SGD KU A-06
Disusun oleh:
Kadek Kristian Dwi Cahya (1602511058)
Tanti Novita Andryawati (1602511072)
Jordaniel Setiabudi (1602511088)
Made Diyantini (1602511117)
Trisha Anindya (1602511139)
I Nyoman Santa Wijaya (1602511173)
Ida Ayu Krisna Laksmi Utari (1602511196)
Ida Bagus Satriya Wibawa (1602511216)
I Kadek Adi Purnama Sandhi (1602511014)
Ni Made Pramita Widya Suksmarini (1602511037)
Sinta Wiranata (1602511059)
Kardi Rahayu (1602511073)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan student project ini
tepat waktu. Student project ini berjudul Plague Infection. Penulisan student
project ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala,
epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis dan diagnosis banding,
prognosis, serta pencegahan dan penatalaksaan dari Plague Infection.
Dalam penyelesaian student project ini, penulis cukup mengalami kesulitan
terutama dalam kurangnya pengetahuan dan kosa kata. Namun berkat bimbingan
dari berbagai pihak, tulisan ini akhirnya bisa terselesaikan. Karena itu sudah
sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI sebagai ketua blok Infection and
Infectious Diseases.
2. dr. Sri Yenni Trisnawati GS, M.Biomed, Sp.S sebagai fasilitator Small
Group Discussion (SGD) Group A-06.
3. dr. A.A.A. Yuli Gayatri, Sp.PD-KPTI sebagai evaluator Group A-06
dalam penyusunan student project ini.
4. Serta dosen, teman-teman, dan semua pihak yang membantu dalam
menyelesaikan student project ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan....................................................................................................13
3.2 Saran..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dilihat bahwa kejadia pes ini terjadi pada kurun waktu 10 tahunan. Menurut WHO
tahun 2014 melaporkan bahwa tanggal 21 november 2014 terjadi outbreak pes di
Benua Afrika sebanyak 80 kasus dengan kematian 40 orang. Besarnya kasus
terjadinya pes ini, maka diperlukan penanganan ekstra agar pes tidak menjadi
wabah kembali. Sehingga penting untuk melakukan berbagai tndakan pencegahan,
salah satunya seperti menekan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
kepadatan tikus. Wabah dengan angka kematian tinggi akibat pes ini membuat
penulis tergerak untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit pes atau samar
yang termasuk dalam kategori penyakit zoonosis.
2
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan student project ini adalah:
1. Bagi pembaca dapat memahami dan mengetahui definisi, etiologi,
tanda dan gejala, epidemiologi, faktor resiko, patofisiologi, diagnosis
dan diagnosis banding, prognosis, komplikasi, pencegahan dan
penatalaksaan dari Sindrom serotonin
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
laki, dan dapat terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh infeksi
bakteri Yersinia pestis.[6]
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus,
maka tikus tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian, jika kutu lain
menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan terinfeksi. [7] Jika kutu
kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam tubuh kutu akan masuk ke
dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah bening dan menyebar melalui
sirkulasi darah.[7] Di kelenjar getah bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang
berupa bengkak, kemerahan dan nanah. Bakteri ini kemudian menyebar melalaui
aliran darah ke organ-organ lain seperti limpa, paru-paru, hati, ginjal dan otak.
Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat menyebabkan radang (pneumonia) dan
dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui batuk atau bersin.[8,9]
Bakteri yang dibatukkan dapat bertahan di udara dan dapat terhirup oleh orang
lain. Pes tidak hanya dapat menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi
kucing, anjing, dan tupai. [9]
Selain melalui gigitan kutu, pes dapat menular dengan berbagai cara lain, yaitu[10]
1. Kontak titik-titik air liur (droplet) di udara: berupa batuk atau bersin dari
penderita pes dengan radang paru.
2. Kontak langsung: berupa sentuhan kulit yang terluka terhadap nanah/luka
penderita pes, termasuk kontak seksual.
3. Kontak tidak langsung: sentuhan terhadap tanah atau permukaan yang
terkontaminasi bakteri.
4. Udara: hirupan udara yang mengandung bakteri Y. pestis karena bakteri ini
dapat bertahan di udara cukup lama.
5. Makanan atau minuman yang tercemar bakteri.
5
bening atau yang disebut juga dengan buboes. Buboes ini dapat timbul di pangkal
paha, ketiak, leher, atau tempat gigitan serangga atau hewan pengerat. Bengkak
tersebut bisa berukuran seperti telur ayam dan terasa nyeri dan hangat saat
disentuh. [14]
Pneumonic Plague. Gejala timbul satu hari setelah terpapar oleh bakteri.
Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu kesulitan bernapas, sakit dada, batuk,
demam, sakit kepala, seluruh tubuh terasa lemas, dahak berdarah. Apabila tidak
segera ditangani, penderita yang terkena infeksi ini dapat mengalami gagal napas
dan syok dalam periode dua hari masa infeksi. [14]
Septicemic Plague. Gejala timbul dalam waktu dua sampai tujuh hari
setelah paparan, namun bisa saja menyebabkan kematian bahkan sebelum gejala
terlihat. Gejalanya bisa berupa sakit perut, diare, mual, muntah, demam hingga
menggigil,lemas pada ekstrimitas, sakit pada area perut, diare, syok, hingga dapat
terjadi pendarahan yang keluar dari mulut, hidung, anus atau dibalik kulit, serta
dapat mengalami warnakulit yang menghitam karena kematian jaringan atau
disebut juga dengan gangrene. [14]
6
dari tahun 1977-1998 terdapat 23 kasus terkait dengan kucing yang penularannya
lebih sering melalui inhalasi. [15]
Pada tahun 2014, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan
Colorado (CDPHE) mengisolasi Y Pestis dalam spesimen darah dari orang yang
dirawat di rumah sakit dengan pneumonia. Penyelidikan lanjut menemukan anjing
pria tersebut baru saja meninggal dengan hemoptitis dan 3 orang lainnya yang
bersentuhan dengan anjing tersebut memiliki gejala demam dan gangguan
pernafasan. Spesimen dari anjing dan 3 orang menunjukkan bukti infeksi hama Y
akut. [15]
Wabah plague dalam lingkup internasional sebagian besar dilaporkan dari
negara berkembang di Afrika dan Asia. Selama tahun 1990-1995, sebanyak
12.998 kasus telah di laporkan ke WHO, terutama dari negara India, Zaire, Peru,
Malawi, dan Mozambik. Negara-negara yang melaporkan lebih dari 100 kasus
wabah yaitu China, Kongo, India, Madagaskar, Mozambik, Myanmar, Peru,
Tanzania, Uganda, Vietnam, dan Zimbabwe. Fokus terletak di daerah semi kering
di Brasil timur laut, dan wabah juga telah dilaporkan dari Malawi dan
Zambia. Australia satu-satunya benua yang dianggap bebas dari wabah. Area
wabah enzimatik terbesar ada di Amerika Utara - Amerika Serikat bagian barat
daya dan wilayah pesisir Pasifik. Organisasi WHO juga melaporkan bahwa, pada
tahun 2003, 9 negara melaporkan total 2118 kasus wabah dan 182 kematian,
98,7% dan 98,9% dilaporkan dari Afrika. [15]
Risiko kematian terkait wabah tergantung pada jenis wabah dan apakah
individu yang terinfeksi telah mendapatkan perawatan yang tepat, dimana tingkat
kematian wabah PES yang tidak diobati mencapai 50%-90%, sedangkan yang
telah diobati mencapai 10%-20%. Plague atau PES ini tidak memiliki
kecenderungan seksual dan sebagian besar kasus terjadi pada orang yang berusia
dibawah 20 tahun. [15]
7
2. Kontak dengan pasien atau host yang berpotensi
3. Kontak dengan hewan sakit atau hewan pengerat
4. Tinggal di daerah endemik wabah pes (misal: baratdaya Amerika Serikat)
5. Keberadaan sumber makanan bagi hewan pengerat di sekitar tempat tinggal
6. Melakukan kegiatan di luar ruangan (misal: camping, hiking, berburu, atau
memancing)
7. Eksposur pekerjaan (misal: seorang peneliti atau dokter hewan)
8. Penanganan langsung atau inhalasi terkontaminasi jaringan atau cairan
jaringan
8
2. Paparan manusia dengan penyakit pneumonia
3. Penanganan bangkai yang terinfeksi
4. Goresan atau gigitan dari kucing yang terinfeksi
5. Paparan aerosol yang mengandung bakteri
Dugaan terjadinya wabah harus diperhatikan apakah menunjukkan salah satu atau
kedua kondisi berikut :
1. Smear atau bahan jaringan positif terhadap adanya antigen F1 Yersinia pestis
oleh imunofluoresensi, oleh enzyme-linked immunoassay (ELISA), atau
sistem deteksi antigen yang divalidasi lainnya misalnya uji dipstick yang
cepat.
2. Hanya satu spesimen serum yang diuji dan titer antibodi anti-F1 positif oleh
ELISA.
Wabah yang dikonfirmasi didiagnosis saat salah satu dari kondisi berikut
terpenuhi:
1. Isolat kultur diikat oleh bakteriofora spesifik Y. pestis.
2. Dua spesimen serum sekuensial menunjukkan perbedaan titer antibodi anti-
F1 empat kali lipat oleh ELISA.
9
Diagnosis laboratorium yang pasti untuk infeksi Y. Pestis didasarkan pada
isolasi dan identifikasi organisme dari spesimen klinis atau perubahan diagnostik
pada titer antibodi pada spesimen serum berpasangan.[21]
Spesimen diagnostik rutin untuk smear dan culture meliputi: whole blood;
aspirasi dari kuman yang dicurigai; pharyngeal swab, sputum atau tracheal
washes dari mereka yang dicurigai wabah faringitis atau pneumonia; dan cairan
cerebrospinal dari pasien yang dicurigai meningitis. [22] Bahan untuk kultur harus
dikirim ke laboratorium baik segar atau beku pada es kering.
10
makanan hewan peliharaan dan hewan liar. Serta jadikan rumah dan
bangunan sekitar tahan terhadap hewan pengerat.[24]
2. Pakailah sarung tangan jika saat menangani atau menguliti hewan yang
berpotensi terinfeksi untuk mencegah kontak antara kulit dan bakteri plague.
Menghubungi departemen kesehatan setempat jika ada pertanyaan tentang
pembuangan hewan yang mati.[24]
3. Gunakan sejenis bahan untuk melindungi diri dari kutu hewan pengerat
selama aktivitas seperti berkemah, hiking, atau bekerja di luar rumah. Seperti
produk obat yang mengandung diethyltoluamide (DEET) berupa minyak yang
dapat dioleskan pada kulit serta pakaian.[24]
4. Menjauhkan kutu dari hewan peliharaan dengan menggunakan produk
kontrol kutu dan merawat hewan peliharaan dengan baik agar tetap bersih.
Hewan yang berkeliaran dengan bebas cenderung bersentuhan dengan hewan
atau kutu yang terinfeksi plague dan dapat membawa mereka ke rumah.
Apabila hewan peliharaan menjadi sakit, perawatan dari dokter hewan
sesegera mungkin sangat diperlukan.[24]
Vaksin Pes memang telah ditemukan, namun sudah tidak lagi tersedia di
Amerika Serikat, karena vaksin ini sedang dalam pengembangan dan belum
diperkirakan akan tersedia secara komersial dalam waktu dekat.[1] Disamping itu
telah ada antibiotik profilaksis (pencegahan) pilihan adalah doksisiklin (pada
dosis dewasa 100 mg oral setiap 12 jam) atau siprofloksasin (500 mg oral setiap
12 jam) atau levofloxacin (500 mg oral setiap 24 jam). Profilaksis ini harus
dipertahankan selama tujuh hari.[25]
11
dengan dosis awal 2 gram per hari setiap 6 jam. Adapula alternatif lain seperti
doksisiklin oral dengan dosis awal 200 mg pada interval 12 jam, diikuti 100 mg
dua kali sehari. Sedangkan, pasien yang menunjukkan kelainan sistem saraf pusat
(Y. pestis meningitis) dapat menggunakan kloramfenikol (dosis awalnya antara 25
sampai 30 mg/kg) karena kapasitasnya yang lebih besar untuk melewati blood
brain barrier.[25]
Food and Drug Administration (FDA) menyetujui beberapa obat yang
digunakan untuk terapi infeksi plague termasuk streptomisin dan doksisiklin.
Streptomisin bersifat bakteris tetapi jarang digunakan karena jumlahnya yang
terbatas dan toksisitas yang serius. Sedangkan, doksisiklin bersifat bakteriostatik
dan tidak memiliki konsentrasi aktivitas atau efek post-antibiotik yang khasiatnya
terbatas untuk infeksi Y.pestis serius, namun karena biaya yang terjangkau dan
dosis oral telah membuat doksisiklin menjadi pengobatan lini pertama di beberapa
negara. Fluoroquinolon termasuk ciprofloxacin merupakan obat yang baru
disetujui oleh FDA untuk pengobatan namun masih berdasarkan studi hewan, dan
studi in vitro menunjukkan bahwa ciprofloxacin sebanding dengan streptomisin
dan superior terhadap doksisiklin atau gentamisin untuk terapi Y. pestis
intraseluler. Meskipun demikian, penelitian mengenai efektivitas ciprofloxacin
untuk penanganan infeksi plague pada manusia belum dibuktikan saat ini.[26]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
Pes merupakan penyakit infeksi mematikan yang diakibatkan oleh bakteri
Yersinia pestis. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit zoonosis, dimana
penularannya melalui vektor, yaitu pinjal yang berada pada bulu tikus. Terdapat 3
jenis pes, yaitu Bubonic Plague, Septicemic plague dan Pneumonic plague.
Tanda dan gejala pes jenis Bubonic Plague adalah, demam, menggigil,
sakit kepala, nyeri otot,lemas, kejang, dan nyeri serta pembengkakan kelenjar
getah bening. Pneumonic Plague menimbulkan gejala kesulitan bernapas, sakit
dada, batuk, demam, sakit kepala, seluruh tubuh terasa lemas, dahak berdarah.
Septicemic Plague dapat menimbulkan gejala sakit perut diare, mual, muntah,
demam hingga menggigil, lemas pada ekstrimitas, sakit pada area perut, diare,
syok, pendarahan yang keluar dari mulut, hidung, anus atau dibalik kulit, dan
gangrene. Epidemiologi dari PES atau Plague ini yang pertama dimulai dari
Amerika Serikat dimana antara tahun 2010-2015, terdapat 39 kasus wabah plague
yang telah mengakibatkan 5 kematian.
13
Jika pasien dirawat, tingkat kematian cukup rendah dengan tingkat
kematian 1-15%, tanpa pengobatan memiliki tingkat kematian 40%, dan wabah
pneumonia yang memiliki tingkat kematian 100% jika tidak diobati dalam waktu
dua puluh empat jam. Pengobatan infeksi plague dapat menggunakan streptomisin
intramuskular dengan dosis 15 mg/kg (dosis maksimum satu gram) pada interval
12 jam selama 10 hari.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah masyarakat dapat
mencegah penularan penyakit ini dengan mengurangi habitat hewan pengerat dan
menjaga kebersihan di lingkungan sekitar, gunakan sarung tangan jika saat
menangani atau menguliti hewan yang berpotensi terinfeksi untuk mencegah
kontak antara kulit dan bakteri plague, serta menjauhkan kutu dari hewan
peliharaan dengan menggunakan produk kontrol kutu dan merawat hewan
peliharaan dengan baik agar tetap bersih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwarto S. Penyakit tropik dan infeksi pada abad 21: Apakah masih
relevan. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2017 Jan 26;1(2).
14
2. Lubis CN, Suwandono A, Sakundarno M. Gambaran perilaku masyarakat
terhadap resiko penyakit pes pada dusun fokus dan dusun terancam pes.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016 Nov 1;4(4):334-40.
3. Yuningsih R. Penanggulangan wabah penyakit menular di kabupaten
Bantul tahun 2014. Kajian. 2016 Sep 1;20(1):17-29.
