SKRIPSI
Oleh :
NOVYANRI S. SITORUS
NIM. 081000114
SKRIPSI
Oleh:
NOVYANRI S. SITORUS
NIM. 081000114
NOVYANRI S. SITORUS
NIM. 081000114
Bakso bakar merupakan bakso yang dibakar setelah diolesi oleh bumbu-
bumbu seperti margarin, kecap, saos. Tempat jualan bakso bakar yang tidak
terkoordinir dan berpindah-pindah dapat menyebabkan dagangan yang dijual tidak
memenuhi syarat kesehatan. Bakso bakar banyak digemari sebagai makanan jajanan
yang dalam proses pengolahan sampai penyajiannya kemungkinan terdapat bahan
pencemar dan ditambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diijinkan oleh
pemerintah seperti boraks.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygine sanitasi
pengolahan dan kandungan boraks pada bakso bakar yang dijual di sekitar SD di
Kecamatan Medan Baru.
Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif yaitu dengan melihat
gambaran hygiene sanitasi pengolahan bakso bakar dan analisa laboratorium untuk
mengetahui kandungan boraks pada bakso bakar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang bakso bakar belum memenuhi
syarat kesehatan karena semuanya tidak melaksanakan seluruh prinsip hygiene
sanitasi mulai dari pemilihan dan penyimpanan bahan baku, pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan dan penyajian bakso bakar sesuai dengan Kepmenkes RI
No. 942/Menkes/sk/VII/2003. Secara umum gambaran hygiene sanitasi pedagang
bakso bakar ini berada dalam kategori sedang. 12 sampel bakso bakar yang diperiksa
tidak menagndung boraks sehingga memenuhi syarat kesehatan yang mengacu
kepada Permenkes No. 1168/MENKES/PER/X/1999.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa secara
keseluruhan pedagang bakso bakar disekitar SD di Kecamatan Medan Baru belum
menerapkan prinsip hygiene sanitasi yang benar. Kandungan boraks pada bakso bakar
telah memenuhi syarat kesehatan menurut Permenkes No.
1168/MENKES/PER/X/1999 , yaitu tidak mengandung boraks. Disarankan kepada
para pedagang bakso bakar agar lebih memperhatikan lagi hygiene sanitasinya. Bagi
pihak SD agar lebih memperhatikan berbagai jenis makanan jajanan yang beredar
disekitar sekolah dasarnya. Bagi BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih
memperketat pengawasan terhadap makanan jajanan khususnya di SD dan juga dapat
melakukan penyuluhan terhadap pedagang makanan.
Bakso bakar is the meatball that burned after smeared by spices such us
margarine, ketchup, sauces. Selling places of bakso bakar that are not coordinated
and moving cause the sale of merchandise do not fulfill the health qualification.
Bakso bakar is favorite snack that in the processing until the presentation will likely
added contaminants and food additives that not permitted by government such us
borax .
The purpose of this research is to find out hygiene and sanitation of
processing application and knowing the content of the borax in bakso bakar that sold
at around the Primary Schools in District Medan Baru.
The method of research is descriptive method to see the description of the
hygiene sanitation application in processing bakso bakar and laboratory analysis to
determine the content of borax in bakso bakar.
The results showed that the seller of bakso bakar do not fulfill the health
qualification because all of them have not implemented all the principles of hygiene
sanitation from selecting and storing the raw material, processing, storing,
transporting and presenting bakso bakar according to Kepmenkes RI
942/Menkes/sk/VII/2003. Generally, the description of hygiene sanitation is located
in the medium category. 12 samples of basko bakar are not contains of borax and
fulfill the health requirements that refers to Permenkes RI No.
1168/MENKES/PER/X/1999.
The conclusions from the result of this study is all of seller of bakso bakar
around the Primary School in District Medan Baru have not applied the correct
principles of hygiene sanitation. Content of Borax in bakso bakar has been qualified
according to Permenkes RI No.1168/MENKES/PER/X/1999, that does not contain
borax. The seller of bakso bakar advised to pay attention their hygiene sanitation
anymore. The school also advised to pay attention to the kinds of snack that
circulated around the school. To BPOM and Health Department of Medan City for
controlling the snack especially in Primary School and provide counseling to the
seller of food.
Riwayat Pendidikan:
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
selalu setia menyertai penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Hanya karena kasihNya
lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ‘’Hygiene Sanitasi dan
Analisa Kandungan Boraks pada Bakso Bakar yang Dijual Disekitar Sekolah
Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012’’. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(USU).
Tersusunnya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
2. Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
3. Ir. Evi Naria MKes, selaku Dosen Pembimbing II dan Ketua Depertemen
Kesehatan Lingkungan yang juga telah banyak meluangkan waktu dan pikiran
serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.
4. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku penguji II skripsi yang telah memberikan saran
5. Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku penguji III skripsi yang telah memberikan
7. Kepala Camat Kecamatan Medan Baru dan Balitbang yang telah memberikan
izin penelitian
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dan Staf Kesling Dinkes yang telah
Medan yang telah membimbing penulis dalam melakukan uji laboratorium dan
10. Para pedagang bakso bakar yang memberikan izin penelitian untuk skripsi ini.
11. Teristimewa kepada mamaku tercinta (S. Butar-Butar) yang tidak pernah bosan
kesah penulis dari tangisan pertama penulis sampai selesainya skripsi ini. Buat
abang-abangku tercinta, Bang Alex, Bang Tami (dan keluarga), Bang Erman.
Juga buat kakak-kakakku tercinta : Kak Murni (dan keluarga), Kak Fera (dan
keluarga), Kak Herty (dan keluarga) yang tidak pernah bosan memberikan
perhatian, dukungan moril, materil kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.
12. Kelompok Kecilku “Talitakum”: K’Maria, K’Decy, Nadia, Linda, Kristy dan
13. Komisi peralatan se-USU, Mami Papi Inventaris dan eks Komisi peralatan: Kak
Erik, Windy, Elisabet, Tius, Ramson, Hendrikson, Tomi, Sabam, Herry dan yang
lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih
penulis.
14. Harmoni’s girl 67 (Kak Donna, Kak Fretty, Kak Hermina, Windot) yang telah
Febry, Susan, Eka, Neni, Stiphani, Mai, Yossi, Amjah, Caprin, Johannes, Edy,
Mandroy, Merlyn, Ani, Evi, Shinta, Leo, Fitri, Berta, Purna, Iin dan yang lainnya
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Tetap semangat ya
16. Terimakasih buat POMK FKM dan PD MARANATHA yang telah banyak
17. Bagi semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini hingga
selesai.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehinggga
membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi
ini dapat menjadi sumbangan berguna bagi kita semua dan juga bagi ilmu
Novyanri Sitorus
Halaman Pengesahan..................................................................................................i
Abstrak........................................................................................................................ii
Abstrack.....................................................................................................................iii
Daftar Riwayat Hidup...............................................................................................iv
Kata Pengantar...........................................................................................................v
Daftar Isi...................................................................................................................viii
Daftar Tabel...............................................................................................................xi
Daftar Lampiran......................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah......................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................................6
1.3.1. Tujuan Umum......................................................................................6
1.3.2. Tujuan Khusus.....................................................................................6
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................................6
BAB V PEMBAHASAN...........................................................................................68
5.1. Karakteristik Penjual Bakso Bakar.............................................................68
5.1.1. Jenis Kelamin...................................................................................68
5.1.2. Umur.................................................................................................68
5.1.3. Lama Bekerja....................................................................................69
5.2. Observasi Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan...................69
5.2.1. Pemilihan Bahan Baku Bakso Bakar................................................69
5.2.2. Penyimpanan Bahan Baku Bakso Bakar..........................................71
5.2.3. Pengolahan Bakso Bakar..................................................................72
5.2.4. Penyimpanan Makanan Jadi.............................................................77
5.2.5. Pengangkutan Bakso Bakar..............................................................78
Daftar Pustaka
Lampiran
Tabel Halaman
4.8. Hasil Rekapitulasi Hygiene Sanitasi Bakso Bakar Yang dijual di Sekitar
SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan.............................................................60
4.9. Distribusi Hygiene Sanitasi Pedagang Bakso Bakar yang dijual disekitar
SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012.........................................61
4.10. Distribusi Kategori Hygiene Sanirasi Pedagang Bakso Bakar yang dijual
Disekitar SD di Kecamatan Medab Baru Kota Medan Tahun 2012..........................64
4.11. Hasil Pemeriksaan Boraks pada Bakso Bakar yang dijual disekitar SD
di Kecamatan Medan Baru.........................................................................................65
Lampiran 4. Data Hasil Observasi Hygiene Sanitasi Pedagang Bakso Bakar yang
dijual disekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan
Tahun2012
Lampiran 7. Surat Keterangan Izin Penelitian Dari Kepala Camat Medan Baru
Lampiran 9. Surat Keterangan Izin Penelitian Dari Kantor Kepala Dinas Kesehatan
Kota Medan
Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Balai Laboratorium
Kesehatan Kota Medan
Lampiran 11. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Boraks dari Balai Laboratorium
Kesehatan Kota Medan
Bakso bakar merupakan bakso yang dibakar setelah diolesi oleh bumbu-
bumbu seperti margarin, kecap, saos. Tempat jualan bakso bakar yang tidak
terkoordinir dan berpindah-pindah dapat menyebabkan dagangan yang dijual tidak
memenuhi syarat kesehatan. Bakso bakar banyak digemari sebagai makanan jajanan
yang dalam proses pengolahan sampai penyajiannya kemungkinan terdapat bahan
pencemar dan ditambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diijinkan oleh
pemerintah seperti boraks.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygine sanitasi
pengolahan dan kandungan boraks pada bakso bakar yang dijual di sekitar SD di
Kecamatan Medan Baru.
Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif yaitu dengan melihat
gambaran hygiene sanitasi pengolahan bakso bakar dan analisa laboratorium untuk
mengetahui kandungan boraks pada bakso bakar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang bakso bakar belum memenuhi
syarat kesehatan karena semuanya tidak melaksanakan seluruh prinsip hygiene
sanitasi mulai dari pemilihan dan penyimpanan bahan baku, pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan dan penyajian bakso bakar sesuai dengan Kepmenkes RI
No. 942/Menkes/sk/VII/2003. Secara umum gambaran hygiene sanitasi pedagang
bakso bakar ini berada dalam kategori sedang. 12 sampel bakso bakar yang diperiksa
tidak menagndung boraks sehingga memenuhi syarat kesehatan yang mengacu
kepada Permenkes No. 1168/MENKES/PER/X/1999.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa secara
keseluruhan pedagang bakso bakar disekitar SD di Kecamatan Medan Baru belum
menerapkan prinsip hygiene sanitasi yang benar. Kandungan boraks pada bakso bakar
telah memenuhi syarat kesehatan menurut Permenkes No.
1168/MENKES/PER/X/1999 , yaitu tidak mengandung boraks. Disarankan kepada
para pedagang bakso bakar agar lebih memperhatikan lagi hygiene sanitasinya. Bagi
pihak SD agar lebih memperhatikan berbagai jenis makanan jajanan yang beredar
disekitar sekolah dasarnya. Bagi BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih
memperketat pengawasan terhadap makanan jajanan khususnya di SD dan juga dapat
melakukan penyuluhan terhadap pedagang makanan.
Bakso bakar is the meatball that burned after smeared by spices such us
margarine, ketchup, sauces. Selling places of bakso bakar that are not coordinated
and moving cause the sale of merchandise do not fulfill the health qualification.
Bakso bakar is favorite snack that in the processing until the presentation will likely
added contaminants and food additives that not permitted by government such us
borax .
The purpose of this research is to find out hygiene and sanitation of
processing application and knowing the content of the borax in bakso bakar that sold
at around the Primary Schools in District Medan Baru.
The method of research is descriptive method to see the description of the
hygiene sanitation application in processing bakso bakar and laboratory analysis to
determine the content of borax in bakso bakar.
The results showed that the seller of bakso bakar do not fulfill the health
qualification because all of them have not implemented all the principles of hygiene
sanitation from selecting and storing the raw material, processing, storing,
transporting and presenting bakso bakar according to Kepmenkes RI
942/Menkes/sk/VII/2003. Generally, the description of hygiene sanitation is located
in the medium category. 12 samples of basko bakar are not contains of borax and
fulfill the health requirements that refers to Permenkes RI No.
1168/MENKES/PER/X/1999.
The conclusions from the result of this study is all of seller of bakso bakar
around the Primary School in District Medan Baru have not applied the correct
principles of hygiene sanitation. Content of Borax in bakso bakar has been qualified
according to Permenkes RI No.1168/MENKES/PER/X/1999, that does not contain
borax. The seller of bakso bakar advised to pay attention their hygiene sanitation
anymore. The school also advised to pay attention to the kinds of snack that
circulated around the school. To BPOM and Health Department of Medan City for
controlling the snack especially in Primary School and provide counseling to the
seller of food.
masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu
sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari
beberapa aspek, diantaranya aspek kelezatan (cita rasa dan flavour) kandungan gizi
makanan, orang, tempat, peralatan dan membebaskan makanan dari zat-zat yang
Dalam Undang – undang kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 109 tentang
pengamanan makanan dan minuman disebutkan bahwa Setiap orang atau badan
yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik
yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan
makanan ditempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan oleh jasa boga, rumah makan/restoran dan
hotel (Depkes, 2003 ). Salah satu makanan jajanan yang saat ini beredar di
masyarakat adalah bakso bakar. Bakso bakar merupakan bakso yang dibakar setelah
diolesi oleh bumbu-bumbu seperti kecap dan margarin. Namun, makanan jajanan
sebab itu, makanan jajanan yang kita konsumsi haruslah terjaga kebersihan dan
keamanannya. Makanan jajanan yang mengandung resiko ini misalnya adalah adanya
penambahan bahan tambahan makanan (BTM) yang tidak diijinkan seperti boraks.
ditemukan dalam beberapa produk makanan seperti mie kuning basah, bakso dan
bahan pengawet juga dimaksudkan untuk membuat bahan menjadi kenyal dan
memperbaiki penampilan.
Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk
memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel
yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001
hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang
menggunakan bahan kimia berbahaya seperti boraks. Dari 77 sampel bakso yang
diperiksa terdapat 22% sampel yang mengandung boraks (BPOM RI, 2004).
pasar tradisional dan pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan
0,01 – 0,6 % (Oliveoile, 2008). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Purnomo
tentang boraks pada makanan berupa mie basah, lontong, bakso, pempek dan kerupuk
udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung
Sawah, dan swalayan Bandar Lampung, dari 30 contoh mie basah, 84% positif
mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan dari 13
sampel pempek, 85% juga positif mengandung boraks dari 12 sampel bakso, 7
sampel cincau hitam dan 12 sampel kerupuk undang, 100% positif mengandung
Boraks dalam Bakso di Kotamadya Medan tahun 2010 didapat bahwa dari 80% dari
sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks dengan kadar boraks yang di
dapat dalam bakso antara 0,08% - 0,29% (Panjaitan, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Anisyah Nasution tentang Analisa Kandungan Boraks pada Lontong
di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, terdapat 62,5% pedagang
(Nasution, 2009).
strategis dan banyak peminatnya, seperti di pasar tradisional, pinggir jalan raya,
sekolah, khususnya anak SD. Harga bakso bakar yang cukup murah dan rasanya yang
enak membuat anak-anak sekolah banyak menggemarinya. Tempat jualan yang tidak
besar bakso bakar dapat tercemar. Pencemaran dapat terjadi pada setiap tahapan
produksi yang dilalui, baik pada proses pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan
kememungkinkan terkontaminasi dengan udara yang kotor maupun lalat. Selain itu
Untuk itu dalam pemilihan bahan sampai penyajian bakso bakar seharusnya
tentang Hygiene sanitasi dan penggunaan zat kimia yaitu boraks pada bakso bakar
yang dijual di sekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan.
Mengingat bakso bakar merupakan jajanan yang biasa dijual dan banyak disukai oleh
Bakso bakar banyak digemari sebagai makanan jajanan yang dalam proses
ditambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diijinkan oleh pemerintah seperti
boraks. Maka perlu dilakukan penelitian terhadap hygiene sanitasi bakso bakar
dan ingin mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada bakso bakar tersebut.
boraks pada bakso bakar yang dijual di sekitar sekolah dasar di Kecamatan Medan
3. Sebagai informasi bagi peneliti lain untuk studi yang lebih mendalam.
kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk
kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk
agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi makanan adalah upaya-
upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat
kaitannya. Misalnya hygienenya sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi
sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencucui
bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu
secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara
(Moehyi,1992).
