Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FARMAKOEKONOMI

COST UTILITY ANALYSIS (CUA)

Dosen Pengampu : Dr. Lili Musnelina, M.Si, Apt


Ainun Wulandari, M.Sc., Apt.

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Arsyadani Fauzi 19340036


Devi Maielsa 19340034
Dina Prahastiwi 19340033
Nindri Leni Marlina 19340035

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “COST-UTILITY ANALYSIS” Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang biaya utilitas. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa melindungi segala
usaha kita. Amin.

Jakarta, 07 Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisa Farmakoekonomi .................................................................... 3
2.2 Analisa Biaya Utility ............................................................................ 3
A. Pengertian Analisa Biaya Utility ................................................. 3
B. Mengalikan Utility dengan Lama Hidup Masing-Masing
Pilihan Untuk Mendapatkan Nilai QALYs .................................. 4
2.3Manfaat Cost Utility Analisis................................................................. 4
2.4 Prinsip Cost Utility Analisis ................................................................ 4
2.4 Anemia ................................................................................................. 5
2.5 Klasifikasi Anemia ............................................................................... 5
2.6 Pencegahan Anemia ............................................................................. 7
2.7 Penanggulangan Anemia...................................................................... 8
2.8 Pengobatan Anemia ............................................................................. 8
BAB III METODEOLOGI
3.1 Desain Penelitian ................................................................................... 10
3.2 Kualitas Hidup ...................................................................................... 10
3.3 Analisa Biaya Utility ............................................................................. 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan........................................................................... 13
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Didalam mencari informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam
menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan
kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Juga untuk meningkatkan kualitas hidup
dalam peningkatan kesehatan bagi individu atau masyarakat. Maka untuk mendapatkan
informasi tentang itu metode analisa utilitas (Cost-Utility Analysis atau CUA) sangat
berperan dalam menganalisa, mengukur dan membandingkan antara biaya dan hasil
konsekwensi dari hasil pengobatan. Karena analisa biaya utilitas (Cost-Utility Analysis
atau CUA) merupakan salah satu metode analisa dari farmakoekonomi yang mempunyai
korelasi dengan metode lainnya dalam menentukan kebijakan yang dapat menentukan
keputusan biaya, baik dalam sekala kecil seperti terapi pasien maupun sekala besar seperti
penentuan daftar obat yang akan disubsidi pemerintah.
Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam dalam
beberapa dekade terakhir dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal ini
disebabkan karena populasi pasien yang terus meningkat dengan konsekuensi
meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih mahal, dan perubahan
pola pengobatan. Di sisi lain sumber daya yang dapat digunakan terbatas, sehingga harus
dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis (Trisna, 2007).
Anemia merupakan suatu komplikasi umum pada CKD karena berkurangnya
produksi erythropoietin di ginjal. Hal ini diasosiasikan dengan dampak merugikan secara
klinis dan rendahnya kesehatan yang berkaitan dengan QOL. Pengobatan anemia sebelum
datangnya Erhitropoiten stimulating agents (ESAs) mengandalkan rutinitas transfusi darah.
Penelitian terbaru menunjukkan pengurangan kebutuhan transfusi dan suatu kemajuan
QOL pada pasien dengan hemodialisa kronis (CHP) setelah pengenalan ESAs di pasaran,
dibandingkan dengan menagmen anemia tanpa menggunakan ESAs. Adapun, ESAs dalam
kegiatan praktek kelinik tersebar dengan cepat dan menjadi opsi standar. Golongan ESAs
meliputi short acting forms epoetin Alpha dan Epoetin beta (EpoB) dan long acting :
darbeoetin dan pegilasi eritropoitin CERA. Memahami hubungan cost utility terhadap
pengobatan sangat penting untuk kedua pengobat klinik dan kesehatan penggantian biaya.
Sebagai biaya pendapatan terhadap semua ESAs secara keseluruhan tinggi dan merupakan
obat-obatan pengeluaran rumah sakit, pengguna pelayan kesehatan dan tersedia

