DISUSUN OLEH:
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS KHUSUS PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
PASIEN CKD, HIPERKALEMIA DAN HIPERTENSI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
Disetujui Oleh :
Pembimbing Lapangan
KATA
PENGANTAR
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah
SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
Pemantau Terapi Obat ini tepat pada waktunya. Penulisan tugas
Pemantauan Terapi Obat ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pada saat
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RS TNI AL Dr.
Mintohardjo periode 04 Desember 2018 – 31 Januari 2019.
Praktek Kerja Profesi Apoteker ini merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
HAMKA (UHAMKA).
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan pemantauan terapi obat ini
tidak lepas dari bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi dan Sains UHAMKA, Jakarta.
2. Ibu Ani Pahriyani, M. Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker FFS UHAMKA.
3. Ibu Nishpi Amallia, S.Farm., Apt., selaku pembimbing lapangan yang
telah membimbing kami selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker hingga terselesainya laporan ini.
4. Bapak Zainul Islam, M.Farm., Apt selaku pembimbing PKPA Rumah
Sakit di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
5. Seluruh staf dan pegawai di Departemen Farmasi Rumah Sakit TNI AL
Dr. Mintohardjo yang telah memberikan pengarahan dan bantuan
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Seluruh Perawat di ruangan rawat inap serta seluruh staff/ pegawai
administrasi medis
7. Rekan – rekan mahasiswa program profesi apoteker UHAMKA atas
segala bantuan yang telah diberikan
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh
karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang dapat
membangun dari pihak yang membaca. Penulis berharap agar laporan PKPA ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. CKD (Chronic Kidney Disease) 3
1. Definisi 3
2. Patofisiologi 3
3. Manifestasi Klinis 4
4. Terapi 4
B. Hiperkalemia 6
1. Definisi 6
2. Patofisiologi 6
3. Manifestasi Klinis 7
4. Terapi 7
C. Hipertensi 8
1. Definisi 8
2. Patofisiologi 8
3. Manifestasi Klinis 9
4. Terapi 10
BAB III TINJAUAN KASUS & PEMBAHASAN 11
A. Subjek 11
B. Data Subjek 11
C. Data Objek 12
D. Pengobatan Pasien 13
E. Dosis Lazim 14
F. SOAP CKD 15
G. SOAP Hiperkalemia 20
H. SOAP Hipertensi 23
I. DRP (Drug Related Problem) 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 26
A. Kesimpulan 26
B. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasuskasus yang mendapat terapi
angiotensin converting enzyme inhibitor dan potassium sparing diuretic (Sandala
GA. dkk., 2016).
Ginjal yang sehat memiliki kapasitas yang besar untuk mempertahankan
homeostasis kalium dalam menghadapi kalium yang berlebih. Prevalensi
hiperkalemia pada pasien penyakit ginjal kronik diperkirakan jauh lebih tinggi
daripada populasi umum. Sebuah tinjauan baru-baru ini melaporkan bahwa
frekuensi hiperkalemia pada penyakit ginjal kronik sekitar 40-50% dibandingkan
pada populasi umum yang hanya 2-3%. Mereka yang berisiko lebih tinggi ialah
pasien dengan diabetes dan penyakit ginjal kronik tingkat lanjut. 6 Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran kadar kalium serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non
dialysis (Sandala GA. dkk., 2016).
B. Tujuan
Untuk memastikan pasien menggunakan obat yang rasional, aman dan efektif.
C. Manfaat
Pasien mendapatkan terapi yang rasional, aman dan efektif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ginjal kronis (CKD) didefinisikan sebagai kelainan pada struktur atau
fungsi ginjal, timbul selama 3 bulan atau lebih, dengan implikasi bagi kesehatan.
Kelainan struktural termasuk albuminuria lebih dari 30 mg / hari, adanya
hematuria atau adanya sel darah merah dalam sedimen urin, elektrolit dan
kelainan lain karena kelainan tubular, kelainan yang dideteksi secara histologi,
kelainan struktural yang terdeteksi oleh gambar, atau riwayat transplantasi ginjal.
