Universitas Andalas
Oleh :
Kelompok 2
Mahesa Pratama 1711211015
Ulya Azizi Sukma 1711212014
Hukma Shabiyya 1711212048
Dinda Aulia R.P. 1711212050
Ghaiyaratul Hali 1711213005
Eko Markos 1811216006
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga dapat menyelesaikan makalah “IMR, MMR dan Dampak Kesehatan
Perinatal”. Makalah ini ditulis guna menyelesaikan tugas mata kuliah
Epidemiologi Kesehatan Reproduksi.
Penyusunan tugas ini dilaksanakan atas bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan ucapan hormat dan terima
kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Reproduksi,
Ibu Arinil Haq, S.K.M., M.K.M., yang telah membimbing dan membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap semoga
makalah tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep mengenai IMR, MMR, dan Dampak Kesehatan
Perinatal.
1
1.3.2 Tujuan Khusus
- Untuk megetahui apa yang dimaksud dengan kematian perinatal dan
kematian bayi.
- Untuk mengetahui IMR dan MMR di negara berkembang.
- Untuk megetahui dampak jangka panjang kesehatan perinatal.
1.4 Manfaat
Makalah ini merupakan salah satu prasyarat untuk dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Reproduksi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kematian Perinatal dan Kematian Bayi
2.1.1 Kematian Perinatal
Perinatal artinya “disekitar waktu kelahiran”. Istilah perinatal biasanya
diterapkan pada periode bulan terakhir menjelang kelahiran hingga minggu
pertama setelah persalinan. Kematian perinatal terdiri dari kematian bayi yang
lahir dalam keadaan meninggal dan bayi yang lahir hidup namun kemudian
meninggal dalam masa 7 hari setelah persalinan atau terdiri dari bayi lahir-mati
dan kematian neonatal dini.
Di negara industri (negara maju), semua bayi dengan berat 500 g atau
lebih dimasukkan ke dalam defi nisi kematian perinatal. Namun demikian, di
banyak negara miskin, hanya bayi dengan berat 1000 g atau lebihlah yang
dimasukkan kedalam defi nisi tersebut, karena biasanya bayi dengan berat kurang
dari 1000 g yang lahir dalam keadaan hidup tidak akan bertahan hidup
Periode perinatal didefi nisikan sebagai masa sejak janin mampu hidup di
luar kandungan hingga akhir hari ke-6 setelah kelahiran. Menentukan usia janin
sebenarnya adalah hal yang sulit karena hal tersebut tergantung pada umur
kehamilan dan fasilitas pelayanan khusus yang tersedia. Oleh sebab itu, akan lebih
mudah untuk menggunakan berat lahir dalam menentukan usia janin. Dinegara
industri, bayi dapat bertahan hidup sejak usia 22 minggu umur kehamilan (berat
mencapai 500 g), sedangkan dinegara berkembang, bayi diharapkan untuk dapat
bertahan hidup sejak usia kehamilan 28 minggu (dimana berat telah mencapai
1000 g)
Angka Kematian Perinatal adalah jumlah kasus lahir-mati ditambah
jumlah kasus kematian neonatal dini per 1000 jumlah total persalinan. Perhatikan
bahwa Angka Kematian Perinatal dinyatakan per 1000 Total jumlah kelahiran
(termasuk lahir-mati dan lahir-hidup).
Angka Kematian Perinatal ditentukan dengan mencakup periode waktu
tertentu dan dihitung sebagai berikut:
Jumlah lahir-mati + jumlah kematian neonatal dini dibagi (jumlah lahir
hidup+jumlah bayi lahir hidup) x 1000
3
Sebagian besar negara industri (dan masyarakat mampu di negara miskin)
memiliki Angka Kematian Perinatal kira-kira 10/1000 bagi bayi yang lahir dengan
berat 500 g atau lebih. Di negara miskin (berkembang), Angka Kematian Perinatal
(AKP) sekurang-kurangnya adalah 70/1000 bagi bayi yang lahir dengan berat 500
g atau lebih. Angka ini tujuh kali lebih tinggi dari angka di negara industri maju.
Angka kematian perinatal perlu diketahui karena dapat merefl eksikan
tingkat kesehatan ibu hamil dan bayinya, serta standar pelayanan kesehatan yang
diberikan. Angka ini juga merupakan salah satu indikator terbaik dari status
sosial-ekonomi masyarakat, daerah dan negara. Angka ini rendah bila standar
kehidupan meningkat sehingga pengamatannya secara berkala dapat
memperlihatkan kemajuan di masyarakat. Masyarakat dengan AKP yang tinggi
juga memiliki AKI yang tinggi karena keduanya merefl eksikan kondisi hidup
yang buruk dan kurang memadainya pelayanan kesehatan yang diberikan.
Angka Kematian Perinatal dapat digunakan untuk mengenali masalah
yang dihadapi dan para pejabat kesehatan yang berwenang perlu memberikan
perhatiannya. Kematian perinataldigolongkan menurut penyebab utama (masalah
obstetri) yang mendasari adanya gangguan selama hamil maupun persalinan yang
menyebabkan lahir-mati maupun kematian neonatal dini. Bila masalah ini tidak
terjadi, ada kemungkinan bayi-bayi tersebut masih tetap hidup. Penyebab utama
penting untuk diketahui karena sebagian besar diantaranya dapat dihindarkan.
Cara penanganan untuk mengurangi risiko kematian perinatal biasanya ditujukan
untuk mencegah atau menangani kasus-kasus ini. Penyebab utama kasus lahir-
mati dan kematian neonatal dini adalah hampir sama/mirip sehingga sebaiknya
dipertimbangkan bersama-sama.
4
6. Kelainan janin atau anomali
7. Gangguan pertumbuhan intrauterin
8. Trauma
9. Penyakit sistemik pada ibu hamil.
Beberapa kematian perinatal dapat juga disebabkan oleh kondisi atau masalah
yang tidak umum dan tidak ada hubungannya dengan kehamilan (seperti:
kecelakaan kendaraan bermotor). Sayangnya, banyak penyebab utama kematian
perinatal sulit diketahui. Di beberapa negara miskin, sekitar 25% kematian
perinatal tidak memiliki penyebab utama yang jelas. Namun semakin lengkap
kasus kematian perinatal diinvestigasi, semakin besar kemungkinannya untuk
menemukan penyebab utama
5
muda atau terlalu tua merupakan faktor penyulit kehamilan, sebab ibu yang hamil
terlalu muda, keadaan tubuhnya belum siap menghadapi kehamilan, persalinan
dan nifas serta merawat bayinya, sedangkan ibu yang usianya 35 tahun atau lebih
akan menghadapi risiko kelainan bawaan dan penyulit pada waktu persalinan
yang disebabkan oleh karena jaringan otot rahim kurang baik untuk menerima
kehamilan (Kusumandiri, 2010 dalam Waang, 2012).
Di Indonesia perkawinan usia muda cukup tinggi, terutama di daerah
pedesaan. Perkawinan usia muda biasanya tidak disertai dengan persiapan
pengetahuan reproduksi yang matang dan tidak pula disertai kemamuan
mengakses pelayanan kesehatan karena peristwa hamil dan melahirkan belum
dianggap sebagai suatu keadaan yang harus dikonsultasikan ke tenaga kesehatan.
Masih banyak terjadi perkawinan, kehamilan dan persalinan di luar kurun
waktu reproduksi yang sehat terutama pada usia muda. Resiko kematian pada
kelompok dibawah 20 tahun dan pada kelompok diatas 35 tahun adalah 3 kali
lebih tinggi dari kelompok reproduksi sehat yaitu 20 – 34 tahun (Mochtar, 1998),
ada referensi lain yang menyatakan bahwa kematian maternal pada waktu hamil
dan melahirkan umur < 20 tahun 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari kematian
maternal pada usia 20 – 30 tahun dan akan meningkat pada usia > 35 tahun
(Prawirohardjo, 2010 dalam Waang,2012).
2.1.4.2 Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik yang meninggal
ataupun yang hidup (Joeharno 2008 dalam Istonia dalam Waang, 2012). Paritas
merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama
kehamilan maupun selama persalinan (Karjatin, 2002 dalam Waang, 2012)
dengan demikian paritas erat hubungannya dengan penyulit atau komplikasi
persalinan yang pernah dialami pada kelahiran-kelahiranlalu.
