Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN

FARMASI UNTUK IGD

Penulis Dokumen Tim Instalasi Farmasi


Jumlah Halaman 9
RUMAH SAKIT UMUM

BINTANG
Jl. Ngurah Rai 10 Semarapura-Bali
Telp. (0366) 25241

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BINTANG


NOMOR : 01.02II.15/SK/RSUB/I/2016

TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN FARMASI UNTUK IGD
RUMAH SAKIT UMUM BINTANG

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BINTANG


Menimbang :
a. Bahwa untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan dan
kinerja kegiatan Instalasi Farmasi di Rumah Sakit, maka
perlu ditetapkan buku Panduan Farmasi untuk Instalasi
Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Bintang.
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Direktur
tentang Pemberlakuan Buku Panduan Farmasi untuk
Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Bintang.

Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
2. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun
1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Keputusan Pemberlakuan Panduan Farmasi untuk IGD di
Rumah Sakit Umum Bintang.
Kedua : Buku panduan farmasi untuk instalasi gawat darurat di
Rumah Sakit Umum Bintang disusun oleh tim instalasi
farmasi rumah sakit umum diberlakukan sebagai buku
panduan farmasi untuk instalasi gawat darurat di Rumah
Sakit Umum Bintang.
Ketiga : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Keempat : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan ditinjau kembali dan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Klungkung
Pada tanggal : 13 Januari 2016
Direktur RSU Bintang

dr. Ni Made Karmayeni


NIK. 19650117200605.2001
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I. DEFINISI
.......................................................................................................
1
BAB II. RUANG LINGKUP
.......................................................................................................
1
BAB III. TATA LAKSANA
.......................................................................................................
1
BAB IV. DOKUMENTASI
.......................................................................................................
9
.......................................................................................................
.......................................................................................................
BAB I
DEFINISI

Merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencaan sampai evaluasi
yang saling terkait satu sama lain. Kegiatannya mencangkup perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup manajemen obat dan penggunaan obat di rawat inap meliputi
seleksi, pengadaan, penyimpanan, peresepan dan pencatatan serta persiapan dan
penyaluran/ dispensing.

BAB III
TATA LAKSANA

1. Seleksi
Kriteria seleksi kebutuhan sediaan farmasi yang baik yaitu meliputi :
a. Mengutamakan penggunaan obat generik.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis.
c. Memiliki rasio manfaat resiko dan biaya yang paling menguntungkan
pasien.
d. Mutu terjamin, termasuk stabilitas, dan bioavailabilitas.
e. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
f. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
g. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (Evidence
Based Medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan.
Metode perencanan yang digunakan di rawat inap menggunakan metode
konsumsi. Pedoman perencanaan berdasarkan panduan praktek klinis
PPK/standar terapi di rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku serta
sisa stok yang tersedia.

2. Pengadaan

1
Pengadaan sediaan farmasi untuk kebutuhan di ruang rawat IGD yang
diterapkan di RSU Bintang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Kebutuhan pasien di rawat IGD meliputi obat, alkes dan bahan habis pakai
(BHP). Obat dapat berupa persediaan stok dasar/floor stock yang jenis dan
kebutuhannya disesuaikan dengan keperluan masing-masing ruangan dan
obat yang diresepkan langsung ke apotek instalasi farmasi. Pemesanan Alkes
diresepkan langsung ke apotek. Sedangkan untuk BHP, yang merupakan
komponen jasa sarana dipesan dengan menggunakan blanko daftar
permintaan barang habis pakai.

3. Penyimpanan
Sistem penyimpanan obat adalah sebagai berikut :
1. Area penyimpanan perbekalan/sediaan farmasi tidak boleh dimasuki oleh
petugas selain petugas yang berwenang.
2. Penyimpanan obat dan alat kesehatan harus dilakukan sesuai persyaratan
dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan kenyamanannya
serta memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat pelayanan.
3. Penyimpanan obat dilakukan secara alfabetis.
4. Penyimpanan dilakukan secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out)
5. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat diberi
label secara akurat untuk isi, tanggal kadaluwarsa dan peringatan.
6. Dilakukan inspeksi ditempat-tempat penyimpanan obat untuk
memastikan obat disimpan dengan benar dan untuk meminimalisasi
kehilangan obat.
7. Untuk sediaan NORUM/LASA diletakkan terpisah dan dilabeli dengan
stiker “LASA”.
8. Untuk sediaan yamg termasuk High Alert diletakkan secara terpisah dan
dilabeli dengan stiker High Alert.
9. Elektrolit pekat yang termasuk obat High Alert, contoh : Kalium klorida
7,46% tidak boleh berada diruang rawat, kecuali di unit-unit tertentu atas
pertimbangan live saving. Obat High Alert disimpan secara tersendiri,
terpisah dari obat lain dengan akses terbatas dan harus diberi penandaan
atau label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak
dikehendaki.