2. Patofisiologi
3
Kebanyakan nefropati progresif memiliki jalur akhir yang sama menuju
kerusakan parenkim ginjal yang tidak dapat diperbaiki dan ESRD. Elemen
jalur utama termasuk kehilangan massa nefron, hipertensi kapiler glomerulus,
dan proteinuria (Wells GB et.al., 2015).
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan stadium 1 atau 2 CKD biasanya tidak memiliki gejala atau
gangguan metabolisme yang terlihat dengan stadium 3 sampai 5, seperti
anemia, hiperparatiroidisme sekunder, penyakit kardiovaskular (CVD),
malnutrisi, dan kelainan cairan dan elektrolit yang lebih umum sebagai fungsi
ginjal memburuk.
4. Terapi
4
b. Memantau efek terapi obat pada memperlambat perkembangan penyakit
ginjal
c. Memantau pasien dengan obat nefrotoksik
d. Menentukan penyesuaian dosis untuk obat yang dieliminasi secara renial
(Lee M, 2017).
a. Batasi protein hingga 0,8 g/ kg/ hari jika GFR kurang dari 30 ml/ menit/
1,73 m2.
b. Dorong penghentian merokok untuk memperlambat perkembangan CKD
dan mengurangi risiko CVD.
5
c. Anjurkan berolahraga setidaknya 30 menit lima kali seminggu dan
pencapaian indeks massa tubuh (BMI) 20 hingga 25 kg/ m2 (Wells GB
et.al., 2015).
2. Patofisiologi
Karena ekskresi ginjal adalah rute utama eliminasi kalium, gagal ginjal
adalah penyebab paling umum dari hiperkalemia. Namun, penanganan kalium
oleh nefron relatif terjaga dengan baik sampai GFR turun ke <10% dari
normal. Oleh karena itu, banyak pasien dengan gangguan ginjal dapat
mempertahankan konsentrasi kalium serum mendekati normal. Mereka masih
rentan terhadap hiperkalemia jika dikonsumsi dengan kalium yang berlebihan
6
dan ketika fungsi ginjal memburuk. Asupan kalium yang meningkat jarang
menyebabkan masalah pada subjek tanpa adanya kerusakan ginjal yang
signifikan (Lee M, 2017).
3. Manifestasi Klinis
Perubahan EKG awal (kalium serum 5,5-6 mEq / L; 5,5-6 mmol / L) adalah
gelombang T yang memuncak. Urutan perubahan dengan peningkatan lebih
lanjut dalam konsentrasi kalium serum adalah pelebaran interval PR,
kehilangan gelombang P, pelebaran kompleks QRS, dan penggabungan
kompleks QRS dengan gelombang T yang menghasilkan pola gelombang sinus
(Wells GB et.al., 2015).
4. Terapi
7
C. Hipertensi
1. Definisi
2. Patofisiologi
8
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan hipertensi primer
meliputi:
3. Manifestasi Klinis
9
4. Terapi
10
BAB III
TINJAUAN KASUS & PEMBAHASAN
A. Subjek
1. Nama pasien : Ny. M***
2. No. RM : 21****
3. Tgl. Lahir : 1-7-1960
4. Usia : 58 tahun
5. Berat badan : 80 kg
6. Tinggi : 155 cm
7. Pekerjaan : IRT
8. Agama : Islam
9. Status : Menikah
10. Alamat : Jl. Raya Kembangan Selatan, Jakarta Barat
11. Tgl. masuk : 12-1-2019
12. Tgl. pulang : 18-1-2019
13. Jenis kelamin : Perempuan
14. Ruang rawat : Numfor
15. Riwayat P. Sekarang : Pasien rujukan dari RSUD kembangan dengan
CKD dan hiperkalemia, pasien mengeluh nyeri ulu hati (+), lemas (+),
mual(+), muntah (-), pusing (-), BAB BAK normal, sesak (-)
16. Riwayat P. Terdahulu : hipertensi (+), ginjal (+)
17. Riwayat keluarga : hipertensi (+)
18. Diagnosa : CKD, Hiperkalemia, HT
