Anda di halaman 1dari 86

IMPLEMENTASI PERMENKES RI NO.

1096/MENKES/PER/ VI/2011
TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA TERHADAP
KELAYAKANAN FISIK JASABOGA DI
KOTA SIBOLGA TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH

HENGKI HABAYAHAN
NIM. 101000436

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

1
Universitas Sumatera Utara
2

IMPLEMENTASI PERMENKES RI NO. 1096/MENKES/PER/ VI/2011


TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA TERHADAP
KELAYAKANAN FISIK JASABOGA DI
KOTA SIBOLGA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

HENGKI HABAYAHAN
NIM. 101000436

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


3

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : IMPLEMENTASI PERMENKES RI NO. 1096/


MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE
SANITASI JASABOGA TERHADAP
KELAYAKANAN FISIK JASABOGA DI KOTA
SIBOLGA TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Hengki Habayahan
Nomor Induk Mahasiswa : 101000436
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan Lingkungan
Tanggal Lulus : 24 April 2014

Disahkan Oleh,
Komisi Pembimbing

Medan, April 2014


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S


NIP. 19610831 198903 1 001

Universitas Sumatera Utara


4

ABSTRAK

Berdasarakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, tempat


pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja dengan mudah dan efisien untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan.
Hasil survei awal diketahui bahwa jasaboga di Kota Sibolga secara keseluruhan
lingkungan fisiknya belum memenuhi persyaratan Permenkes RI No.
1096/Menkes/Per/ VI/2011.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi Permenkes RI No.
1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan
fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.
Jenis penelitian survei bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini adalah seluruh
jasaboga golongan A1 dan A2 yang ada di Kota Sibolga, yaitu sebanyak 22 jasaboga.
Data kelayakanan fisik jasaboga diperoleh melalui observasi dengan menggunakan
lembar observasi. Data yang sudah dikumpulkan tersebut dianalisis secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jasaboga berdasarkan kondisi
lokasinya, langit-langit, dan kondisi ruang pengolahan makanan telah memenuhi
syarat kesehatan. Namun masih banyak kondisi pintu dan jendela (36.4%),
pencahayaan (77.3%), dan ventilasi tidak memenuhi syarat (50.0%). Kelayakan fisik
berdasarkan kelayakan fasilitas sanitasi, diperoleh semua telah memiliki kondisi
kamar mandi, dan tempat sampahnya telah memenuhi syarat kesehatan. Sebesar
72.7% jasaboga memiliki kondisi jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Namun
hanya 9.1% memiliki tempat cuci tangan memenuhi syarat kesehatan. Kelayakan
fisik jasaboga berdasarkan kelayakan peralatan, diperoleh semua jasaboga memiliki
peralatan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar diadakan pelatihan tentang kelayakan
fisik jasaboga kepada seluruh pemilik jasaboga secara berkesinambungan, sehingga
kelayakan fisik jasaboga lebih baik.

Kata Kunci : Higiene Sanitasi, Jasaboga Kelayakanan Fisik, Jasaboga

Universitas Sumatera Utara


5

ABSTRACT

Based on the rule of Minister of Health of Republic of Indonesia


No.1096/Menkes/Per/VI/2011, states that food processing are should be enough to
work easily and efficiently to avoid the possibility of food contamination and easy
cleaning. From the results of the initial survey, it was found that overall physical
environment has not met the requirements according to the Minister of Health of
Republic of.Indonesia 1096/Menkes/Per/VI/2011.
The objective of this study was to know the implementation of Decree of Health
Ministry No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 concerning with Jasaboga sanitation to the
physical feasibility in Sibolga city in 2014.
This research was descriptive survey. The sample was all Jasaboga groups A1
and A2 in the city of Sibolga, as many as 22 Jasaboga. Jasaboga physical feasibility
data in Sibolga was obtained through observation using the observation sheet. The
obtained data were analyzed descriptively and presented in the form of a frequency
distribution table .
The results showed that all Jasaboga based on location conditions, the
ceiling, and the condition of the food processing area have fulfilled health
requirements. However, there were still many conditions of doors and (36.4%),
lighting (77.3%), and ventilation (50.0%) were not eligible. Physical feasibility based
on the feasibility of sanitation facilities, it was found that all have the bathrooms, and
the condition of the trash has fulfilled health requirement. 72.7% of Jasaboga have
latrines condition that meet the health requirements. But, it was only as much as
9.1% have hand washing facilities that meet the health requirements. Physical
feasibility of Jasaboga based on the equipment, it was found that all Jasaboga have
equipment that did not meet the health requirements .
It is recommended that the Health Department held training on the physical
feasibility Jasaboga to all owners on an ongoing basis, so that the physical feasibility
Jasaboga will be better in terms of health .

Keywords: Sanitation Hygiene, Physical Feasibility Jasaboga, Jasaboga

ii

Universitas Sumatera Utara


6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hengki Habayahan

Tempat / Tanggal Lahir : Barus, 13 Agustus 1979

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Menikah

Anak ke- : 3 (tiga) dari 6 (enam) bersaudara

Alamat : Kompleks Puskesmas Manduamas Pasar Lima, PO.

Manduamas Kecamatan Manduamas Kabupaten

Tapanuli Tengah

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 1 Manduamas : Tahun 1985-1991

2. SLTP Negeri 1 Manduamas : Tahun 1991-1994

3. SMU Negeri 1 Sibolga : Tahun 1994-1997

4. Akademi Kesehatan Lingkungan DEPKES RI Kabanjahe : Tahun 1997-2000

5. FKM USU Medan : Tahun 2010-2014

Riwayat Kerja

Tahun 2005 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah.

iii

Universitas Sumatera Utara


7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan RahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh

sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang

bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi

Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga

Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014” ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak

Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku Ketua Penguji dan Bapak dr. Surya Dharma,

MPH selaku Penguji I, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiranya dalam

memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Taufik Ashar, M.K.M dan Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku

Penguji II dan Penguji III yang telah banyak memberikan arahan dan masukan

demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

iv

Universitas Sumatera Utara


8

4. Bapak M. Yusuf Batubara, S.K.M., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Sibolga

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga

penelitian dapat selesai dengan baik.

5. Kepada istriku tercinta Riamin Sihotang, dan buah hatiku tersayang Heliza

Gabrioni Habayahan, Harrys Irson Habayahan, dan Riris Oktavina Habayahan

yang senantiasa memotivasi dan berdo’a sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi.

6. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen Kesehatan Lingkungan,

terima kasih atas dukungannya sehingga menambah semangat bagi saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan teman-teman

sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, April 2014


Penulis

Hengki Habayahan

Universitas Sumatera Utara


9

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan
Abstrak .............................................................................................................. i
Abstract .............................................................................................................. ii
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Daftar Isi ........................................................................................................... vi
Daftar Tabel ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.3.1. Tujuan Umum .................................................................. 5
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Hygiene dan Sanitasi ................................................................... 7
2.1.1. Pengertian ......................................................................... 7
2.1.2. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan .................................... 8
2.1.3. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Jasaboga ............. 10
2.2. Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Higiene
Sanitasi Jasaboga ......................................................................... 18
2.3. Jasa Boga ..................................................................................... 18
2.4. Kebijakan Kesehatan ................................................................... 23
2.4.1. Pengertian .......................................................................... 23
2.4.2. Implementasi Kebijakan ..................................................... 24
2.5. Landasan Teori ............................................................................ 33
2.6. Kerangka Konsep ........................................................................ 34

BAB 3. METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian ............................................................................ 35
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 35
3.2.1. Lokasi ................................................................................ 35
3.2.2. Waktu ................................................................................ 35
3.3. Populasi dan Sampel .................................................................... 35
3.4. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 36
3.6. Instrumen Penelitian .................................................................... 36
3.7. Definisi Operasional .................................................................... 36
3.7. Aspek Pengukuran ....................................................................... 37
3.8. Metode Analisis Data................................................................... 39

vi

Universitas Sumatera Utara


10

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1. Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Sibolga ............................... 42
4.2. Karakteristik Pemilik Jasaboga di Kota Sibolga ........................... 44
4.2.1. Umur ................................................................................ 44
4.2.2. Pendidikan ....................................................................... 44
4.3. Kelayakan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga ................................... 45
4.3.1. Kondisi Bangunan ............................................................ 45
4.3.2. Fasilitas Sanitasi............................................................... 51
4.3.3. Peralatan .......................................................................... 55

BAB V PEMBAHASAN
5.1. Kelayakan Bangunan ................................................................... 56
5.2. Kelayakan Fasilitas Sanitasi ......................................................... 61
5.3. Kelayakan Peralatan .................................................................... 62

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan ................................................................................. 64
6.2. Saran ........................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA

KUESIONER

vii

Universitas Sumatera Utara


11

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Umur di Kota Sibolga ..... 44

Tabel 4.2. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Pendidikan di Kota


Sibolga ........................................................................................... 44

Tabel 4.3. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Lokasi Jasaboga di


Kota Sibolga ................................................................................... 45

Tabel 4.4. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Langit-Langit


Jasaboga di Kota Sibolga ................................................................ 46

Tabel 4.5. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pintu dan Jendela
Jasaboga di Kota Sibolga ................................................................ 47

Tabel 4.6. Kondisi Pintu dan Jendela Jasaboga di Kota Sibolga ....................... 48

Tabel 4.7. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pencahayaan


Jasaboga di Kota Sibolga ................................................................ 48

Tabel 4.8. Kondisi Pencahayaan Jasaboga di Kota Sibolga .............................. 49

Tabel 4.9. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ventilasi Jasaboga di


Kota Sibolga ................................................................................... 49

Tabel 4.10. Kondisi Ventilasi Jasaboga di Kota Sibolga .................................... 50

Tabel 4.11. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ruang Pengolahan


Makanan Jasaboga di Kota Sibolga ................................................. 50

Tabel 4.12. Hasil Observasi Terhadap Tempat Cuci Tangan Jasaboga di Kota
Sibolga ........................................................................................... 51

Tabel 4.13. Kondisi Tempat Cuci Tangan Jasaboga di Kota Sibolga ................. 52

Tabel 4.14. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Air Bersih Jasaboga
di Kota Sibolga ............................................................................... 52

Tabel 4.15. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Jamban Jasaboga di


Kota Sibolga ................................................................................... 53

Tabel 4.16. Kondisi Jamban Jasaboga di Kota Sibolga ...................................... 53

viii

Universitas Sumatera Utara


12

Tabel 4.17. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Kamar Mandi


Jasaboga di Kota Sibolga ................................................................ 54

Tabel 4.18. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Tempat Sampah


Jasaboga di Kota Sibolga ................................................................ 54

Tabel 4.19. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Peralatan Jasaboga di