Kematian ibu yang pertama cukup tinggi akan tetapi menurun pada
kehamilan kedua atau ketiga namun akan meningkat lagi pada kehamilan yang
keempat dan mencapai puncaknya pada kehamilan yang kelima atau lebih. Selain
itu jumlah persalinan akan memberikan pengalaman kepada ibu untuk persalinan
persalinan berikutnya. Ibu-ibu yang belum pernah melahirkan cenderung mencari
tahu tentang proses persalinan dan pelayanan yang cepat.
6
2.1.4.3 Pendidikan
Notoatmodjo pada tahun 2005 mengungkapkan pendidikan mempengaruhi
proses belajar, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin banyak informasi
yang didapat. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri
dan meningkatkan kematangan intelektual seseorang. “Kematangan intelektual
akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir seseorang, baik dalam tindakan
yang dapat dilihat maupun dalam cara pengambilan keputusan yang bijaksana”.
(Cherawati, 2004 dalam Istonia dalam Waang, 2012).
Dimana dengan mengecap pendidikan sampai tingkat tinggi, maka kita akan
mempunyai keahlian yang bisa kita gunakan untuk mendapatkan pekerjaan yang
memberikan penghasilan bagi kita guna untuk meniningkatkan
kesejahteraankeluarga. Pengertian secara lebih operasional dikemukakan oleh
Philip H. Phenix ketika mendefenisikan pendidikan, yang dalam hal ini
pendidikan umum sebagai suatu process of engendering essential meanings,
proses pemunculan makna- makna yang esensial (Abdul Latif, 2007 dalam
Waang, 2012).
7
keluarga merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan maupun keterpurukan
kesehatan di daerah perdesaan. Melalui pendidikan, masyarakat memiliki
kesempatan untuk menggali potensinya demi memperoleh kehidupan yang lebih
layak. Akses perempuan dalam dunia pendidikan tidak serta mengatasi masalah
diskriminasi yang di alami perempuan. Maknanya adalah terbukanya akses
pendidikan tidak serta merta membawa transformasi sosial apalagi transformasi
kebudayaan. Selain itu pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pola
perkembangan anak. Fenomena yang terjadi kebanyakan orangtua menginginkan
anaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga
di masa yang akan datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi
lebih baik darisebelumnya.
8
rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertian
terhadap perawatan kesehatan dan perlunya pemeriksaan kehamilan (Dwi, 2011).
2.1.4.4 Jarak Ke Fasilitas Kesehatan
Menurut Andersen (1975 dan Green 1980 dalam Waang, 2012) jarak
berhubungan dengan kererjangkauan pelayanan kesehatan yang merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan.
Masyarakat yang membutuhkan seringkali tidak dapat menjangkau fasilitas
pelayanan kesehatan akibat hambatan jarak yang dipengaruhi oleh jenisjalan,jenis
kendaraan, berat ringannya penyakit dan kemampuan biaya untuk ongkos jalan.
Dengan demikian terjadi keterlambatan rujukan dalam mencapai fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap sehingga bila terjadi komplikasi pada ibu akan sulit
untuk diatasi.
2.1.4.5 Kesejahteraan Sosial
Menurut Arthur Dunham kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai kegiatan
yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial
melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan
didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,
penyesuaian sosial, standar-standar kehidupan dan hubungan- hubungansosial.
Di sisi lain, pengertian kesejahteraan sosial dituangkan kedalam undang-
undang nomor 6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan
sosial, pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:“kesejahteraan sosial adalah
suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang
memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan pancasila Istonia (Waang, 2012).
Kesejahteraan sosial sebagai fungsi terorganisir adalah kumpulan kegiatan
yang bermaksud untuk memungkinkan individu-individu,keluarga-
keluarga,kelompok-kelompok dan komunitas-komunitas menanggulangi masalah
sosial yang diakibatkan oleh perubahan kondisi-kondisi. Tetapi disamping itu,
secara luas, kecuali bertanggung jawab terhadap pelayanan-pelayanan khusus,
9
kesejahteraan sosial berfungsi lebih lanjut ke bidang yang lebih luas di dalam
pembangunan sosial suatu Negara (Midgley, 2000).
