DISUSUN OLEH:
Dwi Aftianingsih 192211101017
Taffana Windy Hananta 192211101018
Fara Sukma Farkha 192211101019
Dwipa Noor Maulina Ulfa 192211101020
Dindha Pratiwi Setyaningrum 192211101021
Riska Fauriyah 192211101022
Jumahwi 192211101023
Alik Almawadah 192211101024
DISUSUN OLEH:
Dwi Aftianingsih 192211101017
Taffana Windy Hananta 192211101018
Fara Sukma Farkha 192211101019
Dwipa Noor Maulina Ulfa 192211101020
Dindha Pratiwi Setyaningrum 192211101021
Riska Fauriyah 192211101022
Jumahwi 192211101023
Alik Almawadah 192211101024
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini diselesaikan untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) Saintifikasi Jamu di B2P2TOOT Tawangmangu pada tanggal 20-21 November
2019.
iii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “ Laporan Kegiatan Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu” yang diajukan guna melengkapi
tugas Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu.
Dalam penyelesaian laporan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Lestyo Wulandari, S.Si., M.Farm., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jember.
2. Ibu Lidya Ameliana, S.Si., M.Farm., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Jember yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama PKPA.
3. Bapak Nuri, S.Si., M. Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan serta arahan.
4. Bapak/Ibu Dosen Pembimbing Akademik (DPA) yang tidak dapat kami sebutkan
satu-persatu.
5. Orang tua, keluarga, serta rekan kami tercinta yang telah memberikan dorongan,
nasehat, serta do’a sehingga penulis dapat melaksanakan PKPA dengan baik.
Dalam penyusunan laporan kegiatan ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima segala kritik dan
saran demi perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................iii
PRAKATA...........................................................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................viii
RINGKASAN.......................................................................................................................ix
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB 2. PELAKSANAAN........................................................................................................4
2.1 Waktu dan Tempat 4
2.2 Peserta 4
2.3 Susunan Kegiatan 4
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN KUNJUNGAN.................................................................5
3.1 Deskripsi Kegiatan Kunjungan Praktik Kerja Profesi Apoteker 5
3.2 Materi 6
3.2.1 Pengenalan Saintifikasi Jamu disampaikan oleh bapak Fajar 6
3.2.2 Pengenalan Tanaman Obat disampaikan oleh bapak Anshary Maruzy, S.Si
9
3.2.3 Quality Control dalam Saintifikasi Jamu oleh bapak Rohmat Mujahid,
M.Sc., Apt. 11
3.2.4 Compounding and Dispensing Jamu “Praktek di Griya Jamu” oleh bapak
Saryanto, S.Farm., Apt. 13
3.2.5 Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) di Rumah Riset Jamu (RRJ)
Hortus Medicus oleh Tofan Aries, S.Farm., Apt. 16
3.3 Diskusi Hasil Kunjungan 18
3.3.1 Kebun Tanaman Obat B2P2TOOT 18
3.3.2 Rumah Kaca 19
3.3.3 Pasca Panen 21
iv
3.3.4 Laboratorium Terpadu 26
3.3.5 Rumah Riset Jamu Hortus Medicus 28
3.3.6 Etalase Tanaman Obat B2P2TOOT 32
3.3.7 Museum Jamu Hortus Medicus 32
3.3.8 Ruang Herbarium 34
BAB 4. PENUTUP...............................................................................................................36
4.1 Kesimpulan 36
4.2 Saran 36
LAMPIRAN........................................................................................................................37
vi
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
2. 1. Susunan kegiatan............................................................................................................4
3. 1 Distribusi tanaman obat.................................................................................................10
3. 2 Formula jamu tersaintifikasi yang ditemukan oleh B2P2TOOT......................................14
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
viii
iv
RINGKASAN
iv
Tlogodlingo, museum jamu Hortus Medicus, laboratorium pasca panen, etalase tanaman
obat, dan klinik rumah riset jamu Hortus Medicus. Ilmu dan wawasan pengetahuan yang
didapatkan dari beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan selama dua hari di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Tawangmangu ini, yaitu kita sebagai calon apoteker bisa lebih mengenal dan memahami
proses pengadaan jamu yang bermutu dan berkualitas, mulai dari penanaman tanaman
obat, pemanenan, pengolahan, penyimpanan, distribusi, serta kontrol kualitas hingga
melakukan pelayanan klinik saintifikasi jamu di rumah riset jamu Hortus Medicus.
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TOOT) merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang menerapkan program
Saintifikasi Jamu. Saintifikasi Jamu yang dilakukan oleh Balitbangkes di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Tawangmangu, berhasil menemukan 11 ramuan tanaman obat yang terbukti secara ilmiah.
Menurut Peraturan Pemerintah 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusi atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Dengan demikian,
Apoteker merupakan personel yang berperan penting dalam Saintifikasi Jamu. Apoteker
mempunyai peran dari hulu ke hilir sampai kepada penyerahan obat kepada pasien
(B2P2TOOT, 2019a).
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember mengadakan
kunjungan ke B2P2TOOT Tawangmangu, Jawa Tengah. Melalui kunjungan tersebut, yang
dilaksanakan pada tanggal 20-21 November 2019, mahasiswa diharapkan dapat mengenal,
mengerti, dan memahami tanggung jawab dan peran seorang apoteker pada program
Saintifikasi Jamu.
1.2 Tujuan
Tujuan dari PraktikaKerja ProfesiaApoteker (PKPA) di B2P2TOOT adalah sebagai
berikut:
a. Untuk meningkatkanapemahaman calon apoteker mengenai peran dan
tanggungajawab apoteker dalam pelaksanaan saintifikasi jamu.
b. Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian dalam bidang Saintifikasi Jamu.
c. Untuk mengetahui khasiat dari tanaman obat untuk pengobatan serta mengetahui
proses budidaya tanaman obat sampai dengan pelayanan jamu pada pasien.
1.3 Manfaat
Manfaat dari PKPA di B2P2TOOTa adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengetahui peran apoteker dalam setiap proses pengembangan
dan pengolahan tanaman obat.
3
BAB 2. PELAKSANAAN
2.2 Peserta
PKPA Saintifikasi Jamu di B2P2TOOT Tawangmangu diikuti oleh mahasiswa Program
Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember sebanyak 100 orang.
kelompok mahasiswa dipandu oleh petugas B2P2TOOT, kemudian oleh petugas (bapak
Adit) dipandu berkeliling mengunjungi tempat B2P2TOOT. Beberapa tempat yang
dikunjungi antara lain Museum Hortus Medicus, laboratorium pasca panen, KTO Kalisoro,
KTO Tiogodilingo, Etalase tanaman obat dan Klinik Rumah Riset Jamu (RRJ). Bapak Adit
(pemandu) memberikan gambaran tentang sejarah jamu, koleksi jamu dalam bentuk
herbarium maupun awetan, tanaman yang paling banyak ditanaman di B2P2TOOT, alat
yang digunakan untuk pengolahan tanaman obat, alur pengolahan tanamanserta
pelayanaan kesehatan di klinik RRJ. Alur pengolahan tanaman mulai dari
pembibitan,penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Pengolahan
pasca panen melalui beberapa tahap antara lain pengumpulan bahan, sortasi basah,
pencucian, penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan
pemberian tabel hingga penyimpanan. Kegiatan kunjungan dapat dilihat pada lampiran.
3.2 Materi
3.2.1 Pengenalan Saintifikasi Jamu disampaikan oleh bapak Fajar
Jamu merupakan obat tradisional Indonesia, berupa bahan tumbuhan, hewan,
mineral sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-
temurun telah digunakan untuk pengobatan. Banyak tanaman di Indonesia yang berkhasiat
sebagai jamu (9.000-15.000 spesies). Jamu harus benar-benar aman dan memiliki khasiat
(komprehensif) serta memiliki beberapa sifat yaitu:
a. Memiliki efek samping realatif kecil jika digunakan secara tepat
b. Memiliki efek relatif lambat tetapi jelas manfaatnya
c. Bersifat holistik atau memiliki kombinasi efek dalam satu ramuan
d. Lebih sesuai untuk penyakit metabolik dan degeneratif(Fajar, 2019b).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan N0.03/MENKES/PER/2010, Saintifikasi Jamu
merupakan pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan yang
bertujuan untuk memberikan landasan ilmiah (Evidenced Based) penggunaan jamu secara
empirik melalui penelitian berbasis pelayanan yang dilakukan di sarana pelayanan
kesehatan. Menurut (Fajar, 2019b)tujuan dari saintifikasi jamu yaitu:
1. Merupakan program Kemenkes untuk meningkatkan penggunaan jamu di kalangan
medis
2. Membangun jejaring di kalangan dokter untuk mengenal, mempelajari aspek
terapi, melakukan penelitian dan melakukan terapi dengan jamu
7
3. Membuat evidence based jamu dan tanaman obat indonesia agar diterima oleh
kalangan medis
4. Menyediakan obat tradisional yang aman, berkhasiat dan bermutu
5. Meningkatkan pengetahuan terhadap tanaman obat dan obat tradisional
Sejarah singkat saintifikasi jamu yaitu dimulai pada awal 2007 karena adanya
permintaan masyarakat akan obat herbal tanpa ada kendali, sehingga dibuatlah obat herbal
pada tahun 2007 dan perkembangan permintaan pasien semakin meningkat tiap tahunnya.
Pada 2009 dibentuklah panitia jamu badan litbang yang kemudian pada tahun 2010
ditetapkan Permenkes No. 003 tentang Saintifikasi Jamu, untuk menerapkan saintifikasi
jamu dibutuhkan landasan ilmiah (Evidenced Based) sehingga dilakukan diklat/pelatihan
pada dokter, apoteker saintifikasi jamu dan komisi nasional jamu pada tahun 2011 guna
meningkatkan landasan ilmiah jamu sebagai pengobatan. Tahun 2012 dibentuk Rumah
Riset Jamu (RRJ), Ristoja, etno medicine untuk penelitian pra dan klinik jamu serta
pengembangan formula(Fajar, 2019b). Jalur pengembangan tanaman obat yaitu:
1. Tanaman obat sudah dalam bentuk zat aktif kemudian dikembangkan menjadi obat
modern sebagai pelayanan kesehatan modern
8
2. Tanaman obat sudah dalam bentuk jamu tersaintifikasi yang diberikan oleh dokter
sebagai pelayanan kesehatan
3. Tanaman obat dalam bentuk jamu yang diberikan oleh non tenaga kesehatan
sebagai pelayanan tradisonal
Proses pengembangan tumbuhan obat menjadi jamu tersaintifikasi dibedakan menjadi
2 jalur yaitu formula turun-temurun (empiris) dan formula baru. Adapun langkah
pengembangan tumbuhan obat menjadi jamu tersaintifikasi pada formula baru yang belum
pernah digunakan secara empiris yaitu: Formula baruUji pre klinik Uji klinis fase I Uji
klinis fase II Uji klinik fase III dan IV. Sedangkan untuk formula turun-temurun tidak perlu
dilakukan uji pre klinik dan uji klinis fase I kerena dari nenek moyang telah terbukti
keamanan dan khasiatnya, adapun langkahnya yaitu: Formula turun-temurun
Etnomedicine studyObservasi klinik batra Uji klinis fase II Uji klinik fase III dan
IV. Seluruh produk jamu tersaintifikasi dilakukan pengawasan oleh Badan POM(Fajar,
2019b).
B2P2TOOT Tawangmanggu memiliki Rumah Riset Jamu (RRJ)Hortus Medicus yang
merupakan tempat untuk kegiatan penelitian, pelayanan, pelatihan dan wisata alam.
Fasilitas yang diberikan oleh RRJ Hortus Medicus yaitu klinik saintifikasi jamu tipe A, griya
jamu, laboratorium klinik, USG, EKG, stone theraphy dan kebun sayur organik. RRJ memiliki
dual fungsi yaitu penelitian dan pelayanan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan jamu tersaintifik yang aman dan berkhasiat sehingga dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai pengobatan. Penelitian jamu dibedakan menjadi: uji kinik fase I
dan pre post, uji klinik multitester dan uji perbandingan 2 bentuk sediaan. Parameter
penilitian klinik jamu yaitu:
- Safety: Darah, fungsi hati, fungsi ginjal dan serious adverse event (SAE)
- Efficacy: Sesuai yang diteliti (kuantitatif fan kualitatif)
- Patient Report Outcome: Penilaian Quality of Life (QoL)
Pelayanan klinik di RRJ memiliki ruang lingkup antara lain pendaftaran dan rekam medis
(registrasi pasien), pemeriksaan dokter (keluhan dan pemeriksaan fisik), pemeriksaan
penunjang (kimia darah, USG, EKG), diagnosis, terapi jamu dan konsultasi gizi. Penulisan
resep dokter terdapat 2 pilihan yaitu penulisan lengkap dan koding. Penulisan resep dapat
menggunakan tulisan nama ilmiah tanaman, nama indonesia dan kode yang telah
disepakati(Fajar, 2019).
9
3.2.2 Pengenalan Tanaman Obat disampaikan oleh bapak Anshary Maruzy, S.Si
Sejarah penggunaan tanaman obat, tidak ada bukti yang menunjukkan kapan
pertama kali tanaman dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat. Penemuan tanaman
sebagai obat, barangkali ditemukan secara tidak sengaja ketika mereka mencari sumber
makanan baru atau pengamatan terhadap perilaku hewan. Bukti terlama penemuan
tanaman obatyaitu di kuburan orang Neanderthal yang berusia 60.000 tahun, terdapat
yang memiliki khasiat sebagai obat. Catatan terlama terkait penggunaan tanaman obat
berusia 4.000 tahun, terdapat pada koin liat bangsa sumerian yang berisi beberapa
tanaman obat. Pada 460-377 SM Hippocrates telah mencatat 300-400 tanaman yang
bermanfaat sebagai pengobatan(Maruzy, 2019).
Tanaman obat merupakan semua tanaman tinggi yang telah diduga memiliki khasiat
obat, yaitu memiliki efek/pengaruh yang berhubungan dengan kesehatan, atau yang telah
terbukti berguna sebagai obat berdasarkan standarisasi Barat, atau yang mengandung
unsur yang digunakan sebagai obat (Fransworth, 1991). Dasar pemanfaatan suatu tanaman
sebagai bahan obat berdasarkan tanda-tanda yang membedakan dan berhubungna dengan
anatomi tubuh manusia, misal:
a. Jus “bit merah” untuk mengatasi gangguan peredaraan darah
b. Bentuk hati dari lumut hati digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi hati.
Pengenalan tanaman obat bertujuan untuk menghindari pemalsuan, cara yang dapat
dilakukan untuk mengenali tanaman yaitu berdasarkan:Organoleptis(bau, rasa, bentuk),
kaca pembesar dan mikroskopis. Sedangkan cara mengenali simplisia yaitu berdasarkan ciri
morfologi (bentuk yang spesifik), warna penciri dan aroma. Habistus tanaman obat
merupakan ciri-ciri/perawakan/bentuk suatu tumbuhan seperti pohon: berkayu, tinggi
mencapai 5m atau lebih; perdu: berkayu, tinggi antara 2-5m; semak: berkayu, bercabang
banyak, menahun, tinggi 1-2m; liana: menjalar, merambat atau memanjat; herba/terna:
batang lunak, menahun atau semusim. Bagian tanaman obat yang dapat digunakan yaitu
10
Akar, rimpang (jahe, kunyit, kencur), umbi (bawang merah), kayu (secang), batang
(brotowali), kulit batang (kina, kayu manis), daun (sirih), bunga (mawar), puncuk berbunga
(kumis kucing), getah (menyan, opium), herba (meniran), buah (ciplukan), kulit buah
(manggis), biji (adas) dan eksudat/cairan yang keluar secara spontan dari sel (Maruzy,
2019). Distribusi penggunaan tanaman obat berdasarkan famili:
Tabel 3. 1 Distribusi tanaman obat
3.2.3 Quality Control dalam Saintifikasi Jamu oleh bapak Rohmat Mujahid, M.Sc., Apt.
Saintifikasi jamu adalah penelitian dan pengembangan obat tradisional berbasis
pelayanan kesehatan. Tujuannya untuk menjelaskan adanya landasan ilmiah dalam
penggunaannya secara empiris di berbagai sarana pelayanan kesehatan (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Keamanan dan khasiat dari jamu berdasarkan
penelitiannya memiliki tahapan yang berbeda dibandingkan dengan pengembangan obat
baru (Mujahid, 2019b). Tahapan penelitian jamu yang digunakan sebagai ramuan turun
temurun secara langsung dilakukan pengujian secara klinik pada fase dua, sedangkan untuk
ramuan baru melalui tahapan pengujian pre-klinis hingga klinis fase tiga (Siswanto, 2012).
biologis, perolehan bahan baku sangat bervariasi, dan metode pengolahan pasca panen. QC
yang dilakukan di B2P2TOOT berdasarkan keamanannya yaitu susut pengeringan, cemaran
mikroba, dan kadar abu (abu total dan abu tidak larut asam). Sedangkan QC berdasarkan
khasiat jamu diantaranya kadar sari (sari larut air dan sari larut etanol), kadar zat
aktif/senyawa marker, dan pola kromatografi.
Air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, sehingga diperlukan uji
kadar air. Penelitian uji kadar air yang dilakukan di B2P2TOOT menggunakan metode
destilasi dengan pelarut toluena/heksana selama 8 sampai 24 jam. Metode destilasi ini
dipilih dalam penelitian ini dikarenakan memiliki ketelitian yang tinggi karena minyak atsiri
tidak larut dalam air. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia tahun 2008, hasil uji kadar
air tidak boleh lebih dari 10% (syarat air < 10%). Sedangkan untuk pemeriksaan susut
pengeringan yang digunakan di B2P2TOOT menggunakan alat moisture analyzer (Mujahid,
2019b).
Pemeriksaan mikrobiologis lainnya yang dilakukan di B2P2TOOT yaitu pengujian
cemaran mikroba. Pemeriksaan cemaran mikroba ditinjau dari nilai Angka Jamur (AJ)
sebesar 1x104 (untuk sediaan rajangan dan sediaan jadi), sedangkan dari nilai Angka
Lempeng Total (ALT) sebesar 1x107 untuk sediaan rajangan dan 1x106 untuk sediaan jadi.
Untuk pengujian mikroba patogen memiliki syarat harus negatif dan aflatoksin maksimal
300 ppm, dimana kedua pengujian ini di B2P2TOOT tidak dilakukan. Kadar abu merupakan
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa pengotor yang terkandung
seperti kandungan mineral yang terkait dengan cemaran logam berat. Untuk mengontrol
derajat kebersihan penanganan simplisia dari tumbuhan obat, maka di B2P2TOOT
menggunakan pengujian kadar abu secara sampling (Mujahid, 2019).
Senyawa aktif merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
farmakologi, sedangkan senyawa alami yang terdapat dalam tumbuhan dengan atau tanpa
memiliki aktivitas farmakologi disebut dengan senyawa penanda/marker. Berdasarkan
Farmakope Herbal Indonesia tahun 2008, senyawa penanda dapat ditentukan dengan
metode digesti dan refluks. Metode tersebut memiliki kelemahan dalam efisiensi waktu dan
biaya, sehingga dipilih metode sonikasi dalam penentuan senyawa penanda karena metode
tersebut sederhana, tidak membutuhkan waktu yang lama, efisien, dan tidak mahal. Selain
itu juga dapat menguji banyak sampel dalam sekali perlakuan (Mujahid, 2019).
13
3.2.4 Compounding and Dispensing Jamu “Praktek di Griya Jamu” oleh bapak Saryanto,
S.Farm., Apt.
Salah satu peran apoteker dalam pelayanan menggunakan tanaman obat di
B2P2TOOT yaitu compounding and dispensing dalam peracikan jamu. Peracikan dalam
pembuatan jamu berupa campuran 2 (dua) atau lebih simplisia yang selanjutnya digunakan
sebagai sediaan rebusan atau kapsul. Pelayanan untuk resep dokter yang terdapat di
Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus berupa hasil diagnosa pasien dan anamnesia.
Saryanto (2019) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh
apoteker dalam melakukan proses Compounding and Dispensing jamu antara lain:
a. Mempelajari, mengenal, dan mengetahui tanaman obat
b. Mengetahui kandungan zat aktif dan khasiatnya
c. Mengetahui cara pemilihan bahan/ramuan
d. Mengetahui cara penggunaannya
e. Menelaah informasi dari buku vademekum saintifikasi jamu
f. Memberikan jamu sesuai dengan diagnosa penyakit
g. Menginterpretasikan resep herbal dari dokter, dan
h. Mampu melayani permintaan peresepan dokter tentang jamu.
Langkah dalam melakukan proses Compounding and Dispensing jamu diantaranya
adalah menerima dan memvalidasi resep, membaca dan mengkaji resep dari dokter SJ,
mampu menerjemahkan resep mengenai bahan baku jamu yang digunakan, menapis profil
pengobatan pasien, menyiapkan dan meracik jamu, melakukan monitoring evaluasi hasil
peracikan, dan menyerahkan jamu kepada pasien disertasi dengan KIE (Saryanto, 2019).
Resep yang ditulis dan sering digunakan oleh dokter SJ berupa singkatan-singkatan,
misalnya HT (jamu untuk hipertensi), AAI (jamu untuk analgetik, antiinflamasi, dan
imunomodulator), MR (jamu untuk muscle relaxan), MA (jamu untuk masuk angin), dll.
Contoh resep AAI (mengandung temulawak, kunyit, dan meniran), resep A. HT yang
mengandung seledri dan kumis kucing. Temulawak memiliki daya analgesik setara dengan
piroksikam 15 mg, sedangkan kunyit sebagai antiinflamasi setara dengan asam mefenamat.
Contoh pada kasus yang memerlukan terapi AAI adalah penyakit hiperurisemia. Proses
penyiapan ramuan jamu meliputi (Saryanto, 2019):
a. Analisa resep dokter
Wadah untuk meramu bahan terbuat dari kertas yang bertujuan untuk mempercepat
proses peramuan. Penimbangan bahan dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian (TTK)
yang terlatih dan kemudian dikemas. Pelatihan penimbangan kepada TTK biasanya
dilakukan 2 kali dalam setahun. Jumlah yang diberikan kepada pasien biasanya untuk
kelipatan satu minggu (7 kemasan), dua minggu (14 kemasan), tiga minggu (21 kemasan)
dan satu bulan (28 kemasan). Pemberian maksimal satu bulan bertujuan untuk menghindari
kerusakan pada sediaan jamu. Menurut Saryanto (2019) cara pemakaian atau pembuatan
jamu herbal diantaranya air sebanyak 5 gelas didihkan, kemudian dimasukkan dalam 1
kemasan dan ditunggu selama 15 menit hingga tersisa 3 gelas sambil sesekali diaduk
dengan menggunakan api kecil. Jamu tersebut didiamkan hingga hangat atau dingin dan
ditutup rapat. Kemudian disaring untuk siap diminum (jangan melebihi dari 12 jam). Di
B2P2TOOT Tawangmangu telah berhasil menemukan 11 ramuan jamu yang sudah
tersaintifikasi. Ramuan atau formula jamu tersaintifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.1.
3.2.5 Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus
oleh Tofan Aries, S.Farm., Apt.
Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian informasi
oleh apoteker kepada pasien atau keluarga pasien secara sistematis untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai penggunaan jamu yang benar. Komunikasi
merupakan interaksi antara komunikator dan penerima melalui suatu proses sehinga terjadi
pemindahan pesan secara sempurna. Sedangkan informasi dilakukan pada setiap data atau
pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasikan secara farmakologi,
toksikologi dan sesuai dengan terapi dari jamu. Sementara itu, edukasi dari penggunaan
jamu dilakukan dengan memberikan instruksi dan pengembangan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman terhadap jamu sehingga mendorong perubahan perilaku.
Tujuannya untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan jamu. Konseling
merupakan salah satu proses dari KIE yang bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada pasien dalam mengeksplorasi diri yang dapat mengarah pada meningkatnya
kesadaran pasien (Aries, 2019).
KIE sangat penting diberikan dikarenakan pada pasien lansia dengan penyakit
degeneratif memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu juga, pasien
mendapatkan obat dengan bentuk sediaan rebusan. Cara perebusan simplisia, suhu
rebusan, dan alat yang digunakan harus disampaikan dengan jelas kepada pasien yang
menerima jamu rebusan. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian alat yang digunakan
oleh pasien dengan anjuran yang semestinya (peralatan dari gerabah, panci stainless steel,
terbuat dari besi, dan tidak berbahan aluminium). DI RRJ Hortus Medicus B2P2TOOT belum
17
tersedia ruangan khusus untuk konseling pasien. Pasien RRJ Hortus Medicus yang
membutuhkan konseling hanya untuk pasien kronis dengan pengobatan jangka panjang,
mendapatkan jamu dalam bentuk sediaan dengan cara pemakaian dan penyimpanan
khusus. Selain itu juga diperlukan adanya monitoring efek samping jamu (MESJA) pada
pasien kontrol.
Adapun KIE yang harus diberikan pada pasien terkait dengan penggunaan jamu
antara lain (Aries, 2019):
a. Cara pembuatan atau pemakaian jamu: langkah perebusan sudah tertera jelas
dalam setiap kemasan agar mempermudah pasien. Untuk minyak atsiri yang
diambil sebaiknya panci ditutup. Ramuan ditunggu hingga hangat atau dingin
kemudian disaring untuk diminum sesuai aturan pakai. Jamu yang sudah dingin jika
ingin minum lagi dalam kondisi hangat bisa dihangatkan kembali namun tidak
sampai mendidih.
b. Penyimpanan: Waktu kadaluarsa setelah diberikan pada pasien adalah 1,5 bulan.
Sediaan yang sudah tidak renyah lagi sebaiknya tidak digunakan karena ditakutkan
berjamur. Sediaan tertutup, terhindar dari cahaya, tidak menempel dengan lantai
dan tembok.
c. Komposisi dari jamu yang diberikan.
d. Khasiat masing-masing jamu yang diberikan.
e. Efek samping penggunaan jamu.
f. Menghindari interaksi antara jamu dengan obat-obatan lainnya.
Menurut Aries (2019), Kemampuan kompetensi harus dimiliki oleh seorang apoteker
dalam melakukan KIE di Rumah Riset Jamu Hortus Medicus diantaranya sebagai berikut:
1. Keterampilan klinis untuk menyelesaikan masalah terapi jamu untuk pasien.
2. Pengetahuan tentang pasien (informasi pribadi, sosial, dan fisiologis).
3. Pengetahuan tentang penyakit (karakteristik penyakit, tujuan pengobatan atau
terapi).
4. Pengetahuan ilmu dasar (berkaitan dengan sifat biologi manusia).
5. Farmakologi dan farmakoterapi.
6. Asuhan Kefarmasian meliputi penerapan pengetahuan dalam membantu pasien.
18
3.3.3 PascafPanen
Laboratoriumkpascakpanen merupakan tempat dilakukanya kegiatan penanganan
hasil panen tanamanhobat mulai dari pengumpulan bahanhbaku, penyortiran hingga
penyimpanan simplisia. Laboratorium pascakpanen terdiri dari 4 lantai dimana tiap lantai
memiliki fungsinya masing-masing. Lantai 1 merupakan ruang penimbangan, sortasi basah,
pencucian, penirisan dan perajangan/pengubahan bentukksimplisia. Lantai 2 merupakan
ruangkformulasi dan transit simplisia. Lantai 3 merupakan ruang oven, ruang sortasikkering,
22
penimbangan, pengemasan dan gudang induk. Lantai 4 merupakan area dengan sinar
matahari langsung untuk pengeringan. Kegiatan budidaya dan pascakpanen bertujuan
untuk mempertahankan bahankbaku supaya tetap memenuhi standar sesuai yang
diinginkan. Jika akan memasuki laboratorium pascaSpanen harus memakai pakaian dan alas
kaki khusus ditempat tersebut.
Gambar 3. 9 Pakaian dan alas kaki khusus (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019)
Gambar 3. 10 Ruang pengumpulan bahan baku dan transit room (Sumber: Dokumentasi
pribadi, 2019)
b. Sortasi Basah
Sortasikbasah memiliki tujuan untuk menjaga kemurnian serta
mengurangikkontaminasi bahanjbaku awal dengan memisahkan kotoran atau bahankasing
(berupahtanah, kerikil, rumput gulma, tanamanglain yang mirip, bahan yang telah busuk
atau rusak) serta dari hal lain yang berasal dari bahan simplisia yang tidak diinginkan.
Kegiatan ini dilakukan secara manual. Simplisia yang telah dipastikan bersih dari
kotorankdan bahandasing akan ditimbang kembali untuk mengetahui berat bersihnya
untuk kemudian dapat dilanjutkan ke tahapkpencucian.
harus dilakukan terutama pada simplisia yang berada didalam tanah atau dekat dengan
permukaan tanah, misalnya rimpang, umbi, akar dan batang. Setelah dilakukan pencucian
sampai bersih dapat dilanjutkan ke proses penirisan.
d. Penirisan
Penirisankdilakukan sesegera mungkinksehabis pencucian. Bahan yang telah dicuci
bersih ditiriskankpada rak-rak yang telah diatur sedemikian rupa untuk
mencegahkpembusukan atau bertambahnya kandungankair. Selama penirisan bahanjbaku
dibolak-balik agar mempercepat penguapan serta dilakukan pada tempat teduh dengan
alirankudara yang cukup agar terhindar dari fermentasikdan pembusukan. Setelah air di
permukaan simplisiajtelah hilang maka simplisia telah siap untuk dilakukan proses
selanjutnya yaitu pengubahan bentuk atau biasa disebut dengan perajangan.
e. Perajangan
Proses perajangankbertujuan untuk memudahkan kegiatan
pengeringan,pengemasan, penggilingan dan penyimpanan serta pengolahan selanjutnya.
Perajangankdimaksudkan untuk memperkecilkukuran dan memenuhi standar kualitas
(terutama keseragamanjbobot). Hasil perajangan tidak boleh terlalu tebal dan tidak
25
f. Pengeringan
Proseshpengeringan yang dilakukan di B2P2TOOTjterdiri dari 2 cara pengeringan,
yakni secara alamigdan buatan. Pengeringan secara manual denganhdiangin-anginkan tidak
secara langsung terkena sinargmatahari, ruangan pengertingan terletak di lantai 4.
Sedangkan pengeringan buatanhmenggunakan oven. Jika pada kondisi tertentu
sepertihcuaca yang tidak mendukung maka pengeringan secara manualhhanya digunakan
untuk pengeringanhyang diangin-anginkan.
kualitas dan mutu simplisia yang dihasilkan. Kadar airhyang diinginkan adalah kurang dari
10%.
b. Laboratorium Fitokimia
Laboratoriumgfitokimia merupakan laboratorium yang melakukan kegiatan antara
lain, uji kontrolhkualitas (quality control/QC) bahan jamu, skrinninghfitokimia tanaman
obat, kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak ramuanhjamu, dan kromatografi lapis tipis (KLT)
minyak atsiri.
c. Laboratorium Farmakognosi
LaboratoriumgFarmakognosi merupakan laboratorium untuk kegiatan standarisasi
simplisia denganhparameter tertentu agar dapat digunakan sebagai obat. serta melakukan
analisa kuantitatif dan kualitatif.
d. Laboratorium Instrumen
Laboratoriumjinstrumen merupakan laboratorium yang melakukan kegiatan
diantaranya, pemeriksaan kandungan senyawa penanda atau aktif (kontrol kualitas dan
kandunganhkimia simplisia),selain itu Quality Control (QC) bahan jamu, pemeriksaan
sampel.
e. Laboratorium Formulasi
Laboratoriumjformulasi merupakan laboratorium yang melakukan penelitianhdan
pengembangan bentuk sediaan obat tradisional. Kegiatankegiatan yang dilakukan yaitu
pengembangan formula produk obathtradisional seperti produk perawatan tubuh (sabun
dan hand body lotion), minuman kesehatan, creamhanalgesik, dan pengembangan formula
food supplement
herbal, dan lain lain.
f. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman
Laboratoriumgkultur jaringan merupakan laboratorium yang melakukan kegiatan
antara lain, memperbanyak tanaman obat dan produksi metabolit sekunder. Contoh
tanaman obat yang telah dilakukankultur jaringan antara lainhPurwoceng
(Pimpinellajalpina Molk), Sembungj(Blumea balsamifera (L). DC), Kumishkucing
(Orthosiphonhstamineus Benth), dan Saranghsemut (Myrmecodia tuberose Jack).
g. Laboratorium Biologi Molekuler
28
h. Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologihmerupakan laboratorium yang melakukan kegiatan
antara lain uji kontrol kualitas bahan jamu, uji aktivitashantimikroba bahan jamu,
ujihaktivitas antibakteri, peremajaanhisolate.
dapat dilihat pada Gambar 3.2.. RRJ “Hortus Medicus” telah menerapkan Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
2. Laboratorium Klinik
Fasilitas pendukung lainnya dari RRJ adalah layanan laboratorium klinik.
Sebagai bentuk jaminan sistem manajemen mutu terhadap validnya data yang
dihasilkan dari kegiatan pemeriksaan pada laboratorium klinik ini, telah diterima
sertifikat ISO 9001:2008. Laboratorim klinik ini mampu melayani sekitar 12-19 pasien
setiap harinya. Data laboratorium pasien selanjutnya akan diperiksa oleh dokter
sebagai penunjang diagnosa untuk pasien.