Kota Sibolga ................................................................................... 55

ix

Universitas Sumatera Utara


4

ABSTRAK

Berdasarakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, tempat


pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja dengan mudah dan efisien untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan.
Hasil survei awal diketahui bahwa jasaboga di Kota Sibolga secara keseluruhan
lingkungan fisiknya belum memenuhi persyaratan Permenkes RI No.
1096/Menkes/Per/ VI/2011.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi Permenkes RI No.
1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan
fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.
Jenis penelitian survei bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini adalah seluruh
jasaboga golongan A1 dan A2 yang ada di Kota Sibolga, yaitu sebanyak 22 jasaboga.
Data kelayakanan fisik jasaboga diperoleh melalui observasi dengan menggunakan
lembar observasi. Data yang sudah dikumpulkan tersebut dianalisis secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jasaboga berdasarkan kondisi
lokasinya, langit-langit, dan kondisi ruang pengolahan makanan telah memenuhi
syarat kesehatan. Namun masih banyak kondisi pintu dan jendela (36.4%),
pencahayaan (77.3%), dan ventilasi tidak memenuhi syarat (50.0%). Kelayakan fisik
berdasarkan kelayakan fasilitas sanitasi, diperoleh semua telah memiliki kondisi
kamar mandi, dan tempat sampahnya telah memenuhi syarat kesehatan. Sebesar
72.7% jasaboga memiliki kondisi jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Namun
hanya 9.1% memiliki tempat cuci tangan memenuhi syarat kesehatan. Kelayakan
fisik jasaboga berdasarkan kelayakan peralatan, diperoleh semua jasaboga memiliki
peralatan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar diadakan pelatihan tentang kelayakan
fisik jasaboga kepada seluruh pemilik jasaboga secara berkesinambungan, sehingga
kelayakan fisik jasaboga lebih baik.

Kata Kunci : Higiene Sanitasi, Jasaboga Kelayakanan Fisik, Jasaboga

Universitas Sumatera Utara


5

ABSTRACT

Based on the rule of Minister of Health of Republic of Indonesia


No.1096/Menkes/Per/VI/2011, states that food processing are should be enough to
work easily and efficiently to avoid the possibility of food contamination and easy
cleaning. From the results of the initial survey, it was found that overall physical
environment has not met the requirements according to the Minister of Health of
Republic of.Indonesia 1096/Menkes/Per/VI/2011.
The objective of this study was to know the implementation of Decree of Health
Ministry No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 concerning with Jasaboga sanitation to the
physical feasibility in Sibolga city in 2014.
This research was descriptive survey. The sample was all Jasaboga groups A1
and A2 in the city of Sibolga, as many as 22 Jasaboga. Jasaboga physical feasibility
data in Sibolga was obtained through observation using the observation sheet. The
obtained data were analyzed descriptively and presented in the form of a frequency
distribution table .
The results showed that all Jasaboga based on location conditions, the
ceiling, and the condition of the food processing area have fulfilled health
requirements. However, there were still many conditions of doors and (36.4%),
lighting (77.3%), and ventilation (50.0%) were not eligible. Physical feasibility based
on the feasibility of sanitation facilities, it was found that all have the bathrooms, and
the condition of the trash has fulfilled health requirement. 72.7% of Jasaboga have
latrines condition that meet the health requirements. But, it was only as much as
9.1% have hand washing facilities that meet the health requirements. Physical
feasibility of Jasaboga based on the equipment, it was found that all Jasaboga have
equipment that did not meet the health requirements .
It is recommended that the Health Department held training on the physical
feasibility Jasaboga to all owners on an ongoing basis, so that the physical feasibility
Jasaboga will be better in terms of health .

Keywords: Sanitation Hygiene, Physical Feasibility Jasaboga, Jasaboga

ii

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan

di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah

termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/ 2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga,

yang dimaksud jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan

kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar

pesanan. Usaha jasaboga telah berkembang dengan pesat selaras dengan kemajuan

pembangunan pada bidang lain. Usaha jasaboga yang semula hanya merupakan

kegiatan masak memasak sebagai penyaluran hobi ibu-ibu dalam mengisi waktu

luang serta hanya merupakan usaha sampingan pendapatan keluarga, kini telah

berkembang menjadi suatu unit usaha yang diandalkan dan dikelola secara

profesional.

Sentralisasi produksi makanan pada usaha jasaboga menimbulkan jarak antara

tempat memasak dan tempat penyajian atau tempat makan serta jarak antara waktu

pengolahan/memasak dan waktu penyajian atau waktu makan. Sedangkan makanan

tersebut dimakan pada waktu yang bersamaan oleh banyak orang. Hal tersebut

apabila tidak ditangani secara baik akan menimbulkan risiko rusak atau tercemarnya

makanan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Dari berbagai kejadian

keracunan makanan di Inggris & Wales, setelah dianalisis 67% disebabkan oleh

1
Universitas Sumatera Utara
2

makanan yang diproduksi dalam skala besar, dan 60% dari kejadian tersebut

makanannya disajikan sekurang-kurangnya setengah hari sebelum dikonsumsi

(Charles, 1999).

Di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Jendral Pencegahan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan

tahun 2001 sampai dengan 2005, terdapat 17 kejadian keracunan makanan dengan

2.478 penderita atau 389 orang rata-rata pertahun yang diperkirakan keracunan

kercunan makanan dari jasaboga. Jumlah tersebut belum termasuk kejadian

dibeberapa perusahaan yang mengalami keluhan akibat makan makanan jasaboga

tetapi belum melaporkan. Begitu juga hasil pemeriksaan laboratorium sampel

makanan dari 30 buah jasaboga yang tersebar di Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan

Jawa Timur menunjukkan 53,2% tidak memenuhi syarat (Depkes RI, 2006). Keadaan

sanitasi tempat pengelolaan makanan serta penggunanaan peralatan masak akan

mempengaruhi kualitas makanan.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,

faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan

yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang

baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab. Tempat pengolahan makanan

merupakan tempat dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan terolah

ataupun makanan jadi biasanya disebut dapur, memerlukan syarat sanitasi, baik dari

konstruksinya, perlengkapan yang ada maupun tata letak perlengkapan yang lazim

ada di dapur. Untuk konstruksi, hal-hal yang harus diperhatikan yaitu lantai, dinding,

atap dan langit-langit, penerangan/pencahayaan, ventilasi, pembuangan asap

Universitas Sumatera Utara


3

persediaan air yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, tersedia

tempat/bak pencuci tangan dan alat-alat dapur, perlindungan dari serangga, tikus dan

binatang perusak lainnya, barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya

tidak diperbolehkan disimpan di dapur. Hal-hal tersebut diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang

Hygiene Sanitasi Jasaboga.

Maksud dan tujuan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 adalah: 1) Sebagai dasar hukum

Pemerintah untuk melakukan pengawasan, pengendalian, pemeriksaan kesehatan

makanan, minuman jasa boga atau katering yang akan dikonsumsi untuk umum; 2)

Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta mencegah adanya pengelolaan

makanan dan minuman yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan

masyarakat akibat kualitas yang tidak memenuhi syarat kesehatan; 3) Memberikan

perlindungan dan informasi kepada masyarakat agar terhindar dari makanan dan

minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, pencemaran lingkungan dan

penyalahgunaan bahan tambahan bukan pangan, bahan kimia yang bukan

peruntukannya serta pencemaran karena pestisida; 4) Memelihara, mengembangkan,

menjaga kualitas makanan, minuman, pelestarian lingkungan dan kesehatan

karyawan; 5) Melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak

memenuhi ketentuan standar atau persyaratan kesehatan; 6) Melindungi masyarakat

dari penyebaran penyakit akibat pencemaran lingkungan dan sanitasi yang kurang

sehat; dan 7) Tersedianya makanan dan minuman yang memenuhi persyaratan

keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


4

Beberapa ketentuan yang tercantum dalam surat Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/ VI/2011 antara lain menyebutkan, bahwa setiap jasaboga harus

memperkerjakan seorang penanggungjawab yang mempunyai pengetahuan higiene

sanitasi makanan dan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan. Pengertian

hygiene, merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan individu subjeknya. Sedangkan pengertian sanitasi merupakan upaya

kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari

subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan, menyediakan

tempat sampah untuk menjaga agar sampah tidak dibuang sembarangan. Pengertian

lain menyatakan sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan

atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan mata rantai

perpindahan penyakit.

Ruangan pengolahan makanan berdasarakan Surat Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/ VI/2011, yaitu tempat pengolahan makanan harus cukup untuk

bekerja dengan mudah dan efisien untuk menghindari kemungkinan kontaminasi

makanan dan memudahkan pembersihan. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan

sedikitnya 2 meter persegi untuk setiap orang pekerja. Ruang pengolahan makanan

tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar mandi. Pada

bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus dapat ditutup dengan baik dan

membuka ke arah luar. Jendela, pintu dan lubang ventilasi tempat makanan diolah

dilengkapi kasa yang dapat dibuka dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat

Universitas Sumatera Utara


5

pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi dengan peralatan anti

lalat seperti kasa dan tirai.

Dari hasil survei awal yang dilakukan di salah satu jasa boga di Kota Sibolga

terlihat bahwa jasa boga tersebut cukup strategis karena dekat dengan jalan raya,

sehingga jasa boga tersebut banyak dikenal oleh masyarakat luas. Jasa boga tersebut

bersatu dengan rumah makan, sehingga halaman yang dimiliki jasa boga tersebut

kecil dan biasanya dijadikan tempat parkiran. Bangunan gedung kokoh, kuat, aman,

terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa,

tetapi bangunannya tidak rapat dari serangga dan tikus. Hal ini disebabkan karena

tidak ada ventilasi yang dilapisi dengan kawat kasa. Selain itu pintu yang digunakan

tidak membuka kedua arah hanya satu arah. Pembagian ruangnya kurang baik, karena

antara ruang memasak dengan ruang mencuci peralatan menjadi satu.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 Tentang

Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diketahui bahwa jasaboga di Kota Sibolga secara

keseluruhan lingkungan fisiknya belum memenuhi persyaratan sesuai dengan

Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga.

Sehingga rumusan permasalah dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana

pelaksanaan atau implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang

Higiene Sanitasi Jasaboga terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga.

Universitas Sumatera Utara


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi

Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga

terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kondisi bangunan jasaboga, yang meliputi: lokasi, langit-

langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi, dan ruang pengolahan makanan

berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene

sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun

2014.

2. Untuk mengetahui kondisi fasilitas sanitasi jasaboga, yang meliputi: tempat cuci

tangan, air bersih, jamban, kamar mandi, dan tempat sampah berdasarkan

Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga

terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

3. Untuk mengetahui kondisi peralatan jasaboga berdasarkan Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap

kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

4. Untuk mengetahui gambaran implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/

VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di

Kota Sibolga tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara


7

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pimpinan Jasaboga di Kota Sibolga berkenaan

dengan pelaksanaan Kebijakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011

tentang higiene sanitasi jasaboga.

2. Bagi peneliti, dapat menjadi wahana pembanding antara teori yang didapat di

bangku kuliah dengan penerapannya di lapangan, khususnya tentang Kebijakan

Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga.

Universitas Sumatera Utara


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.Hygiene dan Sanitasi

2.1.1. Pengertian

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk

melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang

bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan

(Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik

beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat

orang tersebut berada (Widyati, 2002).

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi

adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan

mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak

dibuang sembarangan. Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang

lain karena erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan,

tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka

mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.2. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu

(Purawidjaja, 1995):

1. Pemilihan bahan baku makanan

Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau

pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama

transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan

yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari

bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus

dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme

patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman,

suhu dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku.

2. Penyimpanan bahan makanan

Kerusakan bahan makan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena alam dan

perlakuan manusia, adanya enzim dalam makanan yang diperlukan dalam proses

pematangan seperti pada buah-buahan dan kerusakan mekanis seperti gesekan,

tekanan, benturan dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat

dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan karakteristik

bakteri seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan hidup,

kebutuhan oksigen dan berdasarkan pertumbuhannya. Terdapat empat cara

penyimpanan makanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan, yaitu

penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan dingin (chilling), penyimpanan

dingin sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen).

Universitas Sumatera Utara


10

3. Pengolahan makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang

mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi.

4. Pengangkutan makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah

terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi

risikonya daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat

pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.

5. Penyimpanan makanan

Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam

suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak.

Suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri di antaranya suasana makanan

banyak protein dan banyak air (moisture), pH normal (6,8-7,5), suhu optimum

(10°-60°C).

Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen

dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan

makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah. makanan,

kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme

patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme

berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam.

Faktor risiko kejadian foodborne diseases yaitu pada proses pembersihan alat

makan kontak dengan makanan. Faktor risiko juga dapat disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara


11

temperatur dan waktu penyimpanan tidak baik, rendahnya personal hygiene, dan

alat makan yang tercemar.

6. Penyajian makanan

Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap/laik santap. Laik

santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji

biologis. Dalam prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan

ditempatkan dalam wadah terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar

makanan tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat

diselamatkan, serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat

kerawanan pangan.

2.1.3. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Jasaboga

Persyaratan teknis higiene dan sanitasi jasaboga menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 dapat dijelaskan sebagia berikut:

A. Bangunan

1. Lokasi

Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat

sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran lainnya.

a. Halaman

(1) Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.

Universitas Sumatera Utara


12

(2) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat

sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang

yang dapat menjadi sarang tikus.

(3) Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak

menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara

kebersihannya.

(4) Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air.

b. Konstruksi

Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman.

Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas

dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.

c. Lantai

Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup dan

mudah dibersihkan.

d. Dinding

Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah dibersihkan dan

berwarna terang. Permukaan dinding yang selalu kena percikan air, dilapisi

bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai dengan permukaan halus,

tidak menahan debu dan berwarna terang. Sudut dinding dengan lantai

berbentuk lengkung (conus) agar mudah dibersihkan dan tidak menyimpan

debu/kotoran.

Universitas Sumatera Utara


13

2. Langit-langit

a. Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap bangunan, terbuat dari bahan

yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan

berwarna terang.

b. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai.

3. Pintu dan jendela

a. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan

dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat

seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

b. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti

serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain yang dapat

dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

4. Pencahayaan

a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan

pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.

b. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan intensitas

pencahayaan sedikitnya 10 candle/fc pada titik 90 cm dari lantai.

c. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya

sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan.

d. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter)

5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin

a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan

ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.

Universitas Sumatera Utara


14

b. Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk :

1) Mencegah udara dalam ruangan panas atau menjaga kenyamanan dalam

ruangan.

2) Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak dan

menetes pada lantai, dinding dan langit-langit.

3) Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.

6. Ruang pengolahan makanan

a. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang

bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan.

b. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m2)

untuk setiap orang pekerja.

Contoh : Luas ruang dapur (dengan peralatan kerja) 4 m x 5 m = 20 m2.

Jumlah karyawan yang bekerja di dapur 6 orang, maka tiap pekerja mendapat

luas ruangan 20/6 = 3,3 m2, berarti luas ini memenuhi syarat (luas 2 m2 untuk

pekerja dan luas 1,3 m2 perkiraan untuk keberadaan peralatan). Luas ruangan

dapur dengan peralatan 3 m x 4 m = 12 m2. Jumlah karyawan di dapur 6

orang, maka tiap karyawan mendapat luas ruangan 12/6 = 2 m2, luas ini tidak

memenuhi syarat karena dihitung dengan keberadaan peralatan di dapur.

c. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan

toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.

d. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/

tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan

serangga, tikus dan hewan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


15

B. Fasilitas Sanitasi

1. Tempat cuci tangan

a. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun

bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan

tertutup, bak penampungan air dan alat pengering.

b. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat

dengan tempat bekerja.

c. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan

perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan 1 - 10 orang : 1 buah tempat

cuci tangan. 11 - 20 orang : 2 buah tempat cuci tangan Setiap ada penambahan

karyawan sampai dengan 10 orang, ada penambahan 1 (satu) buah tempat cuci

tangan.

2. Air bersih

a. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan

jasaboga.

b. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

3. Jamban dan peturasan (urinoir)

a. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat

higiene sanitasi.

b. Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


16

1) Jumlah karyawan : 1 - 10 orang : 1 buah; 11 - 25 orang : 2 buah; dan 26 -

50 orang : 3 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25

orang, ada penambahan 1 (satu) buah jamban.

2) Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut :

Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah; 31 - 60 orang : 2 buah. Setiap

ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada penambahan 1

(satu) buah peturasan.

4. Kamar mandi

a. Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan air

mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan

kesehatan.

b. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia :

Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah. Setiap ada penambahan karyawan

sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1 (satu) buah kamar mandi.

5. Tempat sampah

a. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah

kering (an organik).

b. Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan

diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat

menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah.

Universitas Sumatera Utara


17

C. Peralatan

Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan

a. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat

pencucian bahan pangan.

b. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.

c. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus

dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) dengan

konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi

70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80°C -

100°C) selama 1 – 5 detik.

d. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat

yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.

2.2. Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Higiene Sanitasi


Jasaboga

Beberapa ketentuan yang tercantum dalam surat Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/ VI/2011 antara lain menyebutkan, bahwa setiap jasaboga harus

memperkerjakan seorang penanggungjawab yang mempunyai pengetahuan higiene

sanitasi makanan dan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan. Pengertian

hygiene, merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan individu subjeknya. Sedangkan pengertian sanitasi merupakan upaya

kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari

subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan, menyediakan

tempat sampah untuk menjaga agar sampah tidak dibuang sembarangan. Pengertian

Universitas Sumatera Utara


18

lain menyatakan sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan

atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan mata rantai

perpindahan penyakit.

2.3. Jasa Boga

Menurut Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, jasaboga adalah usaha

pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang

dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Usaha Jasaboga dibagi menjadi tiga

golongan, yakni golongan A, B, dan C yang golongan tersebut berdasarkan luas

jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani.

A. Jasaboga Golongan A

1. Jasaboga Golongan A1

a. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan

makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga.

b. Persyaratan Teknis

1) Pengaturan ruang

Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur.

2) Ventilasi/penghawaan

a) Apabila bangunan tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup, harus

menyediakan ventilasi buatan untuk sirkulasi udara.

b) Pembuangan udara kotor atau asap harus tidak menimbulkan gangguan

terhadap lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


19

3) Tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan

Tersedia tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan yang terpisah dengan

permukaan halus dan mudah dibersihkan.

4) Penyimpanan makanan

Untuk tempat penyimpanan bahan pangan dan makanan jadi yang cepat

membusuk harus tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).

2. Jasaboga Golongan A2

a. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang

menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja.

b. Persyaratan Teknis

1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A1.

2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :

a) Pengaturan ruang

Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding pemisah

yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruang lain.

b) Ventilasi/penghawaan

Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan

asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori

ruangan.

c) Penyimpanan makanan

Untuk penyimpanan bahan pangan dan makanan yang cepat membusuk

harus tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).

Universitas Sumatera Utara


20

d) Ruang ganti pakaian

 Bangunan harus dilengkapi dengan ruang/tempat penyimpanan dan

ganti pakaian dengan luas yang cukup.

 Fasilitas ruang ganti pakaian berada/diletakkan di tempat yang dapat

mencegah kontaminasi terhadap makanan.

3. Jasaboga golongan A3

a. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang

menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.

b. Persyaratan teknis

1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A2.

2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :

a) Pengaturan ruang

Ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk tempat

tinggal.

b) Ventilasi/penghawaan :

Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap

atau cerobong asap atau dapat pula dilengkapi dengan alat penangkap asap

(smoke hood).

c) Ruang pengolahan makanan

 Tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat

penyiapan makanan matang.

Universitas Sumatera Utara


21

 Harus tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu –

50C dengan kapasitas yang cukup untuk melayani kegiatan sesuai dengan

jenis makanan/bahan makanan yang digunakan.

d) Alat angkut dan wadah makanan

 Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan dengan konstruksi

tertutup dan hanya dipergunakan untuk mengangkut makanan siap saji.

 Alat/tempat angkut makanan harus tertutup sempurna, dibuat dari bahan

kedap air, permukaan halus dan mudah dibersihkan.

 Pada setiap kotak (box) yang dipergunakan sekali pakai untuk mewadahi

makanan, harus mencantumkan nama perusahaan, nomor Izin Usaha dan

nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.

 Jasaboga yang menyajikan makanan tidak dengan kotak, harus

mencantumkan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi di tempat penyajian yang mudah diketahui

umum.

B. Jasaboga Golongan B

1. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus untuk asrama jemaah haji,

asrama transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan serta angkutan umum dalam

negeri dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan

tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara


22

2. Persyaratan teknis

a. Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A3.

b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :

1) Halaman

Pembuangan air kotor harus dilengkapi dengan penangkap lemak (grease

trap) sebelum dialirkan ke bak penampungan air kotor (septic tank) atau

tempat pembuangan lainnya.

2) Lantai

Pertemuan antara lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati dan harus

lengkung (conus) agar mudah dibersihkan.

3) Pengaturan ruang

Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar/khusus yang terpisah dari

ruang pengolahan makanan.

4) Ventilasi/penghawaan

Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan penangkap asap (hood),

alat pembuang asap dan cerobong asap.

5) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan

(a). Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan halus dan mudah

dibersihkan.

(b). Setiap peralatan dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50

ppm atau air panas 80 0C selama 2 menit.

(c). Tempat cuci tangan

Universitas Sumatera Utara


23

Setiap ruang pengolahan makanan harus ada minimal 1 (satu) buah

tempat cuci tangan dengan air mengalir yang diletakkan dekat pintu dan

dilengkapi dengan sabun.

(d). Ruang pengolahan makanan

(1) Tersedia ruang tempat pengolahan makanan yang terpisah dari ruang

tempat penyimpanan bahan makanan.

(2) Tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu -5


0
C sampai -10 0C dengan kapasitas yang cukup memadai sesuai

dengan jenis makanan yang digunakan.

C. Jasaboga Golongan C

1. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan

pesawat udara dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan

memperkerjakan tenaga kerja.

2. Persyaratan

a. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B.

b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :

1) Ventilasi/penghawaan

a) Pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat

pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang dapat dibuka dan

dipasang untuk dibersihkan secara berkala.

b) Ventilasi ruangan dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan yang

dapat menjaga kenyamanan ruangan.

Universitas Sumatera Utara


24

2) Fasilitas pencucian alat dan bahan

a) Terbuat dari bahan logam tahan karat dan tidak larut dalam makanan

seperti stainless steel.

b) Air untuk keperluan pencucian peralatan dan cuci tangan harus

mempunyai kekuatan tekanan sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm2).

3) Ruang pengolahan makanan

a) Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara terpisah

sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan seperti

daging, telur, unggas, ikan, sayuran dan buah dengan suhu yang dapat

mencapai kebutuhan yang disyaratkan.

b) Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan makanan

kering, makanan terolah dan bahan yang tidak mudah membusuk.

c) Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindahkan dengan

menggunakan roda penggerak sehingga ruangan mudah dibersihkan.

2.4. Kebijakan Kesehatan

2.4.1. Pengertian

Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan dan

pelaksanaan program kesehatan. Kebijakan kesehatan juga berperan sebagai panduan

bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap

pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan

yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders

Universitas Sumatera Utara


25

guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta

menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan (Buse, 2009).

Ada banyak gagasan mengenai definisi kebijakan kesehatan, misalnya di

bidang ekonomi mengartikan bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu

tentang pengalokasian sumberdaya yang langka bagi kesehatan. Sementara seorang

perencana memandang bahwa kebijakan kesehatan adalah cara untuk mempengaruhi

faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan

masyarakat, dan dari sisi seorang dokter maka kebijakan kesehatan diartikan sebagai

segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan

serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang berpengaruh

pada penyusunan kebijakan, bagaimana mereka mengolah pengaruh tersebut, dan

dengan persyaratan apa (Buse, 2009).

2.4.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan

tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan Undang-Undang. Implementasi

dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan Undang-Undang dimana

berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk

menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau

program-program (Winarno, 2007).

Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang

mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun

sebagai dampak (outcome), misalnya, implementasi dikonseptualisasikan sebagai

Universitas Sumatera Utara


26

suatu proses, atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar

keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan.

Winarno (2007), dalam bukunya Kebijakan Publik Teori dan Proses,

mengutip apa yang disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Bureucracy and

policy Implementation yang berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi

setelah Undang-Undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,

keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata. Istilah implementasi menunjuk

pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan

program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh pejabat pemerintah. Implementasi

mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para

birokrat, yang dimaksudkan untuk program berjalan.

Sedangkan menurut Agustino (2008), studi implementasi merupakan suatu

kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu

kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang

begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi

berbagai kepentingan. Selain hal tersebut, Agustino (2008), dalam bukunya Dasar-

Dasar Kebijakan Publik, mengutip pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli

studi kebijakan yakni Eugene Bardach yang melukiskan kerumitan dalam proses

implementasi, yaitu: “adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan

umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam

kata-kata dan slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin

dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk

Universitas Sumatera Utara


27

melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka

anggap klien.”

Agustino (2008) mengutip pernyataan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier,

dalam bukunya “Implementation and Public Policy mendefinisikan implementasi

kebijakan sebagai: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk

Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-

keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya,

keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan

secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk

menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Menurut Nugroho (2008), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah

cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, ada dua pilihan langka yang ada, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau menilai formulasi kebijakan

derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk

Undang-Undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan publik yang

memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan

pelaksana. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain: Keppres,

Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.

Hogwood dan Gun dalam Nugroho (2008), menyebutkan bahwa secara umum

ada tiga faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi. Pertama, karena

kebijakan yang buruk. Sejak awal perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara

sembrono, tidak lengkap informasi yang diperlukan dalam perumusan kebijakan,

Universitas Sumatera Utara


28

salah memilih masalah, tujuan dan target yang tidak jelas. Kedua, karena

pelaksanaannya yang memang buruk, misalnya kurang koordinasi antara pelaksana,

tidak cukup sarana dan sarana penunjang. Ketiga, adanya faktor nasib yang tidak

menguntungkan. Semua syarat untuk keberhasilan implementasi sudah terpenuhi,

tetapi ada hambatan-hambatan yang tidak dapat ditanggulangi dengan cara rasional

sekalipun.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi kebijakan

adalah (Tangkilisan, 2005) :

1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke

dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke

dalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah,

dan lain-lainnya.

Menurut Wibawa (1994), secara sederhana tujuan implementasi kebijakan

adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan

sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Untuk mengimplementasikan kebijakan

publik, dikenal beberapa model, antara lain:

1. Model Goggin

Untuk mengimplementasi kebijakan dengan model Goggin ini dapat

mengidentifikasikan variabel-variabel yang memengaruhi tujuan-tujuan formal pada

keseluruhan implementasi, yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya

kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan

Universitas Sumatera Utara


29

organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang

akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari

masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara

warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya (Tangkilisan, 2005).

2. Model Grindle

Implementasi kebijakan menurut Grindle, ditentukan oleh isi kebijakan dan

konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah kebijakan

ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual dan biaya telah

disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Isi kebijakan mencakup: (1)

Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, (2) Jenis manfaat yang akan

dihasilkan, (3) Derajat perubahan yang diinginkan, (4) Kedudukan pembuat

kebijakan, (5) Siapa pelaksana program, dan (6) Sumber daya yang dikerahkan.

Konteks kebijakan menurut Grindle adalah: (1) Kekuasaan, kepentingan dan

strategi aktor yang terlibat, (2) Karakteristik lembaga dan penguasa, dan (3)

Kepatuhan serta daya tanggap pelaksana

3. Model Meter dan Horn

Wibawa (1994), merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan

hubungan antar berbagai faktor yang memengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan.

Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi 6 faktor, yaitu (Tangkilisan,

2005):

a. Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan

kebijakan secara menyeluruh.

b. Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi.

Universitas Sumatera Utara


30

c. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana

untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

d. Karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor

krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program.

e. Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan dan

Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan diterapkan.

4. Model Sabatier dan Mazmania

Menurut konsep Sabatier dan Mazmanian, Implementasi kebijakan

merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu: (1) Karakteristik masalah, (2) Struktur

manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang

mengoperasionalkan kebijakan, dan (3) Faktor-faktor di luar peraturan.

Konsep Sabatier dan Mazmanian menganggap bahwa suatu implementasi

akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh

peraturan (petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis). Oleh karena itu model ini disebut

model Top Down.

5. Model Edward III

Model Edward III mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh

terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel atau

faktor tadi antara lain meliputi variabel atau faktor communication, resources,

dispositions, dan bureaucratic structure.

a) Faktor Komunikasi

Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain dimensi

transformasi, kejelasan, dan konsistensi. Dimensi transformasi menghendaki agar

Universitas Sumatera Utara


31

kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran,

dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar

kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, target grup, dan pihak lain

yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat

diterima dengan jelas sehingga di antara mereka mengetahui apa yang menjadi

maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut.

b) Sumber Daya

1) Sumber Daya Manusia

Efektifitas pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada sumber daya

manusia (aparatur) yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan. Sumber daya

manusia ini harus cukup (jumlah) dan cakap (ahli). Selain itu sumber daya manusia

tersebut harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, sumber daya

manusia pelaku kebijakan tersebut juga membutuhkan informasi yang tidak saja

berkaitan dengan bagaimana cara melaksanakan kebijakan, tetapi juga mengetahui

arti penting (esensi) data mengenai kepatuhan pihak lain yang terlibat terhadap

peraturan dan pengaturan berlaku. Tidak cukupnya sumber daya berarti peraturan

(law) tidak akan bisa ditegakkan (enforced), pelayanan tidak disediakan, dan

peraturan yang digunakan tidak bisa dikembangkan.

2) Sumber Daya Anggaran

Sumber daya anggaran mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan,

selain sumber daya manusia adalah dana (anggaran) dan peralatan yang diperlukan

untuk membiayai operasionalisasi pelaksanaan kebijakan. Terbatasnya anggaran yang

tersedia menyebabkan kualitas pelayanan pada publik yang harus diberikan kepada

Universitas Sumatera Utara


32

masyarakat juga terbatas. Karena kurangnya insentif yang diberikan kepada

pelaksana kebijakan dapat menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat

melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Terbatasnya insentif tersebut tidak

akan mampu mengubah sikap dan perilaku (disposisi) para pelaku kebijakan. Oleh

karena itu, agar para pelaku kebijakan memiliki disposisi (sikap dan perilaku) tinggi

dalam melaksanakan kebijakan diperlukan insentif yang cukup. Besar kecilnya

insentif tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku (disposisi) pelaku kebijakan.

Insentif tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk rewards and punishment.

3) Sumber Daya Peralatan

Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk

operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan

sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam

implementasi kebijakan. Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang

efisiensi dan tidak mendorong motivasi para pelaku dalam melaksanakan kebijakan.

4) Sumber Daya Informasi dan Kewenangan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa sumber daya informasi

juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan. Terutama, informasi yang

relevan dan cukup tentang berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan

suatu kebijakan. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang mempengaruhi

efektifitas pelaksanaan kebijakan. Kewenangan sangat diperlukan terutama untuk

menjamin dan meyakinkan bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah sesuai

dengan yang mereka kehendaki.

Universitas Sumatera Utara


33

c) Disposisi

Keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh

mana pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu

melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi

memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan.

Mereka akan tahu bahwa kebijakan akan menguntungkan organisasi dan dirinya,

manakala mereka cukup pengetahuan (cognitive), dan mereka sangat mendalami dan

memahaminya (comprehension and understanding). Pengetahuan, pendalaman, dan

pemahaman kebijakan ini akan menimbulkan sikap menerima (acceptance), acuh tak

acuh (neutrality), dan menolak (rejection) terhadap kebijakan.

d) Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi,

pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam

organisasi bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan

sebagainya. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan

standar prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari

para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.

