang dilakukan pada produk Amoxicillin 750 mg
Disper Tablet berjalan dengan baik, dicatat dan dilakukan dokumentasi
dengan baik dalam batch record serta telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.

5.2 Saran
a. Perlu ditingkatkannya kerjasama antara bagian pemastian mutu dengan
produksi agar pelaksanaan validasi berjalan lebih baik.
b. Hasil dari uji-uji dalam IPC dan PPC yang telah dilakukan sebaiknya
langsung dicatat dan dimasukkan ke dalam batch record.
c. Validasi prospektif yang dilakukan sebaiknya dilakukan 3 bets berturut-
turut.

26 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bram Hik, FFar UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai