Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan oleh
pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi
pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah
diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup karena tidak
melakukan booster secara berkala.
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh
dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan
tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%.2 Selama 30 tahun terakhir,
hanya terdapat sembilan penelitian RCT (randomized controlled trials) mengenai
pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus
yang dilaporkan ke WHO. Sekitar 76 negara, termasuk didalamnya negara yang
berisiko tinggi, tidak memiliki data serta seringkali tidak memiliki informasi yang
lengkap. Hasil survey menyatakan bahwa hanya sekitar 3% tetanus neonatorum yang
dilaporkan. Berdasarkan data dari WHO, penelitian yang dilakukan oleh Stanfield dan
Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah
sekitar 700.000 1.000.000 kasus per tahun.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan
menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di
perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup diperdesaan. Sedangkan angka kejadian
tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus /tahun , 50% terjadi pada kelompok 5-9
tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi <
12 bulan. Angka kematian keseluruhan antara 6,7 30 %. ( BAPPENAS,2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana riwayat alamiah perjalanan penyakit?
2. Apa saja komponen terjadinya penyakit?
3. Bagaimana definisi penyakit tetanus?

1.3 Tujuan
a. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui defenisi penyakit tetanus
2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit tetanus

1
3. Untuk mengetahui hubungan penjamu, bibit penyakit dan lingkungan
penyakit tetanus
4. Untuk mengetahui perjalanan penyakit tetanus
5. Untuk mengetahui pencegahan penyakit tetanus
b. Tujuan umum
1. Bagaimana riwayat alamiah perjalanan penyakit?
2. Apa saja komponen terjadinya penyakit?
3. Definisi Penyakit Tetanus

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 RIWAYAT ALAMIAH PERJALANAN PENYAKIT

2
Jika ditinjau proses yang terjadi pada orang sehat, menderita penyakit dan
terhentinya penyakit tersebut dikenal dengan nama riwayat alamiah perjalanan
penyakit (natural history of disease) terutama untuk penyakit infeksi.
Riwayat alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa campur
tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung
secara natural.
Manfaat riwayat mempelajari alamiah perjalanan penyakit :
Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan jenis
penyakit, misal dalam KLB (Kejadian Luar Biasa)
Untuk Pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan
mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.
Untuk terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap
perjalanan awal penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi, lebih
awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan.

TAHAPAN

Tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit :

1. Tahap Pre-Patogenesa
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit
penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit
penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu.
Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda tanda penyakit dan
daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini
disebut sehat.
2. Tahap Patogenesa
a. Tahap Inkubasi
1) Tahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh
pejamu, tetapi gejala- gejala penyakit belum nampak.
2) Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda, ada
yang bersifat seperti influenza, penyakit kolera masa inkubasinya
hanya 1- 2 hari, penyakit Polio mempunyai masa inkubasi 7 - 14
hari, tetapi ada juga yang bersifat menahun misalnya kanker paru-
paru, AIDS dan sebagainya.
3) Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus
yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi
tubuh.

3
4) Pada suatu saat penyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul
gejalanya. Garis yang membatasi antara tampak dan tidak
tampaknya gejala penyakit disebut dengan horison klinik.
b. Tahap Penyakit Dini
1) Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala
penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih
ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-
hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang
berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit masih
dapat diatasi dengan berobat jalan.
2) Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan
masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena
tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan
mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang di
derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat.
c. Tahap Penyakit Lanjut
Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap
penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan
pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.
d. Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan
penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :

a) Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara


sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan
sebelum menderita penyakit.

b) Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita


sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena
ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat,
tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga
cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial.

c) Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena


gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu
masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika daya
tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini

4
tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat
sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan.

d) Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit


tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak
bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak
menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam
keadaan sakit.

e) Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena


sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini
bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.

2.2 Komponen Terjadinya Penyakit


Menurut John Bordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis
dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan
model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk menerangkan
penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan
dengan jelas dari lingkungan.
1. Pejamu (Host)
Yaitu hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia, antara lain:

a. Umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku) hubungan keluarga

b. Bentuk anatomis tubuh

c. Fungsi fisiologis atau faal tubuh

d. Status kesehatan, termasuk status gizi

e. Keadaan kuantitas dan respon monitors

f. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial

g. Pekerjaan.

5
Pada manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh seperti
jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anak-anak), dll. Semua
itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit.

Unsur pejamu secara umum dapat dibagi dalam doa kelompok yaitu :

a. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sekat biologis tertentu seperti

Umur, jenis kelamin, ras dan keturunan


Bentuk anatomis tubuh
b. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus seperti :
Kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama dan hubungan
keluarga sehubungan sosial kemasyarakatan.
Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk, kebiasaan
hidup sehat.

2. Agent

Agent adalah Faktor yang menyebabkan penyakit atau masalah kesehatan.Dan


penyebab agent menurut model segitiga epidemilogi terdiri dari biotis dan abiotis.

a. Biotis, khususnya pada penyakit menular yaitu terjadi dari 5 golongan

Protozoa : misalnya Plasmodium, amodea


Metazoa : misalnya arthopoda , helminthes
Bakteri : misalnya Salmonella, meningitis
Virus misalnya : dengue, polio, measies, lorona
Jamur Misalnya : candida, tinia algae, hystoples osis
b. Abiotis, terdiri dari
Nutrient Agent, misalnya kekurangan /kelebihan gizi (karbohididrat,
lemak, mineral, protein dan vitamin)
Chemical Agent, misalnya pestisida, logam berat, obat-obatan
Physical Agent, misalnya suhu, kelembaban panas, kardiasi, kebisingan.
Mechanical Agent misalnya pukulan tangan kecelakaan, benturan,
gesekan, dan getaran
Psychis Agent, misalnya gangguan phisikologis stress depresi
Physilogigis Agent, misalnya gangguan genetik.

3. Unsur lingkungan (Enviroment)

Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan


terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan itu memegang peranan
dalam proses kejadian penyakit.
6
a. Lingkungan Biologis

Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain
meliputi :

Beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen


Vektor pembawa infeksi
Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-
obatan), maupun sebagai reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara
(host intermedia)
Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu
terutama penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang
peranan yang penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu
dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang
menguntungkan manusia (senbagai sumber kehidupan) maupun yang
mengancam kehidupan / kesehatan manusia (Nur nasri noor. 2002,
Epidemiologi, Univesutas Hasanuddin Makassar.Hal.28-29)

b. Lingkungan fisik

Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia


baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan
sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi serta radiasi)
meliputi :

Udara keadaan cuaca, geografis, dan golongan


Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk pemencaran
pada air, dan
Unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan lain
sebagainya.
Lingkungan fisik ini ada yang termasuk secara alamiah tetapi banyak
pula yang timbul akibat manusia sendiri (Nur nasri noor, 2000, Dasar
epidemiologi, Rinika cipta,Jakarta. Hal.28.)

c. Lingkungan sosial
7
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem
organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang
membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi :

Sistem hukum, administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem


ekonomi yang berlaku;
Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat
Sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat masyarakat
setempat, dan
Kebiasaan hidup masyarakat
Kepadatan penduduk. Kepadatan rumah tangga, serta berbagai sistem
kehidupan sosial lainnya.
Dalam mengetahui keberadaan (diagnosis) penyakit, diperlukan
perhatian dan perhitungan terhadap faktor waktu perlangsungan penyakit.
Untuk setiap penyakit, diinginkan untuk melakukan diagnosis benar, tepat
waktu ataupun secepatnya.
Untuk membuat diagnosis, salah satu hal yang perlu diketahui adalah
riwayat alamiah penyakit (natural history of disease). Riwayat alamiah suatu
penyakit adalah perkembangan penyakit itu tanpa campur tangan medis atau
bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara alamiah
(Fletcher,22) (Bustam,2006,Pengantar epidemiologi,Rinika cipta,Jakarta.)

Pola penyebab penyakit

Suatu penyakit (menular) tidak hanya selesai setelah membuat seseorang sakit,
tetapi cenderung untuk menyebar setelah menyelesaikan riwayat pada suatu
rangkaian. kejadian sehingga seseorang jatuh sakit, pada saat yang sama penyakit
bersama dengan kumannva dapat berpindah dan menyebar kepada orang
lain/masyarakat.