Menurut Friedman (2009), setidaknya ada 3 (tiga) kondisi yang harus

dipenuhi sebelum suatu tindakan hukum, yakni peraturan atau norma, bisa memiliki

dampak terhadap orang tertentu yang menjadi sasarannya.

a. Peraturan atau norma harus dikomunikasikan kepada subjek.

b. Subjek harus mampu melaksanakan atau, bila tidak, mereka tidak

melaksanakannya.

Universitas Sumatera Utara


34

c. Subjek harus memiliki dorongan untuk menjalankannya, berangkat dari

keinginan, rasa takut, atau motif lainnya.

Syarat kedua merupakan syarat yang lemah, yang mudah ditemui dalam kasus

biasa. Suatu hukum yang memerintahkan orang untuk terbang tentu saja akan sia-sia

saja. Selain itu, peraturan atau hukum harus dikomunikasikan karena sangat vital bagi

sistem hukum manapun. Sudah menjadi aksinoma bahwa tidak seorangpun yang bisa

mengarahkan perilakunya menurut hukum kecuali ia mengetahui hukum itu.

2.5. Landasan Teori

Setelah suatu kebijakan diformulaskan atau ditetapkan selanjutnya akan

memasuki tahap implementasi kebijakan, yang dianggap sebagai tahap yang paling

menentukan dalam proses suatu kebijakan. Menurut Akib (2010), bahwa

implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan

pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya input menghasilkan

output atau outcome bagi masyarakat.

Badjuri dan Yuwono (2002), mengatakan bahwa untuk memperoleh sumber

informasi utama tentang implementasi kebijakan, maka dilakukan monitoring.

Monitoring merupakan cara untuk membuat pernyataan yang sifatnya penjelasan

tentang kebijakan di waktu lampau maupun sekarang.

Universitas Sumatera Utara


35

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka

konsep untuk penelitian ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut :

Kelayakan Fisik Jasa Boga


1. Bangunan
a. Lokasi
b. Langit-langit
c. Pintu dan Jendela
d. Pencahayaan
e. Ventilasi
Implementasi Permenkes RI
f. Ruang Pengolahan Makanan No. 1096/Menkes/Per/ VI/
2. Fasilitas Sanitasi 2011 Tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga
a. Tempat Cuci Tangan
b. Air Bersih
c. Jamban
d. Kamar Mandi
e. Tempat Sampah
3. Peralatan

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui implementasi

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene

Sanitasi Jasaboga di Kota Sibolga.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Jasaboga yang ada di Kota Sibolga. Pemilihan

lokasi ini didasarkan atas pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian yang sama

dengan penelitian ini, karena kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga baru dibentuk tanggal

07 Juni 2011.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jasaboga golongan A1 dan A2

yang ada di Kota Sibolga, yaitu sebanyak 22 jasaboga.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah total populasi, yaitu seluruh populasi dijadikan

sebagai sampel penelitian. Sehingga sampel penelitian ini sebanyak 22 jasaboga.

36
Universitas Sumatera Utara
37

3.5.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil observasi dengan

menggunakan lembar observasi.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Pada penelitian ini, instrumen yang

digunakan adalah lembar observasi.

3.7. Definisi Operasional

a. Implementasi adalah pelaksanaan Kebijakan Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap

kelayakanan fisik jasaboga.

b. Jasaboga adalah jasaboga golongan A yang merupakan tempat melayani

kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur

rumah tangga atau dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja, yang terdiri

dari golongan A1 dan A2.

c. Bangunan adalah kelayakan fisik jasaboga berdasarkan lokasi, langit-langit,

pencahayaan, ventilasi/penghawaan/lubang angina, dan ruang pengolahan

makanan

d. Fasilitas sanitasi adalah kelayakan fisik jasaboga berdasarkan tempat cuci tangan,

air bersih, jamban dan peturasan, kamar mandi, dan tempat sampah

Universitas Sumatera Utara


38

e. Peralatan adalah kelayakan fisik jasaboga berdasarkan ketersediaan tempat

pencucian peralatan, tempat pencucian bahan makanan, dan tempat bahan

makanan yang telah dibersihkan.

3.7. Aspek Pengukuran

Uraian pemeriksaan diobservasi atau diukur di lapangan dan mencantumkan

tanda “” pada kolom hasil. Untuk setiap nomor yang dinilai hanya ada satu diantara

2 pilihan, yaitu memenuhi syarat atau tidak. Bilamana hasil observasi lebih cenderung

kepada memenuhi persyaratan, maka diberi tanda “” pada kolom ‘Ya”. Bilamana

hasil observasi lebih cenderung tidak memenuhi persyaratan, maka diberi tanda “”

pada kolom ‘Tidak”.

1. Bangunan

a. Lokasi

Penilaian kondisi lokasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 9

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

b. Langit-langit

Penilaian kondisi langit-langit jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 5

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


39

c. Pintu dan Jendela

Penilaian kondisi pintu dan jendela jasaboga dilakukan melalui observasi

dengan 3 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

d. Pencahayaan

Penilaian kondisi pencahayaan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 3

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

e. Ventilasi

Penilaian kondisi ventilasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

f. Ruang Pengolahan Makanan

Penilaian kondisi ruang pengolahan makanan jasaboga dilakukan melalui

observasi dengan 4 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


40

2. Fasilitas Sanitasi

a. Tempat Cuci Tangan

Penilaian kondisi tempat cuci tangan jasaboga dilakukan melalui observasi

dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

b. Air Bersih

Penilaian kondisi air bersih jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

c. Jamban

Penilaian kondisi jamban jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

d. Kamar Mandi

Penilaian kondisi kamar mandi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan

2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


41

e. Tempat Sampah

Penilaian kondisi tempat sampah jasaboga dilakukan melalui observasi

dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

3. Peralatan

Penilaian kondisi peralatan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 4

indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

3.8. Metode Analisis Data

Untuk memperoleh gambaran implementasi Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan

fisik jasaboga di Kota Sibolga. Data yang sudah dikumpulkan tersebut dianalisis

secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Sibolga

Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344

Km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota Sibolga berada pada

sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Bentuk Kota

memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari

gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke

pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya

adalah 8.520 Km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah

penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk

dijadikan lahan pemukiman.

Wilayah pemerintahan Kodya Sibolga seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari

889,16 Ha (82,5%) daratan, 187,84 Ha (17,44%) daratan Kepulauan dan 2.171,6 Ha

lautan. Daratan kepulauan yang termasuk dalam kawasan Sibolga yaitu Pulau

Panjang, Pulau Sarudik, Pulau Poncan Gadang (Besar), dan Pulau Poncan Ketek

(Ketek). Melihat kondisi geografis kota Sibolga yang mempunyai lautan yang luas

tersebut, dapat dipastikan bahwa mayoritas mata pencaharian dari penduduk Sibolga

adalah nelayan. Di samping itu, mata pencaharian dari penduduk kota Sibolga adalah

pertanian. Sementara itu, sungai-sungai yang termasuk dalam kawasan kota Sibolga

antara lain, Sungai Aek Doras, Sungai Sihopo-hopo, Sungai Muara Baiyon, dan

Sungai Aek Horsik.

42
Universitas Sumatera Utara
43

Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai,

lereng dan pegunungan, terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar

antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng)

lahan bervariasi antara 0-2% sampai dengan 40%.

Wilayah Kota Sibolga merupakan daerah yang curam dan arena kecuraman

tersebut Sibolga tidak mempunyai kemungkinan akan banjir. Selain itu, pelabuhan

Kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal-kapal yang akan menuju pulau Nias. Hal

tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi banyaknya masyarakat dari luar Kota

Sibolga yang datang merantau ke daerah ini.

Curah hujan di Kota Sibolga cenderung tidak tetap dan tidak teratur sepanjang

tahunnya. Jumlah hujan per tahun berkisar antara 2000-3000 mm. Curah hujan

tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 526,1 mm sedangkan hari hujan

terbanyak terjadi pada bulan November yaitu 25 hari. Kota Sibolga berada pada

ketinggian antara 1-50 meter diatas permukaan laut dan beriklim cukup panas.

Temperatur udara di Sibolga antara 220-330C kondisi ini cenderung tetap dan tidak

berubah. Batas-batas wilayah Kota Sibolga antara lain: Sebelah Utara berbatasan

dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten

Tapanuli Tengah, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah,

dan Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli.

Wilayah administrasi pemerintahan Kodya Sibolga terdiri dari 4 (empat)

Kecamatan dan 16 (enam belas) Kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah,

Kecamatan Sibolga Utara dengan empat kelurahan luas area 3,333 Km2, Kecamatan

Sibolga Kota dengan empat kelurahan luas area 2,7732 Km2, Kecamatan Sibolga

Universitas Sumatera Utara


44

Selatan dengan empat kelurahan luas area 3,138 Km2, dan Kecamatan Sibolga

Sambas dengan empat kelurahan luas area 1,566 Km2.

4.2. Karakteristik Pemilik Jasaboga di Kota Sibolga

4.2.1. Umur

Tabel 4.1. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Umur di Kota Sibolga


No. Umur Frekuensi Persentase
1. ≤ 35 tahun 1 4.5
2. 36-40 tahun 1 4.5
3. 41-45 tahun 5 22.7
4. 46-50 tahun 9 40.9
5. > 50 tahun 6 27.3
Jumlah 22 100.0

Berdasarkan hasil penelitian dari 22 orang pemilik jasaboga di Kota Sibolga,

diperoleh paling banyak berumur antara 46-50 tahun (40.9%). Sementara pemilik

jasaboga lainnya berumur > 50 tahun (27.3%), 41-45 tahun (22.7%), dan < 40 tahun

(9.0%).

4.2.3. Pendidikan

Tabel 4.2. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Pendidikan di Kota Sibolga

No. Pendidikan Frekuensi Persentase


1. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6 27.3
2. Sekolah Menengah Atas (SMA) 12 54.5
3. Perguruan Tinggi (PT) 4 18.2
Jumlah 22 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik jasaboga di Kota

Sibolga memiliki pendidikan SMA (54.5%). Sementara pemilik jasaboga lainnya

memiliki pendidikan SMP (27.3%), dan PT (18.2%).

