Anda di halaman 1dari 22

PENGENDALIAN VEKTOR DAN TIKUS

“Jenis Penyakit yang Ditularkan Melalui Vektor”

Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Adelia Insyirah
2. Amanda Nadia Putri
3. Febrian Aditya
4. Eva Pratiwi
5. Hefin Febrintari
6. Muhammad Akmal

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III/F3 KebayoranBaru, Jakarta 12120 Telp. 021.7397641,7397643

Fax. 021.7397769 E-mail: info@poltekkesjkt2.ac.id Website: http://poltekkesjkt2.ac.id

TahunAkademik 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga makalah Statistika dengan judul “Jenis Penyakit yang Ditularkan Melalui
Vektor” ini dapat selesai dengan tepat waktu. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini khususnya rekan-
rekan yang senantiasa mendukung dan memotivasi serta memberi masukan positif sehingga
makalah ini dapat disusun .

Namun dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari semua pihak, agar
kedepannya lebih baik lagi dalam menyusun makalah.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik itu penulis
terlebih kepada pembacanya.

2
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................5

2.1. Pengertian Vektor..............................................................................................5

2.2. Jenis-Jenis Penyakit Oleh Vektor Penyakit.......................................................7

2.3. Peranan VektorPenyakit....................................................................................14

2.4. Pengendalian Vektor Penyakit..........................................................................17

BAB III PENUTUP.................................................................................................22

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang
disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang
dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka
pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan
lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang
biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010).
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan
anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber
Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang
termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping
mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di
jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi
penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian
atas penyebaran vektor tersebut (Menkes, 2010).
Adapun dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang
dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara
penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus sebagai
pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis
yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus
binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang
pengganggu (Nurmaini, 2001).

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Vektor

Vektor merupakan binatang pembawa penyakit yang disebabkan oleh bakteri, ricketsia, virus,
protozoa dan cacing, serta menjadi perantara penularan penyakit tersebut. Pencemaran karena
vektor adalah terjadinya penularan penyakit melalui binatang yang dapat jadi perantara
penularan penyakit tertentu akibat kondisi pencemaran vektor penyakit, antara lain:

1. Perubahan lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan


perumahan yang mengakibarkan berkembang biaknya vektor penyakit
2. Sistim penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh
penduduk sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air.
3. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat sehingga
menjadi tempat perindukan vektor
4. Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan sampah
menjadi sarang vektor
5. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor penyakit
secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran lingkungan serta
resistensi vektor

Beberapa jenis serangga merupakan vektor utama atau vektor penting dari penyakit-
penyakit tropis di Indonesia. Nyamuk Anopheles merupakan vektor utama penyakit malaria,
Aedes Aegypti adalah vektor utama penyakit demam berdarah, cikungunya dan demam
kuning. Selain menyimpulkan bahwa serangga sebagai Vektor Penyakit Tropis di Indonesia,
dan menurut regulasi kesehatan internasional dari WHO dan dikenal juga sebagai (Emerging
Infectious Disease) dan pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1910. Sementara, untuk
penyakit Pes di Sulut sendiri belum pernah ditemukan (Anonim, 2003).

Vektor penyakit kini telah semakin sulit diberantas. Hal ini dikarenakan vektor penyakit
tersebut telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga
kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini disimpulkan dari hasil
penelitian para ahli di Institut Pertanian Bogor (IPB) Jakarta. Peneliti Institut Pertanian Bogor
(IPB) menemukan kesimpulan bahwa binatang pembawa agen penyakit, terutama nyamuk

5
dan lalat, telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga
kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi.

Menurut Projo Danoedoro (2003) Penyakit menular merupakan Penyakit yang terkait
dengan kondisi lingkungan tidak hanya yang menular. Kondisi lingkungan yang spesifik
dapat memicu angka kejadian penyakit yang tinggi. Secara alami, wilayah gunung api
biasanya miskin yodium. Daerah berbatuan kapur juga menyebabkan kandungan air tanahnya
mempunyai kandungan kapur yang tinggi. Di pedalaman Kalimantan Timur, penulis pernah
menjumpai air permukaan dengan kandungan logam berat kadmium yang cukup tinggi
meskipun tidak terdapat kegiatan industri di sekitarnya.

