Anda di halaman 1dari 48

MINI PROJECT

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN LANSIA


DALAM MENGKONSUMSI MAKANAN SEHAT DENGAN
STATUS GIZI DI WILAYAH PUSKESMAS GOMBONG 1

Disusun oleh:
dr. Nisa’u Luthfi Nur Azizah

Pembimbing:
dr. Anastasia Ardiningsih

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS GOMBONG 1
DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap
individu (Yoga AP, 2015). Lanjut usia adalah mereka yang telah berusia 60
tahun keatas. Pada masa ini terdapat perubahan-perubahan pada tubuh mereka
akibat proses penuaan. Perubahan-perubahan tersebut berpengaruh terhadap
kebutuhan lansia akan energi dan zat gizi seperti protein, kalsium dan zat besi
yang berbeda dengan kebutuhan zat gizi kelompok umur yang lebih muda.
Konsumsi energi dan zat gizi yang tidak sesuai dengan anjuran akan
menimbulkan masalah gizi ganda pada lansia yang berdampak pada status
kesehatan lansia (Arisanti dkk, 2014).
Asupan makanan yang cukup dan aktivitas fisik yang baik dibutuhkan
seseorang untuk menjaga status gizi yang baik. Beberapa faktor yang
mempengaruhi status gizi diantaranya asupan energi, protein dan aktivitas
fisik. Status kesehatan mulut dan asupan makanan juga berkontribusi terhadap
status gizi lansia. Kehilangan gigi menyebabkan gangguan pengunyahan
sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas asupan makanan yang pada
akhirnya menyebabkan lansia berstatus gizi rendah (Yoga AP, 2015).
Masalah gizi yang terjadi pada lansia dapat berupa gizi kurang atau gizi
lebih. Persentase penduduk lansia di indonesia yang berada di perkotaan
dalam keadaan kurang gizi adalah 3,4% dan berat badan kurang 28,3%, berat
badan lebih 6,7%, obesitas 3,4% dan berat badan ideal 42,4% (Yoga AP,
2015).
Penyakit degeneratif yang umunya diderita oleh lansia antara lain
adalah hipertensi, diabetes mellitus, dementia Alzheimer’s, osteoporosis, dsb.
Gaya hidup yang kurang baik seperti asupan gizi yang tidak seimbang,
merokok, dan kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor terbesar yang sangat
mempengaruhi munculnya penyakit-penyakit degeneratif. Edukasi, konseling
dan membinaan gizi untuk lansia merupakan langkah penting untuk

2
meningkatkan pengetahuan lansia mengenai gaya hidup sehat dan mendukung
lansia untuk melaksanakannya (Ariyati dkk, 2017).
Oleh karena itu penulis ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap,
dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat, dan menemukan
hubungan antara pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia dalam
mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang penulis
ambil adalah: “Bagaimanakah hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan
lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizi di wilayah
Puskesmas Gombong 1?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada mini project ini, meliputi:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan lansia dalam mengkonsumsi makanan
sehat di wilayah Puskesmas Gombong 1
2. Mengetahui sikap lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat di wilayah
Puskesmas Gombong 1.
3. Mengetahui tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat di
wilayah Puskesmas Gombong 1.
4. Mengetahui status gizi lansia di wilayah Puskesmas Gombong 1
5. Mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia
dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizi di wilayah
Puskesmas Gombong 1

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dalam
melakukan penelitian di lapangan sekaligus mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh terutama mengenai gizi lansia.

3
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan lansia mengenai makanan sehat, dan mengevaluasi
sikap dan tindakannya dalam mengkonsumsi makanan sehat sehingga dapat
memperbaiki status gizi dan meningkatkan kesehatannya.

3. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan masukan
mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi
makanan sehat sehingga menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan
kegiatan penyuluhan kepada lansia untuk mencegah terjadinya penyakit
akibat ketidaktahuan mengenai makanan sehat dan pentingnya mencukupi
kebutuhan gizi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANSIA
1. Definisi
Menurut UU No 13 Tahun 1998 lanjut usia adalah seorang yang
berusia 60 tahun atau lebih. Sedangkan kriteria lansia menurut beberapa
sumber dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Menurut WHO
1) Usia pertengahan (middle age) = usia 45 – 59 Tahun.
2) Usia lanjut (erderly) = usia 60- 70 Tahun
3) Usia tua (old) = usia 75 – 80 Tahun
4) Usia sangat tua (very old) = usia di atas 90 Tahun
b. Menurut Brunner dan Suddarth
1) Fase young - old usia antara 65 – 74 Tahun
2) Fase old-old usia 75 tahun atau lebih
c. Menurut Herbert
1) Usia lanjut muda = usia 65 – 75 Tahun
2) Usia pertengahan = usia 75 – 84 Tahun
3) Usia sangat lanjut = usia 85 Tahun atau lebih.
d. Menurut prof. Dr. Koesoemoto Setyonegoro
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) = usia 18 atau 20-25 tahun.
2) Usia dewasa penuh (middle year) = usia 25-60 Tahun
3) Usia lanjut (geriatric age) = usia >60-70 Tahun
4) Usia sangat lanjut (very old) = usia > 80 Tahun
(Taufik NA, 2011)

2. Teori Proses Menua


a. Teori “Genetic Clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai jam genetic di dalam inti

5
selnya yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel. Jadi menurut konsep
ini bila jam telah berhenti maka akan meninggal dunia, meskipun tanpa
disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal
(Darmojo B, 2011).
b.Teori Error Catastrophe (Mutasi Somatik)
Menurut teori ini menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang
beruntun sepanjang kehidupan. Setelah berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun translasi.
Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah,
sehingga akan mengurangi fungsional sel. Walaupun dalam batas tertentu
kesalahan dalam pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan
memperbaiki diri itu sifatnya terbatas pada kesalahan dalam proses
transkripsi yang tentu akan menyebabkan kesalahan sintesis protein dan
enzim, yang dapat menimbulkan metabolit berbahaya. Apalagi apabila
kesalahan yang semakin banyak, sehingga terjadilah katastrop (Darmojo
B, 2011).
c. Rusaknya System Imun Tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Mutasi somatic menyebabkan terjadinya
kelanan pada antigen permukaan sel yag menyebabkan system imun tubuh
menganggap sel tersebut sebagai bendaasing dan menghancurkannya.
Hasilnya dapat menjadi rekasi antigen-antibodi luas yang mengenai
beragam jaringan (Darmojo B, 2011).
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serang terhadap sel kanker menurun,
sehingga prevalensi kanker meningkat seiring bertambahnya usia. Semua
sel akan somatik akan mengalami proses menua kecuali kecuali germcell
dan sel kanker (Darmojo B, 2011).

6
d.Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada tahun 1935, McKay et al., memperlihatkan bahwa pengurangan
intake kalori pada rodentia muda akan menghambat petumbuhan dan
memperpanjang umur. Hewan yang paling terhambat pertumbuhannya
dapat mencapai umur 2x lebih panjang. Perpanjangan umur karena
penurunan intake kalori tersebut disebabkan karena menurunnya beberapa
proses metabolisme dan penurunan sekresi hormone yang merangsang
proliferasi sel seperti insulin dan growth hormone (Darmojo B, 2011).
Mamalia yang dirangsang untuk hibernasi selama musim dingin
umurnya lebih panjang dibandingkan control. Sebaliknya jika mamalia
ditempatkan pada temperature rendah tanpa dirangsang hibernasi maka
metabolismenya meningkat dan berumur lebih pendek. Walaupun
umurnya berbeda tapi jumlah kalori yang dikeluarkan untuk metabolism
selama hidup adalah sama (Darmojo B, 2011).

