Anda di halaman 1dari 54

BAB l

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Keresahan pemerintah Indonesia terhadap meningkatnya harga-harga
produk farmasi di Indonesia patut disambut sebagai sebuah sinyal positif.
Industri Farmasi Indonesia telat menggurita sehingga gagal menghasilkan
produk farmasi yang murah namun berkualitas tinggi. Niat pemerintah
Indonesia melalui menteri kesehatan untuk menurunkan harga (generik) akan
selalu mengalami kesulitan. Hal ini akan berjalan terus sepanjang struktur
Industri farmasi di Indonesia tidak mengalami reformasi . Fenomena ini juga
tidak jarang diperparah oleh inkonsistensi yang dilakukan pemerintah
Republik Indonesia akibat tarik menarik kepentingan di dalamnya (Susandy.
D. & Widianto 2015)
Keengganan Industri farmasi untuk menata diri agar lebih cepat dan
murah. Disertai dengan ancaman hadirnya produsen ilegal telah menyebabkan
industri farmasi di Indonesia bagaikan sedang diopnam. Gagasan self-
dispensing medication yang beberapa kali dimunculkan akan selalu kandas,
justru akibat tekanan para pelaku industri farmasi itu sendiri. Bahkan desain
pemerintah atas pengelolaan pasokan rantai industri farmasi telah memberi
ruang yang sangat besar bagi hadirnya Pedagang Besar Farmasi (PBF),
sehingga rantai pasokan menjadi lebih Panjang (Susandy. D. & Widianto
2015)
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Farmasi juga
meliputi profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi produk yang
berkhasiat obat yang baik dan aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya
sangat diperlukan instansi-instansi kesehatan, balai pengobatan ataupun
konsumen lainnya yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Salah satu
distribusi dalam farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF).(Depkes RI,
2009)
Istilah PBF yang merupakan kepanjangan dari Pedagang Besar
Farmasi tentu sudah tak asing lagi bagi para pharmapreneur dan pebisnis
apotek. Sejatinya PBF sama juga dengan distributor, hanya saja karena dia
bergerak di bidang pendistribusian produk kefarmasian, maka disebutlah
sebagai PBF. Peran PBF dalam kancah bisnis apotek tentu sangat vital, maka
dari itu antara PBF dan apotek sama – sama membutuhkan. Fungsi PBF
adalah penyalur dari pabrik farmasi (principal) untuk mendistribusikan segala
produk farmasi ke seluruh daerah yang telah diliputnya (coverage).
(Kemenkes RI 2011)
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian
dukungan terhadap tenaga kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi (PBF),
maka program studi diploma tiga farmasi STIKES Nani Hasanuddin
Makassar bekerja sama dengan PBF PT. Sapta Sari Tama dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan dari tanggal 02 maret sampai
dengan 15 maret 2020, yang berjumlah 11 orang. Praktek kerja lapangan ini
diharapkan dapat mencapai dan meningkatkan pemahaman calon tenaga
kefarmasian mengenai peranan apoteker di PBF, organisasi dalam PBF,
mengenai tahapan-tahapan pendistribusian obat sesuai CPOB, mengetahui
persyaratan dalam pendirian PBF dan pelaporan-pelaporan yang dilakukan
dalam pengelolaan pendistribusian obat hingga ke sarana distribusi.

I.2. Tujuan Praktek Kerja lapangan


a. Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi
lainnya di PBF selaku sebagai tenaga teknis kefarmasian sehingga
mampu berperan sebagai mitra kerja tenaga kesehatan yang siap pakai.
b. Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
c. Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan
keterampilan tentang pengadaan, penyimpanan, dan pengelolaan
distribusi dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Pedagang
Besar Farmasi.
d. Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal
mengelola obat, perbekalan farmasi dan pemasarannya.

I.3. Manfaat Kerja Lapangan


a. Menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat, perbekalan
farmasi dan pemasarannya.
b. Dapat mengetahui secara langsung tata laksana pendistribusian,
pengelolaan dan penyimpanan sediaan farmasi lainnya di PBF yang
sebelumnya hanya diketahui secara teoritis.
c. Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah diterima di
kampus dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk dijadikan sebagai
pembelajaran.
d. Dapat mengetahui bentuk-bentuk sediaan farmasi yang belum pernah
ada di laboratorium kampus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Pedagang Besar Farmasi


Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian
No.1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang pedagang besar farmasi (PBF), PBF
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang besar farmasi (PBF) sebagai merupakan salah satu unit
terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan
kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik
dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai
penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan
sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat. Apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pedagang besar farmasi (PBF) tidak boleh lagi mengimpor obat
dari luar negeri. Registrasi obat impor hanya boleh dilakukan industri
farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri
farmasi di luar negeri. Ketentuan ini dituangkan dalam keputusan Menteri
Kesehatan RI 10/Menkes/Per/XI/2008 tanggal 3 november 2008 tentang
registrasi obat.
Berdasarkan Permenkes No. 10 tahun 2008 tentang registrasi obat,
registrasi obat baik produksi dalam negeri, obat impor, obat khusus untuk
ekspor, maupun obat yang dilindungi paten hanya bisa dilakukan industri
farmasi. Impor obat diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat,
obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi
di dalam negeri.