Faktor non-alami juga bisa memunculkan masalah kesehatan yang perlu dipahami risiko
cakupan kewilayahannya. Penggunaan pestisida yang berlebihan di daerah hulu daerah aliran
sungai (DAS) akan mencemari air tanah dan terbawa sampai ke hilir. Jarak, arah angin, curah
hujan, kemiringan lereng, gerakan air tanah, dan konsentrasi polutan industri sangat
berpengaruh terhadap kesehatan penduduk di sekitar lokasi industri.

Inderaja dan GIS dapat membantu mendefinisikan zona-zona dalam bentuk satuan
pemetaan, memodelkan pola dan arah gerakan atau aliran pencemar. Dari sana kemudian
dapat ditentukan wilayah-wilayah yang berisiko tercemar, dengan memperhatikan pola
permukiman, kepadatan penduduk, pola aktivitas, dan pemanfaatan air tanahnya.

Penyakit menular lain yang menjadi perhatian dalam pembangunan derajat kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah: tetanus neonatorum, campak, infeksi saluran pernapasan
akut, diare, kusta, rabies, dan filariasis (Depkes 2004), (Bappenas 2005).

Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain ditentukan oleh 3 faktor,
yakni :

a. Agen (penyebab penyakit)


b. Host (induk semang)
c. Route of transmission (jalannya penularan

Kemampuan agen (vektor) penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan manusia adalah
suatu faktor penting didalam epidemiologi infeksi. Setiap bibit penyakit (penyebab penyakit)
mempunyai habitat sendiri-sendiri sehingga ia dapat tetap hidup. Dari sini timbul istilah
reservoar yang diartikan sebagai berikut 1) habitat dimana bibit penyakit tersebut hidup dan
berkembang 2) survival dimana bibit penyakit tersebut sangat tergantung pada habitat

6
sehingga ia dapat tetap hidup. Reservoar tersebut dapat berupa manusia, binatang atau benda-
benda mati.

Upaya penanggulangan wabah meliputi:

1. penyelidikan epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengenal sifat-sifat


penyebabnya serta faktor yang dapat menimbulkan wabah,
2. pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina,
3. pencegahan dan pengebalan yaitu tindakan yang dilakukan untuk memberikan
perlindungan kepada mereka yang belum sakit tetapi mempunyai risiko terkena
penyakit,
4. pemusnahan penyebab penyakit, yaitu bibit penyakit yang dapat berupa bakteri, virus
dan lain-lain,
5. penanganan jenazah akibat wabah,
6. penyuluhan kepada masyarakat
2.2. Jenis-jenis Penyakit Oleh Vektor Penyakit
2.2.1. Nyamuk

Penyakit yang dibawa oleh vektor nyamuk antara lain:

A. Malaria

Anopheles (nyamuk malaria) merupakan salah satu genus nyamuk. Terdapat 400 spesies
nyamuk Anopheles, namun hanya 30-40 menyebarkan malaria (contoh, merupakan “vektor”)
secara alami. Anopheles gambiae adalah paling terkenal akibat peranannya sebagai penyebar
parasit malaria (contoh. Plasmodium falciparum) dalam kawasan endemik di Afrika,
sedangkan Anopheles sundaicus adalah penyebar malaria di Asia. Penyakit malaria
merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp dengan gejala demam, anemia dan
spleomagali.

Upaya pencegahan antara lain , menghindari gigitan nyamuk, pengobatan penderita untuk
menghilangkan sumber penular dan pembrantasan nyamuk dan larva. Sebagian nyamuk
mampu menyebarkan penyakit protozoa seperti malaria, penyakit filaria seperti kaki gajah,
dan penyakit bawaan virus seperti demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan
virus Nil Barat. Virus Nil Barat disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat pada
tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah merebak ke seluruh negara bagian di Amerika Serikat.

B. Demam Berdarah

7
Nyamuk Aedes aegypti adalah vector penyakit demam berdarah (DBD) yang merupakan
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang cukup meresahkan karena tingkat
kematian akibat penyakit ini cukup tinggi. Sampai saat ini, penyakit ini masih menjadi salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Penyakit DBD disebabkan oleh virus
Dengue dengan tipe DEN 1 s/d 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B Arthropod borne
viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe
DEN 1 & 3.

Gejala-gejala DBD sendiri adalah antara lain, Demam tinggi (38-40 C) yang berlangsung 2
sampai 7 hari sakit kepala rasa sakit yang sangat besar pada otot & persendian bintik-bintik
merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah pendarahan pada hidung & gusi mudah
timbul memar pada kulit shock yang ditandai oleh rasa sakit pada perut, mual, muntah,
jatuhnya tekanan darah, pucat, rasa dingin yang tinggi terkadang disertai pendarahan dalam
tubuh.