3. Griya Jamu
30
Bagian akhir dari keseluruhan pelayanan klinik adalah griya jamu. Griya jamu
merupakan bagian penyedia jamu untuk pasien yang akan dibawa pulang, baik dalam
bentuk kapsul ataupun rebusan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan di griya jamu
antara lain intepretasi resep dokter, peracikan jamu, penyerahan jamu (KIE). Resep
yang diberikan dokter kepada pasien untuk ditebus di griya jamu berisikan diagnosa
dokter atas penyakit pasien. Tugas apoteker dalam griya jamu tersebut adalah
mengintepretasikan hasil diagnosa dokter dengan ramuan jamu yang cocok diberikan
sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Selain itu, tugas apoteker dalam griya
jamu tersebut adalah melakukan penyerahan dan memberikan KIE kepada pasien
mengenai jamu yang diterima. Proses penyiapan jamu dilakukan oleh asisten
apoteker. Jamu yang digunakan dapat berupa racikan simplisia, serbuk, maupun
ekstrak tanaman obat yang dijamin keamanan, mutu, dan khasiatnya melalui uji
praklinik dan riset klinik. Selain pasien, griya jamu juga melayani permintaan dari
dokter jejaring Saintifikasi Jamu.
b. Alur Pelayanan Pasien di Rumah Riset Jamu “Hortus Medicus”
Pada umumnya, alur pelayanan klinik santifikasi jamu di B2P2TOOT sama dengan alur
pelayanan pada rumah sakit atau klinik. Hal yang membedakan ialah ketika melakukan
pendaftaran, adanya persetujuan tindakan (informed consent) dan request consent dari
pasien sebelum pasien mendapatkan jamu/tindakan. Persetujuan tersebut berisikan data
tentang pasien meliputi identitas, alamat, dan nomor telepon yang terdata oleh sistem
untuk memudahkan saat monitoring efek samping jamu, pengobatan terhadap keluhan
penyakit apapun murni menggunakan ramuan jamu yang sudah teruji dan tidak
menggunakan obat konvensional apapun. Pasien akan mendapatkan penjelasan secara
lisan maupun tertulis dari petugas.
Dokter saintifikasi jamu melakukan peresepan jamu sesuai diagnosis dan hasil
pemeriksaan yang diperoleh, kemudian apoteker saintifikasi jamu dibantu dengan tenaga
D3 Farmasi melakukan skrining resep dokter yang berisikan diagnosa pasien, peracikan
resep jamu dari dokter penulis resep dan pemeriksaan resep kembali sebelum jamu
diserahkan kepada pasien dan diberikan KIE jamu yang diperoleh.
Pelayanan pendaftaran pasien di Rumah Riset Jamu Hortus Medicus dapat dilakukan
pada hari Senin-Jumat pada pukul 07.30-11.30 WIB sedangkan pelayanan di griya jamu
pada hari Senin-Jumat pada pukul 09.00-16.00 WIB. Pasien rumah riset jamu dikenai tarif
pelayanan pendaftaran sebesar Rp 3.000,- dan tarif penggantian jamu sebesar Rp
31
20.000,-/konsumsi per minggu Berdasarkan jenis pasien, Rumah Riset Jamu Hortus Medicus
membedakan alur pelayanan pasien menjadi dua yaitu:
1. Pasien baru
a. Pasien berdasarkan nomor antrean mengisi formulir pendaftaran dan
mengumpulkan kartu identitas pasien pada loket pendaftaran.
b. Pasien dibuatkan kartu identitas dan rekam medik yang didasarkan pada tahun,
bulan, tanggal dan nomor rekam sesuai urutan pasien pada hari tersebut.
c. Pasien menandatangani informed consent dan request consent yang dijelaskan
oleh petugas sebelumnya. Formulir tersebut merupakan bentuk persetujuan
pasien dalam menjalani pengobatan herbal sesuai keinginan sendiri dan tanpa
paksaan siapapun dimana data pasien digunakan dalam penelitian. Formulir
tersebut diperoleh dan dijelaskan oleh petugas pendaftaran.
d. Pasien membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 3.000,-
kemudian pasien menerima kartu pasien, bukti pembayaran serta nomor
antrean. Berkas rekam medik pasien dimasukkan dalam stofmap antrean sesuai
dengan nomor urut yang diperoleh.
e. Petugas akan memberitahukan pasien untuk menunggu panggilan pemeriksaan
dokter dengan mesin antrean di ruang tunggu.
f. Pasien dilakukan pemeriksaan oleh dokter dengan disertai hasil laboratorium
pendukung seperti elektrokardiogram, USG, darah lengkap, fungsi hati, dan
fungsi ginjal apabila diperlukan.
g. Dokter saintifikasi jamu menuliskan resep berdasarkan hasil diagnosis pasien
yang diperoleh. Resep berisi nama penyakit hasil diagnosis, bentuk sediaan dan
jumlah paket jamu digunakan.
h. Pasien menyerahkan resep ke griya jamu untuk dilakukan peracikan oleh
apoteker saintifikasi jamu yang dibantu oleh asisten apoteker/ tenaga D3
Farmasi. Resep yang diterima dilakukan skrining untuk menentukan jenis
simplisia yang digunakan untuk terapi pasien. Peracikan resep dilakukan
dengan penimbangan dan pencampuran simplisia kemudian dimasukkan dalam
satu kantong kemasan untuk satu hari pemakaian. Apabila resep yang
diperoleh kapsul maka diambil berdasarkan diagnosa, aturan pakai dan lama
terapi. Data resep dan simplisia yang diberikan dilakukan input dalam sistem
32
sarana, fasilitas, dan artefak jamu untuk pengkoleksian, pelestarian, risetm komunikasi, dan
diseminasi benda nyata dalam rangka saintifikasi jamu, serta untuk membudayakan jamu
sebagai salah satu upaya kesehatan tradisional khas Indonesia. Selain itu, Museum Jamu
“Hortus Medicus” juga dapat digunakan sebagai bahan studi oleh kalangan akademisi,
dokumentasi kekhasan oleh masyarakat tertentu, maupun dokumentasi atau pemikiran
imajinatif untuk masa depan. Museum ini dikelola sebagai pusat permuseuman jamu
Kementerian Kesehatan. Berikut beberapa ruangan yang ada di Museum Jamu “Hortus
Medicus”.
a. Ruang Utama
Ruangan ini terdapat gambaran alur saintifikasi jamu, atlas tumbuhan obat yang
ada di Indonesia, peralatan membuat jamu tradisional (penumbuk tanaman obat
dari kayu, batu, logam), dan gambar pembuatan jamu.
b. Ruang Bahan Baku
Ruangan ini terdapat koleksi simplisia dan material bahan baku obat tradisonal.
Bahan baku obat yang dipajang adalah bahan baku obat seperti kayu, biji, kulit
buah, dan beberapa bahan baku hasil olahan tanaman obat.
c. Ruang Seni dan Alat
Ruangan ini terdapat koleksi alat pengobatan tradisional serta hasil budaya adat
istiadat nusantara selain jamu atau pengobatan, misal terdapat kain batik dari
berbagai daerah, kain tenun dari Sumba, ataupun kesenian lainnya yang memang
diberikan kepada B2P2TOOT sebagai koleksi.
d. Ruang Produk Jamu
Ruangan ini menunjukkan koleksi hasil produk jamu yang berasal dari berbagai
belahan daerah di Indonesia, selain itu juga ada hasil dari minyak esensial dari
suatu tanaman obat, serta terdapat koleksi ASEAN herbal medicine (produk obat
tradisional dari negara anggota ASEAN). Selain itu, di ruangan ini juga terdapat
gambar resep-resep jamu dengan bahasa dan penulisan jaman kuno.
e. Ruang Naskah
Ruangan ini merupakan ruang terkumpulnya koleksi dokumentasi naskah kuno
dalam beragam bahasa dan peradaban jaman (Hindia-Belanda, Hindu-Budha,
Sanskerta, Arab, dll) yang berhubungan dengan jamu. Para peneliti menelusuri
dan mempelajari mengenai naskah kuno tersebut secara empiris guna
mewujudkan terciptanya ramuan jamu yang tersaintifikasi. Dalam
34
larutan pengawet untuk menjaga stabilitas dan keawetan herbarium. Toples kaca
harus tertutup rapat dengan dilekatkan selotip antara tutup dan botol toples
untuk meminimalkan penguapan cairan pengawet.
Seluruh herbarium yang telah diawetkan harus diberi identitas meliputi nama
tanaman obat, nama species, tanggal pengambilan tanaman, letak dan lokasi pengambilan
tanaman (daerah, ketinggian, letak garis bujur dan lintang), khasiat, etnis atau suku yang
berada lokasi pengambilan tanaman. Kontrol kualitas herbarium harus dilakukan secara
berkala setiap 6-12 bulan sekali untuk mencegah kerusakan herbarium dan harus
dibersihkan setiap hari. Herbarium dinyatakan rusak atau sudah tidak layak dan harus
diganti jika memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Herbarium telah mengalami perubahan warna dan bentuk
b. Terkontaminasi jamur dan kapang
c. Terdapat kebocoran kemasan herbarium (toples kaca) yang mengakibatkan
bagian tanaman yang diawetkan dengan metode basah tidak terendam
sempurna dengan cairan pengawet
Pelarut yang digunakan dalam herbarium basah telah berubah warna menjadi
gelap, atau herbarium yang ada di dalam toples sudah tidak dapat terlihat dengan jelas
secara visual.
36
36
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Tawangmangu, Jawa Tengah pada tanggal 20-21 November 2019, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
a. Peran dan tanggung jawab apoteker Saintifikasi Jamu mulai dari hulu ke hilir yaitu
meliputi dari proses pengadaan jamu berkualitas (melakukan pengawasan mulai
dari penanaman hingga pemanenan, pengolahan, penyimpanan, distribusi, serta
kontrol kualitas) hingga melakukan pelayanan klinik Saintifikasi Jamu.
b. Pekerjaan kefarmasian dalam bidang Saintifikasi Jamu mulai dari pengadaan jamu
yang bermutu dan berkualitas hingga pelayanan klinik Saintifikasi Jamu kepada
pasien.
c. Pelaksanaan Saintifikasi Jamu di B2P2TOOT ini dapat lebih memahami berbagai
khasiat tanaman obat dan proses budidaya tanaman obat, pemanenan, pengolahan
pasca panen, hingga kontrol kualitas bahan baku jamu yang dihasilkan.
d. Kegiatan praktik pelayanan klinik saintifikasi jamu di RRJ Hortus Medicus, mulai dari
proses pelayanan pasien oleh dokter, peracikan jamu pasien sesuai resep, dan
penyerahan jamu oleh apoteker kepada pasien disertai dengan pemberian KIE
kepada pasien.
4.2 Saran
Dari hasil kegiatan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu, Jawa
Tengah ini, hendaknya diberikan praktik secara langsung mengenai compounding and
dispensing beserta KIE jamu kepada pasien yang bersangkutan.
37
LAMPIRAN
Laboratorium terpadu
DAFTAR PUSTAKA