Anda di halaman 1dari 97

Halaman judul

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI


APOTEKER (PKPA) DI PUSKESMAS
TAMALANREA MAKASSAR
PERIODE 28 NOVEMBER – 23 DESEMBER 2022

Disusun Oleh:

NUR AMMA NINAS 22039074

RIZKA PUSPA AMELIA 22039054

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2022
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas Kasih dan KaruniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Puskesmas Tamalanrea periode 28 November-23 Desember. Kegiatan
di Puskesmas serta laporannya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Program Studi Profesi Apoteker di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian PKPA Puskesmas serta


penyusunan laporan banyak kendala, namun dengan dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak maka kendala tersebut dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. H. Sahibuddin, A. Gani, selaku Ketua Yayasan


Almarisah Madani Makassar yang telah memberikan segala
fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Makassar.
2. Ibu Dr. Nursamsiar, M.Si. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Makassar.
3. Bapak Dr. apt Fajriansyah, M.Si selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
4. Ibu Dr. apt. Maulita Indrisari, M.Si selaku Dosen Pembimbing
Praktik Kerja Profesi Apoteker, Program Studi Profesi Apoteker
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
5. Ibu apt. Asrina, S.Si, Selaku Preseptor di Puskesmas Tamalanrea

6. Seluruh staf pegawai di Puskesmas Tamalanrea


7. Seluruh Staf pengajar dan karyawan Program Studi Profesi
Apoteker, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
8. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Profesi Apoteker dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala
bantuannya kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini.

iii
Akhir kata, semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan kesehatan serta karunia-Nya dan membalas semua
kebaikan pihak-pihak yang telah membantu dalam penyunan laporan
ini, dan semoga laporan akhir PKPA ini dapat bermanfaat bagi banyak
orang.

Makassar, Desember 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)..........................


LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................
A. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).............................
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)..........................................
C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)........................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
A. Pengertian Puskesmas...................................................................................
B. Tugas dan Fungsi Puskesmas........................................................................
C. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan................................
D. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker........................................................
E. Sistem Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)............
F. Pelayanan Farmasi Klinik...........................................................................
BAB III TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA....................................................59
A. Sejarah Puskesmas Tamalanrea..................................................................
B. Visi dan Misi Puskesmas Tamalanrea........................................................
C. Lokasi, Sarana dan Prasarana Puskesmas Tamalanrea...............................
D. Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea...............................................
BAB IV KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN...........................................
A. Kegiatan yang dilakukan.............................................................................
B. Tugas yang dikerjakan selama PKPA.........................................................
C. Pembahasan.................................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................

v
B. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
LAMPIRAN...........................................................................................................

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh Lemari Penyimpanan Obat High Alert26

Gambar 2. Contoh Obat LASA dengan Kekuatan Berbeda27

Gambar 3. Label Obat LASA27

Gambar 4. Tas Emergenci dilengkapi Kunci Pengaman Disposable29

Gambar 5. Penandaan Penggunaan Vaksin31

Gambar 6. Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea65

Gambar 7. Rencana Kebutuhan Obat (RKO)71

Gambar 8. Rak Penyimpanan Obat76

Gambar 9. Lemari Narkotika Psikotropika77

Gambar 10. Alat Pengukur Suhu78

Gambar 11. Contoh Resep Perorangan atau Individu79

Gambar 12. Evaluasi Ketersediaan Obat Terhadap FORNAS84

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyimpanan Vaksin................................................................................

Tabel 2. Masa Pemakaian Vaksin Sisa...................................................................

Tabel 3. Jenis – Jenis Pelaporan.............................................................................

Tabel 4. Form Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat........................................

Tabel 5. Hal – hal yang harus diperhatikan oleh Apoteker....................................

Tabel 6. Format Dokumentasi Konseling..............................................................

viii
LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Obat Hibah/Sumbangan-Obat TB90

Lampiran 2. Berita Acara Serah Terima Obat dan BMHP90

Lampiran 3. Penerimaan Obat melalui Aplikasi SIMBAKDA91

Lampiran 4. Cold Chain (Rantai Dingin)91

Lampiran 5. Alat Pembawah Vaksin (Vaccine Carrier)92

Lampiran 6. Vaksin Vial Monitor (VVM)92

Lampiran 7. Berita Acara Penyerahan Obat/BMHP Kadaluarsa ke PT.


Sahih93

Lampiran 8. Kartu Stok93

Lampiran 9. Stok Opname Obat Per Bulan94

Lampiran 10. Rak Penyimpanan Bahan Medis Habis Pakai94

Lampiran 11. Contoh Etiket95

Lampiran 12. Kegiatan Konseling95

Lampiran 13. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat96

Lampiran 14. Kegiatan Penyuluhan97

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26
tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
No. 74 tahun 2016 Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS)
merupakan suatu unit pelakasana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Permenkes, 2020).
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar
yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan
ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan
kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas (Permenkes, 2016).
Salah satu pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah
pelayanan Kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan
pelayanan kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi,
baik berupa obat, bahan habis pakai, maupun alat kesehatan, yang
dapat meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2016).
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang

1
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Berdasarkan hal tersebut maka seorang Apoteker harus
mempunyai kemampuan untuk bermitra dan berinteraksi dengan
profesi kesehatan lainnya dalam menjalani praktik profesinya
(Permenkes, 2016).
Peran Apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab
memberikan layanan kesehatan, sehingga menjadikan suatu
pembelajaran bagi calon apoteker dalam memahami peran, fungsi
dan tanggung jawab profesionalitas sebagai apoteker. Seperti
disebutkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian disebutkan bahwa penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dilaksanakan oleh Apoteker (PP, 2009).
Apoteker memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Oleh karena itu, calon
Apoteker perlu melakukan praktik kerja di Puskesmas sebagai
salah satu bentuk pelatihan, dimana proses Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Makassar yang bekerjasama dengan Puskesmas Tamalanrea untuk
mempersiapkan calon Apoteker yang memberikan pelayanan
kefarmasian yang baik kepada pasien serta dapat melakukan fungsi
manajemen kefarmasian di Puskesmas dengan baik melalui
pengalaman praktik kerja secara langsung yang dilaksanakan pada
periode Periode 28 November – 23 Desember 2022.

B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Tujuan dilakukannya kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Puskesmas Tamalanrea adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran,
fungsi dan tanggung jwab Apoteker dalam praktek pelayanan

2
kefarmasian di Puskesmas.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap perilaku (professional) serta wawasan dan
pengalaman nyata (reality) untuk melakukan praktek profesi
dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
3. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-
solving) praktek dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
4. Mempersiapkan calon Apoteker agar memiliki sikap-perilaku
dan profesionalisme untuk memasuki dunia praktek profesi dan
pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
5. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar
berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain
yang bertugas di puskesmas.
6. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk belajar
pengalaman praktek profesi Apoteker di Puskesmas dalam
kaitan dengan peran, tugas dan fusngsi Apoteker dalam bidang
kesehatan masyarakat.

C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Manfaat dari pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Puskesmas Tamalanrea adalah sebagai
berikut:

7. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker


dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
8. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan
kefarmasian di Puskesmas
9. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di Puskesmas.
10. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang
profesional.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Puskesmas


Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Permenkes No. 43 Tahun 2019).
Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
(Permenkes No. 43 Tahun 2019):
1) Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat.
2) Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.
3) Hidup dalam lingkungan sehat.
4) Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanyaPuskesmas
dikategorikan menjadi (Permenkes No. 43 Tahun 2019):
1. Puskesmas kawasan perkotaan
Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat)
kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:

1) Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen)


penduduknya pada sektor non agraris, terutama industri,
perdagangan dan jasa
2) Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5
km, pasar radius 2 km, memiliki rumah sakit radius
kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel

4
3) Lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga
memiliki listrik
4) Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas
perkotaan
2. Puskesmas kawasan pedesaan
Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat)
kriteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
1) Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk
pada sector agraris
2) Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5
km, pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah
sakit radius lebih dari 5 km, tidak memiliki fasilitas
berupa bioskop atau hotel
3) Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan
puluh persen 4) Terdapat akses jalan dan transportasi menuju
fasilitas
3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil
Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan dengan karakteristik sebagai berikut:
1) Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan
bencana, pulau kecil, gugus pulau, atau pesisir

2) Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu,


jarak tempuh pulang pergi dari ibukota kabupaten
memerlukan waktu lebih dari 6 jam, dan transportasi yang
ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau cuaca
3) Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan
yang tidak stabil.