1
pelayanan. Walaupun semua penelitian ekonomi kesehatan sebelumnya focus terhadap
analisa short acting ESA, CERA merupakan salah satu yang paling akhir diperkenalkan
pada praktek klinis yang belum diteliti.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
biaya utilitas terhadap pengobatan pasien dialysis dengan CERA satu kali sebulan atau
EpoB 3 kali dalam seminggu dengan sebuah strategi mengatasi anemia tanpa ESAs.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksuddengan Cost Utility Analiysis?
2. Apa tujuan dilakukannya Cost Utility Analiysis?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami salah satu metode dalam farmakoekonomi yang dipakai dalam
mengukur manfaat utility-beban lama hidup, menghitung biaya perutility, sehingga
dapat mengambil keputusan atau kebijakan untuk menentukan mana yang lebih efektif
dan efisien.
2. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan cost utility pada pengobatan pasien
dialysis anemia dengan CERA satu kali sebulan atau Epoitin Beta (EpoB) 3 kali dalam
seminggu dibandingkan dengan suatu strategi acuan managmen anemia dengan
transfuse sel darah merah (RBCT).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Farmakoekonomi


Farmakoekonomi telah ditetapkan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi obat
untuk sistem kesehatan dan sosial. Penelitian farmakoekonomi adalah prosen
mengidentifikasi, mengukur, membandingkan biaya, risiko, serta manfaat dari program,
layanan atau terapi dan menentukan alternatif yang menghasilkan outcome perawatan
keehatan yang terbaik untuk sumber investasi. Informasi ini dapat membantu para pembuat
keputusan klinis dalam memilih perawatan kesehatan yang paling efektif dan ekonomis.
Metode analisa farmakoekonomi dipisahkan menjadi dua bagian yang berbeda yaitu
teknik evaluasi ekonomi dan kemanusiaan. Metode ini telah digunakan dalam berbagai
bidang dan diterapkan disistem kesehatan. Teknik evaluasi ekonomi yang digunakan ada 4
metode yaitu : Cost Benefit Analysis (CBA), Cost Effectiveness Analysis (CEA), Cost
Minimization Analysis (CMA) dan Cost Utility Analysis (CUA). Pada makalah ini akan
menjelaskan tentang Cost Utility Analysis (CUA).

2.2Analisa Biaya Utility (CUA)


A. Pengertian Analisa Biaya Utility (CUA)
Analisa Biaya Utility adalah teknik ekonomi untuk menilai efisiensi dari
intervensi pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian menyampaikan bahwa cost utility
analysis (CUA) merupakan bagian dari cost effectiveness analysis (CEA), karena
outcome dinilai menggunakan tipe ukuran outcome klinik yang khusus yaitu QALY
(quality adjusted life year). CUA merupakan tipe evaluasi ekonomi yang relative baru
dan mungkin masih kontroversial dalam pengukuran utility. Utility adalah nilai pada
tingkat status kesehatan atau perbaikan status kesehatan yang diukur dengan apa yang
lebih disukai individu atau masyarakat.
CUA menggunakan pilihan pasien, yang disebut juga utility lebih tepat pada
bidang ekonomi, tetapi juga digunakan secara umum pada disiplin ilmu yang lain untuk
menyatakan pilihan dari seseorang atau kelompok. Keluaran yang sering digunakan
dalam CUA adalah QLAY, yang menggabungkan baik kualitas (morbiditas) maupun
kuantitas (mortalitas) hidup. Unit pengukuran keluaran lain yang jarang digunakan
adalah quality adjusted life months (qalms) dan health year equivalents (HYEs).

3
Kelebihan CUA adalah tipe keluaran kesehatan yang berbeda dan penyakit
dengan beberapa keluaran dapat dibandingkan dengan menggunakan unit pengukuran
QALY. CUA menggabungkan morbiditas dan mortalitas kedalam satu unit pengukuran
tanpa perlu mengukur nilai moneter dari suatu keluaran kesehatan. Kekurangan dari
metode ini adalah kesulitan untuk menentuak utility atau QALY secara tepat.

B. Mengalikan utility dengan lama hidup masing-masing pilihan untuk mendapatkan


nilai QALYs
Intervensi kesehatan, tujuan terapi adalah peningkatan kualitas hidup dan
memperpanjang kehidupan, oleh karena itu pengukuran outcome yang sesuai menurut
teoria dalah QALY. Sebagai contoh perhitungan QALY, misalnya perbandingan uji
klinik dari obat baru (terapi) dengan farmakoterapi standar (control) untuk osteoarthritis
berat. Tujuan kesehatan fungsional dan kenyamanan yang diukur dengan quality of well
being scale (QWB). QWB diberikan sebelum diberikan terapi, setelah 6 bulan, dan 12
bulan terapi. Secara random, pasien dibagi menjadi 2 kelompok dan diberikan terapi
awal pada tingkat status kesehatan yang sama. Luas daerah antara dua kurva yang
menggambarkan awal terapi sampai pemberian terapi selama 12 bulan menunjukkan
tambahan QALYs dari obat baru. Jika membandingkan beberapa pilihan, perbedaan
lama kehidupan dihitung untuk masing-masing pilihan dikalikan dengan skore utility
yang dicapai.

