Disusun Oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas Kasih dan KaruniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Puskesmas Tamalanrea periode 28 November-23 Desember. Kegiatan
di Puskesmas serta laporannya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Program Studi Profesi Apoteker di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
iii
Akhir kata, semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan kesehatan serta karunia-Nya dan membalas semua
kebaikan pihak-pihak yang telah membantu dalam penyunan laporan
ini, dan semoga laporan akhir PKPA ini dapat bermanfaat bagi banyak
orang.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
B. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
LAMPIRAN...........................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Berdasarkan hal tersebut maka seorang Apoteker harus
mempunyai kemampuan untuk bermitra dan berinteraksi dengan
profesi kesehatan lainnya dalam menjalani praktik profesinya
(Permenkes, 2016).
Peran Apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab
memberikan layanan kesehatan, sehingga menjadikan suatu
pembelajaran bagi calon apoteker dalam memahami peran, fungsi
dan tanggung jawab profesionalitas sebagai apoteker. Seperti
disebutkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian disebutkan bahwa penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dilaksanakan oleh Apoteker (PP, 2009).
Apoteker memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Oleh karena itu, calon
Apoteker perlu melakukan praktik kerja di Puskesmas sebagai
salah satu bentuk pelatihan, dimana proses Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Makassar yang bekerjasama dengan Puskesmas Tamalanrea untuk
mempersiapkan calon Apoteker yang memberikan pelayanan
kefarmasian yang baik kepada pasien serta dapat melakukan fungsi
manajemen kefarmasian di Puskesmas dengan baik melalui
pengalaman praktik kerja secara langsung yang dilaksanakan pada
periode Periode 28 November – 23 Desember 2022.
2
kefarmasian di Puskesmas.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap perilaku (professional) serta wawasan dan
pengalaman nyata (reality) untuk melakukan praktek profesi
dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
3. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-
solving) praktek dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
4. Mempersiapkan calon Apoteker agar memiliki sikap-perilaku
dan profesionalisme untuk memasuki dunia praktek profesi dan
pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
5. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar
berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain
yang bertugas di puskesmas.
6. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk belajar
pengalaman praktek profesi Apoteker di Puskesmas dalam
kaitan dengan peran, tugas dan fusngsi Apoteker dalam bidang
kesehatan masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
3) Lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga
memiliki listrik
4) Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas
perkotaan
2. Puskesmas kawasan pedesaan
Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat)
kriteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
1) Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk
pada sector agraris
2) Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5
km, pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah
sakit radius lebih dari 5 km, tidak memiliki fasilitas
berupa bioskop atau hotel
3) Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan
puluh persen 4) Terdapat akses jalan dan transportasi menuju
fasilitas
3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil
Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan dengan karakteristik sebagai berikut:
1) Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan
bencana, pulau kecil, gugus pulau, atau pesisir
5
II.2. Tugas dan Fungsi Puskesmas
1. Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat (Permenkes No. 43 Tahun 2019).
2. Fungsi Puskesmas
Dalam melaksanakan tugas, puskesmas
menyelenggarakan fungsi (Permenkes No. 43 Tahun 2019):
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah
kerjanya Puskesmas berwenang untuk :
a) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis
masalah kesehatan masyarakat dan analisis
kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan
kesehatan
c) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
6
h) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan
masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem
kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah
kerjanya.
Puskesmas berwenang untuk:
a) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu
b) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif
c) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat
7
3. Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan
Tenaga Kesehatan, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
8
kesehatan menerangkan bahwa sumber daya manusia untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah apoteker.
Secara umum peran apoteker, yaitu (Permenkes, 2014):
1) Sebagai Penanggung Jawab
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin;
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
mengelola dan mengembangkan pelayanan
kefarmasian;
9
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.
10
puskesmas. Formularium puskesmas ditinjau kembali
sekurang- kurangnya setahun sekali menyesuaikan
kebutuhan obat di puskesmas. Kriteria obat yang masuk
dalam Formularium Puskesmas:
1. Obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas
adalah obat yang tercantum dalam DOEN dan
FORNAS untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP).
2. Berdasarkan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi.
3. Mengutamakan penggunaan obat generik.
4. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio)
yang paling menguntungkan penderita.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan
oleh pasien.
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio)
yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
langsung.
7. Obat yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan
aman (evidence based medicines).
Tahapan penyusunan formularium puskesmas :
1. Meminta usulan obat dari penanggungjawab
pelayanan dan penanggung jawab program;
2. Membuat rekapitulasi usulan obat dan
mengelompokkan usulan tersebut berdasarkan kelas
terapi atau standar pengobatan;
3. Membahas usulan bersama Kepala Puskesmas,
dokter, dokter gigi, perawat dan bidan puskesmas;
4. Menyusun daftar obat yang masuk ke dalam
formularium puskesmas;
5. Penetapan formularium puskesmas oleh kepala
11
puskesmas;
6. melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai
formularium puskesmas kepada seluruh tenaga
kesehatan puskesmas;
Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat
periode sebelumnya (data konsumsi), data morbiditas, sisa
stok dan usulan kebutuhan obat dari semua jaringan
pelayanan puskesmas.