Pada pengertian yang lebih luas, kesejahteran sosial dapat memainkan
peranan penting dalam memberikan sumbangan untuk secara efektif menggali dan
menggerakkan sumber-sumber daya manusia serta sumber-sumber material yang
ada disuatu negara agar dapat berhasil menanggulangi kebutuhan-kebutuhan
sosial yang ditimbulkan oleh perubahan, dengan demikian berperan serta dalam
pembinaan bangsa (Midgley,2000).
2.1.4.6 Sosial Budaya
Sosial budaya adalah (adat istiadat) atau kebiasan yang sering kali di
lakukan. Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi
geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal
ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior
dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia. Hal ini dikemukakan
berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa
menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak
memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan
kesehatan reproduksi lainnya (Muhammad, 1996 dalam Suryawati2007).
2.1.4.7 Pelayanan Kesehatan
Perilaku dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi drajat kesehatan baik individu maupun masyarakat. Peningkatan
drajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (need) dan tuntutan
(demand) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat terhadap
kesehatan dapat terpenuhi kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu yang terdapat
pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) (Waang, 2012).
Menurut levey dan Lomba yang dikutip oleh Azwar (2010), pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan ,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
kelompok, keluarga, dan ataupun masyarakat.
Menurut (Parasuraman, Zeithmal dan Berry 1990 dalam Waang, 2012) yang
10
dikenal dengan servqual modal, ada empat faktor yang mempengaruhi persepsi
dan harapan pasien terhadap jenis pelayanan, yaitu:
1) Pengalaman dari teman (word of mouthcommunication)
2) Kebutuhan atau keinginan (personal need)
3) Pengalaman masa lalu saat menerima jasa kesehatan (pastexperiences)
4) Komunikasi melalui iklan (eksternalmarketing).
Tabel 2.1 Distribusi IMR dan MMR sebagian negara berkembang di ASEAN
11
Sumber: WHO, et al.,2014
12
2.2.1 Kebijakan Nasional dalam Peningkatan Pelayanan Keehatan Ibu dan
Anak di Indonesia
2.2.1.1 Angka Kematian Ibu (AKI)
Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa AKI di Indonesia sejak tahun
1991 hingga 2007 mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Pemerintah sejak tahun 1990 telah melakukan upaya strategis
dalam upaya menekan AKI dengan pendekatan safe motherhood yaitu
memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga
selamat dan sehat selama kehamilan dan persalinannya.
13
(EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar
25%.
Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui
program EMAS dilakukan dengan cara:
14
2.2.1.2 Kematian Bayi dan Balita
Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni
19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN)
terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, angka kematian
anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab
kematian pada kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%,
ini berarti faktor kondisi ibu.
Sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya.
Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk
hamil dan melahirkan dan menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang
mampu melindungi bayi dari infeksi.
Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama kematian
adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku
hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
15
garis sternalis kiri bawah (regurgitasi trikuspid) dan dapat terdengar di apeks
(regurgitasi mitral). Foto toraks memperlihatkan kardiomiopati dan kongesti vena
pulmonalis. EKG memperlihatkan depresi segmen S-T di mid precordium dan
gelombang T yang negatif abnormal di left precordium. Serum kreatin kinase
plasma MB isoenzime meningkat >5-10% mungkin menunjukkan adanya
kerusakanmiokard. Ekokardiografi memperlihatkan strukturjantung yang normal
tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang terutama di dinding posterior. Selain itu
ditemukan hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi trikuspid, nekrosis
miokardium, dan renjatan.
2.3.2 Dampak terhadap Ginjal
Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal,
serta kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses redistribusi aliran
darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan
perdarahan medula. Dalam penelitian terhadap 7 orang neonatus dengan asfiksia
perinatal, Dauber dkk (1976) menemukan 4 dari 7 orang neonatus dengan gagal
ginjal. Gejala utama oliguria disertai peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan
kreatinin. Gagal ginjal diduga terjadi karena ginjal sangat sensitif terhadap
hipoksia. Hipoksia yang terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan akan
mengakibatkan iskemia ginjal yang awalnya bersifatsementara namun bila
hipoksia berlanjut akan menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang bersifat
menetap. Bayi dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis
tubular akut dan SIADH. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan jumlah
urin, urinalisis, berat jenis urin, osmolaritas dan elektrolit urin dan serum.