3. Perubahan yang Terjadi pada Sistem Tubuh Lansia


a. Perubahan Fisik
1) Sel
Perubahan seluler pada lansia mengakibatkan penurunan tampilan
dan fungsi fisik sel. Jumlah sel lebih sedikit, jumlah cairan tubuh dan
cairan intra seluler berkurang, lansia menjadi lebih pendek, dan masa
tubuh lebih berkurang. Kemampuan memelihara homeostasis
berkurang seiring dengan penuaan seluler (Taufik NA, 2011).
2) Sistem Persarafan
Konduksi saraf perifer lebih lambat. Fungsi system saraf otonom
dan saraf simpatis mengalami penurunan secara keseluruhan. Cepatnya
penurunan hubungan persarafan, lansia lebih lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi dengan stress, mengecilnya saraf pancaindera,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf
penciuman dan perasa, lebih sensitip terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya kesehatan terhadap suhu dingin (Taufik NA, 2011).

7
3) Sistem Pendengaran
Lansia mengalami presbiaskusis, yaitu hilangnya kemampuan
(daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun (Taufik NA, 2011).
4) Sistem Penglihatan
Penurunan kemampuan akomodasi, dilatasi pupil tidak sempurna,
sfingter pupil timbul sklerosis dan dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram dan menguning,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap,
menurunnya lapang pandang, berkurangnya luas pandangan (Taufik
NA, 2011).
5) Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal, ventrikel kiri manebal, jumlah pacemaker
berkurang, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan elastisitas pembuluh
darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
(Taufik NA, 2011).
6) Sistem Respirasi
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatannya dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas diri silia, paru-paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas
pernapasan maksimun menurun, dan kedalaman bernafas menurun
(Taufik NA, 2011).
7) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi adalah penyebab utama periodontal disiase,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
Indra pengecap penurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir,
atropi indera pengecap (Taufik NA, 2011). Berkuranganya indera

8
pengecap mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin,
asam dan pahit, lalu berkurangnya kemampuan mencerna makanan
akibat kerusakan gigi, organesofagus mengalami pelebaran, dan
gerakan peristaltik serta penyerapan makanan di usus menurun
merupakan factor resiko yang juga dapat menyebabkan konstipasi
(Yoga AP, 2015).
8) Sistem Genitourinaria
Kapasitas kandung kemih menurun, peningkatan volume residual,
atropi otot kandung kemih secara keseluruhan. Ginjal mengecil dan
nefron menjadi atropi, aliran darah menurun sampai 50%, fungsi
tubulus berkurang akibat kurang kemampuan mengkonsentrasi urine,
membrae basalis glomerulo menebal, GFR (Glomerulo Filtration Rate)
menurun. Pada wanita perubahan produksi hormon seks adalah
kejadian fisiologis dari menopause, penurunan estrogen dan
peningkatan adrogen, atropi jaringan payudara dan genitalia. Pada pria
juga mengalami penurunan kecuali fungsi seksual tidak mengalami
penurunan yang dratis (Taufik NA, 2011).
9) Sistem Endokrin
Produksi dari hormon semua menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, menurunya aktivitas tiroid menurunnya
BMR, menurunnya daya pertukaran zat, menurunnya produksi
aldosetoron, menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya
progesteron, estrogen, dan testosteron (Taufik NA, 2011).
10) Sistem Integumen
Kuku jari menjadi tebal dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menipis dan berwarna kelabu (berubah), rambut dalam hidung dan
telinga menebal, berkurangnya elasitisitas akibat dari menurunnya
cairan vaskularisasi (Taufik NA, 2011).

9
11) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh, kifosis, discus
intervertebralis menipis sehingga tinggi badan berkurang, persendian
besar menjadi kaku, tendo mengkerut dan mengalmi sklerosis, atropi
serabut otot, pergerakan menjadi lambat, otot kram, dan menjadi
tremor (Taufik NA, 2011).
b.Perubahan Mental
1) Perubahan Kepribadian yang Drastis
2) Kenangan (memori)
c. Perubahan Psikososial
1) Pensiun; nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya,
identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
2) Merasakan atau sadar akan kematian.
3) Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit
4) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
5) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial
6) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-
teman dan family.
7) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik; perubahan terhadap
gambaran diri.
(Taufik NA, 2011)

B. GIZI LANSIA
1. Tujuan Gizi Lansia
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi dengan baik dapat membantu
proses menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya
serta dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat
memperpanjang usia (Ariyati dkk, 2017).
Terdapat 10 upaya untuk menghambat penuaan diantaranya adalah
berolahraga teratur minimal 30 menit tiga kali seminggu dan konsumsi

10
makan yang cukup, rendah kalori dan lemak, banyak sayur dan buah, serta
cukup protein (Ariyati dkk, 2017).
Salah satu komponen zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan
adalah zat gizi makro selain zat gizi mikro. Zat gizi makro merupakan zat
gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh. Zat gizi makro secara
garis besar dibedakan menjadi tiga macam yaitu karbohidrat, protein, dan
lemak. Secara umum pola pangan yang baik bila perbandingan komposisi
energi bersumber dari asupan karbohidrat 55-60%, protein 20-25%, dan
lemak 20-25% dari total kebutuhan kalori (Arisman, 2004).
Sedangkan kebutuhan gizi lansia berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) tahun 2013 untuk jenis kelamin perempuan usia 50-64 th 1900,
usia 65-80 th 1550, dan usia diatas 80 tahun 1425 Kkal, untuk laki-laki usia
50-64 th 2325, usia 65-80 th 1900, dan usia diatas 80 th 1525 kkal (AKG,
2013).
Pemenuhan kecukupan gizi lansia yang diberikan dengan baik,
aktivitas fisik yang cukup dapat membantu dalam proses beradaptasi atau
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu
dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat
memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena
berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori
yang dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat,
misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal (Ariyati dkk, 2017).
Gizi seimbang merupakan prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam
menyusun pola konsumsi khususnya pada kelompok lansia. Kebiasaan
makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih,
apalagi pada lansia penggunaan energi berkurang karena berkurangnya
aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun disadari
untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus
berbagai penyakit, misalnya: penyakit jantung, kencing manis, dan darah
tinggi. Sebaliknya apabila konsumsi energi tidak memenuhi kecukupan
yang dianjurkan dapat berat badan kurang dari normal. Apabila hal ini

11
disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel
yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap
penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi, sehingga
memicu penuaan dini (Ariyati dkk, 2017).
2. Yang Perlu diperhatikan dalam Pemenuhan Gizi Lansia
a. Porsi makan kecil dan sering, dianjurkan makan besar 3 kali dan selingan
2 kali sehari.
b. Batasi makanan yang terlalu manis dan makanan yang terlalu pedas.
c. Batasi minum kopi atau teh,kurangi konsumsi makanan yang terlalu asin.
d. Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti: kacang-
kacangan, hati, telur, daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau
e. Sayuran dipotong lebih kecil, bila perlu dimasak sampai empuk, daging
dicincang dan buah dijus/blender.
f. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus,
atau dipanggang, kurangi makanan yang digoreng.
g. Untuk memenuhi kebutuhan air, minum air 6 – 8 gelas sehari
h. Makan bersama teman akan menambah nafsu makan
i. Penggunaan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe,
kunyit, lada, cuka, dll akan menambah cita rasa makanan
3. Jenis-Jenis Sumber Gizi
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh, dan akan
diproses didalam tubuh yang akan berfungsi sebagai cadangan energi
tubuh kita untuk beraktivitas. Contoh : nasi, roti, kentang, sagu, sereal,
pasta, singkong, dll.
b.Protein
Protein sangat penting bagi tubuh, yaitu sebagai pertumbuhan dan
perkembangan setiap sel dalam tubuh dan juga untuk menjaga kekebalan
tubuh. Contohnya : daging, telur, ikan, sedangkan dari nabati bisa dari
jenis kacang-kacangan.