Dalam proses perjalanan penyakit, kuman memulai aksinya dengan memasuki


pintu masuk tertentu (portal of entry) calon penderita baru dan kemudian jika ingin
berpindah ke penderita baru lagi akan ke luar melalui pintu tertentu (portal of exit).
Kuman penyakit tidak masuk dan ke luar begitu saja tetapi harus melalui pintu
tubuh tertentu sesuai dengan jenis masing-masing penyakit misalnya melalui: kulit,
saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih. Dalam memilih pintu
8
masuk-keluar ini setiap jenis kuman mempunyai jalan masuk dan ke luar tersendiri
dan tubuh manusia. Ada yang masuk melalui mulut (oral) dan ke luar melalui dubur
(sistem pencernaan), seperti yang dilakukan oleh kebanyakan cacing. Namun ada pula
yang masuk melalui kulit tetapi ke luar melalui dubur, misalnya cacing Ankylostoma.

Pengetahuan tentang jalan masuk, penting untuk epidemiologi karena dengan


pengetahuan itu dapat dilakukan penghadangan perjalanan kuman masuk ke dalam
tubuh manusia. Cacing yang ingin masuk melalui mulut dicegah dengan upaya cuci
tangan sebelum makan. Sedangkan pengetahuan tentang jalan keluar bermanfaat
untuk menemukan kuman itu untuk tujuan identifikasi atau diagnosis. Misalnya
kuman TBC keluar melalui batuk maka penemuan kuman TBC dilakukan dengan
penangkapan kumannya dibatuk/dahak.

Penyebab timbulnya penyakit sekarang ini

a. Pencemaran makanan

Sisa-sisa pestisida dan pupuk pada buah-buahan, sayur-sayuran-sayuran


makanan lainnya
Bahan tambahan, zat pewarna dan penyedap rasa pada makanan dibekukan;
Zat penawar racun, hormon, pada makanan hewan;
Kerusakan bahan gizi selama proses memasak.

b. Pencemaran lingkungan dan udara

Gas limbah industri;


Pencemaran rumah tempat tinggal sebagai akibat dan berbagai interior;

c. Pencemaran sumber air

Air limbah industri


Penimbunan mikro organisme dalam air
Pupuk pestisida, sampah putih
Pencemaran pada proses pemanasan air ledeng
Air minum yang tidak diproses menurut aturan.

d. Pencemaran yang disebabkan oleh fasilitas modern

Televisi, radio, kabel tegangan tinggi, microwave, komputer, pemantul cahaya


yang kuat, dan radiasi frekuensi rendah, semua berpengaruh.

e. Polusi suara
9
Suara yang ditimbulkan oleh mobil, mesin, sepeda motor, suara orang.
seseorang menjadi cepat marah dan sukar untuk berkonsentrasi.

Penyebab majemuk

Telah banyak bukti empirik dan keyakinan teoritik bahwa pada umumnya
penyakit memiliki Lebih dari satu penyebab, bukan bersifat tunggal. Faktor-faktor
penyebab ini dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu :

1. Faktor Predisposisi, seperti: umur, jenis kelamin, Riwayat penyakit terdahulu,


dll.

2. Faktor Pencetus, seperti: pemaparan oleh agen penyakit yang spesifik.

3. Faktor Pendorong, seperti: paparan yang berulang, beban kerja yang erat.

4. Faktor Pemberat, seperti: pendapatan rendah, status gizi, kondisi perumahan,


dll.

Peran faktor-faktor penyebab dalam model kualitas majemuk dicontohkan


pada penyakit TBC bersifat kumulatif, di mana keadaan yang mencukupi terjadinya
TBC klinik hanya bisa diciptakan secara bersama-sama. jadi, masing-masing faktor
merupakan necessary couse, tetapi tidak sufficient (keadaan yang dibutuhkan untuk
terjadinya penyakit di sebut necessary condition sedangkan keadaan yang cukup
membuat terjadinya penyakit di sebut sufficient condition).

Manfaat riwayat alamiah dari penyakit diperoleh beberapa informasi penting yaitu :

Masa inkubasi atau masa latent, masa atau waktu yang diperlukan selama
perjalanan suatu penyakit untuk menyebabkan seseorang jatuh sakit.
Kelengkapan keluhan (symptom) yang menjadi bahan informasi dalam
menegakkan diagnosis.
Lamanya dan beratnya keluhan dialami oleh penderita.
Kejadian penyakit menurut musim (season) kapan penyakit itu Lebih frekuan
kejadiannya.
Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan
mudah di deteksi lokasi kejadian penyakit.

10
Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi untuk
pencegahan penyakit, khususnya untuk pembunuhan kuman penyebab.

Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit merupakan langkah awal yang


perlu dilakukan untuk mengetahui aspek-aspek lain yang terkait dengan
penyakit. Dengan mengetahui riwayat alamiah dapat ditarik beberapa manfaat seperti:
a. Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan
jenis penyakit, misalnya jika terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa).
b. Untuk pencegahan : dengan mengetahui kuman patogen penyebab dan rantai
perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam
upaya pencegahan penyakit. Dengan mengetahui riwayat penyakit dapat terlihat
apakah penyakit itu perlangsungannya akut ataukah kronik. Tentu berbeda
upaya pencegahan yang diperlukan untuk penyakit yang akut dibanding dengan
kronik.
c. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase paling
awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu diberikan.
Lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keterlambatan
diagnosa akan berkaitan dengan keterlambatan terapi. (Bustam,2006,Pengantar
epidemiologi,Rineka Cipta,Jakarta.Hal.41-42).

2.3 Definisi Penyakit Tetanus


Tetanus adalah penyakit menular disebabkan oleh kontaminasi luka dari
bakteri yang hidup di tanah. Bakteri Clostridium tetani adalah organisme penyebab
penyakit tetanus yang mampu hidup bertahun-tahun di tanah dalam bentuk spora.
Bakteri ini pertama kali diisolasi pada tahun 1899 oleh S. Kitasato ketika ia sedang
bekerja dengan R. Koch di Jerman. Kitasato juga menemukan toksin tetanus dan
bertanggung jawab untuk mengembangkan vaksin pelindung pertama
melawan penyakit tetanus.
Tetanus terjadi ketika luka menjadi terkontaminasi dengan spora bakteri.
Infeksi akan berlangsung ketika spora menjadi aktif dan berkembang menjadi bakteri
gram positif yang berkembang biak dan menghasilkan toksin yang sangat kuat (racun)
kemudian mempengaruhi otot. Spora tetanus ditemukan di seluruh lingkungan,
biasanya di tanah, debu, dan kotoran hewan. Lokasi yang biasa bagi bakteri untuk
masuk ke tubuh oleh luka tusuk, seperti yang disebabkan oleh paku berkarat, pecahan,
atau gigitan serangga.

11
Tetanus membuat kejang otot tidak terkendali, kadang-kadang disebut kejang
mulut. Dalam kasus yang berat, otot-otot yang digunakan untuk bernapas bisa kejang,
menyebabkan kekurangan oksigen ke otak dan organ lain yang mungkin bisa
mengakibatkan kematian.
Penyakit pada manusia adalah hasil dari infeksi luka dengan spora bakteri
Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan toksin tetanospasmin yang bertanggung
jawab untuk menyebabkan tetanus. Tetanospasmin mengikat saraf motorik yang
mengontrol otot, memasuki akson (filamen yang memanjang dari sel-sel saraf), dan
perjalanan dalam akson sampai mencapai tubuh saraf motorik di sumsum tulang
belakang atau otak (proses transportasi intraneuronal disebut retrograde). Kemudian
toksin bermigrasi ke dalam sinaps (ruang kecil antara sel-sel saraf penting untuk
transmisi sinyal di antara sel saraf) di mana ia mengikat ke terminal saraf presynaptic
dan menghambat atau menghentikan pelepasan neurotransmitter inhibisi tertentu
(glisin dan asam gamma-aminobutyric).
Karena saraf motorik tidak memiliki hambat sinyal dari saraf lainnya, sinyal
kimia pada saraf motorik dari otot semakin intensif, menyebabkan otot untuk
memperketat kontraksi terus-menerus atau kejang. Jika tetanospasmin mencapai
aliran darah atau pembuluh limfatik dari situs luka, dapat disimpan di banyak terminal
presynaptic berbeda sehingga efek yang sama pada otot lain.

A. Triad Epidemiologi penyakit tetanus


Tetanus tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT (Diphtheria, Pertussis and Tetanus) yang rendah. Reservoir
utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko
penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium
tetaniyang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui :
1) Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2) Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3) OMP, caries gigi
4) Pemotongan tali pusat yang tidak steril
5) Penjahitan luka robek yang tidak steril
6) Luka bekas suntikan narkoba.

