Disusun Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
rumah sakit umum yang ada di kabupaten Bayumas adalah RSUD Prof.Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto yang merupakan Rumah Sakit Kelas B
Pendidikan milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan latar
belakang diatas penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Alur
Pelayanan dan Sistem Distribusi Satelit Farmasi Kemoterapi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana alur pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi Kemoterapi di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ?
2. Bagaimana sistem distribusi di Satelit Farmasi Kemoterapi di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui alur kegiatan pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi
Kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Untuk mengetahui system distribusi di Satelit Farmasi Kemoterapi di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui alur kegiatan pelayanan kefarmasian di
Satelit Farmasi Kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
2. Mahasiswa mampu mengetahui system distribusi di Satelit Farmasi
Kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat managerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan (Alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinik adalah
pengkajian dan pelayanan resep. Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa
adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan
pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. Tanggal resep; dan d. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan jumlah obat;
c. Stabilitas; dan
d. Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. Kontraindikasi; dan
e. Interaksi obat.
11
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error) (Pemenkes, 2016).
2.2. Dispensing Sediaan Steril
Pencampuran sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari
kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan
bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan
kesehatan (ASHP, 1985). Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara
terpusat di instalasi farmasi rumah sakit untuk menghindari infeksi nosokomial
dan terjadinya kesalahan pemberian obat.
Pencampuran sediaan steril harus memperhatikan perlindungan produk dari
kontaminasi mikroorganisme, sedangkan untuk penanganan sediaan sitostatika
selain kontaminasi juga memperhatikan perlindungan terhadap petugas, produk
dan lingkungan. Pencampuran sediaan steril memerlukan SDM yang terlatih,
fasilitas dan peralatan serta prosedur penanganan secara khusus.
2.2.1. Ruangan dan Peralatan
Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan
peralatan khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin
keselamatan petugas dan lingkungannya.
Gambar 1. Tata Letak Ruang Dispensing Sediaan Steril (Depkes RI, 2009)
12
Ruangan
1. Tata letak ruang
2. Jenis ruangan Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan
terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
a. Ruang persiapan Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan
alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan
volume cairan).
b. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian Sebelum masuk ke ruang antara,
petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung
diri (APD).
c. Ruang antara (Ante room) Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui
suatu ruang antara
d. Ruang steril (Clean room) Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1) Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
2) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3) Suhu 18 – 22°C
4) Kelembaban 35 – 50%
5) Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter 11
6) Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar
ruangan.
7) Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat
sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara
ruang persiapan dan ruang steril.
Peralatan
1. Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
dalam pencampuran sediaan steril meliputi :
13
a. Baju Pelindung Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang
impermeable (tidak tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan
lengan panjang, bermanset dan tertutup di bagian depan.
b. Sarung tangan Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas
yang minimal sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas
dan cukup panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan
terbuat dari latex dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk
penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.
c. Kacamata pelindung Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan
sitostatika
d. Masker disposible
2. Laminar Air flow (LAF) mempunyai sistem penyaringan ganda yang
memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai: ƒ
Penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di udara, menjaga aliran udara
yang konstan diluar lingkungan, mencegah masuknya kontaminan ke
dalam LAF.
Terdapat dua tipe LAF yang digunakan pada pencampuran sediaan steril :
a. Aliran Udara Horizontal (Horizontal Air Flow).
Aliran udara langsung menuju ke depan, sehingga petugas tidak terlindungi
dari partikel ataupun uap yang berasal dari ampul atau vial. Alat ini
digunakan untuk pencampuran obat steril non sitostatika.
b. Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow).
Aliran udara langsung mengalir kebawah dan jauh dari petugas sehingga
memberikan lingkungan kerja yang lebih aman. Untuk penanganan
sediaan sitostatika menggunakan LAF vertikal Biological Safety Cabinet
(BSC) kelas II dengan syarat tekanan udara di dalam BSC harus lebih
negatif dari pada tekanan udara di ruangan.
14
Gambar 2. LAF Horizontal dan Vertikal
15
4) Kirim obat-obat tersebut ke ruang perawatan dengan menggunakan troli
tertutup dan tidak boleh melewati jalur yang banyak kontaminan (seperti: lift
barang, dll) untuk mengurangi kontaminasi.
5) Lakukan serah terima dengan pasien atau petugas perawat.
Pengiriman sedíaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin
sterilitas dan stabilitasnya dengan persyaratan :
Wadah
1. Tertutup rapat dan terlindung cahaya.
2. Untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu,
ditempatkan dalam wadah yang mampu menjaga konsistensi suhunya.
Waktu Pengiriman
Prioritas pengiriman untuk obat obat yang waktu stabilitasnya pendek.
Rute pengiriman
Pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak melalui jalur umum/ramai untuk
menghindari terjadinya tumpahan obat yang akan membahayakan petugas dan
lingkungannya.
Bentuk-bentuk pendistribusian logistik farmasi rumah sakit (Febriawati, 2013):
a. Sentralisasi
Sentralisasi merupakan penyimpanan dan pendistribusian semua
obat/barang farmasi dipusatkan pada satu tempat. Seluruh kebutuhan obat/barang
farmasi setiap unit perawatan/pelayanan baik untuk kebutuhan individu maupun
kebutuhan dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
16
Gambar 3. Alur Distribusi Sentralisasi
b. Desentralisasi
Desentralisasi merupakan pelayanan mempunyai cabang di dekat unit
perawatan/pelayanan sehingga penyimpanan dan penditribusian kebutuhan obat
atau barang farmasi unit perawatan/ pelayanan tersebut baik untuk kebutuhan
individu maupun kebutuhan dasar ruangan tidak lagi dilayani dari pusat
pelayanan farmasi (Febriawati, 2013).
17
1. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
2. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
3. Setiap hari dilakukan serah terima Kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
4. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan, dan kemungkinan
interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Peresepan individu
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) berdasarkan resep perorangan atau pasien melalui Instalasi Farmasi.
Kelebihan :
1. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker yang kemudian memberikan
keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung
2. Memberi kesempatan interaksi professional antara Apoteker - Dokter – Perawat –
Pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih deka tatas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu yang lebih lama
2. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan
3. Berpotensu terlambatnya sediaan obat sampai ke ruang penderita, terutama bila
pelayanannya secara sentralisasi
4. Jumlah kebutuhan personil IFRS meningkat
5. Menyita waktu perawat untuk menyiapkan obat tiap pasien pada saat konsumsi
obat
18
6. Berpotensi terjadi kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada saat
penyiapan.
19
mempunyai tanggung jawab untuk memonitoring obat pasien yang dirawat inap
pada rumah sakit. Permasalahan clinical error yaitu adanya alergi, interaksi obat
dengan obat, interaksi obat dengan penyakit, lamanya terapi yang tidak sesuai, dan
ketidaksesuaian obat dihindarkan atau dikoreksi dahulu (Nursalam, 2011)
2.3. Satelit Farmasi Kemoterapi
Satelit Farmasi Kemoterapi merupakan salah satu unit pelayanan di
Rumah Sakit yang memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan terhadap
obat-obat sitostatika, yaitu dalam proses pengoplosan obat hingga penyerahan
kepada pasien. Proses pengoplosan obat sitostatika dilakukan sesuai dengan
prosedur prosedur yang telah ditetapkan ditetapkan untuk memastikan
memastikan kestabilan kestabilan obat setelah setelah pencampuran
(pengoplosan) dan keamanan obat hingga dapat digunakan oleh pasien.
20
BAB III
PEMBAHASAN
21
dengan underpad agar memudahkan dalam pembersihan. Persyaratan ruang
aseptik untuk pencampuran obat sitostatika yaitu BSC vertikal bertekanan
negatif (-), lantai tidak bersudut dan dinding
22
12
dilapisi epoksi.
A. Alur Pelayanan di Satelit Farmasi Kemoterapi
Pelayanan yang dilaksanakan di Satelit farmasi kemoterapi dimulai
dari petugas menerima lembar resep pasien yang disertai protokol kemoterapi
dari dokter. Adapun alur pelayanannya secara lengkap ialah sebagai berikut:
dimasukkan dalam plastik klip kemudian diberi etiket. Setiap obat yang
diambil dari rak obat haruslah ditulis dalam kartu stok sebagai dokumentasi
pencatatan. Khusus obat yang fast moving, diletakkan di meja dan tidak perlu
menuliskan dalam kartu stok setiap pengambilan obat. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan petugas, serta efisiensi waktu. Obat-obatan yang termasuk
dalam fast moving yaitu ondansetron, vitamin B kompleks, serta vitamin C.
Setelah selesai disiapkan, maka obat siap untuk didistribusikan ke pasien.
B. Distribusi di Satelit Farmasi Kemoterapi
Setelah proses handling selesai, maka dilakukan crosscheck antara obat yang
sudah ditempelkan etiket dengan data pasien untuk mencegah kekeliruan dalam
pendistribusian, selain itu juga ditulis waktu obat tersebut selesai direkonstitusi.
Kemudian obat diletakkan di pass box untuk disistribusikan ke pasien atau
perawat. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan
obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara
ruang persiapan dan ruang steril. Obat didistribusikan dengan menggunakan troli
agar lebih mudah dalam pendisribusian dan mencegah obat tidak jatuh. untuk
pasien rawat inap obat didistribusikan ke rawat inap dengan sisten ODD (one daily
dose) dengan cara menyerahkan obat ke perawat dan mengisi surat serah terima
barang. sedangkan untuk pasien rawat jalan menggunakan sistem distribusi IP
(individual prescreption) dengan cara obat langsug diberikan pada pasien dengan
disertai pemberian informasi terkait kegunaan, cara penyimpanan, cara
penggunaan, waktu penggunaan, frekuensi pemberian, maupun efek samping yang
mungkin muncul.
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di Satelit Farmasi
Kemoterapi dilakukan setiap 1 minggu dua kali yaitu hari Senin dan Kamis dengan
melakukan permintaan obat ke gudang menggunakan SP (Surat Permintaan)
dengan metode perhitungan konsumsi. Barang akan datang ketika SP sudah
diterima oleh gudang farmasi, kemudian barang dicek apakah sudah sesuai dengan
16
SP atau belum. Jika barang kosong di gudang, apoteker akan mencari barang
tersebut ke satelit farmasi farmasi lain. Penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai disimpan disesuaikan dengan bentuk
sediaan dan secara alfabetis dengan mengatur suhu sesuai dengan masing-masing
stabilitas obat yaitu pada suhu dingin 2-8OC dan suhu ruang 15-30OC.
Penyimpanan obat narkotika, psikotropika dan obat-obat high alert dipisahkan dan
disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB IV
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
ASHP. 1990. Study Guide Safe Handling of Cytotoxic and Hazardous Drugs.
Budi, Utomo, 2019, Hubungan Sistem Unit Dose Dispensing dengan Kepuasan
Pasien di Rumah Sakit Muhammadiah Babat Kabupaten Lamongan, Surya,
Vol. 11 (2).
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril: Jakarta.
Direktoriat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Febriawati, H. 2013. Managemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Nursalam, 2011, Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Profesional,
Cetakan Ketiga. Jakarta: Salemba Medika.
Siregar, Charles j.p 2013. Farmasi Klinik : Teori & Penerapan . Jakarta : EGC
16
LAMPIRAN
17
Ruang penyiapan sebelum pencampuran
18
Protokol Terapi
19
Pemeriksaan Histopatologi
20