12
c. Vitamin dan Mineral
Vitamin merupakan fungsi vital dalam metabolisme tubuh, yang tidak
dapat dihasilkan oleh tubuh, sedangkan mineral sendiri merupakan unsur
pelengkap yang membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
di dalam tubuh. Contoh : sayur-sayuran, buah-buahan, air mineral, dll.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi pada Lansia
a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau
ompong.
b. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi.
f. Penyerapan makanan di usus menurun.
5. Masalah Gizi pada Lansia
a. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-
kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan
berat badan berlebih, apalagi pada lansia penggunaan kalori berkurang
karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk
diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan
merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit
jantung, kencing manis, dan darah tinggi.
b.Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi dan
juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari
yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila
hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-
kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya

13
tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena
infeksi.
c. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayur anda lam makanan kurang dan ditambah
dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan
berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu
dan tidak bersemangat.
6. Gizi yang Tepat untuk Lansia
a. Dengan memperhatikan prinsip kebutuhan gizinya yaitu kebutuhan energi
yang lebih rendah dari usia dewasa muda (turun sekitar 5-10%),
kebutuhan protein sebesar 1 gr/kg BB, kebutuhan lemak berkurang,
kebutuhan karbohidrat cukup (sekitar 50%), kebutuhan vitamin dan
mineral sama dengan usia dewasa muda. Atau dengan cara praktis melihat
di DKGA (Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan)
b.Menu yang disajikan untuk lansia harus mengandung gizi yang seimbang
yakni mengandung sumber zat energi, sumber zat pembangun dan sumber
zat pengatur. Dalam hal ini bisa mengacu pada makanan empat sehat lima
sempurna.
c. Konsistensi dan tekstur atau bentuk makanan harus disesuaikan. Sebagai
contoh: gangguan pada gigi (gigi tanggal/ompong), maka bentuk
makanannya harus lunak, misal nasi ditim, lauk pauk dicincang (ayam
disuwir, daging sapi dicincang/digiling)
d.Makanan yang kurang baik bagi lansia adalah makanan berlemak tinggi
seperti seperti jerohan (usus, hati, ampela, otal dll), lemak hewan, kulit
hewan (misal kulit ayam, kulit sapi, kulit babi dll), goreng-gorengan,
santan kental. Hal tersebut karena kebutuhan lemak lansia berkurang dan
pada lansia mengalami perubahan proporsi jaringan lemak. Hal ini bukan
berarti lansia tidak boleh mengkonsumsi lemak. Lansia harus
mengkonsumsi lemak namun dengan catatan sesuai dengan kebutuhannya.
Sebagai contoh misalnya bila menu hari ini lauknya sudah digoreng, maka
sayurannya lebih baik sayur yang tidak bersantan seperti sayur bening,

14
sayur asam atau tumis. Bila hari ini sayurnya bersantan maka lauknya
dipanggang, dikukus, dibakar atau ditim.
e. Lansia harus diberi pengertian untuk mengurangi atau kalau bisa
menghindari makanan yang mengandung garam natrium yang tinggi.
Contoh bahan makanan yang mengandung garam natrium yang tinggi
adalah garam dapur, vetsin, daging kambing, jerohan, atau makanan yang
banyak mengandung garam dapur misalnya ikan asin, telur asin, ikan
pindang. Hal ini dikarenakan pada lansia mudah mengalami hipertensi.
Hal ini, seperti yang dijelaskan tadi bahwa elastisitas pembuluh darah
telah menurun dan terjadi penebalan di dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan mudahnya terkena hipertensi. Selain itu indera pengecapan
pada lansia mulai berkurang, terutama untuk rasa asin, sehingga rasa asin
yang cukup pun terasa. masih kurang bagi mereka, lalu makanan ditambah
garam yang banyak, hal ini akan meningkatkan tekanan darah pada lansia.
f. Lansia harus memperbanyak makan buah dan sayuran, karena sayur dan
buah banyak mengandung vitamin, mineral dan serat sehingga akan
melancarkan buang air besar. Utamakan buah yang bisa dimakan dengan
kulitnya karena seratnya lebih banyak. Dengan mengkonsumsi sayuran
dan buah sebenarnya lansia tidak perlu lagi mengkonsumsi suplemen
makanan.
g.Selain konsumsi sayur dan buah, Lansia harus banyak minun air putih.
Kebutuhan air yakni 1500 – 2000 ml atau 6 -8 gelas perhari. Air ini sangat
besar artinya karena air menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya
penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain.
Air juga sebagi pelumas bagi fungsi tulang dan sendinya, jadi bila tubuh
kekurangan cairan maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga
berkurang. Air juga berguna untuk mencegah sembelit, karena untuk
penyerapan makanan dalam usus memerlukan air.

15
C. Pemantauan Status Gizi Lansia
1. Pengukuran Antropometri
Antropometri berasal dari bahasa Yuani yaitu antropos (tubuh) dan
metros (ukuran), jadi antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri ini sangat umum digunakan untuk mengukur status
gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi.
Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Depkes,
2007).
Supariasa (2001) mengemukakan beberapa keunggulan antropometri
gizi sebagai berikut :
a. Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah
sampel yang besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh
tenaga yang sudah dilatih
c. Alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama
d. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi cukup, kurang, dan lebih.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok
yang rawan terhadap gizi.
Khusus pada penilaian status gizi lansia berdasarkan Mini
Nutritional Assessment, yang diukur dengan menggunakan metode
antropometri adalah sebagai berikut :
a. Berat Badan
Berat badan merupakan gambaran massa jaringan termasuk cairan
tubuh. Pengukuran berat badan ini paling sering digunakan untuk

16
berbagai kelompok usia karena pengukuran berat badan ini juga dapat
digunakan sebagai indikator status gizi pada saat skrining gizi
dilakukan. Hal ini disebabkan karena berat badan sangat sensitive
terhadap berbagai perubahan komposisi tubuh, sehingga penurunan
atau kenaikan berat badan ini berkaitan erat dengan komposisi tubuh
(Arisman, 2004).
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan hasil pertumbuhan kumulatif sejak lahir
sehingga parameter ini dapat memberikan gambaran mengenai riwayat
status gizi masa lalu. Tinggi badan ini diukur dengan menggunakan
alat ukur dengan menggunakan alat pengukuran seperti microtoise
dengan ketepatan 1 cm tetapi bisa juga dengan alat pengukuran non
elastik ataupun metal (Natipulu, 2002).
c. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau biasa dikenal dengan Body Mass
Index merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan berat badan seseorang (Arisman, 2004).
Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat diketahui nilainya dengan
menggunakan rumus :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2 )
Klasifikasi IMT untuk Indonesia merujuk kepada ketentuan WHO
tahun 1985 dimana klasifikasi ini dimodifikasi berdasarkan
pengalaman klinis serta hasil penelitian di Negara berkembang yang
kemudian diklasifikasikan ke dalam Mini Nutritional Assessment,
klasifikasinya merupakan sebagai berikut :
- <18,5 : gizi kurang
- 18,5 – 25,0 : gizi normal
- >25,0 : gizi lebih

