Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
“INFEKSI NOSOKOMIAL”

Kelompok 8

KADEK VIYAN KRISTIAWAN N20116150

SUCI RAMDHANI N20116210

SYATHIRA INDRIANI N20116213

TITIN SOFIA N20116227

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan dengan rahmat dan karunianya kami kelompok 8 dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Infeksi Nosokomial”.
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini.
Namun kami menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang dapat dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun.

Palu, 08 April 2019

Kelompok 8

2
DAFTRA ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Definisi Infeksi Nosokomial....................................................................4
B. Sumber Infeksi Nosokomial....................................................................6
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial....................7
D. Cara Penularan Infeksi Nosokomial......................................................11
E. Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial...................................................12
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................14
B. Saran.........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi
nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh
dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi
nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan.
Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan
dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di
luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan berkembang,
pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan
kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana
pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit
dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat. Infeksi nosokomial dapat
terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke
rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan
atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang
berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit.
Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap
yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan
normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan
kematian bagi pasien.
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar
minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi
nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian
terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi

1
nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan
infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah Infeksi Nosokomial, yaitu:
1. Apa definisi infeksi nosokomial?
2. Apa saja sumber infeksi yang ada pada infeksi nosokomial?
3. Apa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infeksi nosokomial?
4. Bagaimana cara penularan infeksi nosokomial?
5. Bagaimana pencegahan infeksi nosokomial?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah Infeksi Nosokomial, yaitu:
1. Untuk mengetahui defenisi infeksi nosokomial.
2. Untuk mengetahui sumber infeksi yang ada pada infeksi nosokomial.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui cara penularan infeksi nosokomial.
5. Untuk mengetahui pencegahan infeksi nosokomial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005). Infeksi adalah peristiwa masuk dan
penggandaan mikroorganisme didalam tubuh penjamu (Linda Tietjen, 2004).
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang di
sertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Utama, 1999).
Infeksi adalah masuknya organisme kedalam jaringan tubuh dan
berkembangbiak. Mikroorganisme seperti itu disebut agen yang menular. Jika
mikroorganisme tidak memproduksi bukti-bukti klinis infeksinya disebut
asymptomatic atau subclinical (Harry, 2007).
Dari beberapa pengertian tentang infeksi diatas peneliti menyimpulkan
bahwa infeksi adalah peristiwa masuknya mikroorganisme kedalam tubuh
penjamu yang dapat menyebabkan sakit, patogen mengganggu fungsi normal
tubuh dan dapat berakibat luka kronik, gangrene , kehilangan organ tubuh, dan
bahkan kematian.
B. Definisi istilah-istilah yang berkaitan dengan pencegahan infeksi
1. Asepsis atau teknik aseptik adalah istilah umum yang digunakan
dalampelayanan kesehatan untuk mengambarkan semua usaha yang
dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang
kemungkinan besar mengakibatkan infeksi. Tujuan utama dari asepsis
adalah untuk mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme baik
yang terdapat pada permukaan benda hidup (kulit, jaringan) maupun benda
mati (alat kesehatan) hingga mencapai tingkat yang aman.
2. Antiseptik adalah pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
3. Dekontaminasi adalah proses / tindakan yang dilakukan agar benda-benda
mati (peralatan kesehatan) dapat ditangani dan disentuh oleh petugas secara
aman, terutama oleh petugas pembersih alat medis. Sasaran yang dimaksud
yaitu meja pemeriksaan, meja operasi, alat-alat medis, sarung tangan yang

3
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh sebelum dan sesudah
melakukan tidakan medis.
4. Pencucian adalah proses secara fisik yang menghilangkan darah, cairan
tubuh, atau benda asing lainnya seperti debu atau kotoran dari kulit atau
permukaan.
5. Desinfekstan adalah menggambarkan proses yang memusnahkan banyak
atau semua mikroorganisme dengan pengecualian spora bakteri dari objek
yang mati (Rutala, 1995). Biasanya dengan menggunakan desinfekstan
kimia. Contoh desinfekstan adalah alkohol, klorin, glurateraldehid, dan
fenol.
6. Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan seluruh mikrooganisme
termasuk spora. Penguapan dengan tekanan, gas eliten oksida (ETO), dan
bahan kimia merupakan agens sterilisasi yang paling umum (Perry & Potter,
2005).
C. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit (Utama, 1999). Infeksi nosokomial adalah
infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3 x 24 jam sejak mereka masuk
rumah sakit (Depkes RI, 2003).
Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan
dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang
paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi
mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten
terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005). Kriteria infeksi nosokomial menurut
(Depkes RI, 2003) antara lain:
a) Waktu mulai di rawat tidak di dapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak
sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b) Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3 x 24 jam (72 jam) sejak pasien mulai
di rawat.
c) Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari
waktu inkubasi infeksi tersebut.

4
d) Infeksi terjadi pada neonatus yang di peroleh dari ibunya pada saat
persalinan atau selama di rawat di rumah sakit.
e) Bila di rawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti
infeksi tersebut di dapat penderita ketika di rawat di rumah sakit yang
sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah di laporkan sebagai infeksi
nosokomial.
D. Penyebab Infeksi Nosokomial
Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi melalui:
a) Infeksi sendiri (self infection) yaitu infeksi nosokomial berasal dari
penderita sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian
tubuh lain, seperti kuman escherichia coli dan staphylococus aureus,kuman
tersebut dapat berpindah melalui benda yang dipakai, seperti linen atau
gesekan tangan sendiri (Achmad, 2002).
b) Infeksi silang (cross infection) yaitu infeksi nosokomial terjadi akibat
penularan dari penderita/ orang lain di rumah sakit.
c) Infeksi lingkungan (enviromental infection) yaitu infeksi yang disebabkan
kuman yang didapat dari bahan / benda di lingkungan rumah sakit.
D. Epidemiologi Infeksi Nosokomial
Epidemiologi ialah penjelasan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyebaran penyakit pada sekelompok orang.
Penyebab infeksi pada umumnya mempunyai mata rantai, begitu juga infeksi
nosokomial. Mula-mula kuman keluar dari sumber infeksi melalui tempat
keluar (port of exit) dengan media tertentu.
Setelah itu berpindah atau menular secara langsung atau tidak langsung
kepada inang perantara melalui tempat masuk (Port of entry)mencapai hospes
baru yang rentan. Jadi ada tiga faktor determinan yang menyebabkan suatu
infeksi (termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit) yaitu: sumber infeksi,
rute penyebaran mikroorganisme, dan host yang rentan terhadap infeksi.

5
E. Sumber Infeksi
Sumber penyebab infeksi nosokomial yaitu manusia, benda, aliran
udara, makanan, dan hewan. Sumber mikroorganisme patogen yang paling
banyak adalah manusia. (Paker, 1978) menyatakan kuman penyebab infeksi
nosokomial secara umum dibedakan menjadi tiga tipe umum yaitu:
a. Mikrooganisme yang konvensional, kuman penyebab penyakit pada orang
sehat yang tidak memiliki kekebalan khusus seperti: virus influenza.
b. Mikrooganisme kondisional, kuman ini dapat menyebabkan terjadinya
infeksi secara klinis pada bagian tubuh tertentu apabila terdapat faktor-
faktor predisposisi seperti: pseudomonas sp, proteus sp.
c. Mikrooganisme oppurtunistik, kuman yang menyebabkan penyakit
menyeluruh pada orang yang sakit seperti: mycobacterium sp, nocardia.
F. Rute Penularan
Kuman patogen keluar dari sumbernya mempunyai cara bagi pemindah
sebarannya dan mempunyai pintu masuk ke dalam hostyang rentan. Jalur
infeksi yang dilalui kuman menuju host memerlukan beberapa mata rantai:
1) Reservoir Agen
Reservoir adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat
atau tidak dapat berkembang biak; pseudomonas bertahan hidup dan
berkembang biak dalam reservoir nebuliser yang digunakan dalam
perawatan klien dengan gangguan pernafasan. Reservoir yang paling umum
adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan
rongga tubuh, cairan dan keluaran. Adanya mikroorganisme tidak selalu
menyebabkan seseorang menjadi sakit. Carrier (penular) adalah manusia
atau binatang yang tidak menunjukan gejala penyakit tetapi ada patogen
dalam tubuh mereka yang dapat ditularkan ke orang lain. Misalnya,
seseorang dapat menjadi carrier virus hepatitis B tanpa ada tanda dan gejala
infeksi. Binatang, makanan, air, insekta, dan benda mati dapat juga menjadi
reservoir bagi mikroorganisme infeksius. Untuk berkembang dengan cepat,
organisme memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan,
oksigen, air, suhu yang tepat, pH, dan cahaya.

