Anda di halaman 1dari 27

1

ALUR PELAYANAN DAN SISTEM DISTRIBUSI SATELIT FARMASI


KEMOTERAPI

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PUROKERTO

4 APRIL - 9 APRIL 2022

Disusun Oleh :

Dwi Novita Sari 2120424718 (USB)

Maulani Umi Hanik 1062111066 (STIFAR)

Suci Nurhafizah 2108020077 (UMP)

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PERIODE ARPRIL – MEI 2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah meningkatkan
mutu pelayanan di rumah sakit. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian
kepada masyarakat, pemerintah telah memberlakukan suatu standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Tujuan diberlakukannya standar tersebut adalah sebagai
pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan untuk melindungi
profesi dalam menjalankan praktek kefarmasian (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang
bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
Untuk dapat melaksanakan pelayanan farmasi yang paripurna, apoteker di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus melaksanakan pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) yang meliputi: pelayanan farmasi non klinik
(manajerial) dan pelayanan farmasi klinik. Dispensing sediaan steril
merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan di
rumah sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, dispensing steril
harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk
menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Salah

1
2

satu kegiatan dispensing steril adalah penanganan sediaan sitostatika


(Kemenkes RI, 2009).
Pelayanan Kefarmasian adalah salah satu bagian pelayanan di rumah
sakit yang tidak terpisahkan serta berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai yang
bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinik. Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat
(Permenkes, 2016). Alur pelayanan yang buruk dapat merugikan merugikan
pasien, mengurangi kepuasan pasien dan menambah biaya karena kurang
efisien dalam menggunakan sumber daya karyawan (Silva, 2013).
Menurut Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016 distribusi obat adalah
suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan atau menyerahkan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Peran
distribusi obat sangat penting, pada jurnal penelitian (Nwokah, et al, 2009)
yang membahas tentang pendistribusian obat di rumah sakit pemerintah,
menjelaskan bahwa proses distribusi obat yang baik akan meningkatkan
ketersediaan obat, memaksimalkan pendapatan rumah sakit, memperkecil
kerugian rumah sakit, dan meningkatkan customer satisfaction.
Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang penyakit. Hakikat dasar rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan
tuntutan pasien yang mengharapkan penyelesaian masalah kesehatannya pada
rumah sakit. Pasien memandang bahwa hanya rumah sakit yang mampu
memberikan pelayanan medis sebagai upaya penyembuhan dan pemulihan
atas rasa sakit yang dideritanya. Pasien mengaharapkan pelayanan yang siap,
cepat, tanggap, dan nyaman terhadap keluhan penyakit pasien.salah satu
3

rumah sakit umum yang ada di kabupaten Bayumas adalah RSUD Prof.Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto yang merupakan Rumah Sakit Kelas B
Pendidikan milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan latar
belakang diatas penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Alur
Pelayanan dan Sistem Distribusi Satelit Farmasi Kemoterapi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana alur pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi Kemoterapi di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ?
2. Bagaimana sistem distribusi di Satelit Farmasi Kemoterapi di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui alur kegiatan pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi
Kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Untuk mengetahui system distribusi di Satelit Farmasi Kemoterapi di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui alur kegiatan pelayanan kefarmasian di
Satelit Farmasi Kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
2. Mahasiswa mampu mengetahui system distribusi di Satelit Farmasi
Kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat managerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan (Alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinik adalah
pengkajian dan pelayanan resep. Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa
adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan
pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. Tanggal resep; dan d. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan jumlah obat;
c. Stabilitas; dan
d. Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. Kontraindikasi; dan
e. Interaksi obat.