2.3 ManfaatCost Utility Analysis


Dalam skala kecil dapat menentukan terapi terhadap pasien dalam suatu
pengobatan yang dipilih sehingga dengan biaya yang minimal berdampak manfaat yang
maksimal. Dalam sekala besar pemerintah dapat menentukan kebijakan dalam hal
pemberian subsidi terhadap obat atau program kesehatan.

2.4 Prinsip Cost Utility Analysis


Analisa biaya dilakukan untuk menentukan biaya yang dikeluarkan dalam kurun
waktu satu tahun anggaran. Pelayanan kesehatan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan tercapainya hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat terwujud kesehatan
masyarakat yang optimal.

2.5 Anemia
4
Anemia adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi ketika sel-sel darah merah
(eritrosit) atau Hemoglobin (Hb) yang sehat dalam darah berada dibawah nilainormal
(kurang darah). Hemoglobin adalah bagian utama dari sel darah merahyang berfungsi
mengikat oksigen. Jika seseorang kekurangan sel darah merah atau hemoglobin yang
normal, maka sel-sel dalam tubuh tidak akan mendapatkanoksigen yang cukup,
akibatnya menimbulkan gejala anemia. Gejala anemia sepertilemah dan lesu terjadi
karena organ-organ tidak mendapatkan apa yang merekabutuhkan untuk berfungsi
dengan baik, yaitu oksigen. Dalam masyarakat anemia dikenal dengan istilah
kurang darah. Kurang darah (anemia) ini berbedadengan darah rendah. Darah rendah
merupakan rendahnya tekanan darah, sedangkan anemia adalah kurangnya sel darah
merahatau hemoglobin. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah
atau jumlahhemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darahtidak dapat
mengangkuto k s i g e n dalam jumlah ya n g sesuai diperlukan tubuh.
K e a d a a n i n i s e r i n g menyebabkan energi dalam tubuh menjadi menurun
sehingga terjadi 5L (lemah, lesu, lemas, lunglai, dan letih). Dalam hal ini orang
yang terkena anemiaadalah orang yang menderita kekurangan zat besi.
Seseorang yang menderitaa n e m i a a k a n s er i n g m e n ga l a m i k e a d a a n p u s i n g
ya n g s e d a n g h i n gg a b e r a t dikarenakan meningkatnya penghancuran sel darah
merah, pembesaran limpa,kerusakan mekanik pada sel darah merah, reaksi
autoimun terhadat sel darah merah.

2.6 Klasifikasi Anemia


A. Secara patofisiologi anemia terdiri dari :
 Penurunan produksi: anemia defisiensi dan anemia aplastik
 Peningkatan penghancuran: anemia karena perdarahan dan anemia hemolitik
B. Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1. Anemia mikrositik hipokrom
a) Anemia defisiensi besi
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe
sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe
dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg
BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik.
Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang

5
(ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak disertai
malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena :
o Diet yang tidak mencukupi
o Absorpsi yang menurun
o Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
o Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
o Hemoglobinuria
o Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
2. Anemia penyakit kronik
Anemia ini dikenal dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial
siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi
seperti infeksi ginjal, paru ( abses, empiema dll ).
3. Anemia makrositik
a) Anemia Pernisiosa
Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik
karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun
maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B12.
b) Anemia defisiensi asam folat
Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan
absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh
saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun – daun yang
hijau.
4. Anemia karena perdarahan
a) Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b) Perdarahan kronik
c) Pengeluaran darah biasanya sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan
saluran cerna, dan epistaksis.
5. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari), baik
sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran,

6
kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme,
dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
6. Anemia aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
2) Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41% )
3) Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
4) Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
5) Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia
aplastik)

2.7 Pencegahan Anemia


Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat membantu
menghindari anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan
yang sehat, variasi makanan, termasuk:
a. Besi
Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain yang kaya
zat besi, termasuk kacang-kacangan, lentil, sereal kaya zat besi, sayuran berdaun hijau
tua, buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.
b. Folat
Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan buah-buahan,
pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti, sereal dan pasta.
c. VitaminB-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
d. Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri,
membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang
yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak. Zat besi yang diperlukan
selama pertumbuhan, perempuan hamil dan menstruasi.