II.2. Izin Usaha Pedagang Besar Famasi


Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib
memiliki izin dari direktur jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon
mengajukan permohonan kepada direktur jenderal dengan tembusan kepada
kepala badan, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala balai pom dengan
menggunakan formulir 1 (lampiran 1). Izin PBF berlaku selama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk
memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
2. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
3. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai
penanggung jawab.
4. Komisaris atau dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi.
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
Menurut mentri kesehatan republik indonesia nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011. Syarat-syarat memperoleh izin pendirian PBF :
pasal 4
(1) untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi,
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP),
3. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai
penanggung jawab,
4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi,
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF,
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan
perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang
disimpan, dan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
(2) dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal,
pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari
instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, PBF
yang akan menyalurkan bahan obat juga harus memenuhi persyaratan :
1. Memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian
bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
direktur jenderal, dan
2. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah
dari ruangan lain.
Pasal 6
1. Terhadap permohonan izin PBF dikenai biaya sebagai penerimaan
negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Dalam hal permohonan izin PBF sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali
oleh pemohon.

II.3. Kewajiban pedagang besar farmasi


Adapun kewajiban pedagang besar farmasi menurut (pasal 6-11) :
1. PBF dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu.
2. PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, dan alat kesehatan dari
sumber yang sah.
3. Setiap pergantian penanggung jawab wajib lapor (maximal 6 bulan)
kepada ka kanwil setempat.
4. PBF dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan sarana yang
memadai untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.
5. Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin
mutu dan keamanannya.
6. PBF wajib melaksanakan dokumentasi selama kegiatan berjalan.
7. Untuk PBF penyalur BBO wajib menguasai laboratorium pengujian.
8. Untuk setiap perubahan kemasan BBO dari kemasan aslinya, wajib
dilakukan pengujian laboratorium.
9. Setiap pendirian cabang PBF di propinsi wajib lapor kepada ka kanwil
setempat dengan tembusan kepada Dit. Jend. dan kepala BPOM.

II.4. Larangan Dan Pencabutan Bagi Pedagang Besar Farmasi


1. Larangan Bagi PBF :
a. PBF dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran.
b. PBF dilarang melayani resep dari dokter.
c. PBF dilarang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika dan psikotropika tanpa izin khusus dari Menkes.
d. PBF dilarang menyalurkan obat keras kepada poe berizin, dokter,
dokter gigi dan dokter hewan (SK Menkes RI No 3987/A/SK/1973).
e. PBF dilarang menyalurkan perbekalan farmasi tanpa surat pesanan
yang ditandatangani oleh penanggung jawab.
2. Pencabutan Izin Bagi Pedagang Besar Farmasi
Pencabutan izin Pedagang Besar Farmasi (PBF), menurut
kementrian kesehatan dan RI, 201 yaitu :
a. Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila masa berlakunya habis
dan tidak diperpanjang, dikenai sanksi berupa penghentian
sementara kegiatan, izin PBF dicabut.
b. Izin usaha pedagang besar farmasi akan dicabut jika, tidak
mempekerjakan apoteker penanggung jawab yang memilki surat izin
kerja, tidak aktif lagi dalam penyaluran obatselama satu tahun, tidak
lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dala
peraturan, tidak lagi menyampaikan informasi pedagang besar
farmasi tiga kali berturut turut, tidak memenuhi ketentuan tata cara
penyaluran perbekalan farmasi sebagaimana yang ditetapkan.

II.5. Peraturan Perundang –Undangan Pedagang Besar Farmasi


Penyelengggaraan PBF menurut Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No 1148/Menkes/Per/VI/2011 :
Pasal 13
1. PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
atau sesama PBF.
3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF atau melalui importasi.
4. Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
dari PBF pusat.
Pasal 14
1. Setiap PBF dan PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13.
2. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF cabang.
4. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF
atau PBF cabang wajib melaporkan kepada direktur jenderal atau
kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja.
Pasal 15
1. PBF dan PBF cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang
ditetapkan oleh menteri.
2. Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan.
3. PBF dan PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh kepala badan.
Pasal 16
1. Setiap PBF atau PBF cabang wajib melaksanakan dokumentasi
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan
mengikuti pedoman CDOB.
2. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
elektronik.
3. Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setiap
saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
Pasal 17
1. Setiap PBF dan PBF cabang dilarang menjual obat atau bahan obat
secara eceran.
2. Setiap PBF dan PBF cabang dilarang menerima atau melayani resep
dokter.
Pasal 18
1. PBF dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau
PBF cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Apotek,
b. Instalasi farmasi rumah sakit,
c. Puskesmas,
d. Klinik, dan
e. Toko obat.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF
dan PBF cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
4. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF cabang dapat
menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya.
Pasal 20
PBF dan PBF cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa
obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker
pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
Pasal 21
1. PBF dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada
industri farmasi, PBF dan PBF cabang lain, apotek, instalasi farmasi
rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
2. Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat
pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan
lembaga.
Pasal 22
Setiap PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
1. Setiap PBF atau PBF cabang yang melakukan pengubahan kemasan
bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari
kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium.
2. Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali
bahan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF cabang
wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.
Pasal 24
Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
obat atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan
dan pelatihan.
Syarat gudang PBF menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia No
1148/Menkes/Per/VI/2011 :
Pasal 25
1. Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang dapat berada pada lokasi
yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan
intern oleh direksi/pengurus dan penanggung jawab.
2. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
apoteker.
Pasal 26
1. PBF dan PBF cabang dapat melakukan penambahan gudang atau
perubahan gudang.
2. Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari direktur jenderal.
3. Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari kepala dinas
kesehatan provinsi.
Pasal 27
1. Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
direktur jenderal dengan mencantumkan :
a. Alamat kantor PBF pusat,
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan,
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat, dan
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF,
b. Fotokopi surat tanda registrasi apoteker calon penanggung jawab
gudang tambahan,
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab,
d. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang, dan
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
3. Permohonan penambahan gudang PBF cabang diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pelaporan kegiatan PBF menurut Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No 1148/Menkes/Per/VI/2011 :
Pasal 30
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat atau bahan obat kepada direktur jenderal dengan
tembusan kepada kepala badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala BPOM.
2. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direktur
jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat atau bahan obat.
3. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.