1) Agent

12
Tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium
tetani. Clostridium tetanimarupakan bakteri berbentuk batang lurus,
langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Bakteri
ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin. Kuman ini terdapat
di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang, seperti
kotoran kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, dan babi. Clostridium
tetanitermasuk bakteri gram positif, anaerobic (tidak dapat bertahan hidup
dalam kehadiran oksigen), berspora, dan mengeluarkan
eksotoksin. Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin
dan tetanolisin. Tetanospamin-lah yang dapat menyebabkan penyakit
tetanus, sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas
fungsinya. Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin
(tenospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175
nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak
memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak
menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif.
Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan bahan kimia,
seperti etanol, phenol, dan formalin. Sporanya juga dapat bertahan pada
autoclave pada suhu 249.8F (121C) selama 1015 menit, juga resisten
terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Spora ini bisa tahan beberapa
bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau
bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh
penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
2) Host
Host penyakit tetanus adalah manusia dan hewan, khususnya hewan
vertebrata, seperti kucing, anjing, dan kambing
3) Enviroment
Tetanus merupakan penyakit infeksi yang prevalensi dan angka
kematiannya masih tinggi. Tetanus terjadi di seluruh dunia, terutama di
daerah tropis, daerah dengan cakupan imunisasi DPT
(Diphtheria,Pertussis and Tetanus) yang rendah dan di daerah peternakan.
Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang bisa mengakibatkan
kematian yang disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Bakteri
ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Karena itulah,

13
daerah peternakan merupakan daerah yang rentan untuk terjadinya kasus
tetanus.
Pada tahun 2001, diperkirakan 282.000 orang di seluruh dunia
meninggal karena tetanus, yang terbesar terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika
Selatan, yang merupakan daerah tropis.

B. Hubungan penjamu, bibit penyakit dan lingkungan penyakit tetanus


Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada
jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologik
lingkungan peternakan/pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus
pada anak tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih
tinggi, akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus tidak menular dari manusia ke
manusia.

C. Perjalanan penyakit Tetanus


Tetanus tidak ditularkan dari orang ke orang. Luka, baik besar ataupun kecil,
menjadi jalan masuknya bakteri menyebab tetanus (Clostridium tetani), sekaligus
menjadi tempat berkembang dan menghasilkan racun. Tetanus dapat mengikuti
operasi elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka menghancurkan, otitis
media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan kehamilan.
Pengguna heroin, terutama mereka yang menggunakan jarum suntik secara
subkutan dengan kina-potong heroin, berisiko tinggi terkena tetanus. Kina
digunakan untuk mencairkan heroin dan benar-benar dapat mendukung
pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.
Selama 1998-2000, cedera akut atau luka seperti tusukan, laserasi, dan lecet
menyumbang 73% dari kasus dilaporkan tetanus pada rakyat AS yang bekerja di
bidang yang mempunyai risiko untuk tertusuk, luka, dan lecet.

Riwayat Alamiah
Masa inkubasi dan klinis
Masa inkubasi berkisar dari 2 hari sampai sebulan, dengan sebagian besar
(rata-rata) kasus terjadi dalam 14 hari. Pada neonatus, masa inkubasi biasanya 5-14
hari. Secara umum, periode inkubasi pendek berhubungan dengan terkontaminasi
luka, penyakit lebih parah, dan prognosis yang buruk.
Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari.
Semakin pendek masa inkubasi, semakin tinggi peluang kematian, biasanya kurang

14
dari 72 jam. Dalam gejala tetanus neonatorum, biasanya muncul 4-14 hari setelah
kelahiran, rata-rata sekitar 7 hari.
Karakteristik/gejalan klinis tetanus:
1) Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
2) Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
3) Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4) Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher.
5) Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena
spasme otot masetter.
6) Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
7) Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
8) Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan
9) Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
10) Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).

Tetanus tidak bisa segera terdeteksi karena masa inkubasi penyakit


ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh.
Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa
dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
a. Tahap pertama
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh
merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan
otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus
dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
b. Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot
pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di
rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak
bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah,
sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena
tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi
kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat
hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan ini
dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.

15
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi
lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita
mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui
mulut atau gigi yang terkatu berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi
terbatas.
c. Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka
terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya
kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar,
bisa juga karena adanya rangsangan dari luar, misalnya cahaya, sentuhan,
bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung
singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi
yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus
dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan
patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan
juga dapat terhenti karena kejang otot, sehingga beresiko menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya
saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak
dapat menelan.

Masa laten dan periode infeksi


Tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus dicegah dengan
vaksin penyakit yang menular, DTP (difteri, tetanus, and pertusis), tapi tidak
menular. Luka, baik besar maupun kecil, adalah jalan bakteri Clostridium
tetanimasuk ke dalam tubuh. Tetanus dapat disebabkan oleh luka bakar, luka
tusuk yang dalam, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan
persalinan yang tidak steril.
Tetanus tidak mempunyai periode infeksius karena tetanus tidak
menular dari orang ke orang. Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksin, tapi tidak menular.