Pengukuran kadar kreatinin urin dan serum bersamaan dengan kadar natrium urin
dan serum diperlukan untuk menghitung fraksi ekskresi natrium dan indeks ginjal
untuk memastikan adanya gangguan ginjal. Pengukuran kadar b2- mikroglobulin
di urin juga berguna untuk mengetahui disfungsi tubulus proksimal ginjal. Besar
ginjal perlu dipantau dengan USG.
2.3.3 Gangguan Motorik
Di antara anak-anak dengan palsi serebral (PS), 20-25% diantaranya lahir
preterm. Bayi preterm mengalami peningkatan risiko untuk semua tipe PS, namun
diplegia spastik merupakan tipe yang paling sering terjadi. Tingkat kejadian PS di
16
Swedia sebesar 7% pada bayi yang lahir setelah usia 23-27 minggu. Tingkat
kejadian PS yang lebih rendah ditemukan pada bayi yang lahir pada usia 29-32
minggu. Manifestasi predominan yang dikaitkan dengan palsi serebral adalah
gangguan gerak yang dapat berupa karakter spastik, ataksik, atau atetoid.
Disfungsi motorik ini biasanya disertai gangguan neurologis lainnya seperti
retardasi mental, gangguan visual kortikal, dan kejang.
Anak yang dilahirkan preterm tanpa PS dan intelejensia yang normal juga
berisiko mengalami gangguan neuromotorik ringan, seperti kesulitan koordinasi
dan gangguan pergerakan. Kesulitan ini dapat berpengaruh pada pandangan hidup,
kepercayaan diri anak dan hubungan sosial, yang kemudian dapat berdampak pada
luaran yang kurang baik dalam sistem pendidikan dan hubungan sosial.
Mendukung perkembangan dari individu ini dapat menjadi kunci utama dalam
mencegah konsekuensi sekunder lebih lanjut.
2.3.4 Kesulitan Kognitif dan Situasi Sekolah
Meskipun hanya sebagian kecil bayi preterm menjadi anak dengan
keterbelakangan mental, beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan
nilai uji kognitif dan prestasi/performa sekolah yang buruk seiring dengan
rendahnya usia kehamilan saat dilahirkan. Marlow dkk menunjukkan bahwa 21%
bayi dengan lahir preterm ekstrim pada usia kurang dari 26 minggu memiliki IQ
dua atau lebih standar deviasi dibawah nilai rata-rata, sedangkan 25% memiliki
IQ berada di tepi nilai batas (borderline, 1-2 SD di bawah nilai rata-rata).
Penelitian lainnya menunjukkan adanya IQ yang sedikit lebih rendah pada usia 20
tahun dan luaran pendidikan yang kurang baik pada bayi dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram, meskipun mayoritas terlihat mulai mengalami kesulitan
pada usia 22-25 tahun. Pada bayi preterm yang lebih matang pun terlihat adanya
peningkatan risiko keterbelakangan mental, seperti pada bayi yang lahir dengan
usia kehamilan 32-36 minggu memiliki 1,4 kali risiko mengalami keterbelakangan
mental dibandingkan dengan bayi lahir cukup bulan.
Kesulitan kognitif pada bayi preterm merefleksikan luaran sekolah mereka. Pada
penelitan di Belanda sejak tahun 2004 menunjukkan 484 bayi lahir sebelum usia
kehamilan 32 minggu, pada masa remaja hanya kurang dari 50% yang
menunjukkan performa normal di sekolah, dan studi meta analisis sejak 2002
17
menunjukkan bahwa bayi preterm dua kali lipat berisiko mengalami ADHD
dibandingkan dengan bayi lahir cukup bulan. Bayi preterm juga umumnya
berhubungan dengan kesulitan dalam area aritmetika dan membaca.
2.3.5 Attention Deficit Hyperactivity Disorder
ADHD merupakan gangguan perkembangan neurologis yang umum
terjadi di negara Barat, dengan prevalensi 3-5% pada anak usia sekolah di Swedia.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah atensi lebih umum terjadi pada
anak yang lahir preterm. Pada penelitian Farooqi ditemukan bahwa anak usia 11
tahun yang terlahir preterm usia kehamilan 23-25 minggu mengalami tiga hingga
empat kali lipat lebih sering mengalami masalah atensi dibandingkan dengan bayi
lahir cukup bulan. Penelitian di Perancis terhadap 1102 anak berusia lima tahun
yang lahir setelah usia kehamilan 22-32 minggu menunjukkan peningkatan risiko
mengalami hiperaktivitas atau masalah inatensi, dua kali lipat dibandingkan
dengan bayi lahir cukup bulan. Penelitian terhadap bayi preterm menunjukkan
adanya risiko mengalami luaran negatif pada usia sekolah dan awal dewasa seperti
ADHD.
2.3.6 Dampak Pernafasan Jangka Panjang
Berbagai fakta telah membuktikan adanya hubungan antara kelahiran prematur
dan morbiditas pernapasan di kemudian hari. Anak prematur lahir dengan paru
yang belum berkembang, jumlah alveoli yang rendah dan gangguan fungsi
pernapasan. Hal ini berkontribusi pada peningkatan risiko asma dan radang paru,
terutama pada masa bayi. Penyakit pernapasan umum terjadi pada anak prematur
yang mengalami displasia bronkuspulmonari. Beberapa penelitian menunjukkan
adanya gangguang fungsi saluran napas yang terjadi hingga masa dewasa muda.
Penelitian juga menunjukkan adanya dua kali peningkatan risiko pengobatan asma
pada anak-anak bagi individu yang lahir setelah 23-27 minggu, namun tidak
terdapat hubungan antara kelahiran preterm dan pengobatan asma pada individu
yang lahir dengan usia kehamilan yang lebih tinggi.
2.3.7 Reproduksi
Prematuritas berhubungan dengan penurunan kemampuan reproduksi pada
masa dewasa. Hal ini terlihat dari suatu studi yang menunjukkan bahwa individu
dewasa yang lahir prematur memiliki tingkat reproduktif yang lebih rendah
18
dibandingkan individu yang lahir cukup bulan. Tingkat reproduksi yang paling
rendah terjadi pada individu dewasa dengan usia kehamilan yang paling rendah.
Selain itu, wanita yang lahir prematur mengalami peningkatan risiko mendapatkan
bayi yang juga prematur. Namun hal ini tidak berlaku pada pria prematur
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
a. Kematian perinatal terdiri dari kematian bayi yang lahir dalam keadaan
meninggal dan bayi yang lahir hidup namun kemudian meninggal dalam
masa 7 hari setelah persalinan atau terdiri dari bayi lahir-mati dan
kematian neonatal dini.
b. Angka Kematian Perinatal adalah jumlah kasus lahir-mati ditambah
jumlah kasus kematian neonatal dini per 1000 jumlah total persalinan.
Perhatikan bahwa Angka Kematian Perinatal dinyatakan per 1000 Total
jumlah kelahiran (termasuk lahir-mati dan lahir-hidup).
c. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada saat bayi lahir sampai
satu hari sebelum hari ulang tahun pertama. Dari sisi penyebabnya,
kematian bayi dibedakan oleh faktor endogen dan eksogen.
d. Dari tabel juga diketahui bahwa Negara berkembang memiliki IMR dan
MMR lebih tinggi. Indonesia adalah negara dengan IMR dan MMR cukup
tinggi dibandingkan negara lainnya. Tingginya IMR dan MMR di negara
berkembang atau miskin, khususnya di Indonesia dapat dipengaruhi oleh
perilaku dalam perawatan kehamilannya
e. Kesehatan perinatal dalam jangka panjang berdampak kepada: sistem
kardiovaskuler, ginjal, gangguan motorik, kesulitan kognitif dan situasi
sekolah, Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dampak kepada
pernafasan jangka panjang, dan dampak kepada reproduksi.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini semoga berguna bagi pembaca, khususnya
mahasiswa dalam memahami materi IMR, MMR, dan Dampak Kesehatan
Perinatal.
20
Daftar Pustaka
21