Pangan yang tidak baik dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan
foodborne diseases, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengonsumsi pangan
ditimbulkan makanan dapat digolongkan kedalam dua kelompok utama, yaitu infeksi
dan intoksitas. Infeksi apabila setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang
mikroorganisme. Oleh karena itu makanan merupakan media perantara yang baik
bagi penularan berbagai penyakit. Mikroorganisme yang hidup dalam makanan akan
meninggalkan racun, dan apabila makanan yang mengandung racun tersebut dimakan
oleh manusia, maka kesehatannya akan terganggu. Gangguan kesehatan dapat juga
kesehatan juga dapat terjadi karena senyawa kimia dalam makanan. Senyawa kimia
ini dapat berasal dari makanan itu sendiri, tapi dapat juga berasal dari luar. Senyawa
kimia yang berasal dari makanan itu sendiri misalnya adalah asam bongkrek pada
tempe bongkrek, asam sianida pada ubi kayu. Senyawa kimia yang berasal dari luar
(Moehyi,1992).
dalam bahan makanan yang mentah seperti daging ayam dan telur.
Misalnya mikroorganisme bisa berasal dari pisau, piring atau gelas yang
Menurut Moehyi (1992), secara garis besar terdapat tiga hal yang
kebersihan.
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
manusia, sehingga apapun yang disajikan sebagai makanan dan minuman harus
memenuhi syarat utama, yaitu citra rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti
yang buruk dapat disebabkan tiga faktor yakni faktor fisik, faktor kimia, dan faktor
mikrobiologi.
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan
yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan
yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan kontruksi
zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-
obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan
adanya kontaminan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi
makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengonsumsi makanan
antara lain:
Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah
maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Depkes RI,
2003). Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta
rusak seperti daging, ikan susu, telur, makanan dalam kaleng dan buah. Bahan
makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan
makanan yang begitu panjang dan melalui perdagangan yang begitu luas. Salah satu
bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat
1) Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan
5) Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan
masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering dan
penyelenggaraan Rumah Sakit perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan
memenuhi syarat.
lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan
Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang
banyak, (untuk katering dan jasa boga ) dapat menyebabkan kerusakan bahan
makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik adalah
sebagai berikut :
Sanitasi Jasa Boga, penyimpanan bahan makanan mentah dilakukan dalam suhu
sebagai berikut:
Lama Penyimpanan
Jenis Bahan Makanan < 3 Hari < 1 Minggu >1 Minggu
Daging, ikan, udang dan
-5°C s/d 0°C -10 s/d 5°C > -10°C
olahannya
Telur, susu dan olahannya -5°C s/d 7°C -5°C s/d 0°C > -5°C
Sayur, buah dan minuman 10°C 10°C 10°C
Tepung dan biji 25°C atau 25°C atau suhu 25°C atau
suhu ruang ruang suhu ruang
Sumber: Depkes RI, Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011
sama sekali tidak membunuh bakteri. Apabila makanan dikeluarkan dari dalam
freezer dan temperatur menjadi tinggi, maka bakteri akan mulai memperbanyak diri
kembali. Bakteri baru berhenti tumbuh apabila makanan disimpan pada temperatur
2. Cara Penyimpanan
lain.
Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap. Makanan yang berbau
tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan
lain, kalau mungkin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus
berjauhan. Makanan yang disimpan tidak lebih dari dua atau tiga hari harus sudah
digunakan. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk
makanan.
langit-langit.
Penempatan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (first in first
out), artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dahulu.
Setiap barang yang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk
Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya, yaitu:
untuk bahan makanan yang berpotensi yang akan segera di olah kembali.
untuk bahan berpotensi yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24
jam.
makanan proten yang mudah rusak untuk jangka waktu >24 jam.
Pada proses atau cara pengolahan makanan, menurut Sumantri (2008) ada tiga
persyaratan sanitasi.
dapat ditularkan melalui kulit. Oleh karena itu, penjamah makanan harus
makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah
atau prinsip-prinsip hygiene dn sanitasi yang baik atau disebut GMP (good
manufacturing practice)
tangan.
h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
hygiene sanitasi.
dengan air bersih dan dengan sabun, lalu dikeringkan dengan alat
sekali pakai.
penyimpanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari
serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan tidak
tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya
dalam keadaan panas 60°C atau tetap dingin 4°C (Sumantri, 2010).
harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih.
Makanan jajanan yang diangkut juga harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan
Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu hati-
hati. Sehingga dalam prinsip pengangkutan makanan siap santap perlu diperhatikan
hal berikut:
2. Wadah yang digunakan harus utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan
makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau bocor.
3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas
4. Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam
penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin.
Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 4°C.
Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10°C
(Sumantri, 2010).
atas 60°C.
4°C.
disajikan.
e. Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu pengolahan
harus diatur suhunya pada suhu dibawah 4°C atau dalam keaadaan
beku 0°C.
f. Makanan yang akan disajikan kurang dari enam jam dapat diatur
tidak menunggu.
tutup yang rapat dan tersedia lubang hawa (ventilasi) untuk makanan
tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan
bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan
kebersihan pakaiannya.
Penyajian makanan merupakan salah satu pinsip dari hygiene dan sanitasi
makanan. Penyajian nakanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi
selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap
b. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau
tertutup.
c. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam
e. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 jam apabila masih
1) Mudah dibersihkan.
h. Pada waktu menjajakan makanan harus terlindungi dari debu dan pencemaran.
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran, antara lain
1. Mudah dibersihkan.
a. Air bersih.
d. Penyimpanan peralatan.
secara berkala dan penerapan HACCP secara bertahap oleh Dinas Kesehatan
spesimen yang dilakukan secara rutin menjadi tanggung jawab pedagang makanan
contoh makanan dan spesimen dalam rangka uji petik ditanggung oleh Pusat, Propinsi
Penyehatan Air dan Sanitasi Ditjen PPM & PL Depkes RI dengan periode 3 (tiga)
bulan sekali.
Sentra makanan jajanan yang telah memenuhi syarat dan menerapkan HACCP
tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan
Organization) dan WHO (World Health Organizaton) di roma pada tahun 1956
mendefenisikan zat aditif bahan pangan sebagai substansi bukan gizi yang
ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam
jumlah kecil, untuk memperbaiki kenampakan, citra rasa, tekstur atau sifat-sifat
Sciences mendefenisikan zat aditif bahan pangan sebagai suatu substansi atau
campuran substansi yang berbeda dengan bahan pangan dasar, yang ada dalam bahan
pangan sebagai hasil dari setiap aspek produksi, pengolahan, penyimpanan atau
keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)
pengolahan.
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula
berupa residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk
1. Antioksidan (antioxidant)
lemak dari pangan. Antioksidan yang diizinkan antara lain propil gallat, butil
Merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu
dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis terdiri dari pemanis
tepung dan produk olahannya dengan maksud karakteristik warna putih yang
merupakan ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga. Penambahan
permukaan dan tegangan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak
teknologi produk pangan dan untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang
7. Pengawet (preservative)
benzoat atau kalium benzoat). Pengawet terbagi dua yaitu zat pengawet
anorganik (sulfit, hidrogen peroksida, nitrat nitrit) dan zat pengawet Organik
(asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida).
produk kripik.
9. Pewarna (colour)
Ada dua jenis zat pewarna yaitu pewarna alami (karotenoid, riboflavin dan
kobalamin, dll) dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis yang diizinkan
yaitu amaran, biru berrlian, eritrosin, hijau FCF, hijau S, Indigotin, ponceau
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enchance )
Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada
perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan
minyak atau produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan
Formalin sering sekali digunakan sebagai pengawet pada susu, tahu, mie, ikan
asin, ikan basa dan produk pangan lainnya. Formaldehid sangat berbahaya
kematian.
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate)
penyusutan berat badan dalam waktu empat minggu pada tikus, iritasi pada
mata dan hidung serta diikuti pusing-pusing pada tikus dan babi.
7. Nitrofuranzon ( nitrofuranzone)
Dengan rumus C6H6N4010, sering digunakan pada pakan ternak dengan sifat
menyebabkan skin lession pada kulit serta infeksi pada kandung kemih.
Dulsin dalam bahan pangan digunakan sebagai penggabti sukrosa bagi orang
yang perlu diet. Konsumsi dulsin yang berlebih dapat menyebabkan kematian.
kuning) , dulsin (pemanis sintesis) dan potassium bromat (pengeras) (Cahyadi, 2008).
2.7. Boraks
berbentuk padat dan jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (H3BO3). Boraks atau asam borat mempunyai sifat antiseptik sehingga bisa
digunakan dalam obat-obatan seperti salep, bedak, larutan kompres dan obat-obatan
lain (Baliwati, dkk, 2004). Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99% dan
O= 77,62% berbentuk serbuk kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan
sebagai berikut :
2. Larut dalam 18 bagian air dingin , 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol.
4. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat,
airnya pada suhu 100 °C yang secara perlahan berubah menjadi asam
metaborat (HBO2).
6. Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa.
7. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan
Boraks atau yang sering disebut asam borat, natrium tetraborat atau sodium
Jika suatu objek biologi berkontak dengan suatu zat, maka hanya dapat terjadi
efek toksik setelah absorbsi zat tersebut. Umumnya hanya zat yang dalam bentuk
terlarut yang dapat diabsorbsi (Ariens, dkk, 1986). Suatu zat kimia akan
menyebabkan kerusakan bila diserap oleh organisme tersebut. Adsorbsi zat kimia
hebatnya efek zat kimia terhadap organisme tergantung dari kadarnya di organ
sasaran. Agar dapat diserap, didistribusi dan akhirnya dikeluarkan, suatu toksikan
Semua zat kimia yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perlakuan
melakukan transformasi agar zat kimia lebih mudah diekskresikan lewat ginjal.
Ketika suatu zat kimia masuk ke dalam tubuh, maka zat tersebut akan
mengalami beberapa proses dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Ketika zat kimia misalnya boraks masuk ke dalam tubuh melalui makanan
yang dimakan (oral), maka tubuh akan melakukan proses metabolisme zat kimia
tersebut. Lambung akan lebih mudah menyerapnya karena merupakan asam lemah.
Dalam dosis tertentu dapat menyebabkan mual, muntah-muntah dan diare. Di dalam
usus, asam lemah tidak mudah diserap karena akan berada dalam bentuk ion. Setelah
diserap lambung, toksikan akan dibawa oleh vena porta hati ke hati.
keseluruh tubuh dan akan melalui dinding kapiler darah. Dalam dosis tertentu dapat
hati. Di hati, toksikan tersebut akan diikat. Kadar enzim yang memetabolisme
toksikan dalam hati juga tinggi sehingga membuat sebagian toksikan menjadi kurang
toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga mudah diekskresikan ( Lu, 1995).
Fungsi pokok hati adalah menerima dan mengolah zat kimia yang diabsorbsi dari
apabila kadar zat kimia (termasuk boraks) dalam jumlah yang tinggi dan terus
dalam tubuh dan akan di ekskresi secara lamban oleh ginjal (Adiwisastra, 1995).
Toksikan yang mempengaruhi ginjal dapat bekerja dalam empat cara yaitu :
Ginjal biasanya rentan terhadap efek toksik zat kimia. Kerusakan ginjal oleh
zat kimia kemungkinan disebabkan oleh adanya penurunan produksi urine dan
kerusakan jaringan di ginjal (Ester, 2002). Oleh sebab itu, boraks dalam dosis tertentu
dan terus menerus dapat merusak ginjal dan dalam keadaan kronis dapat
Pada saat zat kimia diserap oleh sel-sel dalam tubuh, maka zat kimia tersebut
dapat menyebabkan kecacatan pada bayi. Kerusakan yang terjadi pada DNA juga
sering diperbaiki oleh sel itu sendiri, atau jika sel imun mengenalinya, sel yang rusak
akan dibunuh sehingga tidak dapat menyebabkan kanker. Jika tidak satupun proses di
atas terjadi, maka sel yang rusak akan terus membelah dan tumbuh sehingga salinan
dirinya yang memang rusak semakin banyak, dan dapat merusak sel lainnya yang
yang defektif (menuju kecacatan). Pada waktu-waktu tertentu, janin yang sedang
bertumbuh dan berkembang menjadi sangat sensitif terhadap paparan zat kimia,
misalnya saat perkembangan sistem organ atau perkembangan sel-sel tertentu (Ester,
2002). Dengan demikian, paparan boraks pada ibu hamil juga dapat menyebabkan
5) Hilangnya cairan dalam tubuh ditandai dengan kulit kering dan pingsan.
tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, bahkan dapat menimbulkan
shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan
Asam borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Absorpsinya melalui
saluran cerna, sedangkan ekresinya yang utama melaui ginjal. Jumlah yang relatif
besar ada pada otak, hati, dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi
melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam
Dalam kondisi toksik yang kronis (karena mengalami kontak dalam jumlah
sedikit demi sedikit namun dalam jangka panjang) akan mengakibatkan tanda-tanda
merah pada kulit dan gagal ginjal. Boraks juga dapat mengakibatkan iritasi pada kulit,
mata atau saluran respirasi, mengganggu kesuburan dan janin. Maka, hendaknya
Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam,
maupun ikan. Sedangkan bakso bakar merupakan bakso yang dibakar setelah
Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tampahan utama garam dapur,
tepung tapioka dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng, dengan berat 25–30gr
per butir. Setelah dimasak, bakso memiliki tekstur yang kenyal sebagai ciri
urat (terbuat dari urat sapi), dan bakso aci (terbuat dari tepung tapioka). Bakso yang
baik adalah bakso yang dibuat dari daging yang berkualitas dan tidak berlemak yang
biasanya mengandung 90% daging dan 10% tepung tapioka. Selain bumbu, ada bahan
yang biasa ditambahkan ketika membuat bakso. Bahan yang dimaksud adalah
pengenyal. Adapun bahan pengenyal yang aman digunakan adalah Sodium Tripoli
menggunakan boraks sebagai pengenyal dan sebagai pengawet agar bakso lebih tahan
lama. Ciri-ciri bakso yang mengandung boraks adalah biasanya lebih kenyal
dibanding bakso yang menggunakan STF, jika digigit akan kembali kebentuk semula.
Warna bakso yang mengandung boraks juga tampak lebih putih. Hal ini berbeda
dengan bakso yang baik, biasanya berwarna abu-abu segar merata disemua bagian
(Cahyadi, 2008).
Bakso memiliki sifat keasaman yang rendah sehingga bakso tidak dapat
bertahan lama dan rentan terhadap kerusakan, sehingga bakso memiliki masa simpan
Bahan utama yang diperlukan dalam membuat bakso bakar adalah daging dan
bahan pendukung (bahan pengisi, Sodium Tripoliphosphate, air es/es , serta bumbu-
bumbu penyedap, garam/merica). Daging yang digunakan dapat berupa daging sapi,
menggunakan daging yang masih segar (prerigor) agar bakso yang dihasilkan kenyal
Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah pati,
misalnya tepung tapioka, gandum dan tepung aren. Kandungan pati yang tinggi pada
tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi
lemak.
seluruh bagian daging, mempertahankan suhu adonan tetap rendah akibat pemanasan
bakso sering ditambah dengan sodium tripoliphosphat (STPP) yaitu suatu garam
cengkraman air. STTP secara umum diijinkan dan telah banyak digunakan dalam
dicetak secara manual atau dengan alat cetak bakso, lalu direbus dalam air mendidih
1. Penghancuran daging
sampai lumat. Alat yang digunakan bisa dengan pisau, pencincangan atau
penggilingan.
2. Pembentukan adonan
Adonan juga bisa ditambah dengan telur dan ditambahkan tepung sedikit
demi sedikit.
3. Pencetakan bakso
Setelah adonan siap, bakso dapat dicetak, cukup dengan dibulatkan secara
4. Pemasakan bakso
menit.
5. Pembakaran bakso
Pada proses ini, bakso yang telah masak ditusuk dengan tusuk sate dan
dibakar di atas bara api sambil sesekali dioles dengan bahan olesan seperti
Mengandung
Pemeriksaan
Pedagang Bakso Boraks
Laboratorium
bakso bakar bakar secara kualitatif
Tidak
Mengacu kepada mengandung
Permenkes No. Boraks
1168/MENKES/PER/
Observasi sanitasi X/1999
pedagang bakso bakar
berdasarkan enam prinsip
sanitasi makanan Memenuhi
1. Pemilihan Syarat
bahan makanan Kepmenkes RI No.
2. Penyimpanan bahan 942/Menkes/SK/V
makanan I I/2003
3. Pengolahan
Tidak
makanan
Memenuhi
4. Penyimpana
Syarat
n makanan
jadi
5. Pengangkuta
n makanan
6. Penyajian makanan
Penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif yaitu dengan melihat gambaran
hygiene sanitasi dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan boraks pada
bakso bakar yang dijual di sekitar sekolah dasar di Kecamatan Medan Baru Kota
Medan.
Kecamatan Medan Baru Kota Medan, dimana pada sekolah dasar tersebut terdapat
SD No. 060895
4. SD Percobaan Negeri.
6. SD Muhammadyah 05.
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang bakso bakar yang
3.3.2. Sampel
dagangannya disekitar sekolah dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Jumlah
diambil 2 sampel bakso bakar yang dijual pada saat dijajakan, yaitu bakso sebelum
dibakar dan bakso sesudah dibakar. Jumlah keseluruhan adalah 12 bakso bakar.
wawancara langsung kepada pedagang bakso bakar serta data yang diperoleh dari
Data sekunder diperoleh dari kantor Kecamatan Medan Baru berupa data
Sekolah dasar di Kecamatan Medan baru dan dari Dinkes berupa pengawasan Dinkes
a. Pedagang bakso bakar yaitu pedagang yang menjajakan bakso bakar disekitar
b. Bakso bakar yaitu produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam
berbentuk padat dan jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida
kebersihan subyeknya.
kondisi segar, masih utuh dan diperoleh dari sumber yang resmi untuk
yang aman dan sehingga tidak terjangkau tikus, serangga, serta binatang
pengganggu lainnya.
l. Penyimpanan makanan jadi adalah meletakkan makanan yang sudah siap saji
pada tempat yang tidak tercemar debu, tertutup, tidak dapat dijangkau tikus,
942/MENKES/SK/VII/2003.
p. Tidak memenuhi syarat keadaan dimana hasil observasi tidak sesuai dengan
dengan membakar Ailtrat sampel dengan metanol dimana akan terbentuk nyala api
1. Alat-alat
- Neraca analitik
- Api bunsen
- Cawan porselin
- Lumpang
- Lemari asam
2. Bahan
- Bakso bakar
- NH4OH 2N
- HCl 2N
- Metanol
- CaO
- Kertas kurkumin
3. Bakar didalam lemari asam sampai dalam bentuk abu. Dan setelah
4. Sebagian abu larutkan dalam HCL 2N, celupkan kertas kurkumin. Bila
dengan korek api. Apabila menghasilkn warna api yang hijau, maka
bakso bakar yang dijual di sekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan, yang
meliputi pemilihan bahan bakso bakar, penyimpanan bahan bakso bakar, pengolahan
bakso bakar, penyimpanan bakso bakar, pengangkutan bakso bakar dan penyajian
bakso bakar.
Jika salah satu pertanyaan dari observasi pada enam tahap hygiene sanitasi
persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan maka makanan jajanan tersebut tidak
bakar yang dijual di sekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan adalah:
uji nyala api, tidak ditemukan zat pengawet boraks pada basko bakar.
bahwa terdapat boraks pada bakso bakar, maka makanan jajanan tersebut tidak
942/Menkes/SK/VII/2003.
No. 942/Menkes/SK/VII/2003.
Untuk kuesioner pada penjual bakso bakar, dilakukan untuk lebih mengetahui
lebih dalam lagi (rinci) tentang hygiene sanitasi pedagang bakso bakar tersebut mulai
dari pemilihan bahan bakso bakar, penyimpanan bahan bakso bakar, pengolahan
bakso bakar.
Lembar kuesioner terdiri dari 3 pilihan jawaban, mulai dari yang diharapkan
(memenuhi syarat) sampai yang tidak memenuhi syarat (dilarang). Pertanyaan ada
sebanyak 14,dengan ketentuan sebagai berikut: jika responden menjawab “a” maka
skore = 3, jika responden menjawab “b” maka skore= 2, jika responden menjawab
dikategorikan atas baik, sedang dan rendah dengan ketentuan sebagai berikut:
1. baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau
3. Kurang, jika responden dapat menjawab <40% dari seluruh pertanyaan atau
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan hygiene sanitasi
pengolahan bakso bakar yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif kemudian
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan dengan kepustakaan
dari hasil pemeriksaan laboratorium diolah secara manual dengan megacu kepada
4.1.1. Geografi
Kecamatan Medan Baru memiliki luas wilayah 5,84 km² dengan batas-batas
sebagai berikut:
sekitar 43.524 Jiwa. Di Kecamatan Medan Baru terdapat 24 unit SD/sederajat dan
SD No. 060895
gambaran hygiene sanitasi pada setiap pedagang tersebut. Peneliti juga melakukan
disusun terlebih dahulu. Pemeriksaan boraks juga dilakukan terhadap setiap sampel
bakso bakar.
meliputi jenis kelamin, umur pembuat bakso bakar dan lama bekerja adalah sebagai
berikut:
bakso bakar yang berjualan disekitar SD di Kecamatan Medan Baru adalah 100 %
laki-laki. Distribusi pedagang bakso berdasarkan umur dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:
Berdasarkan tabel 4.2. diatas, diketahui pedagang bakso bakar yang telah
sebanyak 5 orang (83,4%) dan yang telah berjualan selama lebih dari 2 tahun ada 1
paling lama bekerja adalah selama 5 tahun dan pedagang yang paling rendah waktu
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada pedagang bakso bakar
bahwa enam prinsip hygiene sanitasi telah dilakukan oleh pedagang bakso bakar
yang telah dilakukan pedagang bakso bakar disekitar SD di Kecamatan Medan Baru
bakar, dalam pemilihan bahan baku bakso bakar dapat diketahui bahwa kriteria
penilaian dalam prinsip pemilihan bahan baku bakso bakar (tepung, daging
semuanya menggunakan bahan baku tepung yang dalam keadaan baik, tidak rusak
dan terdaftar. Daging ayam/ikan yang digunakan dalam keadaan segar dan tidak
berbau busuk. Selain itu bumbu-bumbu yang digunakan seperti bawang,daun sop juga
bakar, distribusi pedagang bakso bakar berdasarkan penyimpanan bahan baku bakso
bahan baku bakso bakar (tepung, daging ayam/ikan, bumbu-bumbu) masih ada yang
tempat khusus untuk menyimpan bahan baku bakso bakar. Bahan baku hanya
diletakkan di lantai dan dimeja saja. Bahan baku menempel pada dinding/lantai dan
dapat dijangkau oleh tikus. Sedangkan yang memenuhi syarat yaitu semua (100%)
bahan baku telah dipisah dengan bahan jadi dan bahan baku disimpan ditempat yang
kedap air.
bakar, distribusi pedagang bakso bakar berdasarkan pengolahan bakso bakar dapat
menggunakan pisau yang dalam keadaan bersih dan tidak rusak, menggunakan
anggota badan, lantai yang digunakan dalam mengolah bakso bakar tidak licin, kedap
Kriteria penilaian yang tidak memenuhi syarat adalah penjamah tidak mencuci
bumbu-bumbu dengan air mengalir, tidak mencuci peralatan yang akan digunakan
dengan air sabun, tidak mengeringkan peralatan dengan lap bersih, peralatan yang
telah dibersihkan tidak disimpan pada rak penyimpanan khusus yang bersih, badan
dan pakaian penjamah tidak bersih, tidak mempunyai kuku yang pendek dan bersih,
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada pedagan bakso bakar,
distribusi pedagang bakso bakar berdasarkan penyimpanan makanan jadi dapat dilihat
makanan jadi yang memenuhi syarat kesehatan diantanya 100% Makanan disimpan
dalam keadaan tidak rusak, tidak busuk dan tidak basi. Tersedia tempat khusus untuk
menyimpan bakso bakar dan tempat dalam keadaan tertutup. Tempat penyimpanan
berupa etalase. Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu 16%
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada pedagan bakso bakar,
didapat bahwa dari 6 orang pedagang bakso bakar, hanya 5 orang yang menggunakan
bakarnya didalam kantin sekolah. Jadi proses pengolahan sampai penyajian bakso
makanan. Distribusi pedagang bakso bakar dalam pengangkutan makanan jadi dapat
100% mempunyai tempat khusus untuk mengangkut bakso bakar. Tempat tersebut
berupa etalase. 100% bakso bakar diangkut dalam keadaan tertutup dan terhindar dari
debu. Yang tidak memenuhi syarat kesehatan daiantaranya adalah 20% tempat tidak
dalam keadaan bersih dan dibersihkan setiap hari, 60% kendaraan yang mengangkut
bakso bakar tidak dalam keadaan bersih dan dibersihkan setiap hari.
telah mengangkut bakso bakar sesuai dengan syarat kesehatan. 80% pedagang belum
bakar, distribusi pedagang bakso bakar berdasarkan penyajian makanan jadi dapat
makanan jadi yang memenuhi syarat kesehatan diantaranya adalah 100% penyaji
tidak batuk/bersin didepan makanan, 100% penyaji tidak sambil menggaruk anggota
badan, dan 100% terdapat wadah khusus tempat bakso bakar. Yang tidak memenuhi
syarat kesehatan yaitu 16% tangan penyaji kontak langsung dengan bakso bakar, 16%
hygiene sanitasi dalam pengolahan bakso bakar dapat diketahui sudah memenuhi
syarat atau tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
Tabel 4.8. Hasil Rekapitulasi Hygiene Sanitasi Bakso Bakar Yang dijual di
Sekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan
Berdasarkan hasil observasi pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada
prinsip hygiene sanitasi yang I yaitu pemilihan bahan baku bakso bakar, 100% sudah
pengolahan bakso bakar dan penyajian bakso bakar, 100% tidak memenuhi syarat
(84%) telah memenuhi syarat kesehatan. Pada prinsip V yaitu prinsip pengangkutan,
1 pedagang (20%) telah memenuhi syarat kesehatan. Dari tabel juga dapat dilihat
bahwa tidak ada pedagang yang telah memenuhi syarat kesehatan secara keseluruhan
mulai dari prinsip pemilihan bahan baku sampai dengan penyajian makanan.