2.8 Penanggulangan Anemia


Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara lain :

7
a. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang cukup
secara rutin pada usia remaja.
b. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas,
makanan laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat)
untuk meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh,
teh es, minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
c. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah dengan
prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
d. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama
susu, kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang
mengandung phosphate dan kalsium.
e. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan
untuk skrining anemia defisiensi besi.

2.9 Pengobatan Anemia


Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya:
a. Anemia kekurangan zat besi
Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat besi, yang mungkin Anda harus
minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika penyebab kekurangan zat besi
kehilangan darah selain dari haid sumber perdarahan harus diketahui dan dihentikan.
Hal ini mungkin melibatkan operasi.
b. Anemia kekurangan vitamin
Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan yang seringkali suntikan seumur hidup
dann vitamin B-12. Anemia karena kekurangan asam folat diobati dengan suplemen
asam folat.
c. Anemia penyakit kronis
Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini. Suplemen zat besi dan vitamin
umumnya tidak membantu jenis anemia ini. Namun, jika gejala menjadi parah,
transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis, hormon yang biasanya dihasilkan
oleh ginjal, dapat membantu merangsang produksi sel darah merah dan mengurangi
kelelahan.
d. Aplastic anemia
Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi darah untuk meningkatkan
kadar sel darah merah. Memerlukan transplantasi sumsum tulang jika sumsum tulang

8
berpenyakit dan tidak dapat membuat sel-sel darah sehat. Perlu obat penekan
kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem kekebalan tubuh dan memberikan
kesempatan sumsum tulang ditransplantasikan berespon untuk mulai berfungsi lagi.
e. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang
Pengobatan berbagai penyakit dapat berkisar dari obat yang sederhana hingga
kemoterapi untuk transplantasi sumsum tulang.
f. Anemias hemolitik
Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu, mengobati
infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan yang
dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat dengan steroid, obat
penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu menekan sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel darah merah.
g. Sickle cell anemia
Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian oksigen, obat
menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya menggunakan transfusi darah, suplemen
asam folat dan antibiotik. Sebuah obat kanker yang disebut hidroksiurea (Droxia,
Hydrea) juga digunakan untuk mengobati anemia sel sabit pada orang dewasa.

9
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian analisis biaya utilitas. Pemilihan cara analisis, pengguna pelayanan
kesehatan nasional, selama 1 tahun dengan system kesehatan secara publik. Pasien dengan
hemodialisa kronis dengan anemia renal termasuk penilai outcome pada penelitian ini
adalah biaya tambahan setiap quality adjusted life year (QALY) bertambah (incremental
cost-utility ratio ICUR) terhadap CERA atau EpoB relative terhadap RBCT.
a. Melakukan analisis utilitas biaya Cost Utility Analysis (CUA)
Analisis utilitas biaya dihitung dengan menggunakan rumus Average Cost Utility
Ratio (CUA Ratio) yang dihitung berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan pasien
dislipidemia terhadap utilitas pengobatan dengan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐶𝑈𝐴 =
𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛

b. Perbandingan antara pengobatan tanpa dan dengan konseling dianalisis menggunakan


Incremental Cost Utility Ratio (ICUR) dengan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵
𝐼𝐶𝑈𝑅 =
𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴 − 𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵

3.2 Kualitas Hidup


Rata-rata skor utilitas usia untuk CHP yang diobati dengan ESA dan pencapaian
Hb dalam kisaran 10,5-12 g/dL diperkirakan 0,64 dan pada 0,63 untuk pasien dalam
kisaran Hb yang lebih rendah. Seperti ada tidak ada bukti bahwa skor utilitas terus
meningkat, setelah Hb naik tingkat di atas 12. 0, kami menganggap hanya satu skor
utilitas untuk semua Hb di atas 12 g/dL pada 0,65.Untuk pasien hemodialisis tidak
menerima ESA, tingkat Hb rata-rata diperkirakan oleh masyarakat Maroko tentang
nefrologi pada 8,25 g/dL dalam daftar nasional penyakit ginjal. Dapat dilihat pada
tabel 1.