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang
sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain.
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil & Ethiopia & sering menggigit manusia pada
waktu pagi & siang.

C. Elephantiasis (Kaki Gajah)

Wucheria sp. adalah Golongan nematoda yang dapat menyebabkan penyakit elephantiasis
dengan gejala peradangan dan penyumbatan saluran getah bening serta disertai dengan
demam. Vektor berupa nyamuk jenis culex fatigans, aedes aegypty dan anopheles sp. Upaya
pendegahan dengan menghindari gigitan, pemberantasan nyamuk dan pengobatan penderita.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena
semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku
masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di
seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

2.2.2. Lalat

Lalat adalah Vektor Mekanis dan Biologi. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Bidang
Ilmu Penyakit Hewan, Universitas Gadjah Mada, Prof R Wasito MSc menjelaskan bahwa

8
lalat memang vektor (pembawa) virus flu burung. Bahkan, ujarnya, lalat ada kemungkinan
berfungsi sebagai vektor mekanis dan vektor biologi dari virus Avian influenza (AI) ini.
Vektor mekanis, maksudnya lalat bisa membawa virus AI ke mana-mana sedangkan vektor
biologi maksudnya virus ini bisa masuk ke tubuh lalat dan berkembang di tubuh lalat.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa di lokasi yang pernah terkena wabah flu burung yaitu di daerah
Makassar dan Karanganyar ditemukan virus AI pada lalat yang diteliti. Di dalam lalat
tersebut dilakukan pemeriksaan lipoprotein dan antigen untuk mengetahui tipe dan
subtipenya ternyata, ditemukan H5N1 dan cukup banyak pada lalat tersebut.

2.2.3. Kecoa

Kecoa atau coro adalah insekta dari ordo Blattodea yang kurang lebih terdiri dari 3.500
spesies dalam 6 familia. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah
kutub.Di antara spesies yang paling terkenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana,
yang memiliki panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm,
dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang juga sekitar 1½ cm. Kecoa sering
dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoa
yang termasuk dalam kategori ini.

Beberapa spesies kecoa dari ordo Blattodea :

1) Kecoa Terberat

Kecoak rhinoceros Australia, dengan berat 1 ounce (30 gram) atau sama dengan 3 ekor
burung berkicau dewasa yang biasa disebut blue tits .

2) Kecoa Terkecil

Fungicola Attaphila Amerika Utara, panjangnya sekitar 3 milimeter atau sedikit lebih panjang
dari seekor semut merah, hidup di sela-sela sarang semut daun.

3) Kecoak paling erisik

Kecoak Madagascar.

George Beccaloni, seorang pakar kecoak di Natural History Museum, menyusun database
tersebut dari 1.224 halaman katalog yang dibuat Karlis Princis, diterbitkan dalam 8 seri
antara 1862 sampai 1971.

9
 Peranan Kecoa

Kecoak adalah hewan nocturnal (hewan yang aktif pada malam hari). Sehingga sulit
terdeteksi oleh manusia dan berkembang dengan cepat. Bahkan secara cepat Kecoak
membagi koloni mereka dan berpisah untuk mencari habitat baru. Kecoak merupakan salah
satu vektor penyebaran penyakit, sehingga harus menjadi perhatian kita. Kecoak juga
termasuk jenis serangga pengganggu karena kebiasaan hidup mereka di tempat kotor, serta
dapat mengeluarkan cairan berbau.

Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut
antara lain :

 Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.


 Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
 Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan
pembengkakan kelopak mata.

Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antara lain,
Streptococcus, Salmonella dan lain-lain, sehingga mereka berperan dalam penyebaran
penyakit antara lain Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio pada anak-anak.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit penyakit yang
terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau
bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai
bibit penyakit tersebut menkontaminasi makanan.

 Pengendalian Kecoa

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan
kecoa :

Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :

Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah
almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan.

 Pemberantasan kecoa

Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.

Secara fisik atau mekanis dengan :


10
Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.

Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.

Menutup celah-celah dinding.

Secara Kimiawi :

Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk),
aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa yang dapat
dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan makanan dengan baik
dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan).

Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) :

 Pencegahan

Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau bahan makanan
yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-celah, lobang atau tempat-
tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam dapur, kamar mandi, pintu
dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi.

 Sanitasi

Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain,
membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai atau rak, segera mencuci
peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi
persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat
tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara
memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan
washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan
lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci
pakaian kotor dan kain lap kotor.

 Trapping

Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa
dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah
11
pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam
basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air.