4. Mayasari AD. Hubungan antara sanitasi rumah warga dengan jumlah tikus
dan kepadatan pinjal di desa selo kecamatan selo boyolali. UMS E-
Journal. 2013 sep 25;1:1-5
5. Van Arragon W. Miraculous plagues: An epidemiology of early american
narrative by Cristobal silva. American Studies. 2014;53(1):249-50.
6. Runfola JK, House J, Miller L, Colton L, Hite D, Hawley A, et al.
Outbreak of human pneumonic plague with dog-to-human and possible
human-to-human transmission Colorado. 2014 64(16):429-34.
7. Health Department Republic of South Africa. National plague control
guidlines. 2016; 5-7.
8. Centers for Disease Control and Prevention. Plague in the United States.
CDC. Tersedia di: https://www.cdc.gov/plague/maps/index.html. Di akses
pada tanggal: 7 Oktober 2017
9. Kugeler KJ, Staples JE, Hinckley AF, Gage KL, Mead PS. Epidemiology
of human plague in the United States, 1900-2012. Emerg Infect Dis. 2015
Jan. 21 (1):16-22.
10. Demeure CE, Derbise A, Carniel E. Oral vaccination against plague using
Yersinia pseudotuberculosis. Chem Biol Interact. 2016.
11. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, Dellinger EP, Goldstein EJ,
Gorbach SL, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management
of skin and soft tissue infections: 2014 update by the infectious diseases
society of america. Clin Infect Dis. 2014 Jul 15. 59(2):e10-52.
12. Demeure CE, Derbise A, Carniel E. Oral vaccination against plague using
Yersinia pseudotuberculosis. Chem Biol Interact. 2016.
13. Li B, Du C, Zhou L, Bi Y, Wang X, Wen L, et al. Humoral and cellular
immune responses to Yersinia pestis infection in long-term recovered
plague patients. Clin Vaccine Immunol. 2011.
14. Mediskus. Penyakit Pes : Gejala, Penyebab, dan Pengobatan. Tersedia di:
https://mediskus.com/penyakit/pes Diakses pada tanggal: 11 Oktober.
2017.
15
15. Minnaganti, V. and Bronze, M. Plague: Background, Pathophysiology,
Epidemiology.Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/235627-
overview#a6 Diakses pada tanggal: 12 Oktober 2017.
16. Vetter SM, Eisen RJ, Schotthoefer AM, Montenieri JA, Holmes JL,
Bobrov AG, Bearden SW, Perry RD, Gage KL. Biofilm formation is not
required for early-phase transmission of Yersinia pestis. Micro-biology.
2010;156:22162225.
17. Eisen RJ, Dennis DT, Gage KL. The role of early-phase transmission in
the spread of Yersinia pestis. HHS Public Access. 2016;52(6):118392.
18. Hinnebusch BJ. Biofilm-dependent and biofilm independent mechanisms
of transmission of Yersinia pestis by fleas. Adv. Yersinia Res.
2012;954:237243.
19. Sea M, Welford M, Bossak B. Body Lice , Yersinia pestis Orientalis , and
Black Death. 2010;16(10):23.
20. Vetter SM, Eisen RJ, Schotthoefer AM, Montenieri JA, Holmes JL,
Bobrov AG, Bearden SW, Perry RD, Gage KL. Biofilm formation is not
required for early-phase transmission of Yersinia pestis. Micro-biology.
2010;156:22162225.
21. Washington State Department of Health .Plague Reporting and
Surveillance Guidelines. 2015.
22. Pollitzer, R. Plague Studies. Division of epidemiological and health
statistical services World Health Organization.2010:59-129.
23. Centers for Disease Control and Prevention National Center (CDC).
Plague Prevention. Diakses pada tanggal: 7 Oktober 2017. Tersedia di:
https://www.cdc.gov/plague/prevention/index.html.
24. Santana LA, Santos SS, Gazineo JLD, Gomes AP, Miguel PSB, et al.
Review Article: Plague: A New Old Disease. J Epidemiol Public Health
Rev. 2016 June 15;1(4):1-5.
25. Apangu T, Griffith K, Abaru J, Candini G, Apio H, Okoth F et al. Research
Letters: Successful treatment of human plague with oral ciprofloxacin.
2017 March;23(3):553-55.
16
17