II.6. Tugas Dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi


1. Tugas Pedagang Besar Farmasi (PBF)
a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang
meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.
b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke
sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek,
rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan
masyarakat lain serta PBF lainnya.
c. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung
jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin,
pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan
PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
d. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obat
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk
apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat
bebas obat bebas bebas terbatas dan obat keras tertentu.
2. Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)
a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh
tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan
kesehatan.
c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat
kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
d. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana
PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
e. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
f. Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang
meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
g. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas
pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat berizin.
h. Sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah
sesuai surat pengakuannya/surat izin edar.
i. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

II.7. Persyaratan Pedagang Besar Farmasi


Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama
PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka
seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan
kepada cdob. Agar dapat beroperasi, PBF harus mempunyai lokasi dan
bangunan yang memenuhi persyaratan serta menyediakan perlengkapan
yang diperlukan dalam kegiatan distribusi.
1. Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi
efisiensi dan efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana
pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.
2. Bangunan (Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 2012)
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan
memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki
ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang
administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan
kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan,
mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk
memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, serta
area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan
aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada
personil yang berwenang yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol
akses yang memadai.
Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain :
a. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu
keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang
diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat yang
dapat disalurkan.
b. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang
membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
c. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang
dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas
bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala)
sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. Bangunan dan
fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu
serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau
hewan lain. Selain itu, ruang istirahat, toilet dan kantin untuk
personil harus terpisah dari area penyimpanan.
3. Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki
perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian
obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain :
a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi,
lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk
kembalian, container untuk pengiriman barang dan box es untuk
pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah.
b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian
dan penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan,
blanko faktur, blanko faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak,
blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran,
form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF.
c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.

II.8. Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi


Pedagang besar farmasi (PBF) dalam menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan pedoman teknis
CDOB. Pabrik farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke
PBF, apotik, toko obat dan saran pelayanan kesehatan lainnya. (Permenkes
918/Menkes/Per/X/1993).
Apotek dilarang membeli atau menerima bahan baku obat selain
dari PBF penyalur bahan baku obat PT. Kimia Farma dan PBF yang akan
ditetapkan kemudian. (Permenkes 287/Menkes/SK/XI/76 tentang
pengimporan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku obat).
Cara distribusi obat yang baik (CDOB) yaitu memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi. Aspek-aspek CDOB yaitu personalia, dokumentasi, pengadaan
dan penyaluran penyimpanan serta penarikan kembali.
PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas
pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko
obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di
PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi penyaluran obat,
narkotika dan psikotropika (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
a. Obat Narkotik
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat
menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak
dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat (Kementerian
Kesehatan RI, 2011). PBF hanya melaksanakan penyaluran obat
berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
b. Obat Psikotropika
1) Pengertian Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Berdasarkan undang-undang RI No. 5 tahun 1997,
psikotropika adalah zat/obat baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat, menyebabkan perubahan khas pada mental
perilaku. (Adi Darmansyah, 2010)
2) Klasifikasi Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam
undang-undang ini adalah kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindrom ketergantungan penggolongan
psikotropika digolongkan menjadi :
a) Psikotropika golongan I
b) Psikotropika golongan II
c) Psikotropika golongan III
d) Psikotropika golongan IV
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Sekalipun pengaturan dalam undang-undang ini hanya
meliputi psikotropika golongan I, psikotropika golongan II,
psikotropika golongan III, dan psikotropika golongan IV, masih
terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan, tetapi digolongkan
sebagai obat keras. Oleh karena itu, pengaturan, pembinaan, dan
pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku dibidang obat keras.
3) Jalur Distribusi Psikotropika
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan
setelah terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan. Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran
Hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
a) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
b) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi
lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian atau lembaga
pendidikan.
c) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah kepada
rumah sakit pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan
pemerintah.
Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik
obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.
Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan
hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar
farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan yang bersangkutan. Penyerahan psikotropika
dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah
sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada
pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas dan balai pengobatan, puskesmas dilaksanakan
berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter
dilaksanakan dalam hal : menjalankan praktik terapi dan diberikan
melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat,
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari
apotek.
4) Pelaporan Penggunaan Psikotropika
Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesma, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan
psikotropika. Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek, rumah
sakit, puskesmas, lembaga penelitian atau lembaga pendidikan
wajib melaporkan catatan kepada menteri secara berkala.
Sanksi terhadap pelanggaran undang-undang
psikotropika barang siapa :
a. Menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam
pasal 4 ayat (2), atau
b. Memproduksi atau menggunakan dalam proses produksi
psikotropika golongan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,
atau
c. Mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3), atau
d. Mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan
ilmu pengetahuan, atau
e. Secara tanpa hak memiliki, menyimpan atau membawa
psikotropika golongan I, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak
Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
f. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama
20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp.
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
g. Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan korporasi, maka
disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi
dikenakan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).

