PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Keresahan pemerintah Indonesia terhadap meningkatnya harga-harga
produk farmasi di Indonesia patut disambut sebagai sebuah sinyal positif.
Industri Farmasi Indonesia telat menggurita sehingga gagal menghasilkan
produk farmasi yang murah namun berkualitas tinggi. Niat pemerintah
Indonesia melalui menteri kesehatan untuk menurunkan harga (generik) akan
selalu mengalami kesulitan. Hal ini akan berjalan terus sepanjang struktur
Industri farmasi di Indonesia tidak mengalami reformasi . Fenomena ini juga
tidak jarang diperparah oleh inkonsistensi yang dilakukan pemerintah
Republik Indonesia akibat tarik menarik kepentingan di dalamnya (Susandy.
D. & Widianto 2015)
Keengganan Industri farmasi untuk menata diri agar lebih cepat dan
murah. Disertai dengan ancaman hadirnya produsen ilegal telah menyebabkan
industri farmasi di Indonesia bagaikan sedang diopnam. Gagasan self-
dispensing medication yang beberapa kali dimunculkan akan selalu kandas,
justru akibat tekanan para pelaku industri farmasi itu sendiri. Bahkan desain
pemerintah atas pengelolaan pasokan rantai industri farmasi telah memberi
ruang yang sangat besar bagi hadirnya Pedagang Besar Farmasi (PBF),
sehingga rantai pasokan menjadi lebih Panjang (Susandy. D. & Widianto
2015)
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Farmasi juga
meliputi profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi produk yang
berkhasiat obat yang baik dan aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya
sangat diperlukan instansi-instansi kesehatan, balai pengobatan ataupun
konsumen lainnya yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Salah satu
distribusi dalam farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF).(Depkes RI,
2009)
Istilah PBF yang merupakan kepanjangan dari Pedagang Besar
Farmasi tentu sudah tak asing lagi bagi para pharmapreneur dan pebisnis
apotek. Sejatinya PBF sama juga dengan distributor, hanya saja karena dia
bergerak di bidang pendistribusian produk kefarmasian, maka disebutlah
sebagai PBF. Peran PBF dalam kancah bisnis apotek tentu sangat vital, maka
dari itu antara PBF dan apotek sama sama membutuhkan. Fungsi PBF
adalah penyalur dari pabrik farmasi (principal) untuk mendistribusikan segala
produk farmasi ke seluruh daerah yang telah diliputnya (coverage).
(Kemenkes RI 2011)
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian
dukungan terhadap tenaga kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi (PBF),
maka program studi diploma tiga farmasi STIKES Nani Hasanuddin
Makassar bekerja sama dengan PBF PT. Sapta Sari Tama dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan dari tanggal 02 maret sampai
dengan 15 maret 2020, yang berjumlah 11 orang. Praktek kerja lapangan ini
diharapkan dapat mencapai dan meningkatkan pemahaman calon tenaga
kefarmasian mengenai peranan apoteker di PBF, organisasi dalam PBF,
mengenai tahapan-tahapan pendistribusian obat sesuai CPOB, mengetahui
persyaratan dalam pendirian PBF dan pelaporan-pelaporan yang dilakukan
dalam pengelolaan pendistribusian obat hingga ke sarana distribusi.
V.1. Kesimpulan
Setelah melakukan PKL selama 2 pekan, kami dapat menyimpulkan
bahwa PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku. Setiap PBF harus memiliki Apoteker penanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat atau bahan obat, Apoteker penanggung jawab harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
PT. Sapta Sari Tama adalah perusahaan distribusi yang bergerak di
bidang farmasi dan alat kesehatan yang berdiri pada tahun 1975. PBF PT.
Sapta Sari Tama yang dipimpin oleh Kepala Cabang Bapak Nofriksen
Dolia, Kepala Gudang Bapak Suherman S.Sos dan penanggung jawabnya
adalah Bapak Ashar, S.Farm.,Apt yang bertempat di jalan IR. Sutami
Pergudangan Parangloe Indah Blok E 3. No. 20 Makassar dengan izin PBF
Nomor : 6/J.06b/PTSP/2019 dan memiliki jumlah karyawan sebanyak 33
orang.
V.2. Saran
A. Saran kepada institusi
1. Diharapkan agar kedepannya, waktu PKL lebih lama agar dapat lebih
mengetahui perbekalan farmasi di PBF.
2. Pembimbing PKL seharusnya lebih giat untuk mengontrol mahasiswa
selama PKL berlangsung dan memberikan bimbingan untuk kemajuan
mahasiswa.
3. Pihak kampus seharusnya membuat kalender akademik untuk
mahasiswa farmasi yang dimana lebih memperbanyak waktu praktek
baik di Apotek, Rumah Sakit, PBF, Puskesmas untuk meningkatkan
skil dan pengetahuan mahasiswa didunia kerja.
B. Saran dan kesan kepada PBF Sapta Sari Tama
1. Terima kasih banyak telah menjadi rumah untuk kami menimba ilmu
selama 2 pekan, dan menerima kami yang haus akan pengalaman dan
ilmu pengetahuan terkait dengan PBF.
2. Saran kami untuk PBF Sapta Sari Tama semoga manajemen
organisasinya tetap dijaga. Diharapkan juga agar lebih melengkapi
sarana dan prasarana yang ada di PBF (Pedagang Besar Farmasi).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI. No. Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang
Pedoman.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia no. 1148/menkes/per/vi/2011 tentang
Pedagang Besar farmasi.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Teknis Cara
Distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan RI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Pp No. 51
Tahun 2009. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia no.36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
no. 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat
Kesehatan. Jakarta.
LAMPIRAN KEGIATAN