5
II.2. Tugas dan Fungsi Puskesmas
1. Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat (Permenkes No. 43 Tahun 2019).
2. Fungsi Puskesmas
Dalam melaksanakan tugas, puskesmas
menyelenggarakan fungsi (Permenkes No. 43 Tahun 2019):
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah
kerjanya Puskesmas berwenang untuk :
a) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis
masalah kesehatan masyarakat dan analisis
kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan
kesehatan
c) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan

d) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi


dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap
tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait
e) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan
pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat
6) melaksanakan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia Puskesmas
f) Memantau pelaksanaan pembangunan agar
berwawasan kesehatan
g) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi
terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan
Kesehatan

6
h) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan
masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem
kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah
kerjanya.
Puskesmas berwenang untuk:
a) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu
b) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif
c) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat

d) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang


mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien,
petugas dan pengunjung
e) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi
f) Melaksanakan rekam medis

g) melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi


terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan
h) Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan
i) Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di
wilayah kerjanya
j) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan
indikasi medis dan Sistem Rujukan.

7
3. Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan
Tenaga Kesehatan, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

II.3. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan


Dalam menjalankan praktek kefarmasiannya, Puskesmas
sebagai salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian berlandaskan
pada:
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesis No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 74


tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas.
6. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 4 tahun
2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat,
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43
tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26
tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas (Pasal 11 dan Pasal 12 dihapus).

II.4. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker


Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam
pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang

8
kesehatan menerangkan bahwa sumber daya manusia untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah apoteker.
Secara umum peran apoteker, yaitu (Permenkes, 2014):
1) Sebagai Penanggung Jawab
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin;
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
mengelola dan mengembangkan pelayanan
kefarmasian;

c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;


d. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak
lain; dan
e. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, menganalisis dan memecahkan masalah.
2) Sebagai Tenaga Fungsional
a. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
b. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
c. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
d. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
e. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
f. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.

II.5. Sistem Pengelolaan Obat, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 Tahun 2016
tentang Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang
dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta
pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional,
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian,

9
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.

Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan


tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang baik.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi (Permenkes, 2016):
1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai (BMHP) di puskesmas setiap periode, dilaksanakan
oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) pengelola
ruang farmasi. Perencanaan obat yang baik dapat mencegah
kekosongan atau kelebihan stok obat dan menjaga ketersediaan
obat di puskesmas. Tahapan perencanaan kebutuhan obat dan
BMHP meliputi:
 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan. Proses pemilihan obat di puskesmas dilakukan
dalam rangka perencanaan permintaan obat ke dinas
kesehatan kabupaten/kota dan pembuatan formularium
puskesmas. Pemilihan obat di puskesmas harus mengacu
pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional (FORNAS). Untuk menjaga
ketersediaan obat, apoteker atau penanggungjawab ruang
farmasi bersama tim tenaga kesehatan di puskesmas
menyusun formularium puskesmas. Penggunaan
formularium puskesmas selain bermanfaat dalam kendali
mutu, biaya, dan ketersediaan obat di Puskesmas, juga
memberikan informasi kepada dokter, dokter gigi, apoteker
dan tenaga kesehatan lain mengenai obat yang digunakan di

10
puskesmas. Formularium puskesmas ditinjau kembali
sekurang- kurangnya setahun sekali menyesuaikan
kebutuhan obat di puskesmas. Kriteria obat yang masuk
dalam Formularium Puskesmas:
1. Obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas
adalah obat yang tercantum dalam DOEN dan
FORNAS untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP).
2. Berdasarkan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi.
3. Mengutamakan penggunaan obat generik.
4. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio)
yang paling menguntungkan penderita.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan
oleh pasien.
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio)
yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
langsung.
7. Obat yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan
aman (evidence based medicines).
Tahapan penyusunan formularium puskesmas :
1. Meminta usulan obat dari penanggungjawab
pelayanan dan penanggung jawab program;
2. Membuat rekapitulasi usulan obat dan
mengelompokkan usulan tersebut berdasarkan kelas
terapi atau standar pengobatan;
3. Membahas usulan bersama Kepala Puskesmas,
dokter, dokter gigi, perawat dan bidan puskesmas;
4. Menyusun daftar obat yang masuk ke dalam
formularium puskesmas;
5. Penetapan formularium puskesmas oleh kepala

11
puskesmas;
6. melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai
formularium puskesmas kepada seluruh tenaga
kesehatan puskesmas;
 Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat
periode sebelumnya (data konsumsi), data morbiditas, sisa
stok dan usulan kebutuhan obat dari semua jaringan
pelayanan puskesmas.
 Memperkirakan kebutuhan periode yang akan datang
ditambah stok penyangga (buffer stock). Buffer stock
ditentukan dengan mempertimbangkan waktu tunggu (lead
time), penerimaan obat serta kemungkinan perubahan pola
pernyakit dan kenaikan jumlah kunjungan. Buffer stock
bervariasi tergantung kepada kebijakan puskesmas.
 Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat
menggunakan metode yang sesuai.
 Data pemakaian, sisa stok dan permintaan kebutuhan obat
puskesmas dituangkan dalam Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) puskesmas.

 Laporan pemakaian erisi jumlah pemakaian obat dalam satu


periode dan lembar permintaan berisi jumlah kebutuhan obat
puskesmas dalam satu periode.
 LPLPO puskesmas menjadi dasar untuk rencana kebutuhan
obat tingkat puskesmas dan digunakan sebagai data
pengajuan kebutuhan obat ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan
perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat untuk satu
periode dapat dilakukan dengan menggunakan metode

12
konsumsi dan atau metode morbiditas.

a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas
analisa data konsumsi obat periode sebelumnya. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengumpulan dan pengolahan data
b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan
metode konsumsi:
a) Daftar obat.
b) Stok awal.
c) Penerimaan.
d) Pengeluaran.
e) Sisa stok.
f) Obat hilang/rusak, kadaluarsa.
g) Kekosongan obat.
h) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
i) Waktu tunggu.
j) Stok pengaman.
k) Perkembangan pola kunjungan
Rumus :
A = (B+C+D) – E
A = Rencana kebutuhan
B = Pemakaian rata-ratax 12 bulan C = Stok pengaman 10 % –
20 % D = Waktu tunggu (3 – 4 minggu)
E = Sisa stok

13
b. Metode Morbiditas.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu
tunggu, dan stok pengaman.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok
umur
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan
prevalensi penyakit.

3) Menyediakan formularium/ standar/ pedoman sediaan


farmasi.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
c. Evaluasi Perencanaan
Evaluasi terhadap perencanaan dilakukan meliputi:
 Kesesuaian perencanaan dengan kebutuhan. Dilakukan
penilaian kesesuaian antara RKO dengan realisasi. Sumber
data berasal dari rumah sakit, LKPP dan pemasok.
 Masalah dalam ketersediaan yang terkait dengan
perencanaan.
Dilakukan dengan cek silang data dari fasyankes dengan
data di pemasok.
Cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
 Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
 Pertimbangan/ kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/
terapi

14
 Kombinasi ABC dan VEN
 Revisi daftar obat

a. Analisis ABC
ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang
menunjukkan peringkat/rangking dimana urutan dimulai
dengan yang terbaik/terbanyak.
Analisis ABC mengelompokkan item obat berdasarkan
kebutuhan dananya, yaitu:
 Kelompok A:

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana


pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar
70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
 Kelompok B:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar
20%.
 Kelompok C
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar
10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b. Analisis VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan dana obat yang terbatas dengan
mengelompokkan obat berdasarkan manfaat tiap jenis obat
terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum
dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok
berikut:
 Kelompok V (Vital):
Adalah kelompok obat yang mampu menyelamatkan

15
jiwa (life saving). Contoh: obat syok anafilaksis.
 Kelompok E (Esensial) :
Adalah kelompok obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan. Contoh: Obat untuk pelayanan
kesehatan pokok (contoh: antidiabetes, analgesik,
antikonvulsi) dan Obat untuk mengatasi penyakit
penyebab kematian terbesar.
 Kelompok N (Non Esensial)
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Contoh: suplemen.
c. Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC
adalah benar-benar jenis obat yang diperlukan untuk
penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain,
statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya,
jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori C.
Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk
pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai
dengan kebutuhan.
A B C

V VA VB VC

E EA EB EC

N NA NB NC

Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan


pengurangan obat. Mekanismenya adalah:
o Obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas

16
pertama untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana
kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan

obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas


berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan
ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan
langkah selanjutnya.
o Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan
obat pada kriteria NA, NB, NC dimulai dengan
pengurangan obat kategori EA, EB dan EC.
d. Revisi daftar obat
Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun
VEN terlalu sulit dilakukan atau diperlukan tindakan cepat
untuk mengevaluasi daftar perencanaan, sebagai langkah
awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat (rapid
evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar
perencanaan obat. Namun sebelumnya, perlu
dikembangkan dahulu kriterianya, obat atau nama dagang
apa yang dapat dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak
hanya dari aspek ekonomi dan medik, tetapi juga dapat
berdampak positif pada beban penanganan stok.
2. Pengadaan
Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan pengadaan mandiri (pembelian).
1. Permintaan
Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di
Puskesmas harus sesuai dengan Formularium Nasional
(FORNAS), Formularium Kabupaten/Kota dan
Formularium Puskesmas. Permintaan obat puskesmas

17
diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format
LPLPO (Form lampiran 1). Permintaan obat dari sub unit ke
kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan
LPLPO sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu:
a. Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masing – masing
puskesmas.
b. Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi
rutin. Proses permintaan khusus sama dengan proses
permintaan rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila:
 Kebutuhan meningkat
 Terjadi kekosongan obat
 Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu
diperhatikan hal- hal berikut ini:
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya.
b. Jumlah kunjungan resep.
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
d. Sisa stok.

Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum)


adalah : Jumlah untuk periode yang akan datang
diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode
sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat
dilakukan dengan rumus :

18
Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
2. Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas
dapat melakukan pembelian obat ke distributor. Dalam hal
terjadi kekosongan persediaan dan kelangkaan di fasilitas
distribusi, Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke
apotek. Pembelian dapat dilakukan dengan dua mekanisme:
a. Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi
kebutuhan obat yang diresepkan dokter.

b. Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat


menggunakan SP (Surat Pemesanan), dimana obat yang
tidak tersedia di fasilitas distribusi dapat dibeli
sebelumnya, sesuai dengan stok yang dibutuhkan.
3. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) dan sumber lainnya merupakan
salah satu kegiatan yang dilakukan oleh apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian (TTK) penanggungjawab ruang farmasi di
puskesmas. Apoteker dan TTK penanggungjawab ruang farmasi
bertanggungjawab untuk memeriksa kesesuaian jenis, jumlah
dan mutu obat pada dokumen penerimaan. Pemeriksaan mutu
meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan bentuk
fisik obat. Setiap obat yang diterima harus dicatat jenis, jumlah

19
dan tanggal kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu
stok obat.
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan
pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat
pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang
menyediakan dan dicantumkan dalam perjanjian jual beli.
Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan
fisik dan kelengkapan dokumen yang menyertainya. Sediaan
farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan
penerimaan setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang.
Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap
obat yang diserahterimakan sesuai dengan isi dokumen dan
ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh
Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila
terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan
obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan
kartu stok.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang
diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan
pencarian dan pengawasan.
1. Aspek umum yang perlu diperhatikan:
1) Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan di
gudang obat yang dilengkapi lemari dan rak –rak
penyimpanan obat.
2) Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan

20
obat.
3) Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan
diatas pallet, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda
khusus.
4) Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan
sistem, First Expired First Out (FEFO), high alert dan life
saving (obat emergency).
5) Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari
terkunci dan kuncinya dipegang oleh apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian yang dikuasakan.

6) Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar,


disimpan di tempat khusus dan terpisah dari obat lain.
Contoh: alkohol, chlor etil dan lain- lain.
7) Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat
tertentu yang disertai dengan alat pemantau dan kartu
suhu yang diisi setiap harinya.
8) Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan tindakan
pengamanan terhadap obat yang disimpan pada suhu
dingin. Sedapat mungkin, tempat penyimpanan obat
termasuk dalam prioritas yang mendapatkan listrik
cadangan (genset).
9) Obat yang mendekati kadaluarsa (3 sampai 6 bulan
sebelum tanggal kadaluarsa tergantung kebijakan
puskesmas) diberikan penandaan khusus dan diletakkan
ditempat yang mudah terlihat agar bisa digunakan terlebih
dahulu sebelum tiba masa kadaluarsa.
10) Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat
penyimpanan obat
2. Aspek khusus yang perlu diperhatikan:
a. Obat High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai

21
karena dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome).
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh
Puskesmas dengan mempertimbangkan data dari
referensi dan data internal di Puskesmas tentang
“kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau
“kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang
dapat dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan
oleh ISMP (Institute for Safe Medication Practice).
Puskesmas harus mengkaji secara seksama obat-obat
yang berisiko tinggi tersebut sebelum ditetapkan sebagai
obat high alert di Puskesmas.
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan
tinggi) berupa elektrolit konsentrasi tinggi dan obat
risiko tinggi harus disimpan terpisah dan penandaan
yang jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan
dan penggunaan. Penyimpanan dilakukan terpisah,
mudah dijangkau dan tidak harus terkunci. Disarankan
pemberian label high alert diberikan pada gudang atau
lemari obat untuk menghindari kesalahan (penempelan
stiker High Alert pada satuan terkecil).

22
Gambar 1. Contoh Lemari Penyimpanan Obat High Alert
Puskesmas menetapkan daftar obat Look Alike Sound
Alike (LASA)/nama-obat-rupa-ucapan-mirip (NORUM).
Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan
dan diberi label khusus sehingga petugas dapat lebih

mewaspadai adanya obat LASA/NORUM.

Dibawah ini beberapa contoh obat LASA berdasarkan bentuk


sediaan, kekuatan dan kandungan zat aktif:

Gambar 2. Contoh Obat LASA dengan Kekuatan Berbeda

Gambar 3. Label Obat LASA

3. Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor


Peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan

23
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus
disimpan dalam lemari khusus dan menjadi tanggungjawab
apoteker penanggung jawab. Lemari khusus tempat
penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi
memiliki 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci
dipegang oleh apoteker penanggung jawab, satu kunci
lainnya dipegang oleh tenaga teknis kefarmasian/tenaga
kesehatan lain yang dikuasakan. Apabila apoteker
penanggung Jawab berhalangan hadir dapat menguasakan
kunci kepada tenaga teknis kefarmasian/tenaga kesehatan
lain.
4. Obat kegawatdaruratan medis
Penyimpanan obat kegawatdaruratan medis harus
diperhatikan dari sisi kemudahan, ketepatan dan kecepatan
reaksi bila terjadi kegawatdaruratan. Penetapan jenis obat
kegawatdaruratan medis termasuk antidot harus disepakati
bersama antara apoteker/tenaga farmasi, dokter dan perawat.
Obat kegawatdaruratan medis digunakan hanya pada saat
emergensi dan ditempatkan di ruang pemeriksaan, kamar
suntik, poli gigi, ruang imunisasi, ruang bersalin dan di
Instalasi Gawat Darurat/IGD.
Monitoring terhadap obat kegawatdaruratan medis
dilakukan secara berkala. Obat yang kadaluarsa dan rusak
harus diganti tepat waktu. Keamanan persediaan obatobatan
emergency harus terjamin keamanannya baik dari
penyalahgunaan, keteledoran maupun dari pencurian oleh
oknum, sehingga dan seharusnya tempat penyimpanan obat

24
harus dikunci semi permanen atau yang dikembangkan
sekarang disegel dengan segel yang memiliki nomor seri
tertentu atau sering kita sebut segel berregister yang nomor
serinya berbeda-beda. Segel tersebut hanya dapat digunakan
sekali/disposable artinya ketika segel dibuka, segel tersebut
menjadi rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Ini
dimaksudkan supaya terjaga keamanannya dan setiap segel
terbuka ada maksud dan alasan serta tercatat dalam buku
pemantauan obat-obat
emergency. Penggunaan segel sekali pakai memiliki
keuntungan sebagai indikator apakah obat emergency
tersebut dalam keadaan utuh atau tidak.

Gambar 4. Tas Emergensi dilengkapi Kunci Pengaman


Disposable

5. Vaksin
Penyimpanan vaksin, untuk menjaga kualitas vaksin
tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat
berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan
pada suhu yang telah ditetapkan (Permenkes No. 12, 2017).
Tabel 1. Penyimpanan Vaksin

Wilayah/Daerah Vaksin Penyimpanan

25
Provinsi Vaksin Polio Disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C
Tetes pada freeze room atau freezer
Vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada

Lainnya cold room atau vaccine refrigerator


Kabupaten/Kota Vaksin Polio Disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C

Tetes pada freeze room atau freezer


Vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada

Lainnya cold room atau vaccine refrigerator


Puskesmas Semua Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada

Vaksin vaccine refrigerator


Khusus Pada bidan desa disimpan pada suhu
vaksin ruangan, terlindung dari sinar matahari
Hepatitis B langsung

Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d. 8°C


atau pada suhu ruang terhindar dari sinar matahari
langsung. Sehari sebelum digunakan, pelarut disimpan pada
suhu 2°C s.d. 8°C. Beberapa ketentuan yang harus selalu
diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara berurutan
adalah paparan vaksin terhadap panas, masa kedaluwarsa
vaksin, waktu pendistribusian/penerimaan serta ketentuan
pemakaian sisa vaksin (Permenkes No. 12, 2017).