B. Data Subjek
11
C. Data Objek
12
D. Pengobatan Pasien
Ondansen 8 mg 2x1
√ √ √ √ √ √
t-ron inj
Amlodipin 5mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
Kalitake 5g 1x1 √ √ √ √ √
√ √
3x1 3x1 3x1 3x1 3x1
As. Folat 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Ceftriaxon 2x1
√ √
e
Bicnat 3x1 √ √ √ √ √ √
Apidra 2 √ √
ui/ja 3 4
√ √
m ui/ja ui/ja
m m
Cefixime 200 2x1
√ √ √ √
mg
CaCO3 3x1 √ √ √
Allupurin 300 1x1
√ √
ol mg
Humalog 2
ui/ja √
m
E. Dosis Lazim
13
Tabel 6. Dosis Lazim
Obat yg Regimen Dosis Lazim Keterangan Indikasi
digunakan Terapi
Novorapid 10 ui 10 – 20 unit Tepat dosis Hiperkalemia
Furosemid 2 x 10 mg 20 – 40 mg Tepatdosis Hipertensi &
inj Hiperkalemia
ringan
Ca- 3x1 500 mg– 2 g/ Tepat dosis Hiperkalemia
Gluconas hari
Ondansen- 2 x 8 mg 8 mg – 32 mg Tepat dosis Mual akibat
tron inj Uremia
Amlodipin 1 x 5 mg 2,5 – 5 mg/ Tepat dosis Hipertensi
hari
Kalitake 3x1 15 – 30 g / hari Tepat dosis Hiperkalemia
As. Folat 3x1 0,4 mg– 1 mg Tepat dosis CKD
/ hari
Ceftriaxone 2x1 1 – 2 g/ hari Tepat dosis Infeksi ginjal
Bicnat 3x1 1 - 2g / hari Tepat dosis CKD
Apidra 2 ui/jam 0,2 – 1 unit/kg/ Tepat dosis Hiperkalemia
hari
Cefixime 2 x 200 mg 200-400 mg / Tepat dosis Infeksi pada
hari ginjal
CaCO3 3x1 1 – 2 g / hari Tepat dosis CKD, antasid
Allupurinol 1 x 300 mg 200 – 600 mg Tepat dosis CKD
Humalog 2 ui/jam 0,5 – 1 Tepat dosis Hiperkalemia
unit/kg/hari
F. SOAP CKD
14
Object Kreatinin : 1,7
Ureum : 70
Assesment CKD stage 3
Plan As. Folat
Ondansentron
Ceftriaxone
Cefixime
Allupurinol
Bicnat
CaCO3
(140−58 ) ×80
GFR= ×0,85=45,5560 (Stage 3)
72 ×1,7
Terapi asam folat mengurangi risiko pengembangan CKD dan laju penurunan
laju filtrasi glomerulus. Pasien dengan CKD mendapat manfaat lebih banyak dari
terapi, dengan penurunan 56% dan 44% dalam risiko pengembangan CKD dan
tingkat penurunan GFR (Xu X, et.al., 2016). Pasien dengan perhitungan GFR
mendapatkan hasil bahwa ia termasuk kedalam stage 3. Pemeriksaan ureum dan
kreatinin hanya dilakukan diawal pasien masuk.
Gejala tidak nyeri juga berkontribusi terhadap penurunan kualitas hidup pada
pasien dengan gagal ginjal. Kurang energi dan pruritus dilaporkan oleh hingga 75
persen pasien dengan tahap 5 penyakit ginjal kronis. Lebih dari setengahnya
15
pasien mengalami kantuk, dispnea, atau edema, gejala termasuk mulut kering,
kram otot, gelisah sindrom kaki, kurang nafsu makan, kurang konsentrasi, tidur
gangguan, dan sembelit. Pruritus dapat dikelola dengan pengikat fosfat, emolien,
antihistamin, ondansetron (Zofran), dan naltrexone (Revia) .Kelelahan dapat
dikelola dengan mengobati anemia, mendorong fisik aktivitas, dan mengevaluasi
depresi. Ondansetron, metoclopramide (Reglan), dan haloperidol efektif
antiemetik untuk mual terkait uremia (O’Connor RN. et.al., 2012). Pasien dalam
terapinya tepat, karena pasien memiliki gejala yang sama. Akan tetapi dalam
perkembangannya pasien masih merasakan mual. Sehingga kemungkinan
pengobatan dengan ondansentron tidak dapat mengatasi.
16
samping yaitu neurotoksik dan tidak baik bagi pasien penderita ginjal kronis.
Penghentian pengobatan menjadi pilihan baik.
17
2012). Perhituanga GFR pada pasien hanya dilakukan di awal pasien masuk,
sehingga tidak diketahui apa terjadi perubahan pada nilai GFR nya.
18
Gambar 9. Pengobatan CaCO3 dan Bicnat (Pardamean FM and Rangki A,
2015)
G. SOAP Hiperkalemia
19
Object Kalium : 6,10
Assesment Hiperkalemia
Plan Novorapid
Furosemid
Ca Glukonas
Kalitake
Apidra
Humalog
Pada pasien terjadi peningkatan kadar kalium, sehingga terapi dianggap tepat
untuk mengatasinya, akan tetapi efek dari penggunaan obat tersebut juga
menurunkan kadar gula dalam darahnya, dan pasien juga diberikan insulin sebagai
obatna sehingga GD nya menurun. Akantetapi hipoglikemi yang dialami pasien
masih dalam rentang normal sehingga cukup dengan pemantauan atau dengan
infus dextrose untuk mengatasinya.
20
Gambar 7. Pengobatan dengan Insulin (Harel Z and Kamel SK, 2016)
21
Semua pasien dengan hiperkalemia yang dikonfirmasi harus segera dinilai
dengan EKG untuk menyingkirkan aritmia jantung yang serius. Kalsium glukonat
harus digunakan sebagai agen lini pertama pada pasien dengan perubahan EKG
atau hiperkalemia berat untuk melindungi kardiomiosit (Mushiyakh Y, et.al.,
2012).
22
H. SOAP Hipertensi
Baik inhibitor ACE atau ARB adalah terapi lini pertama untuk mengendalikan
TD dan mempertahankannya fungsi ginjal di CKD. Rawat pasien dengan
peningkatan albuminuria sedang atau berat ke sasaran BP 130/80 mm Hg. Karena
pasien ini biasanya memerlukan terapi beberapa obat, diuretik dan obat
anihipertensi ketiga (B-blocker atau CCB) sering diperlukan (Wells GB et.al.,
2015). Pasien mengalami peningkatan TD hamper mencapai 140/110 mmHg.
Pada pengobatannya kurang mengalami penurunan TD, sehingga mungkin
membutuhkan obat pengganti dengan golongan yang sama.
23
I. DRP (Drug Related Problem)
24
Gambar 13. Interaksi Cefixime-Ca glukonas (Drugs.com)
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengobatan yang didapatkan pasien sudah rasional dan sesuai alogaritma yang
seharusnya
B. Saran
26
Daftar Pustaka
Harel and Kamel SK. 2015. Optimal Dose And Method Of Administration Of
Intravenous Insulin In The Management Of Emergency Hyperkalemia: A
Systematic Review. PLOS ONE.
Indriani L, Anton B dan Retnosari A. 2013. Evaluasi Maslah Terkait Obat Pada
Pasien Rawat Inap Pasien Ginjal Kronik Di RSUP Fatmawati Jakarta. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi
Kim BK, Sun MK, Woori P, Ji SK, Soon KK, and Hye-Young K. 2012.
Ceftriaxone-Induced Neurotoxicity: Case Repor. Pharmacokinetic
Consideration And Literrature Review The Korean Academy Of Medical
Sciences.
Lee M. 2017. Basic Skill In Interpreting Laboratory Data Sixth Edition. American
Society Of Health-System Pharmacists.
Olurishe CO, Salawu OA, Olurishe TO, and Bisalla M. 2013. Metformin-
Cefixime Co-Administration Affect Glucose Regulation and Reno-Pancreatic
Histology In Alloxan-Induced Hyperglycemic Rats. Journal Of Pharma
SciTech.
Prasetya NPR, Raka K dan Dewa AS. 2007. Kajian Interaksi Obat Pada
Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi Di RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2007. Universitas Udayana.
Sandal GA, Arthur EM dan Maya FM. 2016. Gambaran Kadar Kalium Serum
Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis Di Manado. Jurnal
E-Biomedik Vol.4
27
Wells GB, Joseph TD, Terry LS, and Cecily VD. 2015. Pharmacoterapy
Handbook Ninth Edition. Mc Graw-Hill Education.
28