PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemerkuasaan
(empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan).
Karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan untuk
membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari
keinginan dan minat mereka (Edi Suharto, 2005:57).
Pemberdayaan menurut (Suhendra, 2006:74-75) adalah “suatu
kegiatan yang berkesinambungan dinamis secara sinergis mendorong
keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif dengan keterlibatan
semua potensi”.Selanjutnya pemberdayaan menurut Jim Ife (dari buku
Suhendra, 2006:77) adalah “meningkatkan kekuasaan atas mereka yang
kurang beruntung (empowerment aims to increase the power of
disadvantage)”.
Dari beberapa definisi pemberdayaan diatas dapat disimpulkan
bahwa pemberdayaan merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan
dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu
atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.Masyarakat dapat tahu
potensi dan permasalahan yang dihadapinya dan mampu
menyelesaikannya, (Tantan Hermansyah dkk, 2009:31).
Saat ini masalah sampah adalah sebuah isu penting yang
memerlukan penanganan secara tepat. Pertambahan penduduk dan
perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya
volume, jenis dan karakteristik sampah yang semakin beragam.
Penggunaan kemasan berupa kertas, kaleng, plastik dan bahan lainnya
yang masih tinggi, hal ini menyenanka tingginya timbunan sampah
perkotaan sebesar 2-4% per tahun. Namun hal ini tidak di ikuti oleh sarana
dan prasarana persampahan yang memadai sehingga sampah yang tidak
1
tertangani menjadi sumber pencemaran lingkungan (Status Lingkungan
Hidup Indonesia, 2014 : 180)
Menurut Undang Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, dijelaskan bahwa kondisi
pengelolaan sampah di Indonesia umumnya belum sesuai dengan metode
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Untuk itu
sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya
perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar
memberi manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi
lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah
sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang
perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu
pada pendekatan akhir (end-off-pipe), yitu sampah dikumpulkan dan di
angkut kemudian di buang ke tempat pemrosesan akhir sampah yang
berpotensi melepas gas metana yang dapat meningkatkan emisi gas rumah
kaca dan memberi kontribusi terhadap pemanasan global (Purwendro,
2006 : 20)
Sebagai upaya untuk menangani sampah tersebut, perlu
dikembangkan metode – metode pengelolaan sampah yang lebih
bermasyarakat. Bukan lagi menitikberatkan pada membuang sampah tetapi
pada mengelola sampah. Hal ini dimilai dengan mengubah pradigma
pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir menjadi
pradigma baru pengelolaan sampah yang memandang sampah sebagai
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan
(Sudrajat, 2006 : 56)
Partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaan sampah berfungsi
sebagai pengelola, pengolah, pemanfaat, penyedia dana dan juga
pengawas. Sehingga partisipasi juga merupakan salah satu faktor penting
untuk memecahkan permasalahan sampah, karena keberhasilan dalam
2
pengelolaan sampah terdapat pada kontribusi partisipasi masyarakat itu
sendiri. Kunci keberhasilan pengelolaan sampah terdapat pada pemilahan
komposisi dari sampah tersebut oleh masyarakat yang partisipatif dalam
pengelolaan sampah. Maka dari itu, penting untuk menganalisis partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Pemberdayaan di desa Sukunan ?
2. Bagaimana level, Tipe, Bentuk, Jenis, dan kesukarelaan masyarakat
desa Sukunan dalam berpartisipasi ?
3. Bagaimana keadaan desa Sukunan setelah adanya pemberdayaan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui proses pemberdayaan di desa Sukunan
2. Mengetahui level, tipe, bentuk, jenis, dan kesukarelaan masyarakat
desa Sukunan dalam partisipasi
3. Mengetahui keadaan desa Sukunan setelah pemberdayaan
3
BAB II
ISI
A. Proses Pemberdayaan
Dusun Sukunan, Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, tidak jauh
berbeda dengan desa lainnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Dusun ini dikelilingi oleh hamparan sawah dengan saluran irigasi
dan pepohonan rindang khas pedesaan Indonesia. Jaraknya hanya sekitar 3
Km dari batas kota sisi barat kota Yogyakarta. Sesuatu yang membedakan
dusun ini dengan dusun lainnya adalah kebersihan desanya, dimana tidak
terlihat sampah yang bertebaran di lingkungan dusun. Di berbagai tempat
strategis di sepanjang jalan dilengkapi dengan tempat sampah yang di
desain cantik dengan adanya lukisan, drum sampah ini berjumlah 3 buah
dengan lable masing – masing adalah sampah logam dan kaca, sampah
plastik, serta sampah kertas. Sehingga drum sampah ini jauh terhindar dari
kesan jorok.
Dusun Sukunan berpenduduk ±1.200 jiwa dengan 300 Kepala
Keluarga (KK), hampir seluruh KK berpenghasilan rendah karena mata
pencaharian mayoritas penduduk Sukunan adalah buruh tani, tani, buruh
bangunan, pedagang kecil, dan usaha kecil. Hanya sedikit yang menjadi
pegawai swasta. Dengan latar belakang pendidikan SD sampai SMP.
Terbentuknya sistem pengelolaan sampah di desa ini mulanya pada
tahun 2002, permasalahan sampah mulai mengganggu masyarakat
khususnya petani. Mereka mengeluh karena banyaknya material sampah
yang masuk ke dalam lahan mereka, yang tentunya mengganggu aktifitas
bercocok tanam mereka. Kesuburan tanah mulai terganggu akibat sampah
plastik, dan apabila sampah berupa kaca sering kali melukai petani.
Seiring dengan perkembangan Kota, Sukunan juga mulai berubah
karena letaknya yang dekat dengan Kota. Banyak pendatang yang mulai
masuk ke Sukunan, menyebabkan penyempitan lahan karena terjadi
pembangunan rumah tingga. Lahan yang mulanya cukup luas untuk
4
menampung sampah tiap rumah masing – masing individu kini kehilangan
fungsinya, sehingga banyak terlihat sampah berserakan dimana mana.
Melihat persoalan tersebut, Bapak Iswanto, seorang penduduk
pendatang di Sukunan mulai berusaha menggugah semangat dan
mendorong warga sukunan untuk mencari solusi untuk menangani
permasalahan sampah yang tepat. Dimulai dengan mengajak beberapa
anggota ronda, tetangga, dan tokoh masyarakat untuk ikut andil dalam
pengelolaan sampah. Saat itu hanya 4 orang yang tertarik terlibat, maka
tahun2002 dimulai percobaan pembuatan kompos dengan metode
sederhana untuk menangani sampah organik, ditemukanlah model
pembuatan kompos dengan gentong tanah.
Setelah masalah sampah organik terselesaikan, pada tahun 2003
dimulai pencarian cara untuk mengelola sampah an-organik. Studi
lapangan ke berbagai TPA dan TPS dilakukan, wawancara dengan
pemulung dan pengepul sampah juga dilakukan demi mendapatkan
informasi, hasilnya dapat diketahui bahwa sampah memiliki nilai
ekonomis setelah dilakukan pemilahan.
Pada awal tahun 2004 mulai dilakukan proses sosialisasi dan
implementasi terhadap masyarakat dengan cara penyampaian gagasan
pada tokoh masyarakat, pembuatan tim pengelolah sampah, pendidikan
dan sosialisasi terkait sistem pada masyarakat dusun termasuk anak –
anak, remaja hingga orang tua dengan cara yang berbeda, serta pembuatan
sarana pendukung pengolahan sampah.
Sukunan memiliki unit pengelolaan sampah, yaitu unit kompos, unit
kerajinan sampah plastik, unit kerajinan sampah kain, unit kerajinan
styrofoam dan bengkel dengan tugas yang berbeda – beda tiap unitnya.