26
1. Keterpaparan Vaksin terhadap Panas
Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih
banyak (yang dinyatakan dengan perubahan kondisi
Vaccine Vial Monitor (VVM) A ke kondisi B harus
digunakan terlebih dahulu meskipun masa
kedaluwarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan
kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan.

Gambar 5. Penandaan Penggunaan Vaksin

2. Masa Kedaluwarsa Vaksin


Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan
vaksin yang lebih pendek masa kedaluwarsanya (Early
Expire First Out/EEFO).
3. Waktu Penerimaan Vaksin (First In First Out/FIFO)
Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya
dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan
asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal
mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek.
1) Pemakaian vaksin sisa
2) Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas,
Rumah Sakit atau praktek swasta) bisa digunakan
pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

27
 Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
 VVM dalam kondisi A atau B
 Belum kedaluwarsa
 Tidak terendam air selama penyimpanan
 Belum melampaui masa pemakaian.

Tabel 2. Masa Pemakaian Vaksin Sisa


Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan
Polio 2 Minggu Cantumkan tanggal
pertama kali vaksin
IPV 4 Minggu
digunakan
DT 4 Minggu
Td 4 Minggu
DPT-HB-Hib 4 Minggu
BCG 3 Jam Cantumkan waktu
vaksin dilarutkan
Campak

5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan
penyerahan sediaan farmasi dan BMHP dari Puskesmas induk
untuk memenuhi kebutuhan pada jaringan pelayanan
Puskesmas yaitu (Permenkes No. 43, 2019):
1. Puskesmas pembantu
2. Puskesmas keliling
3. Bidan desa
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai secara merata dan teratur

28
untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas
dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
sediaan farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di
wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu
yang tepat (Permenkes No. 74, 2016).

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain


(Permenkes No. 74, 2016):
1. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas
2. Puskesmas pembantu
3. Puskesmas keliling
4. Posyandu
5. Polindes
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD dan
lain- lain) dilakukan dengan cara atau metode sebagai berikut
(Permenkes No. 74, 2016):
a. Pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor stock)
b. Pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit)
c. Metode kombinasi.
Sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock). Langkah- langkah yang dilakukan
dalam distribusi obat antara lain (Permenkes No. 43, 2019):
1) Menentukan frekuensi distribusi dengan
mempertimbangkan: Jarak distribusi dan biaya distribusi
yang tersedia.
2) Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan dengan
mempertimbangkan :
a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat
b. Sisa stok
c. Pola penyakit
d. Jumlah kunjungan di masing-masing jaringan

29
pelayanan Puskesmas
3) Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan
Puskesmas. obat diserahkan bersama-sama dengan form
LPLPO jaringan pelayanan Puskesmas yang ditandatangani
oleh penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan
pengelola obat Puskesmas induk sebagai penanggungjawab
pemberi obat (Permenkes No. 43, 2019).

6. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
2. Telah kadaluwarsa;
3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
dan/atau;
4. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis

30
Pakai terdiri dari :
1. Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;
2. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
3. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
4. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
7. Pengendalian
Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
obat di unit pelayanan kesehatan dasar (Permenkes No. 74,
2016). Pengendalian sediaan farmasi terdiri dari (Permenkes
No. 43, 2019):
1. Pengendalian persediaan

Apoteker bertanggung jawab untuk mencegah/mengatasi


kekurangan atau kekosongan obat di Puskesmas. Beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam mengendalikan
ketersediaan obat di Puskesmas:
1. Melakukan substitusi obat dalam satu kelas terapi
dengan persetujuan dokter/dokter gigi penanggung
jawab pasien.
2. Mengajukan permintaan obat ke Dinas Kesehatan
3. Kabupaten/Kota.
4. Apabila obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di
Puskesmas tidak dapat dipenuhi oleh Instalasi Farmasi

31
Kabupaten/Kota dan tidak tercantum dalam
formularium nasional atau e-katalog obat, maka dapat
dilakukan pembelian obat sesuai formularium
Puskesmas dengan persetujuan kepala Puskesmas.
5. Mekanisme pengadaan obat diluar Formularium
Nasional dan e-katalog obat dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan Pengendalian
penggunaan; dan Penanganan Sediaan Farmasi hilang,
rusak dan kedaluwarsa.
2. Pengendalian penggunaan
Penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui jumlah
penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat
memastikan jumlah kebutuhan obat dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian penggunaan mencakup:
1. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode
tertentu.
Jumlah stok ini disebut stok kerja.

2. Menentukan :
a) Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan
kepada jaringan pelayanan Puskesmas agar tidak
mengalami kekurangan/ kekosongan.
b) Stok pengaman adalah jumlah stok yang
disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal
yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan
pengiriman.
c) Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah
waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
sampai obat diterima
d) Menentukan waktu kekosongan obat
3. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan

32
untuk memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat di
gudang farmasi Puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan
dalam bentuk digital atau manual. Pencatatan dalam bentuk
manual biasa menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok
obat:
a) Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran
obat termasuk kondisi fisik, nomor batch dan
tanggal kedaluwarsa obat
b) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat
mutasi satu jenis obat dari satu sumber anggaran
c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun
laporan dan rencana kebutuhan obat periode
berikutnya
Hal yang harus diperhatikan:

a) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan


obat yang bersangkutan.
b) Pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi
(keluar/masuk obat atau jika ada obat hilang, rusak
dan kedaluwarsa)
c) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir
periode.
d) Pengeluaran satu jenis o b a t dari anggaran yang
berbeda dijumlahkan dan dianggap sebagai jumlah
kebutuhan obat tersebut dalam satu periode.
4. Penanganan sediaan farmasi hilang, rusak dan kedaluwarsa
1. Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan
prekursor dilakukan oleh Apoteker penanggungjawab
dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota dan
dibuat berita acara pemusnahan.
2. Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan

33
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan
BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh menteri
3. Pemusnahan dilakukan untuk obat bila:
a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak.
b) Telah kedaluwarsa.
c) Dicabut izin edarnya.

Pemusnahan obat dapat dilakukan dengan cara :


a) Pengembalian obat yang rusak atau kedaluwarsa ke
Dinas Kesehatan Kab/Kota untuk dilakukan
pemusnahan.
b) Pemusnahan sendiri dengan persetujuan Dinas Kesehatan
Kab/Kota.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
1. Membuat daftar obat yang akan dimusnahkan.
2. Mengajukan usulan pemusnahan dan penghapusan
barang persediaan sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat
pemusnahan kepada pihak terkait (Dinas
Kesehatan).
4. Menyiapkan tempat pemusnahan.
5. Pelaksanaan pemusnahan.
6. Membuat berita acara pemusnahan.
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap
seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan sediaan farmasi

34
dan bahan medis habis pakai, baik sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya
(Permenkes No. 74, 2016). Tujuan pencatatan dan pelaporan
adalah (Permenkes No. 74, 2016):
1) Bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai telah dilakukan
2) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian

3) Sumber data untuk pembuatan laporan.


Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor keluar dan masuknya obat di Puskesmas. Pencatatan
dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun
manual. Pada umumnya pemasukan dan pengeluaran obat
dicatat dalam buku catatan pemasukan dan pengeluaran obat
dan kartu stok. Petugas kefarmasian harus mencatat setiap
penerimaan dan pengeluaran obat di Puskesmas (Permenkes
No. 43, 2019). Pelaporan adalah kumpulan catatan dan
pendataan kegiatan administrasi sediaan farmasi, tenaga dan
perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang
berkepentingan. Jenis laporan yang dibuat oleh tenaga
kefarmasian Puskesmas meliputi (Permenkes No. 43, 2019).
Tabel 3. Jenis - Jenis Pelaporan

No Jenis laporan Kegunaan Keterangan


1 Laporan penerimaan Mengetahui jumlah LPLPO
dan pengeluaran obat penerimaan dan
pengeluaran obat satu periode
2 Laporan obat rusak / Melaporkan obat yang Formulir
kedaluwarsa rusak/kedaluwarsa pelaporan obat
rusak
3 Psikotropika dan Mengetahui penerimaan dan Pelaporan

35
narkotika pengeluaran obat narkotika ditujukan ke
dan psikotropika dinkes kab/kota
4 Kepatuhan terhadap Untuk evaluasi kesesuian Pelaporan
formularium nasional penggunaan obat dengan ditujukan ke
fornas dinkes kab/kota
5 Laporan pelayanan Mengetahui pelayanan Pelaporan
kefarmasian (PIO) dan kefarmasian klinik di ditujukan ke
konseling Puskesmas dinkes kab/kota
6 Penggunaan obat Untuk pemantauan
rasional pengguaan obat yang rasional

7 Laporan obat program Melaporkan penggunaan


obat program di Puskesmas

B. Pelayanan Farmasi Klinik

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2016


tentang Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
b. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin
efektivitas, keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai.
c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan
kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
d. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.

