KESEHATAN REPRODUKSI
“ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM SEBAGAI SALAH SATU
FAKTOR RESIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI”
Di Susun Oleh:
SUCI RAMDHANI
N20116210
Suci Ramdhani
N20116210
i
DAFTRA ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002–2003,
persentasi penggunaan kontrasepsi AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
sebesar 10,9% dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 18,1%. Hanafiah
(2005) memperkirakan lebih dari 100 juta wanita menggunakan AKDR,
hampir 40%-nya terdapat di negara berkembang, yakni Cina. Berbeda dengan
negara berkembang, penggunaan AKDR di negara maju hanya 6% dan di sub-
sahara Afrika hanya 0,5%. Dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka
panjang lainnya seperti Implant, Metode Operasi Wanita dan Metode Operasi
Pria, AKDR merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang
paling banyak digunakan dalam Program Keluarga Berencana di Indonesia.
Menurut Rufaidah (2005), alat kontrasepsi yang efektif untuk menghindari
kehamilan dalam rentang waktu yang cukup panjang adalah AKDR. Pengguna
AKDR di Indonesia mencapai 22,6% dari semua pemakai metode kontrasepsi.
Di samping keefektifan dari AKDR tersebut ada beberapa kerugian
dalam pemakaian AKDR, antara lain perdarahan (spotting) antar menstruasi,
nyeri haid yang berlebihan, periode haid lebih lama, dan perdarahan berat pada
waktu haid. Hal-hal tersebut memungkinkan terjadinya anemia dan resiko
lainnya. Setiap bulan, wanita usia subur akan mengalami kehilangan darah
akibat periode menstruasi. Penggunaan alat kontrasepsi berpengaruh terhadap
pengeluaran darah menstruasi pada wanita, termasuk AKDR yang dapat
meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstruasi.
Dangour et. Al (2001) menyatakan bahwa periode menstruasi yang
berlangsung lebih lama dari 5 hari dan penggunaan AKDR keduanya secara
independen berhubungan dengan nilai hemoglobin yang lebih rendah (secara
berturut-turut -0,15 sampai -0,25 g/dl). Menurut Arisman (2007) terjadinya
perdarahan yang berlebihan saat menstruasi akan mengakibatkan anemia besi.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah Kesehatan Reproduksi, yaitu:
1. Apa definisi keluarga berencana (KB)?
2. Apa definisi kontrasepsi?
3. Apa pengertian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)?
4. Bagaimana penggunaan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) dengan
status hemoglobin dan kejadian anemia?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah Kesehatan Reproduksi, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi keluarga berencana (KB).
2. Untuk mengetahui definisi kontrasepsi.
3. Untuk mengetahui pengertian alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR).
4. Untuk mengetahui penggunaan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
dengan status kejadian hemoglobin dan kejadian anemia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pada umumnya yaitu: a.Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.
b.Melumpuhkan sperma. c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.
C. Alat Kontrasepsi dalam Rahim
AKDR adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur,
yang dimasukkan kedalam rongga rahim oleh petugas kesehatan yang terlatih
(Manuaba, 2001).
AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang
relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom.
Efektifitas metode AKDR antara lain ditunjukkan dengan angka kelangsungan
pemakaian yang tertinggi bila dibandingkan dengan metode tersebut diatas.
Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastik elastik, dililit tembaga atau
campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti
fertilitas dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10 tahun, dengan metode
kerja mencegah masuknya spermatozoa/sel mani kedalam saluran tuba.
Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi ini harus dilakukan oleh tenaga
medis (dokter atau bidan terlatih), dapat dipakai oleh semua perempuan usia
reproduksi namun tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar infeksi
menular seksual.
D. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan AKDR
1. Faktor Internal
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,
2007). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan yang cukup
tentang kontrasepsi merupakan dasar bagi pasangan suami istri sehingga
diharapkan semakin banyak yang memilih metode IUD (Nomleni dkk,
2014).
4
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses perubahan dan peningkatan
pengetahuan, pola pengetahuan, pola pikir dan perilaku masyarakat.
Adanya 22 dinamika berbagai aspek maka proses pendidikan akan terus
menerus dan berkesinambungan sehingga masyarakat mampu menerima
gagasan invasif secara rasional dan bertanggungjawab (BKKBN, 2008).
Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku sehari-hari, orang yang
berpendidikan tinggi belum tentu menggunakan KB yang efektif.
c. Paritas
Menurut Subiyatun dkk (2009), jumlah anak mempengaruhi
pemilihan kontrasepsi yang akan digunakan. Semakin banyak anak yang
dimiliki maka akan semakin besar kecenderungan untuk menghentikan
kesuburan sehingga lebih cenderung untuk memilih metode kontrasepsi
jangka panjang.
d. Usia
Usia seseorang memempengaruhi jenis kontrasepsi yang dipilih.
Responden berusia di atas 20 tahun memilih AKDR karena secara fisik
kesehatan reproduksinya lebih matang dan memiliki tujuan yang berbeda
dalam menggunakan kontrasepsi. Usia diatas 20 tahun merupakan masa
menjarangkan dan mencegah kehamilan sehingga pilihan kontrasepsi
lebih ditujukan pada kontrasepsi jangka panjang. Responden kurang dari
20 tahun lebih memilih Non AKDR karena usia tersebut merupakan
masa menunda kehamilan sehingga memilih kontrasepsi selain AKDR
yaitu pil, suntik, implan, dan kontrasepsi sederhana.