Sekarang Dusun Sukunan telah mampu memberi pelayanan kepada
masyarakat berupa penyuluhan, pelatihan dan pendidikan, penyedia
prasarana dan kunjungan.
Masyarakat yang dulunya beranggapan sampah tidak berguna, sejak
tahun 2004 kini mengubah pradigmanya, sampah adalah suatu yang
5
memiliki nilai ekonomi sehingga patut di hargai. Hal ini dikarenakan
bertambahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang sampah,
cara pengolahan tujuan pengolahan sampah yang berawal dari sosialisasi
tim sampah.
B. Pembahasan
1. Level Partisipasi Berdasarkan Unsur Partisipasi
Terdapat tiga unsur partisipasi yang berlaku di masyarakat seperti:
a. Bahwa partisipasi / keikutsertaan / keterlibatan / peranserta,
sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan
perasaan, lebih daripada semata- mata atau hanya keterlibatan
secara jasmaniah.
Pada awalnya sekitar tahun 2002 – 2003 level masyarakat baru
menapaki titik keterlibatan mental, dimana masyarakan mencoba
ikut serta dan peduli kepada program yang diberikan yaitu
pengelolaan sampah, namun ini pun masih sangat sedikit yang
ingin terlibat.
b. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha
mencapai tujuan kelompok, ini berarti bahwa terdapat rasa
senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok.
Mulai pada tahun 2004 mulai banyak masyarakat yang ikut terlibat
dengan senang hati, bahkan ikut dalam pengadaan infrastruktur
walaupun mengeluarkan biaya, disini partisipasi masyarakat mulai
naik.
c. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang
menonjol dari rasa menjadi anggota. Diakui sebagai anggota
artinya ada rasa “sense of belongingness”.
Berawal dari sosialisasi pengelolaan sampah kini warga Sukunan
mulai sadar akan lingkungan, mereka berinisiatif untuk menampah
penghijauan di sepanjang jalan masing masing RT hal ini
6
menunjukan adanya tanggung jawab warga terhadap
lingkungannya.
2. Tipe Partisipasi
a. Partisipasi pasif/ manipulatif
b. Partisipasi dengan cara memberikan informasi
c. Partisipasi melalui konsultasi
d. Partisipasi untuk insentif materil
e. Partisipasi Fungsional
f. Partisipasi Interaktif
g. Self Mobilazition
7
b. Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan
mengurangi pembiayaan proyek.
c. Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat
lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan
bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri
untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang
alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
8
sampah di daerahnya terkontrol. Tenaga, mereka mengeluarkan tenaga
untuk melakukan program pengelolaan sampah, ntah tenaga untuk
sosialisasi, tenaga untuk cocok tanam, pembuatan kompos dll.
Keahlian, dalam hal ini mereka di ajarkan sesuai unitnya sehingga
mereka ahli di bidangnya kemudian apa yang mereka mampu lakukan,
akan mereka lakukan demi berjalannya program yang mereka
canangkan, seperti keahlian menjait untuk membuat tas dari bungkus
kopi sacheet.
5. Kesukarelaan
Tingkat kesukarelaan yang ada di masyarakat meliputi:
a. Partisipasi spontan,
b. Partisipasi terinduksi,
c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan,
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi,
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan.
Pada awalnya partisipasi mereka adalah dengan allasan sosial
– ekonomi, dimana mereka tergiur akan penghasilan tambahan yang
dapat di terima melalui program pengelolaan sampah, perlahan
dengan sosialisasi yang ada mereka paham bagaimana cara dan tujuan
dari program tersebut sehingga mereka terinduksi melakukan
partisipasi, yang pada akhirnya terjadilah partisipasi spontan atas
kesadaran masyarakat akan lingkungan sehingga dengan suka rela
mereka bahkan menambah program yang dapat memperkuat program
pengelolaan sampah.
9
BAB III
KESIMPULAN
10