36
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.


b. Nama, dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Dosis dan jumlah Obat.
c. Stabilitas dan ketersediaan.
d. Aturan dan cara penggunaan.
e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
b. Duplikasi pengobatan.
c. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
d. Kontra indikasi.
e. Efek adiktif.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.
Tujuan:
1) Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga
kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan

37
masyarakat.

2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang


berhubungan dengan Obat (contoh: kebijakan
permintaan Obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat
penyimpanan yang memadai).
3) Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada
konsumen secara pro aktif dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka
3) Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah
dinding dan lain- lain.
4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap, serta masyarakat.
5) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait
dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
6) Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.
Manfaat dilakukannya pemberian informasi obat yaitu
(Permenkes No. 43, 2019):
1) Peningkatan kesehatan masyarakat (promotif), contoh
GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat).
2) Pencegahan penyakit (preventif), contoh penyuluhan
tentang manfaat imunisasi.
3) Penyembuhan penyakit (kuratif) contoh keterlibatan
dalam program eliminasi malaria dan TBC.
4) Pemulihan kesehatan (rehabilitatif) contoh kepatuhan

38
pada pasien pasca stroke.
Pelaksanaan dan jenis kegiatan PIO yaitu (Permenkes No.
43, 2019);
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada
konsumen secara pro aktif atau pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah
dinding dan lain- lain.
4) Memberikan penyuluhan bagi pasien rawat jalan,
rawat inap dan masyarakat.
Tahapan – tahapan dalam melaksanakan pelayanan
informasi obat yaitu (Permenkes No. 43, 2019) yaitu :
1) Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat
telepon, pesan tertulis atau tatap muka.
2) tertulis atau tatap muka.
3) Mengidentifikasi penanya: nama, status (dokter,
Perawat, Apoteker, Asisten Apoteker, pasien/keluarga
pasien, masyarakat umum) dan asal unit kerja
penanya.

4) Mengidentifikasi pertanyaan apakah diterima, ditolak


atau dirujuk ke unit kerja terkait.
5) Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan
6) Menanyakan tujuan permintaan
informasi (perawatan pasien,
pendidikan, penelitian, umum).
7) Menetapkan urgensi pertanyaan.
8) Memformulasikan jawaban.
9) Menyampaikan jawaban kepada penanya secara
verbal atau tertulis

39
Tabel 4. Form Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat

FORM DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI


OBAT
No. ........ Tanggal : ………………. Waktu :............................Metode :
(Lisan/Tertulis/Telepon)*
1. Identitas Penanya
Nama ……………… No. Telp. ……………………
Status : Pasien/ Keluarga Pasien/ Petugas Kesehatan (… )*

2. Data Pasien
Umur : ….. tahun; Tinggi : ….. cm; Berat : ….. kg; Jenis kelamin :
(Laki-laki/Perempuan)*
Kehamilan : Ya (…… minggu)/ Tidak)* Menyusui :
(Ya/Tidak)*

3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
………………………… ……………………… ……………………
………………………… ……………………… ……………………
………………………… ……………………… ……………………
Pertanyaan :
□ Identifikasi Obat □ Stabilitas □ Farmakokinetika

□ Interaksi obat □ Dosis □ Farmakodinamika


□ Harga obat □ Keracunan □ Ketersediaan obat
□ Kontraindikasi □ Efek Samping □ Lain-lain
Obat

40
□ Cara Pemakaian  Penggunaan  ……….
Terapeutik
4. Jawaban
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
5. Referensi
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 jam/lebih dari 24 jam )*
Apoteker yang menjawab : …………………………………………….
Tanggal : ………………… Waktu : …………………
Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*

3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan
penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai Obat kepada
pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping,
tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan
Obat.
Kegiatan:
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang
dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode
pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa
yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut,
dan lain-lain.
3) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan
Obat

41
4) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki
kemungkinan mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik Obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat,
kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan
terapi Obat.
Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau
korelasi antara pasien dengan Apoteker sehingga terjadi
perubahan perilaku pasien secara sukarela. Pendekatan
Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan
model pendekatan dari pendekatan “Medical Model” menjadi
Pendekatan “Helping Model”

No. Medical Model Helping Model


1. Pasien passive Pasien terlibat secara aktif
Dasar dari kepercayaan Kepercayaandidasarkan dari hubungan
2. ditunjukkanberdasarkan citra pribadi yang berkembang setiap saat
profesi

Mengidentifikasi masalah Menggali semua masalah dan memilih cara


3. dan menetapkan solusi pemecahan masalah

Pasien bergantung pada Pasien mengembangkan rasa percaya


4. petugas kesehatan dirinya untuk memecahkan masalah

5. Hubungan seperti ayah- anak Hubungan setara seperti teman.

42
Tabel 5. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Apoteker

FORM DOKUMENTASI KONSELING

Puskesmas : …………

Jalan : …………
Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
Alamat :
Tanggal Konseling :
Nama Dokter :
Diagnosa :
Nama obat, dosis dan cara :
pemakaian

Riwayat Alergi :

Keluhan :

Pasien pernah datang konseling : Ya/tidak


sebelumnya :

43
Tindak lanjut

Pasien Apoteker
……….......... ………..........

Tabel 6. Format Dokumentasi Konseling

44
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi
kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan
lain-lain.
Tujuan:
1) Memeriksa Obat pasien.
2) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan
Obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi
klinis pasien.
3) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait
dengan penggunaan Obat.
4) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien. Kegiatan yang dilakukan
meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi
dan rekomendasi.
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.
Tujuan:
1) Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat
yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:
1) Menganalisis laporan efek samping Obat.
2) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai

45
resiko tinggi mengalami efek samping Obat.
3) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a) Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau
denganmemaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Tujuan:
1) Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
2) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang
terkait dengan obat.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2) Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima obat dengan indeks terapi sempit

6) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan


reaksi obat yang merugikan.
Kegiatan:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Membuat catatan awal.
3) Memperkenalkan diri pada pasien.
4) Memberikan penjelasan pada pasien.
5) Mengambil data yang dibutuhkan.
6) Melakukan evaluasi.

46
7) Memberikan rekomendasi.
Tatalaksana Pemantauan Terapi Obat (Dikjen Binfar
tentang PTO tahun 2009):
1) Seleksi Pasien Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Seharusnya dilaksanakanuntuk seluruh pasien. Mengingat
terbatasnya jumlah Apoteker dibandingkan dengan
jumlah pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien
yang akan dipantau. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
a) Kondisi pasien
- Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi
penyakit sehingga menerima polifarmasi.
- Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
- Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan
ginjal.
- Pasien geriatri dan pediatri.
- Pasien hamil dan menyusui.
- Pasien dengan perawatan intensif.
b) Obat
1. Jenis obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti:
- Obat dengan indeks terapi sempit (contoh:
digoksin,fenitoin),
- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh:
gentamisin) dan hepatotoksik (contoh: OAT),
- Sitostatika (contoh: metotreksat),
- Antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
- Obat yang sering menimbulkan ROTD
(contoh : metoklopramid, AINS),
- Obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).
2. Kompleksitas regimen
- Polifarmasi

47
- Variasi rute pemberian
- Variasi aturan pakai
- Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
2) Pengumpulan Data Pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting
dalam proses PTO.Data tersebut dapat diperoleh dari:
- Rekam medik,
- Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat,

- Wawancara dengan pasien, anggota keluarga dan


tenaga kesehatan lain.
3) Identifikasi Masalah Terkait Obat
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis
untuk identifikasi adanya masalah terkait obat. Masalah
terkait obat menurut Hepler danStrand dapat
dikategorikan sebagai berikut:
- Ada indikasi tetapi tidak di terapi
Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan
membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu
diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik
harus diterapi dengan obat.
- Pemberian obat tanpa indikasi
Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
- Pemilihan obat yang tidak tepat.
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik
untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama,
obat yang tidak cost effective, kontra indikasi
- Dosis terlalu tinggi
- Dosis terlalu rendah
- Reaksi obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
- Interaksi obat
- Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab.

48
Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat
yaitu, masalah ekonomi, obat tidak tersedia,
ketidakpatuhan pasien, kelalaian petugas.