Memperkirakan kebutuhan periode yang akan datang
ditambah stok penyangga (buffer stock). Buffer stock
ditentukan dengan mempertimbangkan waktu tunggu (lead
time), penerimaan obat serta kemungkinan perubahan pola
pernyakit dan kenaikan jumlah kunjungan. Buffer stock
bervariasi tergantung kepada kebijakan puskesmas.
Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat
menggunakan metode yang sesuai.
Data pemakaian, sisa stok dan permintaan kebutuhan obat
puskesmas dituangkan dalam Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) puskesmas.
12
konsumsi dan atau metode morbiditas.
a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas
analisa data konsumsi obat periode sebelumnya. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengumpulan dan pengolahan data
b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan
metode konsumsi:
a) Daftar obat.
b) Stok awal.
c) Penerimaan.
d) Pengeluaran.
e) Sisa stok.
f) Obat hilang/rusak, kadaluarsa.
g) Kekosongan obat.
h) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
i) Waktu tunggu.
j) Stok pengaman.
k) Perkembangan pola kunjungan
Rumus :
A = (B+C+D) – E
A = Rencana kebutuhan
B = Pemakaian rata-ratax 12 bulan C = Stok pengaman 10 % –
20 % D = Waktu tunggu (3 – 4 minggu)
E = Sisa stok
13
b. Metode Morbiditas.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu
tunggu, dan stok pengaman.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok
umur
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan
prevalensi penyakit.
14
Kombinasi ABC dan VEN
Revisi daftar obat
a. Analisis ABC
ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang
menunjukkan peringkat/rangking dimana urutan dimulai
dengan yang terbaik/terbanyak.
Analisis ABC mengelompokkan item obat berdasarkan
kebutuhan dananya, yaitu:
Kelompok A:
15
jiwa (life saving). Contoh: obat syok anafilaksis.
Kelompok E (Esensial) :
Adalah kelompok obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan. Contoh: Obat untuk pelayanan
kesehatan pokok (contoh: antidiabetes, analgesik,
antikonvulsi) dan Obat untuk mengatasi penyakit
penyebab kematian terbesar.
Kelompok N (Non Esensial)
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Contoh: suplemen.
c. Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC
adalah benar-benar jenis obat yang diperlukan untuk
penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain,
statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya,
jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori C.
Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk
pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai
dengan kebutuhan.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
16
pertama untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana
kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan
17
diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format
LPLPO (Form lampiran 1). Permintaan obat dari sub unit ke
kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan
LPLPO sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu:
a. Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masing – masing
puskesmas.
b. Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi
rutin. Proses permintaan khusus sama dengan proses
permintaan rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila:
Kebutuhan meningkat
Terjadi kekosongan obat
Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu
diperhatikan hal- hal berikut ini:
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya.
b. Jumlah kunjungan resep.
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
d. Sisa stok.
18
Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
2. Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas
dapat melakukan pembelian obat ke distributor. Dalam hal
terjadi kekosongan persediaan dan kelangkaan di fasilitas
distribusi, Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke
apotek. Pembelian dapat dilakukan dengan dua mekanisme:
a. Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi
kebutuhan obat yang diresepkan dokter.
19
dan tanggal kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu
stok obat.
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan
pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat
pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang
menyediakan dan dicantumkan dalam perjanjian jual beli.
Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan
fisik dan kelengkapan dokumen yang menyertainya. Sediaan
farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan
penerimaan setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang.
Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap
obat yang diserahterimakan sesuai dengan isi dokumen dan
ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh
Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila
terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan
obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan
kartu stok.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang
diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan
pencarian dan pengawasan.
1. Aspek umum yang perlu diperhatikan:
1) Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan di
gudang obat yang dilengkapi lemari dan rak –rak
penyimpanan obat.
2) Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan
20
obat.
3) Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan
diatas pallet, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda
khusus.
4) Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan
sistem, First Expired First Out (FEFO), high alert dan life
saving (obat emergency).
5) Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari
terkunci dan kuncinya dipegang oleh apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian yang dikuasakan.
21
karena dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome).
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh
Puskesmas dengan mempertimbangkan data dari
referensi dan data internal di Puskesmas tentang
“kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau
“kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang
dapat dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan
oleh ISMP (Institute for Safe Medication Practice).
Puskesmas harus mengkaji secara seksama obat-obat
yang berisiko tinggi tersebut sebelum ditetapkan sebagai
obat high alert di Puskesmas.
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan
tinggi) berupa elektrolit konsentrasi tinggi dan obat
risiko tinggi harus disimpan terpisah dan penandaan
yang jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan
dan penggunaan. Penyimpanan dilakukan terpisah,
mudah dijangkau dan tidak harus terkunci. Disarankan
pemberian label high alert diberikan pada gudang atau
lemari obat untuk menghindari kesalahan (penempelan
stiker High Alert pada satuan terkecil).