10
 Tabel 1 dasar klinik, biaya, dan asumsi input
Variabel Estimasi Kasus Dasar Sumber Reverensi
Biaya CERA per tahun $3,030.19 12
Biaya EPOB per tahun $3,288.49 12
Dosis cera per bulan 106.4±50.1 µg 12
Dosis EPOB per minggu 6,104±3,178 iu 12
Dosis besi IV per bulan 100 mg3 12, 13
Dosis besi IV per tahun $163.60 Anam
Jumlah hari rawat inap tahunan 4, 16, 17, 31, 32
Pasien yang menerima ESA 8.5
Pasien yang menerima RBCT 11.65
Biaya rawat inap 1 hari $107.50b Anam
Biaya hari rawat inap tahunan Anam
Pasien yang menerima ESA $913.75
Pasien yang menerima RBCT $1,252.37
Jumlah unit RCB per tahun 10 4, 15, 16, 33
Biaya satu unit RBcs $92.40c Anam
Biaya tahunan RBCT per tahun $924 Anam
Utilitas untuk pasien dialisis yang 0.48d 3, 24, 25, 33
menerima RBCT
Utilitas untuk pasien dialisis yang
menerima ESA
Hb 10,5 g/dL 0.63 1–3
Hb 10,5 – 12 g/dL 0.64 1,2,4-6
Hb 12 g/dL 0.65
Resiko kematian tahunan untuk pasien 0.077 1,3,7
dialisis hb 10,5 – 12 g/dL
Risiko kematian reltif untuk pasien 1.14 1,7,19
dialisis, tidak ada esa vs kisaran Hb
menengah atau rendah
Risisko kematian relatif untuk pasien 1.12 7,26-28
dialisis kisaran Hb tinggi vs menengah
atau rendah

11
3.3 Analisis Biaya Utilitas
Untuk menghitung biaya, QALY dan kenaikan terkait dengan CERA, EpoB, dan
RBCT saja. Input model utama termasuk untuk CERA, EpoB, dan RBCT; biaya medis,
kelangsungan hidup, dan utilitas tergantung pada tingkat Hb. Output model adalah rasio
biaya utilitas yang diharapkan dan tambahan rasio biaya utilitas (ICUR) mewakili
mengirim biaya tambahan dan utilitas yang diperoleh, saat CERA atau EpoB dibandingkan
dengan ezim RBCT.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 2. Biaya tambahan yang diharapkan QALYs
Intervensi Biaya Biaya Rata-rata Tambahan Rasio ICUR
rata-rata tambahan QALYs QALYs biaya ($/QALYs)
$ $ utilitas
RBCT 2,176.37 - 0.491 - 4,423.52 -
CERA 4,107.01 1,930.64 0.591 0.1 6,955.50 19,606.4
EpoB 4,365.69 2,189.32 0.591 0.1 7,406.38 22,466.09

Hasil Dalam Tabel 2, biaya QALYs dan tambahan terkait dengan administrasi
CERA dan EpoB, dibandingkan dengan pengobatan dengan RBCT. Total biaya per pasien
diperkirakan untuk RBCT ($ 2.176,37), CERA ($ 4.107,01) dan EpoB ($ 4.356,69).
Pemberian ESA dikaitkan dengan peningkatan QOL pasien dengan rata-rata 0,1 QALY
per tahun, dibandingkan dengan pengobatan dengan RBCT, dengan biaya tambahan
sebesar ($ 1.930,64 untuk CERA) dan ($ 2.189,32 untuk EpoB). Oleh karena itu, rasio
utilitas biaya QALY dihitung pada RBCT(4,423.52), CERA (6.955,50) dan EpoB
(7.406,38) sehubungan dengan RBCT masing-masing ICUR pada CERA 19.606,40 dan
EpoB 22.466,09 $ / QALY.

Gambar 1 Diagram biaya-utilitas

13
Gambar 1 Diagram biaya-utilitas. Garis diagonal mewakili rasio biaya utilitas untuk
CERA dibandingkan dengan manajemen anemia dengan RBCT. Perawatan dengan EpoB
di atas garis dibandingkan oleh dominasi sederhana (kurang efektif dan lebih mahal
dibandingkan dengan CERA).