4) Rekomendasi Terapi
Tujuan utama pemberian terapi obat adalah
peningkatan kualitas hiduppasien, yang dapat dijabarkan
sebagai berikut:
- Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)
- Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien
(contoh: nyeri)
- Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan
fungsi ginjal)
- Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh:
stroke). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penetapan tujuan terapiantara lain: derajat keparahan
penyakit dan sifat penyakit (akut ataukronis). Pilihan
terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan
berdasarkan: efikasi, keamanan, biaya, regimen yang
mudah dipatuhi.
5) Rencana Pemantauan Setelah ditetapkan pilihan terapi
maka selanjutnya perlu dilakukan perencanaan
pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan
obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman
dan terjangkau (rasional).
Tujuan:

1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus

49
tertentu.
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu.
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus
dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar
Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah
dilihat.
Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika
memenuhi kriteria (Modul Penggunaan obat Rasional, 2011):
1) Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk
diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan
dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya
obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan
indikasi yang seharusnya.
2) Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.
Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri.
Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan
untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
3) Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian,
obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai
dengan spektrum penyakit.

50
4) Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh
terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang
berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang
terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek
samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
5) Tepat Cara Pemberian
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan
susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi
tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.
6) Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana
mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien.
Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya
4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum
obat. o b a t yang harus diminum 3 x sehari harus
diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan
interval setiap 8 jam.
7) Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya
masingmasing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama
pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian
kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10- 14 hari.
Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari
yang

seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

51
8) Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping,
yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian
obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah
pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping
sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak
kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada
gigi dan tulang yang sedang tumbuh.
9) Tepat penilaian kondisi pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal
ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti
teofi lin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan
kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya
dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada
kelompok ini meningkat secara bermakna.
10) Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu
terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang
terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau,
digunakan obat-obat dalamdaftar obat esensial. Pemilihan
obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan
mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya
oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk
jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang
menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di
Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.
11) Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat
sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi.
12) Tepat tindak lanjut (follow-up)

52
13) Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah
dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan,
misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek
samping. Sebagai contoh, terapi dengan teofi lin sering
memberikan gejala takikardi. Jika hal ini terjadi, maka
dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya
diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok
anafilaksis, pemberian injeksi adrenalin yang kedua perlu
segera dilakukan, jika pada pemberian pertama respons
sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang diharapkan.
14) Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispensing
sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai
konsumen. Pada saat resep dibawa ke Apotek atau tempat
penyerahan obat di Puskesmas. Apoteker/asisten
Apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada
lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien.
Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara
tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana
harusnya (Modul Penggunaan obat Rasional, 2011).

53
BAB III

TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA

A. Sejarah Puskesmas Tamalanrea


Puskesmas Tamalanrean adalah salah satu puskesmas yang
ada di kota Makassar kecamatan Tamalanrea, yang hanya memiliki
satu wilayah kerja yaitu kelurahan Tamalanrea. Puskesmas
Tamalanrea terletak di area Bumi Tamalanrea Permai yang
beralamat di jalan Kesejahteraan Timur blok B No. 311.
Puskesmas dibangun dari biaya inpres bantuan kesehatan tahun
ajaran 1991-1994 dengan nama awal Puskesmas Tamalanrea
Permai dan mulai difungsikan bulan Juli 1994.
Sejak dibangun pada tahun 2003, Puskesmas Tamalanrea
telah mengalami beberapa kali pergantian kepala puskesmas dari
masa ke masa yaitu sebagai berikut:
1. dr. Hj. Saenab Nani NB (Desember 2003 s/d Juni 2004)
2. dr. Hj. Nurhaedah Saad (Juli 2004 s/d April 2013)
3. drg. Asniwaty Idris, MARS (Juni 2013 s/d Desember 2017)
4. dr. H. Muhammad Sofyan (Januari 2017 s/d Sekarang
B. Visi dan Misi Puskesmas Tamalanrea
1. Visi
"Terwujudnya Masyarakat Sehat dan Mandiri di Wilayah
Puskesmas Tamalanrea"
2. Misi
a. Meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat melalui sistem
manajemen mutu puskesmas
b. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui perilaku hidup
bersih dan sehat baik

54
c. Meningkatkan sumber daya manusia puskesmas yang kompeten
serta bersikap ramah, sopan dan santun.
3. Tata Nilai
AMAL
A = Aman dan Nyaman
Memberikan pelayanan yang berfokus kepada kenyamanan
pasien
M = Mutu
Memberikan pelayanan yang memenuhi standar mutu
pelayanan
A = Adil
Memberikan pelayanan yang berkeadilan dengan tidak
membeda-bedakan status pasien
L = Melindungi
Memberikan perlindungan kesehatan kepada seluruh
masyarakat
4. Lokasi
Puskesmas Tamalanrea merupakan salah satu pusat pelayanan
kesehatan masyarakat di kecamatan Biringkanaya, yang
beralamat di jl. Perumnas Raya No.5 Bumi Sudiang Permai.
5. Sarana dan Prasarana
Adapaun sarana dan prasarana yang disediakan di Puskesmas
Tamalanrea yaitu Poliklinik Umum, Poliklinik Gigi dan Mulut.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana,
pelayanan Laboratorium dan Pelayanan Kefarmasian.
Puskesmas Tamalanrea dilengkapi dengan 1 unit mobil
ambulance, 1 unit mobil Dottorota, 4 Sepeda Motor. Rata-rata
kunjungan ke Puskesmas Tamalanrea kurang lebih 200 orang
perhari, dengan jadwal buka pukul 08.00 sampai dengan 14.000
WITA.

55
C. Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea
Adapun Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea yaitu:
1) Kepala Puskesmas
2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha
a. Sistem Informasi PKM (Bagian Umum/Data)
b. Kepegawaian
c. Rumah Tangga
d. Keuangan
3) Unit Kesehatan Masyarakat
1) UKM Esensial
a. Pelayanan Promosi Kesehatan

b. Pelayanan Kesehatan Lingkungan


c. Pelayanan KIA-KB
d. Pelayanan Gizi
e. Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Menular
f. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
2) Upaya Kesehatan Pengembangan
g. Pelayanan Kesehatan Jiwa
h. Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat
i. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementari
j. Pelayanan Kesehatan Olahraga
k. Pelayanan Kesehatan Indra
l. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
m. Pelayanan Kesehatan Kerja
3) Upaya Kesehatan Masyarakat Perorangan, Kefarmasian
dan Laboratorium
a. Pelayanan Pemeriksaan Umum
b. Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut
c. Pelayanan Kia-Kb
d. Pelayanan Gawat Darurat

56
e. Pelayanan Gizi
f. Pelayanan Kefarmasian
g. Pelayanan Laboratorium
4) Jaringan Pelayanan Puskesmas Dan Jejaringan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
a. Puskesmas Keliling
b. Koord. Bidan Kelurahan
c. Jejaring Fasilitas Kesehatan
Adapun Sumber Daya Manusia yang ada pada Puskesmas Tamalanrea
yaitu:
1. Dokter gigi 7. Ahli Gizi
2. Dokter Umum 8. Rekam Medik
3. Apoteker 9. Kesling
4. Perawat 10. Surveillance
5. Bidan 11. Administrasi Kesehatan
6. Perawat Gigi 12. Staf

Sarana Dan Prasarana


Sarana dan prasana yang terdapat di Puskesmas Tamalanrea
diantaranya yaitu:
1) Poli Gigi
2) Poli Umum 5) Ruang Tindakan
3) Ruang pemeriksaan 6) Ruang Imunisasi
KIA-KB 7) Laboratorium
4) Ruang Farmasi 8) Komputer dan beberapa rak obat
untuk menyimpan obat
9) Ruang kepala puskesmas

57
Gambar 6. Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea

65
BAB IV

KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

IV.1. Kegiatan yang dilakukan


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Tamalanrea sejak tanggal 28 November 2022 sampai tanggal 23
Desember 2022 (30 hari kerja). Pelaksanaan PKPA di Puskesmas
Tamalanrea dilakukan pagi dengan waktu kerja 8 jam per hari di
mulai dari pukul 08.00 hingga pukul 14.00 WITA. Kegiatan yang
dilakukan di Puskemas Tamalanrea selama periode PKPA:
a. Orientasi
Kegiatan orientasi ini merupakan kegiatan pengenalan
penempatan obat dan BMHP serta mengamati proses kegiatan
praktik pelayanan kefarmasian di Puskesmas Tamalanrea.
b. Pelayanan Resep
Pelayanan resep dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu
dimulai dari skrining resep, penyiapan obat, peracikan obat untuk
resep racikan, penulisan etiket, penyerahan obat, dan pemberian
informasi mengenai obat pada pasien.
c. Manajemen Pengelolaan Sediaan Farmasi
Selama periode PKPA, mahasiswa mengamati dan
mempelajari pengelolaan sediaan farmasi mulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan
evaluasi.

d. Diskusi
Kegiatan diskusi dilakukan dengan preseptor puskesmas.
Adapun materi diskusi yaitu terkait pengelolaan sediaan farmasi,
BMHP serta pelayanan farmasi klinik di Puskesmas Tamalanrea.