17
D. Gambaran Umum Puskesmas Gombong 1
1. Latar Belakang
Puskesmas Gombong I merupakan fasilitas kesehatan milik
pemerintah di Gombong yang membina 5 desa dalam wilayah Kecamatan
Gombong. Luas wilayah Puskesmas Gombong I mencapai 719,579 km2
dengan jumlah penduduk 51.152 orang, terdiri dari penduduk laki-laki
berjumlah 26.219 orang dan perempuan 24.933 orang. Jarak jarak
puskesmas gombong I dari Kota Kebumen adalah 22 km menggunakan
angkutan umum jurusan Gombong – Kebumen. Banyaknya RT di
Puskesmas Gombong I 258 dan RW sebanyak 80 yang terbagi dalam 5
Desa. Lokasi Puskesmas Gombong I berada di Jalan Yos Sudarso Timur
No. 110 Wero, Gombong. Dengan batas wilayah :
- Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas I Sempor
- Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar
- Sebelah Selatan : Pantai Kuwarasan
- Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Gombong I :
- Promosi Kesehatan
- Kesehatan Ibu dan Anak
- Balai Pengobatan Umum
- Balai Pengobatan Gigi
- Konsultasi Gizi
- Immunisasi
- Konsultasi Kesehatan Remaja
- Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
- Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
- Kesehatan Lingkungan
- Kesehatan Jiwa
- Pemeriksaan Laboratorium Sederhana
- Kesehatan Mata
- Kesehatan Telinga

18
2. Jumlah Desa & Kependudukan
No Nama Desa / Luas Wilayah Jumlah Kepadatan Penduduk
Kelurahan (km2) Penduduk (per km2)
1 Wero 1,2 3.458 2881,67
2 Kedungpuji 1,4 2.807 2005,00
3 Panjangsari 1,6 1.975 1234,38
4 Banjarsari 1,5 1.666 1110,67
5 Patemon 1,3 2.435 1873,08
Jumlah 1,4 12.341 1806,10
(KAB/KOTA)
(Sumber : Data Profil Puskesmas, 2017)

19
BAB III
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

- Kondisi penyakit - Pengetahuan


- Kesehatan gigi - Sikap
dan mulut - Tindakan

Pemilihan menu Variasi bahan - Kebiasaan makan


makanan dan cara makanan dan - Selera makan
pengolahan teknik pengolahan
makanan

Status Gizi

B. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah: “Terdapat hubungan antara pengetahuan,
sikap, dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status
gizi”.

20
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Gombong 1
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Juni 2018.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi penelitian
Populasi adalah kelompok yang akan diteliti karakteristiknya di mana hasil
penelitian akan digeneralisasikan (Hikmayani, 2014). Berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini adalah pasien lansia
dalam Wilayah Puskesmas Gombong 1.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sekelompok orang atau unit penelitian yang terpilih
sehingga data penelitian dapat diperoleh yang karakteristiknya menyerupai
populasi (Hikmayani, 2014). Sampel pada penelitian ini adalah pasien
lansia yang berkunjung ke Puskesmas Gombong 1 selama bulan Juni 2018,
dan memenuhi kriteria restriksi.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah accidental
sampling, yaitu pengambilan sampel secara aksidental dengan mengambil
kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai dengan konteks penelitian. Sehingga dalam teknik sampling disini
peneliti mengambil responden pada saat itu juga di Balai Pengobatan
Puskesmas Gombong I.

21
D. Kriteria Restriksi
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Pasien berusia 60 tahun atau lebih
2. Bisa membaca dan menulis
3. Bersedia menjadi responden pada penelitian
2. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:
1. Pasien berusia kurang dari 60 tahun
2. Tidak bisa membaca dan menulis
3. Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian

E. Variabel Penelitian
Variabel bebas penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia
dalam mengkonsumsi makanan sehat. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah status gizi.

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


1. Teknik Pengumpulan Data
Data pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi
makanan sehat diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan
oleh peneliti. Data status gizi didapatkan dengan melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan lansia kemudian dilakukan penghitungan
status gizi.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tentang
pengetahuan, sikap dan tindakan lansia terhadap makanan sehat,
timbangan, dan microtoise stature meter.

G. Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel

22
distribusi frekuensi, serta analisis bivariat non-parametrik dengan uji korelasi
Gamma dan Somers’d yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan dua variabel ordinal yaitu variabel pengetahuan, variabel sikap, dan
variabel tindakan dengan variabel status gizi. Analisis bivariat menggunakan
aplikasi SPSS for windows versi 25.

H. Definisi Operasional
Definisi Alat Skala
No Variabel Cara ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
1. Pengeta- Aspek yang Kuesioner Wawancara Baik, jika Ordinal
huan diketahui oleh responden
responden dapat
tentang menjawab ≥
makanan sehat mean.
Kurang, jika
responden bisa
mejawab <
mean.
2 Sikap Segala Kuesioner Wawancara Positif, jika Ordinal
pandangan responden
atau pendapat dapat
responden menjawab ≥
yang berkaitan mean.
dengan Negatif, jika
makanan sehat responden bisa
mejawab <
mean.
3 Tindakan Upaya Kuesioner Wawancara Baik, jika Ordinal
responden responden
dalam melakukan

23
mengkonsumsi upaya dalam
makanan sehat mengkonsumsi
makanan sehat
≥ mean.
Kurang, jika
responden
melakukan
upaya dalam
mengkonsumsi
makanan sehat
< mean.
4. Status gizi Status gizi Timbangan Menghitung < 18,5 : status Ordinal
responden Microtoise IMT gizi kurang
yang diketahui stature 18,5 – 25,0 :
melalui meter status gizi
pengukuran normal
IMT >25,0 : status
gizi lebih

24
BAB V
HASIL PENELITIAN

C. Data Hasil Penelitian


Penelitian mengenai hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia
dalam mengkonsumsi makanan sehat telah dilakukan di Balai Pengobatan
Puskesmas Gombong satu selama bulan Juni 2018. Jumlah seluruh subyek
penelitian adalah 65 orang, sebanyak 15 orang masuk kedalam kriteria
eksklusi, sehingga subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak
50 orang. Selanjutnya pengambilan data dilakukan dengan mengukur tinggi
badan dan berat badan pasien untuk mengetahui status gizinya, serta dilakukan
wawancara menggunakan kuesioner yang berisi 30 pertanyaan mengenai
pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat.
Dari pengambilan data tersebut didapatkan data responden yang disajikan
dalam tabel distribusi frekwensi sebagai berikut:

a. Gambaran Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gombong 1


Status gizi diketahui melalui pengukuran tinggi badan dan
penimbangan berat badan, kemudian dilakukan penghitungan status gizi
berdasatkan rumus untuk menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). Status
gizi dikategorikan kurang apabila nilai IMT-nya kurang dari 18,5. Status
gizi dikategorikan sebagai gizi cukup apabila nilainya 18,5 – 25,0. Dan
status gizi dikategorikan sebagai gizi lebih apabila nilainya lebih dari 25,0.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Status Gizi Responden


No Status Gizi Jumlah Presentase
1. Gizi kurang 11 22 %
2. Gizi cukup 32 64 %
3. Gizi lebih 7 14 %
Jumlah 50 100 %

25
Tabel 1 menggambarkan status gizi pasien lansia yang datang
berobat ke Balau Pengobatan Puskesmas Gombong 1. Dari tabel tersebut
diketahui lansia yang memiliki status gizi cukup sebanyak 32 orang (64%).
Sedangkan sisanya memiliki masalah gizi, yaitu yang memiliki status gizi
kurang sebanyak 11 orang (22%) dan responden yang memiliki status gizi
lebih sebanyak 7 orang (14%).

b. Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas


Gombong 1 dalam Mengkonsumsi Makanan Sehat
Pengetahuan lansia tentang konsumsi makanan sehat adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan hasil tahu lansia melalui panca indera
tantang konsumsi makanan sehat. Penilaian tingkat pengetahuan dengan
titik potong (cut of point) mean 9,44 diperoleh hasil sebagaimana
ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Lansia


dalam Mengkonsumsi Makanan Sehat
No Pengetahuan Jumlah Presentase
1. Baik 36 72 %
2. Kurang 14 28 %
Jumlah 50 100 %

Tabel 2 menggambarkan tingkat pengetahuan lansia yang diperoleh


dari kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Dari 50 responden diketahui
sebanyak 36 responden (72%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik
tentang makanan sehat, sisanya sebanyak 14 responden (28%) memiliki
tingkat pengetahuan kurang.

c. Gambaran Sikap Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gombong 1 dalam


Mengkonsumsi Makanan Sehat

26
Sikap lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat adalah segala
pandangan atau pendapat lansia yang berkaitan dengan upaya dalam
mengkonsumsi makanan sehat. Penilaian sikap lansia dengan titik potong
(cut if point) mean 8,78 diperoleh hasil sebagaimana ditampilkan pada
tabel berikut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Lansia dalam


Mengkonsumsi Makanan Sehat
No Sikap Jumlah Presentase
1. Positif 31 62 %
2. Negatif 19 38 %
Jumlah 50 100 %

Tabel 3 menggambarkan bagaimana sikap lansia dalam


mengkonsumsi makanan sehat. Sebanyak 31 responden (62%) memiliki
sikap positif dan 19 responden (38%) memiliki sikap yang negatif dalam
mengkonsumsi makanan sehat.

d. Gambaran Tindakan Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gombong 1


dalam Mengkonsumsi Makanan Sehat
Tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat adalah usaha-
usaha yang telah dilakukan lansia untuk mengkonsumsi makanan sehat.
Penilaian tindakan lansia dengan titik potong (cut of point) mean 15,94
diperoleh hasil sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan Lansia dalam


Mengkonsumsi Makanan Sehat
No Tindakan Jumlah Presentase
1. Baik 30 60 %
2. Kurang 20 40 %
Jumlah 50 100 %

27
Tabel 4 menggambarkan bagaimana tindakan lansia dalam
mengkonsumsi makanan sehat. Dari tabel tersebut diketahui sebanyak 30
responden memiliki tindakan yang baik dan 20 responden memiliki
tindakan yang kurang baik dalam mengkonsumsi makanan sehat.

D. Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara
pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat
dengan status gizinya. Karena seluruh variabel memiliki jenis data katagorik
ordinal maka uji analitiknya menggunakan Gamma dan Somers’d. Dari
pengujian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Tabel Silang Hubungan antara Pengetahuan Lansia dalam


Mengkonsumsi Makanan Sehat dengan Status Gizi
Pengetahuan
Pengetahuan Kurang Pengetahuan Baik Total
Status Gizi Gizi Kurang 11 0 11
Responden Gizi Cukup 1 32 33
Gizi Lebih 2 4 6
Total 14 36 50

Tabel 6. Uji Somers’d Variabel Pengetahuan Lansia


Directional Measures
Asymptotic Approximate Approximate
Value Standard Errora Tb Significance
Ordinal Somers' d Symmetric .594 .163 3.286 .001
by Status Gizi .667 .181 3.286 .001
Ordinal Dependent
Pengetahuan .536 .153 3.286 .001
Dependent
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

28
Tabel 7. Uji Gamma Variabel Pengetahuan Lansia
Symmetric Measures
Asymptotic Approximate Approximate
Value Standard Errora Tb Significance
Ordinal by Gamma .724 .183 3.286 .001
Ordinal
N of Valid Cases 50
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Tabel 5 merupakan tabel silang yang menjalaskan secara deskriptif


hubungan pengetahuan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan
status gizinya. Sedangan tabel 6 dan 7 merupakan uji analitik korelatif
menggunakan Gamma dan Somes’d. Hasil korelatif dikatakan bermakna
apabila nilai signifikansi atau p < 0,05. Dari tabel 6 dan 7 di atas didapatkan
nilai p < 0,05 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status
gizi.

Tabel 8. Tabel Silang Hubungan antara Sikap Lansia dalam Mengkonsumsi


Makanan Sehat dengan Status Gizi.
Sikap
Sikap Negatif Sikap Positif Total
Status Gizi Gizi Kurang 10 1 11
Responden Gizi Cukup 5 28 33
Gizi Lebih 3 3 6
Total 18 32 50

29
Tabel 9. Uji Somers’d Variabel Sikap Lansia
Directional Measures
Asymptotic Approximate Approximate
Value Standard Errora Tb Significance
Ordinal Somers' d Symmetric .387 .161 2.339 .019
by Status Gizi .405 .170 2.339 .019
Ordinal Dependent
Sikap .372 .156 2.339 .019
Dependent
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Tabel 10. Uji Gamma Variabel Pengetahuan Lansia


Symmetric Measures
Asymptotic Approximate Approximate
Value Standard Errora Tb Significance
Ordinal by Gamma .559 .218 2.339 .019
Ordinal
N of Valid Cases 50
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Tabel 8 merupakan tabel silang yang menjalaskan secara deskriptif


hubungan sikap lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status
gizinya. Sedangan tabel 9 dan 10 merupakan uji analitik korelatif
menggunakan Gamma dan Somes’d. Hasil korelatif dikatakan bermakna
apabila nilai signifikansi atau p < 0,05. Dari tabel 9 dan 10 di atas didapatkan
nilai p < 0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
sikap lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizi.

30
Tabel 11. Tabel Silang Hubungan antara Tindakan Lansia dalam
Mengkonsumsi Makanan Sehat dengan Status Gizi.
Tindakan
Tindakan Kurang Tindakan Baik Total
Status Gizi Gizi Kurang 9 2 11
Responden Gizi Cukup 8 25 33
Gizi Lebih 2 4 6
Total 19 31 50

Tabel 12. Uji Somers’d Variabel Tindakan Lansia


Directional Measures
Asymptotic Approximate Approximate
Value Standard Errora Tb Significance
Ordinal Somers' d Symmetric .367 .138 2.548 .011
by Status Gizi .379 .146 2.548 .011
Ordinal Dependent
Tindakan .356 .133 2.548 .011
Dependent
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Tabel 13. Uji Gamma Variabel Tindakan Lansia


Symmetric Measures
Asymptotic Approximate Approximate
Value Standard Errora Tb Significance
Ordinal by Ordinal Gamma .614 .207 2.548 .011
N of Valid Cases 50
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Tabel 11 merupakan tabel silang yang menjalaskan secara deskriptif


hubungan antara tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan
status gizinya. Sedangan tabel 12 dan 13 merupakan uji analitik korelatif

31
menggunakan Gamma dan Somers’d dan didapatkan nilai p < 0,05 yang
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap lansia dalam
mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizinya.