D. Pencegahan Penyakit Tetanus


Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi
16
luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya
kekebalan pada penderita setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke
dalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena
tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam
konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat
untuk merangsang pembentukan kekebalan).
Vaksinasi adalah cara pencegahan terbaik terhadap tetanus. Komite Penasehat
untuk Praktik Imunisasi (ACIP) merekomendasikan bahwa semua anak menerima
serangkaian rutin dari 5 dosis difteri dan vaksin tetanus pada usia 2, 4, 6, 15-18
bulan, dan 4-6 tahun. Dosis booster difteri dan tetanus toxoid harus diberikan
dimulai pada usia 11-12 tahun (minimal 5 tahun sejak dosis terakhir) dan diulangi
setiap 10 tahun sesudahnya. Saat ini, DTaP dan DT harus digunakan pada orang
kurang dari tujuh tahun, sedangkan Td diberikan kepada mereka yang berusia tujuh
tahun atau lebih. Jadwal catch-up imunisasi Td bagi mereka dimulai pada usia
tujuh tahun atau lebih terdiri dari tiga dosis. Dosis kedua biasanya diberikan 1-2
bulan setelah dosis pertama, dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis kedua.
Aselular formulasi vaksin pertusis bagi remaja dan orang dewasa yang berlisensi
dan dikombinasikan dengan difteri dan tetanus-toxoid. Jadwal yang disarankan
untuk Tdap belum ditentukan, tetapi vaksin ini harus diterima dalam kondisi yang
tepat.
Untuk pencegahan tetanus neonatorum, langkah-langkah pencegahan, selain
imunisasi ibu, adalah program imunisasi untuk gadis remaja dan wanita usia subur
serta pelatihan yang tepat bidan dalam rekomendasi untuk imunisasi dan teknik
aseptik dan pengendalian infeksi. Maternal and Neonatal Tetanus Elimination
(MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia
subur termasuk ibu hamil. Strategi yang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus
neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan persalinan yang aman dan bersih;
2) cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 3) penyelenggaraan
surveilans. Beberapa permasalahan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada wanita
usia subur yaitu pelaksanaan skrining yang belum optimal, pencatatan yang
dimulai dari kohort WUS (baik kohort ibu maupun WUS tidak hamil) belum
seragam, dan cakupan imunisasi TT2 bumil jauh lebih rendah dari cakupan K4.
Cakupan imunisasi TT2 selama tahun 2003-2007 tidak mengalami
perkembangan, bahkan cenderung menurun. Namun sejak dua tahun terakhir

17
terjadi peningkatan cakupan imunisasi TT2+, dari 26% pada tahun 2007 menjadi
42,9% pada tahun 2008, kemudian meningkat lagi menjadi 62,52% pada tahun
2009 (Kemenkes RI. 2009).
Data dari WHO menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun cakupan imunisasi
DTP3 mengalami kenaikan. Semakin tingginya cakupan imunisasi, baik imunisasi
DTP3 maupun TT2, menunjukkan penurunan pada terjadinya kasus tetanus,
tetanus neonatorum.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat. Tetanus biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin yang merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani.Ciri utama dari tetanus adalah kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan
kesadaran.
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan
berikutnya, artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk terkena tetanus bila
terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Pencegahan
terhadap tetanus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif, berupa DPT atau
DT, yang diberikan sejak anak berusia 2 bulan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Richard F. Edlich, dkk. Management and Prevention of Tetanus. Jurnal (Online). 2003 :
Kiking Ritarwan. Tetanus. Jurnal (Online). 2004 : Diambil dari
John C. Hariding. Clinical Signs are an Interaction of Host, Agent and the Environment.
Jurnal (Online): Diambil dari :http://www.banffpork.ca/proc/2005pdf/BO09-HardingJ.pdf
Departemen Kesehatan Masyarakat, Biro Pengendalian Penyakit Menular. Tetanus. Jurnal
(Online). 2006 : Diambil dari
Slaven, Ellen M., dkk. Infectious Diseases: Emergency Department Diagnosis and
Management. 2007. Mc Graw Hill. USA

20

Anda mungkin juga menyukai