59
e. Dilakukan kegiatan konseling pada pasien dengan penggunaan
obat yang tepat.
f. Dilakukan penyuluhan tentang Penggunaan Obat yang Tepat.

IV.2. Tugas yang dikerjakan selama PKPA


Adapun tugas yang dikerjakan selama PKPA dipuskesmas
Tamalanrea yaitu melakukan pelayanan farmasi klinik meliputi
pengkajian dan pelayanan resep (Skrining Resep), Pemberian
Informasi Obat, penyuluhan, berdiskusi dengan pembimbing tentang
cara pengisian LPLPO, pengimputan obat melalui aplikasi
SIMBAKDA, Faktur obat masuk, penyimpanan obat di apotek dan
digudang farmasi berdasarkan farmakologi dan abjad, membantu stok
opname, mengisi kartu stok obat perhari, menyusun obat masuk dari
dinas.

IV.3. Pembahasan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (Kemenkes RI. 2016).
Pengelolaan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali
mutu dan kendali biaya. Pengelolaan sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas harus dilakukan dengan sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian Sediaan
Farmasi, dan Bahan Medis Habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien. Dengan demikian semua Sediaan
Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar dipuskemas

60
merupakan tanggung jawab bagian kefarmasian (Apoteker
penanggung jawab).
Praktik Kerja Profesi Apotekr (PKPA) yang dilakukan oleh
Mahasiswa PKPA STIFA Makassar pada tanggal 28 November 2022,
diawal Praktik Kerja Profesi Apoteker dilakukan penerimaan,
pengenalan mengenai kegiatan yang dilakukan selama praktik
terutama dalam pelayanan farmasi klinik dan pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Puskesmas.
Untuk puskesmas Tamalanrea terdapat Ruang Farmasi yang
melayani resep pasien maupun obat-obat program setiap hari senin
sampai sabtu pada pukul 08.00 WITA-14.00 WITA. Kegiatan ini
telah sesuai dengan Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang menyatakan bahwa bagian
kefarmasian harus memiliki Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) yang sesuai dengan beban kerja dan petugas
penunjang lain.
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang
bertujuan untuk menjamin

kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi dan


Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, dan Bahan medis habis pakai di
Puskesmas Tamalanrea yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh
Ruang Farmasi di Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan,
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional dan
meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

61
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis
dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas Tamalanrea. Dalam kegiatan perencanaan ini
dilakukan dengan menentukan jumlah perbekalan farmasi yang
diadakan untuk 1 periode sehingga mencegah terjadinya
kekosongan obat.
Kegiatan perencanaan kebutuhan yang dilakukan di
Puskesmas Tamalanrea adalah perencanaan dengan
menggunakan metode konsumsi sediaan farmasi periode
sebelumnya dan membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO).
Dalam proses pemilihan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) puskesmas Tamalanrea menetapkan Tim
Perencana Obat Terpadu (TPOT) yang beranggotakan dokter,

apoteker, penanggung jawab poli umum, poli gigi, laboratorium,


UGD. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) dan Formularium Nasional.
Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun
dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan
kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi
Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran
yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat,
buffer stock, serta menghindari stok berlebih.

62
Adapun cara untuk menghitung jumlah kebutuhan
perbekalan farmasi, dan BMHP peritem dengan menggunakan
metode konsumsi adalah dengan menggunakan rumus berikut :
Metode Konsumsi : A = (B+C+D)-E
Keterangan:
A = Rencana Kebutuhan
B = Stok Kerja (pemakaian rata-rata x 12 bulan)
C = Stok Pengaman (10-20%)
D = Stok Waktu Tunggu
E = Sisa Stok

Gambar 7. Rencana Kebutuhan Obat (RKO)

Berdasarkan hal tersebut kegiatan pemilihan perbekalan


farmasi di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 Tahun 2016 tentang pemilihan
perbekalan farmasi
2. Pengadaan
Tujuan pengadaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis

63
Pakai adalah memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan
kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
Pengadaan obat di Puskesmas Tamalanrea, dilakukan dengan
cara yaitu melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang terdiri dari obat dan BMHP yang berasal
dari dana JKN, Dana Alokasi Khusus (DAK), APBD dan hibah
(obat program dan vaksin), pengadaan mandiri (pembelian).
Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas
kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan format LPLPO. Permintaan obat dari sub unit ke
Ruang Farmasi dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO
sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu:
a. Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi masing – masing puskesmas.
b. Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin.
Proses permintaan khusus sama dengan proses permintaan
rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila:
 Kebutuhan meningkat
 Terjadi kekosongan obat
 Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas
dapat melakukan pembelian obat ke distributor. Pembelian dapat
dilakukan dengan dua mekanisme:

64
a. Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi
kebutuhan obat yang diresepkan dokter.
b. Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat
menggunakan SP (Surat Pemesanan), dimana obat yang
tidak tersedia di fasilitas distribusi dapat dibeli sebelumnya,
sesuai dengan stok yang dibutuhkan.
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu
diperhatikan hal- hal berikut ini:
 Data pemakaian obat periode sebelumnya.
 Jumlah kunjungan resep.
 Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
 Sisa Stok.
Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) yaitu
jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama
dengan pemakaian pada periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat
dilakukan dengan rumus:
Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok

65
3. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah sutau kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
atau hasil pengadaan puskesmas secara mandiri dengan
permintaan yang diajukan. Tujuan penerimaan adalah agar
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) di Puskesmas Tamalanrea,
diterima oleh apoteker penanggung jawab dengan memeriksa
memeriksa kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada
dokumen penerimaan. Pemeriksaan mutu meliputi pemeriksaan
label, kemasan dan jika diperlukan bentuk fisik obat. Setiap obat
yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan tanggal
kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu stok obat.
Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan
fisik dan kelengkapan dokumen yang menyertainya. Sediaan
farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan penerimaan
setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang. Petugas
penerima obat wajib melakukan
pengecekan terhadap obat yang diserah terimakan sesuai dengan
isi dokumen dan ditandatangani oleh petugas penerima serta
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat
menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap
penambahan obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan
obat dan kartu stok.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang
diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan. Berdasarkan hal tersebut kegiatan

66
penerimaan sediaan farmasi, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas yang menyatakan bahwa barang yang
datang harus sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani oleh
petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas.
4. Penyimpanan
Sistem penyimpanan perbekalan farmasi di Puskesmas
Tamalanrea yaitu disusun berdasarkan alfabetis dengan
menggunakan sistem first in first (FIFO) dan first expired first
out (FEFO).
Penyimpanan BMHP dan obat-obatan dipisahkan di rak
terpisah, disimpan sesuai bentuk sediaan dan diurutkan sesuai
abjad serta dirak penyimpanan obat tersebut terdapat list atau
daftar nama obat sehingga mudah dalam pencarian obat tersebut.

Gambar 8. Rak Penyimpanan Obat

67
Untuk penyimpanan obat LASA, di Puskesmas menggunakan
logo obat LASA pada tempat penyimpanan obat dan diberi jarak
antara obat laiinya untuk mencegah pengambilan obat yang
salah. Namun untuk obat LASA yang memiliki pengucapan yang
mirip sebaiknya dalam penyimpanannya menggunakan metode
Tallman Lettering. Sehingga dapat dibedakan obat-obat yang
memiliki nama yang sama namun indikasi yang berbeda.
Peyimpanan Obat Narkotik dan Psikotropika disimpan
terpisah dengan obat lainnya dalam lemari khusus yang memiliki
2 pintu dan 2 kunci berbeda yang dipegang Oleh Apoteker
Penanggung Jawab atau tenaga teknik kefarmasian yang telah
diberi kewenangan. Di dalam lemari penyimpanan obat
Narkotika dan Psiktorpika dilengkapi dengan kartu stok yang
harus selalu diisi ketika pengambilan obat tersebut.

Gambar 9. Lemari Narkotika dan Psikotropika

68
Gudang Farmasi Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Gudang Obat Puskesmas
Tamalanrea tidaak menyatu langsung dengan apotek yang ada
pada Puskesmas.
Adapun syarat-syarat penyimpanan juga diperhatikan
misalnya saja tersedia lemari pendingin yang dilengkapi alat
pemantau suhu. Suhu dalam gudang penyimpinan juga dijaga dan
disesuaikan dengan ketentuan yang ada.

Gambar 10. Alat Pengukur Suhu


Untuk penyimpanan vaksin di Puskesmas Tamalanrea sudah
sesuai. Dimana vaksin disimpan pada suhu yang telah ditetapkan
dan dipantau kondisi vaksin melalui Vaksin Vial Monitor
(VVM). VVM adalah alat pemantau paparan suhu panas yang
berfungsi memantau suhu vaksin selama dalam perjalanan
maupun penyimpanan.
5. Pendistribusian
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur
untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi puskesmas

69
dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.