11
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error) (Pemenkes, 2016).
2.2. Dispensing Sediaan Steril
Pencampuran sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari
kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan
bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan
kesehatan (ASHP, 1985). Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara
terpusat di instalasi farmasi rumah sakit untuk menghindari infeksi nosokomial
dan terjadinya kesalahan pemberian obat.
Pencampuran sediaan steril harus memperhatikan perlindungan produk dari
kontaminasi mikroorganisme, sedangkan untuk penanganan sediaan sitostatika
selain kontaminasi juga memperhatikan perlindungan terhadap petugas, produk
dan lingkungan. Pencampuran sediaan steril memerlukan SDM yang terlatih,
fasilitas dan peralatan serta prosedur penanganan secara khusus.
2.2.1. Ruangan dan Peralatan
Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan
peralatan khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin
keselamatan petugas dan lingkungannya.

Gambar 1. Tata Letak Ruang Dispensing Sediaan Steril (Depkes RI, 2009)

12
 Ruangan
1. Tata letak ruang
2. Jenis ruangan Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan
terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
a. Ruang persiapan Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan
alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan
volume cairan).
b. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian Sebelum masuk ke ruang antara,
petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung
diri (APD).
c. Ruang antara (Ante room) Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui
suatu ruang antara
d. Ruang steril (Clean room) Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1) Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
2) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3) Suhu 18 – 22°C
4) Kelembaban 35 – 50%
5) Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter 11
6) Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar
ruangan.
7) Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat
sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara
ruang persiapan dan ruang steril.
 Peralatan
1. Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
dalam pencampuran sediaan steril meliputi :

13
a. Baju Pelindung Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang
impermeable (tidak tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan
lengan panjang, bermanset dan tertutup di bagian depan.
b. Sarung tangan Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas
yang minimal sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas
dan cukup panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan
terbuat dari latex dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk
penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.
c. Kacamata pelindung Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan
sitostatika
d. Masker disposible
2. Laminar Air flow (LAF) mempunyai sistem penyaringan ganda yang
memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai: ƒ
Penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di udara, menjaga aliran udara
yang konstan diluar lingkungan, mencegah masuknya kontaminan ke
dalam LAF.
Terdapat dua tipe LAF yang digunakan pada pencampuran sediaan steril :
a. Aliran Udara Horizontal (Horizontal Air Flow).
Aliran udara langsung menuju ke depan, sehingga petugas tidak terlindungi
dari partikel ataupun uap yang berasal dari ampul atau vial. Alat ini
digunakan untuk pencampuran obat steril non sitostatika.
b. Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow).
Aliran udara langsung mengalir kebawah dan jauh dari petugas sehingga
memberikan lingkungan kerja yang lebih aman. Untuk penanganan
sediaan sitostatika menggunakan LAF vertikal Biological Safety Cabinet
(BSC) kelas II dengan syarat tekanan udara di dalam BSC harus lebih
negatif dari pada tekanan udara di ruangan.

14
Gambar 2. LAF Horizontal dan Vertikal

2.2.2. Sistem Distribusi


Distribusi merupakan rangkaian kegiatan menyalurkan/menyerahkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan (Alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus
menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan
dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan (Alkes), dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) di Unit Pelayanan.
Proses distribusi sediaan steril dilakukan sesuai SOP sebagai berikut (Depkes
RI, 2009):
1) Ambil wadah yang telah berisi obat hasil rekonstitusi dari pass box.
2) Periksa kembali isi dan mencocokan formulir permintaan yang telah dibuat
dengan prinsip 5 BENAR dan kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat,
jumlah, nomer batch, tgl kadaluarsa setelah obat direkonstitusi).
3) Beri label luar pada wadah.

15
4) Kirim obat-obat tersebut ke ruang perawatan dengan menggunakan troli
tertutup dan tidak boleh melewati jalur yang banyak kontaminan (seperti: lift
barang, dll) untuk mengurangi kontaminasi.
5) Lakukan serah terima dengan pasien atau petugas perawat.
Pengiriman sedíaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin
sterilitas dan stabilitasnya dengan persyaratan :
 Wadah
1. Tertutup rapat dan terlindung cahaya.
2. Untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu,
ditempatkan dalam wadah yang mampu menjaga konsistensi suhunya.
 Waktu Pengiriman
Prioritas pengiriman untuk obat obat yang waktu stabilitasnya pendek.
 Rute pengiriman
Pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak melalui jalur umum/ramai untuk
menghindari terjadinya tumpahan obat yang akan membahayakan petugas dan
lingkungannya.
Bentuk-bentuk pendistribusian logistik farmasi rumah sakit (Febriawati, 2013):
a. Sentralisasi
Sentralisasi merupakan penyimpanan dan pendistribusian semua
obat/barang farmasi dipusatkan pada satu tempat. Seluruh kebutuhan obat/barang
farmasi setiap unit perawatan/pelayanan baik untuk kebutuhan individu maupun
kebutuhan dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.

16
Gambar 3. Alur Distribusi Sentralisasi

b. Desentralisasi
Desentralisasi merupakan pelayanan mempunyai cabang di dekat unit
perawatan/pelayanan sehingga penyimpanan dan penditribusian kebutuhan obat
atau barang farmasi unit perawatan/ pelayanan tersebut baik untuk kebutuhan
individu maupun kebutuhan dasar ruangan tidak lagi dilayani dari pusat
pelayanan farmasi (Febriawati, 2013).

Gambar 4. Alur Distribusi Desentralisasi


Jenis sistem distribusi obat untuk pasien:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.

17
1. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
2. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
3. Setiap hari dilakukan serah terima Kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
4. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan, dan kemungkinan
interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Peresepan individu
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) berdasarkan resep perorangan atau pasien melalui Instalasi Farmasi.
Kelebihan :
1. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker yang kemudian memberikan
keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung
2. Memberi kesempatan interaksi professional antara Apoteker - Dokter – Perawat –
Pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih deka tatas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu yang lebih lama
2. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan
3. Berpotensu terlambatnya sediaan obat sampai ke ruang penderita, terutama bila
pelayanannya secara sentralisasi
4. Jumlah kebutuhan personil IFRS meningkat
5. Menyita waktu perawat untuk menyiapkan obat tiap pasien pada saat konsumsi
obat

18
6. Berpotensi terjadi kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada saat
penyiapan.

Gambar 5. Alur Pelayanan Resep Individu

c. Sistem Unit Dosis


Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian
obat yang dikoordinasikan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam rumah sakit,
dimana obat dikemasan unit tunggal, di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi, dan
untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau
tersedia pada ruang perawatan penderita pada setiap waktu (Siregar, 2013).
Sistem distribusi obat unit – dose dapat mengurangi kejadian medication
errors, karena sistem distribusi ini dapat mengindentifikasi dan mengenali ke
salahan penggunaan obat. Distribusi obat unit–dose pengobatan dapat diteliti
terlebih dahulu oleh personel apoteker dan ilmu perawat mulai dari persiapan obat,
pembungkusan, pemberian label sehingga pelaksanaan lebih teliti. Kelebihan Unit
Kelebihan Unit Dose Dispensing (UDD) dibandingkan Non Unit Dose Dispensing
(UDD) yaitu sistem distribusi obat individual (individual prescription), sistem
distribusi obat persediaan lengkap diruang (total flour stock), dan sistem distribusi
obat kombinasi resep individual (individual prescription) adalah sistem Unit Dose
Dispensing (UDD) terdapat profil pengobatan untuk pasien, dimana apoteker

19
mempunyai tanggung jawab untuk memonitoring obat pasien yang dirawat inap
pada rumah sakit. Permasalahan clinical error yaitu adanya alergi, interaksi obat
dengan obat, interaksi obat dengan penyakit, lamanya terapi yang tidak sesuai, dan
ketidaksesuaian obat dihindarkan atau dikoreksi dahulu (Nursalam, 2011)
2.3. Satelit Farmasi Kemoterapi
Satelit Farmasi Kemoterapi merupakan salah satu unit pelayanan di
Rumah Sakit yang memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan terhadap
obat-obat sitostatika, yaitu dalam proses pengoplosan obat hingga penyerahan
kepada pasien. Proses pengoplosan obat sitostatika dilakukan sesuai dengan
prosedur prosedur yang telah ditetapkan ditetapkan untuk memastikan
memastikan kestabilan kestabilan obat setelah setelah pencampuran
(pengoplosan) dan keamanan obat hingga dapat digunakan oleh pasien.

20
BAB III
PEMBAHASAN

Satelit farmasi kemoterapi merupakan salah bagian dari unit pelayanan


di Rumah sakit yang bertanggungjawab memberikan pelayanan obat-obatan
sitostatika untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Lokasi satelit farmasi
kemoterapi berada di gedung wijaya kusuma lantai satu. Tenaga kefarmasian
di Satelit farmasi kemoterapi sebanyak 6 orang yaitu terdiri dari 3 orang
Apoteker dan 3 orang Tenaga Teknis Kefarmasian.
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Satelit farmasi
kemoterapi meliputi dispensing dan penanganan obat kanker secara aseptis
yang terdiri dari:
1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat
2) Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
3) Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
4) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Rekonstitusi obat-obat kanker dilakukan oleh apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian yang telah mendapat pelatihan khusus dengan melakukan
pengendalian terhadap lingkungan, petugas dan sediaan obat dari efek toksik
dan kontaminasi. Lingkungan kerja yang digunakan untuk mencampur obat
sitostatika harus memenuhi persyaratan ruang yang telah ditentukan agar
menjaga orang-orang yang berada disekitar tempat pencampuran. Area kerja
juga menjadi hal yang penting dalam proses pencampuran karena akan
melindungi baik obat kanker yang sedang dan telah direkonstitusi juga
melindungi pekerja yang kontak langsung. Area pencampuran obat sitostatika
di RSMS dilakukan di dalam Biological Safety Cabinet (BSC) dengan aliran
udara vertikal, sehingga melindungi pekerja dari paparan sitostatika dan
melindungi obat sitostatika dari kontaminasi. BSC ini dibersihkan
menggunakan alkohol, setelah itu area kerja di dalam BSC diberikan alas

21
dengan underpad agar memudahkan dalam pembersihan. Persyaratan ruang
aseptik untuk pencampuran obat sitostatika yaitu BSC vertikal bertekanan
negatif (-), lantai tidak bersudut dan dinding

22
12

dilapisi epoksi.
A. Alur Pelayanan di Satelit Farmasi Kemoterapi
Pelayanan yang dilaksanakan di Satelit farmasi kemoterapi dimulai
dari petugas menerima lembar resep pasien yang disertai protokol kemoterapi
dari dokter. Adapun alur pelayanannya secara lengkap ialah sebagai berikut:

Skema Alur Pelayanan Resep Rawat Jalan dan Rawat Inap


1. Pasien yang ingin melakukan kemoterapi, baik pasien BPJS maupun umum
mendaftar terlebih dahulu berdasarkan rujukan dari dokter di poli bedah onkologi.
2. Dokter akan menuliskan protokol terapi yang berisikan regimen obat pasien
(apabila pasien BPJS, pada patologi anatomi (PA) harus menunjukkan adanya
keterangan keganasan sehingga harus mendapatkan obat kemoterapi)
3. Pasien mendapatkan resep
4. Obat yang ada di protokol terapi disalin oleh perawat di lembar resep pasien
5. Resep diserahkan ke bagian apotek kemoterapi untuk disiapkan, baik alkes maupun
obat sitostatika yang dibutuhkan pasien
13

6. Petugas melakukan skrining resep


Tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian dalam mencegah
terjadinya medication error diantaranya adalah melakukan skrining resep yang
meliputi skrining administratif, farmasetis dan klinis. Skrining admnistrasi dan
farmasetik perlu dilakukan karena mencakup seluruh informasi di dalam resep
yang berkaitan dengan kejelasaan tulisan obat, keabsahan resep, dan kejelasan
informasi di dalam resep, skrining administratif yang dilakukan di apotek
kemoterapi Rumah Sakit Margono Soekarjo mencakup:
a. Identitas pasien dan identitas penulis resep
b. Pasien termasuk pasien umum atau mempunyai penjamin seperti BPJS,
jamkesda, atau asuransi lain
c. Untuk pasien BPJS wajib terlampir protokol terapi dan Patologi Anatomi (PA)
pasien sebanyak 2 rangkap yaitu sebagai syarat untuk klaim BPJS dan untuk arsip
apotek kemoterapi d. jika pasien ranap BPJS maka harus ditambahkan lampiran
Surat Eligibilitas Peserta (SEP) Skrining farrmasetis dilakukan dengan melakukan
pengecekan terhadap nama obat, bentuk sediaan obat, stabilitas obat, kompatibilitas
obat dengan pelarut, skrining kompatibilitas obat dilihat dari kesesuaian pelarut
dengan obat dan kesesuaian wadah obat, contohnya seperti oxaliplatin tidak boleh
dilarutkan dengan normal saline, bleomisin dan cisplatin tidak boleh dilarutkan
dengan dextrose 5%, golongan taxane (docetaxel, paclitaxel) dan etoposide harus
menggunakan plabot non PVC. sedangkan yang termasuk skirining kesesuaian klinis
adalah indikasi, interaksi obat, efek samping obat, dosis obat. Setelah petugas selesai
skrining, kemudian dilakukan entry data ke komputer dan proses pencetakan etiket
obat.
7. Menyiapkan obat-obatan yang dibutuhkan pasien untuk dilakukan handling
Sebelum menyiapkan obat sitostatika dan dilakukan handling, petugas harus
menggunakan APD secara lengkap. APD merupakan bentuk pencegahan untuk
menghindarkan atau mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh zat sitotoksik yang
14

terdapat pada agen kemoterapi (American Society of Health-Sistem Apoteker,


2006). APD yang sesuai standar wajib dikenakan saat melakukan pencampuran
obat sitostatika adalah :
a. Baju pelindung berbahan non-serat Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari
bahan yang impermeable/ tidak tembus cairan, tidak melepaskan serat kain,
berlengan dan celana panjang, bermanset dan tertutup di bagian depan yang ujung
lengannya berkaret dan elastik.
b. Head cover
c. Gown pelapis
d. Masker N95
e. Sarung tangan steril dua lapis
f. Kacamata pelindung
Digunakan pada saat penanganan sediaan sitostatika, tujuannya untuk melindungi
mata dari paparan.
g. Shoe Cover Pelidung sepatu digunakan agar meminimilisasi kontaminan.
8. Pendistribusian obat ke pasien atau perawat
Persiapan obat premedikasi dan post medikasi dilakukan di ruangan
premedikasi. Obat disiapkan setelah etiket diterima dari bagian administrasi. Obat-
obat premedikasi biasanya membutuhkan plastik yang besar, karena berisi beberapa
infus, obat premedikasi dan juga alat kesehatan. Obat-obatan setiap pasien disiapkan
satu persatu. Obat dan alat kesehatan diambil sesuai kebutuhan dari rak obat, dicatat
dalam kartu stok, dan dimasukkan kedalam plastik klip serta diberikan etiket.
Kemudian plastik diikat rapi dan siap untuk didistribusikan ke ruang tindakan
kemoterapi. Obat-obatan premedikasi yang telah disiapkan, dicatat dalam buku
dokumentasi pendistribusian meliputi nama pasien, ruangan pasien, dan tanda tangan
perawat penerima.
Tidak jauh berbeda dengan obat-obatan premedikasi, persiapan obat
post medikasi disiapkan dengan mengambil obat dari rak obat dan
15

dimasukkan dalam plastik klip kemudian diberi etiket. Setiap obat yang
diambil dari rak obat haruslah ditulis dalam kartu stok sebagai dokumentasi
pencatatan. Khusus obat yang fast moving, diletakkan di meja dan tidak perlu
menuliskan dalam kartu stok setiap pengambilan obat. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan petugas, serta efisiensi waktu. Obat-obatan yang termasuk
dalam fast moving yaitu ondansetron, vitamin B kompleks, serta vitamin C.
Setelah selesai disiapkan, maka obat siap untuk didistribusikan ke pasien.
B. Distribusi di Satelit Farmasi Kemoterapi

Setelah proses handling selesai, maka dilakukan crosscheck antara obat yang
sudah ditempelkan etiket dengan data pasien untuk mencegah kekeliruan dalam
pendistribusian, selain itu juga ditulis waktu obat tersebut selesai direkonstitusi.
Kemudian obat diletakkan di pass box untuk disistribusikan ke pasien atau
perawat. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan
obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara
ruang persiapan dan ruang steril. Obat didistribusikan dengan menggunakan troli
agar lebih mudah dalam pendisribusian dan mencegah obat tidak jatuh. untuk
pasien rawat inap obat didistribusikan ke rawat inap dengan sisten ODD (one daily
dose) dengan cara menyerahkan obat ke perawat dan mengisi surat serah terima
barang. sedangkan untuk pasien rawat jalan menggunakan sistem distribusi IP
(individual prescreption) dengan cara obat langsug diberikan pada pasien dengan
disertai pemberian informasi terkait kegunaan, cara penyimpanan, cara
penggunaan, waktu penggunaan, frekuensi pemberian, maupun efek samping yang
mungkin muncul.
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di Satelit Farmasi
Kemoterapi dilakukan setiap 1 minggu dua kali yaitu hari Senin dan Kamis dengan
melakukan permintaan obat ke gudang menggunakan SP (Surat Permintaan)
dengan metode perhitungan konsumsi. Barang akan datang ketika SP sudah
diterima oleh gudang farmasi, kemudian barang dicek apakah sudah sesuai dengan
16

SP atau belum. Jika barang kosong di gudang, apoteker akan mencari barang
tersebut ke satelit farmasi farmasi lain. Penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai disimpan disesuaikan dengan bentuk
sediaan dan secara alfabetis dengan mengatur suhu sesuai dengan masing-masing
stabilitas obat yaitu pada suhu dingin 2-8OC dan suhu ruang 15-30OC.
Penyimpanan obat narkotika, psikotropika dan obat-obat high alert dipisahkan dan
disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB IV
KESIMPULAN

Alur pelayanan di satelit farmasi kemoterapi, yaitu resep yang diberikan


dokter dilakukan skrining oleh apoteker jika ada DRP (Drug Related Problem), maka
dilakukan skrining oleh apoteker jika ada DRP, maka apoteker berkoordinasi dengan
dokter. Jika tidak ada DRP, maka disiapkan untuk obat-obat premedikasi dan
diserahkan kepada perawat, sedangkan untuk obat kemoterapi dilakukan rekonstitusi
di handling cytostatic, lalu dilakukan final check. Setelah itu didistribusikan ke
pasien masing-masing.

15
DAFTAR PUSTAKA

ASHP. 1990. Study Guide Safe Handling of Cytotoxic and Hazardous Drugs.

Budi, Utomo, 2019, Hubungan Sistem Unit Dose Dispensing dengan Kepuasan
Pasien di Rumah Sakit Muhammadiah Babat Kabupaten Lamongan, Surya,
Vol. 11 (2).
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril: Jakarta.
Direktoriat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Febriawati, H. 2013. Managemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Nursalam, 2011, Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Profesional,
Cetakan Ketiga. Jakarta: Salemba Medika.
Siregar, Charles j.p 2013. Farmasi Klinik : Teori & Penerapan . Jakarta : EGC

16
LAMPIRAN

Meja Skrining, Entry Resep dan Cetak Etiket

Proses Dispensing Obat Sitostatika

17
Ruang penyiapan sebelum pencampuran

Proses handling obat sitostatika di BSC

18
Protokol Terapi

19
Pemeriksaan Histopatologi

20

Anda mungkin juga menyukai