22
Gambar 1. Contoh Lemari Penyimpanan Obat High Alert
Puskesmas menetapkan daftar obat Look Alike Sound
Alike (LASA)/nama-obat-rupa-ucapan-mirip (NORUM).
Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan
dan diberi label khusus sehingga petugas dapat lebih
23
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus
disimpan dalam lemari khusus dan menjadi tanggungjawab
apoteker penanggung jawab. Lemari khusus tempat
penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi
memiliki 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci
dipegang oleh apoteker penanggung jawab, satu kunci
lainnya dipegang oleh tenaga teknis kefarmasian/tenaga
kesehatan lain yang dikuasakan. Apabila apoteker
penanggung Jawab berhalangan hadir dapat menguasakan
kunci kepada tenaga teknis kefarmasian/tenaga kesehatan
lain.
4. Obat kegawatdaruratan medis
Penyimpanan obat kegawatdaruratan medis harus
diperhatikan dari sisi kemudahan, ketepatan dan kecepatan
reaksi bila terjadi kegawatdaruratan. Penetapan jenis obat
kegawatdaruratan medis termasuk antidot harus disepakati
bersama antara apoteker/tenaga farmasi, dokter dan perawat.
Obat kegawatdaruratan medis digunakan hanya pada saat
emergensi dan ditempatkan di ruang pemeriksaan, kamar
suntik, poli gigi, ruang imunisasi, ruang bersalin dan di
Instalasi Gawat Darurat/IGD.
Monitoring terhadap obat kegawatdaruratan medis
dilakukan secara berkala. Obat yang kadaluarsa dan rusak
harus diganti tepat waktu. Keamanan persediaan obatobatan
emergency harus terjamin keamanannya baik dari
penyalahgunaan, keteledoran maupun dari pencurian oleh
oknum, sehingga dan seharusnya tempat penyimpanan obat
24
harus dikunci semi permanen atau yang dikembangkan
sekarang disegel dengan segel yang memiliki nomor seri
tertentu atau sering kita sebut segel berregister yang nomor
serinya berbeda-beda. Segel tersebut hanya dapat digunakan
sekali/disposable artinya ketika segel dibuka, segel tersebut
menjadi rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Ini
dimaksudkan supaya terjaga keamanannya dan setiap segel
terbuka ada maksud dan alasan serta tercatat dalam buku
pemantauan obat-obat
emergency. Penggunaan segel sekali pakai memiliki
keuntungan sebagai indikator apakah obat emergency
tersebut dalam keadaan utuh atau tidak.
5. Vaksin
Penyimpanan vaksin, untuk menjaga kualitas vaksin
tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat
berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan
pada suhu yang telah ditetapkan (Permenkes No. 12, 2017).
Tabel 1. Penyimpanan Vaksin
25
Provinsi Vaksin Polio Disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C
Tetes pada freeze room atau freezer
Vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada
26
1. Keterpaparan Vaksin terhadap Panas
Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih
banyak (yang dinyatakan dengan perubahan kondisi
Vaccine Vial Monitor (VVM) A ke kondisi B harus
digunakan terlebih dahulu meskipun masa
kedaluwarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan
kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan.
27
Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
VVM dalam kondisi A atau B
Belum kedaluwarsa
Tidak terendam air selama penyimpanan
Belum melampaui masa pemakaian.
5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan
penyerahan sediaan farmasi dan BMHP dari Puskesmas induk
untuk memenuhi kebutuhan pada jaringan pelayanan
Puskesmas yaitu (Permenkes No. 43, 2019):
1. Puskesmas pembantu
2. Puskesmas keliling
3. Bidan desa
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai secara merata dan teratur
28
untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas
dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
sediaan farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di
wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu
yang tepat (Permenkes No. 74, 2016).
29
pelayanan Puskesmas
3) Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan
Puskesmas. obat diserahkan bersama-sama dengan form
LPLPO jaringan pelayanan Puskesmas yang ditandatangani
oleh penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan
pengelola obat Puskesmas induk sebagai penanggungjawab
pemberi obat (Permenkes No. 43, 2019).
30
Pakai terdiri dari :
1. Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;
2. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
3. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
4. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
7. Pengendalian
Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
obat di unit pelayanan kesehatan dasar (Permenkes No. 74,
2016). Pengendalian sediaan farmasi terdiri dari (Permenkes
No. 43, 2019):
1. Pengendalian persediaan
31
Kabupaten/Kota dan tidak tercantum dalam
formularium nasional atau e-katalog obat, maka dapat
dilakukan pembelian obat sesuai formularium
Puskesmas dengan persetujuan kepala Puskesmas.
5. Mekanisme pengadaan obat diluar Formularium
Nasional dan e-katalog obat dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan Pengendalian
penggunaan; dan Penanganan Sediaan Farmasi hilang,
rusak dan kedaluwarsa.
2. Pengendalian penggunaan
Penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui jumlah
penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat
memastikan jumlah kebutuhan obat dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian penggunaan mencakup:
1. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode
tertentu.
Jumlah stok ini disebut stok kerja.
2. Menentukan :
a) Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan
kepada jaringan pelayanan Puskesmas agar tidak
mengalami kekurangan/ kekosongan.
b) Stok pengaman adalah jumlah stok yang
disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal
yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan
pengiriman.
c) Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah
waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
sampai obat diterima
d) Menentukan waktu kekosongan obat
3. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
32
untuk memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat di
gudang farmasi Puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan
dalam bentuk digital atau manual. Pencatatan dalam bentuk
manual biasa menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok
obat:
a) Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran
obat termasuk kondisi fisik, nomor batch dan
tanggal kedaluwarsa obat
b) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat
mutasi satu jenis obat dari satu sumber anggaran
c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun
laporan dan rencana kebutuhan obat periode
berikutnya
Hal yang harus diperhatikan:
33
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan
BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh menteri
3. Pemusnahan dilakukan untuk obat bila:
a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak.
b) Telah kedaluwarsa.
c) Dicabut izin edarnya.
34
dan bahan medis habis pakai, baik sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya
(Permenkes No. 74, 2016). Tujuan pencatatan dan pelaporan
adalah (Permenkes No. 74, 2016):
1) Bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai telah dilakukan
2) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
35
narkotika pengeluaran obat narkotika ditujukan ke
dan psikotropika dinkes kab/kota
4 Kepatuhan terhadap Untuk evaluasi kesesuian Pelaporan
formularium nasional penggunaan obat dengan ditujukan ke
fornas dinkes kab/kota
5 Laporan pelayanan Mengetahui pelayanan Pelaporan
kefarmasian (PIO) dan kefarmasian klinik di ditujukan ke
konseling Puskesmas dinkes kab/kota
6 Penggunaan obat Untuk pemantauan
rasional pengguaan obat yang rasional
36
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
37
masyarakat.
38
pada pasien pasca stroke.
Pelaksanaan dan jenis kegiatan PIO yaitu (Permenkes No.
43, 2019);
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada
konsumen secara pro aktif atau pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah
dinding dan lain- lain.
4) Memberikan penyuluhan bagi pasien rawat jalan,
rawat inap dan masyarakat.
Tahapan – tahapan dalam melaksanakan pelayanan
informasi obat yaitu (Permenkes No. 43, 2019) yaitu :
1) Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat
telepon, pesan tertulis atau tatap muka.
2) tertulis atau tatap muka.
3) Mengidentifikasi penanya: nama, status (dokter,
Perawat, Apoteker, Asisten Apoteker, pasien/keluarga
pasien, masyarakat umum) dan asal unit kerja
penanya.
39
Tabel 4. Form Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat
2. Data Pasien
Umur : ….. tahun; Tinggi : ….. cm; Berat : ….. kg; Jenis kelamin :
(Laki-laki/Perempuan)*
Kehamilan : Ya (…… minggu)/ Tidak)* Menyusui :
(Ya/Tidak)*
3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
………………………… ……………………… ……………………
………………………… ……………………… ……………………
………………………… ……………………… ……………………
Pertanyaan :
□ Identifikasi Obat □ Stabilitas □ Farmakokinetika
40
□ Cara Pemakaian Penggunaan ……….
Terapeutik
4. Jawaban
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
5. Referensi
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 jam/lebih dari 24 jam )*
Apoteker yang menjawab : …………………………………………….
Tanggal : ………………… Waktu : …………………
Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*
3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan
penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai Obat kepada
pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping,
tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan
Obat.
Kegiatan:
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang
dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode
pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa
yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut,
dan lain-lain.
3) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan
Obat
41
4) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki
kemungkinan mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik Obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat,
kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan
terapi Obat.
Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau
korelasi antara pasien dengan Apoteker sehingga terjadi
perubahan perilaku pasien secara sukarela. Pendekatan
Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan
model pendekatan dari pendekatan “Medical Model” menjadi
Pendekatan “Helping Model”
42
Tabel 5. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Apoteker
Puskesmas : …………
Jalan : …………
Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
Alamat :
Tanggal Konseling :
Nama Dokter :
Diagnosa :
Nama obat, dosis dan cara :
pemakaian
Riwayat Alergi :
Keluhan :
43
Tindak lanjut
Pasien Apoteker
……….......... ………..........
44
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi
kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan
lain-lain.
Tujuan:
1) Memeriksa Obat pasien.
2) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan
Obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi
klinis pasien.
3) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait
dengan penggunaan Obat.
4) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien. Kegiatan yang dilakukan
meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi
dan rekomendasi.
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.
Tujuan:
1) Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat
yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
1) Menganalisis laporan efek samping Obat.
2) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai
45
resiko tinggi mengalami efek samping Obat.
3) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a) Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau
denganmemaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Tujuan:
1) Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
2) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang
terkait dengan obat.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2) Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima obat dengan indeks terapi sempit
46
7) Memberikan rekomendasi.
Tatalaksana Pemantauan Terapi Obat (Dikjen Binfar
tentang PTO tahun 2009):
1) Seleksi Pasien Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Seharusnya dilaksanakanuntuk seluruh pasien. Mengingat
terbatasnya jumlah Apoteker dibandingkan dengan
jumlah pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien
yang akan dipantau. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
a) Kondisi pasien
- Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi
penyakit sehingga menerima polifarmasi.
- Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
- Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan
ginjal.
- Pasien geriatri dan pediatri.
- Pasien hamil dan menyusui.
- Pasien dengan perawatan intensif.
b) Obat
1. Jenis obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti:
- Obat dengan indeks terapi sempit (contoh:
digoksin,fenitoin),
- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh:
gentamisin) dan hepatotoksik (contoh: OAT),
- Sitostatika (contoh: metotreksat),
- Antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
- Obat yang sering menimbulkan ROTD
(contoh : metoklopramid, AINS),
- Obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).
2. Kompleksitas regimen
- Polifarmasi
47
- Variasi rute pemberian
- Variasi aturan pakai
- Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
2) Pengumpulan Data Pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting
dalam proses PTO.Data tersebut dapat diperoleh dari:
- Rekam medik,
- Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat,
48
Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat
yaitu, masalah ekonomi, obat tidak tersedia,
ketidakpatuhan pasien, kelalaian petugas.
4) Rekomendasi Terapi
Tujuan utama pemberian terapi obat adalah
peningkatan kualitas hiduppasien, yang dapat dijabarkan
sebagai berikut:
- Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)
- Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien
(contoh: nyeri)
- Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan
fungsi ginjal)
- Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh:
stroke). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penetapan tujuan terapiantara lain: derajat keparahan
penyakit dan sifat penyakit (akut ataukronis). Pilihan
terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan
berdasarkan: efikasi, keamanan, biaya, regimen yang
mudah dipatuhi.
5) Rencana Pemantauan Setelah ditetapkan pilihan terapi
maka selanjutnya perlu dilakukan perencanaan
pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan
obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman
dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
49
tertentu.
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu.
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus
dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar
Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah
dilihat.
Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika
memenuhi kriteria (Modul Penggunaan obat Rasional, 2011):
1) Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk
diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan
dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya
obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan
indikasi yang seharusnya.
2) Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.
Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri.
Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan
untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
3) Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian,
obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai
dengan spektrum penyakit.
50
4) Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh
terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang
berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang
terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek
samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
5) Tepat Cara Pemberian
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan
susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi
tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.
6) Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana
mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien.
Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya
4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum
obat. o b a t yang harus diminum 3 x sehari harus
diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan
interval setiap 8 jam.
7) Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya
masingmasing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama
pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian
kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10- 14 hari.
Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari
yang
51
8) Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping,
yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian
obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah
pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping
sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak
kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada
gigi dan tulang yang sedang tumbuh.
9) Tepat penilaian kondisi pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal
ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti
teofi lin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan
kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya
dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada
kelompok ini meningkat secara bermakna.
10) Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu
terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang
terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau,
digunakan obat-obat dalamdaftar obat esensial. Pemilihan
obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan
mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya
oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk
jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang
menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di
Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.
11) Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat
sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi.
12) Tepat tindak lanjut (follow-up)
52
13) Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah
dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan,
misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek
samping. Sebagai contoh, terapi dengan teofi lin sering
memberikan gejala takikardi. Jika hal ini terjadi, maka
dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya
diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok
anafilaksis, pemberian injeksi adrenalin yang kedua perlu
segera dilakukan, jika pada pemberian pertama respons
sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang diharapkan.
14) Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispensing
sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai
konsumen. Pada saat resep dibawa ke Apotek atau tempat
penyerahan obat di Puskesmas. Apoteker/asisten
Apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada
lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien.
Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara
tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana
harusnya (Modul Penggunaan obat Rasional, 2011).
53
BAB III
54
c. Meningkatkan sumber daya manusia puskesmas yang kompeten
serta bersikap ramah, sopan dan santun.
3. Tata Nilai
AMAL
A = Aman dan Nyaman
Memberikan pelayanan yang berfokus kepada kenyamanan
pasien
M = Mutu
Memberikan pelayanan yang memenuhi standar mutu
pelayanan
A = Adil
Memberikan pelayanan yang berkeadilan dengan tidak
membeda-bedakan status pasien
L = Melindungi
Memberikan perlindungan kesehatan kepada seluruh
masyarakat
4. Lokasi
Puskesmas Tamalanrea merupakan salah satu pusat pelayanan
kesehatan masyarakat di kecamatan Biringkanaya, yang
beralamat di jl. Perumnas Raya No.5 Bumi Sudiang Permai.
5. Sarana dan Prasarana
Adapaun sarana dan prasarana yang disediakan di Puskesmas
Tamalanrea yaitu Poliklinik Umum, Poliklinik Gigi dan Mulut.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana,
pelayanan Laboratorium dan Pelayanan Kefarmasian.
Puskesmas Tamalanrea dilengkapi dengan 1 unit mobil
ambulance, 1 unit mobil Dottorota, 4 Sepeda Motor. Rata-rata
kunjungan ke Puskesmas Tamalanrea kurang lebih 200 orang
perhari, dengan jadwal buka pukul 08.00 sampai dengan 14.000
WITA.
55
C. Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea
Adapun Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea yaitu:
1) Kepala Puskesmas
2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha
a. Sistem Informasi PKM (Bagian Umum/Data)
b. Kepegawaian
c. Rumah Tangga
d. Keuangan
3) Unit Kesehatan Masyarakat
1) UKM Esensial
a. Pelayanan Promosi Kesehatan
56
e. Pelayanan Gizi
f. Pelayanan Kefarmasian
g. Pelayanan Laboratorium
4) Jaringan Pelayanan Puskesmas Dan Jejaringan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
a. Puskesmas Keliling
b. Koord. Bidan Kelurahan
c. Jejaring Fasilitas Kesehatan
Adapun Sumber Daya Manusia yang ada pada Puskesmas Tamalanrea
yaitu:
1. Dokter gigi 7. Ahli Gizi
2. Dokter Umum 8. Rekam Medik
3. Apoteker 9. Kesling
4. Perawat 10. Surveillance
5. Bidan 11. Administrasi Kesehatan
6. Perawat Gigi 12. Staf
57
Gambar 6. Struktur Organisasi Puskesmas Tamalanrea
65
BAB IV
d. Diskusi
Kegiatan diskusi dilakukan dengan preseptor puskesmas.
Adapun materi diskusi yaitu terkait pengelolaan sediaan farmasi,
BMHP serta pelayanan farmasi klinik di Puskesmas Tamalanrea.
59
e. Dilakukan kegiatan konseling pada pasien dengan penggunaan
obat yang tepat.
f. Dilakukan penyuluhan tentang Penggunaan Obat yang Tepat.
IV.3. Pembahasan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (Kemenkes RI. 2016).
Pengelolaan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali
mutu dan kendali biaya. Pengelolaan sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas harus dilakukan dengan sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian Sediaan
Farmasi, dan Bahan Medis Habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien. Dengan demikian semua Sediaan
Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar dipuskemas
60
merupakan tanggung jawab bagian kefarmasian (Apoteker
penanggung jawab).
Praktik Kerja Profesi Apotekr (PKPA) yang dilakukan oleh
Mahasiswa PKPA STIFA Makassar pada tanggal 28 November 2022,
diawal Praktik Kerja Profesi Apoteker dilakukan penerimaan,
pengenalan mengenai kegiatan yang dilakukan selama praktik
terutama dalam pelayanan farmasi klinik dan pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Puskesmas.
Untuk puskesmas Tamalanrea terdapat Ruang Farmasi yang
melayani resep pasien maupun obat-obat program setiap hari senin
sampai sabtu pada pukul 08.00 WITA-14.00 WITA. Kegiatan ini
telah sesuai dengan Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang menyatakan bahwa bagian
kefarmasian harus memiliki Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) yang sesuai dengan beban kerja dan petugas
penunjang lain.
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang
bertujuan untuk menjamin
61
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis
dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas Tamalanrea. Dalam kegiatan perencanaan ini
dilakukan dengan menentukan jumlah perbekalan farmasi yang
diadakan untuk 1 periode sehingga mencegah terjadinya
kekosongan obat.
Kegiatan perencanaan kebutuhan yang dilakukan di
Puskesmas Tamalanrea adalah perencanaan dengan
menggunakan metode konsumsi sediaan farmasi periode
sebelumnya dan membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO).
Dalam proses pemilihan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) puskesmas Tamalanrea menetapkan Tim
Perencana Obat Terpadu (TPOT) yang beranggotakan dokter,
62
Adapun cara untuk menghitung jumlah kebutuhan
perbekalan farmasi, dan BMHP peritem dengan menggunakan
metode konsumsi adalah dengan menggunakan rumus berikut :
Metode Konsumsi : A = (B+C+D)-E
Keterangan:
A = Rencana Kebutuhan
B = Stok Kerja (pemakaian rata-rata x 12 bulan)
C = Stok Pengaman (10-20%)
D = Stok Waktu Tunggu
E = Sisa Stok
63
Pakai adalah memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan
kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
Pengadaan obat di Puskesmas Tamalanrea, dilakukan dengan
cara yaitu melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang terdiri dari obat dan BMHP yang berasal
dari dana JKN, Dana Alokasi Khusus (DAK), APBD dan hibah
(obat program dan vaksin), pengadaan mandiri (pembelian).
Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas
kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan format LPLPO. Permintaan obat dari sub unit ke
Ruang Farmasi dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO
sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu:
a. Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi masing – masing puskesmas.
b. Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin.
Proses permintaan khusus sama dengan proses permintaan
rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila:
Kebutuhan meningkat
Terjadi kekosongan obat
Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas
dapat melakukan pembelian obat ke distributor. Pembelian dapat
dilakukan dengan dua mekanisme:
64
a. Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi
kebutuhan obat yang diresepkan dokter.
b. Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat
menggunakan SP (Surat Pemesanan), dimana obat yang
tidak tersedia di fasilitas distribusi dapat dibeli sebelumnya,
sesuai dengan stok yang dibutuhkan.
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu
diperhatikan hal- hal berikut ini:
Data pemakaian obat periode sebelumnya.
Jumlah kunjungan resep.
Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Sisa Stok.
Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) yaitu
jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama
dengan pemakaian pada periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat
dilakukan dengan rumus:
Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
65
3. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah sutau kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
atau hasil pengadaan puskesmas secara mandiri dengan
permintaan yang diajukan. Tujuan penerimaan adalah agar
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) di Puskesmas Tamalanrea,
diterima oleh apoteker penanggung jawab dengan memeriksa
memeriksa kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada
dokumen penerimaan. Pemeriksaan mutu meliputi pemeriksaan
label, kemasan dan jika diperlukan bentuk fisik obat. Setiap obat
yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan tanggal
kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu stok obat.
Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan
fisik dan kelengkapan dokumen yang menyertainya. Sediaan
farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan penerimaan
setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang. Petugas
penerima obat wajib melakukan
pengecekan terhadap obat yang diserah terimakan sesuai dengan
isi dokumen dan ditandatangani oleh petugas penerima serta
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat
menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap
penambahan obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan
obat dan kartu stok.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang
diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan. Berdasarkan hal tersebut kegiatan
66
penerimaan sediaan farmasi, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas yang menyatakan bahwa barang yang
datang harus sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani oleh
petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas.
4. Penyimpanan
Sistem penyimpanan perbekalan farmasi di Puskesmas
Tamalanrea yaitu disusun berdasarkan alfabetis dengan
menggunakan sistem first in first (FIFO) dan first expired first
out (FEFO).
Penyimpanan BMHP dan obat-obatan dipisahkan di rak
terpisah, disimpan sesuai bentuk sediaan dan diurutkan sesuai
abjad serta dirak penyimpanan obat tersebut terdapat list atau
daftar nama obat sehingga mudah dalam pencarian obat tersebut.
67
Untuk penyimpanan obat LASA, di Puskesmas menggunakan
logo obat LASA pada tempat penyimpanan obat dan diberi jarak
antara obat laiinya untuk mencegah pengambilan obat yang
salah. Namun untuk obat LASA yang memiliki pengucapan yang
mirip sebaiknya dalam penyimpanannya menggunakan metode
Tallman Lettering. Sehingga dapat dibedakan obat-obat yang
memiliki nama yang sama namun indikasi yang berbeda.
Peyimpanan Obat Narkotik dan Psikotropika disimpan
terpisah dengan obat lainnya dalam lemari khusus yang memiliki
2 pintu dan 2 kunci berbeda yang dipegang Oleh Apoteker
Penanggung Jawab atau tenaga teknik kefarmasian yang telah
diberi kewenangan. Di dalam lemari penyimpanan obat
Narkotika dan Psiktorpika dilengkapi dengan kartu stok yang
harus selalu diisi ketika pengambilan obat tersebut.
68
Gudang Farmasi Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Gudang Obat Puskesmas
Tamalanrea tidaak menyatu langsung dengan apotek yang ada
pada Puskesmas.
Adapun syarat-syarat penyimpanan juga diperhatikan
misalnya saja tersedia lemari pendingin yang dilengkapi alat
pemantau suhu. Suhu dalam gudang penyimpinan juga dijaga dan
disesuaikan dengan ketentuan yang ada.
69
dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
70
tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
dan/atau
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
71
Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
7. Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
1. Pengendalian persediaan;
2. Pengendalian penggunaan; dan
3. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
Kegiatan pengendalian perbekalan farmasi yang dilakukan
di Puskesmas Tamalanrea yaitu dengan cara stock opname
setiap bulan. Stock opname merupakan kegiatan pengendalian
perbekalan farmasi yang dilaksanakan secara berkala setiap akhir
bulan. Untuk memudahkan pada saat dilaksanakannya stock
opname maka dilakukan pengisian kartu stok pada setiap obat
yang disertai dengan jumlah pemasukan dan pengeluaran pada
setiap obat. Untuk pengisian stok opname dapat dilakukan setiap
1 bulan sekali yang bertujuan untuk mengendalikan sediaan
farmasi dan BMHP yang akan segera kadaluarsa dan untuk
pelaporan stok opname ke Dinas kesehatan dilakukan per 6
bulan. Jika terdapat obat yang akan segera kadaluarsa maka dapat
segera diinformasikan kepada dokter untuk segera meresepkan
obat tersebut. Untuk pelaporan stok opname ke Dinas kesehatan
dilakukan per 6 bulan.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pengendalian perbekalan
72
farmasi di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang beberapa cara
pengendalian diantaranya melakukan stok opname setiap akhir
bulan.
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap
seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas Tamalanrea atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian;
dan
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
9. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan
tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar
prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO)
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
73
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan administrasi, pencatatan dan
pelaporan di Puskesmas Tamalanrea telah sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
74
inkompatibilitas (ketidakcampuran obat) dan persyaratan klinis
meliputi ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat,
duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat,
kontra indikasi, dan efek adiktif. Pengkajian dan pelayanan resep
dilakukan pada saat pasien membawa resep, kemudian petugas
Ruang Farmasi Puskesmas Tamalanrea akan melakukan
verifikasi resep/skrining resep, penyiapan, peracikan obat,
pemberian etiket selanjutnya dilakukan double cek dan
menyerahkan obat kepada pasien.
Adapun pelaksanaan pengkajian resep di puskesmas
Tamalanrea belum terlalu optimal hal ini dikarenakan
keterbatasan tenaga farmasi di Ruang Farmasi Puskesmas
Tamalanrea.
2. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Setelah pemberian etiket pada obat selanjutnya Petugas
Ruang Farmasi Puskesmas Tamalanrea melakukan PIO pada
pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir dan alamat
pasien guna meminimalisir terjadinya kesalahan pemberian obat
pada pasien.
PIO Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi kepada pasien mengenai
cara penggunaan obat yang telah diresepkan oleh dokter sebagai
bentuk penunjang penggunaan obat yang rasional. Selain itu
pemberian informasi obat juga dapat dilakukan dengan melalukan
penyuluhan kepada masyarakat sebagai bentuk pemberian
informasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang
baik/rasional.
Salah satu kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKPA
STIFA Makassar di Puskesmas Tamalanrea yaitu memberikan
75
penyuluhan kepada pasien mengenai “Pencegahan Hepatitis Akut
Misterius Pada Anak” serta memberikan pelayanan informasi
obat pada pasien dengan kategori balita, orang tua dan lansia
yang termuat dalam format dokumentasi pelayanan informasi
obat.
Pemberian Informasi Obat yang dilakukan di Ruang
Farmasi Puskesmas Tamalanrea sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang Pelayanan
Farmasi Klinik salah satunya Pemberian Informasi Obat.
3. Konseling
Salah satu kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKPA
STIFA Makassar di Puskesmas Tamalanrea yaitu konseling pada
pasien prolanis terutama penggunaan obat polifarmasi yang
dilakukan dengan memberikan form dokumentasi konseling yang
memuat nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, tanggal
konseling, nama dokter, diagnosa, nama obat, dosis dan cara
pemakaian, riwayat alergi, dan keluhan.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga
pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas,
cara penyimpanan dan penggunaan Obat.
Pemberian Konseling di Puskesmas Tamalanrea sudah
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun
2016 tentang Pelayanan Farmasi Klinik salah satunya Konseling.
4. Visite, Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Pemantuan Terapi
Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Adapaun kegiatan Visite di puskesmas Tamalanrea tidak
dilakukan hal ini dikarenakan Puskesmas Tamalanrea tidak
termasuk Puskesmas yang memiliki rawat inap. Sedangkan
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Pemantuan Terapi Obat
76
(PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) juga tidak
dilakukan hal ini dikarenakan kurangnya tenaga farmasi (SDM)
di Puskemas Tamalanrea. Sehingga hal ini belum sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang
Pelayanan Farmasi Klinik di Puskesmas.
Ruang Farmasi Puskesmas Tamalanrea juga melayani obat-
obat program (TB, HIV dan Kusta) dibawah pengawasan
Apoteker. Untuk pemberian obat program Puskesmas
Tamalanrea menerapkan sistem sistem UDD (Unit Dose
Dispensing) yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan
pemberian sediaan farmasi, menghindari duplikasi penggunaan
obat sehingga pasien dapat menkonsumsi obat secara tepat.
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang telah dilakukan
selama periode 28 November – 23 Desember 2022 di Puskesmas
Tamalanrea dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan mengacu pada
Permenkes No. 74 tahun 2016 dan mahasiswa PKPA telah
mempraktikkan praktik kefarmasian yang berorientasi kepada
layananan kefarmasian, calon apoteker juga dapat memahami
tentang peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker dalam
praktek kefarmasian di Puskesmas
2. Mahasiswa PKPA telah mendapatkan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman mengenai alur pelayanan di
Puskesmas Tamalanrea dan mahasiswa PKPA sudah
mempraktikkan cara komunikasi dan interaksi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain
C. Saran
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang telah
dilakukan, diharapkan mahasiswa PKPA dapat lebih aktif dalam
pelayanan kefarmasian dan diharapkan dapat menjalankan kerjasama
tim yang lebih baik juga diharapkan mahasiswa PKPA dapat lebih
percaya diri ketika bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain
terutama yang berasal dari bidang yang berbeda.
78
DAFTAR PUSTAKA
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 3. Penerimaan Obat melalui Aplikasi SIMBAKDA
81
Lampiran 5. Alat Pembawah Vaksin (Vaccine Carrier)
82
Lampiran 7. Berita Acara Penyerehan Obat/BMHP Kadaluarsa ke PT.
Sahih
83
Lampiran 9. Stok Opname Obat Per Bulan
84
Lampiran 11. Contoh Etiket
85
Lampiran 12. Kegiatan Konseling
86
Lampiran 13. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
87
Lampiran 14. Kegiatan Penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gratis
88