Untuk lebih mengetahui lebih rinci lagi tentang hygiene sanitasi pedagang
bakso bakar, maka dilakukan pengumpulan data melalui kuesioner yang diikuti
dengan wawancara dengan pedagang bakso bakar. Berikut ini adalah hasil
pengumpulan data tentang hygiene sanitasi makanan terhadap pedagang bakso bakar
Tabel 4.9. Distribusi Hygiene Sanitasi Pedagang Bakso Bakar yang dijual
disekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012
bahan baku dari pasar tradisional dengan pertimbangan mudah dijangkau dan
harganya murah. 63,7% bahan baku yang telah dibeli tidak langsung habis dipakai.
Bahan baku semuanya disimpan diatas lantai dan dibersihkan setiap hari.
bakar. Tempat berupa etalase dan 83,3% pedagang selalu membersihkannya setiap
hari. 16,7% pedagang membersihkan tempat pengangkutan bakso setip hari. 50%
menyajikan bakso bakar yaitu plastik putih dan semua bakso yang dijual habis dalam
1 hari.
hygiene sanitasi bakso bakar yang dijual disekitar SD di Kecamatan Medan Baru
4.10. berikut:
Tabel 4.10. Distribusi Kategori Hygiene Sanitasi Pedagang Bakso Bakar yang
dijual disekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun
2012
bakso bakar 16,7% berada dalam kategori baik dan 83,3% berada dalam kategori
pedagang masing-masing diambil 2 sampel yaitu bakso sebelum dibakar dan bakso
sesudah dibakar. Sampel tersebut diambil dari pedagang bakso bakar yang berjualan
di sekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru. Sampel tersebut dibawa ke Balai
Analisa kandungan boraks pada bakso bakar dilakukan dengan menggunakan uji
reaksi kurkumin dan dilanjut dengan reaksi nyala api. Hasil pemeriksaan boraks
Berdasarkan tabel 4.11. diketahui bahwa dari 12 sampel bakso bakar yang
dijual disekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan yang diperiksa semuanya
(100%) telah memenuhi syarat kesehatan yang mengacu kepada Permenkes No.
di Kota Medan
jajanan yang beredar di Kota Medan adalah Dinas Kesehatan yang bekerjasama
dengan instansi lain seperti BPOM. Dalam melakukan pengawasan, pihak Dinas
sampel makanan jajanan jika terjadi kasus keracunan. Bila terjadi kasus keracunan di
dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat maupun instansi terkait lainnya.
kantin di sekolah yang ada di Kota Medan. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan
terhadap pengelola kantin sekolah tersebut. Jadi setiap petugas kesehatan lingkungan
dan mengerti cara pengambilan sampel makanan dan minuman. Dinas Kesehatan
pelatihan cara pengambilan sampel dan penyuluhan terhadap pedagang kaki lima atau
kantin sekolah.
Dari hasil observasi diketahui bahwa semua (100%) jenis kelamin pedagang
bakso bakar disekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan adalah laki-laki.
dipakai, kebersihan diri seperti kuku, rambut, tangan, dll. Disamping itu perempuan
biasanya tidak merokok seperti laki-laki dimana hal tersebut sangat berpengaruh
5.1.2. Umur
banyak berada pada kelompok umur >35 tahun yaitu sebanyak 4 orang (66,7%).
Mereka adalah pedagang I, Pedagang III, pedagang IV, pedagang VI. Berdasarkan
hasil observasi, umur pedagang bakso bakar yang lebih muda tidak berarti lebih
karena pedagang yang berumur 23 tahun pun tidak mencuci tangannya sebelum
mengolah bakso bakar, sama seperti pedagang yang berumur 53 tahun. Menurut
bekerja pedagang bakso yang paling lama adalah 5 tahun (pedagang III) dan yang
paling muda lama bekerjanya adalah 1 tahun (pedagang II, IV, VI).
Semakin lama waktu berjualan bakso bakar maka pengalaman dalam bidang
tersebut akan semakin baik. Pembuatan bakso bakar terbilang cukup sederhana
Semakin berpengalaman, pedagang akan semakin cepat dan lihai dalam membuat
bulatan bakso bakar tesebut. Pedagang bakso bakar yang lebih lama waktu
saat menyajikan bakso bakar karena pedagang yang telah 5 tahun berjualan pun masih
belum memperhatikan hygiene sanitasi, sama seperti pedagang yang masih berjualan
selama 1 tahun.
menggunakan bahan baku yang memenuhi syarat kesehatan yaitu bahan baku tepung
yang dalam keadaan baik, terdaftar dan tidak rusak. Daging dan bumbu yang
digunakan juga dalam keadaan baik dan tidak busuk. Dari 6 pedagang bakso bakar,
yang menggunakan bakso ikan ada sebanyak 3 orang dan 3 orang pedagang
Semua pedagang senantiasa berbelanja bahan baku setiap pagi. Mereka tidak
inilah semua adonan bakso seperti tepung, daging, bawang, daun sop dicampur
hingga dapat dibentuk bulatan. Dalam mencampurkan adonan bakso, pedagang juga
memasukkan penyedap rasa seperti royco agar rasa ayam atau dagingnya lebih terasa.
Bahan baku tepung dapat langsung diperoleh dari tempat penggilingan bakso
tersebut. Tempat penggilingan bakso ada yang langsung menyediakan bumbu dan
dagingnya sekaligus. Disebagian tempat, bumbu dan dagingnya dapat dibeli dari
pajak. Hal tersebut dapat memudahkan penjual bakso dalam membeli bahan bakunya.
Menurut asumsi peneliti, karena pedagang bakso bakar senantiasa berbelanja bahan
baku setiap pagi hari, maka kemungkinan bahan baku yang digunakan seperti
ikan/daging bisa dalam keadaan segar dan tidak busuk. Demikian juga dengan
bumbu-bumbu seperti bawang dan daun sop, bisa dalam keadaan baik, segar dan
tidak busuk.
kerusakan seperti busuk dan terjadinya pencemaran dari asal bahan atau dari
lingkungan. Bahan makanan yang baik harus bebas pencemaran, tidak rusak secara
fisik, atau oleh karena bahan kimia, bebas dari bibit penyakit (Cahyadi,2008).
Menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003, semua bahan yang diolah menjadi
makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk. Semua
bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan
olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau
tidak rusak.