6
2) Portal keluar (Port of Exit)
Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, mereka harus menemukan jalan ke luar jika mereka
masuk ke penjamu lain dan menyebabkan penyakit. Pintu keluar masuk
kuman dapat berupa saluran pencernaan, pernafasan, kulit, kelamin, dan
plasenta.
3) Cara penularan (Mode of Transmision)
Cara penularan bisa langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung misalnya: darah / cairan tubuh, dan hubungan kelamin, dan secara
tidak langsung melalui manusia, binatang, benda-benda mati, dan udara.
4) Portal masuk (Port of Entry)
Sebelum infeksi, kuman harus memasuki tubuh. Kulit adalah bagian
rentang terhadap infeksi, namun adanya luka pada kulit merupakan tempat
masuk kuman. Kuman dapat masuk melalui rute yang sama untuk keluarnya
kuman.
5) Kepekaan dari host (Host Susceptibility)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap
agens infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu
terhadap patogen. Makin virulen suatu mikroorganisme makin besar
kemungkinan kerentanan seseorang. Resistensi seseorang terhadap agens
infeksius ditingkatkan dengan vaksin.
G. Faktor Yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial
Ada 2 (dua) faktor yang memegang peranan penting terjadinya infeksi
nosocomial yaitu: faktor endogen, yaitu faktor yang ada pada penderita sendiri
seperti usia dan penyakit penyerta. Faktor eksogen, yaitu faktor yang dari luar
penderita seperti lingkungan, dan tindakan medis (Hasbullah, 1993). Namun
terdapat karakteristik yang melekat pada perawat itu sendiri yang tentunya
dapat mempengaruhi tingkat pencegahan infeksi nosokomial.Berikut adalah
karakteristik perawat yang dikutip dari berbagai sumber:

7
1. Usia
Usia adalah sepanjang jangka hidup, Usia berkaitan dengan tingka
kedewasaan atau maturitas dalam arti semakin meningkatnya usia seseorang
maka akan meningkat pula kedewasaan secara teknis dan psikologis serta
semakin mampu melaksanakan tugasnya (Siagian, 1999). Pernyataan
tersebut berbeda dengan pendapat (Robbin,1996) bahwa kemampuan
seseorang akan merosot dengan meningkatnya usia sehingga usia muda
merupakan usia yang paling optimal untuk mengembangkan kemampuan.
Selain itu usia produktif menurut (Harlock, 1996) adalah umur 18 tahun
sampai dengan usia 60 tahun. Sedangkan (As’ad, 2000) mengatakan bahwa
pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif tinggi
dibandingkan pekerja usia tua. Menurut (Simanjuntak, 1985) prestasi kerja
meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia.
2. Tingkat pendidikan
Menurut (Green, 1980) tingkat pendidikan merupakan faktor
predisposisiseseorang untuk berperilaku, sehingga latar belakang pendidikan
merupakan faktor yang mendasar dan memotivasi terhadap perilaku atau
memberikan referensi pribadi dalam pengalaman belajar. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi Seseorang dalam pengembangan nalar dan
analisa (Pusdinakes, 1997) baik dokter maupun perawat dalam
melaksanakan tindakan harus berdasarkan data dan di prioritaskan masalah,
serta bisa antisipasi masalah yang akan timbul,tingkat pendidikan akan
mempengaruhi daya nalar seseorang, sehingga dengan daya nalar yang baik
akan memudahkan untuk meningkatkan pengetahuan.
Pendapat (Alfafro- LeFevre, 1998) dan (Jackson, 2000) bahwa
tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan,
semakin tinggi tingkat pendidikan perawat maka semakin tinggi
kemampuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena dengan
pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan intelektual,
interpersonal, dan tekhnikal yang dibutuhkan oleh seorang perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Sedangkan (Siagian, 1995)

8
mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai
seseorang maka semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan
dan ketrampilannya.
3. Masa kerja / Pengalaman kerja
Menurut teori dari Max Weber (Ritzer, 1983) seseorang individu
akan melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalamannya. Perawat yang
berpengalaman akan melakukan tindakan sesuai ketentuan yang telah
mereka kenal dan tidak merasa canggung dengan tindakannya. Kalau teori
(Roger, 1971) pertugas kesehatan yang lama bekerja terjadi perubahan
kepatuhan, mereka sebetulnya telah menerima dan mengenal ide baru
tentang pencegahan infeksi nosokomial, hanya karena kurang motivasi,
mereka kembali pada kebiasaan semula, karenalingkungan yang lebih
berperan. Sedangkan (Siagian, 1987) mengatakan kualitas dan kemampuan
kerja seseorang bertambah dan berkembang melalui dua jalur yaitu
pengalaman kerja yang dapat mendewasakan seseorang serta dari pelatihan
dan pendidikan.
4. Pengetahuan petugas kesehatan
Menurut (Aje, 1980) pemberian pelatihan atau penambahan
pengetahuan terhadap petugas kesehatan tentang infeksi nosokomial
danpenanggulangannya merupakan suatu model aksi tidak langsung
(Indirectaction) dalam rangka peningkatan program pengendalian infeksi
nosokomial. Cara lain untuk menambah pengetahuan bisa dengan cara
diskusi antar petugas tentang infeksi nosokomial, diskusi merupakan salah
satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan pesan
kesehatan (Notoatmodjo, 1993). Menurut penelitian (Roger, 1971), terbukti
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan juga
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang.
Mengingat pengendalian infeksi nosokomial merupakan kegiatan
yang terus menerus dan berkesinambungan, maka diperlukan juga

9
penambahan pengetahuan yang terus menerus melalui pelatihan tentang
infeksi nosokomial, dengan tujuan utamanya adalah perubahan perilaku
karyawan rumah sakit, sehingga mereka akan menyadari dan mengerti akan
pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.Sasaran yang
ikut serta dalam pelatihan / pendidikan prioritas utama adalah perawat, hal
ini berkaitan dengan tugas perawat yang harus berada 24 jam dengan pasien
dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan merupakan kelompok yang
mempunyai resiko terbesar tertular dan menularkan penyakit kepada pasien.
H. Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial
1. Bakteriemia
Bakteriemia adalah keadaan pasien dengan menunjukan demam
tinggi setelah 3 x 24 jam di rawat di rumah sakit, dengan suhu mencapai
38,50C. Dikatakan Bakteriemia nosokomial apabila terjadi tindakan
invasif di rumah sakit seperti: pemasangan infus, lumbal pungsi dan
kateterisasi.
2. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terjadi setelah dilakukan tindakan kateterisasi
buli-buli, dan tindakan invasif pada sistem reproduksi.
3. Infeksi luka operasi
Infeksi luka operasi dikatakan infeksi nosokomial bila keadaan pra
bedah dan selama pembedahan terjadi infeksi pada luka operasi.
4. Infeksi hepatitis akut
Timbul setelah dua minggu di rawat inap atau 6 bulan setelah
keluar dari rumah sakit. Dengan tanda-tanda klinik yang khas yaitu
kenaikan SGOT, SGPT, dan billirubi.
5. Infeksi saluran cerna
Infeksi saluran cerna yang terjadi di ruang rawat inap dengan tanda
gejala seperti mencret dengan atau tanpa muntah, nyeri perut, dan diserta
demam.