II.9. Pengadaan Barang


Pengadaan barang dilakukan dengan membuat pesenan atau PO
(percising order) kepada pabrik untuk periode tertentu. Misalnya satu
pesanan untuk satu bulan penjualan, ini dilakukan PBF yang letaknya dekat
PBF order.
1. Pelengkapan Pengadaan Barang
Estimasi pesanan barang, sebelum membuat pesanan barang
harus membuat perkiraan pemesanan barang gunanya menentukan
seberapa banyak kita menjual. Dan menentukan jumlah stok bulan
berikutnya dan juga untuk menghindari terjadinya penumpukan barang.
2. Surat Pesanan (Purcusing Order)
Surat ini dibuat setelah berdasarkan estimasi pesanan yang
sudah disetujui oleh semua pihak (team penjualan, marketing, bag.
Keuangan agen gudang dan pimpinan), surat pesanan ini dibagi atas
tiga macam.
Surat pesanan obat keras tertentu (OKT), surat ini berisikan
nama dan jumlah pesanan obat OKT periode tertentu. Surat ini terdiri
dari 5 lembaran yang dibedakan dalam berbagai warna :
a. Lembaran 1 putih ditunjukan kepada pabrik (produsen)
b. Lembaran 2 merah ditunjukan kepada dinas pengawasan narkoba.
c. Lembaran 3 kuning ditunjukkan kepada departemen kesehatan,
d. Lembaran 4 biru ditunjukkan kepada balai pom
e. Lembaran 5 hijau ditunjukan kepada apotek yang memesan.
Surat pesanan obat prekursor, ini berisikan obat golongan
prekursor (jumlah dan nama obatnya). Obat prekursor adalah obat
yang bisa di salah gunakan, kegunaannya dari yang seharusnya.
Contohnya formalin, lacoldin (PT. Lapi), efedrin HCl (PT. Kimia
Farma), quantidex tab (PT. Infars), lapifed (PT. Lapi). Surat pesanan
obat bebas dan obat keras untuk periode tertentu surat pesan obat
bebas dan obat keras dapat digabungkan.
1. Perbedaan dari surat pesanan di atas adalah lembaran surat pesanan
untuk golongan psikotropika dan prekursor surat pesanannya dibuat
terpisah sementara surat pesanan obat keras bisa digabung dengan
surat pesanan obat bebas.

II.10. Penjualan Barang


Penjualan proses pemasaran obat-obatan yang telah ada di gudang
konsumen (rumah sakit, apotek, toko obat, PBF lain) dengan menyatakan
faktur penjualan ini ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi :
PBF hanya boleh menjual obat bebas kepada toko obat yang ada
izin :
1. PBF hanya boleh menjual obat bebas, obat keras, dan obat keras
tertentu ke apotek, rumah sakit dan PBF lain.
2. PBF hanya boleh menjual obat keras tertentu kepada apotek, rumah
sakit, PBF lain harus ada surat pesanan terlebih dahulu.
3. Pada barang kampas hanya boleh untuk obat bebas dan tidak
dibolehkan obat daftar G.

II.11. Penarikan Kembali


Proses ini dilakukan untuk suatu nomor batch atau satu kode
produksi tertentu yang dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi. Contohnya
setelah BPOM melakukan pengamatan untuk produk quantidex tab
ditemukan ketidak cocokan dengan keadaan fisiknya, maka BPOM memberi
surat kepada pabrik untuk menarik quantidex tab dari pasaran melalui
distributor-distributor yang memesan produk quantidex tersebut. Dari
distributor akan mengirim surat kepada pelanggan seperti toko obat, apotek,
rumah sakit, dll.
BAB III
TINJAUAN UMUM

III.I Sejarah PBF PT. Sapta Sari Tama

PT. Sapta Sari Tama adalah perusahaan distribusi yang bergerak di


bidang farmasi dan alat kesehatan yang berdiri pada tahun 1975. PBF PT.
Sapta Sari Tama yang dipimpin oleh Kepala Cabang Bapak Nofriksen
Dolia, Kepala Gudang Bapak Suherman S.Sos dan penanggung jawabnya
adalah Bapak Ashar,S.Farm.,Apt yang bertempat di jalan IR. Sutami
Pergudangan Parangloe Indah Blok E 3. No. 20 Makassar dengan izin PBF
Nomor : 6/J.06b/PTSP/2019 dan memiliki jumlah karyawan sebanyak 33
orang.

III.2. VISI dan MISI PBF PT. Sapta Sari Tama


A. VISI :
- Menjadi perusahaan distribusi berskala Internasional.
B. MISI :
- Membangun jaringan distribusi yang kuat di Indonesia dengan
bantuan Tim yang Berkualitas, Marketing Expertise, dan
Technologi untuk meningkatkan service.
III.3. Struktur Organisasi PT. Sapta Sari Tama Cabang Makassar

III.4. Job Description PT. Sapta Sari Tama


A. Direktur
1. Merencanakan dan menyusun rencana kerja dan anggaran
perusahaan (RAKP) PBF pelayanan dalam perusahaannya.
2. Melakukan analisis market share dan tren perkembangan pasar
apotik di daerahnya secara berkala, serta melakukan
pengembangan jangka pendek dan jangka panjang di lingkungan
perusahaan PBF nya.
3. Melakukan kegiatan perencanaan dan pengadaan (Purcashing)
barang dagangan.
4. Mengelola, mengkoordinir, dan mengendalikan perusahaan yang
menjadi tanggung jawabnya.
5. Membangun kerja sama yang solid dan efektif bersama
manajemen perusahaan.
6. Membangun hubungan dan kerjasama yang sinergis dengan
seluruh jajaran lainnya di perusahaan.
7. Mendorong dan memberikan fasilitas yang cukup dalam upaya
peningkatan efektifitas pencapaian sasaran bisnis perusahaan yang
dipimpinnya.
8. Menerapkan dan memelihara sistem informasi manajemen dan
keuangan serta ISO di dalam pelaksanaan kegiatan operasional
jajarannya.
9. Melakukan penilaian kinerja terhadap manajer perusahaan
pelayanan dan personil dalam group perusahaan yang
dipimpinnya.
10. Menganalisis perkembangan hasil usaha bisnis group apotek yang
dipimpinnya.
B. Apoteker Penanggung Jawab
1. Mengatur dan memastikan bahwa pendistribusian obat dilakukan
menurut prosedur yang telah ditentukan.
2. Memelihara hasil laporan pemeriksaan dan menjamin kebenaran
hasil kalkukasi.
3. Membuat laporan bulanan prekursor, laporan triwulan untuk
dilaporkan ke BPOM.
4. Mengkoordinasikan pembagian tugas dan tanggung jawab lemari
obat serta melakukan verifikasi permintaan barang dari
penanggung jawab lemari obat untuk memastikan tingkat
persediaan barang yang optimal.
5. Mengkoordinasikan kegiatan entry data penerimaan barang serta
stock opname (mencocokkan barang yang ada dengan catatan
yang ada pada kartu stock dan computer) untuk memastikan
kesesuaian data barang dalam sistem dan barang secara aktual.
6. Menerima faktur untuk di tanda tangani.
C. Fakturis
1. Membuat sales order berdasarkan SP yang diterima.
2. Menyerahkan kepada Fac/CS dan BM untuk di approved.
3. Menyerahkan pesanan obat yang sudah di approved kepada
petugas gudang untuk menyiapkan barang sesuai dengan faktur.
4. Menerima PO yang sudah di approved petugas gudang dan
mencetak faktur.
5. Menyerahkan faktur dan register faktur kepada Apoteker untuk
tanda tangan faktur.
D. Administrasi
1. Mengkoordinir seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
keuangan/akuntansi, administrasi, dan penyusunan laporan
keuangan dan manajerial.
2. Mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan administrasi
keuangan dan akuntansi, untuk mendukung kelancaran kegiatan
operasional perusahaan.
3. Melakukan pemeriksaan laporan administrasi pelayanan (laporan
penjualan, biaya pegawai, inventarisasi perusahaan, laba-rugi),
untuk menjamin kebenaran dan keabsahan dari laporan-laporan
tersebut.
4. Melakukan konsolidasi laporan-laporan administrasi pelayanan
menjadi laporan keuangan perusahaan sebelum dilaporkan dan
disetujui oleh Manager Bisnis untuk mendukung pemberian
informasi yang akurat dan tepat dalam proses pengambilan
keputusan oleh pihak manajemen.
5. Melakukan pengecekan data, bukti-bukti (kwitansi, bon) yang
berasal dari apotek pelayanan maupun dari staf manager bisnis
untuk memastikan kebanaran dan keakuratannya.
6. Mengawasi penggunaan barang-barang kantor (ATK, bensin,
listrik dan lainnya) oleh karyawan untuk menjamin penggunaan
barang-barang secara efektif dan efisien.
7. Mempertimbangkan usulan pembelian inventaris kantor untuk
mendukung kelancaran kegiatan operasional.
8. Melaksanakan administrasi dan pengelolaan dokumen seluruh
asset-aset perusahaan, untuk memastikan bahwa semua dokumen
terjamin keamanannya.
9. Melakukan pencatatan SSP (Surat Setoran Pajak) yang belum dan
sudah diterima.
10. Melakukan perhitungan nilai pajak penghasilan (PPh) atas sewa
kontrak dan perpanjangan jasa yang digunakan untuk mendukung
pemberian informai nilai pajak secara tepat dan akurat.
E. Gudang
1. Melakukan pemeriksaan terhadap ketersediaan barang digudang.
2. Mengatur susunan barang berdasarkan FEFO (First Expire First
Out).
3. Menerima PO dan menyiapkan barang sesuai dengan PO dari data
proses.
4. Menyerahkan PO yang sudah diaproved kepada data proses untuk
dibuat faktur.
5. Menerima faktur dan register faktur dari apoteker, tanda tangan
faktur.
6. Melakukan serah terima barang sesuai dengan faktur dan surat
jalan kepada ekspedisi (pengantar sesuai dengan daerah masing-
masing).
7. Menerima copy faktur rangkap 5 yang sudah di paraf ekspedisi
untuk di arsip.
F. Salesman
1. Menerima pesanan dari apotek.
2. Menyerahkan SP kepada apoteker penanggung jawab untuk
diperiksa dan diteruskan kepada data proses.
3. Cek kondisi dan ED barang yang mau di return.
4. Apabila sesuai dengan kriteria, barang dapat diterima dan dibuat
tanda terima pesanan minta outlet tanda tangan dan cap, serahkan
copy tanda terima ke outlet, minta persetujuan tanda terima barang
kepada BM, serahkan barang dan tanda terima kepada petugas
gudang dan minta tanda tangan petugas gudang. (wajib mengarsip
copy tanda terima yang sudah ditandatangani BM dan petugas
gudang).
5. Apabila tidak sesuai dengan kriteria, berikan penjelasan kepada
outlet perihal penolakan tersebut dengan sopan.

