Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

TENTANG
“ KB AKRD (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) ”

Disusun Oleh :

VENCE MANUHUTU
NIM : 1440110118180
KLS : IV B

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA III
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY
JAYAPURA TA. 2020
KATA PENGANTAR

Syaloom…Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Kuasa, karena atas segala rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan
makalah keperawatan maternitas tentang “KB AKDR (Alat Kontraepsi Dalam
Rahim)” yang disusun dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas kuliah.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan kerendahan hati saya menerima segala saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
dapat memberikan inspirasi bagi penyusun dan pembaca.

Jayapura, Juni 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................3
C. Manfaat........................................................................................................4
D. Metode..........................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................................5
A. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).................................................5
1. Pengertian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).......................................5
2. Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)..................................................5
3. Mekanisme Kerja Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).........................6
4. Efektivitas Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)......................................6
5. Indikasi Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)..................8
6. Kontraindikasi Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).....8
7. Keuntungan Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)...........8
8. Efek Samping dan Komplikasi Peamasangan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR).....................................................................................................................9
9. Teknik Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).....................9
10. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)...................................................................................................................10
B. Dukungan Suami.......................................................................................14
1. Pengertian Dukungan Suami.................................................................................14
2. Bentuk-Bentuk Dukungan Suami........................................................................15
3. Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Suami................................................16
4. Pengukuran Dukungan Suami...............................................................................19
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................20
B. Saran..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu
individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval di antara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan suami istri dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak
hanya bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk,
melainkan juga untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi (KR) yang berkualitas, menurunkan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) serta penanggulangan
masalah kesehatan reproduksi untuk membentuk keluarga kecil. Generasi
terbaru AKDR memiliki efektivitas lebih dari 99% dalam mencegah
kehamilan pada pemakaian satu tahun atau lebih (Glasier dan Gebbie, 2012).
Pemakaian IUD terhadap penurunan fertilitas mempunyai efektifitas dan
tingkat kembalinya yang cukup tinggi. Risiko kegagalan IUD khususnya
Tcu380A sebanyak 0,8% tiap 100 wanita bahkan bisa 1:170 wanita pada
pemakaian tahun pertama (Siswosudarmo dkk, 2001). Metode kontrasepsi
IUD dapat menjamin sekurangnya tiga tahun jarak kehamilan. Pengaturan
jarak kehamilan lebih dari dua tahun dapat membantu wanita memiliki anak
yang sehat dan meningkatkan peluang mereka untuk terus hidup sebesar 50%.
Seperti sebagian besar metode kontrasepsi, AKDR juga memiliki kelebihan
dan kekurangan.
Kelebihan dari metode kontrasepsi AKDR yaitu : dapat dipakai oleh
semua perempuan dalam usia reproduksi, sangat efektif (0,8% kehamilan per
100 perempuan dalam tahun pertama) segera setelah pemasangan, reversibel,
berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun tidak perlu ganti), dan
1
meningkatkan hubungan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
(Mulyani dan Rinawati, 2013). Dengan AKDR CuT-380A, tidak ada efek
samping hormonal serta tidak mempengaruhi produksi dan kualitas ASI.
Selain itu AKDR dapat dipasang segera setelah abortus bila tidak ada infeksi
sehingga dapat membantu mencegah kehamilan ektopik. Keuntungan lainnya
yaitu AKDR dapat digunakan sampai menopause, 1 tahun atau lebih setelah
haid terakhir (Pinem, 2009). 3 Sedangkan kekurangan metode kontrasepsi
AKDR yaitu perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan
setelah itu akan berkurang), haid lebih lama dan lebih banyak, perdarahan
(spotting) antar menstruasi, saat haid lebih sakit, tidak mencegah Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS serta tidak baik digunakan oleh
perempuan yang sering bergantiganti pasangan atau yang menderita IMS.
Penyakit radang panggul (PRP) terjadi sesudah perempuan dengan IMS
menggunakan AKDR (Pinem, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Zannah
dkk (2011), didapatkan persentase akseptor IUD mengeluhkan perubahan
siklus menstruasi sebanyak 4,62%, peningkatan jumlah darah menstruasi
48,03%, spotting 27,69%, dismenore 20%, gangguan hubungan seksual 23,08
%, dan leukorea 44,62%. Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
merupakan metode kontrasepsi yang paling efektif.
Bila dilihat dari data justru terdapat kecenderungan pola pemakaian
kontrasespi non MKJP, dimana dari 57% Contraceptive Prevalence Rate
(CPR) sebesar 43,7% menggunakan non MKJP dan 10,6% yang
menggunakan MJKP. Pola penggunaan MKJP cenderung menurun 18,7%
pada tahun 1991 menjadi 10,6% tahun 2012. Tingginya penggunaan non
MKJP juga terjadi pada akseptor KB baru yaitu sebesar 82,48%, sedangkan
yang menggunakan MKJP hanya sebesar 17,52% (SDKI, 2012). Berdasarkan
survei penduduk tahun 2010 tingkat laju pertumbuhan penduduk Indonesia
sebesar 1,49% dan angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR)
sebesar 2,6 per wanita subur. Angka tersebut masih jauh 4 dari target Rencana

2
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014 yaitu
tercapainya laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,1% dan tingkat
fertilitas 2,1% per kelahiran (BKKBN, 2012). Dalam mengatasi pertumbuhan
penduduk pemerintah menerapkan kebijakan penggunaan kontrasepsi yang
rasional, efektif dan efisien diantaranya yaitu penggunaan MKJP.
Hasil prevalensi KB di Indonesia berdasarkan Survei Pemantauan
Pasangan Usia Subur tahun 2013 mencapai angka 65,4% dengan metode KB
yang didominasi oleh peserta KB suntikan (36%), pil KB (15,1%), Implant
(5,2%), IUD (4,7%), dan MOW (2,2%). Hasil tersebut sedikit menurun jika
dibandingkan dengan hasil survei tahun 2009-2011 prevalensi KB cenderung
tetap pada kisaran angka 67,5% (BKKBN, 2013). Secara nasional sampai
bulan Juli 2014 sebanyak 4.309.830 peserta KB baru didominasi oleh peserta
Non MKJP yaitu sebesar 69,99%, sedangkan untuk peserta MKJP hanya
sebesar 30,01% (BKKBN, 2014). Sejalan dengan hasil Data Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 wanita usia 15-
49 tahun dengan status kawin sebesar 59,3% PUS menggunakan KB modern
(Implan, MOW, MOP, IUD, Kondom, Suntik dan pil), dan 0,4%
menggunakan KB tradisional (MAL, Kalender dan Senggama terputus).
Selain itu sebanyak 24,7% PUS pernah melakukan KB dan 15,5 tidak
melakukan KB. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh
peserta KB baru ialah suntik sebanyak 48,56% (Kemeskes RI, 2014). 5
Pemakaian kontrasepsi diantara metode KB modern, metode KB yang paling
banyak digunakan oleh PUS berstatus kawin adalah metode suntikan 32%
dan pil 14%. Peningkatan pemakaian suntik KB diiringi oleh turunnya peserta
IUD.

B. Tujuan
Dari rumusan diatas penyusunan makalah ini bertujuan :
1. Untuk menganalisis hubungan antara dukungan suami dan pengetahuan
ibu dengan pemilihan alat kontrasepsi (AKDR).
3
2. Untuk mendeskripsikan dukungan suami dan pengetahuan ibu dengan
pemilihan alat kontrasepsi (AKDR).
3. Untuk menganalisis hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan
alat kontrasepsi (AKDR).

C. Manfaat
Penyusun berharap semoga dengan disusunnya makalah ini dapat menambah
pengetahuan bagi Instansi Pendidikian dan Instansi Kesehatan sehingga dapat
memberikan informasi dan wacana kepustakaan mengenai Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine Device, serta faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi ibu dalam memilih penggunaan AKDR ini.

D. Metode
Makalah ini disusun menggunakan metode studi pustaka. Penyusun
mengambil referensi dengan membaca dari berbagai buku sumber
dan internet yang relevan sesuai dengan tema makalah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

1. Pengertian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim dengan menjepit kedua
saluran yang menghasilkan indung telur sehingga tidak terjadi
pembuahan, terdiri dari bahan plastik polietilena, ada yang dililit oleh
tembaga dan ada yang tidak. Pemasangan dilakukan dalam 10 menit
setelah plasenta lahir (pada persalinan normal). Pada persalinan caesar,
dipasang pada waktu operasi Caesar (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2. Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Jenis AKDR dibagi menjadi dua yakni : AKDR Hormonal dan Non
Hormonal. AKDR hormonal dibedakan menurut bentuk dan tambahan
obat atau metal.
Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi
a. Bentuk terbuka (open device) misalnya Lippes Loop, CU-T, Cu-7,
Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
b. Bentuk tertutup (closed device) misalnya Ota ring, Antigon, Grafen
Berg Ring.
c. Menurut tambahan obat atau metal dibagi menjadi medicated

intrauterine device (IUD), misalnya Cu-T-200, 220, 300, 380A; Cu-

7, Nova-T, ML-Cu 250, 375, selain itu ada Copper-T, Copper-7,

Multi Load, dan Lippes Load.

5
AKDR Hormonal ada dua jenis yaitu Progestasert-T dan LNG-20.
AKDR Cu T-380A adalah jenis AKDR yang beredar di Indonesia. AKDR
jenis ini memiliki bentuk yang kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari (Cu)
tembaga, (Setyaningrum, 2016).

3. Mekanisme Kerja Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Cara kerja AKDR yaitu mencegah sperma dan ovum bertemu dengan
mempengaruhi kemampuan sperma agar tidak mampu fertilisasi,
mempengaruhi implantasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, dan
menghalangi implantasi embrio pada endometrium (Rusmini, dkk, 2017).

AKDR mencegah terjadinya fertilisasi, tembaga pada AKDR


menyebabkan reaksi inflamasi steril, toksik buat sperma sehingga tidak
mampu untuk fertilisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Menurut Setyaningrum (2016) Cara kerja dari AKDR yaitu menghambat


kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii karena adanya ion
tembaga yang dikeluarkan AKDR dengan cupper menyebabkan
gangguan gerak spermatozoa. AKDR memungkinkan untuk mencegah
implantasi telur dalam uterus karena terjadinya pemadatan endometrium
oleh leukosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan blastoksis mungkin
dirusak oleh makrofag dan blastoksis.

4. Efektivitas Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Efektivitas tinggi, 99,2 – 99,4% (0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan
dalam 1 tahun pertama). Telah dibuktikan tidak menambah risiko infeksi,
perforasi dan perdarahan. Kemampuan penolong meletakkan di fundus
amat memperkecil risiko ekspulsi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

6
Perbandingan Tingkat Ekspulsi pada Insersi AKDR berdasarkan Health
Technology Assessment (HTA)Indonesia, KB pada Periode Menyusui

Waktu Insersi Definisi Tingkat Observasi


Ekspulsi
AKDR

Insersi dini Insersi dalam 9,5 -12,5% Ideal: tingkat


pasca 10 ekspulsi
plasenta menit rendah
setelah
pelepasa
n
plasenta
Insersi segera Lebih dari 10 25 – 37% Masih aman
pasca menit s.d
persalinan 48 jam
pasca
persalina
n
Insersi tunda Lebih dari 48 Tidak Meningkatka
pasca jam n
direkomendasika
persalinan
s.d 4 minggu n risiko
pasca perforasi
persalinan dan
ekspulsi
Perpanjangan Lebih dari 4 3 – 13% Aman
interval minggu
pasca pasca
persalinan persalinan

Sumber : Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Pasca


Persalinan di Fasilitas Kesehatan. 2014.

7
5. Indikasi Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Indikasi pemasangan AKDR menurut Rusmini, dkk. (2017) yaitu :
a. Wanita pasca persalinan pervaginam atau pasca persalinan sectio
secarea dengan usia reproduksi dan paritas berapapun.
b. Pasca keguguran (non infeksi).
c. Masa menyusui (laktasi).
d. Riwayat hamil ektopik.
e. Tidak memiliki riwayat keputihan purulen yang mengarah kepada
IMS (gonore, klaimidia dan servisitis purulen).

6. Kontraindikasi Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Kontraindikasi pemasangan AKDR menurut Rusmini, dkk. (2017) dan
Kementerian Kesehatan RI (2014) yaitu:
a. Menderita anemia, penderita kanker atau infeksi traktus genetalis
b. Memiliki kavum uterus yang tidak normal
c. Menderita TBC pevic, kanker serviks dan menderita HIV/AIDS
d. Ketuban pecah sebelum waktunya
e. Infeksi intrapartum
f. Perdarahan post partum

7. Keuntungan Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Keuntungan pemasangan AKDR menurut Kementerian
Kesehatan RI (2014) yaitu :
a. Dapat efektif segera setelah pemasangan.
b. Metode jangka panjang.
c. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ngingat.
d. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
8
e. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk
hamil.

f. Tidak ada efek samping hormonal.


g. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
h. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi).
i. Dapat digunakan sampai menopause (satu tahun atau lebih setelah
haid
terakhir).
j. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
k. Mencegah kehamilan ektopik.

8. Efek Samping dan Komplikasi Peamasangan Alat Kontrasepsi Dalam


Rahim (AKDR)
Efek samping dan komplikasi pemasangan AKDR menurut Kementerian
Kesehatan RI (2014) yaitu:
a. Perubahan siklus haid (umumnya pada tiga bulan pertama dan akan
berkurang setelah tiga bulan)
b. Haid lebih lama dan banyak
c. Perdarahan (spotting)antar menstruasi
d. Saat haid lebih sakit
e. Merasakan sakit dan kejang selama tiga sampai lima hari setelah
pemasangan
f. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang
memungkinkan penyebab anemia
g. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)

9. Teknik Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

9
Alat kontrasepsi dalam rahim yang dipasang sejauh ini masih
menggunakan AKDR biasa yang dipasang dengan dua cara yaitu
(Rusmini, dkk., 2017) :

a. Cara pertama adalah dijepit dengan menggunakan dua jari dan


dimasukkan ke dalam rongga uterus melalui serviks yang masih
terbuka sehingga seluruh tangan bisa masuk. AKDR diletakkan tinggi
menyentuh fundus uteri.
b. Cara kedua dengan menggunakan klem cincin (ring forceps) dimana
AKDR dipegang pada pertemuan antara kedua lengan horizontal
dengan lengan vertikal dan diinsersikan jauh ke dalam fundus uteri.

10. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam


Rahim (AKDR)
Menurut Kusumaningrum (2017), Kusumaningrum (2009) dan Adhyani,
Budi dan Hari (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
kontrasepsi antara lain tingkat pendidikan, status ekonomi, konseling,
peran suami, umur, paritas, pekerjaan dan penerimaan
informasi tentang KB.
a. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, semakin tinggi pula
harapan mereka dalam memperoleh informasi (Kusumaningrum,
2017). Berdasarkan penelitian Sudiarti (2013), ibu yang berpendidikan
tinggi mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk
menggunakan MKJP dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan
rendah.

b. Status ekonomi
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di
masyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat
10
dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga bahan pokok
(Soekanto, 2005). Menurut penelitian Adhyani, Budi dan Hari (2011)
ada hubungan antara status ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi.

Hal ini disebabkan karena mereka beranggapan bahwa didalam


pemilihan alat kontrasepsi sebaiknya memang harus dilihat dari
kapasitas mereka untuk membeli kontrasepsi tersebut. Sehingga
pemakaian kontrasepsi tidak dirasa memberatkan bagi si
penggunanya.

c. Konseling
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
keluarga berencana. Konseling oleh petugas kesehatan, membantu
klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi sesuai dengan
pilihannya (Saifuddin, 2006).

d. Menurut Widiastuti, dkk. (2016), peran petugas kesehatan


kemungkinan berkaitan dengan frekuensi ANC yang cukup besar yaitu
72,6% responden memeriksakan kehamilan sebanyak empat sampai
sembilan kali. Pemberian informasi dan konseling oleh petugas
kesehatan tentang kontrasepsi AKDR dilakukan saat pemeriksaan
kehamilan atau dilaksanakan terpadu dalam P4K melalui amanat
persalinan serta penyampaian informasi pada kelas ibu hamil dan
diingatkan kembali pada setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan
berikutnya.

e. Peran/dukungan suami
Peran keluarga menunjukkan beberapa perilaku yang kurang lebih
bersifat homogen, didefinisikan dan diharapkan secara normatif dan
seseorang dalam situasi sosial tertentu (Friedman, 1998). Menurut
11
Bahiyatun (2009) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi
merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi. Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk
mendapat informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman dan
terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode
pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum,
etika dan nilai sosial. Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat
dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi pria itu sendiri
(pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang diinginkan), lingkungan,
sosial budaya, masyarakat, keluarga/istri, keterbatasan informasi
aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi
pria.

f. Penelitian Widiastuti, dkk. (2016) menyatakan responden yang tidak


mendapat dukungan suami (16,7%) menerima AKDR, sedangkan
responden yang mendapatkan dukungan suami (62,5%) menerima
AKDR.

g. Umur
Wiknjosastro (2009) dalam Mujiastuti (2017) menyatakan faktor usia
sangat berpengaruh pada aspek reproduksi manusia terutama dalam
pengaturan jumlah anak yang dilahirkan yang akan berhubungan
dengan pola kesehatan ibu. Pasangan Usia Subur (PUS) berusia
dibawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilan dengan
menggunakan pil KB, suntik, susuk, kondom. Wanita berusia 20-30
tahun masuk dalam tahap menjarangkan kehamilan, yaitu walaupun
sudah memiliki anak cukup tetapi masih ada keinginan untuk
menambah anak lagi biasanya menggunakan IUD, implant dan
suntikan. Wanita berusia di atas 35 tahun atau pada fase mengakhiri

12
kesuburan, dianjurkan menggunakan Kontrasepsi Mantap, IUD,
susuk/AKBK (Wiknjosastro, 2009).

h. Paritas
Mujiastuti (2017) menyatakan bahwa responden multipara jumlahnya
lebih banyak dibanding dengan responden primipara yang
menggunakan kontrasepsi IUD post plasenta. Hal ini menunjukkan
bahwa pasangan dengan jumlah anak hidup lebih banyak terdapat
kecenderungan menggunakan kontrasepsi dengan efektifitas tinggi
sementara pada pasangan dengan jumlah anak hidup masih sedikit
terdapat kecenderungan untuk menggunakan alat kontrasepsi dengan
efektifitas rendah, dan apabila terjadi kehamilan tidak akan terjadi
kehamilan dengan resiko tinggi.

i. Pekerjaan
Pekerjaan berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk mencukupi
semua kebutuhan salah satunya kemampuan untuk menggunakan alat
kontrasepsi (Mujiastuti, 2017).

j. Penerimaan informasi tentang KB


Informasi yang disampaikan dengan baik akan membantu
meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi efek samping dan
mengurangi tingkat putus pakai pada pemakaian alat kontrasepsi.
Informasi KB yang berkualitas dapat memberi kontribusi pada
peningkatan pemahaman akseptor dalam pengetahuan pengendalian
kelahiran anak serta akan membantu meningkatkan kewaspadaan
dalam menghadapi efek samping dan mengurangi tingkat putus pakai

13
pada pemakaian alat kontrasepsi, namun bukan hanya informasi saja
yang dibutuhkan tetapi aspek pendidikan harus mendapat perhatian,
baik dalam menyampaikan informasi (komunikator), maupun pada
yang menerima informasi (komunikan) (Herawati, 2014).

k. Penelitian Adhyani, Budi dan Hari (2011) menyatakan dari 60


responden, 27 (45%) responden tidak pernah mendapat informasi KB
sebelumnya dan 33 (55%) responden berpendapat bahwa sudah
pernah mendapat informasi KB sebelumnya. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pengaruh penerimaan informasi KB dengan
pemilihan kontrasepsi didapat nilai p sebesar 0,011 (p < 0,05).

B. Dukungan Suami
1. Pengertian Dukungan Suami
Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan orang lain baik moril
maupun materiil untuk memberikan motivasi dalam melaksanakan
kegiatan (Notoadmojo, 2005). Dukungan adalah kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diperoleh seseorang dari interaksinya
dengan orang lain (Lestari, 2007). Suami adalah pria yang menjadi
pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) (KBBI, 2018). Dukungan
suami adalah sikap penuh perhatian yang ditunjukan dalam bentuk
kerjasama yang positif yang diberikan oleh suami (Puspadini, 2014).

Menurut Fridalni dan Kurniawan (2012) sebagian responden yang tidak


mendapatkan dukungan suami karena dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan yang kurang terhadap alat kontrasepsi ditambah adanya
banyak salah persepsi tentang alat kontrasepsi seperti banyak anak
banyak rezeki dan lain sebagainya. Sehingga dengan tidak ada dukungan
maka suami kebanyakan jarang membicarakan KB, tidak mau membiayai

14
istri dalam ber KB, tidak memberikan informasi atau sangat jarang
berdiskusi tentang KB.

2. Bentuk-Bentuk Dukungan Suami


Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, dalam hal ini dukungan
suami memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
a. Dukungan Informasional
Dukungan informasional adalah tentang pemberian saran, sugesti,
informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.
Bentuk dukungan informasional dalam penggunaan AKDR dapat
dinyatakan melalui :
1) Suami mengumpulkan informasi tentang AKDR meliputi waktu
pemasangan, efektivitas, cara kerja, keuntungan, efek samping, dan
teknik pemasangan.
2) Suami aktif bertanya dan berkonsultasi saat konseling KB.
3) Suami bertanya pengalaman dari teman atau kerabat terkait AKDR
4) Suami meyakinkan istri bahwa mitos dalam penggunaan AKDR itu
tidak benar.

b. Dukungan penilaian
Dukungan ini melibatkan pemberiaan informasi, saran atau umpan
balik tentang situasi dan kondisi individu. Bentuk dukungan penilaian
dalam penggunaan AKDR pasca plasentadapat dinyatakan melalui :
1) Suami membantu dalam memilih alat kontrasepsi
2) Suami menyarankan istri untuk menggunakan AKDR agar ketika
pulang langsung terlindungi oleh kontrasepsi
3) Suami memberikan sugesti positif agar istri mau menggunakan
AKDR
15
4) Suami meyakinkan istri bahwa penggunaan AKDR aman

c. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pemberian uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan instrumental
dalam penggunaan AKDR pasca plasentadapat dinyatakan melalui :
1) Suami menyiapkan alat transportasi untuk mengantar istri ke
fasilitas kesehatan saat berkonsultasi tentang pemilihan kontrasepsi
2) Suami menyiapkan alat transportasi untuk mengantar istri ke
fasilitas kesehatan saat mendapatkan pelayanan AKDR 3) Suami
menyiapkan dana untuk pemasangan AKDR.

d. Dukungan emosional
Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,
mendengarkan dan didengarkan.
Bentuk dukungan emosional dalam penggunaan AKDR pasca
plasentadapat dinyatakan melalui :
1) Suami tidak pernah memaksakan keinginannya dalam hal
pemilihan alat kontrasepsi.
2) Suami selalu berusaha memahami keinginan istri hal memilih alat
kontrasepsi.
3) Suami selalu mendengarkan seluruh masukan dari istri dalam
pemilihan alat kontrasepsi.
4) Suami mendampingi istri saat pemasangan AKDR
5) Suami memberikan semangat kepada istri agar tidak takut dipasang
AKDR
6) Suami memberikan pujian kepada istri karena memilih AKDR

3. Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Suami


16
Menurut Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2004) factor yang
mempengaruhi dukungan suami dalam perlindungan kesehatan
reproduksi istri (ibu) antara lain budaya, pendapatan, dan tingkat
pendidikan, sementara menurut Handayani, dkk (2012) informasi tentang
KB berhubungan dengan kepesertaan KB dan bias gender.

a. Budaya
Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam masyarakat yang
masih tradisioanal (Patrilineal), menganggap bahwa kaum wanita
tidak sederajat dengan kaum pria, dan wanita hanya bertugas untuk
melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Anggapan seperti ini
mempengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi istri.

Menurut Mahmudah dan Fitri (2015), ada hubungan antara budaya


dengan pemilihan MKJP, akseptor yang tidak mendapat dukungan dari
budaya setempat memiliki peluang untuk memilih metode kontrasepsi
nonMKJP sebesar 1,548 kali lebih besar dibandingkan dengan
akseptor yang mendapat dukungan dari budaya setempat.

b. Pendapatan
Pada masyarakat kebanyakan, 75%-100% penghasilanya
dipergunakan untuk membiayai keperluan hidupnya. Secara konkrit
dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan
dengan pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga
tidak mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan
istrinya. Menurut Sari (2016), pendapatan berhubungan dengan minat
penggunaan MKJP, ibu yang secara ekonomi sudah tidak mampu
mengakses biaya pemasangan MKJP cenderung akan tidak berminat
menggunakan MKJP.

17
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan
suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan
suami maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan
berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan
secara efektif. Menurut Handayani dan Nur (2016), ada hubungan
yang signifikan antara tingkat pendidikan suami dengan pemilihan
jenis alat kontrasepsi. Suami yang memilih kontrasepsi AKDR paling
banyak pada tingkat pendidikan SMA (72 orang).

d. Penerimaan informasi tentang KB


Dalam hal tanggung jawab kesehatan reproduksi, masih terlihat beban
yang tidak setara antara suami dan isteri. Hasil penelitian
menunjukkan masih banyak informasi tentang KB yang tidak
diketahui atau diabaikan oleh pihak pria karena beranggapan
keharusan untuk menggunakan kontrasepsi masih ditangan wanita.
Sebagian wanita bahkan kurang memahami haknya untuk menentukan
ikut KB, dan menganggap ijin suami sebagai wujud perasaan sayang
atau perhatian suami terhadap kepentingan wanita. (Handayani,dkk,
2012).

Penelitian Mahmudah dan Fitri (2015) menyatakan bahwa akseptor


yang tidak mendapat Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB
memiliki peluang untuk memilih metode kontrasepsi nonMKJP
sebesar 1,393 kali lebih besar dibandingkan dengan akseptor yang
mendapat KIE KB. Seseorang yang telah mendapat informasi KB
sebelumnya tidak akan mengalami kesulitan di dalam pemilihan

18
metode kontrasepsi yang akan digunakan, selain itu mereka juga dapat
benar-benar mengerti jenis kontrasepsi apa yang nantinya sesuai untuk
digunakan.

4. Pengukuran Dukungan Suami


Dukungan suami dalam penggunaan AKDR dapat diukur melalui
kuesioner yang berisi pertanyaan terkait meliputi dukungan
informasional, penilaian, instrumental dan emosional, dengan kategori
jawaban menggunakan skala Guttman. Skala Guttman adalah skala yang
digunakan untuk jawaban yang tegas dan konsisten seperti ya dan tidak
(Saryono dan Mekar, 2013).

Peneliti mengacu pada penelitian Alfiah (2015) untuk mengkategorikan


pengukuran dukungan suami. Jika suami menyetujui dan memberikan
dorongan untuk menggunakan alat kontrasepsi maka diberi nilai 1, jika
tidak maka diberi nilai 0 lalu nilai dijumlahkan. Jumlah skor
dikategorikan menjadi 2 kelompok dengan cut off point median. 0 = tidak
mendukung, jika skor diperoleh < median. 1 = mendukung, jika skor
yang diperoleh ≥ median.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah Alat kontrasepsi yang
dipasang dalam rahim dengan menjepit kedua saluran yang menghasilkan
indung telur sehingga tidak terjadi pembuahan, terdiri dari bahan plastik
polietilena, ada yang dililit oleh tembaga dan ada yang tidak. Pemasangan
dilakukan dalam 10 menit setelah plasenta lahir (pada persalinan normal).
Pada persalinan caesar, dipasang pada waktu operasi Caesar. AKDR ini ada 2
jenis yaitu AKDR Hormonal dan AKDR Non Hormonal.

Kemudian dalam pemilihan alat kontrasepsi seorang ibu harus bekerja


sama dan mendapat dukungan penuh dari suami dalam penggunaan alat
kontrasepsi AKDR ini karena harus mempertimbangkan efeksamping,
komplikasi serta keuntungan dari penggunaan AKDR tersebut.

B. Saran

Tenaga kesehatan terutama bidan diharapkan dapat mengetahui dan mengerti


betul tentang AKDR tersebut serta bisa memberikan edukasi yang bermanfaat
bagi pengguna alat kontrasepsi jenis AKDR ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson dan Hilgard. 1991. From Learning Theory Connectionist Theory.

California: Brooke Publising. BKKBN, 1999. Informasi pelayanan Kontrasepsi.

Jakarta: BKKBN. BKKBN, 2010. Tingginya Kematian Ibu Tanggung Jawab


Siapa

BKKBN. Jakarta. http://www.bkkbn.go.id/siaranpers/Pages/Tingginya-Kematian-


Ibu,- Tanggung Jawab-Siapa. Diakses tanggal 25 Maret 2012 BKKBN, 2011.

Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2007-2011. Jakarta :


Depkes RI. Hanafiah. 2005. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/IUD.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 2014.
WHO. World Health Organization. 2009;1–3.

21

Anda mungkin juga menyukai