2
10. Untuk sediaan emergensi diletakkan ditempat khusus yang disimpan di
“trolley emergency” dikunci dengan segel atau kunci yang mudah dibuka.
Sistem pengendalian isi trolley emergency harus dibuat sedemikian rupa
sehingga jenis, jumlah dan kualitas obat dan perbekalan farmasi yang ada
di dalamnya sesuai standar yang ditetapkan serta semua aspek yang
berkaitan dengan pembukaan trolley emergency dapat di pertanggung
jawabkan (mudah ditelusuri).
11. Untuk cairan atau sediaan yang diletakkan dilantai dilapisi dengan
menggunakan pallet sehingga sediaan farmasi tidak langsung bersentuhan
dengan lantai.
12. Khusus bahan berbahaya dan beracun (B3) harus disimpan terpisah dan
disertai tanda bahan berbahaya dan beracun.
13. Pasien tidak diperbolehkan membawa obat dan perbekalan farmasi
lainnya dari luar RSU Bintang. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang
dibawa masuk oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual dan
dilakukan pencatatan. Obat disimpan di ruang perawat dalam wadah
terpisah dan diberi label yang jelas.
14. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluwarsa harus
dikembalikan ke instalasi farmasi.
15. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik
pembuatannya harus segera dikembalikan ke instalasi farmasi.
16. Obat yang sudah kadaluwarsa, rusak atau terkontaminasi harus disimpan
terpisah sambil menunggu pemusnahan.
17. Tata cara penghapusan perbekalan farmasi lebih rinci dituangkan dalam
Standar Prosedur Operasional.
18. Obat yang dibawa oleh pasien dari rumah harus dicatat dalam formulir
rekonsiliasi obat dan disimpan di ruang perawat.
4. Pemesanan /penulisan resep
Adapun prosedur yang dilakukan dalam melakukan pemesanan obat yang
baik adalah sebagai berikut:
1. Pemesanan obat dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang telah ditetapkan
oleh rumah sakit antara lain:
a. Staf medis purnawaktu dan dokter tamu yang bertugas dan
mempunyai surat izin praktek diRSU Bintang.
b. Untuk resep narkotika hanya boleh ditulis oleh dokter yang memiliki
nomor SIP (surat izin praktek),

3
2. Penulis resep harus melakukan penyelarasan resep (medication
reconciliation) sebelum menulis resep. Penyelarasan obat adalah
membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat
yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu
obat (omission).
3. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi,
interaksi obat, dan reaksi alergi.
4. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik.
5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan
lazim atau yang sudah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah
pengertian.
6. Dokter harus mengenali obat-obat yang termasuk dalam daftar LASA (look a
like sound a like) yang diterbitkan oleh instalasi farmasi, untuk menghindari
kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
7. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan formularium RSU Bintang dan
formularium nasional.
8. Penulisan resep harus dilengkapi /memenuhi hal-hal sebagai berikut:
 Nama Pasien
 Tanggal Lahir atau Umur Pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal
lahir)
 Nomor rekam medis pasien
 Berat badan pasien
 Nama dokter
 Tanggal penulisan resep
 Nama ruang pelayanan
 Riwayat alergi pasien
 Tanda R/ pada setiap sediaan
 Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat
kombinasi ditulis sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan
bentuk sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul salep), serta
kekuatannya (contoh: 500 mg,1 gram).
 Jumlah sediaan
 Bila obat beupa racikan dituliskan nama setiap jenis atau bahan obat
dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat: microgram, milligram,
gram) dan (untuk cairan: tetes milliliter, liter).
 Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman
dan efektif.

4
 Penggunaan obat off- label (pengunaan obat yang diindikasinya diluar
indikasi yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI )
harus berdasarkan panduan pelayanan medis yang ditetapkan oleh
Departemen.
 Untuk aturan pakai jika perlu atau p.r.n atau “pro re nata”, harus
dituliskan dosis maksimal dalam sehari dan indikasinya.
9. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi
akibat penggunaan obat.
10. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan
yang baru.
11. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang
ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi.
12. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep instruksi pengobatan
tersebut harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan SPO.
13. Instruksi lisan (verbal order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat
High Alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan
tidak diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi
lisan mengikuti SPO.
14. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
rekam medik.
15. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain
harus dituliskan kembali dalam bentuk resep / instruksi pengobatan baru.