10
6. Infeksi saluran nafas bagian bawah
Infeksi ini terjadi setelah 3 x 24 jam sejak mulai di rawat dengan gejala
demam 38,50C, lekositosis, batuk dengan dahak, dan ditemukan ronki
basah.
I. Pengendalian Infeksi Nosokomial
Pengendalian infeksi nosokomial bertujuan untuk menekan dan
memindahkan perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat di
rumah sakit ataupun mengurangi angka infeksi yang terjadi di rumah sakit.
Sebagian infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan strategi yang telah
tersedia secara relatif murah (Linda Tietjen, 2004) yaitu:
1) Menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan
dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan.
2) Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor,
diikuti dengan sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi.
3) Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi
lainnya di mana kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada
agen penyebab infeksi sering terjadi. Dalam suatu rumah sakit juga terdapat
prosedur pencegahan infeksi yang telah ditetapkan.
J. Cara Penularan Infeksi Nosokomial
1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak
langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi
berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada
penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung
terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda
mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh
infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu.

11
Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra
vena, obat-obatan dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh
dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat
dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus) dan tuberkulosis.
4. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut
penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis
dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella
dan salmonella oleh lalat.
K. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi
nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain
untuk membantu meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti
darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau
sebaliknya. Menurut Zarkasih ( ), pencegahan infeksi didasarkan pada asumsi
bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi
menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya.
Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti
prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima
standar penerapan yaitu:
1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan
merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial,
efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan.
2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron),
masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di
rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis

12
mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya
melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan
penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah
pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus
disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun
pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi
resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga
kesehatan.
5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas
pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah
medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik
untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan
masyarat.
L. Pelaksana Perawat
1. Melaksanakan semua prosedur pencegahan infeksi yang telah ditetapkan.
2. Melakukan tindakan perawatan secara benar.
3. Waspada terhadap tanda / gejala infeksi yang di curigai dan melaporkan
kepada kepala ruangan.
4. Bekerjasama dengan ICN (Infection Control Nurse) dalam rencana berkala
tentang informasi spesifik yang secara langsung berkaitan dengan ruangan
tersebut untuk di diskusikan.
5. Infection Control Nurse (ICN) penemuan kasus surveilans termasuk
pencatatan, pelaporan, analisis, dan interpretasi data.
a. Menyelidiki Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah.
b. Melakukan pengawasan, pencegahan dan pemberantasan infeksi.
c. Merencanakan pendidikan.
6. Memberikan rekomendasi program pemberantasan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Setiap rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan dan
pengendalian infeksi.
2. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja dengan baik agar
angka kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat menurun.
3. Dengan adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap rumah
sakit yang bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat
terdata dengan tepat supaya mempermudah penanganan kasus infeksi
nosokomial di rumah sakit.
B. Saran
Infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan
dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial,
maka dari itulah kita harus berhati-hati dalam pencegahan Infeksi.
Kami Selaku pembuat makalah ini menerima segala saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Tietjen, L.,dkk (terj. Saifuddin, AB,dkk): Panduan Pencegahan Infeksi :


Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas
Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU, Dep.Kes.RI,
Jakarta 2004.
2. Kumpulan Makalah Kursus Dasar : Pengendalian Infeksi Nosokomial,
PERDALIN JAYA, Jakarta, Februari 2005.
3. Panduan Bagi Pengendalian Infeksi, www.ansellhealthcare.com, Ansell, 2002.
4. Australian Dendal Association, Systemic Operating Procedures, ADA,2003.
5. Larson, Elaine L,. RN, Phd, FAAN, CIC,. APIC Guidline for Handwashing
and Hend Antiseptic in Healt Care Setting, Washington, 1995.

Anda mungkin juga menyukai