III.5. Alur Kegiatan PT. Sapta Sari Tama


Adapun alur kegiatan yang dilakukan di PT. Sapta Sari Tama adalah
sebagai berikut :
A. Pengadaan
Pengadaan barang di pedagang besar farmasi sapta sari tama
dilakukan dengan membuat usulan beli ke PBF pusat (RBM, NSM dan
apoteker pusat) yang kemudian membuat pesanan atau PO (Percising
Order) kepada pabrik.
Pada system pengadaan untuk PBF yang mempunyai pusat
seperti PT. Sapta Sari Tama Makassar dikenal istilah relokasi. Relokasi
dilakukan oleh PBF pusat untuk mencegah penumpukan barang di PBF
cabang lainnya. Sebelum PBF PT. Sapta Sari Tama membuat usulan
beli, pihak PT. Sapta Sari Tama Makassar mengkonfirmasikan ke PBF
cabang lainnya, jika PBF cabang lainnya mempunyai stok barang dan
bersedia merelokasi, maka usulan beli kemudian dikirim ke pusat
untuk meng approve surat pesanan relokasi.
Pengadaan obat di PT. Sapta Sari Tama Makassar ada yang
dikirim langsung dari pabrik, dan beberapa obat harus transit terlebih
dahulu ke pusat, contohnya obat-obat psikotropika, dan untuk
pengantaran tablet lewat udara selama 3 hari dan untuk sirup lewat laut
selama 2 minggu.
Pengadaan barang (obat) di PBF PT. Sapta Sari Tama Makassar
juga biasanya berdasarkan rata-rata kebutuhan tender dan di buatkan
surat keterangan.
B. Penerimaan
Pada saat penerimaan barang, pertama kali dilakukan adalah
menerima bukti permintaan barang atau resi dari pihak ekspedisi
melakukan pengecekan (melihat kesesuaian antara resi dan fisik
barang) sesuai PO, maka pihak PBF memberi informasi kepada pihak
pabrik, dan resi di tahan jika barang tidak sesuai sampai pihak
ekspedisi mengantikan barang yang kurang atau rusak tersebut, dan
jika sesuai resi di tanda tangani oleh apoteker cabang dan distempel
oleh apoteker, kemudian lembar resi terakhir di ambil oleh PBF.
Selain resi, ekspedisi juga membawa surat jalan untuk di input
di system sebagai data stok, selanjutnya dibuat BPB (Bukti Penerimaan
Barang) dikirim ke pusat sebagai laporan bahwa barang sudah
diterima.
C. Penyimpanan
Penyimpanan barang dalam gudang diatur berdasarkan nama
pabrik, jenis sediaan obat, dan dipisahkan atau disimpan berdasarkan
suhu dari masing-masing obat tersebut, dan ada pula yang harus
diperhatikan adalah penyimpanan barang dalam gudang yaitu tidak
menyentuh lantai, hal itu dilakukan agara tidak terjadi kelembaban
yang bisa menyebabkan kerusakan pada obat.
D. Penyaluran/Pendistribusian
Penyaluran barang (obat) PBF PT. Sapta Sari Tama Makassar
hanya menyalurkan obat kepada PBF lain, apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, klinik dan toko obat (selain obat keras), melalui surat
pesanan (SP) dari apotek melalui sales. Kemudian orderan
disampaikan ke fakturis yang telah diperiksa oleh apoteker, setelah itu
orderan atau pesanan di fakturkan dan siapkan.
E. Returan
Returan dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya karena
barang rusak, barang ED atau mendekati ED, barang salah pesan,
barang yang tidak dipesan (salah kirim) atau barang yang tanpa diskon
difaktur (untuk outlet yang menerima info diskon dari sales
sebelumnya).
Beberapa pabrik yang bekerja sama dengan Sapta Sari Tama
Makassar mempunyai ketentuan retur yang berbeda-beda, PT Sunthi
Sepuri, PT Amapharm/Zeint dapat diretur 3 bulan sebelum ED, PT
Corsa Industries, Hermed, Laserin, PT Aditama, PT Nutrindo, PT
Dipa/Escolab, PT Erela, PT Erlimpex, Fahreinheit dapat diretur 4
bulan sebelum ED, PT Mecosin Reg, PT Solas Reg, PT Surya Prima
Perkasa (SDM), PT Tropica Bandung (khusus barang ethical), PT
Tropica (khusus barang OHB), PT Tiga A/Cendo (dapat di retur 5
bulan sebelum ED), Armoxindo (6 bulan sebelum ED konfirmasi
terlebih dahulu ke pihak gudang), PT Coronet (7 bulan sebelum ED
masih bisa di retur), DKT/Andalan, Afi Farma, Karindo, Meprofarm,
PT Global Multi Pharmalab, PT Holi Pharma, PT Solas Non Reg, PT
Nova, PT Seles, PT Trifa (adalah barang yang tidak dapat di retur
kembali), dan Barang yang tidak bisa di retur akan dimusnahkan
F. Pelaporan
Untuk pelaporan, PBF dapat menggunakan aplikasi E-REPORT
dan E-Napsa. Pelaporan untuk obat-obat prekursor, obat-obat tertentu
(OOT), dan psikotropika dilakukan setiap sebulan sekali sebelum
tanggal 10. Untuk obat-obat biasa dan alat kesehatan dilakukan per
triwulan, pelaporan meliputi nama barang, ED, No batch, outlet.
G. Pemusnahan
Pemusnahan di Sapta Sari Tama Makassar pertama membuat
usulan pemusnahan ke pusat meliputi nama barang, ED, no batch, dan
jumlah. Setelah surat pemusnahan di ACC, pusat kemudian
mengeluarkan surat pemusnahan. Setelah surat pemusnahan keluar
Sapta Sari Tama Makassar mengirim surat ke BPOM perihal
permohonan untuk di datangkan saksi. Dalam proses pemusnahan di
perlukan saksi minimal 2 orang. Sehari sebelum pemusnahan
dilakukan BPOM memberikan konfirmasi dan obat yang akan di
musnahkan di siapkan terlebih dahulu oleh PBF baik tempat dan lain
sebagainya, pemusnahan dilakukan sekali dalam setahun.
Pemusnahan obat-obat tablet dilakukan dengan pembakaran,
untuk obat-obat sirup, cairan dialirkan dan wadah sirup plastik
dimusnahkan dengan pembakaran, adapun wadah kaca cukup dengan
di timbun atau di pecahkan terlebih dahulu kemudian di timbun.
Setelah pemusnahan, dibuat berita acara.
BAB IV
PEMBAHASAN
I.V Cara Distribusi Obat Yang Baik