5. Persiapan dan penyaluran (Dispensing)


1. Sistem distribusi dan penyiapan obat/alkes untuk pasien rawat IGD
diberlakukan sistem dosis unit untuk pemakaian selama observasi pasien.
Apabila pasien dinyatakan membaik, maka pasien bisa dipulangkan
dengan/tanpa obat. Untuk peresepan pasien rawat IGD menggunakan
Blanko Resep Rumah Sakit. Peresepan untuk sediaan oral diberikan 3
hari dan sediaan infus dan injeksi untuk 1 hari.
2. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label.
3. Obat harus disiapkan dengan benar.

6. Pemberian ( administration )

5
1. Pemberian obat untuk pasien rawat IGD diberikan oleh dokter atau
perawat yang memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktek di
RSU Bintang.
2. Pemberian obat ke pasien harus diatur dalam suatu Pedoman dan atau
Standar Prosedur Operasional agar pemberian obat dilakukan dengan
benar.
3. Pada pemberian obat secara infus, label lama obat ditempel pada botol
infus atau syringe pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu,
maka label nama obat ditempel pada setiap syringe pump dan setiap
ujung jalur selang.
4. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat
mengenai kesesuaiannya dengan resep meliputi : nama obat, waktu dan
frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas pasien.
5. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya
dengan baik dengan diperiksa secara visual.
6. Pasien dipastikan tidak memiliki alergi dan kontraindikasi dengan obat
yang diberikan.
7. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa kembali oleh
perawat kedua sebelum diberikan kepada pasien.
8. Pemberian obat harus dicatat.
9. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi
terlebih dahulu dan dipantau oleh perawat.
10. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan obat dan perbekalan farmasi
lainnya, termasuk kehilangan maka konsekuensi financial menjadi
tanggung jawab pihak yang bersalah.

7. Pemantauan (monitoring)
A. Efek samping obat
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat
harus dilakukan pada setiap pasien.
2. Semua petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan dan
melaporkannya ke Panitia Farmasi dan Terapi.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah
obat baru yang masuk formularium RSU Bintang dan obat yang
terbukti dalam literatur menimbulkan efek samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam
fomulir pelaporan efek samping obat.
5. Efek samping yang dilaporkan ke Panitia Farmasi dan Terapi
yang berat, fatal, meninggalkan gejala sisa.
6
6. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan
oleh Panitia Farmasi dan Terapi RSU Bintang.
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat
adalah dokter, perawat di ruang rawat inap atau poliklinik serta
apoteker/asisten apoteker.
8. Panitia Farmasi dan Terapi RSU Bintang melaporkan hasil
evaluasi pemantauan ESO kepada direktur dan
menyebarluaskannya ke seluruh instalasi/unit pelayanan di RSU
Bintang sebagai umpan balik atau edukasi.

B. Kesalahan obat
1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap
penulisan resep, penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik
yang menimbulkan efek merugikan ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas
yang menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau
atasan langsungnya.
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir
Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien RSU Bintang.
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2 x 24 jam setelah
ditemukannya insiden
5. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) : terjadinya insiden yang
belum terpapar ke pasien.
b. Kejadian tidak cidera (KTC) : suatu kejadian insiden yang
sudah terpapar kepasien tetapi tidak menimbulkan cidera.
c. Kejadian tidak diharapkan (KTD) : suatu kejadian insiden
yang mengakibatkan cidera pada pasien atau kriteria yang
ditetapkan oleh Tim Keselamatan Pasien RSU Bintang
6. Pelaporan kesalahan obat dan tidak lanjutnya diatur dalam
pedoman dan/atau Standar Prosedur Operasional.
7. Unit penjamin mutu (UPM) bertanggung jawab untuk menindak
lanjuti laporan kesalahan obat.

7
BAB IV
DOKUMENTASI

1. SPO Seleksi Perbekalan Farmasi


2. SPO Penerimaan Perbekalan Farmasi
3. SPO Pengadaan Perbekalan Farmasi
4. SPO Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Gudang dan Instalasi
Farmasi
5. SPO Pelayanan Farmasi di IGD
6. SPO Penulisan Resep yang Lengkap dan Aman
7. SPO Pencampuran Injeksi Elektrolit Pekat
8. SPO Penyimpanan Obat Emergensi
9. SPO Pengelolaan Obat atau Alkes Kadaluarsa
10. SPO Penarikan Obat
11. SPO Pemusnahan Obat atau Alkes Kadaluarsa
12. SPO Pengelolaan Obat High Alert
13. SPO Penyimpanan Bahan Berbahaya
14. SPO Pemantauan Suhu
15. SPO Inspeksi Penyimpanan Perbekalan Farmasi
16. SPO Penggantian Sediaan Farmasi Trolley Emergensi di IGD dan
Kamar OK

Anda mungkin juga menyukai