 Pengendalian dengan insektisida

Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain :Clordane, Dieldrin,
Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion
dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas
telah dipraktekkan namun tidak berhasil.

Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika
ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah
atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobang-lobang dinding, lantai dan
lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian
hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi
manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone,Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama
sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut
kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka
pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi

2.2.4. Tikus

Tikus adalah binatang mamalia yang sering kita jumpai di sekitar kita. Hewan mengerat ini
identik dengan lingkungan kotor dan penyakit. Banyak penyakit yang dapat ditularkan
melalui tikus, baik melalui urinnya, gigitannya atau bahkan lewat gigitan kutu yang
menempel di tubuhnya. Berikut ini beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui tikus
yang perlu kita ketahui dan kita waspadai.

A. Leptospirosis

Penyakit ini lebih dikenal dengan nama penyakit kencing tikus. Penyebabnya adalah bakteri
leptospira. Bakteri leptospira menyebabkan penyakit leptospirosis terutama pada tikus,
cecurut, anjing, kucing, maupun hewan ternak seperti kambing, sapi dan kuda. Akan tetapi
penyakit ini juga dapat menular ke manusia. Cara penularannya melalui kencing hewan yang
terkena penyakit, masuk ke dalam genangan air yang ada di lingkungan sekitar, dan jika
terdapat luka di kaki atau tangan kita, sedangkan kondisi tubuh kita sedang tidak fit, maka
kita bakteri tersebut akan masuk ke dalam tubuh kita dan kita akan tertular penyakit ini.

12
Gejala atau tanda penyakit ini tidak ada yang khas. Umumnya penderita merasakan demam,
meriang, disertai pegal atau nyeri pada betis. Pada penderita yang sudah parah bisa
mengalami kekuningan seperti pada penyakit hati (penyakit kuning), mata kemerahan, dan
yang fatal adalah gagal ginjal.

B. Pes

Penyakit pes pernah menjadi wabah penyakit yang mengerikan di Eropa pada masa lampau.
Hampir sepertiga hingga dua per tiga penduduk di Eropa meninggal karena menderita
penyakit ini. Sedangkan di Indonesia, wabah pes pernah terjadi antara lain di Boyolali, Jawa
Tengah. Akan tetapi saat ini, penyakit tersebut jarang dilaporkan kembali. Walau demikian
kita diharuskan tetap waspada, mengingat penyakit tersebut dapat menimbulkan kematian
dengan cepat.

Ada beberapa jenis penyakit pes. Tetapi yang paling berbahaya yaitu jenis Pes Pnemonik
yang menyerang pernafasan. Penyebab pes adalah bakteri Yersinia pestis. Bakteri tersebut
menular melalui gigitan kutu yang hidup pada tikus.

Gejala yang dialami oleh penderita antara lain demam tinggi dan nyeri pada lipat paha atau
ketiak. Pada penderita yang sudah parah dapat pula mengalami gangguan pernafasan hingga
menimbulkan kematian.

C. Murine typhus

Murine typhus adalah jenis penyakit yang jarang dikenal oleh masayarakat luas. Penyakit ini
disebut juga Tipus Endemik. Penyebabnya yaitu bakteri Rickettsia typhi yang ditularkan
melalui kotoran kutu pada tikus yang kemudian masuk ke dalam luka gigitan kutu atau luka
lain yang ada di kulit kita.

Gejala utamanya antara lain yaitu demam dan nyeri otot, kadang pula disertai ruam atau
bintik kemerahan. Tipus ini jarang menimbulkan kematian, tetapi cukup mengganggu
kesehatan manusia.

D. Scrub typhus

Scrub typhus adalah sejenis penyakit tipus yang juga ditularkan melalui kotoran tungau yang
mengenai luka di kulit, termasuk luka akibat gigitan tungau. Tungau atau disebut “tengu”
oleh orang jawa, adalah sejenis laba-laba sangat kecil, yang dapat hidup juga pada tikus.

13
Penyebab penyakit Scrub typhus disebut Orientia tsutsugamushi. Gejalanya demam, sakit
kepala, nyeri pada ketiak atau pangkal paha. Gatal-gatal akibat penyakit ini sangat
mengganggu manusia.

E. Hantavirus

Nama penyakit hantavirus berasal dari nama sungai di Korea yaitu Sungai Hantan. Penyakit
yang disebabkan oleh virus Hantaan disebut demam berdarah dengan sindrom renal(HFRS).
Gejalanya antara lain telapak tangan berkeringat, demam, kencing berbusa, dan bisa
menyebabkan sulit bernafas sehingga meyebabkan kematian. Virus hantaan ditularkan
melalui kencing, ludah, kotoran serta gigitan binatang pengerat seperti tikus.