bakso bakar tidak memenuhi syarat kesehatan. Penyimpanan bahan baku bakso bakar
berada di tempat penggilingan bakso. Belum ada tempat khusus yang disediakan
untuk menyimpan bahan-bahan baku bakso bakar tersebut. Bahan baku yang berupa
bumbu-bumbu seperti penyedap, garam ada yang digantungkan dan diletakkan diatas
meja. Bahan baku seperti tepung dikemas dalam karung dan ditindih begitu saja di
atas lantai dan lantainya dalam keadaan tidak bersih. Menurut asumsi peneliti,
Bakso yang telah digiling disimpan dalam wadah plastik sebelum diberikan kepada
pedagang bakso. Plastik tersebut diletakkan diatas meja dan jika tidak muat lagi
Lantai di tempat penggilingan ini memang terbuat dari bahan yang kedap air
(semen) namun kondisinya sangat kotor dan terdapat genangan air/basah. Meja
tempat pemotongan daging/ikan ditempat penggilingan ini pun dalam keadaan basah,
tidak bersih dan berwarna hitam. Mereka hanya membersihkan meja tersebut setelah
tidak ada lagi orang yang hendak menggilingkan baksonya. Menurut asumsi peneliti,
daging/ikan tersebut kemungkinan dapat terkontaminasi dari meja ataupun dari sisa
tidak lekas rusak. Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan
bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari
bakso bakar tidak memenuhi syarat kesehatan. Lokasi penyimpanan yang tidak
mikroorganisme seperti jamur, bakteri, virus, parasit serta bahan-bahan kimia yang
pengolahan bakso bakar tidak memenuhi syarat kesehatan. Seluruh bumbu yang akan
digunakan dalam pengolahan bakso bakar tidak terlebih dahulu dicuci dengan air
bersih. Hal ini disebabkan karena pencampuran bumbu dengan bakso dilakukan di
mengalir yang bersih dan sabun. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi dari
tepung dengan dagingnya dengan alasan agar baksonya kental dan dapat dibuat
bentuk bulatan. Es disimpan didalam ember hitam yang tampaknya kurang bersih dan
langsung tanpa menggunakan sarung tangan. Bahkan mereka juga tidak terlebih
dahulu mencuci tangan. Padahal tangan mereka kotor karena sambil mengaduk
adonan bakso. Hal itu dapat menyebabkan kontaminasi dari tangan penjamah
secara terus-menerus dari awal sampai tidak ada lagi pedagang bakso yang datang
banyak sehingga susah jika langsung membersihkan alat pengiling tersebut. Selain
itu, sumber air bersih dipajak pun cukup susah sehingga mereka menghemat
pemakaian air. Hal tersebut juga dapat menyebabkan kontaminasi dari alat
terlebih dahulu dicuci dan juga dipergunakan secara terus menerus. Demikian juga
dengan meja tempat memotong daging/ikan tersebut dalam keadaan tidak bersih,
kurang terjaga kebersihannya dan dapat tercemar baik dari tangan penjamah maupun
memasaknya sampai mendidih dan menusuknya dengan tusuk sate. Dari 6 penjamah
peralatan yang telah dibersihkan terlebih dahulu dengan sabun. Alasannya karena
peralatan yang digunakan nampaknya tidak terlalu kotor sehingga terkadang hanya
dibilas dengan air saja agar cepat. 16% peralatan yang digunakan tidak langsung
dibersihkan (penjamah I) alasannya juga karena nampaknya peralatan yang telah siap
digunakan tidak terlalu kotor karena hanya digunakan sebagai tempat bakso yang
telah dimasak sebelum ditusuk dengan tusuk sate. Setelah siap ditusuk, peralatan
tersebut lagsung disimpan diatas meja tanpa terlebih dahulu dibersihkan. Selain itu,
sering sekali pedagang buru-buru pergi ke sekolah untuk menjajakan bakso bakarnya
karena jam istirahat SD mulai jam 9 lewat sehinga mereka tidak sempat langsung
Semua penjamah telah menggunakan air bersih dalam mengolah bakso. Hal
ini disebabkan karena ditiap-tiap rumah telah tersedia sarana air bersih. Pengolah
makanan juga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti batuk,
masih dapat ditahankan mereka tetap akan mengolah baksonya jika suatu saat mereka
sakit. Karena sangat sayang bagi mereka jika 1 hari tidak berjualan bakso bakar.
Hal ini disebabkan karena penjamah makanan biasanya telah pergi ke pajak jam 5
pagi untuk mengggilingkan baksonya dan sesudah itu langsung diolah di rumah tanpa
terlebih dahulu mandi. Pakaian yang digunakan pun adalah pakaian yang dipakai
tidur. Terdapat 16% penjamah menggunakan pakaian yang nampaknya kurang bersih
pedagang dan memberikan penampilan yang tidak enak dilihat. Hanya 34% yang
mempunyai kuku yang pendek dan bersih (penjamah I, penjamah V). Kuku tidak
pendek dan tidak bersih disebabkan oleh karena penjamahnya kurang memperhatikan
kebersihan kukunya, jarang memotong dan tidak terlebih dahulu cuci tangan pakai
sabun. Selain itu juga disebabkan kurangnya kesadaran dari penjamah dalam menjaga
peneliti, kuku yang tidak bersih dan tidak mencuci tangan dapat menyebabkan
kontaminasi dari kuku penjamah kedalam bakso bakar. Sebab di dalam kuku dan
Semua penjamah tidak menggunakan celemek dan penutup kepala. Hal ini
Tidak ada penjamah yang mengunakan sarung tangan. Menurut mereka mengolah
mereka. Hal itu dapat menyebabkan kontaminasi dari tangan penjamah ke bakso yang
telah dibulati. 100% pedagang telah mencuci tangan sesudah mengolah makanan, hal
ini disebabkan karena setelah membulati bakso bakar, tangan mereka dalam keadaan
Hanya 16% penjamah yang tidak sambil merokok (penjamah V). Mereka
biasanya merokok pada saat bakso dalam proses di masak. Sambil menunggu
baksonya mendidih, mereka bisa merokok. Padahal ketika hendak menusuk bakso
dengan tusuk sate, mereka tidak terlebih dahulu mencuci tangannya sehingga bakso
tersebut bisa tercemar dari tangan penjamah. Hal itu disebabkan karena semua
Semua lantai yang digunakan dalam proses pengolahan bakso bakar telah
mudah dibersihkan,tidak licin dan kedap air. Lantai terbuat dari semen namun ada
sebagian semennya yang telah rusak (retak) sehingga nampak kurang bersih dan debu
dari retakan semen tersebut dapat mencemari makanan karena para penjamah
Kebersihan peralatan yang digunakan dalam pengolahan juga sangat penting. Begitu
mempunyai sertifikasi kesehatan yang berlaku enam bulan, sehingga dapat dicegah
penularan penyakit lewat makanan. Pengolah makanan tidak boleh sakit kulit,
penjamah dalam menangani makanan jajanan antara lain tidak menderita penyakit
mudah menular, menutup luka (pada luka terbuka/bisul), menjaga kebersihan tangan,
kuku dan pakaian, memakai celemek dan tutup kepala, mencuci tangan setiap kali
hendak menangani makanan, menjamah makanan harus memakai alas tangan, tidak
sambil merokok, tidak sambil menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan
bagian lainnya), tidak batuk/bersin dihadapan makanan jajanan dan menutup hidung/
mulut.
kesehatan. Namun 84% pedagang telah memenuhi syarat. Semua pedagang telah
mempunyai tempat khusus penyimpanan bakso bakar yang dalam keadaan tertutup.
Tempat berupa etalase atau box yang langsung diangkut untuk dijajakan. Hal itu
Bakso bakar yang disimpan juga dalam keadaan tidak busuk dan tidak basi.
Hal ini disebabkan oleh karena bakso yang disimpan di etalase tersebut adalah bakso
yang baru siap diolah dan yang akan langsung diangkut untuk dijajakan. 16%
yaitu pedagang VI. Pedagang terkadang hanya mengelap etalase tersebut dengan kain
dengan alasan agak sedikit susah apabila dibersihkan dengan air dan sabun karena
debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya (Mukono, 2006).
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi
bakar, didapat bahwa secara keseluruhan belum memenuhi syarat kesehatan. 1 orang
karena bakso bakar dijual oleh pihak kantin sekolah. Jadi pengolahan sampai
mempunyai tempat untuk mengangkut bakso bakar yang dalam keadaan tertutup. Hal
itu dapat mencegah kontaminasi dari luar selama proses pengangkutan. Namun
tempat pengangkutan bakso bakar tersebut ada yang digunakan sebagai tempat jualan
makanan lainnya seperti jualan tahu bakar, gorengan ataupun kue basah lainnya. 1%
tempat pengangkutan bakso tidak dalam keadaan bersih (pedagang II ). Hal ini
hanya mengelap tempat tersebut dengan kain karena agak susah untuk dibersihkan
Terdapat 60% kendaraan yang digunakan (pedagang I, pedagang III, pedagang IV)
untuk mengangkut bakso bakar dalam keadaan tidak bersih dan terdapat debu. Hal itu
dikarenakan para pedagang biasanya selesai menjajakan baksonya sampai sore hari
secara rutin. Hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran dari kendaraan kedalam
bakso bakar yang akan dikonsumsi. Sering juga dijumpai saos, kecap yang digunakan
oleh pedagang bakso bakar tidak tertutup rapi dan tempatnya nampaknya tidak bersih.