Pengadaan barang dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada


digudang melalui kartu stok. Jika jumlah ada barang yang akan habis, maka
segera dilakukan pemesanan barang ke pabrik. Adapaun cara distribusi obat yang
baik (CDOB) di PBF Sapta Sari Tama meliputi :
A. Pengadaan
Pengadaan barang di pedagang besar farmasi sapta sari tama
dilakukan dengan membuat usulan beli ke PBF pusat (RBM, NSM dan
apoteker pusat) yang kemudian membuat pesanan atau PO (Percising Order)
kepada pabrik.
Pada system pengadaan untuk PBF yang mempunyai pusat seperti PT.
Sapta Sari Tama Makassar dikenal istilah relokasi. Relokasi dilakukan oleh
PBF pusat untuk mencegah penumpukan barang di PBF cabang lainnya.
Sebelum PBF PT. Sapta Sari Tama membuat usulan beli, pihak Sapta Sari
Tama Makassar mengkonfirmasikan ke PBF cabang lainnya, jika PBF
cabang lainnya mempunyai stok barang dan bersedia merelokasi, maka
usulan beli kemudian dikirim ke pusat untuk meng approve surat pesanan
relokasi.
Pengadaan obat di PT. Sapta Sari Tama Makassar ada yang dikirim
langsung dari pabrik, dan beberapa obat harus transit terlebih dahulu ke
pusat, contohnya obat-obat psikotropika, dan untuk pengantaran tablet lewat
udara selama 3 hari dan untuk sirup lewat laut selama 2 minggu.
Pengadaan barang (obat) di PBF PT. Sapta Sari Tama Makassar juga
biasanya berdasarkan rata-rata kebutuhan tender dan di buatkan surat
keterangan.
B. Penerimaan
Pada saat penerimaan barang, pertama kali dilakukan adalah
menerima bukti permintaan barang atau resi dari pihak ekspedisi melakukan
pengecekan (melihat kesesuaian antara resi dan fisik barang) sesuai PO,
maka pihak PBF memberi informasi kepada pihak pabrik, dan resi di tahan
jika barang tidak sesuai sampai pihak ekspedisi mengantikan barang yang
kurang atau rusak tersebut, dan jika sesuai resi di tanda tangani oleh apoteker
cabang dan distempel oleh apoteker, kemudian lembar resi terakhir di ambil
oleh PBF.
Selain resi, ekspedisi juga membawa surat jalan untuk di input di
system sebagai data stok, selanjutnya dibuat BPB (Bukti Penerimaan
Barang) dikirim ke pusat sebagai laporan bahwa barang sudah diterima.
C. Penyimpanan
Penyimpanan barang dalam gudang diatur berdasarkan nama pabrik,
jenis sediaan obat, dan dipisahkan atau disimpan berdasarkan suhu dari
masing-masing obat tersebut, dan ada pula yang harus diperhatikan adalah
penyimpanan barang dalam gudang yaitu tidak menyentuh lantai, hal itu
dilakukan agara tidak terjadi kelembaban yang bisa menyebabkan kerusakan
pada obat.
D. Penyaluran/Pendistribusian
Penyaluran barang (obat) PBF PT. Sapta Sari Tama Makassar hanya
menyalurkan obat kepada PBF lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
klinik dan toko obat (selain obat keras), melalui surat pesanan (SP) dari
apotek melalui sales. Kemudian orderan disampaikan ke fakturis yang telah
diperiksa oleh apoteker, setelah itu orderan atau pesanan di fakturkan dan
siapkan.
E. Returan
Returan dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya karena
barang rusak, barang ED atau mendekati ED, barang salah pesan, barang
yang tidak dipesan (salah kirim) atau barang yang tanpa diskon difaktur
(untuk outlet yang menerima info diskon dari sales sebelumnya).
Beberapa pabrik yang bekerja sama dengan Sapta Sari Tama
Makassar mempunyai ketentuan retur yang berbeda-beda, PT Sunthi Sepuri,
PT Amapharm/Zeint dapat diretur 3 bulan sebelum ED, PT Corsa Industries,
Hermed, Laserin, PT Aditama, PT Nutrindo, PT Dipa/Escolab, PT Erela, PT
Erlimpex, Fahreinheit dapat diretur 4 bulan sebelum ED, PT Mecosin Reg,
PT Solas Reg, PT Surya Prima Perkasa (SDM), PT Tropica Bandung
(khusus barang ethical), PT Tropica (khusus barang OHB), PT Tiga
A/Cendo (dapat di retur 5 bulan sebelum ED), Armoxindo (6 bulan sebelum
ED konfirmasi terlebih dahulu ke pihak gudang), PT Coronet (7 bulan
sebelum ED masih bisa di retur), DKT/Andalan, Afi Farma, Karindo,
Meprofarm, PT Global Multi Pharmalab, PT Holi Pharma, PT Solas Non
Reg, PT Nova, PT Seles, PT Trifa (adalah barang yang tidak dapat di retur
kembali), dan Barang yang tidak bisa di retur akan dimusnahkan
F. Pelaporan
Untuk pelaporan, PBF dapat menggunakan aplikasi E-REPORT dan
E-Napsa. Pelaporan untuk obat-obat prekursor, obat-obat tertentu (OOT),
dan psikotropika dilakukan setiap sebulan sekali sebelum tanggal 10. Untuk
obat-obat biasa dan alat kesehatan dilakukan per triwulan, pelaporan
meliputi nama barang, ED, No batch, outlet.
G. Pemusnahan
Pemusnahan di Sapta Sari Tama Makassar pertama membuat usulan
pemusnahan ke pusat meliputi nama barang, ED, no batch, dan jumlah.
Setelah surat pemusnahan di ACC, pusat kemudian mengeluarkan surat
pemusnahan. Setelah surat pemusnahan keluar Sapta Sari Tama Makassar
mengirim surat ke BPOM perihal permohonan untuk di datangkan saksi.
Dalam proses pemusnahan di perlukan saksi minimal 2 orang. Sehari
sebelum pemusnahan dilakukan BPOM memberikan konfirmasi dan obat
yang akan di musnahkan di siapkan terlebih dahulu oleh PBF baik tempat
dan lain sebagainya, pemusnahan dilakukan sekali dalam setahun.
Pemusnahan obat-obat tablet dilakukan dengan pembakaran, untuk
obat-obat sirup, cairan dialirkan dan wadah sirup plastik dimusnahkan
dengan pembakaran, adapun wadah kaca cukup dengan di timbun atau di
pecahkan terlebih dahulu kemudian di timbun. Setelah pemusnahan, dibuat
berita acara.
BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Setelah melakukan PKL selama 2 pekan, kami dapat menyimpulkan
bahwa PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku. Setiap PBF harus memiliki Apoteker penanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat atau bahan obat, Apoteker penanggung jawab harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
PT. Sapta Sari Tama adalah perusahaan distribusi yang bergerak di
bidang farmasi dan alat kesehatan yang berdiri pada tahun 1975. PBF PT.
Sapta Sari Tama yang dipimpin oleh Kepala Cabang Bapak Nofriksen
Dolia, Kepala Gudang Bapak Suherman S.Sos dan penanggung jawabnya
adalah Bapak Ashar, S.Farm.,Apt yang bertempat di jalan IR. Sutami
Pergudangan Parangloe Indah Blok E 3. No. 20 Makassar dengan izin PBF
Nomor : 6/J.06b/PTSP/2019 dan memiliki jumlah karyawan sebanyak 33
orang.