Universitas Sumatera Utara


45

4.3. Kelayakan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga

4.3.1. Kondisi Bangunan

1. Lokasi

Tabel 4.3. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Lokasi Jasaboga di Kota
Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Lokasi Ya Tidak n %
f % f %
1. Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan
sumber pencemaran seperti tempat sampah 22 100.0 0 0.0 22 100.0
umum dan WC umum.
2. Terpampang papan nama perusahaan dan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
nomor Izin Usaha.
3. Halaman bersih, tidak bersemak, tidak
banyak lalat dan tersedia tempat sampah
yang bersih dan bertutup, tidak terdapat 22 100.0 0 0.0 22 100.0
tumpukan barang-barang yang dapat
menjadi sarang tikus.
4. Tempat pembuangan air limbah (air limbah
dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
sarang serangga dan dipelihara
kebersihannya.
5. Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat
22 100.0 0 0.0 22 100.0
genangan air.
6. Konstruksi bangunan untuk kegiatan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
jasaboga kokoh dan aman.
7. Konstruksi dalam keadaan bersih secara
fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau 22 100.0 0 0.0 22 100.0
bekas yang ditempatkan sembarangan.
8. Lantai kedap air, rata, tidak retak, tidak
licin, kemiringan/kelandaian cukup dan 22 100.0 0 0.0 22 100.0
mudah dibersihkan.
9. Permukaan dinding sebelah dalam rata,
tidak lembab, mudah dibersihkan dan 22 100.0 0 0.0 22 100.0
berwarna terang.

Universitas Sumatera Utara


46

Penilaian kondisi lokasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 9

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap keadaan lokasi jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua jasaboga

di Kota Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan

fisik jasaboga.

2. Langit-Langit

Tabel 4.4. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Langit-Langit Jasaboga


di Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Langit-Langit Ya Tidak n %
f % f %
1. Bidang langit-langit menutupi seluruh atap
22 100.0 0 0.0 22 100.0
bangunan.
2. Bidang langit-langit terbuat dari bahan yang
22 100.0 0 0.0 22 100.0
permukaannya rata.
3. Bidang langit-langit mudah dibersihkan. 22 100.0 0 0.0 22 100.0
4. Bidang langit-langit tidak menyerap air dan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
berwarna terang.
5. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di
22 100.0 0 0.0 22 100.0
atas lantai.

Penilaian kondisi langit-langit jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 5

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi langit-langit jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua

langit-langit yang dimiliki jasaboga di Kota Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu

berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

Universitas Sumatera Utara


47

3. Pintu dan Jendela

Tabel 4.5. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pintu dan Jendela
Jasaboga di Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Pintu dan Jendela Ya Tidak n %
f % f %
1. Pintu ruang tempat pengolahan makanan
dibuat membuka ke arah luar dan dapat 12 54.5 10 45.5 22 100,0
menutup sendiri.
2. Pintu ruang tempat pengolahan makanan
dilengkapi peralatan anti serangga/lalat 8 36.4 14 63.6 22 100,0
seperti kassa, tirai, pintu rangkap dll.
3. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan
makanan dilengkapi peralatan anti lalat
8 36.4 14 63.6 22 100,0
seperti kassa, tirai, pintu rangkap yang dapat
dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

Penilaian kondisi pintu dan jendela jasaboga dilakukan melalui observasi

dengan 3 indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak

memenuhi syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil

observasi terhadap kondisi pintu dan jendela jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh

55.5% jasaboga memiliki pintu ruang tempat pengolahan makanan yang dibuat

membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri. Sebesar 36.4% jasaboga memiliki

pintu ruang tempat pengolahan makanan yang dilengkapi peralatan anti serangga/lalat

seperti kassa, tirai, dan pintu rangkap. Sebesar 36.4% jasaboga memiliki pintu dan

jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti lalat seperti

kassa, tirai, pintu rangkap yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

Pengkategorian kondisi pintu dan jendela jasaboga di Kota Sibolga dapat dilihat pada

Tabel 4.6. berikut.

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 4.6. Kondisi Pintu dan Jendela Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Pintu dan Jendela Frekuensi Persentase


1. Memenuhi Syarat 8 36.4
2. Tidak Memenuhi Syarat 14 63.6
Jumlah 22 100.0

Masih banyak kondisi pintu dan jendela jasaboga di Kota Sibolga tidak

memenuhi syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya 8 jasaboga (36.4%) yang ada di Kota

Sibolga memenuhi syarat kesehatan.

4. Pencahayaan

Tabel 4.7. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pencahayaan Jasaboga


di Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Pencahayaan Ya Tidak n %
f % f %
1. Intensitas pencahayaan cukup untuk dapat
melakukan pemeriksaan dan pembersihan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara
efektif.
2. Setiap ruang tempat pengolahan makanan
dan tempat cuci tangan memiliki 5 22.7 17 77.3 22 100.0
pencahayaan yang baik.
3. Semua pencahayaan tidak menimbulkan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
silau.

Penilaian kondisi pencahayaan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 3

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi pencahayaan jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua

jasaboga memiliki intensitas pencahayaan yang cukup dan tidak menimbulkan silau.

Universitas Sumatera Utara


49

Pengukuran intensitas pencahayaan dalam penelitian ini dilakukan dengan

kemampuan untuk membaca koran di tempat tersebut, bila koran tidak terbaca dapat

disimpulkan cahayanya masih kurang. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa

masih banyak jasaboga (77.3%) yang tidak memiliki ruang tempat pengolahan

makanan dan tempat cuci tangan dengan intensitas pencahayaan yang baik.

Pengkategorian kondisi pencahayaan jasaboga di Kota Sibolga dapat dilihat pada

Tabel 4.8. berikut.

Tabel 4.8. Kondisi Pencahayaan Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Pencahayaan Frekuensi Persentase


1. Memenuhi Syarat 5 22.7
2. Tidak Memenuhi Syarat 17 77.3
Jumlah 22 100.0

Masih banyak kondisi pencahayaan jasaboga di Kota Sibolga tidak memenuhi

syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011. Dari tabel di

atas dapat dilihat bahwa hanya 5 jasaboga (22.7%) yang ada di Kota Sibolga

memenuhi syarat kesehatan.

5. Ventilasi

Tabel 4.9. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ventilasi Jasaboga di


Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Ventilasi Ya Tidak n %
f % f %
1. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan
makanan dilengkapi dengan ventilasi 17 77.3 5 22.7 22 100.0
sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.
2. Luas ventilasi 20% dari luas lantai 11 50.0 11 50.0 22 100.0

Universitas Sumatera Utara


50

Penilaian kondisi ventilasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi ventilasi jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh 77.3% jasa boga

memiliki bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan yang dilengkapi

dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara, dan sebesar 50.0%

memiliki luas ventilasi 20% dari luas lantai. Pengkategorian kondisi ventilasi

jasaboga di Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 4.10. berikut.

Tabel 4.10. Kondisi Ventilasi Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Ventilasi Frekuensi Persentase


1. Memenuhi Syarat 11 50.0
2. Tidak Memenuhi Syarat 11 50.0
Jumlah 22 100.0

Masih banyak kondisi ventilasi jasaboga di Kota Sibolga tidak memenuhi

syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011. Dari tabel di

atas dapat dilihat bahwa sebesar 50.0% jasaboga yang ada di Kota Sibolga memiliki

ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

6. Ruang Pengolahan Makanan

Tabel 4.11. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ruang Pengolahan


Makanan Jasaboga di Kota Sibolga

Hasil Observasi
Indikator Kondisi Ruang
No. Ya Tidak n %
Pengolahan Makanan
f % f %
1. Luas tempat pengolahan makanan sesuai
dengan jumlah karyawan yang bekerja dan 2 9.1 20 90.9 22 100.0
peralatan yang ada di ruang pengolahan.
2. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan
minimal dua meter persegi (2 m2) untuk 0 0.0 22 100.0 22 100.0
setiap orang pekerja.

Universitas Sumatera Utara


51

3. Ruang pengolahan makanan tidak


berhubungan langsung dengan toilet/ 19 86.4 3 13.6 22 100.0
jamban, peturasan dan kamar mandi.
4. Peralatan di ruang pengolahan makanan
minimal ada meja kerja, lemari/tempat
penyimpanan bahan dan makanan jadi yang 9 40.9 13 59.1 22 100.0
terlindung dari gangguan serangga, tikus
dan hewan lainnya.

Penilaian kondisi ruang pengolahan makanan jasaboga dilakukan melalui

observasi dengan 4 indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan

tidak memenuhi syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan

hasil observasi terhadap kondisi ruang pengelolaan makanan jasaboga di Kota

Sibolga, diperoleh hanya 9.1% jasaboga yang memiliki luas tempat pengolahan

makanan yang sesuai dengan jumlah karyawan, 40.9% jasaboga memiliki peralatan di

ruang pengolahan makanan, dan bahkan ditemukan semua jasaboga tidak memiliki

luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi.

4.3.2. Fasilitas Sanitasi

1. Tempat Cuci Tangan

Tabel 4.12. Hasil Observasi Terhadap Tempat Cuci Tangan Jasaboga di Kota
Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Tempat Cuci Tangan Ya Tidak n %
f % f %
1. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah
dari tempat cuci peralatan maupun bahan
makanan dilengkapi dengan air mengalir dan 2 9.1 20 90.9 22 100.0
sabun, saluran pembuangan tertutup, bak
penampungan air dan alat pengering.
2. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat
yang mudah dijangkau dan dekat dengan 2 9.1 20 90.9 22 100.0
tempat bekerja.

Universitas Sumatera Utara


52

Penilaian kondisi tempat cuci tangan jasaboga dilakukan melalui observasi

dengan 2 indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak

memenuhi syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil

observasi terhadap kondisi tempat cuci tangan jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh

masing-masing hanya 9.1% jasaboga memiliki tempat cuci tangan yang terpisah dari

tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah

dijangkau. Pengkategorian kondisi tempat cuci tangan jasaboga di Kota Sibolga dapat

dilihat pada Tabel 4.13. berikut.

Tabel 4.13. Kondisi Tempat Cuci Tangan Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Tempat Cuci Tangan Frekuensi Persentase


1. Memenuhi Syarat 2 9.1
2. Tidak Memenuhi Syarat 20 90.1
Jumlah 22 100.0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya sebanyak 9.1% jasaboga di Kota

Sibolga memiliki tempat cuci tangan yang memenuhi syarat kesehatan.

2. Air Bersih

Tabel 4.14. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Air Bersih Jasaboga di
Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Air Bersih Ya Tidak n %
f % f %
1. Air bersih tersedia cukup untuk seluruh
22 100.0 0 0.0 22 100.0
kegiatan penyelenggaraan jasaboga.
2. Kualitas air bersih memenuhi persyaratan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penilaian kondisi air bersih jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

Universitas Sumatera Utara


53

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi air bersih jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua air

bersih yang dimiliki jasaboga di Kota Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu

berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011. Dalam peneitian ini uji

kelayakan air bersih ditentukan berdasarkan visualisasi atau secara kasat mata dengan

uji fisik, yaitu tidak berwarna, tidak bau, tidak keruh, dan tidak adanya endapan

terlarut.

