Anda di halaman 1dari 25

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK

DAN OBAT PATEN DI DESA KASIWIANG KECAMATAN SULI


KABUPATEN LUWU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat dan memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang

bermutu secara adil dan merata. Obat merupakan salah satu komponen yang tidak

tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial

merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik

maupun swasta. Berdasarkan Rancangan Kebijakan Obat Nasional (2005), sebelum

diberlakukannya otonomi daerah, diperkirakan 50-80% masyarakat Indonesia memiliki

akses terhadap obat esensial. Sementara itu, menurut WHO (World Health Organization)

kurang dari setengah jumlah penduduk di negara-negara berkembang dapat memiliki

akses terhadap obat esensial. (Adisasmito, 2008).

Pengaturan mengenai obat dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan dan

keterjangkauan obat secara berkelanjutan untuk tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional

merupakan bagian yang hendak dicapai. Data tahun 2001 memperlihatkan bahwa

penduduk perkotaan yang menggunakan obat berjumlah 85,04% dan penduduk

pedesaan sebesar 83,02%. Oleh karena itu, komunikasi, informasi, dan edukasi yang
efektif dan terus-menerus merupakan keharusan dalam rangka penggunaan obat yang

rasional. (Adisasmito, 2008).

Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah.

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

membuat obat jenis ini kurang dimanfaatkan. Obat generik adalah obat dengan nama

resmi International Non Propietary Name (INN) yang telah ditetapkan dalam Farmakope

Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (DepKes

RI, 2010).

Pada dasarnya, obat generik merupakan salah satu sediaan farmasi yang telah

memenuhi persyaratan farmakope serta melewati proses pembuatan sesuai Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun

turut mengawasi standar umum tersebut. Hal yang membedakan dengan obat bermerek

dan banyak dipromosikan, umumnya pada pemilihan kadar kandungan dalam rentang

standar farmakope (Anonim, 2010).

Berdasarkan data Nasional penggunaan obat generik di Indonesia hingga kini

masih tergolong rendah, meskipun harganya jauh lebih murah dan khasiat yang sama

seperti obat bernama dagang (bermerek). Menurut data Departemen Kesehatan RI pada

tahun 2010, peresepan obat generik oleh dokter di rumah sakit umum milik pemerintah

saat ini baru 66 persen, sedangkan di rumah sakit swasta dan apotek hanya 49 persen.

Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan juga baru 69,7

persen dari target 95 persen, Dalam lima tahun terakhir 2005-2010, pasar obat generik

turun dari Rp. 2.525 triliun atau 10 persen dari pasar nasional, menjadi Rp. 2.372 triliun

atau 7.2 persen dari pasar nasional. Sementara, pasar obat nasional meningkat dari Rp.
23,59 triliun pada 2005 menjadi Rp. 32,93 triliun pada 2009. Hal itu antara lain

dipengaruhi oleh tingkat penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan (Depkes

RI, 2010).

Ketika mendengar obat generik, umumnya orang akan langsung

mengasumsikannya sebagai obat kelas dua, artinya mutunya kurang bagus. Obat

generik pun kerap dicap obat bagi kaum tak mampu. Faktanya tidak demikian. Kurangnya

informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang

sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selain merugikan pemerintah,

pihak pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat. Membeli obat tidak bisa

disamakan dengan membeli barang elektronik. Umumnya harga barang elektronik

sebanding dengan kualitasnya, dimana semakin mahal harganya maka semakin bagus

kualitasnya. Semua obat baru, tentu harus dibayar tinggi untuk jasa penemuannya, yang

menjadi hak eksklusifnya. Namun, tidak semua penyakit yang pasien derita memerlukan

jenis obat baru. Edukasi ke masyarakat mengenai obat generik menjadi perlu dan wajib

untuk dilakukan. (Anonim, 2010).

Persepsi masyarakat, permintaan dan kebutuhan masyarakat akan obat generik

di rumah sakit bukan merupakan faktor rendahnya penggunaan obat generik, tetapi lebih

disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang obat generik itu sendiri

(Handayani, 2010).

Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang

menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi

yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerek adalah

obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.
Obat generik berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah kebawah akan obat.

Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan

obat esensial untuk penyakit tertentu. (kebijakan obat nasional, 2006).

Ketika mengenal obat generik umumnya orang akan mengasumsikan sebagai

obat kelas dua artinya mutunya kurang bagus. Obat generikpun kerap dicap obat bagi

kaum tak mampu, faktanya tidak demikian. Kurangnya informasi seputar obat generik

adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Pahahal

dengan beranggapan demikian selain disamakan dengan membeli elektronik, namun

tidak semua penyakit yang pasien derita memerlukan obat baru. (Anonim, 2006).

Obat paten adalah obat yang baru ditemukan dan baru memiliki waktu paten

tertentu tergantung jenis obatnya. Obat paten dibuat dengan tujuan memberikan

kenyamanan yang lebih untuk pasien yang mampu. Dengan kemasan yang lebih baik,

rasa yang lebih enak, sirup yang lebih tidak pahit karena butiran obatnya berukuran

mikro, efek samping dilambung yang tidak terasa karena dilapisi salut gula, maupun efek

samping lain yang diminimalkan karena tabletnya lepas lambat atau mungkin masalah

lain seperti, tidak menggunakan pelarut alkohol yang diharamkan oleh agama tertentu.

(Winardi, 2009).

Obat paten hanya diproduksi oleh pabrik yang memiliki hak paten sehingga

umumnya dijual dengan harga yang tinggi karena tidak ada kompetisi. Hal ini biasanya

untuk menutupi biaya penelitian dan pengembangan obat tersebut serta biaya promosi

yang tidak sedikit. Setelah habis masa patennya, obat tersebut dapat diproduksi oleh

semua industri farmasi. Obat inilah yang disebut obat generik. Setiap pabrik memberi
nama sendiri sebagai merek dagang. Obat ini di Indonesia dikenal dengan nama obat

generik bermerek atau branded (Kemenkes RI, 2013).

Kepercayaan pasien terhadap khasiat dari obat generik jauh lebih rendah

dibandingkan dengan obat paten, karena selama ini pasien terbiasa mengkonsumsi obat

paten yang diakui jauh lebih baik. Selain itu, juga pasien pada umumnya berasumsi

bahwa harga obat berpengaruh terhadap kualitas sesuatu produk obat.

Selain rendahnya tingkat pengetahuan pasien akan obat generik faktor lain yang

menyebabkan rendahnya penggunaan obat generik berdasarkan kebijakan obat nasional

adalah akses obat kepada pasien, ketersedian obat diberbagai daerah dan harga obat

yang masih mahal. (Anonim, 2006).

Oleh karena itu, akan diadakan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan

masyarakat tentang obat generik dan obat paten di Desa Kasiwiang, Kecamatan Suli,

Kabupaten Luwu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang telah diuraikan penelitian dengan judul

“Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Generik dan Obat Paten di Desa

Kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu”. Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dirumuskan masalah yaitu Bagaimana tingkat pengetahuan Masyarakat tentang

obat generik dan obat paten di Desa Kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu Tahun 2016?
C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Bagaimana Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Generik

dan Obat Paten di Desa Kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu Tahun 2016

2. Tujuan Khusus

 Untuk Mengetahui Bagaimana Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Generik

di Desa kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu.

 Untuk Mengetahui Bagaimana Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Paten di

Desa Kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Peneliti

Sebagai syarat Program Studi D III Farmasi Stikes Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo.

2. Manfaat Akademik

Sebagai bahan referensi untuk mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

3. Manfaat Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan bagi masyarakat di Desa

Kasiwiang, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, dalam meningkatkan Pengetahuan Pasien

terhadap obat generik dan obat paten.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Umum Tentang Obat

1. Pengertian Obat

Obat adalah semua bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua

makhluk untuk bagian dalam maupun luar, guna mencegah, meringankan ataupun

menyembuhkan penyakit.

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. (BPOM, 2012).

Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu

diperlukan obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup,

berkhasiat nyata dan berkualitas baik. (Sambara, 2007).

Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta

mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. (Ansel, 1985)

Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan,

kesehatan dan kontrasepsi. (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005)

Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan pemberian

obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat kesembuhannya. Selain itu,

obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil
yang diperoleh dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke

sarana kesehatan baik Puskesmas, rumah sakit maupun poliklinik. Obat merupakan

komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan

obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya

efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan. (Idham, 2005)

Defenisi lain, obat adalah bentuk-bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang di

gunakan pada hewan dan manusia. (istilah inggris drug identik dengan obat jerman

Doge). (mutschler,E.,1999).

Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang digunakan untuk

pencegahan dan pengobatan baik pada manusia maupun pada hewan. Obat merupakan

faktor penunjang dalam komponen yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan.

(Widhayani, 2002)

Menurut undang-undang yang dimaksud obat adalah suatu bahan atau bahan-

bahan yang dimaksud untuk dipergunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah,

mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah atau

rohaniah pada manusia.

Adapun beberapa pengertian obat secara khusus dapat diklasifikasikan sebagai

berikut. (Anief, 2003)

a. Obat Jadi yaitu obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan,

tablet, pil, suppositoria atau bentuk lain yang mempunyai teknis yang sesuai dengan

Farmakope Indonesia atau buku lain yang ditetapkan oleh pemerintah.


b. Obat Paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama dagang si

pembuat yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang

memproduksinya.

c. Obat Baru yaitu obat yang terdiri atau berisi zat, baik sebagai bagian yang berkhasiat

maupun yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pembantu atau komponen lain,

yang belum dikenal sehingga belum diketahui khasiat dan penggunaannya.

d. Obat Asli yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamia Indonesia, terolah

secara sederhana atas dasar pengalaman dan dipergunakan dalam pengobatan.

e. Obat Esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat

terbanyak dan tercantum dalam daftar obat esensial yang ditetapkan oleh menteri

kesehatan.

f. Obat Generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope

Indonesia untuk zat yang berkhasiat didalamnya.

Sedangkan penggolongannya, obat dapat digolongkan beberapa macam sebagai

berikut :

1. Menurut kegunaannya obat dapat dibagi :

a) Untuk menyembuhkan ( therapeutic )

b) Untuk mencegah ( prophylactic )

c) Untuk diagnosa ( diagnostic )

2. Menurut cara penggunaannya obat dapat dibagi :

a) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) adalah obat yang digunakan

melalui oral dan diberi tanda etiket putih.


b) Medicamentum ad usus externum (pemakaian luar) adalah obat yang cara

penggunaannya bukan melalui oral dan diberi etiket biru. Contohnya implantasi injeksi,

salep.

3. Menurut cara kerjanya obat dapat dibagi :

a) Lokal adalah obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti obat-obat yang

digunakan secara topical. Contohnya : salep dan krim.

b) Sistemik adalah obat yang didistribusikan keseluruh tubuh. Contohnya : tablet, kapsul,

obat minum dan lain-lain.

4. Menurut undang-undang kesehatan obat digolongkan dalam :

a) Pengobatan dan ilmu pengetahuan dan dapat pula menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan.

b) Obat psikotropika (obat berbahaya), obat yang mempengaruhi proses mental,

merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan orang.

c) Obat keras adalah semua obat yang :

 Mempunyai takaran maksimum atau yang tercantum dalam daftar obat keras.

 Diberi lingkaran khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam

dengan huruf K menyentuh garis tepi.

 Obat baru, kecuali dinyatakan DEPKES tidak membahayakan.

 Semua sediaan parenteral.

5. Obat Bebas Terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter

dengan penyerahan dalam bungkus aslinya dan diberi logo lingkaran warna biru.

6. Obat Bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan bagi

si pemakai dan diberi tanda lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Adapun obat-obat yang kita gunakan ini berasal dari berbagai sumber antara lain

sebagai berikut :

a. Tumbuhan (flora, nabati), seperti digitalis folium, kina, minyak jarak.

b. Hewan (fauna, hayati), seperti minyak ikan, adeps lanae, cera.

c. Mineral (pertambangan), seperti kalium iodide, garam dapur, paraffin, vaselin.

d. Sintesis (tiruan), seperti kamfer sintesis, vitamin C.

e. Mikroba seperti antibiotika penicillin dari penicillium notatum.

2. Pengertian Obat Generik

Obat generik adalah obat yang sama dengan zat berkhasiat yang dikandungnya,

sesuai nama resmi International Non Propietary Names yang telah ditetapkan dalam

Farmakope Indonesia (Cakmoki, 2010). Pengertian lain dari Farmakope Indonesia untuk

zat berkhasiat yang dikandungnya. (Wahidin, 2009)

a. Mutu Obat Generik

Mendengar obat generik, umumnya masyarakat akan langsung mengasumsikannya

sebagai obat kelas dua, artinya mutunya kurang bagus. Obat generikpun kerap dicap

obat bagi kaum tak mampu karena harganya yang terbilang murah membuat masyarakat

tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerek. Kualitas

obat generik tidak kalah dengan obat bermerek karena dalam memproduksinya

perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-Cara


Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat

dan Makanan (BPOM). (Anif, 2004)

Para ahli farmasi menyatakan bahwa obat paten dan obat generik sama sekali tidak

berbeda, kecuali pada nama dan harganya. Harganya yang jauh lebih murah bukan

berarti mutunya rendah, tetapi karena banyak faktor-faktor biaya yang dapat dipangkas

dalam produksi dan pemasaran misalnya pada biaya pengemasan dan juga biaya dalam

periklanan, selain itu promosi obat ke dokter membuat obat paten mahal.

b. Manfaat Obat Generik

Manfaat obat generik secara umum adalah :

1) Penggunaan obat generik sebenarnya ditujukan untuk meringankan beban masyarakat

mengingat harga yang lebih murah.

2) Efisiensi dan pemerataan layanan kesehatan masyarakat meningkat.

3) Masyarakat juga mendapatkan obat yang bermutu, aman dan efektif dengan harga yang

terjangkau (Kemenkes RI, 2012).

c. Kebijakan Pemerintah Mengenai Obat Generik

Dalam pemasaran obat di Indonesia, masyarakat dapat memilih antara obat

generik. Namun untuk meningkatkan akses terapi bagi masyarakat yang kurang mampu,

pemerintah melalui Peraturan Mentari Kesehatan Republik Indonesisa No.HK.

.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kebijakan Menggunakan Obat Generik di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Pemerintah. (Menkes, 2010)

Bila kebijakan penggunaan obat generik dapat diterapkan, maka banyak manfaat

yang dapat diperoleh, antara lain dapat menghemat biaya obat.

d. Produksi dan Distribusi Obat Generik


Zat ini obat generik diproduksi oleh Perusahaan Milik Negara, yaitu PT. Kimia

Farma. PT.Indi Farma dan PT. Faras, serta beberapa perusahaan swasta sebanyak 20

perusahaan farmasi swasta yang telah ditunjuk pemerintah dan sudah mendapatkan

sertifikat CPOB. (Isnawati, 2008)

Sebagai produsen obat generik utama, indofarma dibangun pemerintah untuk

melayani kebutuhan rakyat akan obat-obatan dengan harga semurah murahnya, karena

90% produksinya adalah obat generik. (yanfar, 2006)

e. Harga Obat Generik

Menurut Menkes, harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk

menjamin akses masyarakat terhadap obat. (Depkes, 2004)

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) akan merasionalisasikan

harga obat generik. Menurut Samsul arifin sekretaris jenral GP Farmasi, itu sudah

merupakan kewenangan GP Farmasi untuk melakukan Rasionalisasi agar masyarakat

umum juga bisa menjangkaunya. (Anonim, 2006).

f. Pelayanan Obat Generik

Salah satu tempat yang membuka pelayanan obat generik adalah Rumah Sakit,

dimana seorang apoteker mempunyai peran penting dalam pelayanan obat generik,

terutama praktek profesi kefarmasian di instalasi Rumah Sakit antara lain dalam bentuk

pelayanan informasi kepada masyarakat tentang obat pilihan alternatif berupa obat

generik yang lebih sesuai.

Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian

profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat dan tidak diizinkan mengganti

obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. (Arif, 2007)
Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah

menggunakan obat generik esensial dalam pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.02/Menkes/068/I/2010 yang baru saja ditertibkan. Salah satu rencana aksinya

adalah Revitalisasi Permenkes tentang kewajiban menuliskan resep dan menggunakan

obat generik disarana pelayanan kesehatan Pemerintah. (Sedyaningsi E.R, 2010)

3. Pengertian Obat Paten

Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si

pembuat atau dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang

memproduksinya. (Anif,

2004)

Obat paten adalah hak paten yang diberikan kepada industi farmasi pada obat baru

yang ditemukannya berdasarkan riset industri farmasi tersebut diberi hak paten obat

untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis

sesuai aturan yang telah diterapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak

paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri

farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten.

Berdasarkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, masa hak paten berlaku 20 tahun

(pasal 8 ayat 1) dan biasa juga 10 tahun (pasal 9). Contohnya yang cukup populer adalah

Norvask. Kandungan Norvask (aslinya Norvasc) adalah amlodipine besylate, untuk obat

anthipertensi. Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa hak paten

(sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan amlodipene.
Biasa dibandingkan produsen tanpa saingan. Harganya luar biasa mahal. Biaya riset,

biaya produksi, biaya promosi dan biaya-biaya lain. (termasuk berbagai bentuk upeti

terhadap pihak-pihak terkait), semuanya dibebankan kepada pasien. Setelah masa hak

paten berakhir, barulah industri farmasi lain boleh memproduksi dan memasarkan

amlodipine dengan berbagai merk.

Tanpa izin pemilik hak paten, obat ini tidak boleh ditiru, diproduksi dan dijual dengan

nama Generik dari pabrik lain. Obat paten diproduksi melalui penelitian yang bertahap,

rumit dan panjang. Setelah melewati berbagai uji baik laboratorium, uji pada hewan

percobaan maupun pada manusia dan terbukti lolos atau memiliki efek terapi yang baik

dan efek sampingnya minimal maka obat ini dipatenkan untuk kemudian yang dijual.

Obatnya sangat mahal karena biaya penelitian yang mencapai puluhan tahun yang

menekan biaya sangat besar. Obat paten yang sudah diproduksi dan dijual dalam waktu

yang lama akhirnya mencapai masa diluar hak paten. Jika masa berlaku hak paten ini

habis, maka obat paten dapat diproduksi oleh siapa saja dan biasanya disebut dengan

obat generik. (Putro, 2009).

B. Uraian Umum Tentang Pengetahuan

1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu.


Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni

(Notoatmodjo, S., 2003) :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recaal) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh karena itu, “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :

menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

C. Kerangka Konsep

Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti :

a. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini berupa karakteristik tentang pasien meliputi :

nama, alamat, umur, pekerjaan, dan paraf.

b. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah indikator pengetahuan tentang obat

generik dan obat paten.


Obat Generik

Obat Paten Pengetahuan Pasien

Bukti langsung ( Tangibles

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel independen

: Variabel dependen

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka, maka telah

diidentifikasi beberapa variabel, baik independen (Perilaku) maupun dependen

(Gingivitis).

1. Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah

orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,

2003).
Kriteria Objektif :

Baik : Bila mampu menjawab ≥ 5 dari 10 pertanyaan

Kurang : Bila mampu menjawab < 5 dari 10 pertanyaan.

2. Obat Generik

Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi

yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non -

propietary Names ) dari WHO ( World Health Organization ) untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya.

3. Obat Paten

Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si

pembuat atau dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang

memproduksinya. (Anif, 2004).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk mengekplorasi secara

mendalam terhadap tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat generik dan obat

paten di Desa kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu.


B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April Tahun 2016 di Desa Kasiwiang, Kec. Suli,

Kab. Luwu.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua masyarakat yang berada di Desa

Kasiwiang, Kec. Suli, Kab. Luwu sebanyak 190 KK.

2. Sampel

Sampel yang diteliti adalah bagian yang terambil sebagai perwakilan terhadap

tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat generik dan obat paten di Desa Kasiwiang,

Kec. Suli, Kab. Luwu dihitung berdasarkan rumus slovia dengan menentukan tingkat

kesalahan sebanyak 10 %, sehingga diperoleh 65 sampel.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah

menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dengan mengumpulkan hasil jawaban dari

kuesioner tersebut kemudian dikelompokkan atas jawaban mengetahui dan jawaban

tidak mengetahui.

E. Teknik Pengolahan Data

Cara pengukuran menggunakan skala Guttman yaitu :

Skor jawaban ya (Mengetahui) =1


Skor jawaban tidak (Tidak Mengetahui) =0

Skor ideal : jumlah responden x 1 ( skor jawaban Benar )

1. (≥50) = Benar

2. (>50) = Salah

F. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan setelah data diolah dalam bentuk tabel distribusi.

G. Analisis Data

Analisis data digunakan dengan menggunakan rumus menentukan ukuran sampel

yaitu sbb : (Riduwan, 2004)

n=

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

d : Tingkat kesalahan

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku, 2008, Sistem Kesehatan, Rajawali Pers, Jakarta.

Anonim, 2010, Apa Beda Istilah Obat Paten dan Obat Generik, Apotik Sehat (online),

www.apotiksehat.com, diakses 27 Februari 2016.

Anonim, 2010, Obat Generik juga Manjur, Equator News (online), www.equator-news.com,

diakses 27 Februari 2016.


Anonim, 2010, Obat Generik, Harga Murah tapi Mutu tidak Kalah, http://www.medicastore.com,

diakses 27 Februari 2016.

Anonim, 2010, Obat, Wikipedia (online), http://id.wikipedia.org, diakses 25 Februari 2016.

Anonim, 2006, Kebijakan Obat Nasional, http://repository.usu.ac.id. diakses tanggal 26 Februari

2016.

Ansel, C. Howard. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.UI Press

Anief, 2003, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek 161-171, Gadja Mada University

Press,Yogyakarta.

Anif. M., 2004, Ilmu Meracik Obat, Edisi XI, Gadja Mada University press, Yogyakarta.

Arif, M., 2007, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Edisi V Gadja Mada University press,

Yogyakarta.

BPOM, 2012, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan

Obat Yang Baik, BPOM, Jakarta.

Bungin, Burhan, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta.

Cakmiki, 2010, Informasi Kedokte4ran Kesehatan, http://cakmoki86.wordpress.com Diakses

tanggal 21 Februari 2016.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

DepKes RI, 2010 Pemerintah Lakukan Revitalisasi Penggunaan Obat Generik, Depkes RI,

Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit,Direktrat Bina

Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Depertemen KesehatanRI, 2004, Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, Direktorat Bina

Farmasi Komunitas dan Klinik, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Hadinegoro, H, dan Rezeki, S., 1990, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Handayani, R.S., Supardi, S., Raharni, R., Susyanty, A.L., 2010, Ketersediaan dan Peresepan

Obat Generik dan Obat Esensial di Fasilitas Pelayanan Kekedokteranan di 10

Kabupaten/Kota di Indonesia, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.

Hilda, 2011. Tingkat Pengetahuan Manyarakat Dusun Salubua Kabupaten Luwu Tentang

Penyakit Tuberkolosis (TB), KTI Farmasi Stikes Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo.

Hijrawati, 2011. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Generik. Politeknik Kesehatan.

Isnawati, A., 2008, Produksi Obat Generik Berlogo, http://www.Isfination co.ic. Diakses tanggal

27 Februari 2016.

Idham, 2005. Analisis Kecukupan Obat Pelayanan Kesehatan Dasar Sebelum dan Sesudah

Desentralisasi. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 55:4. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, (2013), Keputusan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia No

312/MENKES/SK/1X/2013 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional, Kementrian

Kesehatan RI, Jakarta.

Kementrian KesehatanRI, 2012, Tentang Daftar Obat Ensial Nasional, Kementrian Keshatan RI,

Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010, Kewajiban

Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Depkes

(online), http://depkes.go.id, diakses 23 Maret 2016

Pasaribu,Syahril (1992). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Cermin Dunia Kedokteran,

Edisi Khusus No. 80, 1992.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/MENKES/146/I/2010, Harga Obat Generik,

Depkes (online), http://depkes.go.id, diakses 28 Maret 2016

Riduwan, Drs., 2004, Metode dan Teknik Mengurus Tesis. Bandung Alfabeta.

Sambara, J, 2007, Pola Penggunaan Obat Generik Berlogo Di Rumah Sakit.

Sedyaningsih, E.R, 2010, Pasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Wajib Menggunakan Obat

Generik, www.kemenkesri.com diakses tanggal 27 Februari 2016.

Tjay Hoan Tan., Raharja Kirana 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek

Sampingnya, PT.Elexmedia Komputindo Kelompok gramedia, Jakarta.

Wahidin Tri Widyawati 2009, Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional,

Perundangan Obat.

Widhayani, 2002. Studi Tentang Pengelolaan Obat dengan Menggunakan Analisis Pareto di

Puskesmas Kec. Ujung Tanah Kota Makassar. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin. Makassar.


Winardi, Putro, 2009, Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai