Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KOMPREHENSIF

ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM ATAU IUD

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8 :


Andi Syahria Taslima P07224222032
Hana Fitriani P07224222014
Yuvita Sari P07224222016

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunianya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “laporan komprehensif alat kontrasepsi dalam rahim
atau iud” dengan baik.Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dari Ibu Siti
Raihana, M.Tr.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah KB kespro yang diharapkan dapat
menjadi pengetahuan tambahan bagi pembaca maupun bagi penulis.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah berbagi
pengetahuan kepada penulis dan membantu penulis dalam bentuk dukungan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Begitupun dengan karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan dari karya tulis ini.

Samarinda

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4


A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 4
C. Tujuan .................................................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................................... 6
A. Tinjauan Teori Kontrasepsi.................................................................................................. 6
B. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ......................................................................................... 10
C. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim......................... 13
BAB III TINJAUAN KASUS ...................................................................................................... 20
A. Data Subyektif ................................................................................................................... 20
B. Data Objektif ...................................................................................................................... 21
ASSESSMENT ......................................................................................................................... 22
PENATALAKSANAAN .......................................................................................................... 22
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 24
A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah utama yang di hadapi oleh Indonesia sekarang ini adalah meningkatnya
jumlah laju pertumbuhan penduduk. Di mana Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penduduk terbanyak ke empat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat (World
Population Data Sheet, 2014). Di Indonesia pada tahun 2014 memiliki jumlah penduduk
sebesar 237.556.363 jiwa yang terdiri dari 119.507.580 jiwa laki-laki dan 118.048.783 jiwa
perempuan (Kusuma, 2016).
Menurut CIA World Factbook tahun 2016, jumlah penduduk (populasi) tercacat
sebanyak 7.323.187.457 jiwa. Di mana China menempati urutan pertama yang memiliki
populasi terbanyak di dunia dengan jumlah penduduknya 1.373.541.278 jiwa. Angka
tersebut merupakan 18,8% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia. Diurutan kedua
adalah India dengan 1.266.883.598 jiwa atau sekitar 17,3% dari keseluruhan jumlah
penduduk dunia. Amerika Serikat berada di posisi ketiga dengan jumlah penduduk
sebanyak 323.995.528 jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. Indonesia menduduki
urutan keempat dengan 258.316.051 jiwa atau sekitar 3,5% dari keseluruhan populasi
dunia (Jurnal Keluarga edisi keenam vol.7 2017).
Jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif
tinggi menjadi salah satu masalah pokok yang di hadapi Indonesia. Oleh karena itu
pemerintah terus berupaya menekan laju pertumbuhan dan membuat pergerakan
kependudukan yang di kenal sebagai Keluarga Berencana (KB). Program keluarga
berencana (KB) di mulai pada tahun 1970 di awali dengan mendirikan LKBN (Lembaga
Keluarga Berencana Nasional) yang kemudian perkembangannya menjadi BKKBN
(Kusuma, 2016).
Program keluarga berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi
kematian ibu khususnya dengan kondisi 4T : terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20
tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak kelahiran, dan terlalu tua melahirkan
(di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling
efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak,
serta perempuan (Profil Kesehatan Prov. Sulawesi Selatan, 2015 : 81-82).
Menurut UU No. 10 tahun 1992 Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera ( Yuhedi , Kurniawati, 2015).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut “ Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana kepada
Ny. A sebagai akseptor KB”
C. Tujuan
Dilaksanakannya asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny”A”akseptor KB
IUD dengan pendekatan manajemen asuhan sesuai standar dan wewenang bidan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori Kontrasepsi
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari dua kata yaitu kontra (menolak) dan konsepsi (pertemuan
antara sel telur yang telah matang dengan sel sperma), maka kontrasepsi dapat
diartikan sebagai cara untuk mencegah pertemuan antara sel telur dan sel sperma
sehingga tidak terjadi pembuahan dan kehamilan. Prinsip dasar metode kontrasepsi
adalah mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi)
atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan
berkembang di dalam rahim (Purwoastuti, Elisabeth, 2015 : 181).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya yang
dilakukan dalam pelayanan kontrasepsi dapat bersifat sementara maupun bersifat
permanen (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Pelayanan kontrasepsi adalah pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun
tindakan–tindakan lain yang berkaitan kontrasepsi kepada calon dan peserta Keluarga
Berencana yang dilakukan dalam fasilitas pelayanan KB. Penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan dari segi
agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
2. Jenis - jenis Kontrasepsi
a. Metode kontrasepsi sederhana
Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari dua yaitu metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat (Metode Amenore Laktasi (MAL), senggama terputus (coitus
interuptus), metode kalender, metode lendir serviks, metode suhu basal badan dan
simptotermal) dan metode kontrasepsi dengan alat seperti kondom, diafragma,
cup serviks dan spermisida (Handayani, 2010).
b. Metode kontrasepsi modern
Kontrasepsi modern terdiri dari pil, suntik, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK), Alat Kontraepsi Bawah Rahim (AKDR), Metode Operatif Wanita
(MOW) dan Metode Operatif Pria / MOP (Handayani, 2010).
Berdasarkan lama efektivitasnya, metode kontrasepsi dibagi menjadi dua, antara
lain:
1. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah cara kontrasepsi yang mempunyai
efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakaiannya tinggi dengan angka
kegagalan yang rendah. Metode jangka panjang terdiri dari Alat Kontrasepsi
dalam Rahim (AKDR), Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK), Metode
Operatif Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria / MOP (Affandi dkk, 2014).
Keuntungan dari pemakaian MKJP adalah perlindungan jangka panjang,
pengembalian tingkat kesuburan yang cepat, tidak mempengaruhi hubungan
seksual, tidak mengganggu produksi ASI dan tidak ada efek samping hormonal
(Rahayu dan Prijatni, 2016). Pemakaian MKJP mempunyai efek samping
diantaranya nyeri pada saat haid, perubahan pola haid berupa perdarahan
bercak (spotting), hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid (Affandi
dkk, 2014)
2. Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non MKJP)
Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) adalah cara kontrasepsi
dengan efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakaiannya rendah serta angka
kegagalannya yang tinggi. Contoh Non MKJP adalah Metode Amenore Laktasi
(MAL), senggama terputus (coitus interuptus), metode kalender, metode lendir
serviks, metode suhu basal badan, simptotermal, kondom, spermisida,
diafragma, pil dan suntik (Affandi dkk, 2014).
Kontrasepsi modern yang termasuk Non MKJP yaitu :
a. Kontrasepsi pil
Kontrasepsi pil merupakan kontrasepsi hormonal yang berbentuk tablet
berisi hormon estrogen dan progesterone (Anggraini, 2012). Cara kerjanya
dapat menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks
(Handayani, 2010).
Kontrasepsi hormonal oral ada beberapa jenis yaitu :
1) Kontrasepsi Oral Kombinasi (KOK)
Kontrasepsi oral kombinasi adalah tablet berisi hormon estrogen dan
progesteron yang mempunyai kelebihan mudah dihentikan setiap saat
dan kesuburan cepat kembali (Handayani, 2010). Efek samping yang
sering dirasakan pengguna pil oral kombinasi adalah mual, muntah,
pusing, perdarahan pervaginam, spotting /perdarahan bercak pada 3
bulan pertama, nyeri pada payudara (Sulistyawati, 2013).
Manfaat Pil Kombinasi adalah :
 Memiliki efektivitas yang tinggi (hampir menyerupai efektivitas
tubektomi), bila digunakan setiap hari dengan waktu yang tepat
(1 kehamilan per 100 perempuan dalam tahun pertama
penggunaan)
 Risiko terhadap kesehatan sangat kecil
 Tidak mengganggu hubungan seksual
 Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang
(mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid
 Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan patuh dan
teratur dalam mengkonsumsi pil (Rahayu dan Prijatni, 2016).
Cara kerja kontrasepsi pil kombinasi antara lain:
a. Menghambat ovulasi
Komponen estrogen menghambat sekresi follicle stimulating
hormone (FSH) sehingga pertumbuhan folikel tertekan sementara
progesterone terutama menghambat lonjakan luteinzing hormone
(LH) juga menghambat ovulasi
b. Mengubah mukus servik
Mukus menjadi lebih sedikit, kental dan selular dengan daya
regang yang rendah sehingga transportasi dan penetrasi sperma
terganggu.
c. Mencegah implantasi
Endometrium menjadi atrofi dan tidak reseptif terhadap implantasi.
Pembentukan pembuluh darah berkurang, produksi prostaglandin
uterotonik dan vasoaktif menurun sehingga pada pemakai oral
kombinasi withdrawal bleeding menjadi lebih sedikit dan kurang
nyeri (Rahayu dan Prijatni, 2016)
2) Mini pil
Mini pil adalah pil kontrasepsi berisi hormon progestin saja. Mini pil
mempunyai kelebihan yaitu tidak mempengaruhi Air Susu Ibu (ASI)
karena kadar gestagen dalam ASI sangat rendah, kesuburan cepat
kembali, nyaman dan mudah digunakan, sedikit efek samping
(Anggraini, 2012). Kelemahannya yaitu dapat menyebabkan perubahan
pola haid, mengalami pertambahan dan pengurangan berat badan, harus
diminum pada waktu yang sama setiap hari, ketidakteraturan minum pil
akan menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan (Handayani,
2010).
b. Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik merupakan alat kontrasepsi berupa cairan mengandung
hormonal yang disuntikan ke dalam tubuh wanita secara periodik berguna
untuk mencegah kehamilan (Marmi, 2016).
Terdapat 2 jenis kontrasepsi suntik yaitu :
1) Suntikan kombinasi
Suntikan kombinasi adalah kontrasepsi suntik yang berisi hormon
sintetis estrogen dan progesteron yaitu 25 mg depo medroksi
progesteron asetat dan 5 mg estradiol sipionat disuntikkan
intramuskular dengan jangka waktu 28 hari. Cara kerja dari kontrasepsi
ini yaitu hormon yang disuntikkan ke dalam tubuh dapat menekan
ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu, atrofi endometrium yang menimbulkan implantasi
terganggu dan menghambat transportasi gamet oleh tuba (Marmi,
2016).
Kelebihan dari kontrasepsi suntik kombinasi yaitu tidak
berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak memerlukan
pemeriksaan dalam, klien tidak perlu menyimpan obat dan risiko
terhadap kesehatan kecil (Handayani, 2010).
Efek samping yang ditimbulkan seperti perubahan pola haid (akan
menghilang setelah suntikan kedua atau ketiga), kenaikan berat badan,
spotting, mual, muntah dan pusing (Handayani, 2010). Menurut
penelitian Cahyoadi (2018) terdapat hubungan atau pengaruh
penggunaan KB suntik zat kombinasi dan Progestin pada tekanan
darah. Rata-rata kenaikan tekanan darah yang dialami semua akseptor
KB sebesar 12/9 mmHg. Hormon estrogen merupakan hormone yang
dapat meningkatkan retensi elektrolit pada ginjal yang menimbulkan
peningkatan reabsorbsi natrium dan air yang menyebabkan
hipervolemi. Curah jantung menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Kepatuhan suntikan setiap 4 minggu sangat
penting untuk mendapatkan efektivitas terbesar. Kehamilan terjadi
sekitar 3 per 100 wanita pada pemakaian 1 tahun pertama, akibat lambat
suntik (WHO, 2018).
2) Suntikan progestin
Suntikan progestin merupakan jenis suntikan yang mengandung
sintesa progestin (Handayani, 2010). Mengandung 150 mg depo
medroxi progesterone asetat yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara
disuntikan secara intramuskular dan Depo Noristerat yang mengandung
200 mg noretindron enantat diberikan setiap 2 bulan secara
intramuskular (Marmi, 2016).
Kelebihan suntikan progestin adalah sangat efektif, tidak
mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak berpengaruh
terhadap ASI, sedikit efek samping, dapat digunakan oleh perempuan
usia > 35 tahun sampai perimenopause. Suntikan progestin mempunyai
efek samping yaitu amenore, mual, pusing, muntah, perdarahan,
spotting, meningkat berat badan, berpengaruh pada hubungan suami
istri atau menurunkan libido (Saifuddin, 2010). Hal ini sejalan dengan
penelitian Ria (2017), pengguna kontrasepsi hormonal pada pemakaian
lebih dari 1 tahun sebagian besar mengalami gangguan siklus
menstruasi. Penelitian lain menyebutkan bahwa sebagian besar
akseptor yang menggunakan KB suntik selama lebih dari 1 tahun dan
kurang dari 5 tahun mengalami efek samping berat. Kriteria efek
samping ringan apabila mengalami 1 sampai 2 efek samping, efek
samping sedang apabila mengalami 3 sampai 4 efek samping, efek
samping berat mengalami lebih dari 5 efek samping (Rakhmawati,
2018). Lama pemakaian kontrasepsi suntik DMPA berhubungan
dengan kadar kolesterol pada akseptor KB. Pemakaian kontrasepsi
DMPA ≥ 36 bulan sebagian besar memiliki kadar kolesterol agak
tinggi. Hormon progesteron dapat menurunkan kadar HDL-kolesterol
(kolesterol baik) serta meninggikan kadar LDL-kolesterol (kolesterol
jahat) dalam darah sehingga menimbulkan kadar kolesterol darah
meningkat. Kolesterol yang berlebih akan mengendap di pembuluh
darah dan menyumbat pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah
perifer akan meningkatkan tekanan darah (Prawerti dkk, 2019).
Menurut Rahayu dan Prijatni (2016), cara kerja suntikan progestin
adalah :
a. Mencegah ovulasi
b. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan
penetrasi sperma
c. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atropi
d. Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
Menurut WHO (2018) poin yang wajib diinformasikan pada calon
akseptor suntik progestin yaitu:
a. Perubahan siklus haid beberapa bulan pertama pemakaian
suntikan, sampai terjadi amenore atau tidak haid.
b. Kunjungan ulang teratur sesuai jadwal sangat penting untuk
efektivitas dalam pencegahan kehamilan.
c. Kadang pertambahan berat badan secara bertahap 1-2 kilogram
setahun.
d. Pemulihan kesuburan rata- rata lebih lama di bandingkan metode
kontrasepsi lain. Kehamilan pada pengguna kontrasepsi suntikan
adalah 4 per 100 orang selama tahun pertama pemakaian karena
tidak teratur melakukan suntikan (WHO, 2018)

B. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


1. Pengertian
Alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim dengan menjepit kedua saluran yang
menghasilkan indung telur sehingga tidak terjadi pembuahan, terdiri dari bahan plastik
polietilena, ada yang dililit oleh tembaga dan ada yang tidak (Kementerian Kesehatan
RI, 2020)
2. Jenis alat kontrasepsi dalam rahim
Jenis alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) menurut bentuknya dibagi menjadi :
a. bentuk terbuka (open device)
Lippes Loop, CU-T, Cu-7
Margulies, Spring Coil
Multiload, Nova-T.
b. Bentuk tertutup (closed device)
Ota ring, Antigon
Grafen Berg Ring.
Menurut tambahan obat atau metal dibagi menjadi medicated intrauterine device
(IUD), misalnya Cu-T-200, 220, 300, 380A; Cu-7, Nova-T, ML-Cu 250, 375, selain
itu ada Copper-T, Copper-7, Multi Load, dan Lippes Load. AKDR hormonal ada dua
jenis yaitu Progestasert-T dan LNG-20 (Setyaningrum, 2016).
Jenis AKDR Cu T-380A adalah jenis AKDR yang beredar di Indonesia. AKDR jenis
ini memiliki bentuk yang kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf
T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu) (Setyaningrum, 2016).
3. Mekanisme Kerja
Cara kerja AKDR yaitu mencegah sperma dan ovum bertemu dengan
mempengaruhi kemampuan sperma agar tidak mampu fertilisasi, mempengaruhi
implantasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, dan menghalangi implantasi embrio
pada endometrium (Rusmini dkk, 2017).
AKDR mencegah terjadinya fertilisasi, tembaga pada AKDR menyebabkan reaksi
inflamasi steril, toksik buat sperma sehingga tidak mampu untuk fertilisasi
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Menurut Setyaningrum (2016) cara kerja dari AKDR yaitu menghambat
kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi karena adanya ion tembaga yang
dikeluarkan AKDR dengan cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa.
AKDR memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus karena
terjadinya pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit
menyebabkan blastoksis mungkin dirusak oleh makrofag dan blastoksis.
4. Manfaat
Manfaat dari pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim menurut Kemenkes RI (2014)
yaitu:
a. Dapat efektif segera setelah pemasangan.
b. Metode jangka panjang.
c. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ngingat.
d. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
e. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
f. Tidak ada efek samping hormonal.
g. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
h. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak
terjadi infeksi).
i. Dapat digunakan sampai menopause (satu tahun atau lebih setelah haid terakhir).
j. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
k. Mencegah kehamilan ektopik
5. Efek Samping
Efek samping yang mungkin di alami oleh pengguna alat kontrasepsi bawah rahim
yaitu :
a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan). Perubahan siklus haid merupakan suatu keadaan siklus haid yang
berbeda dengan yang sebelumnya, yang diukur mulai dari siklus menstruasi
normal, dengan menarche sebagai titik awal, yang dapat berkisar kurang dari batas
normal sekitar 22– 35 hari (Handayani, 2010).
b. Haid lebih lama dan banyak. Perdarahan menstruasi yang lebih banyak atau lebih
lama dari normal (lebih dari 8 hari). Pada keadaan ini AKDR tidak perlu
dilepaskan kecuali bila pendarahan terus berlangsung sampai lebih dari 8 –10
minggu (Handayani, 2010).
c. Perdarahan spotting atau perdarahan bercak antara menstruasi (Handayani, 2010).
d. Keputihan Pada pemakaian AKDR sering dijumpai adanya keputihan yang
mungkin merupakan akibat dari terjadinya reaksi awal terhadap adanya benda
asing (Handayani, 2010).
e. Saat haid lebih sakit (disminorea) Nyeri haid (disminorea) merupakan suatu rasa
tidak enak di perut bawah sebelum dan selama menstruasi dan sering kali disertai
rasa mual (Prawirohardjo, 2011).
f. Perdarahan Umumnya setelah pemasangan IUD, terjadi perdarahan sedikit –
sedikit yang cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid,
perdarahan yang sedikit – sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor, keluhan
yang sering terdapat pada pemakaian IUD ialah perdarahan banyak dapat disertai
bekuan darah dalam siklus normal (menorrhagia), spotting metroraghia
(perdarahan diluar siklus haid) (Prawirohardjo, 2011).
g. Rasa nyeri dan kejang di perut Rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi segera
setelah pemasangan IUD, biasanya rasa nyeri ini berangsur – angsur hilang
dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan
memberi analgetik, jika keluhan berlangsung terus, sebaiknya IUD diganti dengan
ukuran yang lebih kecil (Prawirohardjo, 2011).
h. Gangguan pada suami Kadang – kadang suami dapat merasakan adanya benang
IUD sewaktu bersenggama, ini disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari
porsio uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan ini, benang IUD yang terlalu panjang dipotong sampai
kira-kira 3 cm dari porsio, sedang jika benang IUD terlalu pendek, sebaiknya IUD
akan diganti, biasanya dengan cara ini keluhan suami akan hilang (Prawirohardjo,
2011).
i. Ekspulsi (pengeluaran sendiri). Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau
seluruh. Ekspulsi biasanya terjadi pada waktu haid, yang dipengaruhi oleh umur,
paritas dan lama pemakaian (Prawirohardjo, 2011).
6. Indikasi
Indikasi pemasangan AKDR pasca plasenta menurut (Rusmini dkk 2017) yaitu :
a. Wanita pasca persalinan pervaginam atau pasca persalinan sectio secarea dengan
usia reproduksi dan paritas berapapun
b. Pasca keguguran (non infeksi).
c. Masa menyusui (laktasi).
d. Riwayat hamil ektopik.
e. Tidak memiliki riwayat keputihan purulen yang mengarah kepada IMS (gonore,
klaimidia dan servisitis purulen)
7. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan AKDR pasca plasenta menurut (Rusmini dkk 2017) yaitu:
a. Menderita anemia, penderita kanker atau infeksi traktus genetalis.
b. Memiliki kavum uterus yang tidak normal.
c. Menderita TBC pevic, kanker serviks dan menderita HIV/AIDS.
d. Ketuban pecah sebelum waktunya.
e. Infeksi intrapartum
f. Perdarahan post partum
8. Waktu Pemasangan
Alat kontrasepsi dalam rahim dapat dipasang setiap waktu dalam siklus
haid/menstruasi, yang dapat dipastikan klien tidak hamil dalam hari pertama sampai
ke-7 siklus haid. Segera setelah persalinan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu pasca persalinan. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari)
apabila tidak ada gejala infeksi, dan selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang
tidak terlindungi (Affandi, 2011).
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dapat dipasang dalam beberapa waktu di
antaranya selama siklus menstruasi. Pada saat tersebut pemasangan akan mudah
karena canalis servisis sedikit melebar dan kemungkinan terjadi kehamilan sangat
kecil, rasa nyeri kurang dan perdarahan tidak begitu banyak. AKDR juga dapat
dipasang pasca persalinan. AKDR pasca persalinan dibagi menjadi tiga waktu yakni
secara dini dimana pemasangan AKDR dilakukan sebelum ibu dipulangkan dari rumah
sakit, secara langsung yaitu pemasangan dilakukan setelah lebih dari 3 bulan setelah
ibu dipulangkan, dan secara tidak langsung yaitu pemasangan dilakukan lebih dari 3
bulan pasca persalinan atau pasca keguguran (Sofian, 2012).
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dapat dipasang segera setelah terminasi
kehamilan atau evakuasi aborsi spontan, dan 6 minggu setelah persalinan per vaginam
atau melalui seksio sesarea. Pemasangan AKDR pasca plasenta (dalam 48 jam setelah
melahirkan) juga aman dan nyaman (Glasier, 2006). Selain itu, IUD dapat dipasang
dalam masa interval yakni antara dua haid. Jika dipasang setelah ovulasi, harus
dipastikan wanita tidak hamil atau mereka yang telah memakai cara-cara kontrasepsi
lainnya (Sofian, 2012)
C. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
I. PENGKAJIAN
Data Subyektif
1. Identitas
Nama : Untuk kebenaran dalam memberikan asuhan pada pasien dan
membedakan dengan pasien lain (Saifuddin, 2002; h. N-35).
Umur : untuk mengetahui usia reproduksi, usia reproduksi yang ideal
untuk wanita yaitu usia 15-44 tahun, karena sasaran KB yaitu
wanita usia subur. (Prawiroharjo, 2007; h. 22).
Agama : untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan
penyakit yang berhubungan dengan agama, kebiasaan dan
kepercayaan. Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat
mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi
(Handayani, 2010 ; h. 17).
Pendidikan : pendidikan berpengaruh pada tingkat penerimaan pasien
terhadap konseling yang diberikan, serta tingkat kemampuan
pengetahuan ibu terhadap alat kontrasepsi yang akan digunakan (
Handayani, 2010 ; h. 17).
Pekerjaan : Pekerjaan akseptor juga mempengaruhi dalam pemakaian alat
kontrasepsi karena pada akseptor yang memiliki pekerjaan berat
dapat meningkatkan angka terjadinya ekspulsi pasca pemasangan
(Handayani, 2010 ; h. 16).
Alamat : untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dan Identitas
penanggung jawab.