3. Jamban

Tabel 4.15. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Jamban Jasaboga di


Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Jamban Ya Tidak n %
f % f %
1. Jasaboga mempunyai jamban dan
peturasan yang memenuhi syarat higiene 16 72.7 6 27.3 22 100,0
sanitasi
2. Jumlah jamban cukup, dengan
perbandingan sebagai berikut : 1 - 10 22 100.0 0 0.0 22 100.0
orang : 1 buah

Penilaian kondisi jamban jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi jamban jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh sebagian besar jasaboga

(72.7%) mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat higiene sanitasi,

dan semua jasaboga memiliki jumlah jamban cukup. Pengkategorian kondisi jamban

jasaboga di Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 4.16. berikut.

Universitas Sumatera Utara


54

Tabel 4.16. Kondisi Jamban Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Jamban Frekuensi Persentase


1. Memenuhi Syarat 16 72.7
2. Tidak Memenuhi Syarat 6 27.3
Jumlah 22 100.0

Sebagian besar kondisi jamban jasaboga di Kota Sibolga telah memenuhi

syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011. Dari tabel di

atas dapat dilihat bahwa 72.7% jasaboga memiliki kondisi jamban yang memenuhi

syarat kesehatan.

3. Kamar Mandi

Tabel 4.17. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Kamar Mandi


Jasaboga di Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Kamar Mandi Ya Tidak n %
f % f %
1. Jasaboga mempunyai fasilitas kamar mandi
yang dilengkapi dengan air mengalir dan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
saluran pembuangan air limbah yang
memenuhi persyaratan kesehatan
2. Jumlah kamar mandi mencukupi kebutuhan,
paling sedikit tersedia : Jumlah karyawan : 1 22 100.0 0 0.0 22 100.0
- 30 orang : 1 buah

Penilaian kondisi kamar mandi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan

2 indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi kamar mandi jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua

kamar mandi yang dimiliki jasaboga di Kota Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu

berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

Universitas Sumatera Utara


55

4. Tempat Sampah

Tabel 4.18. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Tempat Sampah


Jasaboga di Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Tempat Sampah Ya Tidak n %
f % f %
1. Tempat sampah tersedia. 22 100.0 0 0.0 22 100.0
2. Tempat sampah bertutup, tersedia dalam
jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat 22 100.0 0 0.0 22 100.0
mungkin dengan sumber produksi sampah.

Penilaian tempat sampah jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap tempat sampah jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua tempat

sampah yang dimiliki jasaboga di Kota Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu

berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

4.3.3. Peralatan

Tabel 4.19. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Peralatan Jasaboga di


Kota Sibolga

Hasil Observasi
No. Indikator Kondisi Peralatan Ya Tidak n %
f % f %
1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika
memungkinkan terpisah dari tempat 6 27.3 16 72.7 22 100,0
pencucian bahan pangan
2. Pencucian peralatan menggunakan bahan
22 100.0 0 0.0 22 100.0
pembersih/deterjen.
3. Pencucian bahan makanan yang tidak
0 0.0 22 100.0 22 100.0
dimasak atau dimakan mentah.
4. Peralatan dan bahan makanan yang telah
dibersihkan disimpan dalam tempat yang
22 100.0 0 0.0 22 100.0
terlindung dari pencemaran serangga, tikus
dan hewan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


56

Penilaian kondisi peralatan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 4

indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi

syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi

terhadap kondisi peralatan jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh hanya 27.3% jasaboga

yang memiliki tempat pencucian peralatan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui

bahwa jasaboga yang diamati termasuk dalam golongan A1 dan A2. Karena jasaboga

di Kota Sibolga adalah industri jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum

(pesta) pernikahan, ulang tahun dan hajatan lainnya dengan skala relatif kecil. Selain

itu, jasaboga tersebut masih menggunakan dapur rumah tangga dan biasanya

menerima pesanan dibawah 100 porsi serta memiliki tenaga kerja rata-rata sebanyak

7 karyawan. Adapun analisa kelayakan fisik jasaboga di Kota Sibolga, yaitu:

5.1. Kelayakan Bangunan

Dari hasil penelitian terhadap kelayakan fisik jasaboga di Kota Sibolga

berdasarkan kelayakan bagunan diperoleh bahwa semua jasa boga berdasarkan

kondisi lokasinya, kondisi langit-langit, dan kondisi ruang pengolahan makanan telah

memenuhi syarat kesehatan. Namun berdasarkan hasil penelitian juga diketahui

bawah masih banyak kondisi pintu dan jendela (36.4%), kondisi pencahayaan

(77.3%), dan kondisi ventilasi (50.0%) jasaboga tidak memenuhi syarat

Masih banyaknya kondisi pintu dan jendela jasaboga di Kota Sibolga tidak

memenuhi syarat dikarenakan jasaboga tersebut tidak memiliki pintu ruang tempat

pengolahan makanan yang dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri.

Jasaboga juga belum memiliki pintu ruang tempat pengolahan makanan yang

dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, dan pintu rangkap.

57
Universitas Sumatera Utara
58

Jasaboga juga belum memiliki pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan

dilengkapi peralatan anti lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap yang dapat dibuka

dan dipasang untuk dibersihkan. Kondisi ventilasi jasaboga di Kota Sibolga yang

tidak memenuhi syarat dikarenakan jasa boga belum memiliki bangunan atau ruangan

tempat pengolahan makanan yang dilengkapi dengan ventilasi sehingga terjadi

sirkulasi/peredaran udara, dan belum memiliki luas ventilasi 20% dari luas lantai.

Meskipun masih banyak jasaboga yang kelayakan fisiknya belum memenuhi

syarat, namun berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semua jasaboga telah

mendapatkan izin usaha dari Dinas Kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

terpampangnya papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat

Laik Higiene Sanitasi. Hasil tersebut tidak sejalan dengan Soebijanto (2007), dalam

penelitiannya di Kota Yogyakarta memperoleh bahwa sebanyak 97,30% jasaboga

tidak memiliki sertifikat higiene sanitasi, penanggungjawab mempunyai sikap yang

positif terhadap penerapan higiene sanitasi tetapi penanggungjawab belum

menerapkan persyaratan higiene sanitasi jasaboga sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1096/Menkes/Per/VI/ 2011 Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga disebutkan sebagai

berikut: 1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku; 2) Untuk memiliki izin usaha jasaboga harus memiliki sertifikat laik hygiene

sanitasi jasaboga yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota; 3)

Universitas Sumatera Utara


59

Sertifikat laik hygiene sanitasi jasaboga dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setelah memenuhi persyaratan. Sertifikat laik sehat jasaboga

merupakan surat tanda bukti yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, kepada jasaboga yang telah memenuhi persyaratan kesehatan yang

berkaitan dengan: 1) lokasi dan bangunan; 2) fasilitas sanitasi; 3) dapur dan gudang

penyimpanan; 4) pengelolaan bahan makanan dan makanan jadi; 6) peralatan dan

tenaga baik secara fisik maupun bakteriologis; dan 7) pengawasan serangga tikus dan

hewan piaraan.

Izin Usaha Jasaboga dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sesuai peraturan

perundangan yang berlaku dilengkapi dengan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi dari

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Kepala Dinas Kesehatan Kota Sibolga diketahui bahwa setiap jasaboga yang ada di

Kota Sibolga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Untuk memiliki izin usaha tersebut, Jasaboga

harus memiliki sertifikat hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.

Sehingga pengusaha dan/atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan

jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi. Penanggung jawab jasaboga yang

menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang

diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas

Kesehatan guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan. Kepala Dinas

Kesehatan dapat mengambil tindakan administratif berupa teguran lisan, terguran

Universitas Sumatera Utara


60

tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene sanitasi jasaboga terhadap

jasaboga yang melakukan pelanggaran atas keputusan ini.

Sesuai dengan Kepmenkes No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 bahwa Dinas

Kesehatan diwajibkan untuk menginformasikan tentang keharusan pengusaha

jasaboga untuk mendaftarkan usaha jasaboga yang dikelolanya dan pendaftaran

tersebut dilakukan secara aktif oleh pengusaha. Dan apabila usaha jasaboga sudah

terdaftar maka diberikan plakat atau sertifikat tanda bahwa sudah terdaftar kemudian

dilakukan pembinaan. Pembinaan dilakukan dengan materi hygiene dan sanitasi

lingkungan seperti keadaan fisik bangunan, fasilitas, ventilasi, pencahayaan dan lain

sebagainya yang dapat menyebabkan makanan dan minuman tersebut tercemar.

Hasil observasi terlihat bahwa halaman jasaboga yang ada di Kota Sibolga

bersih, tidak banyak lalat, tersedia tempat sampah, dan tidak terdapat tumpukan

barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. Bangunan jasaboga tidak menyatu

dengan tempat tinggal sehingga menghindari tidak terjadi kontaminasi terhadap

bahan makanan.

Bangunan jasaboga kokoh, kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari

barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa, tetapi bangunannya tidak rapat

dari serangga dan tikus. Hal ini disebabkan karena ventilasi tidak dilapisi dengan

kawat kasa. Selain itu pintu yang digunakan tidak membuka kedua arah hanya satu

arah. Pembagian ruangnya kurang baik, karena antara ruang memasak dengan ruang

mencuci peralatan menjadi satu.

Universitas Sumatera Utara


61

Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi pencahayaan jasaboga di Kota

Sibolga, diperoleh bahwa semua jasaboga memiliki intensitas pencahayaan yang

cukup dan tidak menimbulkan silau. Namun masih banyak jasaboga (77.3% ) yang

tidak memiliki ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan dengan

intensitas pencahayaan yang baik. Padahal berdasarkan Kepmenkes No.

1096/Menkes/Per/VI/2011, disetiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat

mencuci tangan dan semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan bahwa ruang pengolahan

makanan di tempat tersebut tidak sesuai dengan Kepmenkes No.

1096/Menkes/Per/VI/2011. Hal ini dikarenakan antara tempat pengolahan makanan

dengan tempat mencuci pakaian tidak terpisah.

5.2. Kelayakan Fasilitas Sanitasi

Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi tempat cuci tangan jasaboga di

Kota Sibolga, diperoleh masing-masing hanya 9.1% jasaboga memiliki tempat cuci

tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan diletakkan

pada tempat yang mudah dijangkau. Sehingga diketahui bahwa hanya sebanyak 9.1%

jasaboga di Kota Sibolga memiliki tempat cuci tangan yang memenuhi syarat

kesehatan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, terlihat bahwa fasilitas

untuk mencuci tangan ada 2 di depan (ruang makan) dan di dapur sendiri. Untuk

toilet di tempat tersebut tersedia 2 toilet tetapi tidak terpisah antara toilet pria dan

wanita. Dari hasil pangamatan yang telah dilakukan, untuk air bersih sudah

Universitas Sumatera Utara


62

memenuhi syarat dari beberapa indikator seperti air bersih harus tersedia cukup untuk

seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga, kualitas air bersih harus memenuhi

syarat sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan.

Berdasarkan hasil observasi terhadap tempat sampah jasaboga di Kota

Sibolga, diperoleh bahwa semua tempat sampah yang dimiliki jasaboga di Kota

Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No.