32
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan lansia dalam


mengkonsumsi maknana sehat telah dilakukan pada bulan Juni 2018 di Balai
Pengobatan Puskesmas Gombong 1 dengan cara pengukuran tinggi badan dan
penimbangan berat badan untuk menilai status gizi, serta pengisian kuesioner
untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan lansia dalam
mengkonsumsi makanan sehat.
Subyek pada penelitian ini berjumlah 50 orang. Dari jumlah tersebut
diketahui lansia yang memiliki status gizi cukup sebanyak 32 orang (64%).
Sedangkan sisanya memiliki masalah gizi, yaitu yang memiliki status gizi kurang
sebanyak 11 orang (22%) dan lansia yang memiliki status gizi lebih sebanyak 7
orang (14%). Prevalensi tersebut sesuai dengan penelitian Revina dalam Saniawan
(2009) lansia di Indonesia banyak yang mengalami gangguan pemenuhan gizi
yaitu yang mengalami gizi kurang sebanyak 31% dan gizi lebih sebanyak 18%.
Status gizi penting untuk menjaga kesehatan lansia (Indraswari dkk, 2012). Gizi
berlebih akan memicu masalah degeneratif seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes mellitus, batu empedu, gout, penyakit ginjal, sirosis hati, dan
kanker. Sedangkan masalah gizi kurang yang banyak terjadi antara lain kurang
energi kronis (KEK), anemia, dan kekurangan mikronutrien seperti vitamin A
yang menyebabkan kekeringan pada selaput lendir mata dan sering dikaitkan
dengan katarak pada lansia (Maryam, 2008)
Penyebab gizi kurang pada lansia bermacam-macam, menurut Indraswari
dkk (2012) lansia yang menu makanan sehari-harinya ditentukan oleh pengasuh
menyebabkan lansia tidak mau makan, pengasuh juga sering bersikap tak acuh
dan tidak membujuk lansia untuk menghabiskan makanannya. Kemudian dari
penelitian itu diketahui pula bahwa lansia dengan status gizi kurang lebih sering
makan seorang diri, misalnya di kamar atau di depan TV. Kebiasaan lansia yang
sering makan seorang diri membuat lansia menjadi kesepian dan keinginan
makannya menjadi berkurang. Menu makanan yang disediakan oleh pengasuh

33
juga sering tidak lengkap seperti tidak disertai buah dan sayur sebagai sumber
serat, jenis bahan makanan dan teknik pengolahan makanan yang tidak bervariasi,
serta tekstur makanan pun sering tidak sesuai dengan kemampuan lansia dalam
mengunyah (Indraswari, 2012).
Lansia dengan status gizi baik dan gizi lebih biasanya menentukan sendiri
menu makanan yang akan disediakan, namun tentunya penentuan menu tidak
setiap hari ditentukan oleh lansia, hanya kadang-kadang saja. Setiap makan, dia
selalu menghabiskan makanan yang disediakan, bahkan biasa menambah
makanannya. Lansia dengan status gizi baik dan gizi lebih juga lebih sering
makan bersama dengan anggota keluarga yang lain, bahkan kadang lansia sendiri
yang memanggil anak-anak atau cucu untuk makan bersama di meja makan.
Makanan yang disediakan oleh pengasuh memenuhi persyaratan gizi seimbang
untuk lansia, dalam hal ini lengkap sumber karbohidrat, protein, lemak dan serat.
Tekstur makanan pun disesuaikan dengan kemampuan lansia untuk mengunyah
dan mencerna makanan. Jadi dalam hal ini, nasi yang disediakan berstruktur
lunak, ikan yang lebih sering dimasak dan dibakar daripada digoreng (Indraswari,
2012).
Lansia dengan status gizi lebih, sebagian besar memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan berlebih sejak usia muda. Kebiasaan tersebut
menyebabkan berat badan berlebih dan juga karena kurangnya aktivitas fisik.
Kebiasaan mengkonsumsi makan berlebih tersebut sulit untuk diubah walaupun
lanjut usia menyadari dan berusaha untuk mengurangi makan. Kegemukkan
merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung,
diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi
(Nugroho, 2004).
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-
sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia (Sativa, 2010). Implementasi
membahas tentang cara penyajian, sesuai dengan standard gizi seimbang yang
ditentukan, variasi menu dan sesuai dengan kemampuan mengunyah. Morley

34
(2009) menyatakan bahwa lansia mengalami penurunan tajam dalam nafsu
makan, menyebabkan kurangnya asupan energi dan perkembangan selanjutnya
mengalami malnutrisi dan berakhir pada penyakit-penyakit tertentu.
Pengetahuan lansia mengenai makanan sehat memegang peranan penting
dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Hal tersebut juga harus disertai dengan
adanya sikap dan tindakan yang mendukung konsumsi makanan sehat. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan, sikap dan tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat
dengan status gizinya dengan masing-masing nilai signifikansi p = 0,001 untuk
variabel pengetahuan, p = 0,019 untuk variabel sikap, dan p = 0,011 untuk
variabel tindakan.
Berdasarkan hasil penelitian, lansia yang memiliki tingkat pengetahuan
yang baik berjumlah 36 orang (72%) dan yang memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 14 orang (28%). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
besar lansia telah memiliki pengetahuan yang baik tentang konsumsi makanan
sehat. Namun, masih banyak pula lansia yang memiliki pengetahuan kurang.
Kurangnya pengetahuan lansia ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain:
rendahnya tingkat pendidikan lansia yang pada umumnya hanya tamatan sekolah
dasar, kurangnya keaktifan lansia dalam mengikuti penyuluhan kesehatan yang
diadakan oleh petugas kesehatan setempat dan berkurangnya kemampuan lansia
dalam menerima informasi kesehatan. Dalam hal ini peran petugas kesehatan
sangat penting dalam menyampaikan pengetahuan kepada lansia terutama yang
berkaitan dengan konsumsi makanan sehat dan bergizi. Penyampaian pengetahuan
dapat dilakukan melalui penyuluhan dalam kegiatan posyandu lansia dan prolanis,
konseling gizi, maupun kampanye-kampanye kesehatan lainnya.
Di Puskesmas Gombong 1 sendiri telah tersedia fasilitas layanan Poli Gizi
untuk memberikan pelayanan konseling gizi bagi pasien yang membutuhkan.
Seluruh pasien dapat memanfaatkan layanan tersebut, terutama pasien-pasien
yang memiliki penyakit yang berhubungan dengan pola makan, seperti pasien
diabetes mellitus, hipertensi, anemia, dan lain sebagainya. Namun sayangnya
fasilitas ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pasien. Poli gizi

35
memberikan pelayanan 2 hari dalam seminggu, yakni hari rabu dan sabtu. Namun,
saat hari pelayanan biasanya poli hanya mendapat sekitar 2 pasien, bahkan
kurang. Hal tersebut mungkin disebabkan karena ketidaktahuan pasien akan
adanya layanan tersebut, serta kelalaian petugas medis dalam mengedukasi pasien
untuk konsultasi gizi di poli gizi.
Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu tindakan karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2002) peningkatan
pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variabel
perilaku. Pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan seseorang realitas
cara berfikir dan ruang lingkup jangkauan berfikirnya semakin luas.
Sikap lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat turut mendukung
pemenuhan kebutuhan gizinya. Dalam penelitian ini didapatkan lansia yang
memiliki sikap positif dalam mengkonsumsi makanan sehat adalah 31 orang
(62%), sedangkan yang memiliki sikap negatif sebanyak 19 orang (38%). Hal
tersebut menunjukkan lebih banyak lansia yang memiliki sikap positif dalam
mengkonsumsi makanan sehat, meskipun cukup banyak juga yang memiliki sikap
negatif. Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya
pengetahuan tentang makanan sehat dan kurangnya kesadaran atau kemauan
lansia untuk mengkonsumsi makanan sehat.
Menurut Notoatmodjo (2002) sikap merupakan salah satu domain perilaku
kesehatan yang dapat diartikan sebagai suatu reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup suatu stimulus/objek. Sedangkan menurut Newcomb
(Notoatmodjo, 2002) sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak
dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu sikap belum otomatis terwujud
dalam bentuk praktek (overt behavior) untuk terwujud suatu sikap agar menjadi
perbuatan nyata (praktek) diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan antara lain fasilitas dan dukungan keluarga.
Peran tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat juga tak kalah
penting untuk menentukan status gizinya. Dalam penelitian ini didapatkan 30

36
orang (60%) lansia memiliki tindakan yang baik dalam mengkonsumsi makanan
sehat, sedangkan lansia yang memiliki tindakan yang kurang baik sebanyak 20
orang (40%). Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak lansia yang memiliki
tindakan baik, namun tidak sedikit pula yang memiliki tindakan kurang baik. Hal
ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : ada tidaknya kemauan dari
lansia untuk memperhatikan menu makanannya sehari-hari, kurangnya kesadaran
dari lansia akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi
serta kurangnya dukungan keluarga dalam mempersiapkan menu makanan sehat,
kurangnya perhatian keluarga atau orang-orang terdekat akan berpengaruh besar
dalam pola makan lansia sehari-hari, dan menentukan status gizinya.
Menurut Notoatmodjo (2002) tindakan merupakan aplikasi dari sikap
seseorang individu yang juga tidak terlepas dari pengetahuan individu itu sendiri.
Sikap membuat seseorang positif terhadap nilai-nilai kesehatan tetapi tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan
antara lain tergantung pada situasi saat itu, mengacu kepada pengalaman
seseorang dan juga orang lain serta dipengaruhi juga oleh nilai-nilai yang ada di
masyarakat tersebut. Selain itu perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain lingkungan, sarana kesehatan dan perilaku petugas kesehatan.

37
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Status gizi lansia di Wilayah kerja Puskesmas Gombong 1 cukup baik.
Lansia yang memiliki status gizi cukup sebanyak 32 orang (64%),
sedangkan yang memiliki status gizi kurang sebanyak 11 orang (22%) dan
status gizi lebih sebanyak 7 orang (14%).
2. Tingkat pengetahuan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat di
Wilayah Kerja Puskesmas Gombong 1 cukup baik. Lansia yang memiliki
pengetahuan yang baik sebanyak 36 orang (72%) dan yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 14 orang (28%). Terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan lansia dalam mengkonsumsi
makanan sehat dengan status gizinya dengan nilai signifikansi p = 0,001.
3. Sikap lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat di Wilayah Kerja
Puskesmas Gombong 1 cukup baik. Lansia yang memiliki sikap positif
sebanyak 31 orang (62%) dan yang memiliki sikap negatif sebanyak 19
orang (38%). Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap lansia dalam
mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizinya dengan nilai
signifikansi p = 0,019.
4. Tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat di Wilayah Kerja
Puskesmas Gombong 1 cukup baik. Lansia yang memiliki tindakan yang
baik sebanyak 30 orang (60%) dan yang memiliki tindakan kurang baik
sebanyak 20 orang (40%). Terdapat hubungan yang signifikan antara
tindakan lansia dalam mengkonsumsi makanan sehat dengan status gizinya
dengan nilai signifikansi p = 0,11.

38
B. SARAN
1. Untuk Masyarakat
Agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai makanan sehat dan
bergizi, meningkatkan variasi menu makanan dan cara pengolahan
makanan, serta memperhatikan pola makan sehari-hari untuk menjaga
status gizi tetap baik. Masyarakat juga diharapkan dapat mendukung lansia
dalam memenuhi kebutuhan gizinya serta mendapatkan asupan makanan
yang sehat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
2. Untuk Tenaga Kesehatan
Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat lebih meningkatkan
sosialisasi tentang pentingnya mengkonsumsi makanan sehat dan
memberikan penyuluhan tentang cara menyiapkan menu makanan sehat,
variasi bahan makanan dan pengolahan makanan, serta tindakan apa saja
yang harus dilakukan untuk menjaga status gizi dan menjelaskan
pentingnya melakukan penimbangan berat badan dan konsultasi gizi
apabila memiliki suatu kondisi penyakit tertentu.
3. Untuk Lansia
Lansia diharapkan lebih memahami kondisi penyakitnya saat ini,
meningkatkan pengetahuan berkaitan dengan menu makanan yang harus
dikonsumsi bedasarkan kondisi kesehatannya, mengurangi makanan-
makanan yang dapat memperberat penyakit seperti mengurangi makanan
yang mengandung lemak (santan, gorengan), mengurangi konsumsi garam,
mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat merangsang
asam lambung (makanan pedas, asam, kopi), dan lain sebagainya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L (2007). Hubungan Skor Mini Nutritional Assessment (MNA) dengan


Albumin Serum Pasien Usia Lanjut di Bangsal Geriatri Rumah Sakit Dr
Kariadi Semarang. Diakses tanggal 7 Juni 2018.
http://eprints.undip.ac.id/26103/

AKG. (2013). Lampiran Permenkes RI No. 75 tahun 2013 tentang Angka


Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Diakses tanggal 8
Juni 2018. http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan Gizi/Tabel
AKG.pdf.

Ariati NN, Gumala NM, Nursanyoto H. (2017). Hubungan Konsumsi


Makronutrien dengan Resiko Penuaan Dini pada Lansia yang Mengikuti
Senam Lansia di Posyandu Kabupaten Gianyar. Diakses tanggal 7 Juni
2018, http://www.untb.ac.id/Juni-2017/

Arisanti, Husin S, Febry F. (2014). Gambaran Asupan Energi dan Zat Gizi pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Warga Tama Indralaya. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat Vol. 5. h. 25 – 32

Arisman, MB. (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Darmojo, B. (2010). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). FK UI :


Jakarta.

Departemen Kesehatan. (2007). Riset Kesehatan Dasar (Pedoman Pengukuran


Antropometri). diakses tanggal 8 Juni 2018. http://www.litbang.depkes.go.id

Hikmayani, NH. (2014). Populasi, Sampel, dan Sampling. Fakultas Kedokteran


Universitas Sebelas Maret.

Indraswari W, Thaha AR, Jafar N. (2012). Pola Pengasuhan Gizi dan Status Gizi
Lanjut Usia di Puskesmas Lau Kabupaten Maros Tahun 2012. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

40
Maryam, S. (20008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika:
Jakarta.

Morley. (2009). Undernutrition: Diagnosis, Causes, Consequences And


Treatment. Di dalam: Raats M, de Groot L, van Staveren W, editor. Food
For the Ageing Population. England. Woodhead Publishing Limited.

Natipulu, H (2002). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lanjut


Usia (Lansia). Diakses pada 6 Juni 2018. http://eprints.lib.ui.ac.id/6767/

Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta

Nugroho. (2004). Keperawatan Komunitas 2. Jakarta. CV. Sagung Seto.

Saniawan I Made. (2009). Status Gizu Pada Lanjut Usia Pada Banjar Paang
Tebel di Desa Peguyangan Kaja Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar
Utara. Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol.2. h. 45 – 59

Sativa, Oriza. (2010). Karakteristik Perawatan Lansia Terhadap Pemenuhan


Kebutuhan Gizi Di Panti Werdha Tresna Abdi Dharma Asih Binjai. Diakses
Tanggal 19 Maret 2012.

Supariasa, ID. (2001). Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.

Taufik, NA. (2011). Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia (Lansia) di Panti
Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Fakultas Ilmu Kesehatan.
UIN Alauddin.

Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan


Lanjut Usia.

Yoga, AP. (2015). The Association between Intake of Energy, Protein, and
Physical Activity with Nutritional Status of Elderly People. Jurnal Majority
Vol.4. h. 52 – 59

41
Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN
PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GOMBONG 1

I. Karakteristik Responden
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Berat badan :
Tinggi badan :

II. Daftar Pertanyaan


Berikanlah tanda check list (V) pada kalimat pernyataan yang paling tepat
menurut anda.
Pengetahuan
No Pernyataan Benar Salah
1. Makanan sehat adalah makanan yang lezat dan
banyak mengandung gizi
2. Makanan yang baik untuk lansia adalah makanan
yang lunak agar lebih mudah dikunyah
3. Penggunaan garam yang banyak pada makanan
dapat menyebabkan penyakit darah tinggi
4. Sayur-sayuran dan buah-buahan sangat penting
untuk menjaga agar tubuh lansia tetap sehat dan
bugar.
5. Jumlah makanan yang baik dimakan lansia yaitu
sedikit tapi sering

42
6. Dengan makan gorengan dan minum kopi setiap
hari sebagai pengganti sarapan pagi dapat
meyebabkan sakit perut
7. Makan makanan seperti nasi, sayur, ikan dan
buah yang cukup menyebabkan badan tetap sehat
8. Jenis makanan yang disiapkan sehari-hari terdiri
dari makan pokok, lauk pauk, sayur dan buah
9. Makan makanan yang sehat dapat memenuhi
kebutuhan tubuh dengan mengatur jumlah dan
jenis makanan yang dimakan setiap hari
10. Untuk mencapai kesehatan yang baik perlu
diperhatikan yaitu makan makanan beraneka
ragam dengan bahan makanan dalam jumlah dan
kondisi yang benar dan tepat

Sikap
No. Pernyataan Setuju Netral Tidak
Setuju
1. Makanan sehat adalah makanan yang mahal
harganya
2. Buah-buahan tidak perlu dimakan lansia karena
dapat menimbulkan sakit perut
3. Makan gorengan sambil minum kopi dapat
digunakan sebagai pengganti sarapan pagi
4. Lansia perlu makan dalam jumlah yang banyak,
sekali makan
5. Lansia harus tetap memperhatikan jenis makanan
yang dimakannya setiap hari
6. Jenis sayuran yang dimakan setiap hari sebaiknya
berganti ganti

43
7. Makan tidak teratur serta kurang minum
merupakan kebiasaan yang kurang baik dalam
memakan makanan sehat
8. Makanan yang disiapkan secara menarik dapat
menimbulkan selera makan
9. Makanan pada lansia berbeda dari yang satu
dengan yang lain hal ini disesuaikan dengan
keadaan kesehatannya
10. Mencuci sayuran sebaiknya masih dalam keadaan
utuh sebelum dimasak

Tindakan
1. Untuk memenuhi kebutuhan gizi, apa sajakah yang anda makan setiap kali
anda makan?
a. nasi + ikan + sayur + buah
b. nasi + ikan + sayur
c. nasi + ikan
2. Apakah setiap pagi anda sarapan?
a. ya, setiap pagi
b. ya, (antara 3 – 4 kali seminggu)
c. tidak
3. Pengganti sarapan pagi yang anda makan setiap harinya dapat berupa?
a. roti + susu
b. teh manis + roti
c. kopi + gorengan pisang
4. Lansia memperoleh makanannya dengan?
a. menyiapkan sendiri makanannya
b. membeli diwarung makan
c. mengharapkan dari orang lain
5. Banyaknya (porsi) makanan yang dimakan lansia sehari-hari?
a. porsi kecil tapi sering

44
b. porsi sedang
c. porsi besar tapi jarang
6. Untuk sayur yang anda makan, bagaimanakah cara anda memasaknya?
a. dengan cara sayur yang direbus
b. dengan cara sayur yang ditumis
c. dengan cara sayur yang disantan dan digulai
7. Agar makanan menjadi lebih enak, apa saja yang anda tambahkan dalam
bahan makanan anda?
a. penyedap rasa alami seperti bawang putih, kunyit, jahe
b. garam + gula putih
c. bumbu penyedap rasa yang merangsang misalnya (ajinomoto, royco)
8. Berapa gelas air putih yang anda minum setiap hari? (1 gelas = 200 cc)
a. 6-8 gelas
b. 4-5 gelas
c. 1-2 gelas
9. Berapa sendok teh, garam yang anda tambahkan pada bahan makanan
dalam sehari?
a. <1 sendok teh
b. 1–1 ½ sendok teh
c. >1 ½ seendok teh
10. Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat dan bugar, apakah yang anda
makan?
a. sayur dan buah-buahan
b. nasi dan ikan
c. obat-obatan

45
Lampiran 2

Kunci jawaban

Pengetahuan (setiap jawaban benar mendapat nilai 1 poin)


1. Benar 6. Benar
2. Benar 7. Benar
3. Benar 8. Benar
4. Benar 9. Benar
5. Benar 10. Benar

Sikap (setiap jawaban benar mendapat nilai 1 poin)


1. Tidak setuju 6. Setuju
2. Tidak setuju 7. Setuju
3. Tidak setuju 8. Setuju
4. Tidak setuju 9. Setuju
5. Setuju 10. Setuju

Tindakan
Jawaban A mendapat nilai 3 poin
Jawaban B mendapat nilai 2 poin
Jawaban C mendapat nilai 1 poin

46
Lampiran 3

Rekapitulasi Kuesioner

No. Nama Usia BMI Pengetahuan Sikap Tindakan


1 Tn J 76 20.20 10 9 16
2 Tn B 68 19.83 10 9 19
3 Ny M 63 24.44 10 10 16
4 Ny S 60 26.67 10 8 14
5 Tn S 61 24.14 10 10 18
6 Tn M 64 20.32 10 7 14
7 Ny P 66 23.12 10 8 16
8 Tn AC 68 17.58 7 8 13
9 Tn S 69 18.75 10 9 18
10 Ny K 68 22.22 10 9 19
11 Ny S 65 31.63 10 9 15
12 Ny S 67 14.15 9 8 15
13 Ny SR 63 19.90 10 9 17
14 Tn A 72 17.63 8 8 16
15 Ny I 64 18.82 10 10 19
16 Ny R 74 25.63 8 7 19
17 Ny S 64 16.00 7 8 13
18 Tn T 83 19.81 10 9 18
19 Tn PS 61 33.06 9 7 16
20 Ny P 62 20.00 10 9 15
21 Tn PH 63 23.88 10 10 14
22 Tn R 60 21.48 10 9 17
23 Ny R 65 24.65 10 10 18
24 Ny P 60 23.14 10 10 19
25 Tn S 73 18.36 7 8 19

47
26 Ny S 74 27.34 10 7 16
27 Tn D 70 19.78 10 10 13
28 Ny B 65 23.50 10 9 17
29 Ny S 69 16.65 7 6 13
30 Tn S 68 18.73 10 10 18
31 Tn K 64 16.65 9 7 13
32 Ny P 62 20.20 10 10 19
33 Tn R 69 18.14 9 8 13
34 Ny S 65 27.12 8 7 17
35 Tn S 72 20.76 10 8 13
36 Ny S 62 25.63 10 10 17
37 Tn R 67 22.66 10 10 17
38 Ny K 60 22.89 10 9 16
39 Ny M 66 20.00 10 9 14
40 Tn S 69 21.51 10 10 17
41 Ny R 65 17.09 8 8 13
42 Tn PH 71 21.30 10 10 19
43 Tn S 70 18.37 7 10 14
44 Tn AB 65 23.31 10 10 15
45 Tn SK 66 18.75 10 9 13
46 Tn AJ 68 19.83 10 10 16
47 Ny S 64 18.13 9 6 13
48 Ny W 60 20.81 10 10 16
49 Tn Y 69 20.08 10 8 18
50 Tn W 62 27.89 10 10 14
Mean 9,44 8,78 15, 94

48

Anda mungkin juga menyukai