2. Faktor Eksternal
a. Dukungan suami
Lingkungan sosial mempengaruhi penggunaan dan pemilihan alat
kontrasepsi (BKKBN, 2008). Dorongan atau motivasi yang diberikan
kepada istri dari suami, keluarga maupun lingkungan sangat
mempengaruhi ibu dalam menggunakan suatu metode kontrasepsi
(Manuaba, 1998). Seorang wanita jika suaminya mendukung kontrasepsi,
5
kemungkinan dia menggunakan kontrasepsi meningkat, sebaliknya ketika
wanita merasa gugup berkomunikasi dengan suaminya tentang
kontrasepsi atau suaminya membuat pilihan kontasepsi, kemungkinan dia
menggunakan metode kontrasepsi menurun (Widyawati dkk, 2012).
b. Kenyamanan Seksual
Menurut Widyawati dkk (2012), penggunaan AKDR dapat
berpengaruh pada kenyamanan seksual karena menyebabkan nyeri dan
pendarahan post coitus ini disebabkan karena posisi benang AKDR yang
mengesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga menimbulkan
pendarahan dan keputihan. Akan tetapi, pendarahan yang muncul hanya
dalam jumlah yang sedikit. Pada beberapa kasus efek samping ini
menjadi penyebab bagi akseptor untuk melakukan drop out, terutama
disebabkan dukungan yang salah dari suami.
c. Kepercayaan
Meskipun program KB sudah mendapat dukungan departemen
agama dalam Memorandum of Understanding (MoU) nomor 1 tahun
2007 dan nomor 36/HK.101/FI/2007 setiap agama mempunyai
pandangan yang berbeda terhadap KB sesuai agamanya (Yanti dkk,
2012). Kepercayaan yang positif disertai dengan pengetahuan yang baik
akan meningkatkan probabilitas individu untuk menggunakan IUD.
d. Budaya
Budaya adalah pandangan serta pemahaman masyarakat tentang
tubuh, seksualitas, dan kesehatan perempuan berkontribusi terhadap
kerentanan tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan. Akseptor yang
budayanya mendukung menggunakan metode kontrasepsi IUD dan
sebaliknya.
e. Pemberian Informasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi
adalah pemberian informasi. Informasi yang memadai mengenai berbagai
metode KB akan membantu klien untuk menentukan pilihan alat
kontrasepsi. Pemberian informasi yang memadai mengenai efek samping
6
alat kontrasepsi, selain akan membantu klien mengetahui alat yang cocok
dengan kondisi kesehatan tubuhnya, juga akan membantu klien
menentukan pilihan metode yang sesuai dengan kondisinya (Maika,
2009).
E. Penggunaan AKDR dengan Status Hemoglobin dan Kejadian Anemia
Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan AKDR berhubungan
dengan kejadian anemia defisiensi besi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Estrin (2000) yang menemukan bahwa pada pengguna AKDR kejadian anemia
mencapai 65%, dibandingkan dengan 34% wanita yang menggunakan metode
hormonal, 40% di antaranya menggunakan pil dan 43% lainnya tidak
menggunakan kontrasepsi6. Estrin juga menambahkan bahwa wanita yang
mengandalkan AKDR bukan hanya tinggi prevalensi anemianya, namun
kemungkinan mereka menderita anemia berat (26%) (6). Riset Estrin diperkuat
oleh Dangour et. al (2001) bahwa AKDR dan periode mentruasi yang
berlangsung lebih lama dari 5 hari berhubungan dengan nilai hemoglobin yang
lebih rendah pada wanita4. Dangour menyatakan bahwa penggunaan AKDR
secara signifikan berhubungan dengan periode menstrual yang lebih lama.
Menurut Dangour dalam riset terbarunya bahwa penggunaan AKDR dan
periode menstruasi yang lebih lama secara independen merupakan faktor resiko
defisiensi besi pada wanita yang menstruasi4. David et. al juga membenarkan
bahwa adanya resiko anemia klinis yang tidak bergejala pada pengguna
AKDR, sehingga diperlukan sebuah kunjungan yang sering untuk
menindaklanjuti akseptor KB AKDR.
F. Kerangka Teori
Internal Eksternal
Kenyamanan
Pendidikan seksual
Kepercayaan
Paritas
Budaya
7
Usia
Pemberian informasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
AKDR adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur,
yang dimasukkan kedalam rongga rahim oleh petugas kesehatan yang terlatih.
AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif
lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom. Alat
kontrasepsi dalam rahim sebagai salah satu faktor resiko anemia defisiensi besi
diperoleh kesimpulan bahwa AKDR berhubungan dengan kejadian anemia
defisiensi besi. Beberapa varibel lain yang berhubungan dengan kejadian
anemia adalah keluhan saat haid dan banyaknya darah yang dikeluarkan setelah
pemasangan kontrasepsi. Karakteristik responden meliputi usia, paritas,
pendidikan, pekerjaan dan lama pemakaian kontrasepsi tidak berhubungan
dengan kejadian anemia.
B. Saran
Disarankan kepada pemerintah agar membuat suatu program kesehatan
untuk meningkatkan asuhan pasca pemasangan kontrasepsi dalam
mengantisipasi efek samping dari kontrasepsi tersebut khususnya yang
berkaitan dengan KB AKDR dan anemia misalnya dengan pemeriksaan
hemoglobin dan pemberian suplemen oral Fe 60 mg kepada akseptor KB.
Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan kunjungan ke
akseptor KB AKDR agar bisa mengantisipasi efek samping maupun kerugian
AKDR yang tidak bergejala seperti anemia, selain itu sebaiknya memberikan
konseling kepada akseptor pra dan pasca insersi.
8
DAFTAR PUSTAKA