Pendistribusian dilakukan ke sub unit (UGD dan lain-lain


diawal bulan) dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai
dengan permintaan. Sistem pendistribusian yang dilakukan oleh
Puskemas Tamalanrea yaitu sistem individual prescribing. Sistem
individual prescribing adalah suatu sistem dimana dokter
menuliskan resep untuk masing-masing pasien kemudian resep
tersebut disiapkan dan didistribusikan oleh bagian farmasi.

Gambar 11. Contoh Resep Perorangan atau Individu

6. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan farmasi yang

70
tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
dan/atau
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.

Kegiatan pemusnahan perbekalan farmasi di Puskesmas


Tamalanrea dilakukan oleh pihak ketiga. Sehingga perbekalan
farmasi yang sudah rusak atau kadaluarsa dikumpulkan dan
selanjutnya diserahkan ke pihak ketiga untuk dimusnahkan
disertai berita acara pemusnahan perbekalan farmasi.
Berdasarkan hal tersebut, pemusnahan perbekalan farmasi di

71
Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
7. Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
1. Pengendalian persediaan;
2. Pengendalian penggunaan; dan
3. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
Kegiatan pengendalian perbekalan farmasi yang dilakukan
di Puskesmas Tamalanrea yaitu dengan cara stock opname
setiap bulan. Stock opname merupakan kegiatan pengendalian
perbekalan farmasi yang dilaksanakan secara berkala setiap akhir
bulan. Untuk memudahkan pada saat dilaksanakannya stock
opname maka dilakukan pengisian kartu stok pada setiap obat
yang disertai dengan jumlah pemasukan dan pengeluaran pada
setiap obat. Untuk pengisian stok opname dapat dilakukan setiap
1 bulan sekali yang bertujuan untuk mengendalikan sediaan
farmasi dan BMHP yang akan segera kadaluarsa dan untuk
pelaporan stok opname ke Dinas kesehatan dilakukan per 6
bulan. Jika terdapat obat yang akan segera kadaluarsa maka dapat
segera diinformasikan kepada dokter untuk segera meresepkan
obat tersebut. Untuk pelaporan stok opname ke Dinas kesehatan
dilakukan per 6 bulan.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pengendalian perbekalan

72
farmasi di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang beberapa cara
pengendalian diantaranya melakukan stok opname setiap akhir
bulan.
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap
seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas Tamalanrea atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian;
dan
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
9. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan
tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar
prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO)
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.

73
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan administrasi, pencatatan dan
pelaporan di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Gamabr 12. Evaluasi Ketersediaan Obat tehadap


FORNAS
Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas Tamalanrea dimulai dari
Ruang Farmasi. Dimana alur pelayanannya sebagai berikut:
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien, nama, dan paraf dokter, tanggal resep, ruangan/unit asal
resep. Sedangkan persyaratan farmasetik meliputi bentuk dan
kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan
ketersediaan, aturan dan cara penggunaan,

74
inkompatibilitas (ketidakcampuran obat) dan persyaratan klinis
meliputi ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat,
duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat,
kontra indikasi, dan efek adiktif. Pengkajian dan pelayanan resep
dilakukan pada saat pasien membawa resep, kemudian petugas
Ruang Farmasi Puskesmas Tamalanrea akan melakukan
verifikasi resep/skrining resep, penyiapan, peracikan obat,
pemberian etiket selanjutnya dilakukan double cek dan
menyerahkan obat kepada pasien.
Adapun pelaksanaan pengkajian resep di puskesmas
Tamalanrea belum terlalu optimal hal ini dikarenakan
keterbatasan tenaga farmasi di Ruang Farmasi Puskesmas
Tamalanrea.
2. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Setelah pemberian etiket pada obat selanjutnya Petugas
Ruang Farmasi Puskesmas Tamalanrea melakukan PIO pada
pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir dan alamat
pasien guna meminimalisir terjadinya kesalahan pemberian obat
pada pasien.
PIO Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi kepada pasien mengenai
cara penggunaan obat yang telah diresepkan oleh dokter sebagai
bentuk penunjang penggunaan obat yang rasional. Selain itu
pemberian informasi obat juga dapat dilakukan dengan melalukan
penyuluhan kepada masyarakat sebagai bentuk pemberian
informasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang
baik/rasional.
Salah satu kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKPA
STIFA Makassar di Puskesmas Tamalanrea yaitu memberikan

75
penyuluhan kepada pasien mengenai “Pencegahan Hepatitis Akut
Misterius Pada Anak” serta memberikan pelayanan informasi
obat pada pasien dengan kategori balita, orang tua dan lansia
yang termuat dalam format dokumentasi pelayanan informasi
obat.
Pemberian Informasi Obat yang dilakukan di Ruang
Farmasi Puskesmas Tamalanrea sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang Pelayanan
Farmasi Klinik salah satunya Pemberian Informasi Obat.
3. Konseling
Salah satu kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKPA
STIFA Makassar di Puskesmas Tamalanrea yaitu konseling pada
pasien prolanis terutama penggunaan obat polifarmasi yang
dilakukan dengan memberikan form dokumentasi konseling yang
memuat nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, tanggal
konseling, nama dokter, diagnosa, nama obat, dosis dan cara
pemakaian, riwayat alergi, dan keluhan.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga
pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas,
cara penyimpanan dan penggunaan Obat.
Pemberian Konseling di Puskesmas Tamalanrea sudah
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun
2016 tentang Pelayanan Farmasi Klinik salah satunya Konseling.
4. Visite, Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Pemantuan Terapi
Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Adapaun kegiatan Visite di puskesmas Tamalanrea tidak
dilakukan hal ini dikarenakan Puskesmas Tamalanrea tidak
termasuk Puskesmas yang memiliki rawat inap. Sedangkan
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Pemantuan Terapi Obat

76
(PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) juga tidak
dilakukan hal ini dikarenakan kurangnya tenaga farmasi (SDM)
di Puskemas Tamalanrea. Sehingga hal ini belum sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang
Pelayanan Farmasi Klinik di Puskesmas.
Ruang Farmasi Puskesmas Tamalanrea juga melayani obat-
obat program (TB, HIV dan Kusta) dibawah pengawasan
Apoteker. Untuk pemberian obat program Puskesmas
Tamalanrea menerapkan sistem sistem UDD (Unit Dose
Dispensing) yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan
pemberian sediaan farmasi, menghindari duplikasi penggunaan
obat sehingga pasien dapat menkonsumsi obat secara tepat.

77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang telah dilakukan
selama periode 28 November – 23 Desember 2022 di Puskesmas
Tamalanrea dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan mengacu pada
Permenkes No. 74 tahun 2016 dan mahasiswa PKPA telah
mempraktikkan praktik kefarmasian yang berorientasi kepada
layananan kefarmasian, calon apoteker juga dapat memahami
tentang peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker dalam
praktek kefarmasian di Puskesmas
2. Mahasiswa PKPA telah mendapatkan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman mengenai alur pelayanan di
Puskesmas Tamalanrea dan mahasiswa PKPA sudah
mempraktikkan cara komunikasi dan interaksi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain
C. Saran
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang telah
dilakukan, diharapkan mahasiswa PKPA dapat lebih aktif dalam
pelayanan kefarmasian dan diharapkan dapat menjalankan kerjasama
tim yang lebih baik juga diharapkan mahasiswa PKPA dapat lebih
percaya diri ketika bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain
terutama yang berasal dari bidang yang berbeda.

78
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI, 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51


tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

79
LAMPIRAN

Lampiran 1. Meja Peracikan Kamar Obat Puskesmas Tamalanrea

Lampiran 2. Berita Acara Serah Terima Obat dan BMHP

80
Lampiran 3. Penerimaan Obat melalui Aplikasi SIMBAKDA

Lampiran 4. Cold Chain (Rantai Dingin)

81
Lampiran 5. Alat Pembawah Vaksin (Vaccine Carrier)

Lampiran 6. Vaksin Vial Monitor (VVM)

82
Lampiran 7. Berita Acara Penyerehan Obat/BMHP Kadaluarsa ke PT.
Sahih

Lampiran 8. Kartu Stok

83
Lampiran 9. Stok Opname Obat Per Bulan

Lampiran 10. Rak Penyimpanan Bahan Medis Habis Pakai

84
Lampiran 11. Contoh Etiket

85
Lampiran 12. Kegiatan Konseling

86
Lampiran 13. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat

87
Lampiran 14. Kegiatan Penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gratis

88

Anda mungkin juga menyukai