Tempat saos biasanya dibuat di dalam kaleng-kaleng ataupun tempat bontot. Hal
tersebut dapat menyebabkan pencemaran dari saos atau kecap yang nantinya akan
sepanjang pengangkutan bila cara pengangkutannya kurang tepat dan alat angkutnya
kurang baik dari segi kualitasnya. Oleh karena itu perlu memperhatikan kondisi alat
pengangkut serta kondisi tenaga pengangkut apakah tidak berpenyakit menular dan
dan cara pengangkutan makanan harus dilakukan dengan mengambil jalan yang
misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki tutup aga makanan tidak tercemar
bakso bakar belum memenuhi syarat kesehatan. 16% tangan penyaji (pedagang II)
kontak langsung dengan bakso bakar. Hal itu terjadi pada saat mengambil bakso
bakar untuk dibakar. Tanpa sadar tangan penyaji mengenai bakso bakar yang akan
diambilnya. Semua penyaji tidak ada yang bersin, batuk ataupun menggaruk anggota
III,pedagang IV, pedagang V, pedagang VI) telah berpakaian bersih dan berbadan
mandi, namun pedagang II tampak tidak menggunakan pakaian yang bersih. Hal
tersebut dapat menyebabkan pencemaran dari penyaji ke bakso bakar tersebut. Dari 6
pedagang, hanya 34% yang memiliki kuku pendek dan bersih (pedagang I, Pedagang
V). Kuku tidak pendek dan tidak bersih disebabkan oleh karena pedagang tesebut
mereka sering menunggu siswa datang membeli bakso bakar. Mereka akhirnya
siswa datang membeli, rokok mereka belum habis dan mereka tetap menyajikan
Para pedagang bakso memiliki alat khusus untuk membakar baksonya, namun
tempat pembakaran bakso tersebut dalam keadaan kotor, hitam dan jarang
dibersihkan. Terlihat bekas abu arang, bekas saus ataupun kecap yang digunakan
bakso bakar. Selain itu bakso yang dibakar juga memiliki resiko tercemar dari udara
luar ataupun debu. Hal tersebut menyebabkan bakso bakar yang dikonsumsi dalam
keadaan kurang bersih dan telah tercemar dari tempat pembakaran bakso, abu ataupun
debu.
Semua bakso bakar disajikan dalam keadaan terbungkus atau tertutup karena
mereka membuat wadah khusus sebagai tempat bakso bakar yang akan disajikan yaitu
plastik putih. Namun apabila bakso bakar yang dibeli hanya 1, terkadang pedagang
kontaminasi, bersih, tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli (Chandra,
2006). Semua kegiatan pengolahan makanan juga harus terlindungi dari kontak
j. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau
tertutup.
k. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam
dikatakan memenuhi syarat, jika semua variabel dalam penilaian higiene sanitasi
memenuhi syarat yang ditentukan. Hygiene sanitasi pengolahan bakso bakar yang
dijual disekitar SD di Kecamatan Medan Baru Kota Medan secara umum tidak
memenuhi syarat kesehatan karena semua pedagang bakso bakar belum menerapkan
prinsip hygiene sanitasi pengolahan makanan secara keseluruhan, mulai dari tahap
pemilihan bahan baku hingga penyajian makanan yang sesuai dengan Kepmenkes RI
makanan jajanan yang memenuhi syarat pada lebih dari 75% dari keseluruhan
variabel yang disyaratkan. Pedagang lain, yaitu 84% pedagang, memenuhi syarat
higiene sanitasi makanan jajanan pada kisaran 51% sampai 74% dari total variabel
yang dinilai.
pada tahap pemilihan bahan baku semua produsen melaksanakannya dengan baik.
Pada tahap penyimpanan bahan baku dan pengolahan makanan, semua pedagang
bakso bakar tidak memenuhi syarat kesehatan. Pada tahap penyimpanan bakso bakar,
84% (pedagang I, pedagang II, pedagang III, pedagang IV, pedagang V) telah
memenuhi syarat kesehatan. Pada tahap pengangkutan bakso bakar, hanya 20%
memenuhi syarat kesehatan karena sebagian besar kendaraan yang mereka gunakan
dalam mengangkut bakso bakar tidak dalam keadaan bersih. Kendaraan yang
digunakan berdebu dan jarang dibersihkan. Hal itu disebabkan pedagang bakso sering
sekali selesai menjajakan baksonya hingga pada sore hari dengan kondisi tubuh yang
secara rutin. 50% pedagang menggunakan tempat pengangkutan bakso bakar untuk
lainnya. Dalam menyajikan bakso bakar juga semua pedagang masih belum
terlihat dari kuku yang pendek dan bersih hanya 16% (pedagang V). Semua pedagang
lebih mengetahui lebih rinci lagi tentang hygiene sanitasi pedagang bakso tersebut.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, didapat bahwa semua bahan baku
diperoleh dari pasar tradisional dengan alasan lebih murah dan mudah dijangkau.
Semuanya bahan baku diletakkan diatas lantai padahal seharusnya bahan baku
tersebut disimpan dalam rak khusus untuk mencegah dari kemungkinan kontaminasi
dan gangguan dari serangga/tikus. Bahan baku makanan yang telah dibeli 33.3%
kadang-kadang langsung habis dipakai dan 66.7% tidak habis dipakai sehingga bahan
16.7% akan tetap berjualan dengan menutup mulut/hidung dan 83.3% berjualan tanpa
tersebut ke dalam bakso bakar. Seharusnya apabila sakit, pedagang harus menutup
mengolah makanan. Hal itu dapat mencegah pencemaran dari dapur kedalam bakso
bakar yang akan diolah. Dari 83,3% pedagang mengaku biasanya membersihkan
tempat bakso bakar 1 kali sehari. Namun mereka hanya membersihkannya dengan
kain lap. Pedagang juga mengaku bakso bakar yang mereka jual biasanya habis dalam
1 hari.
Secara umum didapat bahwa hygiene sanitasi pedagang bakso bakar dapat
dikategorikan kedalam kondisi sedang. Dari 6 pedagang, hanya 1 orang (16,7%) yang
hygiene sanitasi yang sedang. Menurut asumsi peneliti, hal tersebut dapat disebabkan
pribadinya.
yang dilarang. Boraks dilarang digunakan dalam makanan disebabkan bahan ini
(Cahyadi, 2008).
Kandungan boraks pada bakso bakar yang dijual disekitar sekolah dasar di
Kecamatan Medan Baru Kota Medan diharapkan memenuhi standar yang mengacu
Daerah Medan terhadap kandungan boraks pada bakso bakar yang dijual disekitar SD
mengandung boraks.
Umumnya para pedagang bakso mengolah baksonya setiap hari dan dalam
skala kecil. Bakso yang dijajakan juga langung habis terjual dalam satu hari sehingga
boraks pada bakso berada pada saat membuat adonan bakso (pencampuran
pedagang bakso itu. Menurut asumsi peneliti, hal tersebut kemungkinan bisa menjadi
alasan bagi si pedagang untuk tidak menggunakan boraks pada baksonya. Ada 1
pedagang yang memang menjajakan baksonya di dalam kantin sekolah (pedagang VI)
sehingga apa yang dijual pedagang tersebut tidak boleh sembarangan dan pedagang
Berdasarkan hasil wawancara juga, para pedagang bakso mengaku kurang mengerti
secara mendalam tentang bahan-bahan pengawet seperti boraks yang sering dibuat
dalam bakso. Mereka memang pernah mendengar kasus boraks tersebut namun
Namun menurut asumsi peneliti, itu bukan menjadi alasan bagi pedagang untuk
membuat pengawet boraks pada bakso bakarnya. Karena memang pedagang tidak
menjadi alasan bagi pedagang untuk dapat membuat pengawet boraks pada bakso
bakarnya. Semakin lama berjualan bakso bakar bukan berarti pedagang semakin
berani membuat pengawet boraks pada dagangannya. Hal itu dapat dilihat dari
pedagang yang telah berjualan selama 5 tahun pun tidak menggunakan boraks pada
bakso bakarnya.
dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso di Kota Madya Medan, didapat dari 10
mengandung boraks. Hal itu mungkin terjadi karena bakso yang diperiksa merupakan
bakso yang diproduksi dalam jumlah besar sehingga membutuhkan boraks sebagai
pengawet. Maka diperoleh bahwa belum terjadi praktek penggunaan boraks untuk
tujuan pengawetan ataupun pengenyal pada bakso bakar yang dijual disekitar SD di
6.1. Kesimpulan
bakso bakar yang dijual disekitar sekolah dasar di Kecamatan Medan Baru Kota
Medan Baru Kota Medan Tahun 2012 berada dalam kategori sedang.
5. Kandungan boraks pada bakso bakar yang dijual disekitar sekolah dasar di
mengandung boraks.
7. Untuk peneliti lain agar dapat meneliti tentang keluhan kesehatan siswa
lainnya.
Ariens E.J, dkk. 1985. Toksikologi Umum. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Mukono, 2004. Hygiene Sanitasi Hotel dan Restoran. Airlangga University Press.
Surabaya
Nasution A, 2009. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong
di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Skripsi FKM USU, Medan