1096/Menkes/Per/VI/2011. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan bahwa

tempat pembuangan sampah (tong/ bak sampah) yang tersedia telah cukup

menampung sampah dan dilapisi oleh plastik sehingga apabila sudah penuh langsung

dapat dibuang tanpa memindahkan sampahnya lagi tetapi, bak sampah atau tong

sampah tidak tertutup hal ini bisa menyebabkan lalat atau serangga bisa berkembang

biak.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan ada beberapa hal yang harus di

perhatikan seperti tempat-tempat sampah seperti kantong plastik / kertas, bak sampah

tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin

dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan

tercemarnya makanan oleh sampah, penanggung jawab jasaboga harus memelihara

semua bangunan dan fasilitas atau alat-alat dengan baik untuk menghindari

kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad

renik, meningkatnya suhu, akumulasi sampah, berbiaknya serangga, tikus dan

genangan-genangan air.

Universitas Sumatera Utara


63

Sistem pembuangan sampah di jasa jasaboga tersebut sudah dapat dinilai baik

karena proses pembuangannya sudah dilakukan secara teratur sehingga tidak ada

sampah yang berserakan tetapi sebaiknya tempat sampahnya tertutup yang akan

memungkinkan terjadinya kontaminasi. Pada saat tempat sampah itu penuh sampah

tersebut langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah terdekat.

5.3. Kelayakan Peralatan

Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi peralatan jasaboga di Kota

Sibolga, diperoleh hanya 27.3% jasaboga yang memiliki tempat pencucian peralatan.

Setelah pemberian skor pada masing-masing jasaboga untuk sanitasi peralatan

berdasarkan kriteria penilaian diperoleh bahwa untuk peralatan semua jasaboga telah

sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

Hasil ini senada dengan Shinta (2008), yang menemukan bahwa peralatan

pada tempat pengelolaan makanan di Universitas ”X”, sebanyak 82% telah memenuhi

syarat kesehatan. Demikian juga dengan hasil penelitian Djaj (2000), dilaporkan

bahwa sebanyak 84.7% tempat pengelolaan makanan di Jakarta Selatan dilengkapi

dengan sarana pencucian peralatan masak dan makan, mencuci dengan air yang

mengalir sebanyak 70.6% dan semuanya menggunakan bahan pencuci detergen.

Dari hasil observasi juga diketahui bahwa beberapa Jasaboga lainnya

mengeringkan peralatan dengan menggunakan lap/serbet yang berfungsi untuk

berbagai keperluan. Misalnya, untuk mengeringkan peralatan yang basah. Selain itu,

peralatan yang sudah dicuci diletakkan dalam keadaan terbuka. Hal ini serupa dengan

Universitas Sumatera Utara


64

hasil penelitian Susanna (2003) yang menyatakan penempatan piring dilakukan pada

tempat terbuka dan tidak bersih serta penggunaan kain lap pada saat mengeringkan

piring, sendok dan garpu. Hal tersebut dapat memberi kontribusi terhadap

kontaminasi kuman pada makanan.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kelayakan fisik jasaboga di Kota Sibolga berdasarkan kelayakan bagunan

diperoleh bahwa semua jasa boga berdasarkan kondisi lokasinya, kondisi langit-

langit, dan kondisi ruang pengolahan makanan telah memenuhi syarat kesehatan.

Namun berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bawah masih banyak kondisi

pintu dan jendela jasaboga di Kota Sibolga tidak memenuhi syarat (36.4%),

kondisi pencahayaan tidak memenuhi syarat (77.3%), dan kondisi ventilasi

jasaboga tidak memenuhi syarat (50.0%).

2. Kelayakan fisik jasaboga di Kota Sibolga berdasarkan kelayakan fasilitas sanitasi,

diperoleh bahwa semua jasa boga telah memiliki kondisi kamar mandi, dan

kondisi tempat sampahnya telah memenuhi syarat kesehatan. Sebesar 72.7%

jasaboga memiliki kondisi jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Namun

hanya sebanyak 9.1% jasaboga memiliki tempat cuci tangan yang memenuhi

syarat kesehatan.

3. Kelayakan fisik jasaboga di Kota Sibolga berdasarkan kelayakan peralatan,

diperoleh semua jasaboga di Kota Sibolga memiliki peralatan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka disarankan bagi Dinas Kesehatan

Kota Sibolga:

65
Universitas Sumatera Utara
66

1. Agar diadakan kegiatan pelatihan-pelatihan secara rutin dan terjadwal terutama

bagi pemiliki jasaboga tentang hygiene dan sanitasi jasaboga dalam hal kelayakan

fisik jasaboga, sehingga Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/

VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik

Jasaboga di Kota Sibolga dapat terlaksana dengan baik.

2. Melakukan pembinaan melalui pemeriksaan sanitasi, dan pemberian izin usaha

dengan memperhatian setiap indikator kelayakan fisik jasaboga.

3. Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat sebagai konsumen jasaboga

ntentang keamanan dan kebersihan makanan.

4. Setiap pengusaha Jasaboga harus mengikuti pelatihan dan mendapatkan

sertifikasi.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo, 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Akib Haedar, 2010. Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana.


Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn. 2010

Badjuri H. Abubakar dan Yuwono Tcguh, 2002, “Kebijakan Publik, Konsep dan
Strategi”, JIP FISIP Univcrsitas Diponcgoro, Semarang.

Buse Kent, 2009. Making Health Policy: Understanding Public Helath, Second
Edition, London: Open University Press Mc Graw Hill Education.

Friedman, Lawrence M., 2009. Sistem Hukum : Perspektif Ilmu Sosial. Penerbit
Nusa Media. Bandung.

Hasanah E.N. 2013. Analisa Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1096 tahun 2011 Tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga Di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Skripsi
Universitas Sebelas Maret Fak. Kedokteran.

Leichter H. 1979. A Comparative Approach to Policy Analysis:Health Care Policy


in Four Nation. Cambridge: Cambridge University Press

Michael Laver, 1986, “Social Choice and Public Policy”, Basil Blackwell, New
York.

Nugroho, Riant, 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1096/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga

Pohan, 2009. Pemeriksaan Escherichia Coli Pada Usapan Peralatan Makan


yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah Medan
[online]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14698/1/09E02756.pdf
[diakses 21 maret 2013].

Soebijanto, 2007. Sikap dan Perilaku Penanggungjawab Kaitannya dengan


Kondisi Higiene Sanitasi Jasa Boga di Kota Yogyakarta, Penerbit
[Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada.

Sugyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Jilid I, Cetakan I, Bandung:


Alfabeta

67
Universitas Sumatera Utara
68

Tangilisan, Hessel. 2005. Implementasi Kebijakan Publik. YPAPI. Yogyakarta.

Walt G dan Gilson L. 1994. Reforming the Health Sector In Developing


Countries: The Central Role Of Policy Analysis. Health Policy and
Planning 9: 353-70

Wibawa, Samoedra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Penerbit: Raja Grafindo


Offset. Jakarta

Winarno, Budi, 2007. Kebijakan Publik: Teori Dan Proses. Edisi Revisi. Jakarta:
PT. Buku Kita

Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan


Jasaboga, 1995

Universitas Sumatera Utara


69

LEMBAR OBSERVASI
(Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga)

IMPLEMENTASI PERMENKES RI NO. 1096/MENKES/PER/ VI/2011


TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA TERHADAP
KELAYAKANAN FISIK JASABOGA DI
KOTA SIBOLGA TAHUN 2013

Hari/Tanggal :
Waktu : Pukul .......... s/d ..........
Nama Perusahaan :
Alamat Perusahaan :
Kapan mulai beroperasi :
Jumlah Karyawan :
Jumlah Kamar Mandi :
Luas lahan :
Luas Bangunan :
Luas Dapur :
Luas Lantai :
Luas Ventilasi :

1. Nama Pengusaha :
2. Umur :
3. Pendidikan : a. Tidak sekolah/tidak tamat SD
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi

Universitas Sumatera Utara


70

Hasil
No. Uraian
Ya Tidak
I BANGUNAN
A. Lokasi
1. Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran
seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber
pencemaran lainnya.
2. Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta
nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
3. Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia
tempat sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat
tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.
4. Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi)
tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan
dipelihara kebersihannya.
5. Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air.
6. Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga kokoh dan aman.
7. Konstruksi dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari
barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.
8. Lantai kedap air, rata, tidak retak, tidak licin,
kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan.
9. Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
B. Langit-langit
1. Bidang langit-langit menutupi seluruh atap bangunan.
2. Bidang langit-langit terbuat dari bahan yang permukaannya rata.
3. Bidang langit-langit mudah dibersihkan.
4. Bidang langit-langit tidak menyerap air dan berwarna terang.
5. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai.
C. Pintu dan Jendela
1. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke
arah luar dan dapat menutup sendiri.
2. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan
anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.
3. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi
peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap
yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.
D. Pencahayaan
1. Intensitas pencahayaan cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-

Universitas Sumatera Utara


71

pekerjaan secara efektif.


2. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan
intensitas pencahayaan sedikitnya 10 candle pada titik 90 cm dari
lantai.
3. Semua pencahayaan tidak menimbulkan silau.
E. Ventilasi
1. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan dilengkapi
dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.
2. Luas ventilasi 20% dari luas lantai
F. Ruang Pengolahan Makanan
1. Luas tempat pengolahan makanan sesuai dengan jumlah
karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang
pengolahan.
2. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter
persegi (2 m2) untuk setiap orang pekerja.
3. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung
dengan toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.
4. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal ada meja kerja,
lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang
terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.
II FASILITAS SANITASI
A. Tempat Cuci Tangan
1. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air
mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup, bak
penampungan air dan alat pengering.
2. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja.
B. Air Bersih
1. Air bersih tersedia cukup untuk seluruh kegiatan
penyelenggaraan jasaboga.
2. Kualitas air bersih memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
C. Jamban
1. Jasaboga mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi
syarat higiene sanitasi
2. Jumlah jamban cukup, dengan perbandingan sebagai berikut : 1 -
10 orang : 1 buah
D. Kamar Mandi
1. Jasaboga mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi

Universitas Sumatera Utara


72

dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang


memenuhi persyaratan kesehatan
2. Jumlah kamar mandi mencukupi kebutuhan, paling sedikit
tersedia : Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah
E. Tempat Sampah
1. Tempat sampah terpisah antara sampah basah dan sampah
kering.
2. Tempat sampah bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan
diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah,
namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan
oleh sampah
III. PERALATAN
1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan
terpisah dari tempat pencucian bahan pangan
2. Pencucian peralatan menggunakan bahan pembersih/deterjen.
3. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan
mentah dicuci dengan menggunakan larutan Kalium.
4. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan
dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus
dan hewan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai