Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

FARMAKOEKONOMI

DOSEN :
Ainun Wulandari, S. Farm., M. Sc., Apt

Nama Kelompok :
1. M. Taufik (19340019)
2. Ratna Gumilang (19340016)
3. Amandha Priyandhika (19340020)
4. Winda Juhadi (19340017)
5. Farrah Umainah (19340123)

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Farmakoekonomi “Cost Effectiveness Analysis”

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan


tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
dalam makalah ini ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun
segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil


hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta, September 2019

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar belakang .............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4

2.1. Farmakologi ................................................................................................. 4

2.1.1. Kontrasepsi IUD .................................................................................... 4

2.1.2. Suntik KB .............................................................................................. 5

2.1.3. Kontrasepsi Pil ....................................................................................... 5

2.2.2. Farmakoekonomi ................................................................................... 6

2.2. Biaya............................................................................................................. 6

2.3. Metode Kajian Farmakoekonomi ................................................................. 7

2.4 Cost Minimazition Analysis (Analisis Minimalisasi Biaya) ......................... 8

2.5 Cost Benefit Analysis (Analisis Manfaat Biaya) .......................................... 8

2.6. Cost Effectiveness Analysis (Analisis Efektivitas Biaya) ............................ 8

2.7. Cost Utility Analysis (Analisis Utilitas Biaya) ............................................ 9

2.8. Analisis Efektifitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis) ......................... 10

BAB III METODELOGI ................................................................................... 14

3.1. Desain Penelitian ........................................................................................ 14

3.2. Tempat Penelitian ....................................................................................... 14

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 14

3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ........................................................................ 14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 15

ii
iii

4.1. Hasil Penelitian .......................................................................................... 15

4.1.1. Sarana dan Sumber Daya Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas


Marga II Kabupaten Tabanan ....................................................................... 15

4.1.2. Tempat Pelayanan Pilihan Bagi Akseptor dan Pekerjaan Akseptor .... 16

4.1.3. Analisis Biaya Langsung Pelayanan Kontrasepsi ............................... 16

4.1.4. Analisis Biaya Tidak Langsung dari Akseptor .................................... 17

4.1.5. Analisis Objective Actual, Objective Normative dan Quality of Life


Akseptor......................................................................................................... 17

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 21

5.1 SIMPULAN ............................................................................................... 21

5.2 SARAN ...................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen.
Pada saat ini telah banyak beredar berbagai macam alat kontrasepsi. Macam
macam metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant,
kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode operatif untuk
pria (MOP), dan kontrasepsi pil. Alat kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat
yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek samping yang merugikan
tidak ada, lama kerjanya dapat diatur keinginan, tidak mengganggu hubungan
seksual, harganya murah dan dapat diterima oleh pasangan suami istri (BKKBN,
2006).
Menurut WHO, dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan
keluarga berencana dan 66 –75 juta diantaranya, terutama di Negara berkembang,
menggunakan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal yang digunakan untuk
mencegah terjadi kehamilan dapat memiliki pengaruh positif maupun negatif
terhadap berbagai organ tubuh, baik organ genitalia maupun non genitalia
(Baziad, 2008).
Data SDKI 2012 menunjukkan peningkatan prevalensi penggunaan
kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-
2012 sementara angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) cenderung
menurun. Tren ini menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan usia 15-49
tahun yang melakukan KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional
(SDKI, 2012). Resiko efek samping juga dapat terjadi pada pemakai kontrasepsi
seperti gangguan haid, perubahan berat badan dan perubahan libido atau masalah
seksual (Saifuddin, 2006).
Efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi suntik tersebut terutama
efek seksual sangat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga dan dapat 4
mempengaruhi psikologi untuk yang bekerja. Oleh karena itu mengingat
pentingnya kehidupan seksual dalam kebahagiaan keluarga, maka disfungsi
seksual perlu mendapat penanganan yang benar (Prawirohardjo, 2005).

1
2

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program Keluarga
Berencana (KB) di Puskesmas Marga II Kabupaten Tabanan adalah terwujudnya
keluarga yang berkualitas, dimana tiap anggota keluarga memiliki kualitas hidup
yang baik dan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga baik material maupun
spiritual.
Anggaran yang dikeluarkan untuk pelayanan KB tidak hanya dilihat dari
sisi pemerintah tetapi juga harus diperhatikan pengeluaran yang dilakukan oleh
masyarakat (akseptor KB) guna mendapatkan pelayanan bila dibandingkan
dengan manfaat yang mereka dapatkan sebagai peserta program KB tersebut.
Pengeluaran oleh akseptor tidak sebatas mencari pelayanan saat ber -KB tetapi
juga pengeluaran yang mungkin timbul akibat efek samping yang dialami dan
kesempatan yang hilang karena mencari pelayanan KB dan mengobati gangguan
kesehatan akibat kontrasepsi yang dig unakan.
Metode terbanyak yang dipakai oleh akseptor di wilayah kerja Puskesmas
Marga II adalah metode IUD (Intra Uterine Device), suntik dan pil. Dari ketiga
metode ini ditemukan adanya angka efek samping dan angka kegagalan yang
masih tinggi yang diperkirakan dapat menurunkan kualitas hidup dari akseptor.
Tingginya efek samping dan kegagalan pada akseptor KB dengan metode IUD,
suntik dan pil yang dilayani di Puskesmas Marga II pada tahun 2006 perlu
mendapat perhatian guna meningkatkan pelayanan KB di wilayah kerja
Puskesmas Marga II.

Direkomendasikan untuk mendefinisikan evaluasi ekonomi terhadap


program pelayanan kesehatan, yaitu comparative analysis (analisis perbandingan)
berbagai alternatif dengan biaya (cost) dan tujuan (consequences) nya. Metode
yang paling umum digunakan untuk menganalisis program kesehatan secara ekonomi
bisa terbagi menjadi dua bagian pokok, yang pertama adalah analisis ekonomi yang
diterapkan hanya kepada sisi input atau output. Sedangkan metode yang kedua biasa
disebut sebagai analisis ekonomi secara menyeluruh (fully economic analysis) yaitu
menganalisis program kesehatan yang merangkum sekaligus input dan output program
tersebut (Drummond,Torrance, 1998).
Penelitian ini dilakukan untuk mencari solusi, baik bagi pemerintah
maupun akseptor untuk menentukan metode kontrasepsi yang paling cost
3

effective antara penggunaan IUD, suntik dan pil berdasarkan lama pemakaian
dalam kaitannya dengan kualitas hidup akseptor di wilayah kerja Puskesmas
Marga II Kabupaten Tabanan dengan menggunakan metode CEA (Cost
Effectiveness Analysis) dengan pendekatan QoL (Quality of Life), objective
actual dan objective normative.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Farmakologi
Kontrasepsi dapat diartikan sebagai menghindarkan konsepsi atau kehamilan.
Sedangkan alat kontrasepsi, adalah segala macam alat atau cara yang di gunakan
satu pihak atau kedua belah pihak pasangan suami istri untuk menghindarkan
konsepsi.
2.1.1. Kontrasepsi IUD

IUD dalah perangkat kontrasepsi berukuran kecil, sering berbentuk 'T',


mengandung tembaga atau levonorgestrel, yang dimasukkan ke dalam rahim. Alat
ini adalah salah satu bentuk kontrasepsi jangka panjang reversibel yang
merupakan metode pengendalian kelahiran yang paling efektif. IUD adalah
metode penundaan kehamilan yang paling direkomendasikan untuk mencegah
kehamilan, terutama untuk menjaga jarak antar kehamilan.

Prosentase Kegagalan dengan IUD tembaga adalah sekitar 0,8%


sedangkan IUD levonorgestrel memiliki tingkat kegagalan 0,2% pada tahun
pertama penggunaan. Di antara alat dan metode kontrasepsi pengendalian
kelahiran, bersama dengan implan, menghasilkan kepuasan terbesar dari
pengguna.[5] Pada tahun 2007, IUD adalah bentuk yang paling banyak digunakan
kontrasepsi reversibel, dengan lebih dari 180 juta pengguna di seluruh dunia.

Bukti menunjukkan efektivitas dan keamanan pada remaja dan orang-


orang yang memiliki dan sebelumnya tidak memiliki anak. IUD tidak
mempengaruhi proses menyusui dengan ASI dan dapat diterapkan segera setelah
melahirkan.Metode ini juga dapat digunakan segera setelah aborsi. Setelah
dilepas, bahkan setelah penggunaan jangka panjang, kesuburan dapat segera
kembali normal.

Sementara IUD tembaga dapat meningkatkan perdarahan menstruasi dan


mengakibatkan kram lebih menyakitkan IUD hormonal dapat mengurangi
perdarahan menstruasi atau menghentikan menstruasi sama sekali. Kram dapat
diobati dengan NSAID komplikasi potensial lainnya termasuk pengusiran (2-5% )
dan jarang perforasi rahim (kurang dari 0,7%). Sebuah model sebelumnya dari

4
5

alat kontrasepsi (yang perisai Dalkon) dikaitkan dengan peningkatan risiko


penyakit radang panggul. Namun, risiko tidak terpengaruh dengan model saat ini
pada mereka tanpa infeksi menular seksual pada waktu penyisipan.

2.1.2. Suntik KB

Suntik KB adalah kontrasepsi hormonal yang mengandung hormon


progestogen (progestin), yang serupa dengan hormon alami wanita, yaitu
progesteron. Hal ini dapat menghentikan anda berovulasi. Biasanya, suntik KB
disuntikkan pada bagian tertentu pada tubuh anda, seperti di paha, pundak, di
bawah perut, atau lengan atas. Setelah disuntikkan, kadar hormon akan meningkat
dan kemudian menurun secara bertahap hingga suntikan selanjutnya.

Berdasarkan jangka waktu, di Indonesia terdapat dua jenis suntik KB yang


paling umum digunakan, yaitu suntik KB 1 bulan dan suntik KB 3 bulan.
Suntikan KB 3 bulan mengandung hormon progestin, sementara suntikan KB 1
bulan mengandung kombinasi hormon progestin dan hormon estrogen

Suntik KB 3 bulan bisa disuntikkan ke bokong atau di lengan atas. Ada


juga yang disuntikkan ke lapisan kulit di area perut atau paha atas. Suntikan KB 3
bulan mencegah kehamilan dengan melepaskan hormon progestin ke dalam
pembuluh darah.

Progestin adalah hormon yang serupa dengan progesteron yang diproduksi


ovarium. Progestin dalam suntik KB 3 bulan bekerja dengan menghentikan
pelepasan sel telur ke dalam rahim, sehingga mencegah terjadinya pembuahan.
Selain itu, hormon ini juga mencegah sperma untuk mencapai sel telur dengan
menebalkan cairan vagina dan mencegah pertumbuhan janin dengan menipiskan
dinding rahim.

2.1.3. Kontrasepsi Pil

Pil KB mencegah kehamilan melalui kandungan kandungan hormon


estrogen dan progestin, dengan menghambat indung telur berovulasi atau
melepaskan sel telur. Selain itu, pil juga akan membuat sperma kesulitan
mencapai sel telur atau menghalangi sel telur menempel pada lapisan rahim.
Dengan berbagai macam pendapat yang ada mengenai efek samping pil KB,
6

daripada berasumsi, ada baiknya untuk memahami efek yang memang dapat
disebabkan oleh pil KB.

2.2.2. Farmakoekonomi
Setiap isntitusi pelayanan kesehatan, bahkan semua Negara di seluruh
dunia, memiliki keterbatasan sumberdaya dan dana yang kebutuhannya terus
meningkat, sumber daya manusia (terutama tenaga ahli), waktu, fasilitas dan
peralatandalam menjalankan system pelayanan kesehatan. Keterbatasan ini
memaksa dilakukannya pemilihan prioritas terhadap teknologi kesehatan,
terutama obat yang digunakan dan mengalokasikan sumber daya yang tersedia
seefisien mungkin, sesuai skala prioritas yang dibuat secara obyektif. Untuk
pemilihan obat, faktor efikasi merupakan salah satu pertimbangan yang penting.
Dengan demikian ilmu farmakoekonomi dapat membantu pemilihan obat yang
rasional, yang memberikan tingkat kemanfaatan paling tinggi.(9)
Studi Farmakoekonomi adalah proses identifikasi, pengukuran, dan
membandingkan biaya, risiko dan manfaat dari program, pelayanan atau terapi
dan menentukan alternatif yang memberikan keluaran kesehatan terbaik untuk
sumber daya yang digunakan.

2.2 Biaya
Dalam farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan penting
karena adanya keterbatasan sumberdaya, terutama dana. Dalam kajian yang
terkait dengan ilmu ekonomi, biaya peluang (opportunity cost) didefinisikan
sebagai nilai dari peluang yang hilang sebagai akibat dari penggunaan sumber
daya dalam sebuah kegiatan. Patut dicatat bahwa biaya tidak selalu melibatkan
pertukaran uang. Dalam pandangan pada ahli farmakoekonomi, biaya kesehatan
melingkupi lebih dari sekadar biaya pelayanan kesehatan, tetapi termasuk pula,
misalnya, biaya pelayanan lain dan biaya yang diperlukan oleh pasien sendiri.
Secara umum, biaya yang terkait dengan perawatan kesehatan dapat dibedakan
sebagai berikut: (9)
a. Biaya langsung medis (Direct Medical Cost)
Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait
dengan jasa pelayanan medis yang digunakan untuk mencegah dan
7

mengobati suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang


diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara
lain pengobatan, pelayanan, pencegahan dan penanganan, juga
pengobatan jika adanya efek samping.
b. Biaya langsung nonmedis (Direct Nonmedical Cost)
Biaya langsung non medis adalah biaya yang dikeluarkan pasien
tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien
ke rumah sakit dan makanan.
c. Biaya tidak langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat mengurangi
produktivitas pasien atau biaya yang hilang akibat waktu produktif yang
hilang. Contohnya, pasien kehilangan pendapatan karena sakit yang
berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah pada
keluarganya .
d. Biaya tak terduga (Intangible Cost)
Biaya tak terduga merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil
tindakan medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit
diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan dan efek samping.
Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang.
e. Biaya peluang (Opportunity Cost)
Biaya peluang adalah biaya yang timbul akibat pengambilan suatu
pilihan yang mengorbankan pilihan lainnya. Bila seorang pasien
memutuskan untuk membeli obat A, dia akan terkena biaya peluang
karena tak dapat menggunakan uangnya untuk hal terbaik lainnya,
termasuk pendidikan, hiburan, dan sebagainya.

2.3. Metode Kajian Farmakoekonomi


Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, metode
analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas
obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya, karena aspek ekonomi
atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi. Empat jenis
evaluasi ekonomi yang telah dikenal adalah:
8

2.4 Cost Minimazition Analysis (Analisis Minimalisasi Biaya)


Tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan asumsi
besarnya manfaat yang diperoleh sama, sepadan atau serupa.Jika dua terapi atau
dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu dibandingkan hanya biaya
untuk melakukan intervensi. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-
minimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan
dengan hasil yang sama. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat, pada
akhirnya studi menjadi tidak bernilai.(9) Contoh dari analisis cost-minimization
adalah terapi dengan menggunakan antibiotika generik dan paten yang hasil
terapinya sama, maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per
harinya lebih murah.(21)

2.5 Cost Benefit Analysis (Analisis Manfaat Biaya)


Tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan
ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Dapat
digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi yang
berbeda.(22) Tipe analisis ini sangat cocok untuk alokasi bahan-bahan jika
keuntungan ditinjau dari perspektif masyarakat. Analisis ini sangat bermanfaat
pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk
rupiah.(23) Contoh dari analisis cost-benefit adalah membandingkan program
penggunaan vaksin dengan program perawatan suatu penyakit.Pengukuran dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah,
kemudian dibandingkan dengan biaya kalau program perawatan penyakit
dilakukan. Semakin tinggi nilai manfaat biaya, maka program makin
menguntungkan.(9)

2.6. Cost Effectiveness Analysis (Analisis Efektivitas Biaya)


Tipe analisis yang membandingkan biaya suatu intervensi dengan
beberapa ukuran non-moneter,dimana pengaruhnya terhadap hasil perawatan
kesehatan.(9) CEA merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini
cocok untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat
dibandingkan.(21) Pada analisis costeffectiveness, hasil pengobatan tidak diukur
9

dalam unit moneter, melainkan didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik
yang secara langsung menunjukkan efek suatu terapi atau obat.(9)

2.7. Cost Utility Analysis (Analisis Utilitas Biaya)


Tipe analisis yang membandingkan biaya terhadap program
kesehatanyang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang
diakibatkan perawatan kesehatan.(9) Dalam cost utility analysis, peningkatan
kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life
years/QALYs) dan hasilnya ditunjukkan dengan biaya per penyesuaian kualitas
hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi ke dalam nilai
QALYs.(22) Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui
kualitas hidup sedangkan kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan
QALYs pada status tingkat kesehatan pasien
Tabel 1. Metode Farmakoekonomi(21)
Metode Deskripsi Aplikasi Satuan Satuan hasil
biaya

CMA Mencari Digunakan saat Mata Diasumsikan


alternatif biaya manfaatnya uang setara
terendah sama

CMA Mengkur Dapat Mata Mata uang


manfaat dalam membandingkan uang
satuan moneter program dengan
dan menghitung tujuan yang
keuntungan berbeda
bersih

CEA Membandingkan Digunakan Mata Unit alamiah


efek terapi antar untuk uang
alternatif yang membandingkan
diukur dalam program yang
unit fisik dan berbeda luaran
menghitung klinis dengan
rasio biaya- menggunakan
10

efektifias unit manfaat


yang sama
CUA Mengukur Digunakan Mata Kualitas
luaran untuk uang hidup
pengobatan membandingkan (QALYs/
dalam unit program yang quality
utilitas daripada digunakan adjusted life
unit fisik dan dalam jangka years)
menghitung panjang dengan
rasio biaya- efek samping
utilitas yang serius atau
dapat
menurunkan
morbiditas

2.8. Analisis Efektifitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis)

a. Definisi Cost Effectiveness Analysis


Cost effectiveness analysis merupakan salah satu cara untuk menilai dan
memilih program terbaik jika terdapat beberapa program yang berbeda
dengan tujuan sama untuk dipilih. CEA merupakan analisis yang cukup
sederhana. Dengan analisis yang mengukur biaya sekaligus hasilnya,
pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi kesehatan yang paling
efisien dan dengan biaya termurah untuk hasil pengobatan yang menjadi
tujuan intervensi tersebut. Dengan kata lain, CEA dapat digunakan untuk
memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana
yang terbatas jumlahnya .(24)

b. Satuan hasil
Pada CEA, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah)
dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah (natural units) atau
indikator kesehatan baik klinis maupun non klinis (non-moneter). Tidak
seperti unit moneter yang seragam atau mudah dikonversikan, indikator
11

kesehatan sangat beragam, contoh: penurunan kadar LDL (oleh obat


antikolesterol), penanganan kanker dengan sejumlah biaya tertentu
(dengan prosedur yang berbeda).(25)

c. Penilaian
Suatu intervensi dapat dikatakan efektivitas-biaya (cost-effective) apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:(26)
a. Intervensi lebih murah atau setidaknya sama dengan terapi alternative
b. Intervensi lebih mahal dan lebih efektif dari terapi alternative
c. Intervensi lebih murah dan kurang efektif dari terapi alernatif Suatu
alternatif intervensi kesehatan, termasuk obat, harus dibandingkan dengan
intervensi standar.Berdasarkan diagram efektivitas-biaya (Gambar 5), jika
suatu intervensi kesehatan mempunyai efektivitas yang lebih tinggi
namun,membutuhkan biaya lebih tinggi daripada intervensi standar, maka
intervensi alternatif ini masuk ke Kuadran (Tukaran, Trade-off). Pemilihan
intervensi Kuadran I membutuhkan pertimbangan sumberdaya (terutama
dana) yang ada dan semestinya dipilih jika sumber daya yang tersedia
mencukupi.(26)
Jika suatu intervensi kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi dengan
biaya yang lebih rendah dibanding intervensi standar, intervensi alternatif ini
masuk ke Kuadran II (Dominan) dan menjadi pilihan utama. Sebaliknya, suatu
intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas lebih rendah dengan biaya
lebih tinggi dibanding intervensi standar, maka tidak perlu dipertimbangkan
sebagai alternatif.(26)
a. Prinsip Cost Effectiveness Analysis(21)
Prinsip dasar CEA meliputi beberapa langkah, yaitu:
1. Mengidentifikasi tujuan dan obyektivitas penelitian
2. Mengidentifikasi perspektif penelitian
3. Mengidentifikasi metode farmakoekonomi yang digunakan
4. Mengidentifikasi desain penelitian yang digunakan
5. Melakukan pemilihan intervensi
6. Mengidentifikasi biaya dan luaran penelitian
12

7. Melakukan perhiungan diskonto (untuk data yang lebih dari satu


tahun)
8. Menginterpretasikan hasil penelitian
9. Menggunakan analisis sensitivitas
10. Membuat rekomendasi dan kesimpulan penelitian

b. Perhitungan dalam Cost Effectiveness Analysis


Hasil dari CEA dinyatakan dalam bentuk rasio, yaitu average
costeffectiveness ratio (ACER) atau rasio efektivitas-biaya (REB) dan
incremental cost-effectiveness ratio (ICER) atau rasio inkremental
efektivitas-biaya (RIEB). ACER sebagai pembanding independen
merupakan perhitungan unuk setiap intervensi, yaitu total biaya dari suatu
program atau alternatif (berupa mata uang) dibagi dengan total iuaran
klinis. Berikut rumus ACER:(21)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑎𝑐𝑒𝑟 =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠

Incremental cost-effectiveness ratio (ICER) adalah rasio atau


perbedaan biaya antara dua alternatif terhadap perbedaan efektivitas antara
dua alternatif yang sama. Rumus ICER berikut akan menghasilkan biaya
tambahan yang dibutuhkan untuk mendapatkan biaya tambahan yang
diperoleh dengan beralih dari terapi A ke terapi B.(21)
𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑎 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑏
𝑖𝑐𝑒𝑟 =
𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑎 − 𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑏
c. Analisis Sensitivitas(27)
Satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari CEA aalah analisis
sensitivitas dan perhitungan statistik dengan adanya ketidakpastian dalam
analisis farmakoekonomi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana perubahan nilai biaya atau efektivitas yang digunakan dalam
perhitungan ACER dapat mempengaruhi kesimpulan. Selain itu analisis
sensitivitas juga digunakan untuk memperoleh kekuatan perhitungan
dalam perkiraan. Terdapat beberapa cara berbeda dalam melakukan
analisis senstivitas, antara lain:
13

1. Analisis satu arah


Merupakan bentuk paling sederhana dari analisis sensitivitas,
yakni hanya ada satu parameter yang bervariasi dalam suatu model
pada satu waktu dan melakukan pengkajian dampak dari perbahan
tersebut.
2. Analisis sensitivitas banyak arah
Pada analisis ini dapat mengetahui hubungan dua atau lebih
parameter dari suatu model yang berubah secara bersamaan. Namun,
interpretasi data lebih kompleks karena banyaknya parameter yang
terlibat
3. Analisis sensitivitas probabilitas
Analisis ini menggunakan perangkat lunak untuk menetapkan
distribusi parameter dalam model melalui kurva penerimaan dalam
bidang efektivitas-biaya.
BAB III
METODELOGI

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat retrospektif. Sampel
penelitian sebanyak 55 responden yang diambil dengan teknik purposive sampling
terdiri dari IUD 24 akseptor, suntik 15 akseptor dan pil 16 akseptor. Instrumen
yang digunakan berupa ku esioner yang teruji validitas dan reliabilitasnya. Data
yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan cara membandingkan hasil
perhitungan CER dari metode kontrasepsi IUD, suntik dan pil berdasarkan lama
pemakaian kontrasepsi.

3.2. Tempat Penelitian


Puskesmas Marga II Kabupaten Tabanan

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yg menggunakan alat
kontrasepsi.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian pasien yang menggunakan alat kontrsepsi IUD, suntik,
dan pil di puskesmas Marga 11 Kabupaten Tabanan

3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:
1) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah Kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel.

14
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan analisis efektivitas biaya terapi pada pasien


hipertensi rawat jalan di RSU Aminah Blitar yang membandingkan biaya dua
jenis terapi yaitu monoterapi dan terapi kombinasi. Penelitian ini dilakukan pada
pasien hipertensi rawat jalan yang menerima terapi Hipertensi dengan penyerta
diabetes mellitus tipe-2 dan mendapatkan monoterapi serta kombinasi di RSU
Aminah Blitar.

4.1. Hasil Penelitian


Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan salah satu dari analisis
ekonomi secara menyeluruh (fully economic analysis) yaitu menganalisis program
kesehatan yang merangkum sekaligus input dan output program tersebut. Analisis
efektivitas biaya atau sering di sebut CEA dalam penelit ian ini untuk mengetahui
metode kontrasepsi mana dari tiga metode yaitu IUD, suntik dan pil yang lebih
cost effective dan pada jangka waktu pemakaian berapa lama metode kontrasepsi
mengalami cost effective yang tinggi

4.1.1. Sarana dan Sumber Daya Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas


Marga II Kabupaten Tabanan
Sarana kesehatan fisik sangat penting di dalam mencapai tujuan dan ke
berhasilan pelaksanaan program kesehatan. Hasil penelitian menunju kkan sarana
pendukung pelayanan KB di wilayah kerja Puskesmas Marga II yang terdiri dari 6
desa sudah cukup memadai, terbukti dengan adanya 2 Puskesmas Pembantu
(Pustu) dan 4 Polindes yang merupakan satelit Puskesmas dalam usaha
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya pelayanan KB, sedangkan
bidan dan dokter praktek swasta yang melayani KB di wilayah Puskesmas Marga
II sebanyak 17 orang, sehingga akseptor mempunyai kemudahan akses untuk
memperoleh pelayanan KB dan juga akseptor mempunyai pilihan untuk mencari
pelayanan kontrasepsi sekaligus sebagai target pasar dari bidan praktek swasta.

15
16

4.1.2. Tempat Pelayanan Pilihan Bagi Akseptor dan Pekerjaan Akseptor


Hasil penelitian menunjukan bahwa pilihan utama akseptor dalam mencari
pelayanan kontrasepsi adalah bidan praktek swasta yaitu lebih dari 70 %
sedangkan yang mencari pelayanan ke Puskesmas hanya sekitar 25%. Hal ini
lebih di sebabkan jam buka untuk pelayanan di Puskesmas sama dengan jam kerja
masyarakat sehingga akseptor lebih memilih bidan praktek swasta karena dengan
praktek dirumahnya sendiri, bidan dapat melayani akseptor setiap saat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akseptor yang mencari pengobatan
untuk efek samping pada akseptor IUD sebanyak 12,5%, pada akseptor suntik
sebanyak 26,6% dan pada akseptor pil seb esar 6,25%. Hal ini berarti hanya
sedikit dari akseptor yang melakukan atau mencari pengobatan atas efek samping
yang dideritanya dengan alasan efek samping yang ringan dianggap biasa dan
tidak terlalu mengganggu.
Efek samping dan kegagalan merupakan beberapa fak tor yang menyebabkan
akseptor mengalami drop-out dari metode KB yang digunakan. Drop-out pada
akseptor adalah keluarnya akseptor dari suatu metode kontrasepsi akibat berbagai
alasan seperti: k egagalan (kehamilan saat memakai kontrasepsi atau sengaja hamil
karena ingin mendapatkan anak lagi) atau karena pindah kontrasepsi akibat efek
samping yang sangat mengganggu dirasakan oleh akseptor. Angka drop-out untuk
akseptor IUD sebesar 3,46% yang terdiri dari kegagalan 2,16 % dan pindah
kontrasepsi sebanyak 1, 3%. Drop-out pada akseptor suntik secara umum sebesar
6,94% yang terdiri dari kegagalan sebanyak 3, 82% dan pindah kontrasepsi sebanyak
3, 12%. Pada akseptor pil, drop-out sebesar 8,24% yang terdiri dari akibat kegagalan
sebesar 4,42% dan pindah kontrasepsi 4,00%.

4.1.3. Analisis Biaya Langsung Pelayanan Kontrasepsi


Biaya Langsung merupakan penjumlahan (dalam rupiah) seluruh biaya
yang langsung dikeluarkan oleh akseptor dalam bentuk fee for service untuk
mendapatkan pelayanan kontrasepsi baik pada saat kunjungan atau pemasangan
pertama dan pada kunjungan lanjutan atau kontrol.
Biaya Langsung dihitung berdasarkan jumlah akseptor pada kelompok
lama pemakaian < 1 bulan, 1 - < 2 bulan, 2 - < 3 bulan, 3 - < 6 bulan dan 6 -1
17

tahun. Biaya langsung pada metode kontrasepsi tergantung dari jumlah akseptor
dalam kelompok lama pemakaian yang sama dan jumlah pelayanan yang
dilakukan.
Akseptor pil dan suntik mengalami peningkatan rerata biaya langsung dengan
semakin lamanya akseptor menggunakan kontrasepsi, hal ini dapat dijelaskan karena
semakin lama akseptor menggunakan kontrasepsi maka semakin banyak pelayanan
yang dibutuhkan dan biayanya semakin banyak pula. Sedangkan pada akseptor IUD,
rerata biaya langsung semakin lama menggunakan kontrasepsi terjadi penurunan biaya
langsung, karena akseptor IUD membutuhkan biaya besar pada saat pertama atau
pemasangan baru sedangkan untuk selanjutnya hanya melakukan kontrol dengan biaya
yang lebih ringan.

4.1.4. Analisis Biaya Tidak Langsung dari Akseptor


Biaya Tidak Langsung merupakan biaya yang dikeluarkan oleh aksepto r
dalam mencari pelayanan kontrasepsi terdiri dari biaya transportasi, biaya
konsumsi, biaya opportunity (kesempatan yang hilang) karena mencari pelayanan
kontrasepsi dan biaya lain yang diperlukan dalam mengobati efek samping dari
kontrasepsi yang dipakai.
Hasil penelitian pada jumlah Biaya Tidak Langsung per kelompok lama
pemakaian kontrasepsi per tahun diketahui sebagai berikut: jumlah Biaya Tidak
Langsung pada akseptor IUD sebanyak Rp 171.450,00 dengan rerata Rp
7.144,00; pada akseptor suntik sebanyak Rp 105.487,00 dan rerata Rp 7.032,00;
dan pada akseptor pil sebanyak Rp 109.658,00 dengan rerata Rp. 6.854,00 . Dapat
dijelaskan bahwa tinggi rendahnya biaya tidak langsung sangat berkaitan dengan
penghasilan akseptor, transportasi, berat ringannya efek samping yang dialami,
lama perjalanan, lama tunggu dan lama diperiksa yang berhubungan dengan biaya
opportunity serta biaya membeli makan dan minum saat mencari pelayanan
kontrasepsi.

4.1.5. Analisis Objective Actual, Objective Normative dan Quality of Life


Akseptor
Pada instrumen klinis, kualitas hidup sudah menjadi isu utama dalam
18

instrumen spesifik penyakit yang mengukur kepuasan pasien a tau manfaat


fisiologis . Objective (tingkat keberhasilan) adalah manfaat dari metode atau
program yang diteliti. Dalam penelitian ini kualitas hidup akseptor dijadikan
objective karena kontrasepsi mempunyai andil terhadap kualitas hidup akseptor
baik dari kesehatan fisik, kehidupa n pribadi maupun kehidupan sosial.
Dalam penelitian ini ada dua objective yang ingin dilihat diantaranya
adalah objective actual, yaitu jumlah responden baik yang menggunakan IUD,
suntik maupun pil berdasarkan lama pemakaian; dan objective normative
(objective yang berhasil) yaitu jumlah objective (responden) dikurangi persentase
angka drop-out secara umum pada wilayah pelayanan.
Quality of Life (QoL) akseptor KB dengan metode IUD, suntik dan pil
mengangkat tiga komponen dasar dari kualitas hidup yaitu komponen kesehatan
fisik, kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Hasil penelitian menunjukkan:
diperoleh QoL dari setiap responden pada ketiga komponen QoL, baik sebelum
maupun sesudah pemakaian kontrasepsi terlihat seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2.

Apabila dibandingkan antara sebelum dan sesudah pemakaian kontrasepsi pada


sebagian besar responden terjadi penurunan nilai QoL, tetapi apabila dibandingkan
19

menurut lama pemakaian kontrasepsi maka pada nilai QoL sebelum pemakaian
kontrasepsi tidak ada pola yang jelas karena belu m ada intervensi kontrasepsi. Namun
pengukuran sesudah pemakaian kontrasepsi terlihat bahwa maka semakin lama
pemakaian kontrasepsi, terjadi peningkatan nilai QoL baik pada metode IUD, suntik
maupun pil . Hal ini berarti bahwa semakin lama akseptor menggunakan suatu metode
kontrasepsi semak in meningkat kualitas hidupnya karena akseptor akan menggunakan
suatu metode kontrasepsi dalam jangka waktu lama apabila merasa cocok dengan
kontrasepsi yang dipakainya.
Dari hasil penelitian pada 55 responden akseptor yang terdiri dari 24 akseptor
IUD, 15 akseptor suntik dan 16 akseptor pil maka tidak ditemukan yang mengalami
kegagalan atau hamil. Selain itu diketahui bahwa selama satu tahun dari bulan Juni
2006 sampai Mei 2007 terdapat 1 orang akseptor yang ganti kontrasepsi yaitu pada
metode pil (6,25%) dimana pada saat penelitian dilaksanakan, akseptor tersebut sudah
menggunakan metode suntik.

Cost Effectiveness Analysis (Analisis Efektivitas Biaya)


Menghitung efektivitas biaya dilakukan dengan menggunakan rumus CER
( Cost Effectiveness Ratio) per objective actual dengan mencari rasio biaya total
dibandingkan dengan objective actual atau jumlah responden. CER per objective
normative dengan membandingkan biaya total dengan jumlah akseptor yang
berhasil tidak hamil selama pemakaian kontrasepsi dengan rumus: CER = Biaya
Total / jumlah objective actual – persentase drop-out. CER per Qol dengan rumus
CER per QoL = Total biaya / QoL.
Hasil penelitian menunjukkan angka CER per objective actual dan CER
per QoL pada IUD cenderung mengalami penurunan tetapi pada metode pil cend
erung terjadi peningkatan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada metode IUD
dalam kaitannya dengan lama pemakaian, maka semakin lama menggunakan
kontrasepsi IUD akan semakin cost effective. Pada metode pil semakin lama
menggunakan kontrasepsi terjadi semakin tidak cost effective. Sedangkan pada
metode suntik tidak ada pola yang beraturan.
20

Perbandingan nilai CER berdasarka n lama pemakaian (Tabel 3) maka


diperoleh hasil pada pemakaian < 1 bulan sampai < 3 bulan: metode kontrasepsi
yang paling cost effective adalah metode pil dengan nilai CER per objective actual
dan CER per QoL yang paling kecil. Pada lama pemakaian 3 bulan sampai 1
tahun, metode kontrasepsi yang paling cost effective adalah metode suntik dengan
nilai CER paling kecil.

CER per objective actual dan CER per QoL serta CER per
objective normative per tahun (dihitung selama satu tahun) maka yang paling
cost effective diantara tiga metode adalah metode pil (Tabel 4).

Perhitungan ICER:
1.966.450−600.487 1.355.963
ICER IUD = = = 32,685
81.518,75−40.032,47 41.486,28

600.487−629.658 −29,171
ICER Suntik = = = −0,043
40.032,47−39.353,62 678,85

629.658−1.966.450 −1.326.792
ICER Pil = = = 31.467
39.353,62−81.518,75 −42.165,13
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Kualitas hidup akseptor akan semakin meningkat sejalan dengan semakin
lamanya penggunaan kontrasepsi, baik pada metode IUD, suntik maupun pil.
Dilihat dari segi efektivitasnya maka metode kontrasepsi yang paling efektif bila
dihitung dari CER per objective actual dan CER per QoL dengan lama pemakaian
< 1 bulan sampai < 3 bulan adalah metode pil sedangkan antara 3 bulan sampai 1
tahun adalah metode suntik. Apabila dihitung per tahun maka metode pil adalah
yang paling cost effective dibandingkan dengan metode suntik dan IUD. Apabila
dibandingkan jumlah rerata QoL antar metode kontrasepsi, maka kontrasepsi yang
memberikan kualitas hidup yang lebih baik dari ketiga akseptor adalah akseptor
pil, sedangkan kualitas hidup yang paling jelek dari ketiga metode adalah akseptor
suntik.

5.2 SARAN
Melihat dari hasil penelitian tentang cost effectiveness metode kontrasepsi
IUD, suntik dan pil diwilayah kerja Puskesmas Marga II maka pemerintah
khususnya Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Tabanan bisa melakukan suatu
evaluasi tentang program KB berdasarkan cost effectiveness analysis . Selain itu,
melihat bahwa pilihan utama akseptor adalah swasta (bidan praktek) maka perlu
suatu kajian apakah pelayanan KB tetap ada pada program Puskesmas atau
diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta. Bagi akseptor atau calon akseptor
agar memikirkan untuk memilih metode kontrasepsi yang tepat, cocok dan
memiliki efektivitas biaya yang tinggi.

21
DAFTAR PUSTAKA

---------2007. A cost-effectiveness analysis for imaging diagnostic value to the


suspected small hepatic carcinoma in Chinese patients from the West
region . Biomed Imaging Interv J ourn. 2007; 3(1):e12-551. Available at:
<http://www.biij.org> [Accessed on Dec. 5, 2007]
Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Tabanan. 2006. Profil Dinas Kesehatan dan KB
Tahun 2006. Tabanan: Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Tabanan
Drummond NF, Brien JB, Stoddart GL, Torrance GW. 1998. Methods for Economic
Evaluation of Health Care Programs. London: Oxford Medical Publication,
Oxford University Press.
Garland A, Ziad Shaman, John Baron and Alfred F. Connors, Jr. 2006. Physician-
attributable Differences in Intensive Care Unit Costs: A Single -Center
Study American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine Vol
174. pp. 1206-1210, (2006). Available at: <http://ajrccm.atsjournals.org >

Gerson LB et al. 2000. A cost effectiveness analysis of prescribing strategies in


the management of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol
2000 Feb 95 395-407.Available at: <http://gastroenterology.jwatch.org >
Ginsburg PB. 2004. Controlling Health Care Costs . New England Journal of
Medicine , Vol 351:16, pp.1591-1593 (October 14, 2004). Available at:
<http://content.nejm.org>
Karnon J, GR Kerr, W Jack, NL Papo and DA Cameron. Published online 24 July
2007. Health care costs for the treatment of breast cancer recurrent events:
estimates from a UK -based patient-level analysis. British Journal of
Cancer (2007) 97:4, 479 –485. Available at: <http://www.nature.com/bjc
> or <www.bjcancer.com>
Maidin A. 2003. Kerugian Ekonomi Masyarakat Toraja Akibat Sakit dan
Kematian D ini di Sulawesi Selatan .

22
Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan , Vol.3 No. 3 Surabaya: Yayasan
Sudama Sehat Manuaba Ida Bagus Gede. 1999. Memahami Kesehatan
Reproduksi W anita. Jakarta: Arcan
Mougeot Michel and Florence Naegelen. 2005. Hospital price regulation and
expenditure cap policy.
Journal of Health Economics , Vol. 24, Issue 1, January 2005, Pages 55 -72.
<http://www.sciencedirect.com/science ?> [Accessed on July,5, 2007]
Neumann PJ. 2005. Medicare and Cost Effectiveness Analysis. The New England
Journal of Medicine.<http://www.nejm.org> [ Accessed on December 17,
2007].
Ohkusa Yasushi, Sugawara Tamie. 2006. Cost Effectiveness Analysis and its
Application for Policy Evaluation for Medicine or Public Health .
Tsukuba: National Institution of Infectious Disease, University of Tsukuba
Oluboyede Yemi, Steve Goodacre and Allan Wailoo. 2008. Cost effectiveness of
chest pain unit care in the NHS. BMC Health Services Research 2008,
8:174. Available at:<http://www.biomedcentral.com >
Pignone Michael. 2002. Cost Effectiveness Analysis of Colorectal Cancer
Screening <http://agatha.york.ac.uk> [Diakses tanggal 13 April 2007]
Reinke WA. 1994. Perencanaan Kesehatan untuk Meningkatkan Efektivitas
Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Richmond Stephen. 2000. The Need for Cost-effectiveness. Journal of
Orthodontics, Vol. 27, No. 3, 267-269, September 2000
http://jorthod.maneyjournals.org
Rochmah TN. 2005. Cost Benefit Analysis (CBA) & Cost E ffectiveness Analysis
(CEA). Modul Kuliah Ekonomi Kesehatan. Surabaya: Universitas
Airlangga
Soucat Agnes, Daniel Levy -Bruhl, Xavier de Bethune et al. Published Online: 28
Apr 1999.
Affordability, cost-effectiveness and efficiency of primary health care: the
Bamako Initiative experience in Benin and Guinea. The International
Journal of Health Planning and Managemen t, Volume 12 Issue S1, Pp.

23
S81-108. <http://www3.interscience.wiley.com > [Accessed on November
15, 2007 ]
Saifuddin AB, Affandi B, Lu ER. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Somnath Saha. 2005. Economic Analysis Marginal Cost Effectiveness Analysis .
<http://www.merckbook.com > [Diakses tanggal 13 April 2007 ]
Utami R, Nyoman Anita Damayanti, Noerlailie Soewarno. 2007. Effectiveness
Analysis of the Active and Passive Case Finding Effort of the New
Leprosy Patients Using Cost Effectiveness Analysis Method (A Case
Study at Dungkek Public Health Center in Sumenep R egency). Jurnal
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Vol. 5 No. 1, January 2007.
Bersumber dari: <http://www.journal.unair.ac.id >
Widyastuti. 2007. Perilaku Menggunakan Kondom pada Wanita Penjaja Seks
Jalanan di Jakarta Timur Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol.1, Nomor 4. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
-----.2004. Overcoming Language B arriers in Health Care : Co sts and Benefits
of Interpreter Services Am.J.Public Health.2004;94:866-869. Available at:
<http://www.ajph.org
-------1994.The Journal's Policy on Cost -Effectiveness Analyses. New England
Journal of Medicine, Volume 331, Number 10, Pp.669-670, September 8,
1994. Available at: <http://content.nejm.org> [Accessed on October 24,
2007]
------- Published online 9 September 2004. Cost-Effectiveness Analysis of
Malaysian Neonatal Intensive Care Units. Journal of Perinatology (2005)
25, pp. 47–53. <http://www.nature.com >

24

Anda mungkin juga menyukai