Untuk itu, kita harus waspada terhadap tikus di sekitar kita, terlebih di dalam rumah kita.
Perilaku hidup bersih seperti cuci tangan dengan sabun, merawat luka dengan baik, misalnya
dengan menutupnya menggunakan plester, rajin cuci tangan dengan sabun, menutup makanan
agar tidak terkena tikus maupun kencing atau kotorannya, adalah beberapa cara praktis dan
sederhana yang seringkali kita sepelekan ternyata dapat mencegah penularan penyakit
berbahaya

2.3 Peranan Vektor Penyakit


Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular
penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut,
lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia
melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod – borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector – borne diseases. Agen penyebab penyakit infeksi yang
ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu :

1. Dari orang ke orang


2. Melalui udara
3. Melalui makanan dan air
4. Melalui hewan
5. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai
arthropod – borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.

14
2.3.1. Arthropods Borne Disease
Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung
jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Paul A.
Ketchum, membuat klasifikasi arthropods borne diseases pada kejadian penyakit epidemis di
Amerika Serikat. Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering
menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut :

No Arthropoda Penyakit Bawaan


Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria, Demam
kuning Demam berdarah, Penyakit otak, demam
1. Nyamuk haemorhagic
Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam
paratipus,diare, disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis,
2. Lalat penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci
3. Lalat Pasir dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
4. Lalat Hitam Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis
5. Lalat tse2 Merupakan vektor dari penyakit tidur
Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah, relapsing
6. Kutu demam, parit
7. Pinjal penyakit sampar, endemic typhus
8. Sengkenit Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii)
penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan
oleh Rickettsia tsutsugamushi,
9. Tungau

1. Transmisi Arthropoda Bome Diseases


Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala
penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne
diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.

1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia
melalui gigitan pada kulit atau deposit pada ogistic mukosa disebut sebagai inokulasi.

2. Infestasi (Infestation)

15
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut
sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.

3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period


Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut
sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh ogistic malaria dalam tubuh nyamuk
anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan ogistic e lingkungan dan masa
inkubasi ogistic dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis
plasmodium malaria.

4. Definitive Host dan Intermediate Host


Disebut sebagai host ogistic e atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor
atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau
manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host ogistic e, sebagai contoh
ogistic malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles
adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.

5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo – Developmental


Pada transmisi ogistic dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor
yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo – developmental, bila agen penyakit atau
ogistic tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut
propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit
mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo –
propagative seperti ogistic malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen
penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh
vektor seperti ogistic filarial dalam tubuh nyamuk culex.

2.4 Pengendalian Vektor Penyakit


Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan
kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin
sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu
wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit
yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).

16
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan
dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa ogist yang menyebabkan
tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,
keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan
risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi
yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non
imun ke daerah endemis.

Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis
dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya
spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya
peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten
beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, ogistic
maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.

Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas,
yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi
kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat
diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai
hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi
sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara
pengendalian vector penyakit yaitu :

1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)


Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya,
maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi
memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan
memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kesinambungannya.

17
1. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular
vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan
prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian
peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan
yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian
lingkungan terjaga.

1. Prinsip-prinsip PVT meliputi:


1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat,
dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik
local( evidence based)
2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program
terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia
dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
A. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
5. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah,
mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara
fisik dan mekanik.
Contohnya:

 modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut,


penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
 Pemasangan kelambu
 Memakai baju lengan panjang
 Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
 Pemasangan kawat

18
2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
 predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
 Bakteri, virus, fungi
 Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3. Metode pengendalian secara kimia
 Surface spray (IRS)
 Kelambu berinsektisida
 larvasida
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan
sebagai berikut :

1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar


vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
2. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan
kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam
jangka waktu yang lama
3. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi
kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
A. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation
improvement)
B. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu
dengan modifikasi/manipulasi lingkungan
C. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan
musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
D. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan
karantina
E. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal,
2010).

19
20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vektor juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu
Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan sehingga dikenal
sebagai arthropod – borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases
yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/amp/s/jiniaricute.wordpress.com/2008/05/27/vektor-penyakit-
menular/amp/

dinus.ac.id › repository › docs › ajar › TM_9_VEKTOR_PENYAKIT

22

Anda mungkin juga menyukai