V.2. Saran
A. Saran kepada institusi
1. Diharapkan agar kedepannya, waktu PKL lebih lama agar dapat lebih
mengetahui perbekalan farmasi di PBF.
2. Pembimbing PKL seharusnya lebih giat untuk mengontrol mahasiswa
selama PKL berlangsung dan memberikan bimbingan untuk kemajuan
mahasiswa.
3. Pihak kampus seharusnya membuat kalender akademik untuk
mahasiswa farmasi yang dimana lebih memperbanyak waktu praktek
baik di Apotek, Rumah Sakit, PBF, Puskesmas untuk meningkatkan
skil dan pengetahuan mahasiswa didunia kerja.
B. Saran dan kesan kepada PBF Sapta Sari Tama
1. Terima kasih banyak telah menjadi rumah untuk kami menimba ilmu
selama 2 pekan, dan menerima kami yang haus akan pengalaman dan
ilmu pengetahuan terkait dengan PBF.
2. Saran kami untuk PBF Sapta Sari Tama semoga manajemen
organisasinya tetap dijaga. Diharapkan juga agar lebih melengkapi
sarana dan prasarana yang ada di PBF (Pedagang Besar Farmasi).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI. No. Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang
Pedoman.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia no. 1148/menkes/per/vi/2011 tentang
Pedagang Besar farmasi.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Teknis Cara
Distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan RI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Pp No. 51
Tahun 2009. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia no.36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
no. 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat
Kesehatan. Jakarta.
LAMPIRAN KEGIATAN

1. Penerimaan Barang Masuk

2. Tempat Faktur Pembelian Barang/Surat Jalan Masuk


3. Tempat Barang/Obat Masuk

4. Tempat Barang/Obat keluar (Dalam Kota)


5. Tempat Packing Barang/Obat Untuk Dikirim ke Luar Kota

6. Tempat Barang/Obat Keluar (Luar Kota)


7. Expedisi Pengantaran Barang/Obat Dalam Kota

8. Tempat Faktur Penjualan


9. Menyiapkan Barang/Obat Sesuai Pada Faktur

10. Tempat Penyimpanan Obat Berdasarkan Pabrik


11. Tempat Penyimpanan Obat-Obat Tertentu (OOT)

12. Ruangan Penyimpanan Obat Prekursor

13. Ruangan Penyimpanan Kosmetik


14. Ruangan Penyimpanan Alkes

15. Ruangan Penyimpanan Obat Psikotropika


16. Ruangan Penyimpanan Obat Bersuhu Sejuk

17. Ruangan Penyimpanan Obat Recall


18. Ruangan Karantina

19. Ruangan Penyimpanan Obat TIE


20. Ruangan Penyimpanan Obat Rusak

21. Ruangan Penyimpanan Obat Mendekati ED


22. Ruangan Penyimpanan Obat ED

23. Melakukan Stoc Opname Barang Bulanan (SOBB)


24. Melakukan SOBH

25. Faktur Penjualan


26. Surat Pesanan Obat Regurel

27. Surat Tanda Titipan Barang


28. Surat Serah Terima Barang

Anda mungkin juga menyukai