Untuk analisis sensitivitas satu arah menunjukkan sensitivitas ICUR kasus dasar
CERA dan EpoB relatif terhadap RBCT dalam berbagai skenario yang diuji. Model ini
paling sensitif terhadap biaya rawat inap, perawatan di rumah sakit, dan jumlah tahunan
unit RBCT. Dengan asumsi utilitas dan peningkatan kelangsungan hidup penggunaan ESA
sementara semua biaya tetap sama menghasilkan penurunan ICUR pada CERA($
13.429/QALY) dan EpoB($ 15.331/QALY). Tingkat kematian yang sama antara
penggunaan ESA dan RBCT hanya menghasilkan ICUR masing-masing sebesar $ 20.878
$/QALY dan $ 23.940/QALY. Untuk mengurangi biaya akuisisi CERA dan EpoB sebesar
25% menghasilkan ICUR ($ 11.911/QALY dan $ 14.088/QALY).

Analisis sensitivitas probabilistik dilakukan pada terapi CERA dan EpoB selalu lebih
mahal dan lebih efektif daripada RBCT. Probabilitas menunjukkan bahwa penggunaan
CERA dan EpoB menjadi hemat biaya dibandingkan dengan RBCT pada berbagai tingkat
ambang batas maksimum yang dapat diterima untuk WTP. Pada semua ambang WTP di
bawah $ 19.500/QALY yang diperoleh, RBCT adalah biaya-efektif dibandingkan dengan
kedua ESA, dan WTP di $ 19.666/QALY menghasilkan probabilitas bahwa CERA efektif
biaya di 65% dan diatas ambang batas CERA selalu menjadi pilihan terbaik.

Analisis utilitas biaya ini menunjukkan bahwa mengobati anemia pada CHP dengan
CERA atau EpoB dikaitkan dengan manfaat klinis yang substansial dan menghasilkan
biaya tambahan yang signifikan dibandingkan dengan RBCT. Analisis sensitivitas yang
rumit mengungkapkan bahwa pembayar layanan kesehatan harus bersedia membayar.

14
Gambar 2 kurva akseptabilitas efektivitas biaya (CEAC) dari CERA dan EpoB
dibandingkan dengan RBCT

Gambar 2 Kurva akseptabilitas efektivitas biaya (CEAC) dari CERA dan EpoB
dibandingkan dengan RBCT. Gambar ini menunjukkan probabilitas bahwa CERA atau
RBCT adalah pengobatan yang paling efektif untuk berbagai kemauan membayar (WTP).
WTP adalah harga yang harus dibayar oleh masyarakat yang membayar QALY.
Keseluruhan CERA lebih mahal dan lebih efektif daripada RBCT, yang berarti bahwa jika
WTP meningkat, probabilitas bahwa CERA menjadi perawatan yang paling efektif
meningkat. WTP pada $ 19.666 / QALY menghasilkan probabilitas bahwa CERA efektif
biaya pada 65%. Di atas ambang batas ini, CERA selalu menjadi pilihan terbaik.

15
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Analisa Biaya Utility adalah teknik ekonomi untuk menilai efisiensi dari intervensi
pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian menyampaikan bahwa cost utility analysis
(CUA) merupakan bagian dari cost effectiveness analysis (CEA), karena outcome
dinilai menggunakan tipe ukuran outcome klinik yang khusus yaitu QALY (quality
adjusted life year).

2. Managmen Anemia pada pasien dialisis dengan ESA dapat menghasilkan hasil yang
lebih baik dengan biaya keseluruhan yang lebih tinggi. Mempertimbangkan asumsi
yang berbeda, untuk menemukan variabilitas substansial dalam estimasi utilitas biaya
dan penambahan penggunaan CERA atau EpoB, namun demikian menurut jurnal
dapat membantu simpatisan masa depan untuk merancang efektivitas biaya yang lebih
baik dan studi utilitas biaya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Akbari A, Clase CM, Acott P, et al.Canadian Society of Nephrology Komentartentang


pedoman praktik klinis KDIGO untukCKD evaluasi dan manajemen. Am J Kidney
Dis. 2014; 65 (2): 177-205.
Asserraji M, Maoujoud O, Belarbi M, Oualim Z. [epidemiologis Profilpenyakit ginjal tahap
akhir di Rumah Sakit Militer di Rabat, Maroko). Pan Afr Med J. 2015; 20: 439.
Bahlmann J, Schoter KH, Scigalla P, et al. Morbiditas dan mortalitaspada pasien hemodialisis
dengan dan tanpa pengobatan erythropoietin: studi terkontrol. Contrib Nephrol.
1991; 88: 90-106.
Benamar L. Traitement de la carence martiale en dialyse. Kongres ke-11 Masyarakat Nefrologi
Maroko. Marrakech, Maroko; 2013.
Besarab A, Goodkin DA, Nissenson AR.hematokrit normal Studi- tindak lanjut. N Engl J Med.
2008; 358 (4): 433-434.
Besarab A, Bolton WK, Browne JK, dkk. Efek normal dibandingkan dengan nilai hematokrit
rendah pada pasien dengan penyakit jantung yang menerima hemodialisis dan
epoetin. N Engl J Med. 1998; 339 (9): 584-590.
Burnier M, Douchamps JA, Tanghe A, dkk. Dosis yang lebih jarang dari agen stimulasi
erythropoiesis pada pasien yang menjalani dialisis: studi biaya multisenter Eropa. J
Med Econ. 2009; 12 (2): 77–86.
Becker R, Dembek C, White LA, Garrison LP. Perimbangan biaya dan biaya yang
efektivitasterkait dengan obat pegilasi: tinjauan literatur. Hasil Rev Pakar
Pharmacoecon Res. 2012; 12 (6): 775–793.
CANEPO. Kelompok Studi Erythropoietin Kanada. Efekrekombinan terapi eritropoietin
manusiapada tekanan darah padahemodialisispasien. BMJ. 1990; 300: 573-578.
Clement FM, Klarenbach S, Tonelli M, Johnson JA, Manns BJ.Dampakmemilih level target
hemoglobin tinggi pada kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan
bagi pasien dengan penyakit ginjal kronis: review sistematis dan meta-analisis.
Arch Intern Med. 2009; 169 (12): 1104-1112.
Clement FM, Klarenbach S, Tonelli M, Wiebe N, Hemmelgarn B, Manns BJ. Evaluasi
ekonomi agen perangsang erythropoiesisdi CKD. Am J Kidney Dis. 2010; 56 (6):
1050-1061.
El Farouki MR, Bahadi A, Hamzi MA, Kabbaj D, Benyahia M. [Profil gagal ginjal kronis pada
diabetes pada awal hemodialisis dalam layanan nefrologi dan dialisis rumah sakit
militer di Rabat, Maroko). Pan Afr Med J. 2013; 15: 124.
Ezziani M, Najdi A, Mikou S, Hanin H, M Arrayhani, Houssaini TS.[Prediktor respon terhadap
CERA pada pengobatan hemodialisis kronis naif oleh agen yang merangsang
erythropoiesis). Pan Afr Med J. 2015; 20: 331.
Ezziani M, Tazi El Pardya N, Mbarki H, N Kabbali, M,ArrayhaniSqalli Houssaini T. [Profil
dari pasien hospitalisés en néphrologie en2013]. Néphrol Thér. 2013; 10 (5): 398.
Glenngard AH, Persson U, Schon S. Analisis efektivitas biaya perawatan dengan epoietin-
alpha untuk pasien dengan anemia karena gagal ginjal: kasus Swedia, Skand J Urol
Nephrol. 2008; 42 (1): 66-73.
17
Kliger AS, Foley RN, Goldfarb DS, dkk. Komentar KDOQI AS tentangpedoman praktik klinis
KDIGO 2012 untuk anemia pada CKD. Am JKidney Dis. 2013; 62 (5): 849-859.
Keown PA, Churchill DN, Poulin-Costello M, dkk. Pasien dialisis yang diobati dengan Epoetin
alfa menunjukkan gejala anemia yang lebih baik: analisis baru dari uji coba
Kelompok Studi Erythropoietin Kanada. HemodialInt. 2010; 14 (2): 168–173.
Locatelli F, Barany P, Covic A, dkk. Penyakit ginjal: meningkatkanglobalpedoman
hasiltentang manajemen anemia pada penyakit ginjal kronis: pernyataan posisi
Praktik Terbaik Renal Eropa. Transplantasi Nephrol Dial. 2013; 28 (6): 1346-
1359.
Locatelli F, Nissenson AR, Barrett BJ, dkk. Pedoman praktik klinis untuk anemia pada
penyakit ginjal kronis: masalah dan solusi. Pernyataan posisi dari Penyakit Ginjal:
Meningkatkan Hasil Global (KDIGO). Ginjal Int. 2008; 74 (10): 1237-1240.
Manns B, Johnson JA, Taub K, Mortis G, Ghali WA, Donaldson C. Kualitas hidup pada pasien
yang diobati dengan hemodialisis atau dialisis peritoneal: apa penentu penting?
Clin Nephrol. 2003; 60 (5): 341-351.
Maoujoud O, Ahid S, Cherrah Y. Analisis coût-efficacité du CERAvs Epoetin beta dans le
traitement de l'anémie chez les hémodialysés chroniques. Ia adalah kolektor
nasional pharmaco-épidémiologie dan pharmaco-économie. Rabat, Maroko; 2013.
Meguid El Nahas A, Bello AK. Penyakit ginjal kronis:globaltantangan. Lanset. 2005; 365
(9456): 331-340.
Naci H, de Lissovoy G, Hollenbeak C, dkk.klinis dan Konsekuensiekonomi dari manajemen
anemia pada pasien dengan penyakit ginjal endstage pada dialisis menggunakan
agen stimulasi erythropoietin dibandingkan transfusi darah rutin:efektivitas biaya
retrospektif analisis. J Med Econ. 2012; 15 (2): 293–304.
Pfeffer MA, Burdmann EA, Chen CY, et al. Percobaan darbepoetin alfa pada diabetes tipe 2
dan penyakit ginjal kronis. N Engl J Med. 2009; 361 (21): 2019-2032.
Ramdani B. Insuffisance renale chronique terminale au maroc: enjeuxeconomique. Mendaftar
MAGREDIAL, données préliminaires. 2012; Mars 2012: Agadir Maroc.
Remak E, Hutton J, Jones M, Zagari M. Perubahan efektivitas biayadari waktu ke waktu.
Kasus Epoetin Alfa untukterapi penggantian ginjal pasien di Inggris. Eur J Econ
Kesehatan. 2003; 4 (2): 115-121.
SinghAK, Szczech L, Tang KL, et al. Koreksi anemia dengan epoetin alfa pada penyakit ginjal
kronis. N Engl J Med. 2006; 355 (20): 2085–2098
Schmid H. Efektivitas biayareseptor erythropoietin terus menerus aktivatorpada anemia. Hasil
Clinicoecon Res. 2014; 6: 319–330.
Silva FHCV, Vianna CMDM, Silva FVC. Efektivitas biayaanemia pengobatanpada pasien
dialisis di Brasil: ISPORAmerika Latin ke 3 abstrak penelitian konferensi. Nilai
Kesehatan. 2011; 14 (7): A570.
SMN, Masyarakat Maroko Pedoman Nefrologi RBMP. ALD 17(Insuffisance Renal Chronique
Terminale), SMN, 2011. Tersedia di: www.nephro-maroc.org. Diakses pada 26
Januari 2016.
Tonelli M, Klarenbach S, Wiebe N, Shrive F, Hemmelgarn B, Manns B. Agen perangsang
Erythropoiesis untuk anemia penyakit ginjal kronis: tinjauan sistematis dan
evaluasi ekonomi. Laporan Teknologi no 106. Ottawa, Kanada: Badan Teknologi
dan Obat-obatan Kanadadalam Kesehatan; 2008.

18
Tonelli M, WC Winkelmayer, Jindal KK, Owen WF, Manns BJ.Efektivitas biaya
mempertahankan target hemoglobin yang lebih tinggi dengan erythropoietin pada
pasien hemodialisis. Ginjal Int. 2003; 64 (1): 295–304.
Torrance GW. Pendekatan utilitas untuk mengukur kualitasterkait kesehatan hidup. J Chronic
Dis. 1987; 40 (6): 593-603.
Weiss G, Kronenberg F. Administrasi besi intravena: pengamatan barudan waktu untuk
langkah selanjutnya. Ginjal Int. 2015; 87 (1): 10-12.
Zemaraoui N, Maoujoud O, Belarbi M. La référence tardive au néph rologue des patient en
insuffisance rénale chronique: fréquence et conséquencesPenelitian. 2014; 1: 1255.

19

Anda mungkin juga menyukai