2. Alasan Datang dan Keluhan Utama


a. Alasan Datang
Untuk mengetahui alasan ibu saat datang
b. Keluhan Utama
Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan mengetahui apa
yang dirasakan ibu pada waktu pengkajian, karena pasien dengan keluhan
memiliki varises dikaki, hipertensi, ibu menyusui dan ibu dengan riwayat
TBC non pelvik, maka klien dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi
non hormonal (Saifuddin, 2006 ; h. MK-62).
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatan yang lalu
Riwayat kesehatan yang pernah diderita ditujukan pada pengkajian penyakit
yang diderita pasien, seperti, jantung, hepatitis, hipertensi, DM, malaria, ibu
dengan riwayat penyakit jantung, hepatitis, hipertensi, DM, malaria,
diperbolehkan menggunakan KB IUD karena tidak mempengaruhi dan bukan
merupakan kontraindikasi untuk pemasangan KB IUD, khusus untuk
penyakit keputihan, serviksitis dan vaginitis perlu dikaji untuk mengetahui
apakah ibu mempunyai penyakit menular seksual terutama pada infeksi
seviksitis atau pada vaginitis, karena penyakit-penyakit tersebut merupakan
kontra indikasi untuk menggunakan KB IUD (Saifuddin, 2006; h. MK-77).
b. Riwayat Kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang sekarang dikaji untuk mengetahui adakah penyakit
yang diderita. Jika pasien sedang menderita penyakit seperti, jantung, TBC,
DM, malaria, hepatitis, hipertensi, diperbolehkan menggunakan KB IUD
karena tidak mempengaruhi alat kontrasepsi yang akan digunakan. Untuk
penyakit keputihan, penyakit menular seksual terutama pada serviksitis dan
vaginitis. Jika klien menderita vaginitis harus diobati sebelum klien
menggunakan KB IUD karena akan mempengaruhi terhadap alat kontrasepsi
yang akan digunakan oleh ibu (Saifuddin, 2006; h. PK-5).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dikaji untuk mengetahui apakah ada penyakit
keturunan yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu disaat ibu menggunakan
alat kontrasepsi IUD. Misalnya penyakit keturunan seperti hipertensi,
jantung, DM, penyakit keturunan tersebut tidak mempengaruhi terhadap
pemakaian KB IUD (Saifuddin, 2006 ; h. MK-77).
4. Riwayat Haid
Menarche :
Siklus :
Lamanya :
Banyaknya :

5. Riwayat Obstetri

Kehamilan Persalinan Anak Nifas


N Suami Ank UK Peny Jns Pnlg Tmpt Peny JK BB/PB H M Laktasi Peny
o

6. Riwayat KB
Riwayat KB perlu dikaji karena disesuaikan dengan kondisi dan keluhan yang di
alami oleh klien sebelumnya untuk menganjurkan alat kontrasepsi yang sesuai
dengan kebutuhan klien (Saifuddin, 2006; h. MK-62).
7. Pola Fungsional Kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi Pola nutrisi perlu dikaji untuk
mengetahui kebutuhan nutrisi ibu,
karena kebutuhan nutrisi sangat
berpengaruh terhadap fungsi
reproduksi, jika kebutuhan nutrisi ibu
terpenuhi maka dapat mengurangi
resiko terjadinya anemia karena
berhubungan dengan efek samping KB
IUD yaitu haid lebih banyak dan lama
dan dapat menyebabkan anemia
(BKKBN, 2009; h. 155).
Eliminasi Pola eliminasi perlu dikaji untuk
mengetahui Kebiasaan BAB (terakhir
BAB, warna, konsistensi, keluhan) dan
kebiasaan BAK (terakhir BAK, warna,
konsistensi dan keluhan), terutama
BAK perlu dikaji untuk mengetahui
ada keluhan atau tidak karena KB IUD
dapat menimbulkan gejala infeksi
traktus genitalia pada wanita yaitu
buang air kecil sukar atau sakit dan
adanya rasa panas atau terbakar
Aktivitas Untuk mengetahui apakah pekerjaan
ibu sehari-hari terlalu berat, sehingga
dapat berpengaruh terhadap alat
kontrasepsi yang akan ibu gunakan,
karena pekerjaan ibu yang berat dapat
mempengaruhi penggunaan alat
kontrasepsi yang akan digunakan
karena dapat menyebabkan ekspulsi
(Handayani, 2010 ; h. 16).
Istirahat Menggambarkan tentang pola istirahat
ibu, yaitu berapa jam ibu tidur siang
dan berapa jam ibu tidur malam, karena
berpengaruh terhadap kesehatan fisik
ibu.
Personal Hygiene Menggambarkan pola hygiene pasien,
misalnya berapa kali ganti pakaian
dalam, membersihkan alat kelaminnya
agar tidak terjadi keputihan. Pola ini
perlu dikaji untuk mengetahui apakah
pasien menjaga kebersihan alat
kelaminnya, karena jika pasien tidak
menjaga personal hygiene dengan baik
maka akan berpengaruh pada kesehatan
alat reproduksinya karena berhubungan
dengan KB IUD yaitu terdapat cairan
putih yang berlebihan, terjadi akibat
produksi cairan rahim yang berlebihan,
hal ini tidak berbahaya apabila cairan
tersebut tidak berbau, tidak terasa gatal,
dan tidak terasa panas (BKKBN, 2008;
h. 105).
Seksual Pola seksual perlu dikaji untuk
mengetahui kapan ibu terakhir
melakukan hubungan seksual dengan
suami, dan memberitahu ibu hal-hal
yang harus diketahui ibu timbul rasa
nyeri sesudah melakukan hubungan
seksual dan suami mengeluh
mengalami perasaan kurang enak
sewaktu melakukan hubungan seksual
(BKKBN, 2009; h. 151).

8. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Psikososial
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana respon dan dukungan yang
diberikan suami dan keluarga kepada ibu untuk menggunakan KB IUD.
b. Kultural
Hal ini perlu dikaji karena setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-
beda dan dapat mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi (Varney, 2007;
h. 44-45).
c. Spiritual
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan ibu dalam menjalankan
ibadahnya maupun aktifitas keagamaan.
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Digunakan dalam menentukan diagnosa, mengembangkan rencana, dan
pemberian asuhan yang sesuai (Hidayat dan Sujiyatini, 2010).
a. Keadaan Umum
b. Tanda – tanda vital
Tekanan darah : Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau
potensi dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan
sebaiknya antara 90 per 60 sampai 130/90 mmHg
atau peningkatan sistolik tidak lebih dari 30 mmHg
Dan diastolik tidak lebih dari 14 atau paling sedikit
pengukuran berturut - turut pada selisih 1 jam
(Wiknjosastro, 2007).
Suhu : Suhu badan normal adalah 360C sampai 370C. Bila
suhu tubuh lebih dari 380C harus dicurigai adanya
infeksi (Wiknjosastro, 2007). Pada kasus
perdarahan terjadi kenaikan suhu 370C sampai 380C
(Proverawati, 2010).
Nadi : Denyut nadi normal 70 x/menit sampai 88 x/menit
(Perry&Potter, 2005). Pada kasus perdarahan nadi
lebih 100 x/menit (Varney, 2004).
Pernapasan : Dinilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu
menit pernafasan kurang dari 40 kali per menit atau
lebih dari 60 kali per menit (Saifuddin, 2008).
c. Antropometri
Tinggi badan :
Berat badan :
LiLA :
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : untuk mengetahui bentuk kepala dan keadaan
kebersihan kulit kepala (Muttaqin, 2010 ; h. 92).
ntuk mengetahui apakah rambut ibu rontok atau
tidak, karena penggunaan alat kontrasepsi IUD
Copper T cu380A tidak menyebabkan kerontokan
pada rambut (Saifuddin, 2006 ; h. MK-75).
Wajah : penggunaan IUD Copper T Cu380A tidak
berpengaruh pada muka, oedema pada muka
merupakan tanda dari penyakit tekanan darah tinggi,
pada penderita tekanan darah tinggi disarankan
untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD Copper T
Cu 380A, karena tidak mengandung hormon
(Saifuddin, 2006 ; h. MK-76).
Mata : untuk mengetahui adanya anemis dengan menilai
sclera dan konjungtiva (Saifuddin, 2006; h. MK-
72). Pada penderita anemia dianjurkan tidak
memakai KB IUD karena efek samping KB IUD
adalah terjadi perubahan siklus haid, haid lebih
banyak dan lama. Sehingga apabila akseptor dengan
anemia melakukan pemasangan KB IUD maka akan
berpotensi terjadi anemia sedang atau berat
(Saifuddin, 2006 ; h. MK-75).
Leher : untuk mengetahui apakah terdapat kelainan seperti
terdapat pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan vena
jugularis, pada penggunaan IUD Copper T Cu 380A
tidak mempengaruhi kelenjar tyroid, limfe dan vena
jugularis (Muttaqin, 2010 ; h. 130)
Dada : Pada penderita tumor jinak payudara disarankan
untuk menggunakan IUD Copper T Cu 380A,
karena tidak mengandung hormon. Pada wanita
yang sedang menyusui, penggunaan IUD Copper T
Cu 380A tidak berpengaruh pada kualitas atau
volume ASI (Saifuddin, 2006 ; h. MK-76).
Abdomen : untuk mengetahui bentuk abdomen, adakah luka
bekas operasi, pembesaran kelenjar limfe/hati dan
nyeri tekan, untuk mengetahui adanya PRP
(penyakit radang panggul) karena penyakit radang
panggul merupakan kontraindikasi KB IUD
(Saifuddin, 2006; h. MK-72).
Genetalia : Pada pemeriksaan genetalia perlu dikaji ada
tidaknya infeksi pada vagina dan serviks. Infeksi
pada vagina dan serviks ditandai dengan adanya
peradangan, pengeluaran pervagina yang
berlebihan, berwarna putih, kuning hijau, atau abu-
abu, berbau amis, disuria, disparenia, dan
perdarahan pasca coitus (Varney, 2001 ; h. 59).
Ekstermitas : untuk mengetahui apakah terdapat oedem dan
varices, oedema pada kaki dan tangan merupakan
tanda penderita tekanan darah tinggi disarankan
untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD Copper T
Cu 380A (Saifuddin, 2006 ; h. MK-76).
II. INTERPRETASI DATA DASAR
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa yang sesuai akseptor KB IUD adalah jumlah paritas atau jumlah
kelahiran, abortus, umur ibu, alat kontrasepsi yang sedang di pakai oleh akseptor,
dengan keluhan yang di alaminya.
Ny…. umur…. P… Ah….Ab…., calon akseptor baru KB IUD Copper T C 380A.
b. Diagnosa Masalah
Menyertai diagnosa yang membutuhkan penanganan ke dalam rencana asuhan
terhadap klien.

c. Kebutuhan
Memberikan asuhan sesuai kebutuhan ibu
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial yang telah
teridentifikasi (Varney, 2004). Pengeluaran darah saat menstruasi yang meningkat dua
kali lipat dan mungkin sangat banyak sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi
(Williams, 2006).
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Mengidentifikasi kebutuhan yang memadukan penanganan bila ada masalah atau
diagnosa potensial (Varney, 2004). Bila klien menderita anemia berat Hb kurang dari
8 gr/dL segera rujuk ke rumah sakit ( Panduan Klinik KB, 2000)
V. INTERVENSI
a. Jelaskan bahwa gejala tersebut bersifat sementara dalam rangka penyesuaian diri.
b. Beri motivasi agar tetap memakai IUD
c. Beri tablet slfat ferosus 3 x 1 tablet/hari selama 5-7 hari,
d. Bila gejala bertambah berat (Hb kurang dari 8 gr/dL) segara rujuk ke rumah sakit
(Panduan Klinik KB, 2000)
VI. IMPLEMENTASI
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan secara menyeluruh dari
langkah V (Varney, 2004).
VII. EVALUASI
Merupakan langkah akhir dari manajemen kebidanan untuk mengetahui apakah
perencanaan sudah benar – benar dilakukan dan untuk mengetahui apakah hasil
tindakan yang dilakukan sesuai dengan hasil yang di harapkan (Varney, 2004).
BAB III
TINJAUAN KASUS
Nama Pengkaji : Kelompok 8
Tanggal/ waktu : 14 April 2021 / 19.00 WITA
Tempat Pengkajian : Klinik Kelompok 8
A. Data Subyektif
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama Ibu : Ny. A
Umur : 34 tahun
Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Diploma III
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Kawat 3 No.23
Rt 12

2. Alasan Datang dan Keluhan Utama


a. Alasan datang
Ibu mengatakan ingin menjarangkan kehamilan dengan KB IUD
b. Keluhan utama
Ibu mengatakan sudah melahirkan usia ke 30 hari dan ingin
menggunakan alat kontrasepsi untuk ibu menyusui.

3.
Riwayat Kesehatan Klien
Ibu mengatakan Kesehatan yang lalu dan sekarang dirinya dan keluarga tidak
pernah dan tidak sedang menderita penyakit menular (TBC, HIV/AIDS,
Hepatitis), penyakit sistematik (Jantung, Ginjal, dan kanker) dan penyakit
menurun (Hipertens, Diabetes Mellitus dan Asma)
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya : 5 hari
Banyaknya : 3x ganti pembalut
5. Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
N Suami Ank UK Peny Jns Pnlg Tmpt Peny JK BB/PB H M Laktasi Peny
o
1 Tn A 2021 39 - spon bidan klinik - L 3800/ H ya -
mgg an 48
6. Riwayat Psikososial kultural spiritual
Ibu mengatakan bahwa ibu ingin menggunakan alat kontrasepsi yang cocok
untuk ibu menyusui dan ibu mengatakan ingin menunda kehamilannya.

7. Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan KB apapun.

8. Pola Fungsional Kesehatan


Pola Keterangan
Nutrisi Ibu mengatakan makan 3x/hari terdiri
dari nasi, lauk, pauk dan sauran dan
minum 9 gelas/hari
Eliminasi Ibu mengatakan BAB 2x/ hari dan
BAK 5-7x/hari
Aktivitas Ibu mengatakan sudah melakukan
aktivitas sehari hari
Istirahat Ibu mengatakan tidur malam 6 jam/hari
dan tidur siang 1 jam/hari
Personal Hygiene Ibu mengatakan mandi 2x/hari,
keramas 2x/seminggu dan ibu sudah
tidak memakai pembalut
Seksual Ibu mengatakan belum melakukan
hubungan seksual

B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
1. Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
2. Antropometri
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 24 cm

b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bersih, Rambut Rontok tidak ada
Wajah : Oedema tidak ada, pucat tidak ada
Mata : Sklera putih, konjungtiva merah muda
Hidung : Tidak ada Cairan.
Mulut : Bibir tidak Pucat.
Leher : Pembesaran kelenjar tyroid tidak ada, pembesaran
kelenjar limfe tidak ada dan pembendungan vena
jugularis tidak ada.
Dada : Simetris, Nyeri tekan tidak ada, ronchi tidak ada,
Weezhing tidak ada
Payudara : Tidak ada Hiperpigmentasi, Pembengkakan dan
benjolan abnormal pada payudara tidak ada, ASI
(+/+) lancar.
Abdomen : Nyeri tekan tidak ada, benjolan pada daerah supra
pubik tidak ada, tidak ada tanda-tanda kehamilan.
Genetalia : Bersih, flour albus tidak ada, tanda-tanda IMS tidak
ada.
Anus : Tidak terdapat hemoroid
Esktermitas Atas : Simestris, Lengkap, Oedema tidak ada
Esktermitas Bawah : Simestris, Lengkap, Oedema tidak ada, Varises tida
ada

Pemeriksaan Penunjang :
HB : 14g/dl

ASSESSMENT
Ny. A 𝑃1 𝐴0 Post Partum Hari-30 Calon Akseptor KB KB IUD Copper T
380A.

PENATALAKSANAAN
Jam Penatalaksanaan Paraf
19.10 WITA Memberitahu ibu hasil pemeriksaan fisik
yang telah dilakukan.
E:/ Ibu dalam kondisi baik dan ibu
menerima hasil pemeriksaan
19.15 WITA Memberikan konseling terkait alat
kontrasepsi yang dapat digunakan oleh ibu
menyusui yaitu pil progestin/minipil, KB
suntik, Kondom, Implan dan IUD
E:/ Ibu mengerti tentang konseling terkait
alat kontrasepsi
19.25 WITA Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi
dari alat kontrasepsi pil progestin/minipil,
KB suntik, Kondom, Implan dan IUD
E:/ Ibu mengerti indikasi dan
kontraindikasi dari alat kontrasepsi
19.30 WITA Menjelaskan perubahan atau keluhan
selama menggunakan pil
progestin/minipil, KB suntik, Kondom,
Implan dan IUD serta meyakinkan ibu
bahwa itu adalah hal yang fisiologis.
E:/ Ibu mengerti terkait penjelasan tentang
perubahan atau keluhan selama
menggunakan alat kontrasepsi
19.35 WITA Menganjurkan kepada ibu untuk
merundingkan dengan suami terkait alat
kontrasepsi yang akan dipakai oleh ibu.
E:/ Ibu akan merundingkannya dengan
suami.
19.40 WITA Menganjurkan ibu untuk segera
menggunakan alat kontrasepsi jika ibu dan
suami sudah menemukan kontrasepsi
yang cocok untuk dirinya.
E:/ Ibu mengerti dan akan melakukannya.
21.00 WITA Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan (TD : 110/70 mmHg).
E:/ Ibu dalam kondisi baik.
21.10 WITA Memberikan inform consent pada ibu dan
menjelaskan prosedur pemasangan KB
IUD
E:/ Ibu mengerti.
21.20 WITA Mengatur posisi ibu senyaman mungkin,
dan menyiapkan alat untuk pemasangan
alat kontrasepsi IUD
20.30 WITA Melakukan pendokumentasian
E:/ Bidan telah melakukan
pendokumentasian di dalam manajemen
asuhan kebidanan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarkat khususnya adalah kesehatan ibu dan anak
(KIA) serta keluarga berencana (KB).
Bidan yang menjalankan prakitk wajib meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan
(skill) melalui program pendidikan lanjutan ataupun pelatihan. Kewenangan bidan dalam
memberikan pelayanan terhadap keluarga berencana diatur dalam Permenkes No 1464
Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Dari beberapa bidan yang di wawancarai mengatakan bahwa kewenangan bidan dalam
memberikan pelayanan keluarga berencana khususnya KB IUD terdapat dalam Pasal 13,
Permenkes RI No 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, dan
masyarakat di Kota Yogyakarta membutuhkan bidan dikarenakan biaya yang terjangkau.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi B, Baharuddin dkk, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta :
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010.
Badan Pusat Statistika. Data Pengguna KB Aktif Di Makassar Tahun 2015, (2016).
Https://Sulsel.Bps.Go.Id/
Benson R.C, Martin L.P. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC, 2013.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan, Makassar: SIK, 2015.
Ekayani N.P.K, “Hubungan Penggunaan KB IUD dengan Erosi Portio di Poli KB dan
Kandungan RSUP NTB Tahun 2012-2013”, Jurnal Kesehatan Prima, Vol 8,
No 2, 2014.
Farida Puput, “Asuhan Kebidanan pada Ny”D” Umur 45 Tahun P3A0 Akseptro KB
IUD dengan Erosi Portio di Puskesmas Jaten 1 Karanganyar”, 2016.
Fatimah Nurul “ Asuhan Kebidanan pada Akseptor KB IUD Ny”S” P2A0 Umur 46
Tahun dengan Menoragia di RSUD Karanganyar” 2014.
Fauzi.Keluarga Berencana Perspektif Islam dalam Bingkai Keindonesiaan.JURNAL
LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan Dan Teknologi. (2017). 3(1): 1-24
Ibid, Telah dikutip oleh, Prasti Pratiwi, http: Keluarga Berencana Menurut Pandangan
Islam Itu Apa/diakses Tanggal 7 November 2014, Pukul 21:13 WIB.
Kementerian Agama RI, A-l-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Dharma art, 2015).
Kementerian Kesehatan RI.Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Depkes.Go.Id/Resources/Download/Pusdatin/ProfilKesehatn-Indonesia/ProfilKesehatan-
Indonesia-2016.Pdf
Lestiani Ika, “ Determinant Of Intrauterine Contraception (IUD) Election on Couples
Of Childbearing Age, Vol 5, No 3, 2017.
Mangkuji, Betty. Dkk. Asuhan Kebidanan 7 Langkah Soap. Jakarta : EGC, 2012.
Manuaba, Ida. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC, 2010.

Anda mungkin juga menyukai